You are on page 1of 16

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Lidah buaya (Aloe Vera) merupakan tumbuhan liar di tempat yang

berhawa panas atau ditanam orang di pot dan pekarangan rumah sebagai tanaman
hias. Daunnya agak runcing berbentuk taji, tebal, getas, tepinya bergerigi/ berduri
kecil, permukaan berbintik-bintik, panjang 15-36 cm, lebar 2-6 cm, bunga
bertangkai yang panjangnya 60-90 cm, bunga berwarna kuning kemerahan
(jingga), Banyak di Afrika bagian Utara, Hindia Barat.
Lidah buaya telah dikenal manfaatnya sejak dahulu, bahkan seiring
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, sekarang ini banyak Industri
pengolahan makanan yang memanfaatkan tanaman ini sebagai bahan baku
ataupun bahan campuran pembuatan berbagai macam produk. Lidah buaya (Aloe
Vera) juga telah teruji mampu mencegah dan mengobati berbagai macam jenis
penyakit.
Industri pengolahan Lidah Buaya menghasilkan 2 macam limbah yaitu
limbah padat berupa (pelepah) dari lidah buaya dan limbah cair. Pengelolahan
pelepah lidah buaya akan menghasilkan limbah berupa kulit/ampas lidah buaya
dalam jumlah besar. Kulit lidah buaya yang kaya akan bahan organik atau selulose
atau pectin ini dapat menimbukan masalah pencemaran yang dapat menggangu
lingkungan bila tidak ditangani dengan baik. Salah satu alternatif penanganannya
adalah memanfaatkan limbah tersebut untuk pembuatan pakan ternak dan pupuk
kompos/organik yang ramah lingkungan.
1.2 Tujuan
1.
2.
3.
4.

Adapun tujuan dari penulisan laporan ini adalah :


Mengetahui proses pengolahan Lidah Buaya
Mengetahui proses pengolahan Lidah Buaya yang menghasilkan limbah
Mengetahui proses pembuangan limbah yang dihasilkan
Mengetahui dampak limbah yang dihasilkan

BAB II
PEMBAHASAN
1

2.1 Lidah Buaya (Aloe vera L)


Lidah buaya (Aloe vera L) merupakan tanaman asli Afrika, yang memiliki
ciri fisik daun berdaging tebal, sisi daun berduri, panjang mengecil pada
ujungnya, berwarna hijau, dan daging daun berlendir. Pada awalnya lidah buaya
sebagai tanaman hias yang ditanam di pekarangan rumah. Lidah buayatumbuh
subur di daerah yang berhawa panas dan terbuka dengan kondisi tanah yang
gembur dan kaya bahan organik. Pembudidayaan lidah buaya tergolong sangat
mudah dan tidak memerlukan biaya dan perawatan yang besar. Hal ini akan
mendorong dan pertimbangan untuk menjadikan lidah buaya sebagai bahan baku
makanan ( Sudarto, 1997).
Lidah buaya (Aloe vera L) pertama kali masuk ke Indonesia sekitar abad
ke-17 dibawa oleh petani keturunan Cina. Tanaman ini dijadikan sebagai tanaman
hias yang ditanam sembarang di pekarangan rumah dan digunakan sebagai bahan
kosmetik yaitu untuk penyubur rambut. Baru pada dekade 1990-an, tanaman ini
dilirik menjadi bahan baku untuk industri makanan dan minuman yang berkhasiat
menyehatkan (Furnawanthi, 2002).
Di Indonesia, lidah buaya (Aloe vera L) sudah lama ditanam oleh
penduduk sebagai tanaman obat keluarga sekaligus tanaman hias karena
bentuknya yang tergolong sangat unik. Penanaman secara khusus dan
besarbesaran belum umum dilakukan, kecuali di beberapa tempat yang telah
terdapat pengolahan lidah buaya (Aloe vera L) tersebut. Namun dengan semakin
meluasnya penggunaan lidah buaya (Aloe vera L) dan meningkatnya permintaan
sebagai bahan baku industri, maka lidah buaya dapat dijadikan sebagai lahan
bisnis baru serta dapat dijadikan sebagai tanaman agroindustri (Sudarto, 1997).
Jenis lidah buaya yang dibudidayakan secara komersil di dunia yakni
Curacao aloe atau Aloe vera (Aloe barbadensis Miller), yang ditemukan oleh
Philip Miller, seorang pakar botani yang berasal dari Inggris, pada tahun 1768.
Aloe barbadensis Miller mempunyai nama sinonim yang binomial, yakni Aloe
vera dan Aloe vulgaris.
Menurut Furnawanthi (2002) taksonomi Aloe barbadensis Miller sebagai
berikut.
Dunia : Plantae

