You are on page 1of 15

BAB I

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin
keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat. Karena itu negara memiliki
kewajiban untuk memberikan pelayanan pendidikan yang bermutu kepada setiap
warganya tanpa terkecuali termasuk mereka yang memiliki perbedaan dalam
kemampuan (anak berkebutuhan khusus). Dimana selama ini anak berkebutuhan
khusus diberikan fasilitas berupa Sekolah Luar Biasa (SLB) dan anak yang
memiliki fisik normal memperoleh pendidikan di Sekolah umum, yang
mengakibatkan adanya dinding pemisah yang sangat fleksibel sehingga anak yang
berkebutuhan khusus dan anak yang tidak berkebutuhan khusus tidak saling
interaksi satu sama lain.Hal ini menyebabkan tidak berkembangnya pertumbuhan
anak berkebutuhan khusus secara optimal.
Di dalam Undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan
anak menyatakan bahwa :
1.

Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka


pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat
dan bakatnya.

2.

Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang dan


beerpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan
serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.1
Di tengah permasalahan yang menimpa anak berkebutuhan khusus,

paradigma pendidikan inklusif agaknya bisa menjadi solusi bagi mereka untuk
melanjutkan pendidikan tanpa harus merasa kurang percaya diri ketika harus
berkumpul dengan mereka yang memiliki fisik normal.

Kemendiknas, Direktorat Pendidikan Luar Biasa, Dirjen Pendidikan Dasar dan


Menengah, Profil Pendidikan Inklusif di Indonesia, 2010

Apalagi Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2013


tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 5, ayat 1 s/d 4 telah menegaskan
bahwa,
1.Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan
yang bermutu.
2.Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental dan intelektual
dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus.
3.Warga negara di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang
terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan khusus.
4.Warga Negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak
memperoleh pendidikan khusus.2
Ketidakadilan dalam memperoleh pendidikan yang layak, sejatinya
menjadi persoalan yang cukup krusial dalam dunia pendidikan kita. Kesempatan
untuk memperoleh pendidikan bagi setiap anak indonesia merupakan hak dasar
yang harus dipenuhi negara sebagai pemegang kendali segala kebijakan dan
berkewajiban untuk merangkul semua anak dari berbagai kalangan, tidak
terkecuali bagi anak berkebutuhan khusus.

BAB II
2

Ibid, hal.8

PEMBAHASAN

A. Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)


Istilah anak berkebutuhan khusus merupakan istilah terbaru yang
digunakan, dan merupakan terjemahan dari child with special needs yang telah
digunakan secara luas di dunia internasional,ada beberapa istilah lain yang pernah
digunakan diantaranya anak cacat, anak tuna, anak berkelainan, anak
menyimpang, dan anak luar biasa, ada satu istilah yg berkembang secara luas
telah digunakan yaitu difabel, sebenarnya merupakan kependekan dari diference
ability. Sejalan dengan perkembangan pengakuan terhadap hak azasi manusia
termasuk anak-anak ini, maka digunakanlah istilah anak berkebutuhan khusus.
Individu berkebutuhan khusus adalah individu memiliki ciri-ciri khusus di
dalam perkembangannya yang berbeda dari perkembangan secara normal.
Penyimpangan perkembangan tersebut dapat berbentuk penyimpangan inteligensi,
yaitu intelegensi di bawah normal yang di kenal dengan individu penyandang
retardasi mental, atau intelegensi di atas normal yang di kenal individu superior
dan giled.3
Penggunaan istilah anak berkebutuhan khusus membawa konsekuensi cara
pandang yang berbeda dengan istilah anak luar biasa yang pernah dipergunakan
dan mungkin masih digunakan. Jika pada istilah luar biasa lebih menitik beratkan
pada kondisi (fisik, mental, emosisosial) anak, maka pada berkebutuhan khusus
lebih pada kebutuhan anak untuk mencapai prestasi sesuai dengan potensinya.
Contoh, seorang anak tunanetra, jelas dia memiliki keterbatasan pada bidang
penglihatannya, tetapi dia juga memiliki potensi kemampuan intelektual yang
tidak berbeda dengan anak normal, maka untuk dapat berprestasi sesuai kapasitas
intelektualnya diperlukan alat bantu kompensatif indera penglihatan seperti
talking computer, talking books, buku tulisan Braille dsb. Dengan dipenuhinya
kebutuhan itu maka tunanetra akan dapat berprestasi sesuai dengan kapasitas
3

