You are on page 1of 6

TUGAS

CARA MEMOTIVASI PENDERITA LEPRA DAN TUBERCULOSIS

Oleh:
Nama : Mardhiyyah Nurul Hasanah
Nim : 142010101159

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2016

Bagaimana cara memotivasi penderita kusta/lepra ?


Kusta/lepra adalah penyakit menular, menahun yang disebabkan oleh kuman kusta
(mycobacterium leprae) yang menyerang kulit, saraf tepi, dan jaringan tubuh lainnya. Jumlah
kasus kusta yang di laporkan oleh World Health Organization (WHO) pada tahun 2011
menunjukkan India menduduki peringkat pertama dengan jumlah 127.295 kasus, peringkat
kedua diduduki oleh Brazil dengan jumlah 33.955 kasus, dan peringkat ketiga adalah
Indonesia dengan jumlah 20.023 kasus.
Penyakit kusta menimbulkan masalah yang sangat kompleks, masalah yang dimaksud
bukan hanya dari segi medis tetapi meluas sampai masalah sosial, ekonomi, psikologis,
budaya, keamanan dan ketahanan nasional (Depkes RI, 2005). Kecacatan yang berlanjut dan
tidak mendapatkan perhatian serta penanganan yang tidak baik akan menimbulkan ketidak
mampuan melaksanakan fungsi sosial yang normal serta kehilangan status sosial secara
progresif, terisolasi dari masyarakat, keluarga dan temantemannya ( Munir, 2001). Sedangkan
secara psikologis bercak, benjolan-benjolan pada kulit penderita membentuk paras yang
menakutkan. Kecacatannya juga memberikan gambaran yang menakutkan menyebabkan
penderita kusta merasa rendah diri, depresi dan menyendiri bahkan sering dikucilkan oleh
keluarganya. Suatu kenyataan bahwa sebagian besar penderita kusta berasal dari golongan
ekonomi lemah keadaan tersebut turut memperburuk keadaan (Depkes RI, 2005).
Melihat sejarah, penyakit kusta merupakan penyakit yang ditakuti masyarakat dan
keluarga. Saat itu telah terjadi pengasingan secara spontan karena penderita merasa rendah
diri dan malu (stigma). Disamping itu masyarakat menjauhi karena merasa jijik dan takut hal
ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan atau pengertian juga kepercayaan yang keliru
terhadap penyakit kusta. Masyarakat masih banyak beranggapan bahwa kusta disebabkan
oleh kutukan, gunaguna, dosa, makanan ataupun keturunan. Diera modern ini muncul istilah
stigmatisasi yang lebih mencerminkan kelas daripada fisik. Proses inilah yang pada
akhirnya membuat para penderita terkucil dari masyarakat, dianggap menjijikan dan harus
dijauhi. Sebenarnya stigma ini timbul karena adanya suatu persepsi tentang penyakit kusta
yang keliru.
Padahal menurut teori efikasi diri menyatakan bahwa kepercayaan diri pasien terkait
dengan kemampuannya untuk melakukan perilaku kesehatan tertentu mampu mempengaruhi
kemauan mereka untuk menunjukkan perilaku tersebut secara nyata, sehingga memberikan

dampak bagi kondisi kesehatannya. Persepsi tentang penyakit dan efikasi diri merupakan dua
pendekatan psikologis yang paling tepat untuk mengkaji perubahan perilaku kesehatan
individu.Sebagaimana yang diungkap Rosenstock dalam Julike dan Endang bahwa peran
motivasi, efikasi diri, dan kepercayaan diri merupakan bagian penting dari perilaku pencarian
pengobatan. Selain itu juga bentuk dukungan yang diberikan kepada anggota keluarga yang
menderita kusta dalam bentuk dukungan psikososial diharapkan mampu mengatasi masalah
psikososial yang ditimbulkan oleh penyakit kusta. Seperti diketahui bahwa keluarga
merupakan unit yang paling kecil dan paling dekat dengan klien, yang mampu menjadi
caregiver bagi klien.
Becker dalam Notoatmodjo menyebutkan bahwa upaya mencari penyembuhan
merupakan salah satu perilaku sakit (illness behavior) yakni berkaitan dengan tindakan atau
kegiatan seseorang yang sakit dan atau terkena masalah kesehatan pada dirinya atau
keluarganya, untuk mencari penyembuhan, atau untuk mengatasi masalah kesehatan lainnya.
Perilaku mencari kesembuhan ini bukan hanya dilakukan oleh penderita saja tetapi juga
dilakukan oleh keluarga atau kerabat dekat penderita.
Peran keluarga sangat penting bagi meningatkan motivasi kesembuhan bagi penderita
lepra. Peran kelurga yang nantinya akan menasihati dan mengingatkan penderita tentang pola
hidup yang lebih sehat supaya penyakit lepra yang telah diderita tidak bertambah parah. Dan
keluarga jua berperan penting untuk selalu mengingatkan tentang pengobatan yang harus
dijalani, maka dari itu diperlukan diberikannya wawasan dan pengetahuan secara khusus
kepada keluarga penderita. dan menurut beberapa penelitian alangkah lebih baik pengobatan
alternatif dirasa sangat penting oleh masyarakat yang tidak mau menggunakan obat-obatan.
Penderita bisa melakukan pengobatan non medis dengan mendatangi orang yang dianggap
sebagai orang pintar (dukun atau paranormal). Hal tersebut didukung oleh penelitian Putu
yang menunjukkan bahwa pada masyarakat Bali penyakit kusta dikenal dengan berbagai
sebutan, yakni goring agung, penyakit leplep atau gering ila. Bentuk pengobatan yang
digunakan adalah pengobatan tradisional, antara lain memakai jasa dukun, ramuan obat Bali
dan aneka ritual pengampunan baik terhadap dewa maupun leluhur. Selain itu peran wasor
kusta juga sangat dibutuhkan bagi penderita dimana wasor kusta ini khusus menangani
penyakit kusta. Wasor kusta dianggap lebih efektif dalam menunaikan tugasnya daripada
petugas kesehatan lain, karena mereka memiliki kemampuan untuk mengembangkan suatu
pendekatan yang mengakar pada sistem budaya masyarakat setempat. Dari hasil penelitian

