You are on page 1of 131

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seperti yang telah kita ketahui, Indonesia merupakan negara agraris, di
mana sebagian besar penduduknya adalah petani. Sehingga sangat dibutuhkan
sistem irigasi yang tepat guna agar penyediaan air di sawah terpenuhi dan
dapat meningkatkan produksi pertanian. Pola tata tanam yang tepat juga
mutlak dibutuhkan sesuai dengan kondisi iklim dan geologi yang ada.
Kebutuhan air di sawah (dinyatakan dalam mm/hari atau lt/dt/Ha),
ditentukan oleh faktor-faktor:
a. Penyiapan lahan
b. Penggunaan air konsumtif
c. Perkolasi dan rembesan
d. Pergantian lapisan air
e. Curah hujan efektif
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan air tanaman:
a. Topografi
Lahan yang miring membutuhkan air lebih banyak dari pada lahan yang
datar, karena air akan lebih cepat mengalir menjadi aliran permukaan dan
hanya sedikit yang mengalami infiltrasi, sehingga kehilangan air lebih
besar.
b. Hidrologi
Makin besar curah hujan maka makin sedikit kebutuhan air tanaman,
karena hujan efektif akan menjadi besar.
c. Klimatologi
Digunakan

untuk

rasionalisasi

penentuan

laju

evaporasi

dan

evapotransportasi.
d. Tekstur Tanah
Tanah yang baik untuk pertanian ialah tanah yang mudah dikerjakan dan
bersifat produktif yaitu tanah yang memberi kesempatan pada akar

tanaman untuk tumbuh dengan mudah, menjamin sirkulasi air dan udara,
serta baik pada zona perakaran dan secara relative memiliki persediaan
hara dan kelembaban yang cukup.
Dalam tugas besar ini, selain merencanakan kebutuhan air irigasi kami
juga merencanakan jaringan irigasi serta bangunan utama irigasi dan
komponen pelengkapnya.
1.2 Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan tugas besar ini antara lain:
1. Mengetahui kebutuhan air untuk irigasi
2. Mengetahui dimensi saluran yang diperlukan
3. Dapat mendesain bendung beserta komponen-komponen pelengkapnya
4. Mengetahui kestabilan bendung yang direncanakan dalam keadaan normal
dan banjir serta pada kondisi gempa

BAB II

LANDASAN TEORI
2.1 Kebutuhan Air Irigasi
Kebutuhan air irigasi diperkirakan untuk menentukan skala final proyek
yaitu dengan jalan melakukan analisis sumber air untuk keperluan irigasi.
Kebututuhan air meliputi masalah persediaan air, baik air permukaan maupun air
bawah tanah, begitu pula masalah manajemen dan ekonomi proyek irigasi.
Kebutuhan air telah menjadi faktor yang sangat penting dalam memilih keputusan
tentang perbedaan pendapat dalam sistem sungai utama dimana kesejahteraan
masyarakat dari lembah, negara, dan bangsa tercakup. Sebelum sumber air dari
suatu daerah aliran di daerah kering dan setengah kering dapat ditentukan secara
memuaskan, pertimbangan yang hati-hati harus dicurahkan kepada kebutuhan air
(consumptive use) pada berbagai sub aliran.
2.1.1 Evaporasi
Perlu diketahui Evaporasi adalah suatu peristiwa perubahan air menjadi uap
air. Laju evaporasi dipengaruhi oleh lamanya penyinaran matahari, angin,
kelembapan udara, dan lain-lain. Evaporasi meliputi perpindahan massa fluida
dari permukaan fluida kedalam atmosfir dan sesuai dengan hal itu akan
diharapkan mengikuti hukum penyebaran massa seperti dibahas dalam pasal 1.5.
sehingga persamaan dasar diharapkan adalah dalam bentuk:
E= -k

de
dz

Dimana E adalah besarnya evaporasi , e adalah tekanan uap (menunjukkan


pemusatan massa fluida dalam udara), z adalah jarak tegak dan k adalah koefisien
perpindahan. Kecuali kasus yang jarang tentang keadaan atmosfir yang sangat
stabil dibawah mana tidak terdapat turbulensi, koefisien perpindahan tergantung
dari keadaan atmosfir, seperti kecepatan angin, tekanan, energi dari matahari,
kepekaan dengan mana air tersebut dipanaskan, dan lain-lain. Tekanan uap
tergantung dari temperatur kelembaban relative dan kadar garam. Bentuk yang
paling sederhana dari persamaan diatas yang bisa disebut hukum Dalton.

E= k

e w ea
z

Dimana ew adalah tekanan uap basah sehubungan dengan temperatur


permukaan air, ea adalah tekanan uap dari udara diatas permukaan air dan z
adalah ketebalan dari lapisan film yang tipis pada permukaan diatas mana tekanan
uap diharapkan berubah dari ew ke e a . z sering diserap kedalam koefisien
perpindahan untuk menyatakan.
E= b ew ea
Kesulitan yang praktis terletak dalam penentuan faktor b. Percobaan
terkendali (model) dengan menggunakan standart panci evaporasi biasanya
berdaya guna untuk menetapkan persamaan diatas dari segi keadan atmosfir. Panci
yang diisi dengan air didirikan diatas tanah atau pada permukaan waduk dan
perubahan ketinggian pada panci diukur dengan teratur secara bersama-sama
denga kecepatan angin, temperatur atmosfir dan temperatur air. Bentuk yang telah
diubah dari beberapa hasil yang diperoleh dari percobaan panci dinyatakan dalam
daftar dibawah ini.
1. Diusulkan oleh Morton
E= 42.4(0.6+0.1 )

e w ea
p

2. Diusulkan oleh Rohwer


E= 0.0771(1.465-0.000733p)(0.44+0.118) ew ea
3. Diusulkan oleh Horton
E= 0.042-exp(0.2) ew ea
4. Rumus lainnya (Penman)
E= 0.035(1+0.24 ) ea ed (padang rumput)
Dan
E= 0.050(1+0.24 ) ea ed (dari permukaan air)
Dalam semua uraian, E diukur dalam cm per hari, adalah kecepatan angin
dalam mil per jam dalam ketinggian disekeliling panci, p adalah tinggi tekanan

atmosfer dalam m merkuri, e w , ea berturut-turut adalah tekanan uap air dalam


permukaan dan tekanan udara dalam mm merkuri, dan e d adalah tekanan uap air
pada titik embun juga dalam mm merkuri, ea dalam rumus Penman adalah
tekanan uap air jenuh sehubungan dengan temperatur udara.
Dimana diketahui pada rumus evaporasi panci untuk menentukan evaporasi
dari volume air alami yang besar, dibatasi oleh banyak faktor, diantaranya adalah:
1.

Kenyataan bahwa perpindahan panas dari suatu volume air yang


kecil pada panci tertentu adalah berbeda dari suatu volume air yang
besar (kira-kira 0.7 untuk panci tanah dan 0.8 untuk panci terapung)
biasanya diperkenalkan apabila rumus panci digunakan pada volume
air yang sedang dan besar.

2. Sifat dan ukuran dari permukaan yang terbuka yang mempunyai


pengaruh yang berarti pada bersanya evaporasi. Besarnya evaporasi
tidak dapat sebanding dengan luas panci untuk sisi dinding, tumbuhtumbuhan dan lain-lain
3. Pengaruh gelombang, riak dan gangguan-gangguan lainnya yang
mempengaruhi perlapisan panas dan ketidak stabilan berat jenis;
4. Perbedaan dalam ketinggian, pada kecepatan angin, temperatur dan
jumlah atmosfer lainnya diukur.
2.1.2 Pola Tata Tanam
Yang dimaksud Pola tata tanam adalah jadwal tanam dan jenis tanaman
yang diberikan pada suatu jaringan irigasi. Untuk memenuhi kebutuhan air bagi
tanaman. Penentuan pola tata tanam merupakan hal yang perlu dipertimbangkan.
Tabel dibawah ini merupakan contoh pola tata tanam yang tepat dipakai.

Tabel Pola Tata Tanam


Ketersediaan air untuk irigasi
1, tersedia air cukup banyak

Pola Tanam Dalam Satu Tahun


Padi-Padi-Palawija

2, tersedia air dalam jumlah cukup

Padi-Padi-Bera-Padi-Palawija-

3, daerah yang cenderung kekurangan

Palawija
Padi-Palawija-Bera-Palawija-Padi-

air

Bera

2.1.3 Koefisien Tanaman


Ada beberapa tanaman dapat bertahan hidup pada tanah yang muka airnya
dangkal untuk waktu pendek, sedang tanaman yang lain tidak dapat bertahan
hidup di bawah keadaan yang sama. Untuk tanah yang mempunyai koefisien yang
berat, tanaman harus dipilih yang dapat mentolerir permukaan air tanah yang
dangkal maupun garam yang berlebih. Semanggi, arbei, ruput bermuda, dan
semanggi manis mempunyai bagian yang popular terhadap karateristik ini.
2.1.4 Kebutuhan Air Tanaman
A. Penyiapan Lahan
Dalam penyiapan lahan, kebutuhan air umumnya dengan menentukan
kebutuhan air irigasi pada suatu proyek irigasi. Faktor-faktor penting yang
menentukan besarnya kebutuhan air untuk penyiapan lahan adalah:
a. Lamanya waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan
penyiapan lahan.
b. Jumlah air yang diperlukan.
Faktor faktor penting yang menentukan lamanya jangka waktu penyiapan lahan
adalah:
a. Tersedianya tenaga kerja dan ternak penghela atau traktor untuk
menggarap tanah.
b. Perlu memperpendek jangka waktu tersebut agar tersedia cukup waktu
untuk menanam padi sawah atau padi ladang kedua.
Faktor-faktor tersebut sangat saling berkaitan, kondisi sosial, budaya yang
ada di daerah penanaman padi akan mempengaruhi lamanya waktu diperlukan
untuk penyiapan lahan. Untuk daerah irigasi baru, jangka waktu penyiapan lahan
akan ditetapkan berdasarkan kebiasaan yang berlaku di daerah-daerah sekitarnya.

Sebagai pedoman diambil jangka waktu 1.5 bulan untuk menyelesaikan penyiapan
lahan diseluruh petak tersier.
Bilamana untuk penyiapan lahan diperkirakan akan dipakai peralatan mesin
secara luas, maka jangka waktu penyiapan lahan akan diambil 1 bulan.
Perlu diingat bahwa transplantasi (perpindahan bibit ke sawah) mungkin
sudah diambil setelah 3 sampai 4 minggu di beberapa bagian petak tersier dimana
pengolahan sudah selesai.
B. Kebutuhan Air Untuk Penyiapan Lahan
Pada umumnya jumlah air yang dibutuhkan untuk penyiapan lahan dapat
ditentukan berdasarkan kedalaman serta porositas tanah di sawah.
Dalam musim kemarau dimana keadaan air mengalami kritis , maka
pemberian air tanaman akan diberikan / diperioritaskan kepada tanaman yang
telah direncanakan.
Dalam sistem pemberian air secara bergilir ini, permulaan tanam tidak
serentak, tetapi bergilir menurut jadwal yang ditentukan, dengan maksud
penggunaan air lebih efisien. Sawah dibagi menjadi golongan-golongan dan saat
permulaan pekerjaan sawah bergiliran menurut golongan masing-masing.
Keuntungan-keuntungan yang dapat diperoleh dari sistem giliran adalah:
-

Timbulnya komplikasi sosial

Eksploitasi lebih rumit

Kehilangan akibat eksploitasi sedikit lebih tinggi

Jangka waktu irigasi untuk tanaman pertama lebih lama, akibatnya


lebih sedikit waktu tersedia untuk tanaman kedua

Daur/siklus gangguan serangga, pemakaian insektisida

2.1.5 Perkolasi
Adapun yang dimaksud Perkolasi adalah besarnya air yang masuk dari
lapisan tanah tak jenuh (unsaturated) ke lapisan tanah jenuh (saturated). Infiltrasi
ialah masuknya air (besarnya air merembes) dari permukaan tanah ke lapisan tak
jenuh (unsaturated). Pada tanaman ladang, perkolasi air kedalam lapisan tanah
bawah

hanya

akan

terjadi

setelah

pemberian

air

irigasi.

Dalam

mempertimbangkan efisiensi irigasi, perkolasi hendaknya diperhitungkan.


Faktor-faktor yang mempengaruhi :
1. Tekstur tanah tekstur tanah yang halus, daya perkolasi kecil, dan
sebaliknya
2. Permebilitas tanah makin besar permeabilitas, makin besar daya
perkolasi
3. Tebal top soil makin tipis lapisan tanah bagian atas, makin kecil daya
perkolasi
4. Letak permukaan air tanah makin dangkal muka air tanah, makin kecil
daya perkolasi
5. Kedalaman lapisan impermeable makin dalam, makin besar daya
perkolasi
6. Tanaman

penutup

lindungan

tumbuh-tumbuhan

yang

padat

menyebabkan infiltrasi semakin besar yang berarti perkolsai makin besar


pula.
Pola petak sawah, perkolasi dipengaruhi :
1. Tinggi genangan
2. Keadaan pematang
Perkiraan besarnya infiltrasi dan perkolasi berdasarkan jenis tanah :
1. Sandy loam : 1 + P = 3 s/d 6 mm/hari (apabila pasir dilepas tidak ada yg
nempel)
2. Loam

: 1 + P = 2 s/d 3 mm/hari (apabila pasir dilepas masih

lengket)
3. Clay loam
lengket)

: 1 + P = 1 s/d 2 mm/hari (apabila pasir dilepas semua

Laju perkolasi sangat tergantung kepada sifat-sifat tanah. Pada tanah


lempung berat dengan karakteristik pengolahan yang baik laju perkolasi dapat
mencapai 1-3 mm/hari. Pada tanah-tanah yang lebih ringan, lalu perkolasi bisa
lebih tinggi. Dari hasil-hasil penyelidikan tanah pertanian dan penyelidikan,
perlurusan besarnya laju perkolasi serta tingkat kecocokan tanah untuk
pengolahan tanah dapat ditetapkan dan dianjurkan pemakaiannya. Guna
menentukan laju perkolasi, tinggi muka air tanah juga harus diperhitungkan.
Perembesan terjadi akibat meresapnya air melalui tanggul sawah.
2.1.6 Pengolahan Tanah Persemaian
Dalam pengolahan tanah persemian, kebutuhan air untuk penyiapan lahan
umumnya menentukan kebutuhan air irigasi pada suatu proyek irigasi. Faktorfaktor penting yang menentukan besarnya kebutuhan air untuk penyiapan lahan
adalah :
a.

Lamanya waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan penyiapan


lahan

b. Jumlah air yang diperlukan


Faktor-faktor penting yang menentukan lamanya jangka waktu penyiapan
lahan adalah:
-

Tersedianya tenaga kerja dan ternak penghela atau traktor untuk


menggarap tanah.

Perlu memperpendek jangka waktu tersebut agar tersedia cukup waktu


untuk menanam padi sawah atau padi ladang kedua.

2.1.7 Curah Hujan Andalan Dan Curah Hujan Efektif


Untuk daerah yang dipakai sebagai contoh, pada irigasi padi, curah hujan
efektif bulanan diambil 70% dari curah hujan minimum tengah bulanan dengan
periode ulang 5 tahun.
Rc = 0,7 x Rs (setengah bulanan dengan T = 5 tahun )
Rc = curah hujan efektif (mm/hari)
Rs = curah hujan minimum dengan periode ulang 5 tahun (mm)

2.1.8 Pergantian Lapisan Air


Penggantian lapisan air dilakukan menurut kebutuhan, dan

biasanya

dikerjakan setelah pemupukan. Jika tidak ada penjadwalan semacam itu. Lakukan
penggantian sebanyak 2 kali, masing-masing 50 mm ( atau 3,3 mm/hari selama
bulan ) selama sebulan dan dua bulan setelah transplantasi.
Ketentuan :
1. WLR diperlukan saat terjadi pemupukan maupun penyiangan, yaitu 1-2
bulan dari pembibitan (transplanting).
2. WLR = 50 mm (diperlukan pergantian lapisan air yang besarnya
diasumsikan = 50 mm)

KP bagian penunjang.

3. Jangka waktu WLR = 1,5 bulan (selama 1,5 bulan air digunakan untuk
WLR sebesar 50 mm ).
Contoh perhitungan dalam 15 hari :
WLR = 50 mm selama 1,5 bulan

didapat WLR/15 hari = 50 mm : 3 periode = 16,67 mm/15 hari


WLR / hari = 50 mm : 45 hari = 1,11 mm/hari
2.1.9 Efisiensi Irigasi
Kehilangan air irigasi pada saluran yang disebabkan penguapan, rembesan
dan kekurangan telitian dalam eksploitasi adalah efisiensi irigasi. Air yang diambil
dari sumber air atau sungai yang di alirkan ke areal irigasi tidak semuanya
dimanfaatkan oleh tanaman. Dalam praktek irigasi terjadi kehilangan air.
Kehilangan air tersebut dapat berupa penguapan di saluran irigasi. Rembesan dari
saluran atau untuk keperluan lain (rumah tangga).
A. Efisiensi pengaliran
Jumlah air yang dilepaskan dari bangunan sadap ke areal irigasi mengalami
kehilangan air selama pengalirannya. Kehilangan air ini menentukan besarnya
efisiensi pengaliran.
EPNG = (Asa / Adb) x 100%

Dengan :
EPNG = efisiensi pengairan
Asa

= air yang sampai di irigasi

Adb

= air yang diambil dari bangunan sadap

B. Efisiensi pemakaian
Adalah perbandingan antara air yang dapat ditahan pada zona perakaran
dalam periode pemakaian air dengan air yang diberikan pada areal irigasi.
EPMK = (Adzp / Asa) x 100%
Dengan :
EMPK = efisiensi pemakaian
Asa

= air yang sampai (diberikan) diareal irigasi

Adzp

= air yang ditahan pada zona perakaran

C. Efisiensi penyimpanan
Apabila keadaan sangat kekurangan jumlah air yang dibutuhkan untuk
mengisi lengas tanah pada zona penakaran adalah Asp (air tersimpan penuh) dan
air yang diberikan adalah Adb maka efisiennya :
EPNY = (Adk / Asp) x 100%
Dengan :
EPNY = efisiensi penyimpanan
Asp

= air yang tersimpan

Adk

= air yang diberikan

Sesungguhnya jenis efisiensi tidak terbatas seperti tertulis diatas karena


nilai efisiensi dapat pula terjadi pada saluran primer, bangunan bagi, saluran
sekunder dan sebagainya.
Secara prinsip nilai efisiensi adalah:
EF = ( Adbk Ahl ) / Adbk x 100 %
Dengan :
EF

= efisiensi

Adbk

= air yang diberikan

Ahl

= air yang hilang

2.1.10 Perhitungan Kebutuhan Air


Kebutuhan air irigasi pada tanah pertanian untuk satu unit luasan
dinyatakan dalam rumus berikut :
IR = Cu + P + Pd + N Re
Dengan :
Ir

= Kebutuhan air irigasi (mm).

Cu = Penggunaan konsumtif tanaman (mm)


P = Kehilangan air akibat perkolasi (mm/hr).
Pd = kebutuhan air untuk pengolahan tanah (mm).
N = kebutuhan air untuk pengisian tanah persemaian (mm).
Re = Curah hujan efektif (mm).
Kebutuhan air irigasi total yang diukur dalam pintu pengambilan atau intake
adalah besarnya kebutuhan air (m 3 /det) di intake yang didasarkan dari kebutuhan
air di sawah dibagi efisinsi (%) saluran.
Dinyatakan dengan rumus :
NFR

IR = DR = Efisiensisaluran
Dimana :
NFR = Kebutuhan air irigasi di sawah.
IR

= Kebutuhan air irigasi (Irrigation Requirement ).

A. Menurut Metode Kriteria PU


a. Kebutuhan air disawah
NFR = Etc + P - R eff + WLR
Dimana :
NFR = kebutuhan air bersih disawah (ml/dt/hari).

Etc

= evapotranspirasi potensial (mm/hari).

= perkolasi (mm/hari).

Reff

= curah hujan efektif (mm).

WLR = pergantian lapisan air (mm).


b.Kebutuhan air untuk tanaman padi.
IR = NFR / I
Dimana:
I

= efisiensi irigasi

c.Kebutuhan air irigasi untuk tanaman palawija


IR =

Etc Reff
I

Dimana:
Etc

= evapotransi potensial (mm/hari)

= perkolasi (mm/hari)

R eff

= curah hujan efektif (mm)

WLR = pergantian lapisan air (mm)


d.Kebutuhan air irigasi untuk penyimpanan lahan
IR =

Me k
ek 1

Dimana :
IR

= kebutuhan air penyiapan lahan (mm/hari)

= kebutuhan air untuk mengganti air yang hilang akibat evaporasi dan
perkolasi disawah yang telah dijenuhkan (mm/hari)

= MT/S

= jangka waktu penyiapan lahan (hari)

= air yang dibutuhkan untuk penjenuhan ditambah dengan 50 mm

B. Menurut Metode Water Balance


Kebutuhan air irigasi disawah
a. Untuk tanaman padi :
NFR = CU + Pd + NR + P - R eff
b. Untuk tanaman palawija :
NFR = Cu + P - R eff
Dimana :
NFR

= kebutuhan air disawah (1 mm/hari x 10.000/24 x 60 x 60 = 1


lt/dt/ha

Cu

= kebutuhan air tanaman (mm/hari)

NR

= kebutuhan air untuk pembibitan (mm/hari)

= perkolasi (mm/hari)

R eff

= curah hujan efektif (mm)

2.1.11 Sistem Giliran


Selama musim kemarau sering terjadi kekurangan air irigasi, terutama pada
petak yang terakhir. Jika hal ini terjadi, pengairan saluran-saluran harus digilir
untuk menghilangi kehilangan air yang banyak selama pengangkutan.
Debit minimum suatu saluran berbeda-beda, tergantung luas sawah yang
ditanami dan luas sawah yang mendapat air dari saluran tersebut. Untuk keperluan
itu perlu diperhitungkan hal-hal sebagai berikut :
a. Pembagian air tidak kurang dari 20 lt/dt. Untuk menjamin hal tersebut
pemberian air digilir.
b. Seluruh jaringan tersier tergilir, jika jumlah air bersesuaian dengan FPR 0,10
lt/dt/ha.
c. Prioritas pemberian air disesuaikan dengan P>W>R.

