Professional Documents
Culture Documents
No. RM lama
Tanggal Presentasi:
Tempat Presentasi:
Obyektif Presentasi:
Keilmuan
Diagnostik
Neonatus
Keterampilan
Penyegaran
Manajemen
Bayi
Tinjauan Pustaka
Masalah
Anak
Istimewa
Remaja
Dewasa
Lansia
Bumil
Deskripsi : Wanita 25 tahun dengan UK 36 37 minggu T/H/I ketuban pecah dini. HPHT : 3-9-2015. TP: 10-6-2016
Tujuan : Mengetahui faktor predisposisi dan prognosis pada pasien ini sehingga terjadi PROM
BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 1
Bahan bahasan:
Cara membahas:
Data pasien:
Tinjauan
Pustaka
Diskusi
Nama : Ny. DK
Riset
Kasus
Presentasi dan
diskusi
Audit
Pos
Keluhan utama:
Keluar cairan warna keruh merembes dari jalan lahir
Tanggal 17-05-2016 pukul 01.00 pasien mulai terasa keluar cairan merembes dari jalan lahir warna keruh, lendir darah (-)
Tanggal 17-05-2016 pukul 01.30 pasien pergi ke bidan. Dari VT terdapat pembukaan 1 cm, pasien diobservasi di tempat.
Tanggal 17-05-2016 pukul 07.00 dilakukan VT ulang terdapat pembukaan masih 1 cm eff 25% let kep H1 lendir darah (+). Rujuk RSUD P
Tanggal 17-05-2016 Pasien MRS pukul 07.30 WIB
2. Riwayat Pengobatan :
Selama hamil ini pasien minum tablet multivitamin dan zat besi dari bidan. Rutin ANC ke bidan tiap bulan dan ANC terpadu
3. Riwayat kesehatan/Penyakit : ini kehamilan pertama pasien. keputihan (+) saat usia kehamilan 8 bulan, kental, gatal (-), berbau (
4. Riwayat coitus (-), trauma (-), pijat oyok (-), demam (-)
6. Riwayat kehamilan : Pasien belum pernah hamil sebelumnya. Ini kehamilan pertama pasien. G1 P00000 UK 36 37 Minggu Tungg
7. Riwayat pernikahan : Pernikahan pertama. Suami menikah saat usia 27 tahun dan istri usia 24 tahun. Lama pernikahan 1 tahun
8. Lain-lain : menarche : 12 tahun. Siklus haid : 30 hari. Lama haid : 5 hari. Dismenorrhoe : disangkal
Daftar Pustaka:
1. Queenan, John T. Hobbins, John C. Spong, Catherine Y. 2010. Protocols for High-Risk Pregnancies. Wiley Blackwell Fifth Edition.
2. Divisi Fetomaternal. 2008. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Malang: Lab/SMF Obstetri-Ginekologi FKUB/RSSA
3. Jayazeri, Alhazar. 2011. Premature Rupture of Membranes. http://emedicine.medscape.com/article/261137-overview 2011. Diakses pad
4. Saifuddin, , A. B., Rachimhadhi, T., Wikhjosastro, G. H.. 2008. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohadrjo. Edisi ke-4.Pt. Bina Pustaka Sarwon
Hasil Pembelajaran:
1. Apa saja faktor predisposisi pada pasien ini sehingga terjadi PROM?
Subyektif :
Pasien datang dengan keluhan keluar cairan dari jalan lahir sejak 7 jam SMRS. Pasien hamil G1 P 00000 T/H/I 3637 Minggu.
Obyektif
Kesadaran
:
: Compos Mentis
BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 4
Kesan Umum
Vital Sign
Status gizi
Status General
Kepala/Leher
Thoraks
Abdomen
: TFU : 29 cm. Letak janin : letak kepala. DJJ : 144 x/m . His (-).
