You are on page 1of 13

MANAJEMEN BENCANA

HOSPITAL DISASTER PLAN

Nurindayanti

C11113031

Nasruddin Efendi

C11113032

Sri Nur Cahyani Iskandar

C11113034

Ariza Puspa Pertiwi

C11113035

Eka Febiola

C11113053

Imanuela Melisa Pongbulaan

C11113074

Gracelia Widya Malinda

C11113076

Sri Rahma Dani

C11113092

Muhammad Fiqhi H

C11113317

Rahmawati

C11113328

Ryan Rich Frans

C11113577

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2016
KATA PENGANTAR

Segala Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan segala rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan
judul Hospital Disaster Plan
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan suatu makalah tidaklah mudah, oleh
karena itu tidak tertutup kemungkinan dalam penyusunan makalah ini terdapat kekurangan,
sehingga penulis sangat mengharapkan masukan, saran, dan kritikan yang bersifat
membangun guna kesempurnaan makalah ini.
Proses penyusunan makalah ini tidak terlepas dari berbagai rintangan selama
pengumpulan literatur dan penyusunannya. Namun dengan kesabaran dan ketekunan yang
dilandasi dengan rasa tanggung jawab selaku mahasiswa dan juga bantuan dari berbagai
pihak, baik material maupun moril kami bisa menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan baik isi maupun
susunannya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat tidak hanya bagi penulis juga bagi para
pembaca.

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Bencana merupakan gangguan atau kekacauan fungsi sosial yang serius yang
menyebabkan meluasnya kerugian jiwa, materi atau lingkungan. Bencana terjadi ketika
sumber

daya

atau

kapasitas

yang

tersedia

sangat

tidak

memadai

dalam

mengatasi ancaman (hazard). Bencana juga berarti proses dimana ada jarak antara
kejadian alam seperti tsunami, gempa bumi, badai dan sebagainya dengan kejadian
bencana seperti kehilangan, kematian dan sebagainya. Jarak antara kejadian alam dan
kejadian bencana sangat bergantung pada tingkat distribusi kerentanan yang terjadi
(UU Penanganan Bencana No. 24/2007).
Statistik bencana dunia tahun 1995 2006 menyebutkan bahwa trend bencana terus
menerus terjadi setiap tahun dengan jumlah korban dan kerugian ekonomis semakin
meningkat yang menunjukan bahwa bencana terjadi secara berkelanjutan. Bencana alam
yang terjadi di Indonesia antara lain Tsunami di Aceh pada tanggal 26 Desember 2004
yang menelan korban kurang lebih 170.000 orang meninggal, 500.000 orang kehilangan
tempat tinggal dan belasan ribu anak jadi yatim piatu, bencana meluapnya Lumpur
Lapindo dan gempa bumi di Jogjakarta pada tahun 2007 yang menyebabkan banyak
korban menderita kerugian baik berupa kehilangan tempat tinggal, kerugian ekonomi dan
lain-lain.
Dampak bencana terhadap masyarakat antara lain kehilangan orang yang dicintai,
kehilangan rumah dan kepemilikan lain, kerusakan lingkungan, kerusakan struktur dan
fungsi sosial, trauma psikologis yang berkepanjangan/ respon pasca trauma
akibat keterpaparan terhadap korban cedera dan kematian, respon histeris saat bencana,
tidak adekuatnya koping strategis, kurangnya dukungan/support dan lain lain. Faktor
yang mempengaruhi respon individu terhadap bencana yang dialami adalah derajat atau
tingkat keterpaparan

terhadap

bencana,

dan

pandangan

atau

penerimaan

individu terhadap bencana yang dialami.