Ghalia Indonesia,Januari 2013, Prof. Dr. Martini Jamaris, M.Sc.Ed. , Orientasi


Baru dalam Psikologi Pendidikan

intelektualnya dan mampu berkompetisi dengan anak normal. Untuk memahami


anak berkebutuhan khusus berarti kita mesti melihat adanya berbagai perbedaan
bila

dibandingkan dengan keadaan normal, mulai dari keadaan fisik sampai

mental, dari anak cacat sampai anak berbakat intelektual.


Anak Berkebutuhan Khusus adalah anak yang menyimpang dari rata-rata anak
normal dalam hal : ciri-ciri mental, kemampuan-kemampuan sensorik, fisik dan
neuromuskular, perilaku sosial dan emosional, kemampuan berkomunikasi,
maupun kombinasi dua atau lebih dari hal-hal diatas; sejauh ia memerlukan
modifikasi dari tugas-tugas sekolah, metode belajar atau pelayanan terkait lainnya,
yang ditujukan untuk mengembangkan potensi atau kapasitasnya secara
maksimal.4
Perbedaan untuk memahami anak berkebutuhan khusus dikenal ada 2 hal yaitu
perbedaan interindividual dan intraindividual.
1)Perbedaan Interindividual adalah membandingkan keadaan individu dengan
orang lain dalam berbagai hal diantaranya perbedaan keadaan mental
(kapasitas kemampuan intelektual), kemampuan panca indera (sensory),
kemampuan gerak motorik, kemampuan komunikasi, perilaku sosial, dan
keadaanfisik. Perkembangan akhir-akhir ini adanya perbedaan dalam
pencapaian prestasi belajar siswa dalam berbagai mata pelajaran. Hal ini
dimungkinkan dengan adanya standar kompetensi yang harus dimiliki siswa
untuk setiap tingkat atau level kelas yang telah dirumuskan secara nasional.
Standardisasi alat ukur untuk setiap mata pelajaran pada setiap tingkat kelas
memang harus segera diadakan sesuai dengan kurikulum yang telah disusun
(curiculum-based assesment). Jikamemang prestasi anak berada jauh di
bawah standar kelulusan, maka dimungkinkan anak ini masuk kelompok anak
berkebutuhan khusus.
2)Perbedaan Intraindividual adalah suatu perbandingan antar potensi yang ada
dalam diri individu itu sendiri, perbedaan ini dapat muncul dari berbagai
aspek meliputi intelektual, fisik, psikologis, dan sosial. Sebagai ilustrasi ada
4

LPSP3 2014, Frieda Mangunsong, Psikologi dan Pendidikan Anak


Berkebutuhan Khusus Jilid kesatu

seorang siswa yang memiliki prestasi belajar sangat cemerlang tetapi


diasangat tidak disenangi oleh teman-temanya karena dia besifat tertutup dan
individualis, dan sulit diajak kerja sama. Dari gambaran tersebut maka dapat
dibandingkan antara kemampuan intelektual dan kemampuan sosial siswa
tersebut cukup signifikan, sehingga siswa tersebut 1-4 Unit memerlukan
treatmen atau perlakuan khusus agar potensinya dapat berkembang optimal.
Istilah berkelainan dalam percakapan sehari-hari dikonotasikan sebagai suatu
kondisi yang menyimpang dari rata-rata umumnya. Penyimpangan tersebut
memiliki nilai lebih atau kurang. Efek penyimpangan yang dialami oleh
seseorang seringkali mengundang perhatian orang-orang yang ada di
sekelilingnya, baik sesaat maupun berkelanjutan.5
Selain masalah perbedaan, ada beberapa terminologi yang dapat digunakan
untuk memahami anak berkebutuhan khusus. Istilah tersebut yaitu:
1) Impairment
Merupakan suatu keadaan atau kondisi dimana individu mengalami
kehilangan atau abnormalitas psikologis, fisiologis atau fungsi struktur anatomis
secara umum pada tingkat organ tubuh. Contoh seseorang yang mengalami
amputasi satu kakinya, maka dia mengalami kecacatan kaki.
2) Disability
Suatu keadaan dimana individu mengalami kekurang mampuan yang
dimungkinkan karena adanya keadaan impairment seperti kecacatan pada organ
tubuh. Contoh pada orang yang cacat kakinya, maka dia akan merasakan
berkurangnya fungsi kaki untuk melakukan mobilitas.
3) Handicaped
Keadaan