Ekstremitas
: akral hangat, CRT<2 detik, edema (-/-), icteric (-), anemia (-), cyanosis (-/-)
VT
Hasil Laboraturium
(17/5/16)
08.10 WIB
Darah Lengkap
BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 5
Hemoglobin
: 10.3 g/dl
Hematokrit
: 30 %
Leukosit
: 11.300 cell/mm 3
Diff count
: 19 / 4 / 75
Trombosit
: 196.000 cell/mm 3
MCV
: 85 FL
(80 97 FL)
MCH
: 28 Pg
MCHC
: 33 g/dl
(31.5 35 g/dl)
Bleeding Time
: 140
Cloting Time
: 11
Golongan Darah
:O
(35 45 %)
(4.000 10.000 cell/mm 3)
(17-48 / 4-10 / 43-76)
(150.000 400.000 cell/mm 3)
Assesment :
G1 P00000 UK 36-37 minggu T/H/I
+ Kala I fase laten
+ Riwayat PROM
Planning Diagnosis:
DL. Golongan Darah. FH. Doppler. USG
BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 6
Planning Terapi:
IGD
IVFD RL 20 tpm
Inj Cefotaxim 1gr
Ruangan
Drip oxytocin
Inj Cefotaxim 2 x 1 gr
Monitoring vital sign, keluhan subyektif, HIS, DJJ
FOLLOW UP
(17/5/2016)
09. 10Pasien Masuk VK
TD : 110 / 80 . N : 80 x/m . RR : 20 x/m . Tax : 36. 5 C . TFU : 26 cm . DJJ : 148 x/m
VT : 1 cm Eff 25 % ketuban merembes kepala Hodge I
09.40 Oxytocin drip. 4 tpm. His (-). DJJ : 140 x/m
09.55 8 tpm. His (-). DJJ : 140 x/m
10.10 12 tpm. His 1.10.10. DJJ : 130 x/m
10.25 16 tpm His 1.10.10 . DJJ : 151
10.40 20 tpm. His 1.10.10. DJJ : 147
11.30 His 3.10.30. DJJ: 152
12.00 TD : 110/70 .N / RR = 80 / 20. Tax : 36.5 C. DJJ : 152. HIS : 3.10.30
14.00 DJJ : 146 x/m . His : 3.10.30
16.00 VT 2 cm. eff 25 %. Ketuban (-). Kepala H1
18.00 TD : 120 / 80 . N / RR : 86 / 18 . Tax : 36.2 . DJJ : 157 . His : 3.10.35
19.00 Pasien kesakitan. VT 4 cm . eff 25%. Ket (-). Kep Hodge I.
BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 7
PEMBAHASAN
A. ANATOMI DAN FISIOLOGI KETUBAN
ANATOMI KETUBAN
Selaput ketuban secara mikroskopis terdiri dari lima lapisan. Lapisan terdalam yang dibasahi cairan ketuban dibentuk
oleh satu lapisan epithelial kuboidal yang melekat pada membran basalis yang melekat pada lapisan kompak aselular
yang terdiri dari interstitial kolagen. Di luar lapisan kompak ini terdapat lapisan sel mesenkimal. Lapisan terluar dari
ketuban adalah lapisan zona spongiosa. Lapisan terluar ketuban berhubungan langsung dengan lapisan chorion.
Umbilical amnion melapisi tali pusat (Parry & Strauss, 1998)
Cairan amnion merupakan komponen penting bagi pertumbuhan dan perkembangan janin selama kehamilan. Pada
awal embriogenesis, amnion merupakan perpanjangan dari matriks ekstraseluler dan di sana terjadi difusi dua arah antara
janin dan cairan amnion. Pada usia kehamilan 8 minggu, terbentuk uretra dan ginjal janin mulai memproduksi urin.
