You are on page 1of 17

Sosiologi Akuntansi

Ringkasan Materi

BAB 7
FINANCE
(Roslender, 1992)

Disusun oleh:
Kelompok 3
Gde Ngurah / 156020301111005
Fitri Purnamasari / 146020306011001
Dwi Narullia / 146020306011002

PROGRAM PASCASARJANA
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015

BAB 7
FINANCE
Finance (atau dikenal sebagai corporate finance, business finance, financial
management atau managerial finance), merupakan salah satu cabang akuntansi
kontemporer yang semakin berkembang selama tiga dekade terakhir sehingga
membuatnya berbeda dengan akuntansi keuangan dan akuntansi manajemen. Meskipun
memiliki keterkaitan dengan akuntansi keuangan dan akuntansi manajemen, finance
sebenarnya berasal dari ilmu ekonomi dan bukan akuntansi. Sebagaimana yang
diungkapkan oleh Copeland & Weston (1988) bahwa finance (atau modern finance
theory) telah berkembang dari mikroekonomi terapan. Brealey & Myers (1988) juga
mengemukakan bahwa corporate finance

didasarkan pada financial economics.

Dengan dasar ini, pembahasan finance akan lebih menarik jika dikaitkan dengan ide-ide
dari literatur sosiologi dimana selama ini belum tersentuh. Oleh karena itu, pembahasan
ini dapat diawali dengan mendeskripsikan sifat-sifat dari

finance itu sendiri.

Berikutnya. Bisa dijabarkan keterkaitan antara finance dengan ilmu-ilmu bisnis dan
manajemen yang baru, seperti agency theory, behavioural theory, dan corporate
culture.
SIFAT-SIFAT DARI FINANCE
Menurut penulis buku ini, mendefinisikan finance bukanlah hal yang termasuk mudah.
Oleh karenanya, para penulis teks mengenai finance mengadopsi beberapa literatur
dengan mengidentifikasi serangkaian parameter yang menandai bidang finance,
diantaranya:
1. Finance memiliki kaitan dengan isu-isu dan permasalahan bisnis atau bersifat
komersial
Finance memiliki kaitan dengan isu-isu dan permasalahan bisnis atau bersifat
komersial, berarti finance lebih dekat dengan sektor laba, lalu bagaimana dengan
sektor nirlaba yang kurang komersial? Padahal sektor ini juga memiliki proses uang
masuk dan keluar, lalu apakah ini akan memengaruhi finance pada sektor ini? Dan
apakah ada perbedaan finance pada sektor laba dan nirlaba?

Sebagian besar penulis finance menjadikan anggapan untuk memaksimalkan


kekayaan

shareholder

sebagai

titik

awal

yang

menjadi

premis

untuk

mengkonstruksi subyek ini. Identifikasi kesempatan investasi yang menguntungkan


adalah sarana paling umum mencapai tujuan ini sehingga studi proses investasi
menjadi isu kunci dalam finance.

Manajemen, sebagai agen shareholder,

membutuhkan teknik-teknik yang akan melindungi tujuan untuk memaksimalkan


kekayaan shareholder sampai tingkatan yang tinggi. Sehingga, pengembangan
model net present value dan teknik diskonting yang mendasari adalah fitur utama
dari keuangan kontemporer.
2. Situasi bisnis atau komersial membutuhkan penekanan pada decision-making
Ketika net present value telah dibuat untuk sebuah investasi, maka sebuah
keputusan harus dibuat untuk melakukan investasi atau tidak. Bahkan dalam situasi
penilaian investasi yang paling sederhana, sebuah keputusan kritis diperlukan
sebelum perhitungan dilakukan. Keputusan tersebut adalah sebuah keputusan
mengenai faktor diskon yang digunakan dalam penggunaan penilaian. Menetapkan
biaya modal menjadi sebuah topik yang populer, meskipun jumlah informasi yang
ada untuk tim manajemen keuangan akan lebih ekstensif dan lebih problematik.
Untuk menyelesaikan aspek pembuatan keputusan dari finance, terdapat pertanyaan
secara keseluruhan atas keputusan mengenai kebijakan deviden jangka pendek,
jangka menengah, dan jangka panjang. Keputusan ini selanjutnya memiliki
pengaruh signifikan pada biaya modal yang tersedia untuk perusahaan yang
mungkin menghasilkan perubahan dalam rencana investasi, yaitu mendukung atau
tidak.
3. Manajemen keuangan melibatkan pengendalian manajemen (management control)
untuk melengkapi penekanan pada decision making
Manajemen keuangan juga melibatkan day-to-day control, misalnya untuk
manajemen modal kerja, manajemen aktivitas valuta asing, maupun untuk
penggunaan kredit jangka pendek. Control management untuk beberapa aktivitas
day-to-day financial management termasuk hal-hal sebagai berikut:
a. Manajemen modal kerja, seperti saham, debitur, kreditur, liquid assets, dll,
termasuk urusan yang lebih kecil jika dibandingkan dengan keputusan tentang
isu-isu pembiayaan dan investasi.