dimana

individu

mengalami

ketidakmampuan

dalam

bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungan. Hal ini dimungkinkan karena


adanya kelainan dan berkurangnya fungsi organ individu. Contoh, orang yang
mengalami amputasi kaki sehingga untuk aktivitas mobilitas atau berinteraksi
dengan lingkungannya dia memerlukan kursi roda.
5

Bumi Aksara, Dr.Mohammad Effendi, M.Pd., M.Kes. , Pengantar


Psikopedagogik Anak Berkelainan

Dari berbagai pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa anak


berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki perbedaan-perbedaan baik
perbedaan interindividual maupun intraindividual yang signifikan, dan mengalami
kesulitan dalam berinteraksi dengan lingkungan sehingga untuk mengembangkan
potensinya dibutuhkan pendidikan dan pengajaran khusus.
Istilah anak berkebutuhan khusus bukan berarti hendak menggantikan
anak penyandang cacat atau anak luar biasa, melainkan memiliki pandangan yang
lebih luas dan positif bagi anak dengan keberagaman yang berbeda (Sunanto,
2009)6. Anak berkebutuhan khusus (ABK) merupakan istilah lain untuk
menggantikan kata Anak Luar Biasa (ALB) yang menandakan adanya kelainan
khusus yang memiliki karekteristik berbeda antaranya dengan yang lainnya.
(Delphie, 2006)7 Anak Berkebutuhan Khusus atau Anak Luar Biasa adalah anak
yang menyimpang dari rata-rata anak normal dalam hal : ciri-ciri mental,
kemampuan sensorik, fisik dan neoromaskular, perilaku sosial dan emosional,
kemampuan berkomunikasi, maupun kombinasi dua atau lebih dari hal-hal diatas.
(Frieda Mangunsong, 2009)8
Anak Berkebutuhan Khusus dapat dimaknai dengan anak-anak yang
tergolong cacat atau yang menyandang ketunaan, dan juga anak potensial dan
berbakat. (Mulyono, 2003)9 Dari pendapat-pendapat para ahli di atas maka dapat
disimpulkan bahwa di sebut Anak Berkebutuhan Khusus karena anak tersebut
memiliki kelainan dan keberbedaan dengan anak normal pada umumnya, sehingga
Anak Berkebutuhan Khusus tersebut membutuhkan pendidikan yang di sesuaikan
dengan segala hambatan belajar dan kebutuhan masing-masing individu.
Konsep tentang anak berkebutuhan khusus setidaknya memberikan
gambaran dalam melihat sisi menarik dari keterbatasan setiap anak yang sering
mendapat tindakan diskriminatif dari lingkungannya,dan untuk selanjutnya
6

Ar-Ruzz Media, Mohamad Takdir Ilahi, Pendidikan Inklusif:Konsep dan Aplikasi,


2013
7
PT Refika Aditama, Bandi Delphie, Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus,
2006
8
LPSP3 UI, Frieda Simangunsong, Psikologi dan Pendidikan Anak Berkebutuhan
Khusus, 2009
9
PT.Rinneka Cipta, Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan
Belajar, 2003

berikan lingkungan yang mana anak yang bermasalah ikut serta dalam kegiatan
dengan anak yang tidak bermasalah dan cara-cara yang bermanfaat satu sama
lainnya sehingga akan terbangun kesan positif bagi siapa saja yang dianggap tidak
normal atau normal sekalipun.
Pendidikan