Jadwal pemberian disiapkan untuk masing-masing saluran tersier, dan


diberitahukan ke tiap desa. Jadwal penggiliran didasarkan pada periode
10 harian dan LPR dari tersier-tersier.

Pembagian sampai pada pintu tersier akan diawasi oleh juru, sedangkan
dalamjaringan diawasi oleh ulu-ulu (sambong).

Juru dan pengamat akan turun tangan dalam pembagian air di petak
tersier, hanya jika terjadi perselisihan di desa-desa.

Keterangan : FPR (Factor Polowijo Relatif) adalah perbandingan antara debit


minimum terhadap LPR.
Rumus :
FPR = Q/LPR
Dimana:
Q

= Debit air minimum

LPR = Angka perbandingan antara satuan luas baku terhadap polowijo yang
berdasarkan jumlah kebutuhan satuan air terhadap tanaman polowijo.
Besar LPR di Jawa Timur
1. Polowijo

:1

2. Pembibitan padi gadu ijin

: 20

3. Garapan padi gadu ijin

:6

4. Tanaman padi gadu ijin

:4

5. Padi gadu tidak ijin

:1

6. Tebu muda

: 1,5

7. Tebu bibit

: 1,5

8. Tebu tua

:0

9. Tembakau

:1

10. Beru

:0

Keuntungan-keuntungan yang diperoleh dari sistem giliran adalah:


-

Berkurangnya kebutuhan pengambilan puncak.

Kebutuhanpengambilan bertambah secara berangsur-angsur pada awal waktu


pemberian air irigasi (pada perioda pengolahan lahan).

Sedangkan yang tidak menguntungkan adalah:


-

jangka waktu irigasi untuk tanaman pertama lebih lama akibat lebih sedikit
waktu tersedia untuk tanaman.

kehilangan air akibat eksploitasi ssedikit lebih tinggi.

2.1.12 Sistem Golongan


Guna mendapat tanaman dengan pertumbuhan yang optimal, produktivitas
tinggi, maka yang harus diperhatikan dalam pembagian air harus secara merata ke
semua petak tersier dalam jaringan irigasi.
Sumber air tidak selalu dapat menyediakan air irigasi yang dibutuhkan,
sehingga harus dibuat rencana pembagian air yang baik, agar air yang tersedia
dapat dapat dibutuhkan secara merata dan seadil-adilnya. Kebutuhan air yang
tertinggi untuk sutau petak tersier adalah Qmax, yang dapat sewaktu
merencanakan seluruh sistim irigasi. Besarnya debit Q yang tersedia tidak tetap,
tergantung pada sumber dan jenis tanaman yang harus dialiri.
Pada saat dimana air tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan air tanaman
dengan pengaliran menerus, maka pemberian air tanaman dilakukan dalam sistem
pemberian air secara bergilir, dengan tujuan menggunakan air lebih efisien. Sawah
dibagi menjadi golongan-golongan saat permulaan pekerjaan sawah bergiliran
menurut golongan masing-masing
Adapun kelebihan :
a. berkurangnya kebutuhan pengambilan puncak.
b. kebutuhan pengambilan puncak bertambah secara berangsur-angsur pada awal
waktu pemberian air irigasi (pada periode penyiapan lahan)
Adapun kekurangan:
a. Timbulnya komplikasi sosial.
b. Eksploitasi rumit.
c. Kehilangan akibat eksploitasi sediit lebih tinggi.

d. Jangka waktu irigasi untuk tanaman pertama lebih lama, akibatnya lebih
sedikit waktu yang tersedia untuk tanaman yang kedua.
e. Daur/siklus gangguan serangga, pemakaian insektisida.
Persediaan air dalam jangka waktu satu tahun tetap tidak, artinya ada bulanbulan yang persediaan airnya cukup ada pula yang tidak. Pada musim hujan padi
mulai ditanam. Penggarapan tanah dilakukan pada awal musim hujan dimana
persediaan air pada waktu itu masih sangat sedikit. Jika seluruh lahan
menggunakan air pada waktu yang sama kebutuhan air tidak akan tercukupi.
Mengingat hal tersebut dalam sistem penanaman padi raeding, lahan dibagi
menjadi beberapa golongan.
Apabila penggarapan tanah untuk penanaman padi dimulai diseluruh areal
dalam suatu daerah pengaliran dalam jangka waktu yang bersamaan, maka
kebutuhan air maksimumnya akan melampaui daya tampung saluran maupun
kemampuan daya guna airnya.
System golongan adalah mencari (memisah-misahkan) periode-periode
pengolahan (penggarapan) dengan maksud menekan kebutuhan air maksimum.
Pengatuiran-pengaturan umum tehadap golongan-golongan adalah sebagai
berikut:
a. Tiap jaringan induk dibagi menjadi tiga golongan A,B,C. Tiap golongan
dadakan sampai seluruh petak-petak tersier dengan cara menggolongkan bakubaku sawah yang seharusnya hampir sama menjadi masing-masing golongan.
b. Tiap golongan A,B,C digilir.
c. Untuk keperluan pengolahan tanahnya (garapan), masing-masing golongan
menerima air selama dua periode sepuluh harian mulai dari golongan A.
d. Tanaman padi gadu yang masih ada di sawah diberi air dengan cukup.
Ijin dimulainya golongan-golongan akan datang dari seksi. Cabang seksi
harus menjamin bahwa seksi mempunyai data-data yang tepat mengenai tanaman,
debit dan curah hujan dari tahun-tahun yang telah lalu untuk digunakan menjadi
dasar perhitungan terhadap permulaan tanggal dan masing-masing golongan.

Tiap golongan harus diberi batas yang tetap. Tiap-tiap tahun pengaturan
golongan digilir, sehingga keuntungan atau kerugian bagian dapat terbagi secara
merata.
Prosedur-prosedur yang digunakan pada sistem golongan adalah:
a. Dibuat batas-batas golongan yang pasti pada batas-batas primer atau sekunder,
dalam tiga bagian yang kira-kira hampir sama. Pemberian air ke petak tersier
tidak langsung mengambil dari saluran primer maupun saluran sekunder.
b. Setelah diteliti dan dibenarkan seksi dan menyetujui panitia irigasi, golongangolongan diberi tanda tetap di peta-peta pengairan. Setelah itu dibuat daftar
desa-desa serta petak-petak di masing-masing golongan lalu dikirim ke
semua-desa-desa yang bersangkutan.
c. Setelah mempertimbangkan adanya tanaman-tanaman yang masih ada
disawah, pengamat mengusulkan ke seksi tentang pengaturan golongagolongan untuk musim yang akan datang.
d. Langkah selanjutnya adalah mengadakan pertemuan dengan panitia irigasi
untuk mempertimbangkan rencana tanaman musim penghujan.
e. Pada pertemuan ini akan ditentukan adanya golongan-golongan oleh sekertaris
panitia irigasi sebelum permulaan musim penghujan desa-desa yang
bersangkutan akan diberi tahu tantang aturan golongan baru.
Sistem golongan dikerjakan sebagai berikut :
No
1

Periode
s/d hari
kesatu

Golongan A

Golongan B

Golongan C

Garapan tanah untuk


pembibitan
Bibit dan garap tanah
untuk
tanaman padi

Hari ke 1 20

Garap tanah
untuk
pembibitan

Hari ke 21 40

pemindahan tanaman

Hari ke 41 60

tanaman padi

Bibit dan garap


tanah
Pemindahan
tanah

Garap tanah
untuk pembibitan
Bibit dan garap
tanah
untuk tanaman
padi

Hari ke 61 dst

Tidak ada pembagian


air

2.2 Jaringan Irigasi


Jaringan irigasi terdiri dari petak-petak tersier, sekunder dan primer yang
berlainan antara saluran pembawa dan saluran pembuang terdapat juga bangunan
utama, bangunan pelengkap, yang dilengkapi keterangan nama luas dan debit.
Petak tanah yang memperoleh air irigasi adalah petak irigasi. Sedangkan
kumpulan petak irigasi yang merupakan satu kesatuan yang mendapat air irigasi
melalui saluran tersier yang sama disebut petak tersier. Petak tersier menduduki
menduduki fungsi sentral, luasnya sekitar 50-100 Ha, kadang-kadang sampai 150
Ha. Pemberian air pada petak tersier diserahkan pada petani. Jaringan yang
mengalirkan air ke sawah disebut saluran tersier dan kuarter.
Untuk membawa air dari sumbernya hingga ke petak sawah diperlukan
saluran pembawa. Saluran-saluran ini terdiri dari saluran primer, sekunder, tersier,
dan kuarter. Dengan saluran pembuang, air tidak tergenang pada petak sawah
sehingga tidak berakibat buruk. Kelebihan air ditampung dalam suatu saluran
pembuang tersier dan kuarter dan selanjutnya dialirkan ke jaringan pembuang
primer.
Jaringan irigasi dengan pembuang dipisahkan sehingga keduanya berjalan
sesuai dengan fungsinya masing-masing. Dalam hal-hal khusus dibuat sistem
tabungan saluran pembawa dan pembuang. Keuntungan sistem gabungan adalah
pemanfaatan air lebih ekonomis dan biaya lebih murah. Kelemahannya adalah
saluran semacam ini lebih sulit diatur dan dieksploitasi, lebih cepat rusak dan
menampakkan pembagian air yang tidak merata.
Saluran-saluran dapat dilengkapi bermacam-macam bangunan yang
berfungsi untuk mempermudah pengaturan air yang berada pada saluran yang
lebih kecil atau pada petak sawah.
Pada jaringan irigasi terdapat bangunan-bangunan pelengkap yang terdiri
dari

Tanggul-tanggul untuk melindungi daerah irigasi dari banjir. Biasanya


dibangun disepanjang tepi sungai sebelah hulu bendung atau sepanjang
saluran primer.

Kisi-kisi penyaring untuk mencegah tersumbatnya bangunan (pada sipon


atau gorong-gorong)

Jembatan dan jalan penghubung dari desa untuk keperluan penduduk.


Selain bagunan utama dan pelengkap terdapat bangunan pengontrol yang

terdiri dari bangunan bagi, sadap, bagi sadap, bangunan terjun, talang, got miring.
Sebelum diambil keputusan, terlebih dahulu dicek apakah apakah daerah ini
tidak mungkin diari selamanya atau hanya untuk sementara saja. Jika sudah pasti
tidak bisa ditanami, daerah ditandai pada peta. Daerah semacam ini dapat
digunakan

sebagai

pemukiman,

pedesaan,

dan

daerah

lai

selain

persawahan/perkebunan.
Dalam pembagian petak tersier dan kuarter harus diperhatikan keadaan
lapangan dan batas-batas alam yang ada misalnya saluran-saluran lama, sungai,
jalan

raya,

kereta

api

dan

sebagainya.

Perencanaan

jaringan

irigasi

mempertimbangkan faktor-faktor seperti medan lapangan, ketersediaan air dan


lain-lain. Sebelum merencanakan suatu daerah irigasi terlebih dahulu harus
diadakan penyelidikan mengenai jenis-jenis tanah pertanian yang akan
dikembangkan, bagian yang akan dilewati jaringan irigasi (kontur, sungai, desa,
dan lainnya). Keseluruhan proses tersebut harus mempertimbangkan faktor
ekonomis dan dampak setelah serta sebelum pelaksanaan proyek.
Dasar tiap-tiap sistem adalah membawa air irigasi ke tempat yang mungkin
diairi. Daerah yang tidak dapat diari dapat digunakan sebagai daerah non
persawahan misalnya perumaha. Sistem yang direncanakan harus mudah
dimengerti dan memperhatikan faktor pemberian air serta pemanfaatan daerah
yang lebih efektif. Data yang dibutuhkan untuk daerah perencanaan daerah irigasi
adalah keadaan topografi, gambaran perencanaan atau

pelaksanaan jaringan

utama, kondisi hidrometeorologi untuk menentukan kebutuhan air irigasi atau


pembuangan, serta daerah-daerah tergenang atau kering.

Saluran irigasi direncanakan dengan mempertimbangkan garis kontur,


sistem irigasi menggunakan sistem grafitasi, yaitu air mengalir karena gaya tarik
bumi dari tempat tinggi ke tempat yang lebih rendah. Sebagai contoh, saluran
pembawa biasanya dibuat sejajar searah dengan kontur yang akan mengalirkan air
dari puncak bagian atas menuju ke bawah melalui lembah kontur.
2.2.1 Gambaran Daerah Rencana
Sistem jaringan irigasi yang akan direncanakan digambar terlebih dahulu.
Hal penting dalam penggambaran adalah pengetahuan tentang peta. Degan
pertolongan peta dapat diketahui daerah irigasi rencana, letak tempat-tempat, jalan
kereta, aliran sungai dan lain-lain. Tahapan dalam perencanaan adalah
pendahuluan dan tahap perencanaan akhir.
Dalam peta tergambar garis kontur daerah ini. Dari garis kontur terlihat
bahwa topografi daerah tidak terlalu datar. Pada beberapa daerah terdapat
cekungan-cekungan dan bukit-bukit. Elevasi tertinggi adalah 110 dan elevasi
terendah adalah 92,5. Pada daerah ini terdapat satu sungai besar yang dapat
dimanfaatkan sebagai sumber air pada daerah irigasi. Daerah tepi sungai adalah
daerah yang potensial untuk daerah persawahan sehingga darah ini sebagian besar
digunakan untuk petak tersier. Jenis tanah daerah ini adalah loam yang sangat baik
untuk pertumbuhan tanaman.
Petak yang diambil sebagai percontohan adalah petak tersier. Petak ini
kemudian digambar detail dengan skala 1 : 2500.
2.2.2 Lay Out Jaringan Irigasi
Lay Out jaringan irigasi adalah suatu cara yang membedakan bagian-bagian
yang terdapat dalam irigasi bentuknya serupa Lay Out Map. Lay Out Map berisi
skema jaringan irigasi. Tujuan pembuatan skema jaringan irigasi adalah
mengetahui jaringan irigasi, bangunan irigasi, serta daerah-daerah yang diairi
meliputi luas, nama dan debit.
Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan:

Bangunan utama (head work)

Sistem saluran pembawa (irigasi)

Sistem saluran pembuang (drainase)

Primer unit, sekunder unit, tersier unit.

Lokasi bangunan irigasi

Sistem jalan

Non irigated area (lading)

Non irigatable area (tidak dapat dialiri)

Misalnya :
a) daerah dataran tinggi
b) rawa (daerah yang tergenang)
Saluran pembawa adalah saluran yang membawah air irigasi dari bangunan

utama ke petak-petak sawah. Ada empat macam saluran pembawa, yaitu saluran
primer, sekunder, tersier, dan kuarter.
Prinsip pembuatan saluran primer adalah direncanakan bedasarkan titik
elevasi tertinggi dari daerah yang dapat dialiri. Jika daerah yang dialiri diapit oleh
dua buah sungai, maka saluran dibuat mengikuti garis prmisah air. Saluran
sekunder direncanakan melalui punggung kontur.
Selain saluran pembawa, pada daerah irigasi harus terdapat saluran
pembuang. Saluran pembuang dibuat untuk menampung buangan (kelebihan) air
dari petak sawah. Sistem pembuangan ini disebut sistem drainase. Tujuan sistem
drainase adalah mengeringkan sawah, membuang kelebihan air hujan, dan
membuang kelebihan air irigasi. Saluran pembuangan di buat di lembah kontur.
Dasar perencanaan lahan untuk jaringan irigasi adalah unit tersier. Petak
tersier adalah petak dasar disuatu jaringan irigasi yang mendapatkan air irigasi
dari suatu bangunan sadap tersier dan dilayani suatu suatu jaringan tersier. Faktorfaktor yang harus dipertimbangkan dalam pembuatan Lay Out tersier adalah :

Luas petak tersier

Batas-batas petak

Bentuk yang optimal

Kondisi medan

Jaringan irigasi yang ada

Eksploitasi jaringan
Batas-batas untuk perencanaan lahan untuk daerah irigasi

1. Batas alam

Topografi (puncak gunung)

Sungai

Lembah

2. Batas Administrasi
Untuk perencanaan detail jaringan pembawa dan pembuang diperlukan peta
topografi yang akurat dan bisa menunjukkan gambaran-gambaran muka tanah
yang ada. Peta topografi tersebut bisa dieroleh dari hasil pengukura topografi atau
dari foto udara. Peta tersebut mencakup informasi yang berhubungan dengan :
1. Garis kontur dengan interval
2. Batas petak yang akan dicat
3. Tata guna tanah, saluran pembuang dan jalan yang sudah ada serta
bangunannya
4. Tata guna tanah administratif
Garis kontur pada peta menggambarkan medan daerah yang akan
direncanakan. Topografi suatu daerah akan menentukan Lay Out serta konfigurasi
yang paling efektif untuk saluran pembawa atau saluran pembuang. Dari
kebanyakan tipe medan Lay Out yang cocok digambarkan secara sistematis. Tiap
peta tersier yang direncanakan terpisah agar sesuai dengan batas alam dan
topografi. Dalam banyak hal biasanya dibuat beberapa konfigurasi Lay Out
jaringan irigasi dan pembuang.
Klasifikasi tipe medan sehubungan dengan perencanaan daerah irigasi :
1. Medan terjal kemiringan tanah 2 %

Medan terjal dimana tanahnya sedikit mengandung lempun rawan


erosi karena aliran yang tidak terkendali. Erosi terjadi jika
kecepatan air pada saluran lebih batas ijin.hal ini menyebabkan
berkurangnya debit air yang lewat, sehingga luas daerah yng dialiri
berkurang. Lay Out untuk daerah semacam ini dibuat dengan dua

alternatif.
Kemiringan tercuram dijumpai dilereng hilir satuan primer.
Sepasang saluran tersier menggambil air dari saluran primer di

kedua sisi saluran sekunder.


Saluran tersier pararel dengan saluran sekunder pada satu sisi dan
memberikan airnya ke saluran kuarter garis tinggi, melalui boks
bagi kedua sisinya.

2. Medan gelombang, kemiringan 0,25-2,3%


Kebanyakan petak tersier mengambil airnya sejajar dengan saluran
sekunder yang akan merupakan batas petak tersier pada suatu sisi. Batas
untuk sisi yang lainnya adalah saluran primer. Jika batas-batas alam atau
desa tidak ada, batas alam bawah akan ditentukan oleh trase saluran garis
tinggi dan saluran pembuang. Umumnya saluran yang mengikuti lereng
adalah saluran tersier. Biasanya saluran tanah dengan bangunan terjun di
tempat-tempat tertentu. Saluran kuarter akan memotong lereng tanpa
bangunan terjun dan akan memberikan air karena bawah lereng.
Kemungkinan juga untuk memberikan air ke arah melintang dari sawah
satu ke sawah yang lain.
3. Medan berombak, kemiringan tanahnya 0,25-2% umumnya kurang dari
1%
Saluran tersier diatur letaknya di kaki bukit dan memberikan air dari
salah satu sisi. Saluran kuarter yang mengalir paralel atau dari kedua sisi
saluran kuarter yang mungkin mengalir ke bawah punggung medan.
Saluran pembuang umumnya merupakan saluran pembuang alami yang
letaknya cukup jauh dari saluran irigasi. Saluran pembuang alami biasanya
akan dilengkapi sistem punggung medan dan sistem medan. Situasi

dimana saluran irigasi harus melewati saluran pembuang sebaiknya harus


dihindari.
4. Medan sangat datar, kemiringan tanah 0,25%
Bentuk petak irigasi direncanakan dengan memperhatikan hal-hal
sebagai berikut:

Bentuk petak sedapat mungkin sama lebar dan sama panjang


karena bentuk yang memanjang harus dibuat saluran tersier yang
panjang akan menyulitkan pemeriksaan pemberian air dan
pemeliharaan juga menyebabkan banyaknya air yang hilang karena
rembesan ke dalam tanah dan bocoran keluar saluran.

Petak yang panjang dengan saluran tersier ditengah-tengah petak


tidak memberi cukup kesempatan pada air untuk meresap kedalam
tanah karena jarak pengangkut yang terlalu pendek.

Tiap petak yang dibuat harus diberi batas nyata dan tegas agar
tidak terjadi keraguan dalam pemberian air.

Tiap bidang tanah dalam petak harus mudah menerima dan


membuang air yang sudah tidak berguna lagi.

Letak petak berdekatan dengan tempat-tempat pintu pengambilan.


Maksudnya agar pemeriksaan pemberian air pada intake tersier
mudah dijalani petugas.

Di beberapa petak tersier ada bagian-bagian yang tidak diairi karena


berbagai alasan, misalnya :

Jenis tanah tidak cocok untuk pertanian


Elevasi tanah terlalu tinggi
Tidak ada petani penggarap
Tergenang air

Kecocokan tanah di seluruh daerah dipelajari dan dibuat rencana secara optimal
sehingga dapat diputuskan bentuk jaringan tersiernya.

