Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Diagnosis penyakit autoimun ditegakkan bila keadaan autoimun (respons
imun terhadap diri sendiri) berhubungan dengan pola gejala dan tanda klinik
yang dikenali. Keadaan autoimun biasanya ditetapkan berdasarkan deteksi
adanya antibodi yang khas dalam sirkulasi penderita.
Ada dua teori utama yang menerangkan mekanisme terjadinya penyakit
autoimun. Yang pertama adalah : autoimun disebabkan oleh kegagalan pada
delesi normal limfosit untuk mengenali antigen tubuh sendiri. Teori yang
berkembang terakhir adalah autoimun disebabkan oleh kegagalan regulasi
normal dari sistem imunitas (yang mengandung beberapa sel imun yang
mengenali antigen tubuh sendiri namun mengalami supresi). Nampaknya
kombinasi faktor lingkungan, genetik dan tubuh sendiri berperan dalam ekspresi
penyakit autoimun.1, 2
Keberadaan penyakit autoimun pada kehamilan bukan hal yang jarang
dijumpai. Beberapa penyakit autoimun dapat menimbulkan dampak yang
menonjol dalam kehamilan. Yang lainnya mungkin dipengaruhi oleh kehamilan
dan ada juga yang mempunyai bentuk yang khas yang berhubungan dengan
kehamilan. Seorang obstetrikus harus mengetahui dengan baik
penyakit
autoimun yang lain kejadiannya ditandai oleh periode remisi dan relaps. Gejala
yang paling sering ditemukan adalah kelelahan. Demam, penurunan berat
badan, myalgia dan arthralgia juga merupakan gejala yang sering ditemukan. 1, 3
Prevalensi penyakit ini berkisar 5-100 per 100.000 individu, wanita
dewasa mempunyai kemungkinan 5-10 kali lebih besar untuk menderita penyakit
ini dibandingkan dengan pria. Populasi tertentu mempunyai prevalensi yang lebih
tinggi, misalnya pada wanita Amerika turunan Afrika prevalensinya tiga kali lebih
tinggi dibanding dengan wanita turunan Kaukasian. 1, 3
Predisposisi genetik untuk SLE mencakup beberapa faktor. Kejadian SLE
berkisar 5-12% pada keluarga penderita SLE, pada penderita yang kembar
monozigot kejadiannya lebih dari 50%. Sejumlah petanda genetik ditemukan
lebih sering pada penderita SLE dibanding kelompok kontrol, meliputi HLA-B8,
HLA-DR3 dan HLA-DR2. Penderita SLE juga mempunyai frekuensi defisiensi
protein komplemen C2 dan C4 yang lebih tinggi. 2
Diagnosis
Diagnosis SLE ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan dikonfirmasi
dengan pemeriksaan antibodi yang beredar dalam sirkulasi. Sejumlah antibodi
dikenali berhubungan dengan kejadian SLE, yang terutama adalah antinuclear
antibodi (ANA). Dahulu dikenali faktor serum yang menyebabkan fenomena
lupus erythematosus (LE), suatu autoantibodi yang diketahui melawan
nukleoprotein (DNA-histone), namun saat ini fenomena sel LE tidak penting
untuk diagnosis dan sudah digantikan oleh pemeriksaan immunofluorescent
terhadap ANA yang berperan sebagai uji saring dalam diagnostik awal terhadap
penderita yang dicurigai menginap SLE. 1
Antibodi terhadap DNA untai ganda merupakan pemeriksaan yang paling
spesifik untuk SLE dan ditemukan pada 80-90% penderita yang tidak diobati.