inklusif

merupakan

konsep

pendidikan

yang

mempresentasikan keseluruan aspek yang berkaitan dengan keterbukaan dalam


menerima anak berkebutuhan khusus untuk memperoleh hak dasar mereka
sebagai warga negara. Sebagai konsep pendidikan terpadu, pendidikan inklusif
memang mencerminkan pendidikan untuk semua tanpa kecuali dan pendidikan
inklusif dikatakan sebagai konsep ideal dalam mereformasi sistem pendidikan
yang cenderung diskriminatif terhadap anak yang berkebutuhan khusus. Dalam
konteks yang lebih luas, pendidikan inklusif juga dapat dimaknai sebagai satu
reformasi pendidikan yang menekankan sikap anti diskriminasi, perjuangan
persamaan hak dan kesempatan, keadilan dan perluasan akses pendidikan bagi
semua, peningkatan mutu pendidikan, upaya strategis dalam menuntaskan wajib
belajar 9 tahun, serta upaya mengubah sikap masyarakat terhadap anak
berkebutuhan khusus.
Di Indonesia sendiri, pendidikan inklusif secara resmi didefinisikan
sebagai sistem layanan pendidikan yang mengikutsertakan anak berkebutuhan
khusus belajar bersama dengan anak sebayanya di sekolah reguler yang terdekat
dengan tempat tinggalnya. Penyelenggaraan pendidikan inklusif menuntut pihak
sekolah melakukan penyesuaian, baik dari segi kurikulum, sarana dan prasarana
pendidikan, maupun sistem pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan
individu peserta didik.
Selama ini anak anak yang memiliki perbedaan kemampuan (difabel) disediakan
fasilitas pendidikan khusus disesuaikan dengan derajat dan jenis difabelnya yang
disebut dengan Sekolah Luar Biasa (SLB). Secara tidak disadari sistem
pendidikan SLB telah membangun tembok eksklusifisme bagi anak anak yang
berkebutuhan khusus. Tembok eksklusifisme tersebut selama ini tidak disadari
telah menghambat proses saling mengenal antara anak anak difabel dengan anak

anak non-difabel. Akibatnya dalam interaksi sosial di masyarakat kelompok


difabel menjadi komunitas yang teralienasi dari dinamika sosial di masyarakat.
Masyarakat menjadi tidak akrab dengan kehidupan kelompok difabel. Sementara
kelompok difabel sendiri merasa keberadaannya bukan menjadi bagian yang
integral dari kehidupan masyarakat di sekitarnya.
Seiring dengan berkembangnya tuntutan kelompok difabel dalam menyuarakan
hak haknya, maka kemudian muncul konsep pendidikan inklusi. Salah satu
kesepakatan Internasional yang mendorong terwujudnya sistem pendidikan
inklusi adalah Convention on the Rights of Person with Disabilities and Optional
Protocol yang disahkan pada Maret 2007. Pada pasal 24 dalam Konvensi ini
disebutkan bahwa setiap negara berkewajiban untuk menyelenggarakan sistem
pendidikan inklusi di setiap tingkatan pendidikan. Adapun salah satu tujuannya
adalah untuk mendorong terwujudnya partisipasi penuh difabel dalam kehidupan
masyarakat. Namun dalam prakteknya sistem pendidikan inklusi di Indonesia
masih menyisakan persoalan tarik ulur antara pihak pemerintah dan praktisi
pendidikan, dalam hal ini para guru.
Meski sampai saat ini sekolah inklusi masih terus melakukan perbaikan dalam
berbagai aspek, namun dilihat dari sisi idealnya sekolah inklusi merupakan
sekolah yang ideal baik bagi anak dengan dan tanpa berkebutuhan khusus.
Lingkungan yang tercipta sangat mendukung terhadap anak dengan berkebutuhan
khusus, mereka dapat belajar dari interaksi spontan teman-teman sebayanya
terutama dari aspek social dan emosional. Sedangkan bagi anak yang tidak
berkebutuhan khusus memberi peluang kepada mereka untuk belajar berempati,
bersikap membantu dan memiliki kepedulian. Disamping itu bukti lain yang ada
mereka yang tanpa berkebutuhan khusus memiliki prestasi yag baik tanpa merasa
terganggu sedikitpun