A. Keadaan Topografi
Untuk perencanaan detail jaringan irigasi tersier dan pembuang, diperlukan
peta topografi yang secara akurat menunjukkan gambaran muka tanah yang ada.
Untuk masing-masing jaringan irigasi dan digunakan titik referensi dan elevasi
yang sama.
Peta-peta ini dapat diperoleh dari hasil-hasil pengukuran topografi (metode
terestris) atau dari foto udara (peta ortofoto). Peta-peta ini harus mencakup
informasi yang berkenaan dengan :

Garis-garis kontur

Batas-batas petak sawah

Tata guna lahan

Saluran irigasi, pembuang dan jalan-jalan yang ada beserta bangunannya

Batas-batas administratif (desa, kampung)

Rawa dan kuburan

Bangunan
Skala peta dan interval garis-garis kontur bergantung kepada keadaan

topografi :
Tabel. Definisi Medan untuk Topografi Makro
Kontur Medan
Sangat Datar
Datar
Bergelombang
Terjal

Kemiringan Medan
<0,25 %
0,25 - 1,0 %
1-2%
>2 %

Skala
1: 5000
1 : 5000
1 : 2000
1 : 2000

Interval
0,25
0,5
0,5
1,0

Selain itu juga akan diperhatikan kerapatan atau densitas titik-titik di petakpetak sawah agar arah aliran antar petak dapat ditentukan.
Peta ikhtisar harus disiapkan dengan skala 1 : 25000 dengan lay out
jaringan utama dimana petak tersier terletak. Peta ini harus mencakup trase
saluran pembuang, batas-batas petak tersier dan sebagainya. Untuk penjelasan

yang lebih rinci mengenai pengukuran dan pemetaan, lihat persyaratan teknis
untuk Pemetaan Terestris dan pemetaan ortofoto.
B. Gambar-gambar Perencanaan Jaringan yang ada ( As Buildrawing)
Di daerah-daerah yang sudah ada fasilitas irigasinya, diperlukan data-data
perencanaan yang berhubungan dengan daerah-daerah irigasi, kapasitas saluran
irigasi dan muka air maksimum dari saluran-saluran yang ada dan gambar-gambar
purbalaksanan (kalau ada), untuk menentukan tinggi muka air dan debit rencana.
Jika data-data ini tak tersedia, maka untuk menentukan tinggi muka air
rencana pada pintu sadap dan elevasi bangunan sadap lainnya harus dilaksanakan
pengukuran.
2.2.3 Skema Sistem Jaringan Irigasi
Skema jaringan irigasi merupakan penyederhanaan dari tata letak jaringan
irigasi yang menunjukkan letak bangunan irigasi yang penting. Skema jaringan
irigasi mempertimbangkan hal sebagai berikut :
1. Saluran primer, sekunder dan bangunan sadap menuju saluran tersier
digambar terlebih dahulu dengan lambang sesuai ketentuan.
2. Tiap ruas saluran diantara saluran menunjukkan luas daerah yang diairi.
Panjang

saluran

disesuaikan

dengan

panjang

sesungguhnya

dan

kapasitasnya.
3. Tiap bangunan sadap diberi nama bangunan, luas, kapasitas bangunan
serta saluran yang akan diari.
4. Lokasi dan nama pembendung air ditulis.
5. Arah aliran sungai ditunjukkan.
6. Ditulis juga nama bangunan pelengkap serta bangunan kontrol lainnya.

2.2.4 Petak Tersier Percontohan


Perencanaan jaringan irigasi tersier harus sedemikian sehingga pengelolaan
air dapat dilaksanakan dengan baik. Untuk mendapatkan hasil perencanaan yang
baik prlu diperhatikan hal sebagai berikut :
A. Petak Tersier Ideal
Petak tersier ideal adalah petak yang masing-masing pemilik sawahnya
memiliki pengambilan sendiri dan dapat membuang kelebihan air langsung ke
jaringan pembuang.
Para petani dapat mengangkut hasil pertanian dan peralatan mesin atau
ternaknya dari dan kesawah melalui jalan petani yang ada.
B. Ukuran Petak Tersier dan Kuarter
Ukuran optimum suatu petak tersier adalah 50-100 ha. Ukuran ini dapat
ditambah sehingga 15 ha, jika keadaan topogrfi memaksa. Di petak tersier yang
berukuran kecil, efisiensi irigasi akan lebih tinggi karena :
1. Diperlukan titik pembagi yang lebih
2. Saluran-saluran yang lebih pendek menyebabkan kehilangan air yang
kecil
3. Lebih sedikit petani yang terlibat kerja sama lebih baik
4. Pengaturan air yang lebih baik sesuai dengan kondisi tanaman
5. Perencanaan lebih fleksibel sehubungan dengan batas-batas desa
Kriteria umum untuk pengembangan petak tersier :
Ukuran petak tersier

: 5-100 hektar

Ukuran petak kuarter

: 8-15 hektar

Panjang saluran tersier

: 1500 meter

Panjang saluarn kuarter

: 500 meter

Jarak antara saluran kuarter dan pembuang

: 300 meter

C. Batas Petak
Batas berdasarkan pada kondisi topografi. Daerah itu hendaknya diatur
sebaik mungkin, sedemikian hingga satu petak tersier terletak dalam satu daerah
administrative desa agar eksploitasi dan pemeliharaan jaringan lebih baik.
Jika ada dua desa di petak tersier yang sangat luas maka dianjurkan untuk
membagi petak-petak tersebut menjadi dua petak subtersier yang berdampingan
sesuai dengan daerah desa masing-masing.
Batas-batas petak kuarter biasanya akan berupa saluran irigasi dan
pembuangan kuarter yang memotong kemiringan medan dan saluran irigasi serta
pembuangan kuarter yang memotong kemiringan medan. Jika mungkin batas ini
bertepatan dengan batas-batas hak milik tanah.
2.3 Bangunan Utama
Bendung adalah suatu bangunan air dengan kelengkapan yang dibangun
melintang sungai atau sudetan yang sengaja dibuat untuk meninggikan taraf muka
air atau untuk mendapatkan tinggi terjun, sehingga air dapat disadap dan dialirkan
secara gravitasi ke tempat yang membutuhkannya. Sedangkan bangunan air
adalah setiap pekerjaan sipil yang dibangun di badan sungai untuk berbagai
keperluan.
Bendung tetap adalah bendung yang terdiri dari ambang tetap, sehingga
muka air banjir tidak dapat diatur elevasinya. Umumnya dibangun disungaisungai ruas hulu dan tengah.
Bendung berfungsi antara lain untuk meninggikan taraf muka air, agar air
sungai dapat disadap sesuai kebutuhan dan untuk mengendalikan aliran, angkutan
sedimen, dan geometri sungai sehingga air dapat dimanfaatkan secara aman,
efektif, efisien, dan optimal.
Bendung sebagai pengatur tinggi muka air sungai dapat dibedakan menjadi
bendung pelimpah dan bendung gerak. Bendung pelimpah terbuat dari pasangan
batu, dibangun melintang di sungai, sehingga akan memberikan tinggi air
minimum kepada bangunan intake untuk keperluan irigasi, dan merupakan

penghalang selama terjadi banjir dan dapat menyebabkan genangan di udik


bendung.
Bendung pelimpah terdiri dari tubuh bendung dan mercu bendung. Tubuh
bendung merupakan ambang tetap yang berfungsi untuk meninggikan taraf muka
air sungai. Mercu bendung berfungsi untuk mengatur tinggi air minimum,
melewatkan debit banjir, dan untuk membatasi tinggi genangan yang akan terjadi
di udik bendung.
Nama bendung, untuk penyebutan suatu bendung, yang biasanya diberi
nama sama dengan nama sungai atau sama dengan nama kampung atau desa di
sekitar bendung tersebut.
Bendung berdasarkan fungsinya dapat diklasifikasikan menjadi :
1. Bendung penyadap : digunakan sebagai penyadap aliran sungai untuk
berbagai keperluan seperti untuk irigasi, air baku, dan sebagainya.
2. Bendung pembagi banjir : dibangun di percabangan sungai untuk
mengatur muka air sungai, sehingga terjadi pemisahan antara debit banjir
dan debit rendah sesuai dengan kapasitasnya.
3. Bendung penahan pasang : dibangun di bagian sungai yang dipengaruhi
pasang surut air laut antara lain untuk mencegah masuknya air asin.
Berdasarkan tipe strukturnya bendung dapat dibedakan atas :
1. Bendung tetap
2. Bendung gerak
3. Bendung kombinasi
4. Bendung kembang kempis.
5. Bendung bottom intake
Ditinjau dari segi sifatnya bendung dapat pula dibedakan :
1. Bendung permanent seperti bendung pasangan batu beton, dan kombinasi
beton dengan pasangan batu.
2. Bendung semi permanen seperti bendung bronjong, cerucuk kayu dan
sebagainya.

3. Bendung darurat, yang dibuat oleh masyarakat pedesaan seperti, bendung


tumpukan batu dan sebagainya.
2.3.1 Tata Letak Bendung dan Perlengkapannya
Bendung tetap yang terbuat dari pasangan batu untuk keperluan irigasi
terdiri atas berbagai komponen yang mempunyai fungsi masing-masing.
Komponen utama bendung itu yakni :
1. Tubuh bendung, antara lain terdiri dari ambang tetap dan mercu bendung
dengan bangunan peredam energinya.
2. Bangunan intake, antara lain terdiri lantai / ambang dasar, pintu, dinding
banjir, pilar, penempatan pintu, saringan sampah, jembatan pelayan, rumah
pintu, dan perlengkapan lainnya.
3. Bangunan pembilas, dengan undersluice atau tanpa undersluice, pilar
penempatan pintu, pintu bilas, jembatan pelayan, rumah pintu, saringan
batu, dan perlengkapan lainnya.
4. Bangunan perlengkapan lain yang harus ada pada bendung antara lain
yaitu tembok pangkal, sayap bendung, lantai udik dan dinding tirai,
pengarah arus tanggul banjir dan tanggul penutup atau tanpa tanggul,
penangkap sedimen atau tanpa penangkap sedimen, tangga, penduga muka
air, dan sebagainya.
5. Pengaturan penempatan bagian-bagian bendung tersebut sedemikian rupa
sehingga dapat memenuhi fungsinya. Yang paling penting dalam
menempatkan bagian-bagian bendung ini yaitu bangunan intake dan
pembilas selalu terletak berdampingan atau menjadi satu kesatuan.
Bangunan tubuh bendung ditempatkan tegak lurus aliran sungai dan pilar
pembilas. Selanjutnya pengaturan tata letak bendung dan perlengkapannya
diuraikan sebagai berikut :
6. Tubuh bendung, diletakkan kurang lebih tegak lurus aliran sungai saat
banjir sedang dan sedang. Maksudnya agar aliran utama yang menuju dan
keluar bendung terbagi merata, sehingga tidak menimbulkan pusaranpusaran aliran di udik bangunan pembilas dan intake.

7. Intake, selalu merupakan satu kesatuan dengan bangunan pembilas dan


tembok pangkal udiknya. Biasa diletakkan dengan sudut pengambilan arah
tegak lurus (90) atau menyudut (45 - 60) terhadap sumbu bangunan
pembilas. Diupayakan berada di tikungan luar aliran sungai, sehingga
dapat mengurangi sedimen yang akan masuk ke intake.
8. Bangunan pembilas, selalu terletak berdampingan dan satu kesatuan
dengan intake, di sisi bentang sungai dan bagian luar tembok pangkal
bendung. Bersama-sama dengan intake dan tembok pangkal bendung yang
diletakkan sehingga sedemikian rupa dapat membentuk suatu tikungan
luar aliran (helicoidal flow).
9. Tembok pangkal, diletakkan dikedua pangkal tubuh bendung yang
umumnya dibuat dengan bentuk tegak, adakalanya lurus atau membuka ke
arah hilir. Berfungsi sebagai penahan tanah, pencegah rembesan samping
pangkal jembatan, pengarah aliran dari udik, dan sebagai batas bruto
bendung.
2.3.2 Bangunan Utama Bendung
A. Mercu Bendung (p)
Mercu bendung yaitu bagian teratas tubuh bendung dimana aliran dari udik
dapat melimpah ke hilir. Fungsinya sebagai penentu tinggi muka air minimum di
sungai bagian udik bendung, Sebagai pengempang sungai dan sebagai pelimpah
aliran sungai. Letak mercu bendung bersama-sama tubuh bendung diusahakan
tegak lurus arah aliran yang menuju bendung terbagi rata.
Tinggi mercu bendung (p) yaitu ketinggian antara elevasi lantai udik dan
elevasi mercu. Dalam penentuan tinggi mercu bendung, belum ada rumus atau
ketentuan yang pasti. Hanya berdasarkan pengalaman dengan stabilitas bendung.
Yang harus diperhatikan dalam menentukan tinggi mercu bendung :

Kebutuhan penyadapan untuk memperoleh debit dan tinggi tekan.


Kebutuhan tinggi energi untuk pembilasan.
Tinggi muka air genangan yang akan terjadi.
Kesempurnaan aliran pada bending.
Kebutuhan pengendalian angkutan sedimen yang terjadi di bending

B. Panjang Mercu Bendung (bb)


Panjang mercu bendung disebut juga lebar bentang bendung, yaitu jarak
antara dua tembok pangkal bendung (abutment), termasuk lebar bangunan
pembilas dan pilar-pilarnya. Dalam penentuan panjang mercu bendung, yang
harus diperhatikan :

Kemampuan melewatkan debit desain dengan tinggi jagaan yang cukup.


Batasan tinggi muka air genangan maksimum yang diijinkan pada debit
desain

Oleh karena itu, panjang mercu bendung dapat diperkirakan :

Sama lebar dengan rata-rata sungai stabil atau pada debit penuh alur (bank
full dishcharge)

Umumnya diambil sebesar 1,2 kali lebar sungai rata-rata pada ruas sungai
yang stabil

C. Panjang Mercu Bendung Efektif (be)


Panjang mercu bendung efektif adalah panjang mercu bendung bruto (bb)
dikurangi dengan lebar pilar dan pintu pembilas. Artinya panjang mercu bendung
yang efektif melewatkan debit banjir desain.
Panjang mercu bendung efektif dapat diukur dengan cara :
Be = bb 2 (n kp + ka)H
Ket :
Be
Bb
N
Kp
Ka
H

:
:
:
:
:
:

Panjang mercu bendung bruto, m


Jumlah pilar pembilas
Koefisien kontraksi pilar
Koefisien kontraksi pangkal bendung
Tinggi energi
Tinggi energi diatas mercu bending

2.3.3 Bangunan Intake


Bangunan intake adalah suatu bangunan pada bendung yang berfungsi
sebagai penyadap aliran sungai, mengatur pemasukan air dan sedimen, serta
menghindarkan sedimen dasar sungai dan sampah masuk ke intake.
Intake terdiri dari bermacam jenis, yaitu :
1. Intake biasa, yang umum direncanakan yaitu intake dengan pintu
berlubang satu atau lebih dan dilengkapi dengan pintu dinding banjir.
2. Intake gorong-gorong , tanpa pintu di bagian udik. Pintu diletakkan di
bagian hilir gorong-gorong.
3. Intake frontal, intake diletakkan di tembok pangkal, jauh dari bangunan
pembilas atau bendung.
A. Lantai intake
Lantai intake dirancang datar, tanpa kemiringan. Di hilir pintu lantai dapat
berbentuk kemiringan dan dengan bentuk terjunan sekitar 0,5 m. Lantai intake
bila di awal kantong sedimen bias berbentuk datar dan dengan kemiringan
tertentu. Ketinggian lantai intake, bila intake ditempatkan pada bangunan
pembilas dengan undersluice :

Sama tinggi dengan plat lantai undersluice

Sampai dengan 0,5 m di atas plat undersluice

Tergantung pada keadaan

0,5 m jika sungai mengangkut lanau

1 m jika sungai mengangkut pasir dan kerikil

1,5 m jika sungai mengangkut kerikil dan bongkah

B. Lebar dan Tinggi Lubang


Lebar lubang intake dapat dihitung dengan rumus pengaliran :
Qi = c b h

Atau
Qi = b a (2gz)
Ket :
Qi
C,
A
G
Z

:
:
:
:
:

debit intake, m/dt


koefisien pengaliran
tinggi bukaan lubang, m
percepatan gravitasi, m/dt
kehilangan tinggi energi, m

2.3.4 Bangunan Pembilas


A. Definisi dan Fungsi
Bangunan pembilas adalah salah satu perlengkapan pokok bendung yang
terletak di dekat dan menjadi satu kesatuan dengan intake. Berfungsi untuk
menghindarkan angkutan muatan sedimen dasar dan mengurangi angkutan
muatan sedimen layang masuk ke intake.
1. Dimensi Bangunan Undersluice
2. Pembilas undersluice lurus
a. Mulut undersluice diletakkan di udik mulut intake dengan arah tegak
lurus aliran menuju intake atau menyudut 45 terhadap tembok
pangkal. Lebar mulut harus lebih besar daripada 1,2 kali lebar intake.
b. Lebar pembilas total diambil 1/6-1/10 dari lebar bentang bendung,
untuk sungai-sungai yang lebarnya kurang dari 100 meter. Lebar satu
lubang maksimum 2,5 m untuk kemudahan operasi pintu, dan jumlah
lubang tidak lebih dari tiga buah.
c. Tinggi lubang undersluice diambil 1,5 m, usahakan lebih tinggi dari
1m tetapi tidak lebih tnggi dari 2m
d. Elevasi lantai lubang direncanakan :

Sama tinggi dengan lantai udik bendung

Lebih rendah dari lantai udik bendung

Lebih tinggi dari lantai udik bendung

3. Pintu pembilas

Fungsi pintu bawah untuk pembilasan sedimen yang terdapat di dalam, di


udik dan di sekitar mulut underesluice. Jenis pintu umumnya pintu sorong,
untuk satu lubang pintu sorong lebar maksimum 2,5m. Sedangkan untuk
pintu yang dioperasikan dengan mesin dibuat antara 2,5-5m.
4. Pilar pembilas
Pilar pembilas berfungsi untuk penempatan pintu-pintu, undersluice dan
perlengkapan lainnya. Lebar pilar sisi bagian luar dapat diambil sampai
dengan 2 m dan sisi bagian dalam antara 1 1,5 m.
5. Sponeng dan stang pintu
Berfungsi untuk menahan tekanan air pada pintu.berukuran 0.,25 x 0,25 m
atau 0,25 x 0,3 m. Sedangkan stang pintu berfungsi untuk mengangkat dan
menurunkan pintu.
6. Tembok baya-baya
Berfungsi untuk mencegah angkutan sedimen dasar meloncat dari udik
bendung ke atas plat undersluice. Tinggi mercu tembok baya-baya diambil
antara 0,5 m dan 1 m di atas mercu bendung.
7. Pembilas Shunt Undersluice
Shunt undersluice adalah bangunan undersluice yang penempatannya di
luar bentang sungai dan atau di luar pangkal bendung, di bagian samping
melengkung ke dalam dan terlindung di belakang tembok pangkal.
2.3.5 Bangunan Peredam Energi
A. Definisi dan Fungsi
Bangunan peredam energi bendung adalah struktur dari bangunan di hilir
tubuh bendung yang terdiri dari beberapa tipe, bentuk dan di kanan kirinya
dibatasi oleh tembok pangkal bendung dilanjutkan dengan tembok sayap hilir
dengan bentuk tertentu.
Fungsi Bangunan adalah untuk meredam energi air akibat pembendungan,
agar air di hilir bendung tidak menimbulkan penggerusan setempat yang
membahayakan struktur.

B. Tipe Bangunan Peredam Energi Bendung


Bangunan peredam energi bendung terdiri atas berbagai macam tipe antara
lain yaitu :
1. Lantai hilir mendatar, tanpa atau dengan ambang akhir dan dengan atau
tanpa balok lantai.
2. Cekung masif dan cekung bergigi
3. Berganda dan bertangga
4. Kolam loncat air
5. Olam bantalan air dan lain-lain
Disamping itu bangunan peredam energi dikenal pula dengan istilah lain
yaitu tipe :

Vlughter

USBR

SAF

Schooklitch

MDO, MDS dan MDL

Dll

C. Faktor Pemilihan Tipe


Dalam memilih tipe bangunan peredam energi sangat bergantung kepada
kepada berbagai faktor antara lain :

Tinggi pembendungan,
Keadaan geoteknik tanah dasar misalnya jenis batuan, lapisan, kekerasan

tekan, diameter butir, dsb,


Jenis angkutan sedimen yang terbawa aliran sungai,
Kemungkinan degradasi dasar sungai yang akan terjadi di hilir bendung,
Keadaan aliran yang terjadi di bangunan peredam energi seperti aliran
tidak sempurna/tenggelam, loncatan aliran yang lebih rendah atau lebih
tinggi dan sama dengan kedalaman muka air hilir (tail water).

D. Prinsip Pemecahan Energi

Prinsip pemecahan energi pada bangunan peredam energi adalah dengan


cara menimbulkan gesekan air dengan lantai dan dinding struktur, gesekan air
dengan air, membentuk pusaran air berbalik vertikal ke atas dan ke bawah serta
pusaran arah horizontal dan menciptakan benturan aliran ke struktur serta
membuat loncatan air di dalam ruang olakan.
E. Design Hidrolik Peredam Energi
1. Peredam energi tipe MDO
Peredam energi lantai hilir datar dengan ambang akhir.
a. Umum
Bangunan peredam energi tipe ini dikenal dengan istilah tipe
vlughter, tipe MDO dan MDS. Tipe yang disebut belakangan
dikembangkan dari hasil percobaan pengaliran oleh Ir. Moh Memed, Dipl.
HE, Dkk. Di laboratoriom hidrolika, DPMA, semenjak tahun 1970-an.
Tipe ini dipilih untuk peredam energi bendung yang berlokasi disungaisungai dengan angkutan sedimen dominan fraksi kerikil dan pasir.
Berdasarkan berpuluh-puluh design bendung dengan peredam energi tipe
vlughter, setelah diperiksa dengan uji model fisik ternyata ukurannya tidak
cocok dan harus dimodifikasi. Salah satu tipe penggantinya yaitu tipe
MDO dan MDS. Tipe vlughter harus dimodifikasi menjadi tipe MDO
karena antara lain parameter elevasi dasar sungai dan tinggi air di hilr
peredam energi dalam rumus vlughter belum dimasukan.
b.

Definisi dan fungsi


Bangunan peredam energi bendung tipe lantai hilir datar dengan
ambang akhir adalah bagian di hilir bendung yang merupakan kolam olak
terdiri atas lantai hilir mendatar, tanpa lengkungan pada transisi antara
bidang hilir tubuh bendung dan lantai horizontal.

c.