Selanjutnya janin mulai bisa menelan. Eksresi dari urin, sistem pernafasan, sistem digestivus, tali pusat dan permukaan
plasenta menjadi sumber dari cairan amnion. Telah diketahui bahwa cairan amnion berfungsi sebagai kantong pelindung di
sekitar janin yang memberikan ruang bagi janin untuk bergerak, tumbuh meratakan tekanan uterus pada partus, dan
mencegah trauma mekanik dan trauma termal (Parry & Strauss, 1998).
Cairan amnion juga berperan dalam sistem imun bawaan karena memiliki peptid antimikrobial terhadap beberapa jenis
bakteri dan fungi patogen tertentu. Cairan amnion adalah 98% air dan elektrolit, protein, peptide, hormon, karbohidrat,
dan
lipid.
Pada
beberapa
penelitian,
komponen-komponen
cairan
amnion
ditemukan
memiliki
fungsi
sebagai biomarker potensial bagi abnormalitas-abnormalitas dalam kehamilan. Beberapa tahun belakangan, sejumlah
protein dan peptide pada cairan amnion diketahui sebagai faktor pertumbuhan atau sitokin, dimana kadarnya akan
berubah-ubah sesuai dengan usia kehamilan. Cairan amnion juga diduga memiliki potensi dalam pengembangan
medikasi stemcell (Parry & Strauss, 1998)
Ketuban pecah dini (Saifuddin, 2008) atau dikenal juga sebagai premature rupture of membrans (PROM) adalah
adanya rupture dari membran fetus secara spontan sebelum onset dari persalinan pada kehamilan aterm. Bila ruptur yang
demikian terjadi sebelum kehamilan aterm (sebelum usia 37 minggu gestasi), maka kondisi ini disebut sebagai preterm
premature rupture of membrans (PPROM). Hal ini berbeda dari keadaan normal dimana selaput ketuban akan pecah dalam
proses persalinan (Saifuddin, 2008). Dalam keadaan normal, Selaput ketuban pecah dalam proses persalinan.
EPIDEMIOLOGI PROM
Beberapa peneliti melaporkan hasil penelitian mereka dan didapatkan hasil yang bervariasi. Insidensi PROM berkisar
antara 8 10 % dari semua kehamilan. Hal yang menguntungkan dari angka kejadian PROM yang dilaporkan, bahwa lebih
banyak terjadi pada kehamilan yang cukup bulan daripada yang kurang bulan, yaitu sekitar 95 %, sedangkan pada
kehamilan tidak cukup bulan atau PPROM pada kehamilan preterm terjadi sekitar 34 % semua kelahiran premature.
PROM merupakan komplikasi yang berhubungan dengan kehamilan kurang bulan, dan mempunyai kontribusi yang besar
pada angka kematian perinatal pada bayi yang kurang bulan. Pengelolaan PROM pada kehamilan kurang dari 34 minggu
sangat komplek, bertujuan untuk menghilangkan kemungkinan terjadinya prematuritas.
PATOFISIOLOGI PROM
Ketuban pecah pada persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi uterus dan peregangan berulang. Selaput
ketuban pecah karena pada daerah tertentu pada selaput ketuban terjadi perubahan biokimia yang menyebabkan selaput
ketuban inferior rapuh, bukan karena seluruh selaput ketuban rapuh.
Degradasi kolagen dimediasi oleh matriks metalloproteinase (MMP) yang dihambat oleh inhibitor jaringan spesifik dan
inhibitor protease. Mendekati waktu persalinan, keseimbangan antara MMP dan TIMP-1 mengarah pada degradasi
BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 11
proteolitik dari matriks ekstraselular dan membran janin. Aktivitas degradasi proteolitik ini meningkat menjelang
persalinan.
Selaput ketuban sangat kuat pada kehamilan muda. Pada trimester ketiga selaput ketuban akan mudah pecah.
Melemahnya selaput ketuban ada hubunganya dengan pembesaran uterus, kontraksi rahim, dan gerakan janin. Pada
trimester akhir terjadi perubahan biokimia pada selaput ketuban.