Managemen penanganan bencana telah memiliki dasar hukum atau peraturan yang
jelas secara Nasional dan Internasional. Rengelolaan bencana International antara lain
telah terbentuknya badan atau organisasi penanggulangan bencana antara lain
International Decade for Natural Disaster Reduction (IDNDR) tahun 1990-2000, World

Conference on Natural Disater Reduction di Yokohama tahun 1994, World


Conferencefor Disaster Reduction (WCDR) di Kobe tahun 2005. Organisasi tersebut
melakukan koordinasi dengan
bencana

organisasi penanggulangan

bencana lokal di daerah

dan memberikan bantuan berupa materi, fasilitas dan personil dalam

penanggulangan bencana kepada negara negara di dunia.


Managemen penanggulangan bencana di Indonesia telah memiliki dasar hukum
yang jelas seperti yang tertuang dalam UU Penanggulangan Bencana No. 24 tahun 2007
bahwa kordinasi penanggulangan bencana yang sebelumnya dilaksanakan oleh Badan
Koordinasi Nasional (Bakornas) sesuai Keppres No. 11/2001 digantikan oleh Badan
Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Dalam pasal-pasal UU No. 24/2007 telah
mengatur tanggung jawab dan wewenang organisasi atau lembaga nasional, daerah dan
internasional dalam penanggulangan bencana; mengatur hak dan kewajiban masyarakat;
managemen penanggulangan bencana yang terdiri dari pra bencana (Predisaster), selama
bencana (during diaster) dan setelah bencana (after disaster), serta mengatur

proses

pendanaan, pengelolaan bantuan, pengawasan dan penyelesaian sengketa akibat bencana.


Meskipun setelah dilakukan evaluasi, kinerja Badan Nasional Penanggulangan Bencana
secara umum berjalan baik namun tidak efektif dalam menanggulangi masalah Lumpur
Lapindo.
Usaha penanggulangan bencana yang bersifat mengandalkan peran aktif Badan
Nasional Penanggulangan Bencana (Bakornas) memiliki banyak kelemahan antara lain
sangat tergantung pada stabilitas ekonomi negara, krisis keuangan negara dan utang luar
negeri

sehingga

mengalami

masalah

dalam

pembiayaan

persiapan

dan

pengadaan personil, fasilitas, penyelesaian sengketa dengan korban bencana sehingga


penekanan bantuan yang diberikan hanya pada respon emergency (selama bencana) dan
respon pemulihan; hanya fokus pada bantuan fisik, material dan teknis semata serta
hanya fokuspada penyelesaian sengketa pada satuan keluarga.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PENGERTIAN BENCANA
Bencana merupakan gangguan atau kekacauan fungsi sosial yang serius yang
menyebabkan meluasnya kerugian jiwa, materi atau lingkungan. Bencana terjadi ketika
sumber

daya

atau

kapasitas

yang

tersedia

sangat

tidak

memadai

dalam

mengatasi ancaman (hazard). Beberapa tipe ancaman (hazards) yang menyebabkan


bencana adalah ancaman geofisik (Geo-hazard) seperti gempa bumi, tsunami, gunung
meletus; ancaman hidroklimatis (hydro-climatic hazard) seperti banjir, kebakaran
hutan,

kekeringan; ancaman biologis (biological hazards) seperti penyebaran HIV, flu

burung, epidemik; ancaman tekhnologi (technological hazard) seperti kebakaran, polusi


udara, kecelakaan nuklir, industrial explosions, waste exposure, lumpur lapindo; dan
ancaman sosial (socialhazard)

seperti

kriminalitas/kekerasan,

perang,

konflik,

kemiskinan absolut dan terorisme.


Bencana

juga

berarti

proses

dimana

ada

jarak

antara

kejadian

alam

seperti tsunami, gempa bumi, badai dan sebagainya dengan kejadian bencana seperti
kehilangan,kematian dan sebagainya. Jarak antara kejadian alam dan kejadian
bencana

sangat bergantung pada tingkat distribusi kondisi kerentanan atau rawan

bencana. Kondisi rawan bencana

atau

kerentanan

adalah

kondisi

atau

karakteristik biologis, hidrologis,klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik,


ekonomi

dan

tekhnologi

pada

suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang

mengurangi kemampuan mencegah, meredam, mencapai

kesiapan

dan mengurangi

kemampuan untuk menanggapi dampak buruk bahaya tertentu.