Peningkatan kadar antibodi ini berhubungan dengan eksaserbasi penyakit dan
persalinan prematur. Antibodi terhadap DNA untai tunggal juga meningkat pada
penderita SLE yang tidak diobati namun kurang spesifik dibanding antibodi DNA
untai ganda.1-3
Penderita (%)
80-100
80-100
95
70
>60
Kelelahan
Demam
Arthralgia, arthritis
Myalgia
Penurunan berat badan
Kulit :
- ruam berbentuk kupu-kupu
- fotosensitif
- lesi membran mukosa
Komplikasi ginjal
Paru-paru:
- pleurisy
- efusi
- pneumonitis
Jantung (perikarditis)
Lymphadenopathy
SSP
- kejang
- psikosis
50
60
35
50
50
25
5-10
10-50
50
15-20
< 25
menegakkan diagnosis SLE diperlukan minimal 4 dari 11 kriteria pada satu kali
pemeriksaan atau pada pemeriksaan serial. Kriteria kriteria ini sangat sensitif
dan spesifik untuk SLE namun perlu diketahui bahwa kriteria ini jangan pernah
diharapkan untuk membentuk sine quo non untuk diagnosis SLE. 1, 2
Klasifikasi ARA untuk diagnosis SLE :
Malar rash
Discoid rash
Photosensitivity
Oral ulcers
Arthritis (non-deforming arthritis)
Serositis (pleuritis and/ or pericarditis)
Renal disorder (proteiuria >0,5 g/day or celluler casts)
Neurological disorder (psychosis and/or seizures)
kerusakan inflamasi jaringan pada ginjal yang ditandai dengan gejala proteinuria
pada 75% penderita, dan sekitar 40% dengan hematuria dan pyuria, serta
sepertiganya dengan urinary cast. Hasil biopsi ginjal sangat penting untuk
menentukan
pengobatan
dan
prognosis.
Laporan
penelitian
terdahulu
satu
penelitian
ditemukan
bahwa
antibodi
antiphospolipid
merupakan indikator yang sensitif untuk kegawatan janin dan kematian janin.
Antibodi antiphospholipid ditemukan pada 10 dari 11 penderita dengan kematian
janin dalam rahim dan mempunyai nilai prediksi postif lebih dari 50%. 1, 2
Persalinan prematur lebih sering ditemukan pada penderita SLE
dibandingkan dengan ibu hamil normal terutama pada ibu hamil dengan
komplikasi eksaserbasi. Mintz dkk menemukan 23% kehamilan yang berakhir
dengan gangguan pertumbuhan janin termasuk 4 kasus lahir mati. SLE dengan
kelahiran
hidup)
merupakan
kondisi
yang
ditandai
dengan
abnormalitas kulit, jantung dan hematologik. Lesi kulit adalah kelainan yang
paling sering ditemukan ditandai dengan bercak bulat atau elips. Kelainan
jantung yang berhubungan dengan NLE adalah congenital complete heart block
(CCHB) dan endocardial fibroelastosis, dengan gejala bradikardia 60-80 denyut
permenit yang ditemukan pada kehamilan 16-25 minggu. Dapat terjadi hidrops
fetalis yang tergantung pada derajat fibrosis endomyocardial dan disfungsi
miokard. Oleh karena lesi yang permanen pada CCHB maka diperlukan
pemasangan pacu jantung untuk meningkatkan harapan hidup neonatus. 1, 3
Penanganan
Pada masa pra kehamilan diperlukan konseling untuk menjelaskan risiko
SLE pada kehamilan baik terhadap ibu maupun janin yang dikandung. Idealnya
untuk hamil pasien harus dalam keadaan remisi dan tidak mendapat terapi obatobat sitotoksik dan NSAID, dan dilakukan pemeriksaan darah dan urin untuk
menyingkirkan adanya anemia, trombositopenia dan penyakit ginjal yang
mendasari. Pada masa kehamilan ibu hamil penderita SLE harus diperiksa tiap 2
minggu sekali pada trimester I dan II serta tiap minggu pada trimester III. Pada