Divisi : Spermatophyta
Kelas : Monocotyledoneae
Bangsa : Liliflorae
Suku : Liliaceae
Marga : Aloe
Spesies : Aloe barbadensis Miller

Gambar 2.1 Tanaman Lidah Buaya


Tanaman lidah buaya dapat tumbuh di daerah kering, seperti Afrika, Asia
dan Amerika. Hal ini disebabkan bagian stomata daun lidah buaya dapat tertutup
rapat pada musim kemarau karena untuk menghindari hilangnya air daun. Lidah
buaya juga dapat tumbuh di daerah yang beriklim dingin. Lidah buaya termasuk
tanaman yang efisien dalam penggunaan air, karena dari segi fisiologi tumbuhan,
tanaman ini termasuk tanaman yang tahan kekeringan (Furnawanthi, 2002).
Lidah buaya dapat tumbuh di daerah dataran rendah sampai daerah
pegunungan. Daya adaptasinya tinggi sehingga tempat tumbuhnya menyebar
keseluruh dunia mulai daerah tropika sampai ke daerah sub tropika. Tanah yang
dikehendaki lidah buaya adalah tanah subur, kaya bahan organik dan gembur.
Kesuburan tanah pada lapisan olah sedalam 30 cm sangat diperlukan, karena
akarnya yang pendek tanaman ini tumbuh baik di daerah bertanah gambut yang
pHnya rendah (Furnawanthi, 2002).
Komponen dan Manfaat Lidah Buaya Unsur-unsur kimia yang terkandung
di dalam daging lidah buaya menurut para peneliti antara lain : lignin, saponin,
anthraquinone, vitamin, mineral, gula dan enzim, monosakarida dan polisakarida,
3

asam-asam amino essensial dan non essensial yang secara bersamaan dapat
dimanfaatkan untuk berbagai keperluan yang menyangkut kesehatan tubuh.
Kekayaan akan kandungan bahan yang didapat berfungsi sebagai bahan kosmetik,
obat dan pelengkap gizi menjadikan lidah buaya sebagai tanaman ajaib, karena
tidak ada lagi tanaman lain yang mengandung bahan yang menguntungkan bagi
kesehatan selengkap yang dimiliki tanaman tersebut. Di samping itu keistimewaan
lidah buaya terletak pada selnya yang mampu untuk meresap di dalam jaringan
kulit, sehingga banyak menahan kehilangan cairan yang terlalu banyak dari dalam
kulit (Hartanto dan Lubis, 2002).
Menurut Henry (1979), unsur utama dari cairan lidah buaya adalah aloin,
emodin, resin, gum dan unsur lainnya seperti minyak atsiri. Dari segi kandungan
nutrisi, gel atau lendir daun lidah buaya mengandung beberapa mineral seperti Zn,
K. Fe dan vitamin seperti vitamin A. Lidah buaya tidak menyebabkan keracunan
pada manusia maupun hewan, sehingga sebagai bahan industri lidah buaya dapat
diolah menjadi produk makanan dalam bentuk serbuk, gel, jus dan ekstrak. Cairan
yang keluar dari potongan lidah buaya tadi bila diuapkan menjadi bentuk setengah
padat, dapat digunakan sebagai alat pencuci perut atau obat pencahar
(Suryowidodo, 1998).
Kandungan zat gizi lidah buaya per 100 gram dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kandungan gizi lidah buaya

Sumber : Departemen Kesehatan R.I., (1992).