Berdasarkan kecepatan terjadinya, bencana terbagi atas bencana yang terjadi
perlahan lahan (slow onset hazard) seperti kekeringan/ kelaparan, letusan gunung api,
dan banjir serta bencana yang terjadi secara tiba tiba (sudden onset hazard) yaitu
ancaman akibat fenomena fenomena alam seperti gempa bumi, badai, banjir,
tanah

longsor,tsunami, angin putting beliung yang terjadi tanpa peringatan dini yang

menyebabkan ketidaksiapan dalam menghadapi bencana. Berikut ini akan diuraikan


definisi terminologi tentang bencana yang terdapat dalam UU Penanggulangan Bencana
No. 24 tahun 2007 :

a.

Bencana

adalah

peristiwa

atau

rangkaian

peristiwa

yang

mengancam

dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik


oleh faktor alam dan atau faktor non alam maupun faktor manusia
sehingga mengakibatkan

timbulnya

korban

jiwa

manusia,

kerusakan

lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis.


b.

Bencana alam

adalah

serangkaian peristiwa
gempa

bumi,

bencana
yang

yang

diakibatkan oleh peristiwa

disebabkan

oleh

alam

antara

lain

atau
berupa

tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan dan

tanah longsor.
c.

Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa non alam antara lain berupa gagal tekhnologi, gagal
modernisasi, epidemi,dan wabah penyakit.

d.

Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian
peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antar
kelompokatau antar komunitas masyarakat dan terror

B. MANAGEMEN PENANGGULANGAN BENCANA


Dalam penanganan bencana perlu
kejadian

bencana

yang

ada suatu organisasi atau sistem komando

dibentuk oleh

negara untuk

menyusun

panduan

penanganan bencana dan melakukan koordinasi terhadap personil, fasilitas, sistem


komunikasi dan transportasi dalam penanganan
menyusun
terlebih

Panduan Penanganan

Bencana

bencana. Organisasi ini

(Emergency

Operations

sebelum
Plan/EOP)

dahulu melakukan pengkajian terhadap lingkungan dan komunitas untuk

mengetahui daerah yang beresiko tinggi terkena bencana, tipe bencana yang mungkin
terjadi baik bencana alam seperti banjir, sunami, gunung meletus, maupun bencana
akibat perbuatan manusia misalnyakebakaran, kecelakaan dan lain lain. Pengkajian
juga

dilakukan

terhadap

fasilitas penanganan bencana di tempat kejadian seperti

tenaga/personil bantuan, transportasi, farmakologi, alat dan bahan pertolongan kegawat


daruratan (lokal facility), organisasi penangan bencana lokal (Safety

committee),

kantor atau posko penanganan bencana(Safety Officer or emergency department).


Setelah dilakukan pengkajian secara lengkap kemudian
Penanganan

Bencana

baik

panduan

antisipasi

disusun

Panduan

atau pencegahan bencana

(Preparedness), panduan penanganan saat bencana (during disaster)serta panduan


penanganan setelah bencana (Postdisaster).Komponen komponen penting yang terdapat
dalam Panduan Penanganan Bencana(EOP) adalah sebagai berikut :
- Informasi

secara

cepat

dan

mudah.