b. Manajemen aktivitas valuta asing, merupakan sebuah fokus paralel dari


manajemen keuangan yang melibatkan kebutuhan untuk pengendalian
manajemen.
c. Penggunaan efektif dari berbagai bentuk kredit jangka pendek yang tersedia di
pasar, misalnya overdraft, factoring, leasing, mortgaging (hipotik), dll. Kredit
jangka pendek tersebut dapat menjadi sumber pembiayaan untuk tujuan
investasi.
4. Konteks organisasi keuangan dan manajemen keuangan
Situasi bisnis dan komersial, pembuatan keputusan mengenai pembiayaan proyek
investasi dan kontrol harian atau manajemen keuangan modal kerja, valuta asing
dan pinjaman jangka pendek terjadi dalam seting organisasi. Berbagai organisasi
skala besar dengan tujuan yang berbeda (profit atau non profit oriented), saling
berbagi kebutuhan untuk pembuatan keputusan manajemen yang efektif dan
pengendalian. Adanya kebutuhan akan manajemen keuangan dalam seting ini
mendorong munculnya filosofi value for money dengan ketergantungannya pada
tiga konsep E: ekonomi, efisiensi, dan efektivitas.
Sifat-sifat finance yang dijabarkan dalam parameter di atas menunjukkan bahwa
finance memiliki dasar yang lebih luas yaitu dari ilmu ekonomi sampai ke ilmu sosial
yang lain. Finance memiliki ketergantungan kuat pada ilmu bisnis dan manajemen yang
baru muncul, meliputi organisation theory, organisation behaviour dan behavioural
science. Namun, bahan literatur finance tidak mencerminkan pandangan tersebut dan
tetap berorientasi ekonomi dan teknik yang didasarkan pada bongkahan besar material
deskriptif sebagai suplemen yang diterima meskipun terdapat sedikit perhatian pada isu
manajerial, organisasi dan perilaku. Bagian selanjutnya akan mendiskusikan keterkaitan
finance dengan agency theory, behavioural theory, dan corporate culture.
AGENCY THEORY (TEORI AGENSI)
Bagian ini mengungkap banyak dimensi mengenai teori agensi dan
pembahasannya terkait area sosiologi. Permasalahan penting mengenai teori ini adalah
apakah manajer memiliki insentif yang tepat
shareholder (Copeland & Weston, 1988).