B. Inklusif Sekolah Ramah untuk Anak Berkebutuhan Khusus


Sistem pendidikan di Indonesia sekarang sedang dihangatkan dengan
Pendidikan Inklusif, yakni pendidikan yang memahami karakteristik setiap anak
guna memperbaiki mutu pendidikan.
Pendidikan Inklusif adalah sistem pendidikan yang terbuka bagi semua
individu serta mengakomodasi semua kebutuhan sesuai dengan kondisi masingmasing individu.10 Adapun tujuan dari pendidikan inklusif adalah agar semua anak
memperoleh

pendidikan

yang

bermutu

sesuai

dengan

kebutuhan

dan

kemampuannya serta untuk mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang


menghargai keanekaragaman dan tidak diskriminatif bagi semua anak.11
Dengan adanya pendidikan inklusif, anak berkebutuhan khusus dapat
memperoleh akses dan kesempatan untuk memperoleh pendidikan secara
bersama-sama dengan anak normal lainnya.Pendidikan ini memperhatikan
keberagaman dan tidak adanya diskriminasi, tetapi pendidikan ini berorientasi
dalam rangka memenuhi kebutuhan setiap anak dengan keunikan atau
keberagaman.
Fungsi dari pendidikan inklusif adalah :
1.Menjamin semua peserta didik mendapat kesempatan dan akses yang sama
untuk memperoleh layanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhannya dan
bermutu di berbagai jalur, jenis dan jenjang pendidikan.
2.Menciptakan lingkungan pendidikan yang kondusif bagi semua peserta didik
untuk mengembangkan potensinya secara optimal.
Bahkan untuk mendukung dan memfasilitasi hal tersebut, pemerintah
mengeluarkan

UU

no.20

Tahun

2003

tentang

Sistem

Pendidikan

Nasional(Sisdiknas). Hal ini dikuatkan pula dengan Permendiknas No.70 Tahun


2009 Tentang Pendidikan Inklusif bagi Anak yang memiliki potensi kecerdasan
dan/atau bakat istimewa.
Menurut laporan UNESCO tahun 2003, ketika Pendidikan Inklusif
diterapkan, penelitian terkini menunjukkan adanya peningkatan prestasi dan
10

Luxima Metro Media, Drs.Dedy Kustawan, M.Pd, Pendidikan Inklusif dan


Upaya Implementasinya
11
Ibid hal,9

10

kemajuan pada semua anak. Di banyak daerah di dunia dilaporkan, bahwa


diperoleh manfaat pribadi, sosial, dan ekonomi dengan mendidik anak-anak usia
sekolah dasar yang memiliki kebutuhan khusus di sekolah umum. Kebanyakan
siswa dengan kebutuhan khusus ini berhasil diakomodasi dengan lebih
menyenangkan melalui cara yang ramah dan menghargai keragaman.
Adapun manfaat lingkungan pembelajaran yang ramah adalah sebagai berikut:
a) Manfaat bagi anak, yaitu: kepercayaan dirinya berkembang; bangga pada diri
sendiri atas prestasi yang diperolehnya; belajar secara mandiri; mencoba
memahami dan mengaplikasikan pelajaran di sekolah dalam kehidupan seharihari; berinteraksi secara aktif bersama teman dan guru; belajar menerima
perbedaan dan beradaptasi terhadap perbedaan; dan anak menjadi lebih kreatif
dalam pembelajaran.
b) Manfaat bagi guru, antara lain: guru mendapat kesempatan belajar cara
mengajar yang baru dalam melakukukan pembelajaran bagi peserta didik yang
memiliki latar belakang dan kondisi yang beragam; mampu mengatasi tantangan;
mampu mengembangkan sikap yang positif terhadap anggota masyarakat, anak
dan situasi yang beragam; memiliki peluang untuk menggali gagasan-gagasan
baru melalui komunikasi dengan orang lain di dalam dan di luar sekolah; mampu
mengaplikasikan gagasan baru dan mendorong peserta didik lebih proaktif,
kreatif, dan kritis; memiliki keterbukaan terhadap masukan dari orangtua dan anak
untuk memperoleh hasil yang positif.
c) Manfaat bagi orangtua, antara lain: orangtua dapat belajar lebih banyak
tentang bagaimana anaknya dididik; mereka secara pribadi terlibat dan merasa
lebih penting untuk membantu anak belajar. Ketika guru bertanya pendapat
mereka tentang anak; orangtua merasa dihargai dan menganggap dirinya sebagai
mitra setara dalam memberikan kesempatan belajar yang berkualitas untuk
anaknya; orangtua juga dapat belajar bagaimana cara membimbing anaknya di
rumah dengan lebih baik, yaitu dengan menerapkan teknik yang digunakan guru
di sekolah.
d) Manfaat bagi masyarakat, antara lain: masyarakat lebih merasa bangga
ketika lebih banyak anak bersekolah dan mengikuti pembelajaran; masyarakat