Ketuban pecah dini pada premature ataupun aterm disebabkan oleh faktor-faktor eksternal, misalnya infeksi yang
menjalar dari vagina, trauma pada ibu, malposisi. Ketuban pecah dini premature sering terjadi pada polihidramnion,
inkompeten serviks, solusio plasenta.
DIAGNOSIS PROM
Ibu harus selalu diperingatkan selama periode antepartum untuk mewaspadai keluarnya cairan dari vagina dan untuk
segera melaporkan kejadian ini. Hal ini penting, untuk kemudian ditegakkannya segera diagnosis pecah ketuban karena 3
alasan. Pertama, bila bagi anter bawah janin (presentasi janin) belum terfiksasi pada pelvis, kemungkinan prolaps dan
kompresi dari tali pusat sangat meningkat. Kedua, persalinan mungkin akan segera terjadi bila kehamilan mendekati atau
telah mencapai usia aterm. Ketiga, bila persalinan tertunda setelah terjadinya pecah ketuban, resiko infeksi intrauterin
semakin meningkat seiring dengan peningkatan jarak waktu dengan persalinan.
Diagnosis pecahnya selaput ketuban didapatkan dengan adanya cairan ketuban di vagina. Juga pada pemeriksaan
inspekulo, didiagnosa dengan ditemukannya genangan cairan amnion pada fornix posterior atau adanya cairan bening
BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 12
yang mengalir dari canalis servikalis. Meskipun terdapat beberapa tes diagnosis yang direkomendasikan untuk mendeteksi
pecah ketuban, tidak ada yang sepenuhnya dapat diandalkan. Jika diagnosis tetap tidak dapat dipastikan, terdapat metode
lain yang melibatkan pengukuran pH dari cairan vagina. Normalnya, pH dari sekresi vagina berkisar antara 4,5 sampai 5,5,
sedangkan cairan amnion biasanya berkisar antara 7,0 sampai 7,5. Penggunaan indikator nitrazine untuk mengidentifikasi
pecahnya ketuban merupakan metode yang sederhana dan cukup dapat diandalkan. Kertas tes diimpregnasi dengan
pewarna, dan warna hasil reaksi strip kertas ini dengan cairan vagina diintepretasi dengan bagan warna standar (tes
lakmus, perubahan warna merah menjadi biru(Saifuddin, 2008). PH diatas 6,5 adalah konsisten dengan ketuban pecah.
Hasil tes positif palsu dapat terjadi dengan adanya darah, semen, atau bacterial vaginosis pada saat yang bersamaan,
sedangkan hasil negatif palsu dapat terjadi bila cairan yang ada terlalu sedikit karena kebocoran yang berkepanjangan
(American Academy of Pediatrics and American College of Obstetricians and Gynecologists, 2007). Penggunaan antiseptik
alkalin juga dapat menaikkan pH vagina (Divisi Fetomaternal, 2008).
Tes lainnya meliputi pembentukan pola seperti bulu dari cairan vagina yang mengarah pada adanya cairan amnion
bukannya sekresi serviks. Cairan amnion akan mengkristal dan membentuk pola seperti bulu akibat konsentrasi relatif dari
natrium klorida, protein dan karbohidrat. Deteksi alpha-fetoprotein pada vagina juga telah digunakan untuk
mengidentifikasi adanya cairan amnion oleh Yamada dan koleganya (1998). Identifikasi juga dapat dilakukan sesudah
injeksi indigo carmine ke dalam kantong amnion melalui abdominal amniosentesis (Varney, 2004). Pemeriksaan lainnya
dapat dilakukan dengan penggunaan ultrasound dimana adanya PROM dapat dikonfirmasikan dengan adanya
oligohidramnion (Saifuddin, 2008).
