Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Torsio testis adalah suatu keadaan dimana funikulus spermatikus yang terpeluntir
yang mengakibatkan oklusi dan strangulasi dari vaskularisasi vena atau arteri ke testis
dan epididimis. Torsio testis merupakan suatu keadaan yang termasuk gawat darurat
dan butuh segera dilakukan tindakan bedah. Kondisi ini, jika tidak segera ditangani
dengan cepat dalam 4 hingga 6 jam setelah onset nyeri maka dapat menyebabkan
infark dari testis yang selanjutnya akan diikuti oleh atrofi testis (Sjamsuhidajat,
2004).
Torsio testis juga merupakan kegawat daruratan urologi yang paling sering
terjadi pada laki-laki dewasa muda, dengan angka kejadian 1 diantara 400 orang
dibawah usia 25 tahun dan paling banyak diderita oleh anak pada masa pubertas (1220 tahun). Janin yang masih berada di dalam uterus atau bayi baru lahir tidak jarang
menderita torsio testis yang tidak terdiagnosis sehingga mengakibatkan kehilangan
testis baik unilateral ataupun bilateral. Torsio testis harus selalu dipertimbangkan
pada pasien-pasien dengan nyeri akut pada skrotum dan kondisi tersebut juga harus
dibedakan dari keluhan-keluhan nyeri pada testis lainnya agar tidak terjadi kesalahan
diagnosis yang dapat berujung pada kesalahan terapi (Cuckow, 2000).
Penyebab dari akut skrotum biasanya dapat ditegakkan berdasarkan riwayat
penyakit, pemeriksaan fisik yang menyeluruh serta pemeriksaan diagnostik yang
tepat. Sekitar 2/3 pasien yang dicurigai menderita torsio testis dengan dilakukan
anamnesis dan pemeriksaan fisik cukup untuk menegakkan diagnosis yang tepat.
Keterlambatan dan kegagalan dalam dignosis dan terapi akan menyebabkan proses
torsio yang berlangsung lama, sehingga pada akhirnya menyebabkan kematian testis
dan jaringan disekitarnya (Cuckow, 2000).
Penatalaksanaan torsio testis menjadi tindakan darurat yang harus segera
dilakukan karena angka keberhasilan serta kemungkinan testis tertolong akan
menurun seiring dengan bertambahnya lama waktu terjadinya torsio. Adapun
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Anatomi Testis
Testis merupakan sepasang struktur berbentuk oval dg berat 10-14 gr
dg panjang 4 cm ukuran dari anterior ke posterior 3 cm dan lebar 2,5cm dan
memiliki bagian2 yakni extremitas superior, extremitas inferior, facies lateralis,
facies medialis, margo anterior (convex), margo posterior (datar).
Testis berada didalam skrotum bersama epididimis yaitu kantung
ekstraabdomen tepat dibawah penis. Testis kiri terletak lebih rendah drpd yang
kanan. Dinding pada rongga yang memisahkan testis dengan epididimis disebut
tunika vaginalis. Tunika vaginalis dibentuk dari peritoneum intraabdomen yang
bermigrasi ke dalam skrotum primitive selama perkembangan genetalia interna
pria, setelah migrasi ke dalam skrotum, saluran tempat turunnya testis (prosesus
vaginalis) akan menutup.
Setelah pubertas, selain sebagai organ reproduksi (menghasilkan
spermatozoa) jg sebagai kelenjar endokrin yg menghasilkan hormon androgen
yang berguna untuk mempertahankan tanda2 kelamin sekunder.
3 sel ini dibagi 2 bagian yaitu Sel Leydig Sebagai Endocrin sedangkan Sel
Sertoli dan Sel Spermatozoid sebagai Eksocrin. Testis menghasilkan hormon
testosterone yg berfungsi utk memacu perkembangan system reproduksi steroid
pria dan ciri seksual sekunder pria
B.
Immobilisasi
testis
Tumor
testis
Adescendens
testicularis
Perubahan keadaan
extreme
Bell-clapper
Iskemia testis
Nyeri menjalar
ke abdomen
Nekrosis
Impuls dari
saraf
Demam
Terasa terbakar
saat berkemih
E. Penegakkan diagnosis
1. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik
dapat
membantu
membedakan
torsio
testis
dengan penyebab akut scrotum lainnya. Testis yang mengalami torsio pada
scrotum akan tampak bengkak dan hiperemis. Eritema dan edema dapat
meluas hingga scrotumsisi kontralateral. Testis yang mengalami torsio juga
akan terasa nyeri pada palpasi. Jika pasien datang pada keadaan dini, dapat
dilihat adanya testis yangterletak transversal atau horisontal. Seluruh testis
akan bengkak dan nyeri sertatampak lebih besar bila dibandingkan dengan
testis kontralateral, oleh karenaadanya kongesti vena. Testis juga tampak lebih
tinggi di dalam scotum disebabkan karena pemendekan dari spermatic cord.