Fasilitas

penanganan

bencana

(health carefacility) harus dapat diakses dengan cepat dan mudah kapanpun dan
dimanapunbencana terjadi misalnya perlu ada jalur telepon emergency yang
gratis, cepat danmudah ke kantor atau fasilitas penanganan bencana.
- Jalur komunikasi secara internal dan eksternal. Jalur komunikasi untuk koordinasi
personil, fasilitas dan transportasi dalam penanggulangan bencana harus jelas
dansiaga termasuk informasi dari tempat kejadian bencana ke posko atau rumah
sakitrujukan korban bencana
- Perencanaan terhadap penanganan korban bencana (coordinated patient
care),termasuk didalamnya triage korbaan bencana, sistem rujukan dan
transportasi keposko atau rumah sakit rujukan korban bencana.
- Perencanaan keamanan terhadap korban, fasilitas dan personil terhadap kondisi
yangsangat parah dan mengancam
- Identifikasi sumber atau fasilitas penanganan bencana baik lokal, regional dan
negaraserta bagaimana menghubunginya.
- Pedoman penanganan korban bencana, masyarakat, media dan strategi
pembagiantugas dalam tim.
- Strategi managemen data korban dan kejadian bencana.
- Penanganan respon pasca bencana .
- Pedoman penyelamatan diri bagi masyarakat dan melakukan latihan sebelum
bencana terjadi.
- Antisipasi kebutuhan masyarakat setelah bencana seperti air bersih dan
makananuntuk jangka waktu yang lama.
- Perkiraan insiden kejadian bencana serta strategi identifikasi bencana seperti
alarm bencana.

Personil

dalam

penanganan

bencana

harus

memiliki

pengetahuan

dan

keterampilan yang baik dan ahli terhadap setiap kondisi bencana sehingga memiliki
kesiapan dan kesigapan dalam melakukan tindakan sesuai tugas dan perannya masingmasing berdasarkan pedoman penanganan bencana yang telah ada.
Pedoman Penanganan bencana juga termasuk struktur atau alur penanganan
bencana beserta tugas dan peran masing masing mulai dari penanganan di daerah bencana
sampai transportasi dan persiapan posko atau rumah sakit rujukan korban bencana.
Petugas penanganan bencana juga harus memiliki pengetahuan tentang bahasa, latar
belakang budaya dan aspek spiritual yang ada pada berbagai komunitas. Hal inidilatar
bekangi oleh karena kesulitan bahasa dapat meningkatkan ketakutan dan frustasipara
korban,

terdapat

kepercayaan

dan

praktek

spiritual

yang

berbeda

terhadap

terapipengobatan, hygiene atau diet, waktu dan tempat khusus untuk berdoa, ritual
khususmenangani korban yang meninggal dan lain lain.
Managemen penanggulangan bencana di Indonesia telah memiliki dasar hukum yang
jelas seperti yang tertuang dalam UU Penanggulangan Bencana No. 24 tahun 2007bahwa
kordinasi penanggulangan bencana yang sebelumnya dilaksanakan oleh BadanKoordinasi
Nasional (Bakornas) sesuai Keppres No. 111/2001 digantikan oleh Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB). Dalam pasal pasal UU No. 24/2007 telah mengatur
tanggung jawab dan wewenang organisasi atau lembaga nasional, daerah daninternasional
dalam penanggulangan bencana, mengatur hak dan kewajiban masyarakat,managemen
penanggulangan bencana yang terdiri dari pra bencana (Predisaster), selamabencana
(during diaster) dan setelah bencana (after disaster), serta mengatur

prosespendanaan,

pengelolaan bantuan, pengawasan dan penyelesaian sengketa akibat bencana.


Managemen penanggulangan bencana terdiri dari penanganan sebelum bencana
(predisaster), penanganan saat bencana (during disaster) dan penangan setelah bencana
(after disaster) selanjutnya akan diuraikan sebagai berikut :
A. Penanganan Sebelum Bencana (Predisaster)
Penanganan sebelum terjadinya bencana disebut juga tindakan pencegahan atau
prevention terdiri dari pengkajian

faktor

resiko bencana (risk

assessment),

Kegiatan pencegahan bencana, mitigasi (disaster mitigation), peringatan dini, dan


kesiapsiagaan/tanggap darurat bencana (preparedness). Pengkajian

terhadap

faktor

resiko bencana terdiri dari pengkajian terhadap lingkungan atau keterpaparan


terhadap

ancaman

(hazard),

analisis

kerentanan

dan kelompok yang rentan di

masyarakat serta analisis sumber atau kapasitas yang dapat digunakan dalam
menghadapi bencana. Setelah
selanjutnya

faktor

resiko

bencana

teridentifikasi

dilakukanpencegahan atau mitigasi dalam rangka menghilangkan

maka
dan

atau mengurangi faktor resiko atau ancaman bencana.