untuk memaksimalkan kekayaan

Teori agensi ini dapat dikatakan mencakup persoalan biaya agensi yang muncul
dalam korporasi bisnis modern. Biaya ini adalah konsekuensi langsung dari susunan
yang mapan dalam korporasi bisnis dimana manajemen diberi tanggung jawab tugas
menjalankan organisasi untuk kepentingan pemiliknya. Manajer dalam hal ini disebut
agen. Sedangkan pemilik selanjutnya dikenal sebagai principal yang berharap menerima
keuntungan dari usaha bisnis dan komersial yang sukses.
Keuntungan yang ingin diperoleh principal dari usaha bisnis berada pada
beberapa jenis area keputusan yang umumnya diambil dalam organisasi bisnis modern.
Pertama, principal adalah penerima deviden dimana agen mereka menentukan jumlah
yang tepat yang diberikan dalam keadaan saat ini dan Kedua, proyeksi dari skenario
keputusan investasi dan terakhir pembiayaan. Pada titik waktu sebelumnya, kondisi di
atas bukan merupakan isu relevan untuk teori agensi. Hal ini dikarenakan tidak adanya
pembagian diantara principal dan agen karena pemilik bisnis juga adalah pengelolanya
sehingga sekaligus mengontrol berbagai proses pembuatan keputusan. Perkembangan
dalam praktek bisnis telah menggantikan struktur kepemilikan tradisional ini dalam
kepemilikan dan kontrol dalam susunan pemisahan baru sehingga mengakibatkan
persoalan biaya agensi (Jensen dan Meckling, 1976).
Inti persoalan ini bukan hanya pemisahan pemilikan dan kontrol saja. Namun,
ini adalah fakta bahwa kedua pihak dalam susunan ini dilihat memiliki kepentingan
pribadi atau maksimiser utilitas sebagaimana disebut oleh Jensen & Meckling dalam
essay seminal mengenai biaya agensi. Ketika shareholder pada posisi ini berusaha
mencari dividen optimum/kombinasi nilai modal optimum untuk pemilikan ekuitas
mereka, manajemen kemudian digambarkan sebagai yang bertanggung jawab terhadap
tindakan dalam cara yang tidak selalu melayani kepentingan terbaik principal ini.
Mereka mungkin tidak berusaha memaksimalkan profitabilitas di setiap kesempatan,
mereka mungkin memilih untuk bekerja sekeras yang mereka rasa perlu, atau mereka
mungkin memilih untuk mendapatkan untuk diri mereka sendiri berbagai keuntungan
dengan mengorbankan principal.
Sejumlah biaya harus dikeluarkan dan dibayar principal untuk mendorong agen
agar bertindak berdasarkan kepentingan mereka. Dari beberapa sarana yang ada untuk
principal, salah satunya rencana insentif untuk agen dan berbagai aktivitas monitoring
(monitoring activities) yang didesain untuk membatasi praktek agen yang menyimpang.

Contoh dari aktivitas monitoring ini meliputi persyaratan bahwa laporan keuangan telah
diaudit, pengenalan dan pengoperasian sistem kontrol formal dan pengenalan terhadap
budgetary restriction. Semua ini merupakan sebuah biaya yang dikenakan pada
principal, tetapi ini harus ditanggung manakala berharap akan berkurangnya jumlah dari
biaya yang terlibat jika meninggalkan agen bebas untuk menjalankan kepentingan
mereka sendiri.
Menurut Jensen & Meckling, agen normalnya berharap untuk membalas dan
aktivitas monitoring ini dilengkapi dengan sejumlah aktivitas pengikat (bonding
activities) yang dilakukan oleh agen. Contoh yang diberikan oleh Jensen & Meckling
adalah contractual guarantees untuk memiliki catatan keuangan yang diaudit, ikatan
eksplisit (explicit bonding) terhadap pelanggaran jabatan di sisi manajer, dan batasan
kontraktual pada kekuasaan pembuatan keputusan manajer. Sekali lagi, ini merupakan
biaya keuangan untuk principal tetapi sebagai tambahan mereka juga merupakan
biaya agen dalam arti pengenaaan batasan untuk kebebasan tindakan mereka sebagai
kontroler perusahaan. Bahkan, ketika mungkin untuk mencapai sebuah situasi
monitoring optimal dan aktivitas pembatasan, Jensen & Meckling mengatakan bahwa
akan ada keserasian sempurna diantara agen dan principal dan sebagai hasil dari
divergensi yang akan terjadi diantara kepentingan kedua pihak. Ini membawa pada
elemen ketiga biaya agensi, kerugian residual.
Penggunaan kontrak yang luas untuk jasa adalah respon praktis dari pemilik
terhadap munculnya biaya agensi yang ada pada pemisahan kepemilikan dari kontrol.
Kontrak ini menentukan dasar dimana agen terlibat untuk melakukan tugas tertentu
untuk kepentingan principal. Beberapa penelitian yang memberikan konstribusi
terhadap perkembangan teori agensi adalah:
1. Fama (1980), memandang bahwa perusahaan harus dilihat sebagai satu set kontrak
diantara faktor-faktor produksi dan bahwa kepentingan pribadi adalah sebuah faktor
motivasi utama untuk semua anggota perusahaan. Namun, Fama merasakan bahwa
ini perlu untuk memberikan pengertian yang lebih penuh beberapa dari isu yang
terlibat dalam persoalan agensi. Dia mempertimbangkan pemilik atau pemegang
ekuitas yang menjadi principal dari teori agensi.
Konsep pasar adalah bagian penting kontribusi Fama pada teori agensi. Bergerak
terus untuk mempertimbangkan manajer, misal, agen, dia mengatakan mereka juga