Hal tersebut merupakan pemeriksaan yang spesifik dalam menegakkan
dianosis. Biasanya nyeri juga tidak berkurang bila dilakukan elevasi testis
(Prehn sign) (Ringdahl & Teague, 2006).
Pemeriksaan fisik yang paling sensitif pada torsio testis ialah hilangnya
refleks cremaster. Dalam satu literatur disebutkan bahwa pemeriksaan
inimemiliki sensitivitas 99% pada torsio testis(Ringdahl & Teague, 2006).
2. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang berguna untuk membedakan torsio testis
dengan keadaan akut scrotum yang lain adalah dengan menggunakan
stetoskop Doppler, ultrasonografi Doppler, dansintigrafi testis, yang
kesemuanya bertujuan untuk menilai aliran darah ke testis. Stetoskop Doppler
dan ultrasonografi konvensional tidak terlalu bermanfaat dalam menilai aliran
darah ke testis. Penilaian aliran darah testis secara nuklir dapat membantu,
tetapi membutuhkan waktu yang lama sehingga kasus bisa terlambat
ditangani.
Ultrasonografi
Doppler
berwarna
merupakan
pemeriksaan
mungkin
mengarah
kepada
epididimitis.
Selain
itu
perlu
yang
echotexture\Ultrasonografi
dapat
menemukan
3. Dianosis Banding
ini,
sehingga
harus
dibantu
dengan
pemeriksaan
ultrasonografi.
c.
Hernia incarserata
Pada anamnesis didapatkan riwayat benjolan yang dapat keluar masuk ke
dalam scrotum yang muncul bersamaan dengan keaadaan peningkatan
tekanan intraabdominal seperti batuk atau mengejan. Benjolan dapat
hilang bila berbaring. Ukuran benjolan dapat bervariasi dari kecil sampai
besar, Bila hernia sudah mengalami inkarserta maka gejala yang timbul
dapat berupa mual, nyeri kolik abdomen, konstipasi, keerahan pada
skrotum, dan bila di auskultasi dapat didengat bunyi bising usus di daerah
skrotum.
d. Tumor testis
Pembesaran testis yang tidak nyeri, biasanya terjadi pada usia 20-50
tahun dan sering disertai dengan limfadenopati abdomen
e.
F. Terapi
1. Non operatif
Pada beberapa kasus torsio testis, detorsi manual dari funikulus
spermatikus dapat mengembalikan aliran darah (Purnomo, 2003).
Detorsi manual adalah mengembalikan posisi testis ke asalnya, yaitu
dengan memutar testis ke arah berlawanan dengan arah torsio. Karena arah
torsio biasanya ke medial maka dianjurkan memutar testis ke arah lateral
terlebih dahulu, kemudian jika tidak terjadi perubahan dicoba detorsi ke arah
medial. Hilangnya nyeri setelah detorsi menandakan bahwa detorsi telah
berhasil. Detorsi manual merupakan cara terbaik untuk memperpanjang waktu
menunggu tindakan pembedahan, tetapi tidak dapat menghindarkan dari
prosedur pembedahan. Jika detorsi berhasil operasi harus tetap dilaksanakan
(Purnomo, 2003).
Dalam pelaksanaannya, detorsi manual sulit dan jarang dilakukan. Di unit
gawat darurat, pada anak dengan scrotum yang bengkak dan nyeri, tindakan
ini sulit dilakukan tanpa anestesi. Selain itu, testis mungkin tidak sepenuhnya
terdetorsi atau dapat kembali menjadi torsio tak lama setelah pasien pulang
dari RS. Sebagai tambahan, mengetahui ke arah mana testis mengalami torsio
adalah hampir tidak mungkin, yang menyebabkan tindakan detorsi manual
akan memperburuk derajat torsio (Govindarajan, 2011).
2. Operatif
Torsio testis merupakan kasus emergensi, harus dilakukan segala upaya
untuk mempercepat proses pembedahan. Hasil pembedahan tergantung dari
lamanya iskemia, oleh karena itu, waktu sangat penting. Biasanya waktu
terbuang untuk pemeriksaan pencitraan, laboratorium, atau prosedur
diagnostik lain yang mengakibatkan testis tak dapat dipertahankan (Purnomo,
2003).