Tindakan pencegahan dan mitigasi terdiri dari manajemen lingkungan, upaya fisik
dan teknis dalam mengatasi faktor resiko bencana, regulasi/legislasi/kebijakan
pembangunan

yang

mendukung

pencegahan

bencana,

upaya penyadaran dan

peningkatan kemampuan masyarakat dalam menghadapi bencana, serta membangun


kemitraan dan jaringan (networking) dalam persiapan bencana. Selain melakukan
tindakan pencegahan dan mitigasi, perlu juga dipersiapkan alat peringatan dini dan
kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana. Peringatan dini adalah serangkaian kegiatan
pemberian peringatan sesegera mungkin kepada masyarakat tentang kemungkinan
terjadinya bencana pada suatu tempat oleh lembaga yang berwenang. Kegiatan
peringatan dini dapat berupa pemantauan yang terus menerus terhadap faktor resiko
bencana disertai tanda alarm peringatan akan terjadinya bencana.
Peringatan dini ini akan memberikan tanda kepada masyarakat agar siap siaga
untuk menyelamatkan diri dan keluarga, serta sebagai tanda kepada para petugas
penanggulangan bencana untuk mempersiapkan diri dalam membantu masyarakat
dalam menghadapi bencana.Pemantuan secara terus menerus terhadap faktor resiko
bencana adalah dengan menggunakan
memprediksi
gunung

resiko

meletus.

timbulnya
Informasi

tekhnologi

danterjadinya
atau

untuk

bencana

mendeteksi

seperti

tsunami

dan
dan

peringatan tentang resiko terjadinya bencana

berupa alarm bencana disebarkan kepada masyarakatmelalui

media

televisi

dan

radio. Tekhnologi terbaru adalah dengan memberikan informasi tentang resiko


bencana atau alarm bahaya melalui handphone (HP) sehingga individu
bisa

atau

tidak

sempat

menonton

televisi

tetap

yang

tidak

mendapatkan informasi

sehingga dapat mempersiapkan diri terhadap kemungkinan terjadinya bencana.


B. Penanganan Saat Bencana (During disaster)
Penanganan saat bencana terdiri dari evakuasi atau penyelamatan korban
bencanadan transportasi korban ke posko atau rumah sakit rujukan korban bencana.

Managemen penyelamatan korban

bencana pada jumlah

korban yang sangat

banyak maka perludilakukan tindakan triage.Triage adalah proses penentuan atau


penyeleksian pasien atau korban berdasarkanprioritas kebutuhan terhadap perawatan
dan pengobatan. Dalam penanganan bencanadengan korban yang banyak maka
perlu

dilakukan

penyeleksian

pasien

untuk menentukan korban yang perlu

penanganan prioritas atau segera dan korban yang bisa ditunda penanganannya.
Meskipun tindakan ini dapat dinilai tidak ethis karena cenderungmengabaikan
pasien

atau

korban

lain

yang

juga

membutuhkan

pertolongan

tindakan triage perlu dilakukan untuk memprioritaskan penanganan

namun

emergency

kepadakorban dengan kondisi yang lebih serius/parah dan perlu penanganan segera.
Petugas triage melakukan pemeriksaan atau pengkajian terhadap korban secaracepat
dan

memberikan

penanganan emergency atau

resusitasi

sebelum

diberikan

penanganan tindakan penyelamatan lanjutan atau dibawa ke posko atau rumah


sakitrujukan penanganan bencana.
Seorang petugas triage memberikan tanda kepada pasienberdasarkan
keseriusan
sehingga