Zat aloin yang terkandung dalam lidah buaya berfungsi sebagai pencahar,
sudah digunakan orang Yahudi sejak abad ke-4 SM. Hal ini dikemukakan oleh

Celsus dan dilanjutkan oleh Dioscordes yang menegaskan bahwa Aloe vera
berguna untuk mengobati sakit perut, sakit kepala, gatal, kerontokan rambut,
perawatan kulit dan luka bakar. Bahkan, di Amerika Selatan, lidah buaya resmi
diakui sebagai obat pencahar dan pelingdung kulit saat didaftarkan dalam United
State Pharmacopoeia (USP) pada tahun 1820 (Furnawanthi, 2002). Gel lidah
buaya juga memperlihatkan aktivitas anti penuaan karena mampu menghambat
proses penipisan kulit dan menahan kehilangan serat elastin serta menaikkan
kandungan kolagen dermis yang larut air. Lidah buaya terbukti dapat menurunkan
kadar gula darah pada penderita diabetes (Okyar, et al, 2001).
Lidah buaya mengandung saponin yang mempunyai kemampuan
membunuh kuman, serta senyawa antrakuinon dan kuinon sebagai antibiotik dan
penghilang rasa sakit. Lidah buaya juga merangsang pertumbuhan sel baru dalam
kulit. Dalam gel lidah buaya terkandung lignin yang mampu menembus dan
meresap ke dalam kulit, sehingga sel akan menahan hilangnya cairan tubuh dari
permukaan tubuh. Adapun manfaat lain dari lidah buaya adalah untuk mengobati
cacingan, susah buang air besar, sembelit, penyubur rambut, luka bakar atau
tersiram air panas, jerawat, noda hitam, batuk, diabetes, radang tenggorokan,
menurunkan kolesterol (Sudarto, 1997).
Cairan bening seperti jeli diperoleh dengan membelah batang lidah buaya.
Jeli ini mengandung zat anti bakteri dan anti jamur yang dapat menstimulasi
fibroblast yaitu sel-sel kulit yang berfungsi menyembuhkan luka. Selain kedua zat
tersebut, jeli lidah buaya juga mengandung salisilat, zat peredam sakit dan anti
bengkak seperti yang terdapat dalam aspirin (Sulaeman, 2008).
2.2 Industri Lidah Buaya
Industri yang semakin maju dan berkembang akan menimbulkan
persaingan di antara para produsen untuk senantiasa mengembangkan bahan baku,
meningkatkan kualitas proses dan produknya sehingga lebih menarik minat
konsumen. Demikian pula halnya dengan produk tanaman lidah buaya yang
sebelumnya hanya dikenal sebagai penyubur dan perawatan rambut serta sebagai
tanaman hias di pekarangan rumah, kini berkembang semakin luas, baik dalam
indistri kosmetika maupun farmasi. Seiring majunya teknologi yang berkembang,

ide-ide dan kreatifitas masyarakat baik industri besar maupun kecil juga semakin
berkembang, dewasa ini telah berkembang industri-industri kimia, makanan dan
minuman yang bahan bakunya berasal dari lidah buaya. Lidah buaya banyak
digunakan oleh manusia sejak lama, baik diolah secara moderen maupun
sederhana. Khusus yang diolah secara modern, penggunaan lidah buaya pada
umumnya dalam bentuk bubuk atau tepung lidah buaya (aloe powder), bahan jadi
seperti sabun (aloe soap) dan produk lainnya seperti sari dan gel lidah buaya yang
telah distabilkan 100% agar tidak mengalami kerusakan enzimatis.
Menurut

Bungaran

dalam

Pemerintah

Kal-Bar

Berita

(2004),

pengembangan agribisnis lidah buaya memiliki prospek sangat bagus dilihat dari
segi keterlibatan masyarakat dan manfaat yang ditimbulkannya, antara lain:
1) Cara pembudidayaan lidah buaya relatif mudah
2) Mendorong tumbuhnya industri pedesaan baik sector hulu maupun sektor
hilir, sehingga dapat memperluas lapangan kerja di pedesaan.
3) Penganekaragaman produknya sangat beragam dari mulai makanan dan
minuman, bahan baku kosmetika, dan bahan baku obat-obatan.
4) Nilai tambah produk hilirnya cukup besar.
5) Permintaan produk olahannya mempunyai pasar yang bagus.
Pengembangan agribisnis lidah buaya di Indonesia terpusat di Pontianak
Propinsi Kalimantan Barat. Di Pontianak sendiri minuman lidah buaya dapat
dinikmati oleh semua kalangan masyarakat. Mulai dari kedai minuman di pinggir
jalan, took-toko, supermarket, bahkan hotel berbintang telah menjadikan
minuman lidah buaya sebagai daftar menu yang cukup digemari dank has dari
Kalimantan Barat.
Tanaman lidah buaya menjadi salah satu komoditas unggulan atau andalan
di Kalimantan Barat karena hal sebagai berikut:
1. Tanaman lidah buaya masa depannya cukup bagus misalnya untuk
industri minuman, makanan, kosmetik, obat penyakit kulit dan
sebagainya.
2. Tanaman lidah buaya sangat adaptif pada lahan gambut di Kalimantan
Barat.
3. Jika dibandingkan lidah buaya di Kalimantan Barat dengan daerah lain
ternyata lidah buaya di Kalimantan barat lebih subur, dengan memiliki