setiap kunjungan harus ditanyakan tentang aktivitas tanda dan gejala SLE. 1, 3
Berhubungan dengan risiko insufisiensi uteroplasenter maka dianjurkan
untuk melakukan pemeriksaan USG tiap 4-6 minggu sejak kehamilan 18-20
minggu. Penilaian kesejahteraan janin harus dilakukan pada kehamilan 30-32
minggu. Pada pasien dengan eksaserbasi, hipertensi, proteinuria, pertumbuhan
janin terhambat dan APS dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan USG yang
lebih sering dan pada usia kehamilan yang lebih dini (24-25 minggu). 1, 3
Bila eksaserbasi terjadi pada masa persalinan maka dianjurkan
pemberian hidrokortison 100 mg /iv tiap 8 jam. Kehadiran neonatologist dalam
persalinan diperlukan sehubungan dengan kemungkinan komplikasi CCHB dan
manifestasi lupus neonatal yang lain. Pengobatan yang diberikan pada masa
persalinan diteruskan sampai postpartum, penyesuaian dosis obat dapat
dilakukan dalam rawat jalan.1
ANTIPHOSPHOLIPID SYNDROME (APS)
Adalah suatu keadaan autoimun yang ditandai dengan produksi antibodi
antiphospholipid dalam kadar sedang sampai tinggi dan dengan gambaran klinis
tertentu seperti trombosis (vena maupun arteri termasuk stroke), trombositopenia
autoimun dan abortus. Kemungkinan terjadinya APS lebih sering pada penderita
dengan penyakit autoimun seperti SLE disebut APS sekunder, namun dapat pula
terjadi pada wanita yang tidak mempunyai penyakit autoimun (APS primer). 1, 3
Diagnosis
Pemeriksaan laboratorium APS masih sulit dan membingungkan,
kendalanya
karena
hanya
sedikit
laboratorium
yang
dapat
melakukan
hasil
pemeriksaan
laboratorium
yang
dilaporkan
secara
semikuantitatif dan dibagi menjadi, negatif, positif rendah, positif sedang dan
positif tinggi. Pemeriksaan yang dilakukan adalah IgG aCL, IgM aCL dan IgA
aCL. Mayoritas penderita APS mempunyai LA dan IgG aCL. 1, 2
Beberapa peneliti memperkirakan bahwa LA dan aCL merupakan
immunoglobulin yang sama yang dideteksi dengan metode pemeriksaan yang
berbeda sebab mereka menemukan bahwa pada penderita APS ditemukan
salah satu dari LA atau aCL namun tidak pernah menemukan keduanya
bersamaan.1
Pemeriksaan lain yang ditawarkan saat ini adalah 2-glycoprotein I (2GPI) yang relevan dengan antigen aPL. Banyak peneliti saat ini meyakini bahwa
aPL bekerja melawan glycoprotein ini atau lebih mungkin terhadap glycoprotein
ini dan phospholipid, namun belum ada bukti bahwa pemeriksaan ini mempunyai
informasi diagnostik yang lebih baik dari pemeriksaan LA dan aCL. 1-3
Tabel 2. Kriteria klinis untuk sindroma antiphospholipid (dikutip dari
kepustakaan 4)
Kriteria diagnostik
Ditemukan satu atau lebih :
Thrombosis vena / arteri
Abortus berulang
Persalinan prematur sebelum 34 minggu yang berhubungan dengan preeklamsia
atau PJT
Gambaran klinis lain
Trombositopenia dan anemia hemolititk
Livedo reticularis
Gangguan di otak khusunya epilepsi, infark otak, chorea dan migrain
Penyakit katup jantung khususnya katup mitral
Hipertensi
Hipertensi pulmonal
Ulkus di tungkai bawah
Risiko maternal
Berbagai penelitian retrospektif memastikan adanya hubungan antara aPL
dan trombosis vena
penelitian
prospektif
yang
dilakukan
di
Universitas
Utah