C. PENATALAKSANAAN
Kondisi setelah prematur atau jangka PROM mencakup
menunjukkan pengiriman
(preeklampsia misalnya, impending preeklamsia). Dengan tidak adanya amnionitis, solusio plasenta, gawat janin atau
tenaga kerja canggih, konservatif manajemen wanita dengan PROM prematur mungkin tepat. Sebuah kehamilan
pendekatan berbasis usia untuk manajemen konservatif harus dipertimbangkan. Pasien harus dinilai dari data saat ini
tersedia mengenai morbiditas dan mortalitas neonatal sesuai dengan usia kehamilan saat melahirkan,
dalam rangka
untuk membuat keputusan yang tepat mengenai potensi manfaat manajemen konservatif sebagai pertimbangan untuk
dipercepat atau tidak.
ATERM ( 37 minggu)
Meskipun persalinan secara spontan akan terjadi dalam waktu 12 jam pada 50% ibu hamil, dan 24 jam pada 70% ibu
hamil dengan PROM cukup bulan, risiko korioamnionitis meningkat dengan durasi pecah ketuban (2% < 12 jam, 6% 12-24
jam dan 24% pada 48 jam). Oleh sebab itu, dan karena data saat ini tidak menunjukkan peningkatan risiko infeksi atau
persalinan operatif dengan induksi awal, ibu hamil dengan PROM cukup bulan palling baik ditangani dengan cara induksi
BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 14
persalinan/augmentasi sesuai kebutuhan, dengan persalinan cesar digunakan untuk indikasi klinis. PROM bukan
kontraindikasi pra-induksi serviks disertai dengan pemberian gel prostaglandin E2. 10 Profilaksis GBS harus diberikan kepada
ibu hamil dengan kultur ano-vagina positif pada kehamilan saat ini. 11 Profilaksis GBS juga harus mulai diberikan kepada ibu
hamil tanpa kultur terbaru negatif (< 6 minggu) yang mengalami pecah ketuban 18 jam. Wanita dengan demam
intrapartum harus mendapatkan terapi antimikroba spektrum luas, termasuk agen yang efektif membunuh organisme
Gram negatif dan Gram positif, tanpa memandang status kultur GBS.
4. Selama manajemen konservatif, penilaian ibu dan janin, seperti yang digambarkan di bawah ini untuk PROM pada usia
kehamilan 23-31 minggu, harus dimulai.
5. Jika kortikosteroid antenatal dan antibiotik tidak diberikan pada kondisi ini, harus dipertimbangkan dilakukan persalinan
sebelum infeksi atau komplikasi lainnya terjadi.
3. Kortikosteroid antenatal untuk pematangan janin dianjurkan kecuali jika sebelumnya telah diberikan. Meta-analisis
terbaru telah menyatakan bahwa pengobatan tersebut efektif dalam mengurangi gangguan pernapasan neonatal dan
perdarahan intraventrikular setelah PROM, tanpa meningkatkan risiko infeksi neonatal.12 Dapat diberikan betametason,
12 mg intramuskular tiap 24 jam sebanyak 2x dosis, atau deksametason, 6 mg intramuskular tiap 12 jam sebanyak 4x
dosis.
4. Terapi antibiotik spektrum luas harus diberikan selama manajemen konservatif awal PROM prematur untuk mengobati
atau mencegah infeksi ascending desidua subklinis untuk memperpanjang kehamilan, dan mengurangi infeksi
neonatal dan morbiditas yang bergantung pada usia kehamilan. Terapi intravena (48 jam) dengan ampisilin (2 g IV tiap
6 jam) dan eritromisin (250 mg IV tiap 6 jam) diikuti dengan terapi oral durasi pendek (5 hari) dengan amoksisilin (250
mg per oral tiap 8 jam) dan enteric-coated erythromicin base (333 mg per oral tiap 8 jam) dianjurkan.13 Terapi durasi
yang lebih pendek belum terbukti memberikan keuntungan neonatal yang sama, dan tidak direkomendasikan.
Meskipun tidak secara khusus dipelajari, kekurangan dalam ketersediaan antibiotik telah menyebabkan kebutuhan
pengganti pengobatan antibiotik alternatif. Ampisilin, eritromisin dan azitromisin oral adalah pengganti yang mungkin
sesuai untuk kondisi di atas, sesuai kebutuhan.