daun yang cukup lebar dan lebih tebal sehingga jumlah produksinya
juga lebih besar.
Tanaman lidah buaya dapat dipanen ketika berumur 10-12 bulan setelah
tanam. Berikutnya dapat dipanen setiap 3 bulan sekali atau 4 kali panen dalam 1
tahun. Produksinya dapat mencapai rata-rata 6-7 ton per hektar tiap kali panen
atau 24-30 ton/ha per tahun. Daun lidsah buaya dikalangan petani dapat dijual
seharga Rp 800 1500 untuk kawasan Pontianak Utara.
Salah satu lokasi industri aloe vera yang terdapat di Pontianak, tepatnya
berada di Jalan Panglima Aim komplek perum 3 Pontianak Utara berlabel Triple
Lidah Buaya yang mengelola aloe vera menjadi air minum kemasan. Triple lidah
buaya berdiri pada tahun 2000 oleh Bapak Hamzah dengan modal awal sekitar 30
juta rupiah.
2.3 Tahapan Pengolahan
Terdapat beberapa tahapan proses pengolahan industri Triple lidah buaya
dari bahan baku lidah buaya menjadi air minum kemasan. Adapun diagram proses
pengolahan lidah buaya sebagai berikut :

Berdasarkan diagram alir tersebut, menghasilkan limbah padat berupa


kulit lidah buaya sisa pengupasan dan potongan kantong dari sisa pengepakan
yang tidak dapat digunakan lagi. Sedangkan limbah cair dihasilkan dari proses
pencucian, perendaman, perebusan dan lain-lain. Selain dari proses pengolahan,
limbah cair juga dihasilkan dari hasil pencucian alat. Sisa limbah yang dihasilkan
tidak diolah kembali ataupun digunakan kembali untuk dimanfaatkan, melainkan
sisa limbah padat dibuang ke TPS terdekat dan limbah cair dialirkan melalui
selokan didepan bangunan industri tersebut secara langsung.

10

Gambar 2.2 Dokumentasi tahapan pengolahan


2.4 Bahan Tambahan Pangan (Natrium Benzoat)
Pengertian bahan pengawet sangat bervariasi tergantung dari negara yang
membuat batasan pengertian tentang bahan pengawet. Meskipun demikian,
penggunaan bahan pengawet memiliki tujuan yang sama, yaitu mempertahankan
kualitas dan memeperpanjang umur simpan bahan pangan. Bahan pengawet
adalah senyawa yang mampu menghambat dan menghenrtikan proses fermentasi,
pengasaman, atau bentuk kerusakan lainnya, atau bahan yang dapat memberikan
perlindungan bahan pangan dari pembusukan (Margono, 2000).
Sedangkan menurut Permenkes No 722/menkes/per/IX/1988 tentang
bahan tambahan pangan yang mencegah atau menghambat fermentasi,
pengasaman atau peruraian lain terhadap pangan yang disebabkan oleh
mikroorganisme (Cahyadi, 2008).
Secara umum penambahan bahan pengawet pada pangan bertujuan sebagai
berikut :
1. Menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk pada pangan baik yang
bersifat patogen maupun yang tidak patogen.
2. Memperpanjang umur simpan pangan.
3. Tidak menurunkan kualitas gizi, warna, cita rasa, dan bau bahan pangan
yang diawetkan.
4. Tidak untuk menyembunyikan keadaan pangan yang berkualitas rendah.
5. Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang
salah atau yang tidak memenuhi persyaratan.
6. Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan.
Pengawet yang banyak digunakan untuk mengawetkan berbagai bahan
pangan adalah benzoat, yang umumnya terdapat dalam bentuk natrium benzoat
atau kalium benzoat yang bersifat lebih mudah larut. Rumus kimia natrium
benzoat yaitu C7H5NaO2, banyak terdapat pada sayuran dan buah-buahan dan
sayuran. Termasuk kedalam zat pengawet organik. Pengawet yang banyak dijual
dipasaran dan digunakan untuk mengawetkan bebagai bahan makanan adalah
benzoat, yang biasanya terdapat dalam bentuk natrium benzoat dan kalium
benzoat karena lebih mudah larut. Benzoat sering digunakan untuk mengawetkan