Bentuk hidraulik
Bentuk hidraulik bangunan, yaitu :
Mercu bendung bertipe bulat
Tubuh bendung bagian hilir tegak sampai dengan kemiringan 1 : 1

Tanpa lengkungan di pertemuan kaki bendung dan lantai


Lantai hilir berbenntuk datar tanpa kemiringan
Berambang akhir bentuk kotak-kotak di bagian akhir lantai hilir
Harus dilengkapi dengan tembok sayap hilir bentuk miring dan

ujungnya dimasukkan ke dalam tebing


Terdiri atas 2 bentuk, yaitu : lantai datar tanpa olakan (MDO) dan
dengan olakan (MDS)
Untuk menambah keamanan tepat di hilir ambang akhir dan di kaki
tembok sayap dipasang rip-rap dari batu berdiameter antara 0,3 m
0,4 m.
2. Peredam energi tipe SAF
Kolam Olakan SAF ( Saint Anthony Falls ). Kolam ini disarankan
digunakan pada struktur yang kecil, misalnya, saluran pelimpah, bagian
terluar dan struktur kanal yang kecil, dimana F1 = 1,7 sampai 17.
pengurangan panjang kolam olakan yang diperoleh melalui pemakaian
peralatan yang dirancang untuk kolam yang bersangkutan adalah 80%
(70 90 )%.
Data data mengenai rancangan Kolam olakan SAF ini yang didapatkan
dari penemuannya Blaseidel adalah sebagai berikut :
a.

Panjang kolam olakan LB untuk bilangan Froude antara 1,7


sampai 17, adalh diperoleh dari persamaan LB = 4,5 y2/F10,76.

b.

Tinggi blok muka kolam olakan dan blok lantai adalah y 1, lebar
dan jaraknya kira-kira 0,75y1.

c.

Jarak antara ujung hulu kolam olakan sampai ke lantai blok


adalah LB / 3.

d.

Blok dasar harus meliputi antara 40 sampai 55% lebar kolam


olakan.

e.

Kedalaman air bawah diatas lantai kolam olakan y 2= (1,10


F12/120)y2, untuk F1=1,7 sampai 5,5 ; y2 =0,85y2 untuk F1=5,5
sampai 11 ; y2=(1- F12/800)y2 untuk F1 = 11 sampai 17.

Tinggi

f.

dinding

samping

diatas

kedalaman

air

bawah

maksimum, diberikan oleh z = y2/3, berlaku selama struktur


digunakan.
Dinding penopang, tingginya harus sama dengan tinggi dinding

g.

samping kolam olakan. Puncak dinding penunjang harus mempunyai


kemiringan 1:1.
Pengaruh masuknya udara pada perancangan kolam olakan,

h.

diabaikan.
3. Peredam tipe USBR II
Kolam Olakan USBR II. Disarankan untuk digunakan pada
struktur yang besar, misalnya, saluran pelimpah besar, struktur kanal yang
besar, dan lain lain, juga untuk F1 > 4,5. panjang loncatan dan kolam
olakan terpendek kira-kira 33%, dengan mengunakan alat tambahan.
Aturan aturan untuk perancangan kolam olakan USBR II :
1. Tentukan

elevasi

lantai

lindung

untuk

memanfaatkan

seluruh

kedalaman air bawah lanjutan, ditambah faktor keamanan yang


diperlukan.

Untuk

menambah

faktor

keamanan,

disarankan

ditambahkannya penguatan keamanan minimum sebesar 5% pada


kedalaman lanjutan.
2. Kolam olakan II mungkin efektif untuk bilangan Froude sampai 4,
tetapi untuk nilai-nilai yang lebih kecil, tidak ada akan efektif lagi.
Untuk bilangan Froude yang lebih rendah, disarankan digunakan
rancangan penekanan gelombang.
3. Tinggi blok saluran tajam sama dengan kedalaman aliran masuk kolam
olakan D1. lebar dan selang sebaiknya hampir sama dengan D1. kalau
bisa

lebar

selang

0,5D1

untuk

memperkecil

semburan

dan

mempertahankan tekanan yang diinginkan.


4. Tinggi ambang gerigi sama denan 0,2 D2, dan lebar serta selang
maksimum yang disarankan adalah 0,15D2 kemiringan bagian
kontinyu dari ujung ambang adalah 2 :1.

Gambar. Kolam olakan tipe USBR II

4. Peredam tipe USBR IV


Kolam Olakan USBR IV. Kolom ini dianjurkan digunakan untuk
loncatan hidrolik yang nilai F1 = 2,5 sampai 4,5, dan biasanya nilai ini
terjadi pada struktur struktur kanal dan bendungan pengelak. Rancangan
ini sangat memperkecil gelombang-gelombang yang terbentuk pada
loncatan yang tidak sempurna. Kolam olakan IV hanya dapat digunakan
untuk penampang lintang persegi panjang.

Gambar. Kolam olakan tipe USBR IV

F. Tembok Sayap, Tembok Pangkal dan Pengarah Arus


1. Tembok Sayap Hilir
a. Definisi tembok sayap hilir adalah tembok sayap yang terletak di
bagian kanan dan kiri peredam energi bendung yang menerus ke hilir
dari tembok pangkal bendung dengan bentuk dan ukuran yang
berkaitan dengan ukuran peredam energi. Fungsinya sebagai pembatas,
pengrah arus, penahan gerowongan dan longsoran tebing sungai di
hilir bangunan dan pencegah aliran samping.
b. Ukuran tembok sayap :

Panjang tembok bagian yang lurus, yaitu 1/2Lp + Lx


Dimana : Lp
Lx

= Panjang lantai datar peredam energi


= Panjang tembok sayap (1,25 1,5) x L

Kemiringan tembok sayap dapat diambil denagan kemiringan 1:1

a. Tembok Pangkal Bendung


Definisi tembok pangkal bendung adalah tembok yang berada di kiri
kanan pangkal bendung dengan tinggi tertentu yang menghalangi luapan
aliran pada debit desain tertentu ke samping kiri dan kanan. Fungsinya
sebagai pengarah arus agar arah aliran sungai tegak lurus (frontal)
terhadap sumbu bendung, sebagai penahan tanah, pencegah rembasan
samping, pangkal jembatan dan sebagainya.
b. Tembok Sayap Udik dan Pengarah Arus
Definisi tembok sayap adalah tembok sayap yang menerus ke udik dari
tembok pangkal dengan bentuk dan ukuran yang disesuaikan dengan
fungsinya sebagai pengarah arus, pelindung tebing dan atau pelindung
tanggul penutup dari arus yang deras. Bentuknya miring dengan
perbandingan 1 : 1 atau 1 : 1. Pertemuannya dengan tembok pangkal
dibuat menyudut kurang lebih 45.

BAB III
PERENCANAAN KEBUTUHAN AIR IRIGASI
3.1. Perhitungan Evaporasi Potensial
3.1.1. Metode Penman Modifikasi
Perhitungan Eto berdasarkan rumus Penman yan telah dimodifikasi untuk
perhitungan pada daerah-daerah di Indonesia adalah sebagai berikut:
Eto = Eto* .c
Eto* = W (0.7 Rs Rn1) + (1 W) .f (u).(ea ed)
Data terukur yang diperlukan adalah :

Suhu bulana rata-rata (oC)

=t

Kelembaban relatif bulanan rata-rata

= RH

Kecepatan matahari bulanan (%)

= n/N

Kecepatan angin bulanan rata-rata (m/dt) = u

Letak lintang daerah yang ditinjau

Angka koreksi (c)

Data terukur tambahan yang dibutuhkan untuk perhitungan menggunakan


rumus Penman modifikasi adalah :

Faktor yang berhubungan dengan suhu dan elevasi

Radiasi gelombang pendek, dalam satuan evaporasi


ekivalen (mm/hari) = (0.25 + 0.54 n/N) . Ra

= RH

Radiasi gelombang pendek yang memenuhi batas luar


atmosfer atau angka angot (mm/hari)

=t

=R

Radiasi bersih gelombang panjang (mm/hari)


f (t) . f (ed) . f(n/N)

= Rn1

Fungsi suhu

= Ta4

Fungsi tekana uap 0.34 0.4444.ed0,5

= f(t)

0,1 + 0,9.n/N

= f(ed)

Fungsi kecepatan angin pada ketingian 200 m (m/det)


= 0,27 (1+0,864.u)

= f(u)

Perbedaan tekanan uap jenuh dengan tekanan uap

= ea

RH.ea

= ed

Kelembapan udara relatif (%)

= RH

Setelah harga Eto* didapat, besar harga evapotranspirasi potensial (Eto)


dapat dihitung dari :
Eto = Eto* .c
Dengan :
C = angka koreksi Penman yang besarnya mempertimbangkan perbedaan
kecepatan angin (u) siang dan malam.
Dengan perhitungan Eto berdasarkan rumus Penmann adalah sebagai
berikut :
1. Mencari data suhu bulanan rata-rata (t)
2. Mencari besarnya (ea), (W), (1-W), dan f(t) dari tabel PN.1, berdasarkan
nilai suhu rerata bulanan
3. Mencari data kelembapan relatif (RH)
4. Mencari besaran (ed) berdasar nilai (ea) dan (RH)
5. Mencari besaran (ea-ed)
6. Mencari besaran f(ed) berdasarkan nilai ed
7. Mencari data letak lintang daerah yang ditinjau
8. Mencari besarnya (Ra) dari tabel PN.2, berdasarkan data letak lintang.
9. Mencari data kecerahan matahari (n/N)
10. Mencari besaran (Rs) dari perhitungan, berdasarkan (Ra) dan (n/N)
11. Mencari besaran f(n/N) berdasarkan nilai (n/N)
12. Mencari data kecepatan angin rata-rata bulanan (u)

13. Mencari besaran f(u) berdasarkan nilai u


14. Menghitung besar Rn 1 = f(t).f(ed).f(n/N)
15. Mencari besar angka koreksi (c) dari tabel PN.3
16. Mnghitung besar Eto* = W(0,75 Rs-Rn 1 ) + (1-W).f(u).(ea-ed)
17. Menghitung Eto = c.Eto*
3.1.2. Metode Blaney Criddel
Data terukur yang diperlukan dalam perhitungan ini adalah letak lintang dan
suhu udara dan angka koreksi.
Blaney Criddle (1950), menghitung Eto dengan rumus :
Eto = c . Eto*
Eto*= p . (0,475t + 8,13)
Dimana :
1. p = prosentase rata-rata jam siang harian, yang besarnya tergantung
letak lintang (LL)
2. t = suhu udara (oC)
Perhitungan Eto* umumnya menggunakan periode waktu rata-rata keadaan
iklim pada suatu bulan tertentu.
Prosedur perhitungan Eto untuk suatu bulan tertentu adalah sebagai berikut:
1.

Mencari data tentang letak daerah yang ditinjau.

2.

Mencari nilai (p) dari tabel BC.1 berdasarkan letak lintang.

3.

mencari data suhu rata-rata bulanan (t).

4.

Menghitung besar Eto* = p (0,457t + 8,13).

5.

mencari angka koreksi dari tabel BC.3 sesuai dengan bulan yang
ditinjau.

6.

Menghitung Eto = c.Eto*

3.2. Perhitungan Kebutuhan Air Tanaman


3.2.1. Kebutuhan Air Tanaman Untuk Penggunaan Konsumtif

Kebutuhan air tanaman adalah sejumlah air yang dibutuhkan untuk


mengganti air yang hilang akibat penguapan. Air yang menguap dapat melalui
permukaan air yang bebas dari muka bumi (evaporasi), atau melalui daun-daun
tanaman (transpirasi). Bila kedua proses penguapan tersebut terjadi bersamaan,
maka terjadilah proses evapotranspirasi.
Besar kebutuhan air tanaman dinyatakan dalam penggunaan konsumtif
(mm/hari), yang besarnya :
Cu = k.Eto
Dimana :

Besar air yang diperlukan saat pengolahan tanah (m3)

= Wp

Jumlah hari pengolahan tanah

=n

Tinggi air untuk pengolahan

=s

Unit Water Requirment (mm) = evaporasi = perkolasi

=d

Luas daerah yang akan dikelolah (ha)

=A

3.2.2. Kebutuhan Air Tanaman Untuk Pengolahan Tanah


Besar air yang diperlukan untuk pengelolahan tanah adalah 5-10 mm/hari,
atau ditentukan dari rumus :
Wp = [ A.S + A.d(n-1)/2 ].10
Pengelolahan tanah dilakukan 25-30 hari sebelum penanaman.
Besar air untuk pengelolahan tanah pada hari ke X di tentukan dari rumus :
Wpx = A/n.S + (X-1)d.10
Dimana :

Besar air yang diperlukan saat pengolahan tanah (m3)

Jumlah hari pengelolahan tanah

=n

Tinggi air untuk pengelolahan

=s

= Wp

Unit Water Requirement (mm) = evaporasi = perkolasi

=d

Luas daerah yang akan diolah (ha)

=A

3.2.3. Kebutuhan Air Tanaman Untuk Pembibitan


Air untuk pembibitan diberikan bersamaan dengan air untuk pengolahan
tanah, 20-30 hari sebelum penanaman. Kebutuhan airnya 5-7 mm/hari.
3.2.4. Kebutuhan Air Untuk Penggantian Lapisan Genangan
Diberikan 1-2 bulan setelah penanaman, sebesar 1,1 mm/hari.
3.3 Perhitungan Curah Hujan
3.3.1. Perhitungan Curah Hujan Andalan
Untuk menentukan curah hujan andalan digunakan cara Basic Year Method :
a. Gumbel
b. IWAI
c. Hazen plotting
d. Analisa frekuensi
e. Harza Engineering Consultante International di protek pekalen
sampean
Rumus :
R80 = n/5 +1
R90 = n/10 +1
Dengan :
R80 = curah hujan yang terjadi dengan tingkat kepercayaan 80%
R90 = curah hujan yang terjadi dengan tingkat kepercayaan 90%
3.3.2. Perhitungan Curah Hujan Efektif
Perhitungan curah hujan efektif menggunakan cara PU (Perencanaan
Umum), yaitu dengan rumus :
Reff =
Dimana :

0,7 xR80
n

R80 = curah hujan harian


n

= pembagian pola tata tanam

3.4. Perhitungan Kebutuhan Air Irigasi


Kebutuhan total irigasi yang diukur pada pintu pengambilan dalam satu
periode adalah hasil kali kebutuhanair disawah dengan faktor efisiensi dan jumlah
hari dalam satu periode penanaman.
Rumus yang digunakan :
DR = (WR x A x T) (1 x 1000)
Dengan :

Kebutuhan air irigasi pada pintu pengambilan (m3) = DR

Kebutuhan air di sawah (mm/hari) = Cu + p + WLR + Pd.Re

Luas sawah yang dialiri (ha)

Efisiensi irigasi = I

Periode waktu pemberian air = jml hari dlm1 periodex24 jamx3600 dtk =T

= WR

=A

3.4.1. Metode Kriteria Perencanaan PU


a. Kebutuhan air di sawah :
NFR = Etc +P-Re +WLR
b. Kebutuhan air irigasi untuk tanaman padi
IR = NFR/1
Dimana : 1 = efisiensi irigasi
3.4.2. Metode Water Balance
Kebutuhan air irigasi di sawah :
a. Untuk tanaman padi :
NFR = Cu + Pd + NR + P Re
b. Untuk tanaman Palawija :
NFR = Cu + P Re

Dimana :
NFR = kebutuhan air disawah (1mm/hari x 10000(24x60x60) = 1lt/dt/ha)
Cu

= Kebutuhan air tanaman (mm/hari)

Pd

= Kebutuhan air untuk kebutuhan tanaman (mm/hari)

NR = Kebutuhan air untuk pembibitan (mm/hari)


P

= Kehilangan akibat perkolasi (mm/hari)

Re = Hujan efektif (mm)


3.5. Analisa Data (terlampir)
Perhitungan Evapotranspirasi Metode Blay-Criddle
LL = 5o LU
Bulan

Suhu

Januari
Pebruari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Desember

0,27
0,27
0,27
0,28
0,28
0,28
0,28
0,28
0,28
0,27
0,27
0,27

26,050
26,190
25,825
25,325
25,450
26,325
26,525
24,495
26,375
26,525
26,075
26,130

Eto*
mm/hari
5,4094
5,4267
5,3816
5,5170
5,5330
5,6449
5,6705
5,4108
5,6513
5,4680
5,4125
5,4187

c
0,80
0,80
0,75
0,70
0,70
0,70
0,70
0,70
0,80
0,80
0,80
0,80

Eto
mm/hari
4,3275
4,3413
4,0362
3,8619
3,8731
3,9515
3,9694
4,0581
4,5211
4,3744
4,3300
4,3349

Langkah-langkah perhitungan :
1. Letak lintang 10oLS dapat diketahui T dari tabel B.C. 1
2. T dan B diketahui Eto* dapat dicari dengan rumus :
Eto*P*(0.457*T) + 8.13
3. Angka koreksi c dapat diketahui dari tabel B.C.2
4. Besar Eto dapat dihitung dengan rumus :
Eto = c.Eto*
Contoh perhitungan

a.Perhitungan evapotranspirasi metode Penman modifikasi untuk bulan


Januari
-

Diketahui suhu bulanan rata-rata = 26.05

Dari tabel P.N 1 diperoleh Ea = 33.72; w = 0.755; f (t) = 15.910

Dari soal diketahui : RH = 81.30 ; n/N = 71 ; U = 3.70

Ed = (ea x RH)/100
= (33.72 x 81.30)/100
= 27.4144 mbar

ea-ed = 33.72 27.4144 = 6.31 mbar

Nilai Ra dari tabel R.2 : 5oLU = 13.0

Rs = (0.25 + 0.54(n/N)/100) x Ra
= (0.25 + 0.54 (71)/100) x 13.0
= 8.2342 mbar

f (n/N) = 0.1+ (0.9 x (n/N))/100


= 0.1 + (0.9 x (71)) /100
= 0.1096

f (ed) = 0.34 (0.0044 x ed0.5)


= 0.34 (0.0044 x 2.41440.5)
= 0.1096

f (u)

= 0.27 x (1 + 0.864 x u)
= 0.27 x (1 + 0.864 x 3.70)
= 1.1331

Rn1 = f (t) x f (ed) x f (n/N)


= 15.910 x 0.1096 x 0.739
= 1.2889

Eto*

= w (0.75 x Rs Rn1) + {(1-w) x f (u) x (ea-ed)}


= 0.7555 (0.75 x 8.2342 1.2889) + {(1 0.755) x 1.1331 x
6.31)}
= 5.0118 mm / hr

Dari tabel P.N 1 angka koreksi c untuk bulan januari = 1.1

Eto = c x Eto*

= 0.80 x 5.4094 = 4.3275 mm / hr


Tabel 3.2 Data Curah
Hujan Harian
TAHUN 1987
Curah Hujan (mm)
Tang
gal

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31

Bulan
Ja
n

Fe
b

Mar

Ap
r

Mei

Jun

Jul

Ags

Sep

Okt

Nov

Des

11
55
4
58
34
5
28
3
7
20
5
0
0
0
17
0
5
0
0
0

0
3
9
0
0
0
0
0
48

0
49
48
2
16
4
0
0
0

9
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
18
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
5
0
0
56
22
0
0
0

96
34
2
9
7
13
4
50
27
40
20
6
4
0
0
0
0
23
0
27

119
47
0
0
13
31
14
59
0
0

22
0
0
0
0
0
0
47
0
6

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

18
0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

19
20
0
0
0
0
0
0
0
0

102
0
33
22
0
9
0
0
0
0

175
12
0
0
14
2
0
59
87

53
0
12
0
10
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

20
59
0
26
20
0
0
0
8
0
0

83
0
0
10
24
13
0
0
0
0
0

113

47

22
14
12
0
0
27
0
17
3
31
25
12
9

22

Jumla
h

71
2

60
2

75
1

15
9

36

17
2

TAHUN 1988
Curah Hujan (mm)
Tangga
l

Ja
n

Fe
b

Ma
r

Ap
r

Me
i

Bulan
Ju Ju
n
l

1
2
3
4
5
6
7
8
9

0
0
0
0
8
37
0
0
0

0
0
11
0
22
0
0
0
15

0
0
0
0
3
0
49
0
0

0
0
0
0
24
0
0
9
0

0
0
0
0
0
0
0
0
23

0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
20
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
17
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
5
0
0
0
0

39
0
0
0
0
0
0
0
0

10
11
12
13
14
15
16
17
18
19

52
0
0
0
0
0
0
12
34
0

48
0
0
0
0
49
0
0
25
0

75
0
0
0
0
0
9
22
45
14

33
13
0
38
0
16
0
0
0
0

33
10
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

20
0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
16
43
0
31
37
18
0
10
6
59
22
0
58

74
0
0
0
19
32
0
0
0
51
0

90
0
0
0
0
0
0
0
0
25
0

67
0
17
0
0
0
0
0
0
0
17

17
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

17
0
0
0
49
0
24
11
12
0
12
8
23
0
0
0
0
8
0
5
0
18

5
0
16
49
48
10
3
14
0
0
14
0
0
0
9
0
46
4
8
0
0
0

39
0
0
0
0
0
0
0
10
34

20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30

0
0
0
0
35
0
0
49
47
16
0
9
0
0
42
0
17
16
30
0
13
7
49
0
0
19
0
11
0
0
12
99

0
34

8
74

0
33

0
23

0
8

54
36

67
35

79
35

31
Jumlah

A
gs

Se
p

Ok
t

No
v

De
s

77
20
49
0
0
0
0
0
10
0
0

426

TAHUN 1989
Curah Hujan (mm)
Tangg
al

Ja
n

Fe
b

Ma
r

Ap
r

Me
i

Bulan
Ju
Jul
n

A
gs

Se
p

Ok
t

No
v

De
s

0
0
0
0
0
14
9
8
0

0
0
0
0
0
0
0
0
28

0
31
0
0
0
49
0
0
0

0
0
0
0
0
0
19
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
7
0
0
0
0
0
0