Meskipun studi multisenter besar telah menyatakan bahwa terapi antibiotik spektrum luas dapat meningkatkan risiko
necrotizing enterocolitis,14 temuan ini berbeda dengan temuan dari percobaan NICHD-MFMU yang menyatakan bahwa
terdapat penurunan necrotizing enterocolitis tahap 2-3 dengan terapi antibiotik spektrum luas pada populasi risiko
tinggi dan risiko ini belum ditemukan dalam meta-analisis studi mengenai masalah ini.
BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 18
Manajemen pembawa GBS yang diketahui setelah 7 hari pertama terapi antibiotik belum dijelaskan dengan baik.
Dengan tidak adanya studi apapun mengenai masalah ini, pilihannya meliputi :
i.
ii.
Tidak ada terapi antepartum lebih lanjut, dengan profilaksis GBS intrapartum dari semua pembawa yang diketahui.
Lanjutan profilaksis GBS spektrum sempit dari semua pembawa yang diketahui dari selesai 7 hari pertama terapi
iii.
melalui persalinan.
Follow-up kultur ano-vagina setelah selesai terapi 7 hari, dengan terapi spektrum sempit lanjutan terhadap GBS
iv.
sampai persalinan.
Follow-up kultur ano-vagina dari pasien yang memiliki latensi berkepanjangan setelah pengobatan antibiotik awal,
dengan pengobatan berulang wanita dengan kultur positif (serta profilaksis intrapartum untuk semua pembawa yang
diketahui).
5. Pemantauan non-stres fetal heart rate dan kontraksi setidaknya setiap hari untuk mengamati bukti kontraksi subklinis,
jantung janin yang agak melambat karena kompresi tali pusat, takikardia berkelanjutan, atau bukti gawat janin. Skor
profil biofisik 6/10 atau lebih dapat membantu ketika pola denyut jantung janin tidak reaktif. Pola denyut jantung janin
yang reaktif pada tes awal tetapi menjadi non-reaktif pada tes follow up, atau skor profil biofisik yang memburuk, harus
meningkatkan kecurigaan berkembangnya
8. USG harus dilakukan setiap 3 sampai 4 minggu untuk menilai pertumbuhan janin. Tidak perlu mengulangi perkiraan
volume cairan amnion yang sering karena oligohidramnion persisten atau yang memburuk bukan merupakan indikasi
persalinan. Oligohidramnion berat dini telah dikaitkan dengan latensi singkat persalinan, tetapi temuan ini merupakan
prediktor tidak akurat dari latensi atau hasil neonatal.
9. Data keberhasilan tokolisis wanita dengan PROM prematur tidak menarik. Pengobatan terbukti mengurangi
kemungkinan persalinan pada 24-48 jam dalam beberapa studi. Namun, pengobatan tersebut tidak terbukti
meningkatkan hasil neonatal. Terapi tokolitik sebaiknya tidak diberikan setelah PROM prematur jika ada kecurigaan
infeksi intrauterine, gawat janin atau solusio plasenta. Amniosentesis untuk menyingkirkan infeksi intraamniotik dapat
membantu ketika tokolisis dipertimbangkan.
10.Karena kehamilan dan inaktivitas merupakan faktor risiko komplikasi tromboemboli, langkah-langkah pencegahan
seperti latihan kaki dan/atau stoking anti-emboli dan/atau profilaksis heparin subkutan dapat berguna dalam
mencegah hasil ini selama manajemen konservatif dengan tirah baring.