menjadi subyek operasi pasar tenagakerja manajerial. Karena pemilik modal tidak
dalam posisi memonitor dan mendisiplinkan manajemen, ada kemungkinan
penyimpangan manajerial dan biaya agensi. Namun, ada selalu manajer individu di
dalam dan luar keinginan korporasi, dengan tujuan karir mereka sendiri, sehingga
mengakibatkan biaya ini lebih kecil.
2. Fama dan Jensen (1983) menghasilkan sepasang paper yang mengintegrasikan
pemikiran mereka dan menteorikan persoalan agensi. Hal pertama dari pemikiran ini,
mereka mencirikan persoalan ini sebagai kelangsungan hidup organisasi dimana
keputusan penting agen tidak

memikirkan banyak efek atas kesejahteraan dari

keputusan mereka (1983). Ini adalah pemilik modal yang mengambil fungsi
penanggung resiko dan manajemen (agen) sebagai controller yang bertanggung
jawab untuk fungsi keputusan. Fama dan Jensen mengatakan bahwa dimana ada
pemisahan pemilikan dan kontrol ini umum untuk mendapatkan ada pemisahan lebih
lanjut diantara agen yang terlibat dalam manajemen keputusan (decision
management) dan mereka yang terlibat dalam kontrol keputusan (decision control).
Dalam cara ini dimana persoalan agensi diselesaikan dan kelangsungan hidup
organisasi dipastikan.
Fama dan Jensen menggambarkan organisasi sebagai hirarki keputusan dimana agen
level yang lebih tinggi meratifikasi dan memonitor inisiatif keputusan dan kinerja
bawahan mereka sampai pada level dewan direktur yang secara efektif mengontrol
keseluruhan struktur dan dengan implikasi organisasi itu sendiri. Hubungan agensi
ada diantara berbagai level manajemen yang membutuhkan sebuah neksus kompleks
kontrak agensi dan secara simultan memberikan dasar untuk pasar tenaga kerja
manajerial internal yang sebelumnya dikatakan oleh Fama.
Pemisahan pemilikan dan kontrol telah lama menjadi minat sosiologi.
Pertanyaan yang penting adalah apakah bentuk kapitalisme yang dialami abad dua
puluh berbeda dengan karakteristik abad sembilan belas? Marxist bicara mengenai
pertanyaan ini dalam literatur dan Berle dan Means dikutip secara luas sebagai penulis
yang pertama kali memberikan perhatian pada pemisahan pemilikan dan kontrol dan
signifikansinya, mungkin akan mengatakan bahwa Marx sendiri mengapresiasi tentang
keberadaan fenomena ini. Dalam volume III, capital dia mengikuti observasi
pemisahan pemilikan dan kontrol yang ada pada munculnya bentuk joint stock pada

perusahaan bisnis. Pada tahap ini, dalam hidupnya, Marx kurang optimistik mengenai
perubahan dalam orde kapitalis daripada ketika dia masih muda. Meskipun pemisahan
diantara pemilikan dari kontrol adalah sebuah hal utama, dia tidak lagi yakin bahwa ini
ditujukan untuk meningkat ke perubahan sosio politik yang signifikan.
Tulisan setengah abad kemudian, Berle &Means (1932) meyakini adanya benefit
positif dari proses ganda antara peningkatan kontrol manajerial dan pemilikan saham
yang luas. Optimisme mereka didasarkan pada keyakinan bahwa susunan ini akan
membawa pada kebebasan bagi manajer untuk bertindak dalam cara yang bertanggung
jawab dan repsonsif secara sosial. Tujuan utama maksimasi kekayaan sekarang
dikeraskan dengan kebutuhan mempertimbangkan situasi pekerja, integritas produk,
konsekuensi lingkungan sebagaimana sekarang dikatakan, dll.
Revolusi Manajerial (1941) Burham menawarkan sebuah counter tesis pada
karya optimistik dan radikal dari Berle dan Means. Dia setuju bahwa ada proses
pengaruh manajerial dalam organisasi besar dan manajer sekarang dalam kontrol. Masa
depan menjanjikan lebih yang menjadi sebab beberapa perhatian karena sebagian besar
manajer dilihat oleh Burnham sebagai dimotivasi oleh kepentingan pribadi dan
perluasan pribadi. Dengan cara ini mereka berhubungan dengan maximizer utilitas yang
digambarkan oleh Jensen & Meckling, manajer berinvestasi dengan kekuasaan yang
lebih besar, bisa mengelola organisasi yang mereka pilih dan membutuhkan beberapa
persuasi melalui induksi kompensasi dan batasan kontraktual.
Pada pertanyaan mengenai signifikansi yang lebih luas dari revolusi manajerial,
Burnham mengambil pandangan yang berbeda secara fundamental pada Berle & Means.
Munculnya kontrol manajerial yang luas dalam segala bentuk organisasi dan munculnya
manajer profesional tidak memberikan sinyal kemunculan teknokrasi manajerial baru
sebagaimana dinyatakan oleh Berle & Means. Untuk Burnham, abad dua puluh telah
melihat munculnya bentuk kapitalisme baru, kapitalisme manajerial, dan bukan orde
sosial yang baru. Pada titik ini, menarik untuk merefleksikan pada sebuah tema umum
yang implisit dalam posisi yang diadopsi oleh Fama & Jensen. Dalam pandangan
mereka, lokus riil dari kekuasaan dalam organisasi ada dalam dewan direktur yang
mengontrol hirarki keputusan yang diberi staff oleh berbagai level manajer, kembali ke
shareholder atau penanggung resiko, pengalaman pekerjaan dari keseluruhan angkatan
kerja dan peran yang dimainkan orang dalam masyarakat yang lebih luas. Ini tidak