0
27
0
0
0
7
0
11
9

0
0
0
8
0
0
0
0
11

50
19
49
36
48
35
47
0
10
0
24
4
24
4
31
26

40
0
0
0
0
0
0
0
24
0

61
0
26
0
0
0
5
0
0
0

80
0
22
21
5
0
12
5
0
14
12
4
0
0
0
0

19
0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
49
0
0
0
49
0
0
0
0

54
0
0
0
32
0
0
3
0
0

19
64
19
0
10

58
0
0
9
0

0
0
48
15
0
0
0
45
0
10
8
49
23
0
0
0
0
0
0
29
10
1
0
0
9
0

0
0
0
0
0
48
0
0
13

20
21
22
23
24

0
12
0
19
41
49
45
10
16
20
1
20
49
17
21
0
0
0
0
0
10
7
0
12
0
0

0
6
0
32
15

0
0
0
0
0

0
0
0
0
0

0
0
0
0
0

35
0
0
0
0

93

25
26
27
28
29

19
10
0
0
0

0
36
30
18

0
0
48
37
0

0
0
0
24
17

0
0
0
0
0

20
0
0
0
0

0
0
0
0
0

0
0
0
0
0

0
0
0
30
44

0
0
0
0
0

30

49

17
0

94

3
0
0
46
16
11
3

57

31

8
70

73

0
33

50
46

19
41

0
36

73
18

0
0

0
0

28
10
2
30

11
0
8
6
0
27
15
1

0
23

0
52

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19

Jumlah

31
0
5
4
20

TAHUN 1990
Curah Hujan (mm)
Tangga
l

Bulan
Ju
Jul
n

Ja
n

Fe
b

Ma
r

Ap
r

Me
i

1
2
3
4
5
6
7
8
9

5
6
12
0
13
0
18
0
0

28
19
0
0
0
27
9
9
9

16
0
7
13
0
0
0
0
12

0
0
0
0
0
49
0
23
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
6
0
0
0
0
0
0

10
11
12
13
14
15
16
17
18
19

87
0
0
0
46
0
0
0
7
78
13
1
60
0
0
11
0
8
0
79

48
0
0
0
0
5
0
0
7
5
17
0
0
0
0
0
0
0
24

72
0
0
0
17
0
0
48
49
0
12
6
0
0
0
30
0
0
0
44

18
12
0
0
0
0
0
0
0
0

20
21
22
23
24
25
26
27
28

54
5
6
0
41
43
0
17
12
0
13
3
22
0
0
20
0
20
0
0

29
30

0
0

0
0

25
0

31

62
48
9

0
15
4

99
48
3

Jumlah

60
8

A
gs

Se
p

O
kt

No
v

De
s

0
0
23
12
27
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
12
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
30
0
0

6
0
0
0
0
0
0
0
0
0

62
0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

12
0
0
0
0
0
0
0
0
0

30
0
0
0
0
0
0
0
0
0

13
23
25
49
0
0
0
7
0
13
0
0
8
0
18
0
0
0
8
22

12
0
37
21
14
0
49
31
0

0
0
5
0
10
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
14
11
0

0
0
15
2
34
6

0
0

0
0

0
0

0
0

15
2
7

0
12
4

0
2
4

25

85

56
0
45
0
0
0
6
0
42
13
1
0
0
58
3

TAHUN 1991
Curah Hujan (mm)
Tangg
al

Jan

Ma
r

Ap
r

M
ei

0
25
0
42
41
0
0
0
0
10
8
49
9
0
0
16
0
0
21
3

11
18
0
13
0
0
0
0
0

0
0
0
49
0
0
0
0
0

0
0
0
0
4
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0

42
5
0
0
0
0
0
30
0
0

49
25
0
43
0
0
0
0
49
0
11
7
10
59
5
27
0
0
0
0
6
0
10
7
43
9

14
0
0
0
0
0
5
0
0
0

1
2
3
4
5
6
7
8
9

0
47
15
0
38
0
49
0
0

10
11
12
13
14
15
16
17
18
19

166
8
42
25
49
32
0
20
24
92

20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30

292
37
0
10
49
0
10
0
0
0
0

98
0
13
0
0
0
11
44
17

44
0
12
16
0
0
0
0
0
0
0

31

106
111
1

85
49
7

28
21
9

Jumlah

Bulan
Ju Ju
n
l

Fe
b

A
gs

Se
p

O
kt

No
v

De
s

0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

24
0
18
49
0
0
0
0
0
0

0
20
9
8
5
13
22
0
25
13
3
0
49
0
0
5
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

23

67
24
94
25
18
0
0
0
49
0
0
21
0
36
8

0
0
0
0
0
0

70
0
19
0
0
0
11
9
0
14
0
53
46
5

B bbb
TAHUN 1992
Curah Hujan (mm)
Tangga
l

Jan

1
2
3
4
5
6
7
8
9

3
0
0
14
8
0
0
0
38

10
11
12
13
14
15
16
17
18
19

63
35
0
0
0
0
0
0
0
31

20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30

66
0
38
46
0
0
9
0
0
13
4
11
0
47
8

31
Jumlah

Fe
b

Ma
r

Ap
r

Me
i

Bulan
Ju
Jun
l

0
0
0
13
9
77
27
0
2
12
8
0
0
0
0
10
0
12
59
0
12
1
0
0
0
14
0
0
0
0
0
0

0
0
4
0
0

0
3
0
0
0
50
24
22
0

0
34
0
0
0
29
0
0
0

0
0
0
0
0
32
0
0
0

63
0
0
0
0
0
0
0
0
0

84
0
0
0
0
16
0
0
0
0
0

99
11
50
41
0
0
0
16
5
7
13
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

32
0
49
0
12
7
6
0
25
12
11
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

16
26
8

0
45
8

0
12
6

28
6

14
47
2

0
0
0
4
16
0
7
0
0
0
0
69
52

Ag
s

Se
p

Ok
t

No
v

De
s

0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
8
0
26
0
0
7
21
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
16
0
0
0
0
0

62
0
5
0
19
5
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

16
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
66
30
0
23
0
16
8
14
7
0
0
17
0
0
0
0
0
0
30

47
33
7

59
29
5

0
0

32

24
0
59
0
0
0
0
0
0
0
0

TAHUN 1993
Curah Hujan (mm)
Tangga
l

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
Jumlah

Bulan
Me Ju Ju
i
n
l

Fe
b

Mar

Ap
r

0
30
0
0
0
0
0
18
45
10
0
9
0
25
73
4
5
0
6

13
4
0
11
10
0
2
0
0

15
7
0
15
5
6
34
108
4

0
19
0
15
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0

30
40
0
5
41
0
0
0
0

194
0
49
0
0
0
0
0
50

63
0
0
0
18
11
16
5
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0

24
17
2
0
0
0
0
0
36
10
0
18
0
64
63
9

16

86
0
0
0
0
19
40
17
12

169
0
3
0
25
27
21
61
14
0
4
307
113
4

50
0
0
0
0
4
0
0
25
0
0
29
22
6

Jan

88
33
0

A
gs

Se
p

Ok
t

No
v

De
s

0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0

6
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
13
8
45
0
0
0
66

0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0

6
0
0
0
0
0
25
16
17

29
0
40
8
27
14
17
0
0
13
5

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

58
15
0
0
0
0
0
0
0
25
9
49
17
7

0
5
0
0
0
0
0
0
0
0
0
5
41
2

TAHUN 1994
Curah Hujan (mm)
Tangga
l

Jan

1
2
3
4
5
6
7
8
9

0
19
0
0
7
3
5
17
4

10
11
12
13
14
15
16
17
18
19

97
28
7
6
0
0
0
0
0
0

20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30

48
15
10
0
0
61
8
22
18
2
0
14
3
52
0

31
Jumlah

Bulan
Ju
Jul
n

A
gs

Se
p

Ok
t

No
v

De
s

Fe
b

Ma
r

Ap
r

Me
i

48
16
27
63
25
7
20
0
7
21
3
0
50
0
74
2
0
0
29
22
20
5
2
0
20
26
25
33
0
49

70
40
0
7
5
0
4
15
2
14
3
5
20
75
16
20
0
10
11
49
20
5
0
10
1
24
0
0
0
0
0
28

3
34
0
0
24
43
0
0
0
10
4
9
0
0
0
0
13
4
0
22

0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
10
3

0
0
0
0
0
0
0
90
8

0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0

5
0
0
0
0
3
0
0
0

0
0
10
0
27
3
3
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

13
0
9
0
0
0
0
0
0
0

98
0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
35
0
0
0
16
0
13
0
0

0
43
12
5
3
0
12
5
0
0

48
0
0
0
0
0
0
0
15
47
35

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

19
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

64
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

63
82
3

97
40
1

0
5
4

0
19
6

0
0

0
12
8

8
41
0
0
26
0
17
23
0
13
14
6
13
10
15
8
0
0
0
17
42
0
10
5
38
7

15
5
96
3

37
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
16
1

TAHUN 1995
Curah Hujan (mm)
Tangga
l

Bulan
Ju Ju
n
l

Fe
b

Ma
r

Ap
r

Me
i

0
0
0
0
0
0
0
15
25

3
0
0
0
0
5
0
35
4

0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0

10
11
12
13

0
5
0
22
58
6
0
0
31
12
2
0
0
50

40
0
20
0

52
65
9
29

0
24
9
3

0
0
0
0

0
0
0
0

14
15
16
17
18
19

12
0
20
0
5
0

0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0

87
0
0
52
0
0
0
0
0
13
0
65
54
8

26
15
0
8
0
54
15
0
0
0
93

2
0
25
25
21
8
11
7
0
21
44
0
0
0
0
0
0
65
0
36
4

0
0
6
30
0
0

20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31

0
20
4
20
19
4
19
0
0
0
19
6
0
0
9
0
0
34
0
52
7

36
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
15
0
0
0
0
0
15
1
5

1
2
3
4
5
6
7
8
9

Jumlah

Jan

21
8

72

Ag
s

Se
p

Ok
t

No
v

De
s

0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
22
0
13
0
0

0
0
0
0
3
1
0
0
0
0
0
3
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
6
2

74
17
0
0

0
0
0
0

0
0
0
0

6
0
0
0
75
35
21
0
16
17
1
0
0
3

18
31
0
0
53
7
7
0
33
16
3
2
0
64

0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0

25
0
0
0
0
0

18
0
0
0
0
0

17
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
10
8

0
0
4
0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
28
0
18
0
0
9
12
67
19
4

14
0
0
86
4
15
12
2
28
0
25
0
0
0
0
0
0
0
53
62
1

84
0
0
0
0
0
0
0
18

18
51
6

TAHUN 1996
Curah Hujan (mm)
Tangga
l

Jan

1
2
3

0
20
0

5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31

31
0
0
70
17
0
22
0
0
0
88
0
0
8
0
1
0
0
0
18
9
5
0
0
12
0
0
30
1

Jumlah

Bulan
Me Ju Ju
i
n
l

Fe
b

Ma
r

Ap
r

0
0
0
12
3
13
0
0
0
0
0
0
0
0
12
16
18
0
0
9
45
0
2
11
0
11
2
0
3
69
0
0
0
45
1

0
0
0

0
0
0

0
40
0

0
0
0

0
0
0
0
14
0
6
11
0
0
0
23
0
0
0
0
0
0
0
62
0
5
0
0
23
0
0
14
4

0
0
0
0
0
0
48
15
0
98
0
0
0
0
0
0
0
0
19
0
0
0
0
0
0
0
0
18
0

0
0
0
0
0
0
19
10
0
0
0
0
0
0
9
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
78

Ag
s

Se
p

Ok
t

No
v

De
s

0
0
0

0
0
0

0
0
0

0
0
0

0
0
0

0
7
10

0
0
0
0
0
0
0
10
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
3
0
0
0
47
20
0
0

70

0
0
0
67
0
5
13
20
30
0
5
0
0
0
0
0
0
0
0
14
0
0
0
7
0
0
0
17
8

TAHUN 1997
Curah Hujan (mm)
Tangga
l

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
Jumlah

Ja
n

Fe
b

Ma
r

Ap
r

M
ei

26
53
0
0
12
23
0
0
0
26
0
0
0
0
20
0
25
0
0
0
0
48
13
0
0
0
5
0
10
23
30
31
4

7
0
0
36
0
40
73
0
20
0
0
0
0
0
50
10
0
35
0
0
0
0
54
0
14
10
0
0

30
35
0
0
19
0
0
12
26
7
64
0
0
8
19
19
12
0
90
0
30
0
20
0
0
0
0
16
0
11

0
7
0
0
0
12
0
0
25
0
0
8
0
0
0
0
3
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

34
9

41
8

0
58
0
0
0
10
65
19
0
0
5
18
0
0
6
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
15
0
17
0
0
21
3

55

Bulan
Ju
Jul
n

0
0
0
11
0
0
0
0
12
0
0
16
81
0
18
41
0
6
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
18
5

25
0
0
0
0
0
37
7
0
0
0
0
13
0
0
0
0
13
0
0
0
6
11
0
13
0
0
79
0
0
0
20
4

A
gs

Se
p

Ok
t

No
v

De
s

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
5
0
0
0
0
0
0
0
0
0
7
0
0
0
1
2

0
7
0
0
0
0
52
97
0
0
59
22
0
0
0
0
0
23
0
0
0
0
0
0
26
0
0
0
22
0
0
30
8

17
0
15
7
17
45
0
0
0
0
0
0
0
0
10
0
8
7
25
0
0
0
0
0
0
0
0
16
15
0
0
18
2

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
9
8
0
16
0
12
30
0
69
0
27
9
0
0
6
0
8
23
40
25
7

TAHUN 1998
Curah Hujan (mm)
Tangga
l

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
Jumlah

Bulan
Ju Ju
n
l

Jan

Fe
b

Ma
r

Ap
r

Me
i

0
0
8
6
0
0
28
7
65
0
42
0
0
11
14
25
50
0
0
68
0
0
0
8
16
4
0
7
5
50
0
41
4

0
0
2
0
0
5
0
0
0
25
0
0
0
60
0
23
20
0
0
0
9
0
0
58
0
6
0
73
0
0
0
28
1

0
16
0
0
0
0
34
0
0
0
0
0
0
45
35
0
10
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
20
16
0

0
0
0
0
0
0
7
0
0
17
0
0
0
0
0
0
19
20
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

8
36
0
0
33
0
0
0
0
0
20
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

63

97

Ag
s

Se
p

Ok
t

No
v

De
s

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

TAHUN 1999
Curah Hujan (mm)
Tangga
l

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
Jumlah

Ja
n

Fe
b

Ma
r

Ap
r

Me
i

Bulan
Ju Ju
n
l

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2
0
0
1
9
3
1

0
0
0
0
13
5
6
0
0
0
21
0
0
0
0
0
0

20
0
8
29
0
21
0
9
0
0
0
0
12
20
35
0
0

0
0
0
41
0
0
46
0
0
0
20
25
12
8
0
0
0

20
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
12
0

0
0

0
12

22
0

25

0
0
3
0
0
0
1
1
0
0
0
8

Ok
t

No
v

De
s

0
0
0
11
26
9
0
21
0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
31
9
14

0
16
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
8
64
0
0
0

76
36
50
75
0
0
0

0
11

0
0

9
19

0
0

65
26

16

23

0
0
0
0
0
0

25
0
0
0
40
0

6
0
0
0
18
0

0
14
6
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0

0
0
0
15
50
19

0
0
0
0
12
25

10
15
0
0
0
0

3
0
0
0
73

25
0
0
0
27

5
0
0
0
20

0
0
0
0
20

0
0
0
0
6

0
0
0
13
13

50
0
0
0
21

0
0
0
0
13

0
0
0
0
35

Ag
s

Se
p

TAHUN 2000
Curah Hujan (mm)
Jan

Fe
b

Ma
r

Ap
r

Me
i

Bulan
Ju
Jun
l

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

0
0
0
21
10
0
10
5
0
31

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

64
6
0
28
0
0
0
0
25
0

0
49
30
47
0
0
31
0
0
0

0
0
60
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
26
0
0
0
39
0

11
12

0
0

0
0

0
36

0
0

0
0

48
0

13
14
15
16
17
18
19
20
21

0
0
0
0
0
0
26
0
0

0
0
20
0
0
0
0
0
0

0
0
0
34
0
0
0
72
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
62
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0

22
23
24
25
26
27
28
29
30
31

62
8
0
0
18
0
37
18
0
10
25
6

25
20
10
0
0
0
0
0
0
0

0
10
0
0
30
10
0
0
35
0
35
0

0
0
0
7
0
0
0
0
0
0
16
4

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
12
2

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
11
3

Tanggal

Jumlah

75

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
4
6
0
1
8
0
0
0
0
0
0
0
0
2
8
0
0
0
0
0
0
0
0
0
9
2

Ag
s

Se
p

Ok
t

No
v

De
s

0
0
0
0
36
16
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
17
8

6
59
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0

0
0

0
0

0
4
0
0
0
0
0
0
6

0
0
0
0
0
97
50
48
18

0
0
0
0
0
17
0
5
0

27
12
0
0
0
0
0
0
0
45
11
9

15
0
0
10
0
0
0
31
0
0
33
4

0
0
0
25
0
0
5
0
0
8

52

60

DATA CURAH HUJAN YANG SUDAH DIRANGKING


Januari
No.
1

2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Februari

CH
84
256
301
314
414
478
489
520
548
583
639
705
712

Tahun
1999
2000
1996
1997
1998
1992
1990
1994
1995
1988
1993
1989
1987

1111

1991

No.
1

2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

April
No.
1

2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

CH
63
159
164
180
203
213
226
332
364
401
439
458
468
483

CH
73
75
218
281
330
346
349
451
472
497
602
608
738

Tahun
1999
2000
1995
1998
1993
1988
1997
1996
1992
1991
1987
1990
1989

963

1994

Maret
No.
1

2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Mei
Tahun
1998
1987
2000
1996
1999
1997
1993
1988
1995
1994
1991
1992
1989
1990

No.
1

2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

CH
0
0
0
23
55
72
78
97
122
126
205
234
346
410

CH
144
154
160
219
268
279
338
350
418
527
740
751
823
113
4

Tahu
n
1996
1990
1998
1991
1992
1999
1989
2000
1997
1995
1988
1987
1994
1993

Juni
Tahun
1987
1993
1994
1991
1997
1995
1996
1998
2000
1992
1999
1988
1990
1989

No.
1

2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

CH
0
0
0
10
15
27
36
54
67
83
113
185
286
363

Tahu
n
1991
1993
1998
1996
1995
1990
1987
1994
1999
1988
2000
1997
1992
1989

Juli
No.
1

2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Agustus

CH
0
0
0
0
0
0
0
0
62
92
124
184
196

Tahun
1987
1988
1991
1992
1993
1996
1998
1999
1995
2000
1990
1989
1994

204

1997

Oktober
No.
1

2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

CH
0
0

Tahun
1987
1991

1993

1996

1998

24

1990

32

1992

119

2000

128

1994

194

1995

216
308

1999
1997

No
.
1

2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

CH
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
13
40
10
8

Tahun
1987
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1996
1997
1998
2000
1999
1988
1995

November
No
.
CH Tahun
1
0
1998
2
70
1996
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

85
13
2
17
2
17
7
18
2
23
5
33
4
33
7
35
7
36

1990
1999
1987
1993
1997
1989
2000
1992
1988
1991

September
No
.
CH Tahun
1
0
1987
2
0
1988
3
0
1989
4
0
1990
5
0
1991
6
0
1992
7
0
1993
8
0
1994
9
0
1996
10
0
1998
11
0
1999
12
4
1995
13 12
1997
14

52

2000

Desember
No
Tahun
.
CH
1
0
1998
2
60
2000
16
3
1
1994
17
4
8
1996
25
5
7
1997
29
6
5
1992
35
7
3
1999
35
8
7
1988
41
9
2
1993
42
10
6
1987
46
11
5
1991
12 51
1995

13
14

309

1989

366

1988

13
14

8
38
7
62
1

1994
1995

13
14

6
52
6
58
3

1989
1990

Menghitung curah hujan efektif dengan metode "Hidrologi dan Operation


Studies
Review
of DAM"
atau
dengan
metode
HATHI (Himpunan Ahli Teknik Hidrolik Indonesia) dengan
ketentuan
sbb:Hujan Andalan (Ra) < 6,7 mm maka CHE = 0
1.
Jika Curah
2. Jika Curah Hujan 6,7 mm < Ra < 30 mm maka CHE = CH andalan - 6,7
3. Jika Curah Hujan 30 mm < Ra < 100 mm maka CHE = (43 Ra - 747)^0.5
4. Jika Curah Hujan Andalan (Ra) > 100 mm maka CHE = 0.3(Ra-100) + 60
Perhitungan Curah Hujan Efektif
Bulan

Minggu

Januari

I
II
III
I
II
III
I
II
III
I
II
III
I
II
III
I
II
III
I
II
III
I
II
III
I
II
III
I
II

Februari

Maret

April

Mei

Juni

Juli

Agustus

September

Oktober

Curah Hujan
Andalan
Efektif
140
72
45
34,47
129
68,7
32
25,08
103
60,90
146
73,80
84
53,53
79
51,48
56
40,76
0
0,00
161
78,30
19
12,30
18
11,3
5
0
0
0
0
0
10
3,3
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

Pola Tata Tanam


Padi
Palawija
72,00
72,00
34,47
34,47
68,70
68,70
25,08
25,08
60,90
60,90
73,80
73,80
53,53
53,53
51,48
51,48
40,76
40,76
0,00
0,00
78,30
78,30
12,30
12,30
11,30
11,30
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
3,30
3,30
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00

III
Bulan

Minggu

November

I
II
III
I
II
III

Desember

0
0
Curah Hujan
Andalan
Efektif
16
9,3
72
48,47
44
33,84
89
55,50
68
46,66
21
14,3

0,00
0,00
Pola Tata Tanam
Padi
Palawija
9,30
9,30
48,47
48,47
33,84
33,84
55,50
55,50
46,66
46,66
14,30
14,30

TABEL PERHITUNGAN KEBUTUHAN AIR IRIGASI DENGAN POLA TATA TANAM METODE STANDAR DINAS
PEKERJAAN UMUM

BAB IV
PERENCANAAN JARINGAN IRIGASI
4.1. Teori Dasar
Jaringan irigasi terdiri dari petak-petak tersier, sekunder dan primer yang
berlainan antara saluran pembawa dan saluran pembuang terdapat juga bangunan
utama, bangunan pelengkap, yang dilengkapi keterangan nama luas dan debit.
Petak tanah yang memperoleh air irigasi adalah petak irigasi. Sedangkan
kumpulan petak irigasi yang merupakan satu kesatuan yang mendapat air irigasi
melalui saluran tersier yang sama disebut petak tersier. Petak tersier menduduki
menduduki fungsi sentral, luasnya sekitar 50-100 Ha, kadang-kadang sampai 150
Ha. Pemberian air pada petak tersier diserahkan pada petani. Jaringan yang
mengalirkan air ke sawah disebut saluran tersier dan kuarter.
Untuk membawa air dari sumbernya hingga ke petak sawah diperlukan
saluran pembawa. Saluran-saluran ini terdiri dari saluran primer, sekunder, tersier,
dan kuarter. Dengan saluran pembuang, air tidak tergenang pada petak sawah
sehingga tidak berakibat buruk. Kelebihan air ditampung dalam suatu saluran
pembuang tersier dan kuarter dan selanjutnya dialirkan ke jaringan pembuang
primer.
Jaringan irigasi dengan pembuang dipisahkan sehingga keduanya berjalan
sesuai dengan fungsinya masing-masing. Dalam hal-hal khusus dibuat sistem
tabungan saluran pembawa dan pembuang. Keuntungan sistem gabungan adalah
pemanfaatan air lebih ekonomis dan biaya lebih murah. Kelemahannya adalah
saluran semacam ini lebih sulit diatur dan dieksploitasi, lebih cepat rusak dan
menampakkan pembagian air yang tidak merata.
Saluran-saluran dapat dilengkapi bermacam-macam bangunan yang
berfungsi untuk mempermudah pengaturan air yang berada pada saluran yang
lebih kecil atau pada petak sawah.