menunjukkan insiden trombosis dan stroke pada ibu hamil dengan sindroma ini
masing-masing 5% dan 12%. Pada penderita APS dengan kehamilan juga
tampak peningkatan kejadian preeklamsia. Beberapa penelitan dilakukan untuk
Penanganan
Ibu hamil penderita APS harus kontrol tiap 2 minggu pada paruh pertama
kehamilan dan tiap minggu sesudahnya. Pemeriksaan USG dilakukan tiap 3-4
minggu sejak kehamilan 17-18 minggu untuk memantau gangguan pertumbuhan
janin, oligohidramnion dan
10
dalam
masa
kehamilan
akan
mengalami
relaps
dan
beberapa
bulan
postpartum.1-3
Kortisol plasma yang meningkat selama kehamilan dan mencapai
puncaknya pada saat aterm mungkin merupakan faktor penting dari terjadinya
perbaikan RA. Beberapa pendapat mengatakan bahwa protein yang beredar
dalam sirkulasi dalam jumlah yang tinggi atau khas terhadap kehamilan dapat
memperbaiki gejala RA, misalnya prenancy associated 2- glycoprotein dan globulin yang dihasilkan oleh plasenta. Sedang pendapat lain mengatakan
bahwa
plasenta
mungkin
menyebabkan
perubahan
pada
RA
dengan
11
boleh digunakan untuk jangka panjang. Obat-obat lain yang sering diberikan
pada penderita RA yang progresif seperti hydroxychloroquine, sulfasalazine, Dpenicillamine dan methotrexate merupakan kontraindikasi untuk kehamilan.1
Perlu kewaspadaan bila pars servikalis dari kolumna vertebralis yang
terkena karena dapat terjadi subluksasi karena kelemahan sendi. Bila mengenai
sendi panggul maka dapat menghambat persalinan pervaginam. 2
SYSTEMIC SCLEROSIS
Merupakan penyakit yang
scleroderma, yang ditandai dengan fibrosis kulit, pembuluh darah dan organ
viscera yang progresif. Prevalensi penyakit ini 1 : 10.000 dengan rasio wanita :
pria 3 :1 pada kelompok umur 15 - 44 tahun. Penyebabnya belum diketahui,
namun target utama dari penyakit ini adalah sel endotel, suatu faktor serum yang
toksik terhadap endotel telah ditemukan pada beberapa penderita. 1, 2
Gambaran klinisnya bervariasi dan morbiditas penyakit ini tergantung
pada luasnya permukaan kulit dan organ dalam yang terkena. Sering ditemukan
fenomena Raynauld khususnya pada pasien dengan sindroma CREST
(calcinosis pada kulit, fenomena Raynauld, dismotilitas esofagus, sclerodactyly
dan telangiectasis). Penderita dengan penyakit yang difus akan menampakkan
gejala arthritis pembengkakan tangan dan jari serta penebalan kulit yang dimulai
pada jari dan tangan
berat maka permukaan kulit yang terkena lebih luas dan terjadi deformitas pada
tangan dan jari. Fenomena Raynauld dan kerusakan organ dalam yang terkena
menandakan adanya fibrosis arteriole dan arteri-arteri kecil, sehingga bila terjadi
respons vasokonstriksi karena berbagai rangsangan seperti udara yang dingin
akan menyebabkan obliterasi pembuluh darah yang komplit. 1-3
Pada sebagian besar penderita ditemukan ANA (anti-nuclear antibody)
namun anti-ANA tidak ditemukan, hampir setengah penderita mempunyai serum
cryoglobulin. Antibodi terhadap centromere ditemukan pada penderita dengan
sindroma CREST namun tidak ditemukan pada kelainan yang difus. 1
12
Risiko Maternal
Insiden penyakit ini dalam kehamilan tidak diketahui, dalam literatur
dilaporkan tidak lebih dari 150 kehamilan dengan systemic sclerosis (SSc).