11.Pasien yang tetap stabil tanpa bukti infeksi, solusio plasenta atau gawat janin umumnya harus dilakukan persalinan
pada usia kehamilan 34 minggu karena risiko rendah kehilangan janin yang terus berlangsung dengan manajemen
konservatif dan tingginya angka kelangsungan hidup tanpa gejala sisa jangka panjang dengan dilakukannya persalinan
pada usia kehamilan ini. Penilaian kematangan paru janin pada usia kehamilan 34 minggu, dengan manajemen
konservatif lanjutan dari mereka yang dengan studi imatur setelah diskusi lebih lanjut dari risiko dan manfaat
manajemen konservatif lanjutan, dapat diterima.
12.Amnioinfusi belum terbukti bermanfaat dalam mencegah gawat janin, atau memperpanjang latensi setelah PROM
prematur. Selama persalinan, amnioinfusi tidak dianjurkan secara rutin, dan harus dipertimbangkan untuk indikasi
BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 20
kompresi tali pusat signifikan yang membaik (berbagai deselerasi denyut jantung) yang tidak responsif terhadap
reposisi ibu.
iii.
Prostaglandin E1 (misoprostol) oral atau intravagina.
2. Dilatasi dan evakuasi. Penempatan laminaria intraservikal sebelum induksi persalinan atau dilatasi dan evakuasi dapat
membantu.
3. Manajemen konservatif. Jika manajemen konservatif dilanjutkan, hal berikut harus dipertimbangkan :
i.
Pasien harus dimonitor lebih dini tentang kemungkinan terjadinya infeksi, persalinan atau solusio plasenta. Istirahat
panggul ketat dan istirahat yang dimodifikasi dengan hak khusus mandi dianjurkan untuk meningkatkan potensi
pelepasan membran, dan untuk mengurangi potensi infeksi ascending. Mengingat tidak adanya data mengenai
keunggulan dari salah satu di atas, pemantauan rawat inap atau rawat jalan lebih dini mungkin tepat sesuai dengan
ii.
iii.
iv.
Namun, populasi ini belum diteliti secara terpisah, dan tidak diketahui apakah pengobatan bermanfaat atau tidak.
Setelah pasien dengan PROM pre-viabel mencapai batas viabilitas, banyak dokter akan merujuk pasien ke rumah
sakit untuk tirah baring. Tujuan dari rujukan ini adalah untuk memungkinkan diagnosis dini dan intervensi kasus
infeksi, solusio plasenta, persalinan dan pola denyut jantung janin yang tidak bagus (lihat manajemen konservatif
PROM pada usia kehamilan 23 minggu-31 minggu 6 hari di atas). Karena wanita ini tetap berisiko tinggi mengalami
BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 22
persalinan lebih dini, pemberian kortikosteroid antenatal untuk pematangan janin mungkin tepat dilakukan saat ini.
Tidak mungkin bahwa menunda pemberian antibiotik spektrum luas untuk kehamilan yang memanjang akan
v.
spontan. Faktor janin termasuk makrosomia, kehamilan kembar, hidrosefalus berat, malpresentasi atau status janin
yang mengkhawatirkan. Untuk beberapa faktor kontraindikasi ibu berhubungan dengan tipe insisi uterin sebelumnya,
panggul sempit atau anatomi panggul yang berbeda, implatasi plasenta abnormal, dan kondisi seperti infeksi herpes
genital aktif atau kanker serviks (Saifuddin, 2008)
KOMPLIKASI PROM
Setelah ketuban pecah normalnya segera disusul dengan persalinan. Pada kehamilan aterm 90% persalinan terjadi
dalam 24 jam setelah ketuban pecah (Saifuddi, 2008). Sedangkan berdasarkan Parry dan Strauss (1998) setelah
terjadinya PROM, 70% ibu akan memulai persalinan dalam 24 jam dan 95% dalam 72 jam. Dengan perkembangan
klinis yang relatif cepat kearah persalinan setelah
meminimalkan resiko infeksi intrautein tanpa meningkatkan insidens sectio cesarian. Karena, seperti telah dijelaskan
sebelumnya, komplikasi yang mungkin timbul dari PROM adalah infeksi maternal ataupun neonatal dan hipoksia karena
kompresi tali pusat (Saifuddin, 2008; Bruce, 2010), meningkatnya insiden sectio cesarean, atau gagalnya persalinan
normal. Risiko infeksi ibu dan anak meningkat pada ketuban pecah dini yaitu dapat terjadi koriamnionitis dan pada bayi
dapat terjadi septikemia, pneumonia, dan omfalitis. Umumnya terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi.