Pada jaringan irigasi terdapat bangunan-bangunan pelengkap yang terdiri dari:

Tanggul-tanggul untuk melindungi daerah irigasi dari banjir. Biasanya


dibangun disepanjang tepi sungai sebelah hulu bendung atau sepanjang
saluran primer.

Kisi-kisi penyaring untuk mencegah tersumbatnya bangunan (pada sipon


atau gorong-gorong)

Jembatan dan jalan penghubung dari desa untuk keperluan penduduk.


Selain bagunan utama dan pelengkap terdapat bangunan pengontrol yang

terdiri dari bangunan bagi, sadap, bagi sadap, bangunan terjun, talang, got miring.
Sebelum diambil keputusan, terlebih dahulu dicek apakah apakah daerah
ini tidak mungkin diari selamanya atau hanya untuk sementara saja. Jika sudah
pasti tidak bisa ditanami, daerah ditandai pada peta. Daerah semacam ini dapat
digunakan

sebagai

pemukiman,

pedesaan,

dan

daerah

lai

selain

persawahan/perkebunan.
Dalam pembagian petak tersier dan kuarter harus diperhatikan keadaan
lapangan dan batas-batas alam yang ada misalnya saluran-saluran lama, sungai,
jalan

raya,

kereta

api

dan

sebagainya.

Perencanaan

jaringan

irigasi

mempertimbangkan faktor-faktor seperti medan lapangan, ketersediaan air dan


lain-lain. Sebelum merencanakan suatu daerah irigasi terlebih dahulu harus
diadakan penyelidikan mengenai jenis-jenis tanah pertanian yang akan
dikembangkan, bagian yang akan dilewati jaringan irigasi (kontur, sungai, desa,
dan lainnya). Keseluruhan proses tersebut harus mempertimbangkan faktor
ekonomis dan dampak setelah serta sebelum pelaksanaan proyek.
Dasar tiap-tiap sistem adalah membawa air irigasi ke tempat yang
mungkin diairi. Daerah yang tidak dapat diari dapat digunakan sebagai daerah non
persawahan misalnya perumaha. Sistem yang direncanakan harus mudah
dimengerti dan memperhatikan faktor pemberian air serta pemanfaatan daerah
yang lebih efektif. Data yang dibutuhkan untuk daerah perencanaan daerah irigasi
adalah keadaan topografi, gambaran perencanaan atau

pelaksanaan jaringan

utama, kondisi hidrometeorologi untuk menentukan kebutuhan air irigasi atau


pembuangan, serta daerah-daerah tergenang atau kering.
Saluran irigasi direncanakan dengan mempertimbangkan garis kontur,
sistem irigasi menggunakan sistem grafitasi, yaitu air mengalir karena gaya tarik
bumi dari tempat tinggi ke tempat yang lebih rendah. Sebagai contoh, saluran
pembawa biasanya dibuat sejajar searah dengan kontur yang akan mengalirkan air
dari puncak bagian atas menuju ke bawah melalui lembah kontur.
4.2. Gambaran Daerah Rencana
Sistem jaringan irigasi yang akan direncanakan digambar terlebih dahulu.
Hal penting dalam penggambaran adalah pengetahuan tentang peta. Degan
pertolongan peta dapat diketahui daerah irigasi rencana, letak tempat-tempat, jalan
kereta, aliran sungai dan lain-lain. Tahapan dalam perencanaan adalah
pendahuluan dan tahap perencanaan akhir.
Dalam peta tergambar garis kontur daerah ini. Dari garis kontur terlihat
bahwa topografi daerah tidak terlalu datar. Pada beberapa daerah terdapat
cekungan-cekungan dan bukit-bukit. Elevasi tertinggi adalah 110 dan elevasi
terendah adalah 92,5. Pada daerah ini terdapat satu sungai besar yang dapat
dimanfaatkan sebagai sumber air pada daerah irigasi. Daerah tepi sungai adalah
daerah yang potensial untuk daerah persawahan sehingga darah ini sebagian besar
digunakan untuk petak tersier. Jenis tanah daerah ini adalah loam yang sangat baik
untuk pertumbuhan tanaman. Petak yang diambil sebagai percontohan adalah
petak tersier.
4.3. Lay Out Jaringan Irigasi
Lay Out jaringan irigasi adalah suatu cara yang membedakan bagianbagian yang terdapat dalam irigasi bentuknya serupa Lay Out Map. Lay Out Map
berisi skema jaringan irigasi. Tujuan pembuatan skema jaringan irigasi adalah
mengetahui jaringan irigasi, bangunan irigasi, serta daerah-daerah yang diairi
meliputi luas, nama dan debit.

Bangunan utama (head work)

Sistem saluran pembawa (irigasi)

Sistem saluran pembuang (drainase)

Primer unit, sekunder unit, tersier unit.

Lokasi bangunan irigasi

Sistem jalan

Non irigated area (lading)

Non irigatable area (tidak dapat dialiri)

Misalnya :
a) daerah dataran tinggi
b) rawa (daerah yang tergenang)
Saluran pembawa adalah saluran yang membawah air irigasi dari

bangunan utama ke petak-petak sawah. Ada empat macam saluran pembawa,


yaitu saluran primer, sekunder, tersier, dan kuarter.
Prinsip pembuatan saluran primer adalah direncanakan bedasarkan titik
elevasi tertinggi dari daerah yang dapat dialiri. Jika daerah yang dialiri diapit oleh
dua buah sungai, maka saluran dibuat mengikuti garis prmisah air. Saluran
sekunder direncanakan melalui punggung kontur.
Selain saluran pembawa, pada daerah irigasi harus terdapat saluran
pembuang. Saluran pembuang dibuat untuk menampung buangan (kelebihan) air
dari petak sawah. Sistem pembuangan ini disebut sistem drainase. Tujuan sistem
drainase adalah mengeringkan sawah, membuang kelebihan air hujan, dan
membuang kelebihan air irigasi. Saluran pembuangan di buat di lembah kontur.
Dasar perencanaan lahan untuk jaringan irigasi adalah unit tersier. Petak
tersier adalah petak dasar disuatu jaringan irigasi yang mendapatkan air irigasi
dari suatu bangunan sadap tersier dan dilayani suatu suatu jaringan tersier. Faktorfaktor yang harus dipertimbangkan dalam pembuatan Lay Out tersier adalah :

Luas petak tersier

Batas-batas petak

Bentuk yang optimal

Kondisi medan

Jaringan irigasi yang ada

Eksploitasi jaringan

Batas-batas untuk perencanaan lahan untuk daerah irigasi


a. Batas alam

Topografi (puncak gunung)

Sungai

Lembah

b. Batas Administrasi
Untuk perencanaan detail jaringan pembawa dan pembuang diperlukan
peta topografi yang akurat dan bisa menunjukkan gambarangambaran muka tanah
yang ada. Peta topografi tersebut bisa dieroleh dari hasil pengukura topografi atau
dari foto udara. Peta tersebut mencakup informasi yang berhubungan dengan :

Garis kontur dengan interval

Batas petak yang akan dicat

Tata guna tanah, saluran pembuang dan jalan yang sudah ada serta
bangunannya

Tata guna tanah administratif


Garis kontur pada peta menggambarkan medan daerah yang akan

direncanakan. Topografi suatu daerah akan menentukan Lay 0ut serta konfigurasi
yang paling efektif untuk saluran pembawa atau saluran pembuang. Dari
kebanyakan tipe medan Lay Out yang cocok digambarkan secara sistematis. Tiap
peta tersier yang direncanakan terpisah agar sesuai dengan batas alam dan
topografi. Dalam banyak hal biasanya dibuat beberapa konfigurasi Lay Out
jaringan irigasi dan pembuang.

Klasifikasi tipe medan sehubungan dengan perencanaan daerah irigasi :


1. Medan terjal kemiringan tanah 2 %
Medan terjal dimasna tanahnya sedikit mengandung lempun rawan erosi
karena aliran yang tidak terkendali. Erosi terjadi jika kecepatan air pada
saluran lebih batas ijin.hal ini menyebabkan berkurangnya debit air yang
lewat, sehingga luas daerah yng dialiri berkurang. Lay Out untuk daerah
semacam ini dibuat
dengan dua alternatif .
kemiringan tercuram dijumpai dilereng hilir satuan primer. Sepasang
saluran tersier menggambil air dari saluran primer di kedua sisi saluran
sekunder.
Saluran tersier pararel dengan saluran sekunder pada satu sisi dan
memberikan airnya ke saluran kuarter garis tinggi, melalui boks bagi
kedua sisinya.
2. Medan gelombang, kemiringan 0,25-2,3%
kebanyakan petak tersier mengambil airnya sejajar dengan saluran
sekunder yang akan merupakan batas petak tersier pada suatu sisi. Batas
untuk sisi yang lainnya adalah saluran primer. Jika batas-batas alam atau
desa tidak ada, batas alam bawah akan ditentukan oleh trase saluran garis
tinggi dan saluran pembuang. Umumnya saluran yang mengikuti lereng
adalah saluran tersier. Biasanya saluran tanah dengan bangunan terjun di
tempat-tempat tertentu. Saluran kuarter akan memotong lereng tanpa
bangunan terjun dan akan memberikan air karena bawah lereng.
Kemungkinan juga untuk memberikan air ke arah melintang dari sawah
satu ke sawah yang lain.
3. Medan berombak, kemiringan tanahnya 0,25-2% umumnya kurang dari
1%
Saluran tersier diatur letaknya di kaki bukit dan memberikan air dari salah
satu sisi. Saluran kuarter yang mengalir paralel atau dari kedua sisi saluran
kuarter yang mungkin mengalir ke bawah punggung medan. Saluran

pembuang umumnya merupakan saluran pembuang alami yang letaknya


cukup jauh dari saluran irigasi. Saluran pembuang alami biasanya akan
dilengkapi sistem punggung medan dan sistem medan. Situasi dimana
saluran irigasi harus melewati saluran pembuang sebaiknya harus
dihindari.
4. Medan sangat datar, kemiringan tanah 0,25%
Bentuk petak irigasi direncanakan dengan memperhatikan hal-hal sebagai
berikut:

Bentuk petak sedapat mungkin sama lebar dan sama panjang


karena bentuk yang memanjang harus dibuat saluran tersier yang
panjang akan menyulitkan pemeriksaan pemberian air dan
pemeliharaan juga menyebabkan banyaknya air yang hilang karena
rembesan ke dalam tanah dan bocoran keluar saluran.

Petak yang panjang dengan saluran tersier ditengah-tengah petak


tidak memberi cukup kesempatan pada air untuk meresap kedalam
tanah karena jarak pengangkut yang terlalu pendek.

Tiap petak yang dibuat harus diberi batas nyata dan tegas agar
tidak terjadi keraguan dalam pemberian air.

Tiap bidang tanah dalam petak harus mudah menerima dan


membuang air yang sudah tidak berguna lagi.

Letak petak berdekatan dengan tempat-tempat pintu pengambilan.


Maksudnya agar pemeriksaan pemberian air pada intake tersier
mudah dijalani petugas.

Di beberapa petak tersier ada bagian-bagian yang tidak diairi karena


berbagai alasan, misalnya :

Jenis tanah tidak cocok untuk pertanian


Elevasi tanah terlalu tinggi
Tidak ada petani penggarap
Tergenang air

Kecocokan tanah di seluruh daerah dipelajari dan dibuat rencana secara


optimal sehingga dapat diputuskan bentuk jaringan tersiernya.
4.3.1. Keadaan Topografi
Untuk perencanaan detail jaringan irigasi tersier dan pembuang,
diperlukan peta topografi yang secara akurat menunjukkan gambaran muka
tanah yang ada. Untuk masing-masing jaringan irigasi dan digunakan titik
referensi dan elevasi yang sama.
Peta-peta ini dapat diperoleh dari hasil-hasil pengukuran topografi (metode
terestris) atau dari foto udara (peta ortofoto). Peta-peta ini harus mencakup
informasi yang berkenaan dengan :

Garis-garis kontur

Batas-batas petak sawah

Tata guna lahan

Saluran irigasi, pembuang dan jalan-jalan yang ada beserta bangunannya

Batas-batas administratif (desa, kampung)

Rawa dan kuburan

Bangunan

Skala peta dan interval garis-garis kontur bergantung kepada keadaan


topografi :
Tabel. Definisi Medan untuk Topografi Makro
Kontur Medan
Sangat Datar
Datar
Bergelombang
Terjal

Kemiringan Medan
<0,25 %
0,25 - 1,0 %
1-2%
>2 %

Skala
1: 5000
1 : 5000
1 : 2000
1 : 2000

Interval
0,25
0,5
0,5
1,0

Selain itu juga akan diperhatikan kerapatan atau densitas titik-titik di petakpetak sawah agar arah aliran antar petak dapat ditentukan.

Peta ikhtisar harus disiapkan dengan skala 1 : 25000 dengan lay out jaringan
utama dimana petak tersier terletak. Peta ini harus mencakup trase saluran
pembuang, batas-batas petak tersier dan sebagainya. Untuk penjelasan yang lebih
rinci mengenai pengukuran dan pemetaan, lihat persyaratan teknis untuk
Pemetaan Terestris dan pemetaan ortofoto.
4.3.2. Gambar-gambar Perencanaan Jaringan yang ada ( As Buildrowing)
Di daerah-daerah yang sudah ada fasilitas irigasinya, diperlukan data-data
perencanaan yang berhubungan dengan daerah-daerah irigasi, kapasitas saluran
irigasi dan muka air maksimum dari saluran-saluran yang ada dan gambar-gambar
purbalaksanan (kalau ada), untuk menentukan tinggi muka air dan debit rencana.
Jika data-data ini tak tersedia, maka untuk menentukan tinggi muka air
rencana pada pintu sadap dan elevasi bangunan sadap lainnya harus dilaksanakan
pengukuran.
4.4. Skema Sistem Jaringan Irigasi
Skema jaringan irigasi merupakan penyederhanaan dari tata letak jaringan
irigasi yang menunjukkan letak bangunan irigasi yang penting. Skema jaringan
irigasi mempertimbangkan hal sebagai berikut :

Saluarn primer, sekunder dan bangunan sadap menuju saluran tersier


digambar terlebih dahulu dengan lambang sesuai ketentuan.

Tiap ruas saluran diantara saluran menunjukkan luas daerah yang


diairi. Panjang saluran disesuaikan dengan panjang sesungguhnya dan
kapasitasnya.

Tiap bangunan sadap diberi nama bangunan, luas, kapasitas bangunan


serta saluran yang akan diari.

Lokasi dan nama pembendung air ditulis.

Arah aliran sungai ditunjukkan.

Ditulis juga nama bangunan pelengkap serta bangunan kontrol lainnya.

4.5. Petak Tersier Percontohan


Perencanaan jaringan irigasi tersier harus sedemikian sehingga pengelolaan air
dapat dilaksanakan dengan baik. Untuk mendapatkan hasil perencanaan yang baik
prlu diperhatikan hal sebagai berikut :
4.5.1. Petak Tersier Ideal
Petak tersier ideal adalah petak yang masing-masing pemilik sawahnya
memiliki pengambilan sendiri dan dapat membuang kelebihan air langsung ke
jaringan pembuang.
Para petani dapat mengangkut hasil pertanian dan peralatan mesin atau ternaknya
dari dan kesawah melalui jalan petani yang ada.
4.5.2. Ukuran Petak Tersier dan Kuarter
Ukuran optimum suatu petak tersier adalah 50-150 ha ( 500.000 m2
1.500.000 m2).. Di petak tersier yang berukuran kecil, efisiensi irigasi akan lebih
tinggi karena :

Diperlukan titik pembagi yang lebih

Saluran-saluran yang lebih pendek menyebabkan kehilangan air yang


kecil

Lebih sedikit petani yang terlibat kerja sama lebih baik

Pengaturan air yang lebih baik sesuai dengan kondisi tanaman

Perencanaan lebih fleksibel sehubungan dengan batas-batas desa

Kriteria umum untuk pengembangan petak tersier :


Ukuran petak tersier

: 50-150 hektar

Ukuran petak kuarter

: 8-15 hektar

Panjang saluran tersier

: 1500 meter

Panjang saluarn kuarter

: 500 meter

Jarak antara saluran kuarter dan pembuang

: 300 meter

4.5.3. Batas Petak

Batas berdasarkan pada kondisi topografi. Daerah itu hendaknya diatur sebaik
mungkin, sedemikian hingga satu petak tersier terletak dalam satu daerah
administrative desa agar eksploitasi dan pemeliharaan jaringan lebih baik.
Jika ada dua desa di petak tersier yang sangat luas maka dianjurkan untuk
membagi petak-petak tersebut menjadi dua petak subtersier yang berdampingan
sesuai dengan daerah desa masing-masing.
Batas-batas petak kuarter biasanya akan berupa saluran irigasi dan
pembuangan kuarter yang memotong kemiringan medan dan saluran irigasi serta
pembuangan kuarter yang memotong kemiringan medan. Jika mungkin batas ini
bertepatan dengan batas-batas hak milik tanah.

BAB V
PERENCANAAN BANGUNAN UTAMA
1.Perencanaan Mercu Bendung
1)

Perencanaan Elevasi Bendung


a) Elevasi mercu bendung
Diperoleh dari UWL Intake + angka toleransi ( 1,5 )
Elevasi mercu bendung = 11.5+ 1,5 = 13 m
b) Tinggi mercu bendung
dari dasar lantai hulu : direncanakan 5 meter
dari dasar lantai hilir : direncanakan 6,5 meter
c) Elevasi dasar bendung
Hulu

: + 13,00 5 = + 8,00 m

Hilir

: + 13,00 6,5 = + 6.5 m

2) Panjang Mercu Bruto ( bb )


Untuk dapat menentukan panjang mercu bruto maka harus dilakukan
perhitungan penentuan panjang mercu bendung. Panjang mercu bendung
ditentukan 1,2 kali lebar sungai.
Adapun dalam hal ini panjang mercu bruto didapatkan dari gambar peta
situasi sebesar 175 m.
3) Lebar Lubang Pembilas
Lebar bangunan pembilas diambil sepersepuluh kali lebar sungai rata-rata.
Adapun dalam hal ini, lebar lubang pembilas telah didapatkan dari gambar peta
situasi sebesar 9 m.
Kesimpulan:
a) Direncanakan 3 pembilas dengan lebar masing masing 2,00 meter
b) Pilar pembilas 2 buah dengan lebar masing masing 1,50 meter

4) Panjang Mercu Bendung Efektif ( be)


Panjang mercu bendung efektif dihitung dengan menggunakan rumus yakni
sebagai berikut :
be = bb 2 ( n . kp + ka ) . He
dengan :
be : panjang mercu bendung efektif ( m )
bb : Panjang mercu bruto (dari perhitungan panjang mercu bendung)
n

: jumlah pilar pembilas ( m )

kp : koef. kontraksi pilar ( 0,01 )


ka : koef. kontraksi pangkal bendung ( 0,1 )
He : tinggi energy
Jadi, perhitungan panjang mercu bendung efektif, yaitu :
be = bb 2 ( n . kp + ka ) . He
= 175 2 ( 2 . 0,01 + 0,1 ) . He
= 175 0,204 . He
Perhitungan panjang mercu bendung efektif dapat juga dilakukan dengan
menggunakan cara lain yakni sebagai berikut :
be = Bb - 20% (b-t)
be = 175 20% ( 6 2 )
= 174,4 m
dengan :
bb : Panjang mercu bruto
b : Jumlah lebar pembilas
t : Jumlah pilar-pilar pembilas

5) Tinggi Muka Air Banjir di Udik Bendung


Direncanakan debit banjir ( Qd ) = 1659 m3/dt
Qd = C . be . He1,5
Diasumsikan : He = Ha (lihat penjelasan di bawah)
: be = 174,4 m
Dimana :
He =
=

Qd

C be

2
3

Qd : debit banjir sungi rencana

1659

2,19 174,4

2
3

C : koef. debit pelimpah ( 2,19 )


Ha : tinggi tekanan

= 2,662 m

Tinggi tekanan (deesain head) ditentukan dengan persamaan berikut :


He

= He v2/2g

v2/2g = 0 (diabaikan)
Ha

= 2.662 m

Kesimpulan :
Tinggi muka air banjir di udik bendung = Ha = 2.662 m
Elevasi muka air banjir

= Elevasi mercu bendung + Ha


= 13,00 + 2.662
= 15.662 m

5.1) Penentuan Nilai Jari-Jari Mercu Bendung


Nilai jari-jari mercu bendung ditentukan berdasarkan grafik hubungan antara
tinggi muka air udik (ha) dan besarnya jari-jari (r) serta debit pengaturan lebar
yang diterbitkan oleh DPMA.
Dari garfik tersebut, Ha=He = 2.662 m dan q=11,62 m3/detik/m
diperoleh nilai r = 1.5

6) Pemilihan Tipe Bentuk Pelimpah


Bentuk pelimpah direncanakan menggunakan tipe mercu bulat. Adapun hal
ini disebabkan oleh beberapa factor berikut ini :
- Bentuknya sederhana sehingga mudah dalam pelaksanaannya.
- Mempunyai mercu yang besar sehingga lebih tahan terhadap benturan batu
gelundung.
- Tahan terhadap goresan atau abrasi karena diperkuat oleh pasangan batu candi
atau beton.