menyarankan sebuah persoalan agensi yang cukup berbeda dan luas: apakah motivasi
dari anggota dewan direktur dan apakah konsekuensi dari untuk mereka yang kontak
dengan mereka?
Posisi ketiga pada perdebatan kepemilikan versus kontrol dalam literatur tahun
1950an dan 1960an. Ini terkadang disebut sebagai konservatif atau respon Marxist
terhadap klaim bahwa, untuk baik atau buruk, manajerialisme menjadi semakin penting
dalam abad dua puluh. Serangkaian counter argument, beberapa didukung, disusun
untuk membawa skenario tanpa perubahan: kepemilikan saham tersebar menghasilkan
kelompok kecil yang bisa mengontrol manajemen; menawarkan jumlah saham sedang
ke manajer senior mungkin memastikan kepatuhan mereka; dan adanya pola
directorship yang saling mengunci berfungsi sebagai batasan pada manajemen; banyak
dari post manajerial senior tetap dan terus berlanjut tetap tertutup untuk elemen
manajerial yang lebih radikal; dalam analisis terakhir, ini selalu mungkin membatasi
manajer dengan mengatur sebuah perusahaan ke friends (Child, 1969, Zeitlin, 1974).
Karya selanjutnya untuk menarik perhatian pada peningkatan peran institusi
keuangan dalam kapitalisme lanjutan, mengatakan bahwa mereka tidak mungkin untuk
toleransi pada otonomi manajerial. Semua yang menunjukkan bahwa persoalan agensi,
ketika ini diberikan secara konvensional, ini bukan persoalan serius sama sekali dengan
pekerja mengenali penuh apa yang diharapkan pada mereka dalam memenuhi kontrak
kerja mereka. Namun, sekali lagi, peran kunci nampak ada pada manajer yang paling
senior yang duduk di dewan direktur perusahaan dan mengontrol segala sesuatu di
sekitarnya. Ini adalah kelompok kecil yang nampak bertanggung jawab untuk membuat
organisasi kontemporer bekerja dan dalam melakukannya sukses dalam membentuk
orde sosial yang lebih luas. Apakah susunan ini bukan dasar dari persoalan agensi riil
pada pemisahan pemilikan dan kontrol dalam masyarakat modern?.
Pemisahan kepemilikan dan kontrol adalah salah satu dari isu yang membawa
generasi penulis Marxist selanjutnya berfikir kembali sifat dari struktur kelas
kapitalisme kontemporer. Abad dua puluh juga telah melihat sebuah kontraksi dalam
ukuran kelas pekerja, semakin beragamnya kelas menengah, borjuis yang terdefinisi
buruk bersama dengan sebaran pengaruh, kesempatan, dan mobilitas sosial. Ortodoksi
lama dari analisis kelas tidak lagi menawarkan banyak padangan pada mereka yang
tertarik dalam mendiagramkan topografi dari perjuangan kelas saat ini. Selama tahun