11

berbagai pangan dan minuman seperti sari buah, minuman ringan, saus tomat,
saus sambal, selai, jeli, manisan, kecap, dan lain-lain (Cahyadi, 2008).
Garam atau ester dari asam benzoat secara komersil dibuat dengan sintesis
kimia. Bentuk aslinya asam benzoat terjadi secara alami dalam bahan gum
benzoin. Natrium benzoat berwarna putih, granula tanpa bau, bubuk kristal atau
serpihan dan lebih larut dalam air dibandingkan asam benzoat dan jugah dapat
larut dalam alkohol. 18 Dalam bahan pangan garam benzoat terurai menjadi lebih
efektif dalam bentuk asam benzoatyang tidak terdisosiasi. Memiliki fungsi
sebagai anti mikroba yang optimum pada pH 2,5-4,0 untuk menghambat
pertumbuhan kapang dan khamir. Asam benzoat sangat sedikit larut dalam air
dingin tetapi larut dalam air panas, dimana ia akan mengkristal setelah
didinginkan; asam benzoat larut dalam alkohol dan eter dan jika direaksikan
dengan larutan besi klorida akan memebentuk endapan besi benzoat basa
berwarna jingga kekuningan dan larutanlarutan netral. Selain berfungsi sebagai
bahan pengawet, asam benzoat jugah berperan sebagai anti oksidan karena pada
umumnya antioksidan mengandung struktur inti yang sama, yaitu mengandung
cincin benzena tidak jenuh disertai dengan gugus hidroksik atau gugus amina.
Antioksidan dapat menghambat setiap tahap proses oksidasi, dengan penambahan
antioksidan maka energi persenyawaan aktif ditampung oleh antioksidan sehingga
reaksi oksidasi berhenti. Dalam tubuh terdapat mekanisme detoksifikasi terhadap
asam benzoat, sehingga tidak terjadi penumpukan asam benzoat. Asam benzoat
akan bereaksi dengan glisin menjadi asam hipurat yang akan dibuang oleh tubuh.
Asam benzoat secara alami terdapat dalam rempah-rempah seperti cengkeh dan
kayu manis (Winarno, 1980). Berikut adalah gambar wujud natrium benzoate dan
kemasannya.

12

Gambar 2.3 Natrium benzoat dan kemasannya


2.5 Karakteristik limbah
Karakteristik limbah padat yang dihasilkan dari lidah buaya mengandung
bahan organik yang cukup tinggi baik itu limbah cair maupun padatnya karena
berasal dari sisa-sisa makluk hidup. Namun dalam proses pengolahan terutama
untuk limbah padat terdapat pencamuran bahan tambhaan pangan yang akan
menambah kandun gan dari limbah cair

Gambar 2.4 Limbah padat dan cait sisa pengolahan lidah buaya
2.6 Pengelolaan Limbah
Berdasarkan hasil survey di lapangan mengenai pengelolaan limbah
industry terdapat dua jenis limbah yang dihasilkan yaitu limbah padat berupa kulit
lidah buaya. Kulit lidah buaya ini langsung dibuang diperkebunan tanpa
pengolahan. Kuit lidah buaya yang dihasilakan langsung dibuang ke perkebunan
dengan alas an karena proses pengupasan dilakukan langsung didekat perkebunan
sehingga tidah perlu membawa banyak limbah ke lokasi industri. Penaganan ini