11

menemukan lebih banyak calon pemimpin masa depan yang disiapkan untuk
berpartisipasi aktif di masyarakat. Masyarakat melihat bahwa potensi masalah
sosial, seperti: kenakalan dan masalah remaja bisa dikurangi; dan masyarakat
menjadi lebih terlibat di sekolah dalam rangka menciptakan hubungan yang lebih
baik antara sekolah dan masyarakat.12
Salah satu ciri dari sekolah yang ramah (Welcoming School) adalah ketika
komunitas sekolah, seperti guru dan anak-anak bekerja bersama-sama untuk
meminimalkan hambatan yang dihadapi anak dalam belajar dan mempromosikan
keikutsertaan dari seluruh anak di sekolah. Welcoming School ini telah diperkuat
dalam Pernyataan Salamanca (Salamanca Statement 1994) yang ditetapkan pada
konferensi Dunia tentang Pendidikan Kebutuhan Khusus tahun 1994 yang
mengakui bahwa Pendidikan untuk Semua (Education for All) sebagai suatu
institusi. Hal ini bisa dimaknai bahwa setiap anak dapat belajar (all children can
learn), setiap anak berbeda (each children are different) dan perbedaan itu
merupakan kekuatan (difference ist a strength), dengan demikian kualitas proses
belajar perlu ditingkatkan melalui kerjasama dengan siswa, guru, orang tua, dan
masyarakat.Di Sekolah yang Ramah semua komunitas sekolah mengerti bahwa
tujuan pendidikan adalah sama untuk semua, yaitu semua murid mempunyai hak
untuk merasa aman dan nyaman , untuk mengembangkan diri , untuk membuat
pilihan , untuk berkomunikasi , untuk menjadi bagian dari komunitas , untuk
mampu hidup dalam situasi dunia yang terus berubah , untuk menghadapi banyak
transisi dalam hidup, dan untuk memberi kontribusi yang bernilai.
Menurut Budiyanto (2005:157)13 mengemukakan lima profil pembelajaran
di kelas inklusif Ramah untuk ABK yaitu :
a)

Pendidikan inklusi menciptakan dan menjaga komunitas kelas yang hangat,


menerima keanekaragaman dan menghargai perbedaan.

12

Jurnal by totoyulianto, Model Pembelajaran yang ramah bagi semua anak,


Oktober 2012
13

Depdiknas Jakarta, Tarmansyah, Inklusi (Pendidikan Untuk Semua), 2007

12

b)

Pendididkan inklusi berarti penerapan kurikulum yang multi level dan multi
modalitas.

c)

Pendidikan inklusi berarti menyiapkan dan mendorong guru untuk


mengajar secara interaktif.

d)

Pendidikan inklusi berarti menyediakan dorongan bagi guru dan kelasnya


secara terus menerus dan penghapusan hambatan yang berkaitan dengan
isolasi profesi.

e)

Pendidikan inklusi berarti melibatkan orang tua secara bermakna dalam


proses perencanaan.
Untuk merealisasikan layanan pendidikan yang sesuai dengan kemampuan

setiap anak dari masing-masing kelompoknya di kelas, maka sebaiknya kita


menggunakan model pembelajaran yang mendasarkan pada keberagaman
(differentiation) kemampuan