1970an, analisis kelas baru diformulaslikan dalam usaha untuk mengerti perubahan
struktur ekonomi, struktur kelas sosial dan politik dari kapitalisme kontemporer
(Cottrell & Roslender, 1986). Banyak dari pandangan yang muncul dalam re-analisis ini
juga relevan dengan pengertian persoalan agensi karena ini dengan cepat dikenali oleh
para penulis ini bahwa manajer dan karya mereka penting untuk proses reproduksi yang
mendasari kapitalisme lanjutan.
Banyak dari pondasi untuk analisis kelas ini diberikan oleh Nico Poulantzas
dalam dua teks berjudul Kekuasaan Politik dan Kelas Sosial (1973) dan Kelas dalam
Kapitalisme Kontemporer (1975). Poulantzas sendiri, menawarkan analisis yang sedikit
ortodox dimana perdebatan kepemilikan dan kontrol dilihat sebagai sedikit lebih dari
tesis mistis yang didesain

untuk mengaburkan fakta bahwa aspek kapitalisme

konteporer ini berubah sedikit. Top

manajer dengan kepemilikan modal ekonomi

mereka sendiri dan kontrol efektif mereka adalah fraksi kunci borjuis modern. Dan
ketika beberapa anggota dari kader manajerial mungkin bekerja dalam pekerjaan yang
memberi mereka sebuah idenditas yang sama dengan kelas pekerja, keterlibatan mereka
dalam proses reproduksi orde sosial yang ada memastikan bahwa mereka adalah
anggota dari borjuis yang baru dan musuh dari buruh.
Pandangan dari Gugliemo Carchedi lebih berwawasan, didasarkan pada analisis
ekonomi luas dari struktur kelas kontemporer (1977). Dia juga menggunakan
pandangan bahwa sebagian besar senior manajer adalah anggota dari kelas kapitalis atau
borjuis karena kepemilikan ekonomi dan kontrol efektif mereka pada sarana produksi.
Mayoritas manajer mengerjakan apa yang dia sebut pekerjaan mengontrol dan
pengawasan atau fungsi global dari modal,bersama dengan pekerjaan koordinasi dan
unifikasi yang dia lihat sebagai satu aspek dari fungsi modern pekerja kolektif, atau
mungkin berskill teknis,misal, profesional. Dalam cara ini, mreka diidentifikasi sebagai
kelas menengah baru. Semakin banyak jenis pekerjaan yang kedua yang dilakukan,
semakin rendah level manajemen yang terlibat dan semakin dekat mereka yang terlibat
pada kelas pekerja dalam arti identitas kelas ekonomi. Pada saat yang sama Wright
(1976) ada dalam proses identifikasi orde hirarki manajerial yang sama yang ditarik dari
top eksekutif ke top manajer melalui manajer madya sampai profesional dan di dasar
tangga manajemen, mandor dan supervisor.

Dalam Capital And Capital Today dari Marx (1977), Cutler, Hinderss, Hirst
& Hussain mengatakan bahwa dalam kapitalisme joint stock modern, ini adalah
perusahaan kapitalis sendiri yang merupakan agen pemilik, misal, mengontrol, sarana
produksi dengan manajer semua posisi sebagai pekerja. Manajer hanya mengarahkan
proses produksi atau investasi untuk kepentingan perusahaan kapitalis atau modal dan
sehingga membuat efektif pemilikan sarana produksi dari modal itu. Mereka
mendukung pandangan mereka dengan menunjukkan bahwa dalam hukum perusahaan
ini adalah sebuah subyek hukum khusus dengan kekuasaan tertentu, menambahkan
bahwa pekerja manajerial senior bisa dipecat. Jelas, siapa yang memecat mereka tidak
pernah jelas, meskipun ini nampak masuk akal untuk menyimpulkan bahwa sekali lagi
ini ada pada direktur non eksekutif yang bertindak untuk kepentingan semua pihak
dalam hal ini.
Dalam faktanya, banyak dari apa yang dikatakan Cutler dkk adalah sejalan
terhadap posisi yang diadopsi oleh Fama pada tahun1980. Namun, untuk fokus pada
situasi top manajer yang ditarik dari analisis struktur kerja manajerial kontemporer atau
teori agensi menyebutnya struktur hubungan agensi. Cotrell & Roslender (1986)
mengkonseptualisasikan