2. Desain Bangunan Intake


1) Bentuk Intake
Intake di desain dengan lubang pengairan terbuka, dilengkapi dengan dinding
banjir, arah Intake terhadap sumbu sungai di buat tegak lurus. Lantai intake tanpa
kemiringan dengan elevasi lantai sama tinggi dengan elevasi plat undersluice.
2) Dimensi lubang Intake
Dari tabel perhitungan maka dimensi diperoleh :
QIntake = 11,62 m3/dt
Dimensi lubang intake dihitung dengan menggunakan persamaan berikut :
Q

= . b . a .

2 g z

Dengan :
a = tinggi bukaan (m)
b = lebar bukaan (m)
z = kehilangan tinggi energi pada bukaan (m)
= koef. debit (antara 0,80-0,90)
g = percepatan gravitasi
Perbandingan antara lebar bukaan dan tinggi bukaan dapat diambil dengan
perbandingan sebagai berikut :
b:h

= 1:1 atau

b:h

= 1,5 : 1 atau

b:h

=2:1

Selanjutnya, tinggi bukaan diasumsikan a=h1(dari table perhitungan)


=1,496573719 dibulatkan menjadi 1,5 m. Dengan demikian, perhitungan dimensi
lubang intake didapatkan :
Q

=.b.a.

2 g z

11,62 = 0,85 . b . 1,5.

2 9,81 0,2

11,62 = 0.85 . b . 2,971


11,62 = 2,526 b
b

= 4.6 m 5 m

Diambil b = 5 m, dibuat 2 bukaan sehingga lebar pintu 2 x 2,50 m.


Kesimpulan :
Lebar bukaan pintu intake

= 2 x 2,50 m

Tinggi bukaan lubang intake = 1,5 m


Lebar pilar

= 1,5 m

3) Pemeriksaan Diameter Sedimen Yang Masuk Ke Intake


Besarnya diameter partikel yang melewati intake sebanding dengan kecepatan
aliran pada lubang intake. Untuk memperkirakan diameter partikel yang melewati
intake, digunakan rumus :
V = 0,396 . {(Qs -1) d }1/2
Dengan :
V : Kec. Aliran
Qs : Berat jenis partikel ( 2,65 )
d

: diameter partikel
Kecepatan aliran yang mendekat ke intake dapat dihitung dengan

menggunakan rumus berikut ini :


Q =Ax V
Dengan :
Q

= debit intake (m/detik)

= luas penampang basah (m)

= kecepatan aliran (m/s)


V=

Q
A (luas penampang basah)
A

= (2 /x7,50
2,5) x 1,5 m
V = 11,62
= 7,5 m
V = 1,549 m3/dt
= 6,5 m2

Dengan demikian dimensi partikel :


V

= 0,396 . {(Qs -1) d }1/2

1,549 = 0,396 . {(2,65 -1) d }1/2


d = 9.2735 mm
Diameter partikel yang melewati intake diperkirakan 9.2735 mm atau
dibulatkan menjadi 9 mm.

3.Desain Bengunan Peredam Energi


a.Pemilihan tipe
Jenis sungai di daerah ini yakni sungai alluvial dengan angkutan sedimen
dominan fraksi pasir dan kerikil. Adapun direncanakan tinggi mercu bendung
lebih dari 4 m sehingga terjadi perbedaan elevasi dasar udik lebih tinggi dari dasar
sungai. Berdasarkan dua alasan tersebut maka tipe peredam yang cocok adalah
tipe MDO.
Dalam penggunaan tipe ini ditentukan bentuk mercu bendung bulat dengan
satu

jari-jari

pembulatan,

bidang

miring

tubuh

bendung

bagian

hilir

permukaannya bentuk miring dengan perbandingan 1:1.


b.Grafik dan Rumus
Dalam mendesain dimensi peredam energy tipe MDO ini digunakan grafikgrafik yang diterbitkan oleh DPMA. Grafik-grafik tersebut yaitu grafik untuk
menentukan dimensi peredam energy tipe MDO yakni seperti berikut :
-Grafik untuk penentuan kedalaman lantai peredam energy
-Grafik untuk penentuan panjang lantai peredam energi
-Parameter energy dihitung dengan rumus sebagai berikut:
-Kedalaman lantai peredam energy dihitung dengan rumus :

diperoleh dari grafik.

-Panjang lantai peredam energy dihitung dengan rumus :


;

diperoleh dari grafik.

-Tinggi ambang akhir dihitung dengan rumus :


a= (0,3x D2)

-Lebar ambang akhir dihitung dengan rumus :


b= 2 x a
Keterangan :
E = parameter energy
Q = debit desain persatuan lebar pelimpah bendung m/dt/m
z = perbedaan tinggi muka air udik dan hilir, m
g = percepatan grafitasi m/dt
Ds = kedalaman lantai akhir, m
a = tinggi ambang akhir, m
D2 = kedalaman air di hilir, m
c.Desain dimensi peredam energy
Debit desain persatuan lebar

= 9,513 m/dt/m
z = 1,5 m
g = 9,81 m/dt
kedalaman air di hilir : D2 = Y
Q = C x L x Y3/2
Q = 1659 m3/dt
C = 1,7
L = Bentang sungai rata-rata diambil 146 m

= 3,55 m

Parameter energy

=
= 1,653
Panjang lantai peredam energy:
L/D2 = 1,87 ; L/D2 diambil dari grafik MDO
L = 1,87 x 14,6 = 26,645 m = 27.302 m
Kedalaman lantai peredam energy :
D/D2 = 1,5 ; D/D2 diperoleh dari grafik MDO
D = 1,5 x 3,55
= 5,325 = 5 m
Tinggi ambang akhir
A = 0,3 x 3,55
= 1,065 1,1 m
Lebar ambang akhir
B=2xa
= 2 x 1,1
= 2,2 m

4.Perencanaan Dimensi Hidrolik Bangunan Pembilas


Bangunan pembilas direncanakan menggunakan underslice lurus dengan
meletakkan bangunan di sisi tubuh bendung dekat tembok pangkal. Adapun mulut
undersluice mengarah ke udik bukan ke arah samping dan pilar pembilas
berfungsi sebagai tembok penangkal. Lantai intake tanpa kemiringan dengan
elevasi lantai sama tinggi dengan elevasi plat undersluice
Dimensi lubang underslice
Pembilas dibuat 3 buah masing-masing 2,00 m. lebar pilar pembilas
ditetapkan 2 buah dengan lebar msing-masing pilar 1,50 m.
lebar lubang

= 2,50 m

tinggi lubang

= direncanakan 1,5 m

lebar pilar

= 1,5 m

undersluice dibagi 2 bagian

5. Perhitungan Bangunan Ukur Pada Intake


Tipe bangunan ukur pada intake yang digunakan adalah jenis Crum de
Gruyter sebab debit intake yang dihasilkan sangat besar yakni Qintake = 11.62
m3/detik. Bangunan ukur berfungsi mengukur besarnya debit ke saluran.
Diletakkan agak jauh di hilir pintu intake. Besarnya aliran diketahui dengan
membaca tinggi muka air di pelskal. Adapun perhitungan yang dilakukan seperti
tertera di bawah ini:

Dengan:
Q

: debit intake = 11.62 m3/detik

Cd

: lebar bukaan pintu

koefisien debit diambil 0,94

: bukaan pintu

: tinggi energi total di atas ambang di udik pintu

= 7.3 m 7 m
Pintu dibuat dengan tiga lebar bukaan masing-masing 2,3 m.
Anggapan

==3

= 0,495

diperoleh dari grafik

= 0,140

diperoleh dari grafik

Jadi h = 0,495 x tinggi bukaan lubang intake


= 0,495 x 1,5
= 0,7425 m 0,75 m
Bukaan tinggi minimum (Ymin)
Ymin

= 0,140 x 1,5
= 0,21 m

Bukaan tinggi maksimum (Ymax)


Ymax

= 0,63 x 1,5
= 0,945 m 0,94 m

6.Perhitungan Panjang Lantai Udik


Rumus yang digunakan berdasarkan teori Lanes :
L = LV + 1/3 LH
Dimana :
L

= panjang total rayapan

LV = panjang vertikal rayapan


LH = panjang horisontal rayapan
Dalam desain ini diambil nilai :
L
4
H

Dimana :
L = Panjang rayapan
H = kehilangan tekanan
Perhitungan
Perhitungan dilakukan dengan kondisi tidak ada aliran dari udik sehingga
Q=0. Jadi H = elevasi mercu elevasi lantai olakan =19 24,824 = 10 m
Panjang rayapan seharusnya:
Lb > 4 x H = 4 x 10 = 40 m
Tabel. Koefisien Tanah
Pasir agregat halus atau lanau
Pasir halus
Pasir sedang
Pasir kasar
Kerikil halus
Kerikil sedang
Kerikil besar termasuk berangkal
Bongkah dengan sedikit brongkal + kerikil
Lempung lunak
Lempung sedang
Lempung keras
Lempung sangat keras

8,5
7,5
6,0
5,0
4,0
3,5
3,0
2,5
3,0
2,0
1,8
1,6

Tabel. Panjang Rembesan

Berdasarkan tabel di atas diperoleh:


Lv = 45,06 m
Lh = 44,88 m
Lp = Lv + 1/3 LH
Lp = 45,06 + 14,8104 = 59,8704 m
Adapun Lb yang dibutuhkan = 40 m Lp hasil perhitungan = 59,8704 m
Lp = 59,8704 > Lb = 40 OK
Panjang lantai udik cukup memadai.

BAB VI
ANALISIS STABILITAS PELIMPAH
6.1

Tebal Lantai
Tebal lantai saluran samping, transisi, peluncur, dan peredam energi

direncanakan agar dapat menahan gaya angkat (uplift). Rumus yang digunakan
adalah sebagai berikut:
Upx Wx

dx Fs

UPx = Hx -

Lx

L

Dengan :

6.2

dx

= tebal lantai pada titik yang ditinjau (m)

Fs

= factor keamanan

Upx

= gaya angkat di titik x (t.m-3)

Wx

= kedalaman air pada titik x (m)

= berat jenis konstruksi (t.m-3)

Hx

= tinggi energi di hulu sampai titik x (m)

= beda tinggi energi hulu sampai hilir (m)

= panjang rayapan total (m)

Lx

= panjang rayapan dari titik yang ditinjau (m)

Analisis Geologi dan Pondasi


Analisis geologi pondasi pada bangunan pelimpah selain didasrkan pada

pengamatan peta geologi juga didasarkan pada hasil penyelidikan di bawah


permukaan melalui pengeboran inti dan sukur uji.
Secara umum struktur geologi pondasi pada daerah studi dpat
dikelompokkan dalam beberapa lapisan, yaitu:
1. Lapisan atas (Top soil)
2. Lapisan tengah (Quartenary soil)

3. Lapisan bawah (Tertiary soil)


Dari hasil pengamatan secara visual di permukaan maupun dari hasil
pengeboran dan sumur uji, maka batuan yang menyusun daerah penyelidikn
berdasarkan urutan statigrafinya mulai dari muda sampai tua adalah sebagai
berikut :
a. Endapan alluvial
b.

Satuan intrusi andesit

c.

Satuan Tufa

d.

Satuan anglomerat

6.3

Analisis Stabilitas Pelimpah


Dalam merencanakan suatu konstruksi yang kokoh dan baik maka harus

diperhitungkan semua beban yang bekerja pada konstruksi tersebut. Suatu


konstruksi paing tidak harus mempunyai kedudukan yang stabil dalam semua
keadaan yang mungkin terjadi. Disamping itu daya dukung tanah tempat suatu
konstruksi didirikan haruslah cukup kuat untuk menahan konstruksi tersebut.
Oleh karena itu dalam perencanaan pelimpah perlu dilakukan controlkontrol stabilitas yang meliputi :
1. Stabilitas terhadap guling
2. Stabilitas terhadap geser
3. Stabilitas terhadap daya dukung tanah
6.4

Stabilitas Terhadap Guling


Kontrol stabilitas terhadap momen guling digunakan rumus sebagai

berikut (Anomin,1980:16) :
Keadaan Normal

Sf

Mt
> 1.5
Mg

Keadaan Gempa

Sf

Mt
> 1.1
Mg

dengan :
Sf

= Angka keamanan

6.5

Mt

= Momen tahan (t.m)

Mg

= Momen guling (t.m)

Stabilitas Terhadap Geser


Untuk menentukan stabilitas geser dipergunakan persaman sebagai

berikut:
(Sosrodarsono, 1981:86)
Sf

c A V tan
H

dengan:

6.6

Sf

= angka keamanan

= kohesi antara dasar pondasi dengan tanah pondasi

= luas pembebanan (m2)

= jumlah gaya-gaya vertical (ton)

= jumlah gaya-gaya horizontal (ton)

= sudut geser antara pondasi dengan tanah pondasi

Stabilitas Terhadap Daya Dukung Tanah


Untuk menentukan stabilitas terhadap daya dukung tanah didasarkan

anggapan-anggapan sebagai berikut (Sosrodarsono, 1981:33) :


1. Jika titik tangkap resultan terletak di dalam batas 1/3 dari tepi dasar pondasi
masing-masing sisi maka:

MH

V (1 6e )
A

<

L
2

<

L
6

tanah

dengan:

= besarnya reaksi daya dukung tanah (t.m-3)

= jumlah gaya vertical (ton)

= eksentrisitas pembebanan

= lebar pondasi (m)

= luas dasar pondasi per satuan panjang (m-2)

2. Jika titik tangkap resultan gaya-gaya yang bekerja terletak di luar batas 1/3 dari
tepi dasar masing-masing sisi:
L
3

e >

max

2 V
Lx

e
2

x 3

dengan:

6.7

= besar reaksi daya dukung tanah (t.m-3)

= jumlah gaya vertical (ton)

= eksentrisitas pembebanan

= lebar efektif dari kerja reaksi pondasi (m)


Daya Dukung Tanah Ijin
Daya dukung tanah ijin adalah tanah maksimum yang dapat dipikul oleh

tanah tanpa terjadi kelongsoran. Untuk menghitung besarnya daya dukung tanah
ijin dipergunakan rumus dari Ohsaki sebagai berikut (Sosrodarsono, 1981:33) :

qult C N c B N Df Nq

Sf
Sf

Dengan:

qult

= daya dukung batas (t.m-2)

= daya dukung tanah yang diijinkan (t.m-2)

Sf

= angka keamanan

= factor bentuk pondasi (tabel 2-4)

= berat jenis tanah (t.m-3)

= kohesi tanah

Df

= kedalaman pondasi (m)

= lebar pondasi (m)

Nc, Nq, N = koefisien daya dukung (tabel 2-5)

6.8

Analisis Pembebanan
Dalam perhitungan pembebanan ditinjau dari gaya-gaya yang bekerja pada

pelimpah, gaya tersebut adalah:


1. Gaya tekanan hidrostatis air di hulu pelimpah
2. Gaya tekanan hidrodiamis air I hulu pelimpah
3. Gaya akibat tekanan air di hilir pelimpah
4. Gaya akibat berat pelimpah
5. Gaya akibat tanah di samping
6. Gaya akibat gempa
Tabel. Faktor Bentuk Pondasi
Faktor
bentuk

Menerus
1,0
0,5

Bentuk pondasi
Bujursangkar
Persegi
1,5
0,4

Lingkaran

1,0 + 03B/L
1,3
0,5 + 0,1B/L
0,3
(Sumber: Sosrodarsono, 1981:33)

Tabel. Koefisien Daya Dukung dari OHSAKI

0
5
10
15
20
25
28
32
36
40
45
50

Nc
5,3
5,3
5,3
5,5
7,9
9,9
11,5
20,9
42,2
95,7
172,3
347,5

Nq
0
0
0
1,2
2,0
3,3
4,4
10,6
30,5
115,7
325,8
1073,4

N
1,0
1,4
1,9
2,7
3,9
5,6
7,1
14,1
31,6
81,3
173,3
415,1

(Sumber: Sosrodarsono, 1981:33)

6.9 Gaya Akibat Tekanan Air


1. Tekanan Hidrostatis
Pw

1
1
w H 22 w H 12
2
2

dengan:
Pw

= tekanan air statis (t.m-2)

H1

= tinggi muka air di atas pelimpah (m)

H2

= tinggi muka air di hulu pelimpah (m)

= berat jenis air (t.m-3)

2. Tekanan Hidrodinamis
Pd

7
w kH H 22 (1 z 1,5 )
13

3 1 z 2, 5

Y H 2 1
1, 5
5 1 z

dengan:
Pd = tekanan air dinamis (ton)
kH = koefisien gempa
Z

= perbandingan H1/H2

= jarak terhadap pusat tekanan (m)

3. Berat Air
W w V

dengan:
V

= volume air (m3)

w = berat jenis air (t.m-3)

6.9.1 Berat Sendiri Bangunan


Wtotal W1 W2 W3 .... Wn
Wn Vn b

dengan:
Wtotal

= berat total konstruksi (ton)

= berat konstruksi tiap bagian (ton)

= volume konstruksi tipa bagian (m3)

= berat jenis konstruksi (t.m-3)

BAB VII.
ANALISIS STABILITAS KONSTRUKSI
7.1. Stabilitas
Suatu konstruksi harus mempunyai kedudukan yang stabil dalam segala
keadaan yang mungkin menimpanya. Disamping itu tanah tempat suatu konstruksi
didirikan haruslah cukup kuat untuk menahan beban konstruksi dan pengaruhpengaruh luar lainnya.
Oleh karena itu, dalam perencanaan bangunan pelimpah ini, perlu dilakukan
kontrol-kontrol stabilitas yang meliputi :
-

Stabilitas terhadap guling.

Stabilitas terhadap geser.

Stabilitas terhadapdaya dukung tanah.


Kondisi pembebanan dalam perencanaan ini ditinjau terhadap 3 keadaan,

yang merupakan keadaan yang paling kritis terhadap keamanan bangunan.


Keadaan tersebut adalah (Soedibyo, 1993:123) :
1. Kondisi pada akhir konstruksi.
2. Kondisi pada muka air waduk normal dan gempa.
3. kondisi pada muka air banjir dan gempa.
7.2. Perhitungan Gaya-Gaya Yang Bekerja
7.2.1. Perhitungan Tekanan Tanah
Perhitungan tekanan tanah pada tubuh pelimpah didasarkan
Berat air diatas tubuh pelimpah
-

W12
W13
W14
W15
W16
W17

= 4,89 tm-1
= 5,66 tm-1
= 3,66 tm-1
= 0,73 tm-1
= 16,06 tm-1
= 22,35 tm-1

7.2.2. Perhitungan Gaya Angkat (uplift)


Rayapan air yang melewati pondasi mempunyai tekanan ke atas yang
bekerja pada dasar struktur. Besarnya gaya angkat dihitung berdasarkan
persamaan, yaitu :

Pada rumus Rankine, yaitu :


= tan2 (45-/2)

Ka

=0,31
Diketahui = 320 (untuk tipe tanah pasir bulat, Mekanika Tanah Jilid 2: Braja
M. Das; hal 5), maka :
= 1 / 2.K a . t .H 2

Pa

= . 0,31. 1,87 . 5.28 2 . 1 = 8,08 t


= 1 / 2.K a . t .H

Pp

= . 0.31. 1,87 . 4,5 2 . 1 = 5.87 t


7.2.3. Perhitungan Tekanan Air
Keadaan air di hulu pelimpah akan menimbulkan gaya hidrolis pada hulu
dinding ambang pelimpah. Gayanya bekerja ke arah vertikal dan horizontal. Gaya
vertikal adalah berat sendiri air, sedangkan gaya horizontal adalah tekanan air
statis dan dinamis.
a. Kondisi muka air normal
-

Tekanan air statis


Pw

= . w . H2
= . 1 . 52
= 12.5 tm-2

Tekanan air dinamis


Pd

= 7/12 . 1 . 0,1 . 5 2 . (1-01.5)


= 1,46 tm-2

b. Kondisi muka air banjir


-

Tekanan air statis


Pw

= x ((w x H22)-( w x H12))


= x (( 1 x 7,62) - (1 x 2,62)
= 25.5 tm-2

Tekanan air dinamis


Pd

= 7/12 . 1 . 0,15 . 7,62 . (1 0,34) 1,5 = 2.71 tm-2

7.2.4. Perhitungan gaya angkat pada masing-masing titik adalah :

Hx (m)

Notasi

Upx (tm^-1)

NWL

FWL

NWL

FWL

Ket

La =

7.60

5.00

7.60

Lb =

6.00

8.60

5.78

8.38

Lc =

1,32

6.00

8.60

5.49

8.09

NWL + 13,03

Ld =

5,28

11.28

13.88

9.61

12.21

H = 6,5

Le =

0,66

11.28

13.88

9.47

12.07

Lf =

2,5

8.78

11.38

6.42

9.02

FWL + 15,63

Lg =

0,785

8.78

11.38

6.25

8.85

H = 6,5

Lh =

12.78

15.38

9.37

11.97

Li =

12.78

15.38

9.22

11.82

Lj =

4,5

8.28

10.88

3.73

6.33

Lk =

5,627

8.28

10.88

2.50

5.10

Ll =

0,5

8,78

11.38

2.89

5.49

Lm =

0,495

8,78

11.38

2.78

5.38

Ln =

2,28

5,65

8.25

2.85

5.80

7.2.5. Perhitungan Berat Sendiri Konstruksi


Berat sendiri pelimpah merupakan hasil perkalian antara volume beton.
Perhitungan dibagi dalam beberapa pias, yaitu :
W1

= 1 . 4 . 1 . 2,4 = 9,6 t

W2

= 1,88 . 4,72 . 1 . 2,4 = 21,34 t

W3

= 4,72 . 4,72 . 0,5 .1. 2,4 = 26,74 t

W4

= 4,06 . 8,38 . 1 . 2,4 = 281,66 t

W5

= 2,5 . 2 . 1 . 2,4 = 12 t

W6

= 2,5 . 1 . 0,5 . 1 . 2,4 = 3t

W7

= 1 . 4 . 0,5 . 1 . 2,4 = 4,8 t

W8

= 4 . 2. 1 . 2,4 = 19,2 t

W9

= 17,05 . 1,78 .1 . 2,4 = 72,84 t

W10

= 1,5 . 2,28 . 1 . 2,4 = 8,21 t

W11

= 0,5 .0,1. 0,85. 1 . 2,4 = 1,07 t

7.2.5. Perhitungan Daya Dukung Tanah Ijin


Perhitungan daya dukung tanah ijin digunakan rumus dari Ohsaki, sebagai
berikut :
=

.c.N c . .B.N .D f .N q
q ult

Sf
Sf

Diketahui data tanah sebagai berikut :


= 320 (untuk tipe tanah pasir bulat, Mekanika Tanah Jilid 2: Braja M.