Korioamnionitis merupakan keadaan pada ibu di mana korion, amnion, dan cairan ketuban terkena infeksi bakteri,
yang merupakan komplikasi paling serius bagi ibu dan janin (Saifuddin, 2008). Terdapat berbagai macam organisme
yang dapat menyebabkan korioamnionitis. Rute dari infeksi termasuk ascendinginfection dari traktus genetalia bagian
BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 24
bawah, penyebaran hematogenous dari darah ibu, penyebaran langsung dari endometrium atau tuba fallopi, dan
kontaminasi iatrogenik selama prosedur invasif. Dari semua ini, ascendinginfection merupakan penyebab yang paling
sering. Dimulai dengan masuknya organisme yang menimbulkan infeksi awal pada korion dan desidua disekitarnya
pada area yang berada disekitar internal ostium. Hal ini dapat berkembang pada keterlibatan ketuban pada seluruh
ketebalannya (korioamnionitis). Organisme kemudian dapat menyebar sepanjang permukaan korioamnion dan
menginfeksi cairan amnion. Juga dapat terjadi penyebaran lebih lanjut pada plasenta dan tali pusat (funitis) (Jazayeri,
2010).
Infeksi pada janin dapat terjadi sebagai hasil penyebaran secara hematogen, aspirasi, penelanan atau kontak
langsung lainnya dengan cairan amnion yang telah terinfeksi. Selain infeksi, dengan pecahnya ketuban terjadi
oligohidramnion yang menekan tali pusat hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya
gawat janin dan derajat oligohidramnion, yaitu semakin sedikit air ketuban, keadaan janin akan semakin gawat
(Saifuddin, 2008).
D. PROGNOSIS
Prognosis pasien pada kasus ini baik, oleh karena penatalaksanaan yang diberikantelah sesuai dengan teori dan
pedoman untuk penatalaksanaan kasus PROM dan tidak didapatkan tanda-tanda adanya komplikasi pada ibu maupun
bayi.
E. EDUKASI
Sejumlah kecil ibu akan mengalami penghentian kebocoran dengan resealing dari membrane. Dalam keadaan ini,
harus tetap dimonitoring di Rumah Sakit selama kurang lebih 1 minggu setelah penghentian kebocoran serta normalisasi
indeks cairan ketuban untuk membantu penyembuhan membrane yang pecah. Modifikasi gaya hidup dengan beristirahat
total.
Ibu dengan riwayat kelahiran premature, terutama disebabkan oleh PPROM, akan meningkatkan risiko kelahiran
premature berulang karena PROM. Ibu dengan kelahiran prematur sebelumnya karena PROM memiliki 3,3 kali lipat lebih
tinggi risiko kekambuhan, dan risiko 13,5 kali lipat lebih tinggi dari PROM prematur sebelum kehamilan 28 minggu. Selain
panduan umum mengenai makanan bergizi yang adekuat, berhenti merokok, menghindari angkat berat dan berkepanjangan
berdiri tanpa istirahat, suntikan intramuskular mingguan dengan 17-hydroxyprogesterone kaproat (250 mg) telah terbukti
mengurangi risiko recurrence.16 Harian supositoria progesteron vaginal (100 mg) juga telah terbukti untuk mencegah
kelahiran prematur pada wanita berisiko tinggi, tetapi progesteron gel vagina (90 mg) belum. Meskipun kekurangan vitamin C
berpotensi mengakibatkan PROM prematur, suplemen vitamin C adalah tidak membantu dan mungkin berbahaya.