menunjukkan bahwa, setelah segala upaya diatas yang dilakukan dalam proses penyembuhan,
penderita kusta pada umumnya mengalami perubahan ke arah yang lebih baik. Begitu juga
yang dialami oleh penderita kusta yang melakukan pengobatan dengan jalan non medis.
Bagaimana cara untuk memotivasi penderita tb?
Tuberkulosis / TB Paru merupakan satu penyakit menular yang hingga saat ini masih
tinggi angka kesakitan dan kematiannya serta menjadi masalah kesehatan masyarakat.
Penyakit ini masih menjadi masalah dunia, satu masalah yang ditimbulkannya adalah karena
masih rendahnya cakupan program dalam pengobatan penderita. Kendala dalam pengobatan
Tuberkulosis / TB paru adalah motivasi yang kurang dari penderita, putus berobat yang
disebabkan karena pengobatan yang memerlukan waktu lama, jumlah dosis sekali minum
akan mempengaruhi kepatuhan, keteraturan dan keinginan untuk minum obat sehingga
seringkali penderita menghentikan pengobatan sebelum masa pengobatan selesai.
Seganas-ganasnya TB tentunya masih bisa diupayakan menuju kesembuhan, asal yang
bersangkutan mau berusaha dengan sungguh-sungguh menjalani pengobatan hingga tuntas.
Memang setiap orang mempunyai anggapan dan pemikiran yang berbeda. Ada yang punya
motivasi kuat untuk sembuh, ada pula yang butuh dorongan orang lain baru sembuh. Untuk
itu salah satu cara meyakinkan penderita TB agar sembuh total adalah dengan menumbuhkan
motivasi dalam diri sendiri dan menjalani serangkaian pengobatan secara rutin hingga tuntas,
biasanya 6 bulan sampai 1 tahun. Selain itu perlu juga dukungan moral dari keluarga dekat
dan orang lain.
Sehubungan dengan dukungan moral dari orang lain, sampai saat ini telah terbentuk
lembaga atau organisasi yang anggotanya terdiri dari para mantan pasien TB yang dinyatakan
sembuh, seperti PANTER (Pantang Menyerah) Organisasi pasien TB MDR di Rs. Saiful
Anwar Malang, PETA (Pejuang Tangguh) di Rs. Persahabatan Jakarta, SEMAR (Semangat
Membara) di Rs. Moewardi Solo, dan masih banyak lagi.
Organisasi yang difasilitasi oleh TB CARE I dan didanai USAID ini bertujuan untuk
memberikan dukungan moral dan menumbuhkan semangat kepada pasien yang sedang
menjalani serangkaian pengobatan, serta melakukan sosialisasi dengan cara memberikan
informasi tentang TB kepada masyarakat luas. Melalui organisasi ini pula, pasien yang telah

sembuh kemudian dilatih, diberdayakan dan disiapkan dengan berbagai bimbingan dan
pelatihan, hingga pada akhirnya mereka mampu menjadi motivator bagi pasien yang sedang
menjalani pengobatan.

DAFTAR PUSTAKA
Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia Vol. 4 / No. 1 / Januari 2009. Faktor-faktor
Yang Melatarbelakangi Persepsi Penderita Terhadap Stigma Penyakit Kusta oleh
Soedarjatmi, Tinuk Istiarti, Laksmono Widagdo Rumah Sakit Umum Daerah Tugurejo
Bagian Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku FKM UNDIP Semarang
JURNAL VISIKES - Vol. 8 / No. 1 / Maret 2009. HUBUNGAN MOTIVASI PASIEN TB
PARU DENGAN KEPATUHAN DALAM MENGIKUTI PROGRAM PENGOBATAN SISTEM
DOTS DI WILAYAH PUSKESMAS GENUK SEMARANG oleh Jaka Prasetya Staf
pengajar Fakultas Kesehatan UDINUS
Wakurnia Wati1, Suriah1, Watief A. Rachman1. Self Efficacy in Leprosy Patients
Efforts in Seeking Healing Health City Poka Ambon. Bagian Promosi Kesehatan Fakultas
Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin

You might also like