13

sudah cukup baik karena lokasi pembuangan jauh dari pemukiman sehingga tidak
mengganggu masyarakat namun terdapat beberapa referensi yang munkin lebih
baik dan lebih bermanfaat contohnya dapat dijadikan bahan baku untuk
pengolahan lain seperti dibuat teh, kompos, tambahan makanan ternak, dan
sebagainya.
Sedangkan limbah cair yang dihasilkan melalui proses pencucian,
perendaman, perebusan dan sebagainya langsung dibuang ke selokan yang
langsung terhubung kesungai sehingga jika dibiarkan dalam kurun waktu yang
lama maka akan menyebabkan pencemaran bahan organik di perairan sehingga
perlu penangan limbah cair yang dihasilkan. Terdapat beberapa alternative yang
dapat dilakukanyaitu:
1. Pengolahan air limbah sisa menjadi air bersih kembali sehingga
mengurangi biaya produksi untuk pembelian air, menghemat pemakaian
air bersih dan menguntungkan secara finanial bagi pemilik industry dan
lingkungan bagi masyarakat sekitar dan manusia pada umumnya.
2. Pembuatan IPAL (instalasi pengolahan air limbah) untuk menurunkan
kandungan bahan organik dan bahan pencemar lainnya.
3. Selain itu dapat pula dimanfaatkan untuk kegiatan lain yang memerlukan
air yang tidak sama atau lebih rendah untukproses produksi seperti
menyiram tanaman perkebunan dan pertamanan, namun ini memerlukan
penelitian lebih lanjut apakah air limbah tersebut dapat memberikan efek
negative bagi tanaman atau malah sebaliknya.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pemaparan pada bab sebelumnya dapat disimpulkan
beberapa hal sebagai berikut:
1. Tahapan proses penbuatan minuman lidah buaya meliputi pengupasan,
pencucian, perendaman, perebusan, penambahan gula, pengemasan dan
pengepakan.
2. Limbah yang dihasilakan berupa limbah padat yaitu kulit lidah buaya dan
limbah cair sisa pencucian, perendaman, perebusan dan pencucian alat.

14

3. Limbah yang dikhasilkan langsung dibuang ke badan air melalui selokan


tanpa mengalami pengolahan terlebih dahulu
4. Limbah yang dihasilkan mengandung banyak bahan organic sehingga ketika
diprairan akan menyebabkan algae dan tanaman air tumbuh subur lama
kelamaan akan menurunkan produktifitas badan air.
3.2 Saran
Adapun saran yang dapat kami berikan untuk perbaikan selanjutnya adalah
sebaiknya pihak industri membuat IPAL untuk mengolah limbah buangan karena
tidak hanya cukup mengalirkannya kesungai dan akhirnya akan berdampak buruk
bagi kelestarian sungai itu sendiri. Sertalebih bijak dalam memanfaatkan limbah
yang dihasilakan karena ini akan membantu memibimasi limbah yang akan
dihasilakan.

DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan R.I.,1992.
Furnawanthi, I .2002. Khasiat dan Manfaat Lidah Buaya. Agro Media Pustaka:
Jakarta.
Hartanto, E.S dan E.H Lubis. 2002. Pengolahan Minuman Sari Lidah Buaya(
Aloevera Linn) Warta IHP/J. Agro Based Industry
Henry,R. 1979.An Up Dated Review of Aloe Vera. Cosm and Toiletris
Okyar, et al, dkk. 2001. Effect of aloe veraleaveson blood glucose level in type 1
and type 2 diabetic rat model Phytoter press
Margono,T.D. dkk. 2000. Selai dan Sari Buahhttp//www. Ristek.go.id diakses 7
Oktober 2016.

15

Permenkes No 722/menkes/per/IX/1988 Tentang Bahan Tambahan Pangan


Sudarto, Y.1997 . Lidah Buaya Kanisius: Jakarta
Sulaeman, S. 2008.Model pengembangan agribisnis Komoditi lidah buaya
Deputi bidang penelitian dan pengkajian sumber daya. UKMK.
Suryowidodo,C.W. 1988. Lidah Buaya Sebagai Bahan Baku Industri. Balai
Besay Penelitian dan Pengembangan Industri Hasil Pertanian: Bogor.
Winarno,F.G. 1980. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.

16

You might also like