belajar mereka

yang

berbeda-beda. Model

pembelajaran ini dapat diterapkan dengan efektif melalui perubahan atau


penyesuaian antara kemampuan belajar mereka dengan harapan/target, alokasi
waktu, penghargaan/hadiah. tugas-tugas/pekerjaan, dan bantuan yang diberikan
pada anak-anak dari masing-masing kelompok yang beragam, meskipun mereka
belajar dalam satu kelas, dengan tema dan mata pelajaran yang sama. Kita dapat
melihat kerja dari para guru, di mana dalam kelas, mereka melakukan upaya untuk
meminimalkan hambatan yang dialami anak dalam belajar dan berpartisipasi
untuk mempromosikan keikutsertaan seluruh anak di sekolah. Guru-guru
sebaiknya bersikap fleksibel dalam menyusun penyesuaian kurikulum . Mereka
merencanakan untuk semua kelas dan menggunakan metode pengajaran alternatif.
Di samping itu, guru di model sekolah seperti ini, bekerja untuk mengembangkan
lingkungan belajar yang suportif (supportive school environtments) di dalam
kelas, di sekolah dan sekitar sekolah dalam komunitasnya. Jadi pada sekolah yang
ramah itu, guru senantiasa membimbing suatu generasi yang dapat menerima dan
toleran terhadap siapapun yang mempunyai kebutuhan yang berbeda. Membangun
kemitraan dengan orang tua dan komunitas adalah suatu proses, yang tidak dapat
terjadi dalam semalam.

13

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

14

KESIMPULAN
Dari berbagai pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa anak
berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki perbedaan-perbedaan baik
perbedaan interindividual maupun intraindividual yang signifikan dan mengalami
kesulitan dalam berinteraksi dengan lingkungan sehingga untuk mengembangkan
potensinya dibutuhkan pendidikan dan pengajaran.
Berkebutuhan

khusus

merupakan

istilah

yang

digunakan

untuk

menyebutkan anak-anak luar biasa atau mengalami kelainan dalam konteks


pendidikan. Ada perbedaan yang signifikan pada penggunaan istilah berkebutuhan
khusus dengan luar biasa atau berkelainan. Berkebutuhan khusus lebih
memandang pada kebutuhan anak untuk mencapai prestasi dan mengembangkan
kemampuannya secara optimal, sedang pada luar biasa atau berkelainan adalah
kondisi atau keadaan anak yang memerlukan perlakuan khusus
Jadi dapat disimpulkan, bahwa model lingkungan pembelajaran yang
inklusif tersebut dapat memotivasi guru, pengelolah/Kepala sekolah, anak,
keluarga dan masyarakat untuk membantu pembelajaran anak, misalnya di kelas
peserta didik beserta guru bertanggungjawab kepada pembelajaran dan secara
aktif berpartisipasi di dalamnya. Belajar berkaitan dengan materi apa yang
dibutuhkan dan bermakna dalam kehidupannya. Lingkungan yang inklusif, ramah
terhadap pembelajaran juga mempertimbangkan kebutuhan, minat, dan keinginan
kita sebagai guru. Ini berarti memberikan kesempatan kepada kita untuk belajar
bagaimana mengajar yang lebih baik.
Jadi model pendidikan inklusif terfokus pada setiap kelebihan yang
dibawa anak ke sekolah daripada kekurangan mereka yang terlihat, dan secara
khusus melihat pada bidang mana anak-anak dapat mengambil bagian untuk
berpartisipasi

dalam

kehidupan

normal

masyarakat

atau

sekolah,

atau

memperhatikan apakah mereka memiliki hambatan fisik dan sosial karena


lingkungan yang tidak kondusif.
SARAN
Berdasarkan kesimpulan di atas dapat diberikan saran sebagai berikut:

15

1) Anak Berkebutuhan Khusus harus dihargai apa adanya dan mereka harus
merasa aman, bisa mengekspresikan pendapatnya dan sukses dalam
belajarnya.
2) Supaya guru kelas atau guru mata pelajaran yang mengajar Anak
Berkebutuhan Khusus

hendaknya diikutkan pelatihan penataran dalam

memberikan pelayanan pada ABK


3) Guru hendaknya memahami karakteristik ABK dan memahami perilakuperilakunya yang berkaitan dengan kelain untuk mempermudah memberikan
pelayanan yang dibutuhkan dalam mengembangkan potensinya.
4) Guru hendakya bekerjasama dengan Guru Pembimbing Khusus semua warga
sekolah dalam

menciptakan Lingkungan Inklusi Ramah terhadap

Pembelajaran.
5) Pihak sekolah diharapkan mampu menciptakan lingkungan inklusif ramah
terhadap pembelajaran bagi ABK menyediakan prasarana yang dibutuhkan
ABK dalam mengikuti pendidikan inklusif.
Agar kepala sekolah, guru kelas, guru mata pelajaran dapat lebih
menciptakan hubungan yang lebih ramah dan hangat kepada semua ABK yang
mengikuti pendidikan inklusif.

You might also like