Tindakan operasi ini dimaksudkan untuk mengembalikan posisi testis
pada arah yang benar (reposisi) dan setelah itu dilakukan penilaian apakah
testis yang mengalami torsio masih viable (hidup) atau sudah mengalami
nekrosis (Purnomo, 2003).
Torsio testis merupakan kasus emergensi, harus dilakukan segala upaya
untuk mempercepat proses pembedahan. Hasil pembedahan tergantung dari
lamanya iskemia, oleh karena itu, waktu sangat penting. Biasanya waktu
terbuang untuk pemeriksaan pencitraan, laboratorium, atau prosedur
diagnostik lain yang mengakibatkan testis tak dapat dipertahankan
(Govindarajan, 2011).
Tujuan dilakukannya eksplorasi yaitu (Govindarajan, 2011):
a.
b.
c.
d.
e.
dan
untuk
melakukan
orkidopeksi
pada
testis
G.
Prognosis
Bila dilakukan penangan sebelum 6 jam hasilnya baik, 8 jam memungkinkan
pulih kembali, 12 jam meragukan, 24 jam dilakukan orkidektomi. Viabilitas testis
sangat berkurang bila dioperasi setelah 6 jam.
H.
Komplikasi
Torsio testis dan spermatic cord akan berlanjut sebagai salah satu kegawat
daruratan dalam bidang urologi. Nekrosis tubular pada testis yang terlibat jelas
terlihat setelah 2 jam dari torsi. Keterlambatan lebih dari 6-8 jam antara onset
gejala yang timbul dan waktu pembedahan atau detorsi manual akan menurunkan
angka pertolongan terhadap testis hingga 55-85%. Putusnya suplai darah ke testis
dalam jangka waktu yang lama akan menyebabkan atrofi testis. Atrofi testikular
dapat terjadi dalam waktu 8 jam setelah onset iskemia. Insiden terjadinya atrofi
testis meningkat bila torsio telah terjadi 8 jam atau lebih. Komplikasi klinis dari
TT adalah kesuburan yang menurun dan hilangnya testikular apabila torsi
tersebut tidak diperbaiki dengan cukup cepat. Tingkat yang lebih ekstrim dari
torsi testis mempengaruhi tingkat iskemia testikular dan kemungkinan
penyelamatan (Greenberg, 2005).
Komplikasi torsi testis yang paling signifikan adalah infark gonad. Kejadian
ini bergantung pada durasi dan tingkat torsi. Analisis air mani abnormal dan
apoptosis testikular kontralateral juga merupakan sekuele yang diketahui
mengikuti ketegangan testis. Oleh karena itu, resiko subfertilitas harus
dibicarakan dengan pasien. Testis yang telah mengalami nekrosis jika tetap
dibiarkan berada di dalam skrotum akan merangsang terbentuknya antibodi
antisperma sehingga mengurangi kemampuan fertilitas dikemudian hari.
Komplikasi lain yang sering timbul dari torsio testis meliputi yaitu hilangnya
testis, infeksi, infertilitas sekunder, deformitas kosmetik (Graham, 2009).
BAB III
KESIMPULAN
1. Torsio testis adalah terpeluntirnya funikulus spermatikus yang berakibat
terjadinya gangguan aliran darah pada testis.
2. Dari anamnesis biasanya pasien mengeluh nyeri hebat di daerah skrotum serta
mengalami pembengkakan pada testis. Sedangkan dari pemeriksaan fisis,
testis membengkak, letaknya lebih tinggi dan lebih horizontal daripada testis
sisi kontralateral serta dari pemeriksaan Ultrasonografi Doppler berwarna
merupakan pemeriksaan noninvasif yang keakuratannya kurang lebih
sebanding dengan pemeriksaan nuclear scanning.
3. Terapi pada torsio testis dengan detorsi manual, yaitu mengembalikan posisi
reposisi ke asalnya.
DAFTAR PUSTAKA
Cuckow, PM. 2001. Torsion of Testis. BJU International (2000). The Hospital for Sick
Children ; Bristol, United Kingdom
Graham; Townell, Nick. 2010. Testicular Torsion. British Medical Journal (Overseas
& Retired Doctors Edition;7/31/2010, Vol. 341 Issue 7767, p249
Greenberg, Michael. 2005. Testicular Torsion page 329. Greenbergs Text Atlas of
Emergency Medicine. Lippicott Williams Willkins : Philadelphia
Leape.L.L . 1990. Testicular Torsion. In : Ashcraft.K.W (ed), Pediatric Urology,;
Philadelphia: W.B. Saunders Company.