Beberapa kepustakaan terdahulu melaporkan dampak negatif SSc pada
kehamilan berupa krisis renal, namun sulit untuk menentukan perubahan pada
kehamilan oleh SSc karena banyak gejala pada kehamilan yang sama dengan
gejala SSc misalnya edem dan refluks gastrointestinal. 1
Walaupun penelitian yang dilakukan Steen dkk menemukan sedikit
peningkatan persalinan prematur, restriksi pertumbuhan janin dan kematian
perinatal namun nampaknya kehamilan pada penderita SSc tidak menimbulkan
masalah bila tidak disertai kelainan ginjal, jantung dan paru. Pada penyakit yang
berat dapat menimbukan masalah pada penyembuhan luka. 1, 2
Kematian maternal dapat disebabkan oleh scleroderma yang progresif
dengan komplikasi pada paru-paru, infeksi, hipertensi dan kegagalan jantung. 4
Risiko janin
Diduga dampak yang ditimbulkan pada mikrovaskuler dan gangguan pada
ginjal dapat mengakibatkan preeklamsia dan gangguan pertumbuhan janin. Ada
satu penelitan melaporkan kejadian preeklamsia 48% pada penderita SSc
namun penelitian lain melaporkan insiden preeklamsia sebesar 6%, dan
gangguan pertumbuhan janin 10%. 1
Penanganan
Penderita SSc dengan gangguan kardiopulmoner serta gangguan ginjal
dianjurkan untuk tidak hamil, dan pada penderita yang hamil dianjurkan untuk
melakukan terminasi kehamilan. Hingga saat ini belum ada pengobatan yang
memuaskan, pada penderita dengan fenomena Raynauld diberikan vasodilator,
dan pada SSc difusa diberikan terapi glukokortikoid seperti pada penderita SLE
namun kortikosteroid hanya bermanfaat pada myositis inflamatory dan anemia
hemolititk.1-3
13
MYASTHENIA GRAVIS
Myasthenia gravis adalah suatu penyakit autoimun yang ditandai oleh
kelemahan dari otot wajah, orofaringeal, ekstraokuler dan otot anggota gerak.
Kelemahan
dari
otot-otot
wajah
dapat
menyebabkan
kesukaran
untuk
tersenyum, mengunyah dan berbicara. Tanda utama dari penyakit ini adalah
peningkatan kelemahan otot pada aktivitas otot yang berulang. Merupakan
penyakit yang jarang dengan insiden 1 per 100.000, wanita dua kali lebih banyak
dibanding pria. 1-3
Penyebabnya diduga karena serangan autoimun terhadap reseptor
asetilkolin pada neuro-muscular junction. Antibodi terhadap reseptor asetilkolin
atau receptor-decamethonium complex (anti-AchR) ditemukan dalam serum dari
tigaperempat penderita Myasthenia gravis (MG). 1
Abnormalitas thymus juga ditemukan pada sebagian besar penderita MG,
sekitar 75% dengan hiperplasia folikel kelenjar dan 10-15% dengan tumor thymic
jenis lymphoblastic atau epithelial. Tindakan thymectomy menyebabkan remisi
dan perbaikan pada masing-masing 35% dan 50% penderita sehingga diduga
MG berhubungan dengan serangan autoimun terhadap antigen pada thymus dan
motor endplate atau abnormal clone dari sel-sel imun di thymus. 1
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisis dan
prosedur konfirmasi diagnostik, dengan pemberian antikolinesterase kerja
pendek (endrophonium) 210 mg intravena maka kekuatan otot secara dramatis
dapat dipulihkan. Tes lain yang lebih canggih dengan elektromyografi serabut
tunggal dan pemeriksaan rangsangan saraf berulang. 1
Risiko maternal
Stres emosional yang biasa dialami dalam kehamilan dapat memperburuk
efek MG, demikian pula pembesaran uterus dan elevasi diafragma dapat
menyebabkan hipoventilasi relatif pada bagian bawah paru, hal ini dapat
menambah masalah pada penderita dengan gangguan respirasi. Stres yang
disebabkan oleh infeksi berat seperti pyelonefritis dapat
menyebabkan
eksaserbasi MG.1, 2
14
30%
tidak
menunjukkan
perubahan,
dan
30%
mengalami
gravis
tidak
mengenai
otot
polos
sehingga
tidak
15
Cholistin
Polymyxin B
Quinine
Lincomycin
Procainamide
Ether
Penicillamine
Penutup
Telah dibicarakan beberapa jenis penyakit autoimun yang sering dijumpai
dan komplikasi serta penanganannya dalam masa kehamilan.
16
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
17