kondisi
petugas

dan
yang

prioritas
lain

kebutuhan

dapat

langsung

terhadap

derajat

tindakan emergency

memberikan

bantuan

atau

langsung membawa pasien ke lokasi penanganan lanjutan. Perlu disiapkan alat alat dan
pengobatan terhadap kondisi emergency dan transportasi terhadap pasien ke
poskoperawatan atau rumah sakit rujukan bencana.
Kategori tanda triage yang diberikan adalah berdasarkan derajat keparahan dari
cedera yang dialami oleh korban. Terdapat berbagai tanda triage yang dapat digunakan
di beberapa negara dan perawat bencana harus memahami sistem yang ada di
masyarakat atau negara tersebut. Salah satu contoh sistem triage oleh North Atlantic
Treaty Organization (NATO) adalah dengan menggunakan kode warna yang terdiri
dari warna merah, kuning, hijau dan hitam. Masing masing warna memiliki perbedaan
tingkatan prioritas yang secara jelas diuraikan sebagai berikut:

C. Penanganan Setelah Bencana (Post disaster)


Penanganan setelah bencana meliputi pengkajian terhadap kerugian atau
kerusakan

yang

terjadi

akibat

bencana

(damage

assessment),

rehabilitasi

danrekonstruksi. Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan


publikatau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pasca bencana
dengansasaran utama untuk normalisasi/berjalannya secara wajar semua aspek
pemerintahan dankehidupan masyarakat pada wilayah pasca bencana. Rekonstruksi
adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana, kelembagaan pada wilayah
pasca bencana baikpada

tingkat

pemerintah

maupun

masyarakat

dengan

sasaran utama tumbuh danberkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan


budaya,

tegaknya

masyarakat

dalam

hukum
segala

danketertiban,
aspek

dan

bangkitnya

peran

serta

kehidupanbermasyarakat pada wilayah pasca

bencana. Selain rehabilitasi dan rekonstruksi fisik sarana dan prasarana serta
lingkungan,juga perlu dilakukan rehabilitasi terhadap mental dan psikologis korban
bencana karenameskipun mengalami bencana yang sama, beberapa individu dapat
mengalami traumapsikologis yang berkepanjangan. Beberapa respon yang biasanya
terjadi adalah depresi,ansietas, gangguan psikosomatis (fatigue, malaise, sakit
kepala,

gangguan

salurangastrointestinal, kemerahan pada kulit), posttraumatic

disorder, keracunan zat, konflikinterpersonal, dan gangguan penampilan.

Faktor

yang

mempengaruhi

respon

individu

terhadap

bencana

yang

dialamiadalah derajat atau tingkat keterpaparan terhadap bencana, kehilangan teman


atau orangyang dicintai, kehilangan rumah dan harta kepemilikan yang lain, tidak
adekuatnyakoping strategis, hilang atau kurang sumber dukungan atau support, serta
pandangan ataupenerimaan individu terhadap bencana yang dialami. Kondisi
keterpaparan terhadapkorban kematian, cedera, dan kekuatan bencana, respon histeris
saat bencana, aktivitaspetugas penananganan bencana dalam membantu korban dapat
menjadi keadaan yang menimbulkan gangguan emosional pada individu.

BAB III

PENUTUP
Dalam penanganan bencana perlu

ada suatu organisasi atau sistem komando

kejadian bencana yang dibentuk oleh negara untuk menyusun panduan penanganan
bencana dan melakukan koordinasi terhadap personil, fasilitas, sistem komunikasi dan
transportasi dalam penanganan bencana. Organisasi ini sebelum menyusun Panduan
Penanganan Bencana (Emergency Operations Plan/EOP) terlebih dahulu melakukan
pengkajian terhadap lingkungan dan komunitas untuk mengetahui daerah yang beresiko
tinggi terkena bencana, tipe bencana yang mungkin terjadi baik bencana alam seperti banjir,
sunami, gunung meletus, maupun bencana akibat perbuatan manusia misalnya kebakaran,
kecelakaan dan lain lain.
Managemen penanggulangan bencana terdiri dari penanganan sebelum bencana
(predisaster), penanganan saat bencana (during disaster) dan penangan setelah bencana (after
disaster).

You might also like