Das; hal 5)
C

= 4 tm

sat

= 1,87 tm-3

Dari tabel 2-5, untuk = 320 didapat harga koefisien daya dukung berikut :
Nc = 20,9 ; N = 10,6 dan Nq = 14,1 . sedangkan faktor bentuk untuk pondasi
menerus didapat = 1,0 dan = 0,5
Ukuran pondasi direncanakan (185 x 30,93) meter pada kedalaman 7,78 meter.
Dari parameter daya dukung di atas, maka dapat dihitung besarnya daya dukung
tanah ijin, yaitu :

1.2.20,9 0,5.1,87.30,93.10,6 1,87.7,78.14,1


3

= 184,49 tm-2

Tabel. Faktor Bentuk Pondasi


Faktor

Bentuk Pondasi
Bujursangkar
Persegi

Menerus
bentuk

1,0
1,3

0,5
0,4
Sumber : Sosrodarsono, 1981:33

Lingkaran

1,0 + 0,3 B/L


0,5 + 0,1 B/L

1,3
0,3

Tabel. Nilai Nc, N dan Nq

Nc
N
0
5,3
0
5
5,3
0
10
5,3
0
15
5,5
1,2
20
7,9
2,0
25
9,9
3,3
28
11,5
4,4
32
20,9
10,6
36
42,2
30,5
40
95,7
115,7
45
172,3
325,8
50
347,5
1073,4
Sumber : Sosrodarsono, 1981: 33

Nq
1,0
1,4
1,9
2,7
3,9
5,6
7,1
14,1
31,6
81,3
173,3
415,1

1. Kontrol Stabilitas Kondisi Muka Air Normal Tanpa Gempa


Perhitungan gaya-gaya yang bekerja dan momen yang terjadi pada
kondisi ini ditunjukkan pada tabel di bawah ini.

Notasi
W1
W2
W3
W4
W5
W6
W7
W8
W9
W10
W11
Pw
Pd
Pa
Pp
Up1
Up2
Up3
Up4
Up5
Up6
Up7
Up8
Up9
Up10
Up11
Up12
Up13
Up14
Up15
Up16
Up17
Up18
Up19
Up20
Up21
Up22
Up23
Up24
Up25
Up26

Volume

Berat Jenis

m3

t/m-3

4,00
8,89
11,14
34,03
5,00
1,25
2,00
8,00
30,35
3,42
0,45
12,50
1,46
8,08
5,87
5,00
0,39
7,25
0,19
28,99
10,14
6,07
0,05
15,35
3,81
4,72
0,07
23,88
6,24
5,90
0,05
15,53
12,35
12,49
3,46
1,11
0,35
1,75
0,71
6,92
0,71
Jumlah

2,40
2,40
2,40
2,40
2,40
2,40
2,40
2,40
2,40
2,40
2,40
1,00
1,00
1,87
1,87
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00

Gaya (t)
Horizonta
Vertikal
l
9,60
21,34
26,74
81,66
12,00
3,00
4,80
19,20
72,84
8,21
1,07
12,50
1,46
15,11
10,98
5,00
0,39
7,25
0,19
28,99
10,14
6,07
0,05
15,35
3,81
4,72
0,07
23,88
6,24
5,90
0,05
15,53
12,35
12,49
3,46
1,11
0,35
1,75
0,71
6,92
0,71
426,30
40,05

Lengan (m)

Momen tm

Tahan

Guling

2,00
4,94
7,45
8,19
5,00
6,33
10,05
11,38
20,91
30,18
30,59
0,50
0,67
1,66
1,44
4,82
5,67
7,65
7,54
9,23
8,81
10,87
10,71
13,00
13,60
15,08
14,97
17,66
16,76
21,98
21,15
24,29
24,38
24,79
24,69
28,44
27,95

1,67
1,65
2,65
2,65
-

19,20
105,40
199,18
668,82
60,00
18,99
48,24
218,50
1523,08
247,72
32,74

20,88
2,41
40,04
29,09
-

-2,50
-0,26
-12,04
-0,28
-139,73
-57,49
-46,44
-0,38
-141,68
-33,59
-51,31
-0,72
-310,44
-84,83
-88,97
-0,75
-274,26
-206,99
-274,47
-73,18
-26,96
-8,53
-43,38
-17,53
-196,80
-19,84
1028,53

92,41

a. Stabilitas terhadap guling


Sf = (Kondisi Gempa)
Sf =

1028.53
= 11.1296 > 1.5 Aman
92.41

b. Stabilitas terhadap geser


Sf =
Sf = = 9.6894 > 1.5 Aman
c. Stabilitas terhadap daya dukung

L
Mv Mh L

v
2
6

e=

29,607
426,30 40,05 29,607

426,30
2
6

e=

e = -13,8974 < 4,9345


maks = ijin
maks =

426,30
6. 13,897
1

30,93
29,607

= 57,4153 < 184,49 t

2. Kontrol Stabilitas Kondisi Muka Air Normal dan Gempa


Perhitungan gaya-gaya yang bekerja dan momen yang terjadi pada
kondisi ini ditunjukkan pada tabel di bawah ini.
Volume

Berat Jenis

m3

t/m-3

W1

4,00

W2

8,89

W3

Notasi

Gaya (t)

Lengan (m)

Momen tm

Vertikal

Horizontal

Tahan

Guling

2,40

9,60

1,44

2,00

2,40

21,34

3,20

4,94

0,50

19,20

0,72

2,64

105,40

11,14

2,40

26,74

4,01

8,45

7,45

1,85

199,18

W4

34,03

2,40

81,66

7,42

12,25

8,19

1,75

668,82

21,44

W5

5,00

2,40

W6

1,25

2,40

12,00

1,80

5,00

5,03

60,00

9,05

3,00

0,45

6,33

4,61

18,99

W7

2,00

2,07

2,40

4,80

0,72

10,05

5,11

48,24

W8

3,68

8,00

2,40

19,20

2,88

11,38

5,78

218,50

16,65

W9

30,35

2,40

72,84

10,93

20,91

2,39

1523,08

26,11

W10

3,42

2,40

8,21

1,23

30,18

2,64

247,72

3,25

W11

0,45

2,40

1,07

0,16

30,59

1,23

32,74

0,20

Pw

12,5

12,5

1,67

Pd

1,46

1,46

1,65

20,875
2,409

Pa

8,08

1,87

15,1096

2,65

40,04044

Pp

5,87

1,87

10,9769

2,65

29,08879

Up1

5,00

5,00

0,50

-2,5

Up2

0,39

0,39

0,67

-0,2613

Up3

7,25

7,25

1,66

-12,035

Up4

0,19

0,19

1,44

-0,27504

Up5

28,99

28,99

4,82

-139,732

Up6

10,14

10,14

5,67

-57,4938

Up7

6,07

6,07

7,65

-46,4355

Up8

0,05

0,05

7,54

-0,377

Up9

15,35

15,35

9,23

-141,681

Up10

3,81

3,81

8,81

-33,5925

Up11

4,72

4,72

10,87

-51,3064

Up12

0,07

0,07

10,71

-0,71757

Up13

23,88

23,88

13,00

-310,44

Up14

6,24

6,24

13,60

-84,8328

Up15

5,90

5,90

15,08

-88,972

Up16

0,05

0,05

14,97

-0,7485

Up17

15,53

15,53

17,66

-274,26

Up18

12,35

12,35

16,76

-206,986

Up19

12,49

12,49

21,98

-274,468

Up20

3,46

3,46

21,15

-73,1755

Up21

1,11

1,11

24,29

-26,9619

Up22

0,35

0,35

24,38

-8,53125

Up23

1,75

1,75

24,79

-43,3825

Up24

0,03

0,71

24,69

-17,5299

Up25

6,29

6,92

0,00

Up26

0,71

0,71

0,00

Jumlah

312,4138

79,11442

1245,18

191,453

a. Stabilitas terhadap guling


Sf = (Kondisi Normal)
1245,18

Sf = 191,45 6,5038 1.1 Aman


b. Stabilitas terhadap geser
Sf = > 1,1
Sf =

2.30,93 312,4318. tan 32


= 4,012 > 1,1 Aman
79,1144

c. Stabilitas terhadap daya dukung

Mv Mh L L

v
2
6

e=

29,607
312,4318 79,1144 29,607

312,4318
2
6

e=

e = -14,0567 < 4,9345


maks = ijin
maks =

312,4318
6. 14,0567
1
= 38,8741 < 184,49 t
30,93
29,607

3. Kontrol Stabilitas Kondisi Muka Air Banjir Tanpa Gempa


Perhitungan gaya-gaya yang bekerja dan momen yang terjadi pada
kondisi ini ditunjukkan pada tabel di bawah ini.
Nota
si

Volume
m3

Berat
Jenis
t/m-3

W1
W2
W3
W4
W5
W6
W7
W8
W9
W10
W11
W12
W13
W14
W15
W16
W17
Pw
Pd
Pa1
Pa2
Up1
Up2
Up3
Up4
Up5
Up6
Up7
Up8
Up9
Up10
Up11
Up12
Up13
Up14
Up15
Up16
Up17
Up18
Up19
Up20
Up21

4,00
8,89
11,14
34,03
5,00
1,25
2,00
8,00
30,35
3,42
0,45
4,89
5,66
3,66
0,73
16,06
22,35
25,50
2,71
8,08
5,87
7,60
0,39
10,68
0,19
42,71
10,89
7,96
0,05
22,55
3,81
6,95
0,07
35,39
6,25
7,81
0,05
28,54
12,34
28,69
3,50
2,55

2,40
2,40
2,40
2,40
2,40
2,40
2,40
2,40
2,40
2,40
2,40
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,87
1,87
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00

Gaya (t)

Lengan (m)

Momen tm

Vertikal

Horizontal

Tahan

Guling

9,60
21,34
26,74
81,66
12,00
3,00
4,80
19,20
72,84
8,21
1,07
4,89
5,66
3,66
0,73
16,06
22,35
-

25,50
2,71
15,11
10,98

2,00
4,94
7,45
8,19
5,00
6,33
10,05
11,38
20,91
30,18
30,59
4,94
7,31
9,69
10,96
21,66
24,75
-

2,50
2,50
3,15
4,15

19,2
105,3998
199,1832
668,8150
60
18,99
48,24
218,496
1523,084
247,7174
32,7435
24,1566
41,3746
35,4654
8,0008
347,8596
553,1625
-

63,75
6,78
47,60
45,55

-7,60
-0,39
-10,68
-0,19
-42,71
-10,89
-7,96
-0,05
-22,55
-3,81
-6,95
-0,07
-35,39
-6,25
-7,81
-0,05
-28,54
-12,34
-28,69
-3,50
-2,55

0,50
0,67
1,66
1,44
4,82
5,67
7,65
7,54
9,23
8,81
10,87
10,71
13,00
13,60
15,08
14,97
17,66
16,76
21,98
21,15
24,29

3,80
-0,26
-17,73
-0,28
-205,87
-61,74
-60,93
-0,36
-208,16
-33,56
-75,49
-0,73
-460,06
-84,96
-117,70
-0,72
-503,96
-206,83
-630,36
-74,00
-61,91

Up22
Up23
Up24
Up25
Up26

0,10
3,01
-0,15
6,29
0,71
Jumlah

1,00
1,00
1,00
1,00
1,00

-0,10
-3,01
0,15
-13,86
-6,93
71,88

24,38
24,79
24,69
28,44
27,95
54,2965

-2,38
-74,61
3,62
-394,25
-193,73
688,727

a. Stabilitas terhadap guling


Sf = (Kondisi Normal)
688,7272

Sf = 163,6744 4,2079 1.5 Aman


b. Stabilitas terhadap geser
Sf = > 1,5
Sf =

2.30,93 71,8894. tan 32


= 3,09949 > 1,5 Aman
54,2965

c. Stabilitas terhadap daya dukung

Mv Mh

e=

L
L

2
6

29,607
71,889467 54,2965 29,607

71,889467
2
6

e=

e = -14,55878 < 4,9345


maks = ijin
maks =

71,889467
6. 14,5588
1

30,93
29,607

= 9,18 < 184,49 t

163,674

4. Kontrol Stabilitas Kondisi Muka Air Banjir Dengan Gempa


Perhitungan gaya-gaya yang bekerja dan momen yang terjadi pada
kondisi ini ditunjukkan pada tabel di bawah ini.

Notasi
W1
W2
W3
W4
W5
W6
W7
W8
W9
W10
W11
W12
W13
W14
W15
W16
W17
Pw
Pd
Pa
Pp
Up1
Up2
Up3
Up4
Up5
Up6
Up7
Up8
Up9
Up10
Up11
Up12
Up13
Up14
Up15
Up16
Up17
Up18
Up19
Up20

Volume

Berat
Jenis

m3

t/m-3

4,00
8,89
11,14
34,03
5,00
1,25
2,00
8,00
30,35
3,42
0,45
4,89
5,66
3,66
0,73
16,06
22,35
25,50
2,71
8,08
5,87
7,60
0,39
10,68
0,19
42,71
10,89
7,96
0,05
22,55
3,81
6,95
0,07
35,39
6,25
7,81
0,05
28,54
12,34
28,69
3,50

2,40
2,40
2,40
2,40
2,40
2,40
2,40
2,40
2,40
2,40
2,40
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,87
1,87
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00

Gaya (t)
Vertika
l
9,60
21,34
26,74
81,66
12,00
3,00
4,80
19,20
72,84
8,21
1,07
4,89
5,66
3,66
0,73
16,06
22,35
-7,60
-0,39
-10,68
-0,19
-42,71
-10,89
-7,96
-0,05
-22,55
-3,81
-6,95
-0,07
-35,39
-6,25
-7,81
-0,05
-28,54
-12,34
-28,69
-3,50

Horizont
al
1,44
3,20
4,01
12,25
1,80
0,45
0,72
2,88
10,93
1,23
0,16
25,50
2,71
15,11
10,98
-

Lengan (Titik
berat) (m)

Momen tm

Tahan

Guling

2,00
4,94
7,45
8,19
5,00
6,33
10,05
11,38
20,91
30,18
30,59
4,94
7,31
9,69
10,96
21,66
24,75
0,50
0,67
1,66
1,44
4,82
5,67
7,65
7,54
9,23
8,81
10,87
10,71
13,00
13,60
15,08
14,97
17,66
16,76
21,98
21,15

0,50
2,64
1,85
1,75
5,03
4,61
5,11
5,78
2,39
2,64
1,23
1,67
1,65
2,65
2,65
-

19,20
105,40
199,18
668,82
60,00
18,99
48,24
218,50
1523,08
247,72
32,74
24,16
41,37
35,47
8,00
347,86
553,16
-3,80
-0,26
-17,73
-0,28
-205,87
-61,74
-60,93
-0,36
-208,16
-33,56
-75,49
-0,73
-460,06
-84,96
-117,70
-0,72
-503,96
-206,83
-630,36
-74,00

0,72
8,45
7,42
21,44
9,05
2,07
3,68
16,65
26,11
3,25
0,20
42,59
4,47
40,04
29,09
-

Up21
Up22
Up23
Up24
Up25
Up26

2,55
0,10
3,01
-0,15
13,86
6,93
Jumlah

1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00

-2,55
-0,10
-3,01
0,15
-13,86
-6,93
51,10

24,29
24,38
24,79
24,69
28,44
27,95

93,36442

-61,91
-2,38
-74,61
3,62
-394,25
-193,73
681,13

a. Stabilitas terhadap guling


Sf = (Kondisi Gempa)
681,13

Sf = 215,23 3,1647 1.1 Aman


b. Stabilitas terhadap geser
Sf = < 1,1
Sf =

2.30,93 51,10 tan 32


= 1,6644 > 1,1 Aman
93,3644

c. Stabilitas terhadap daya dukung

Mv Mh

e=

L
L

2
6

29,607
681,13 215,23 29,607

51,10
2
6

e=

e = -5,6853 < 4,9345


maks = ijin
maks =

51,10
6. 5,6853
1
= 3,555327 < 184,49 t
30,93
29,607

215,23

BAB VII
PENUTUP
7.1 Kesimpulan
Dari perincian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam tugas besar ini,
selain merencanakan kebutuhan air irigasi kami juga merencanakan jaringan
irigasi serta bangunan utama irigasi dan komponen pelengkapnya.
1. Kebutuhan air untuk irigasi
Berdasarkan perhitungan dengan pola tata tanam diperoleh kebutuhan air
irigasi maksimum sebesar 1,655 lt/dt/ha yang terjadi pada bulan Mei
minggu ke-2.
2. Perencanaan Bangunan Utama
Pada perencanaan ini hanya merencanakan bendung utamanya saja.
Adapun hasilnya adalah sebagai berikut:
a. Perencanaan mercu bendung
Mercu bendung menggunakan tipe bulat yang memiliki banyak
keuntungan yang diantaranya adalah kesederhanaan dan tahan
terhadap benturan, goresan dan abrasi.
b. Desain bangunan intake
Diambil b
= 5,8 m
Jumlah bukaan
=5
Lebar bukaan
= 1,93 m
Tinggi bukaan
= 1,12 m
Jumlah pilar
= 4 buah
c. Desain bangunan peredam energi
Panjang kolam olakan
= 19 m
Tinggi, lebar dan selang blok-blok kolom olakan = 1,88 m
Lebar gerigi maksimum
= 0,94 m
Jarak antar gerigi
= 2,35 m
d. Desain hidrolik bangunan pembilas
Lebar lubang
=2m
Tinggi lubang
= 1,5 m
Lebar pilar
= 1,5 m
e. Panjang lantai udik
Panjang rayapan seharusnya 26 m
Tetapi menurut perhitungan Lp = 29,607 m sehingga panjang
lantai udik cukup memadai.

3. Stabilitas konstruksi
a. Kontrol kondisi muka air normal tanpa gempa
Stabilitas terhadap guling, geser dan terhadap gaya dukung aman.
b. Kontrol kondisi muka air normal dan gempa
Stabilitas terhadap guling, geser dan terhadap gaya dukung aman.
c. Kontrol kondisi muka air banjir tanpa gempa
Stabilitas terhadap guling, geser dan terhadap gaya dukung aman.
d. Kontrol kondisi muka air banjir dengan gempa
Stabilitas terhadap guling, geser dan terhadap gaya dukung aman.
7.2. Saran
1. Karena waktu yang diberikan dalam pengerjakaan tugas irigasi dan
bangunan air sangat terbatas maka diharapkan tugas dapat terselesaikan
tepat waktu.
2. Untuk menjadi perencana jaringan irigasi yang baik, seseorang harus
benar-benar menguasai ilmu yang berhubungan erat dengan irigasi.
3. Selain itu juga perlu dikembangkan dalam mengembangkan diri dengan
membaca literatur yang ada dengan harapan bahwa perkembangan baru
dalam bidang irigasi akan cepat didapatkan.

DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Jendral Pengairan Departemen Pekerjaan Umum. 1986. Standart
Perencanaan Irigasi.
Mawardi, Erman dan Moch. Memed. 2002. Desain Hidraulik Bendung Tetap
untuk Irigasi Teknis. Bandung: Alfabeta.
Sumarto, CD.1987. Hidrologi Teknik. Surabaya: Usaha Nasional
Sosrodarsono, Suyono. 1976. Hidrologi Untuk Pengairan. Jakarta: PT Pradnya
Paramita.
Sunggono, KH.Mekanika Tanah. Bandung : Penerbit NOVA.
TE,Ven Chow. 1997. Hidrolika Saluran Terbuka. Jakarta: Erlangga
Referensi Tugas Besar Irigasi Bangunan Air Mahasiswa Teknik Sipil S1
Universitas Jember Angkatan 2005.

You might also like