istilah ini sebuah pembagian sosial tenaga kerja diantara

manajer di puncak struktur

yang bertanggung jawab dengan tugas mengerjakan

berbagai kontrol penting, pengawasan, koordinasi dan fungsi unifikasi (lihat juga Kelly
& Roslender, 1988). Salah satu dari konsekuensi yang penting dari analisis ini adalah
menunjukkan bahwa semakin banyak pekerja profesional tidak terlibat dalam pekerjaan
manajerial meskipun mereka menerima gaji menarik sebagai pengganti atas penggunaan
skill mereka, sebagaimana dibahas dalam kasus akuntan dalam bab 3.
Relevansi dari analisis kelas baru untuk teori agensi bisa diringkas dengan jelas.
Ini bisa membantu teori agensi menjawab serangkaian pertanyaan penting yang
membuatnya menarik perhatian pada: siapa yang mengelola, dengan dasar apa, dengan
sarana apa, dengan konsekuensi apa untuk yang secara langsung berhubungan dengan
usaha tertentu, dan dengan biaya apa pada masyarakat yang lebih luas.
TEORI PERILAKU
Secara implisit, mayoritas literatur keuangan merupakan asumsi untuk rasionalitas
pembuatan keputusan. Tujuan shareholder untuk memaksimalisasi kekayaan merupakan dasar

dari pengambilan keputusan dan oleh karena itu menjadi substansi dari rasionalitas. namun,
karena finance (keuangan) sangat memperhatikan pembuatan keputusan sehingga gagal untuk
mempertimbangkan adanya faktor maupun isu yang mungkin terlibat dalam keterbatasan teori
keuangan. Oleh karena itu, kits perlu mempelajari teori lain di samping teori pembuatan
keputusan, yaitu behavioural theory (teori perilaku). Teori perilaku adalah sebuah teori yang
muncul pada akhir tahun 1940. Teori perilaku sering dipandang sebagai sebuah teori kritis, yang
lebih berfokus pada pengertian dan penjelasan proses pembuatan keputusan manajerial, bukan
penentuan preskripsi. Hal inilah yang menarik para akademisi dalam bidang bisnis dan
manajemen, khususnya yang menyatakan kebutuhan untuk mengadopsi sebuah perspektif yang
lebih kritis. Selain didapatkan dari ekonomi dan psikologi, banyak pandangan teori perilaku
berasal dari studi organisasi dan manajemen. Untuk bisa lebih memahami pembuatan
keputusan, diperlukan untuk melihat secara lebih luas daripada secara konvensional dalam teori
keuangan, yang ditandai dengan teori perilaku.
Agenda untuk teori perilaku ditarik dalam penelitian Herbert Simon dalam akhir tahun
1940an sebagai bagian dari usahanya untuk membangun sebuah teori pilihan rasional untuk
mengerti dan menjelaskan pengaruh yang harus diperhatikan dalam pembuatan keputusan
dalam sebuah konteks organisasi. Simon memperhatikan bahwa implikasi dari pandangan
economic man (manusia ekonomi) yang mencerminkan literatur yang ada, tidak diapresiasi
penuh. Dia juga mempertanyakan nilai mereka untuk mengerti praktek dari apa yang disebut
administrative man (manusia administrasi). Manusia ekonomi diberkahi dengan rasionalitas
global yang memberi dia kapasitas melihat alternatif perilaku sebelum pembuatan keputusan,
mempertimbangkan kompleksitas suatu konsekuensi yang akan mengikuti setiap pilihan dan
memilih satu dari sejumlah alternatif (Simon, 1957). Ketika manusia ekonomi berhubungan
dengan dunia riil dalam semua kompleksitasnya, manusia administrasi lebih suka beroperasi
dalam pandangan sederhana dari dunia dengan alterantif terbatas, pilihan lebih mudah dan hasil
yang memuaskan. Sebuah perspektif yang sama tampak jelas dalam karakterisasi Lindblom
tentang manajemen sebagai the science of muddling through (ilmu yang melalui kekacauan)
(Lindblom, 1959). Sebagai hasil, tidak seperti manajer dan administrator yang memiliki fitur
dalam teori klasik,

pada kenyataannya adalah melalui kekacauan, dalam manajemen dan

pembuatan keputusan sering berjalan sendiri tanpa kesepakatan atau dikenal istilah often flying
by the seat of their pants sebagaimana disebut Lindblom.
Formulasi selanjutnya Simon (1960) mengembangkan teorinya dengan menarik perhatian
ke tendensi ke pembuatan keputusan terprogram. Simon menggambarkan proses pembuatan
keputusan dalam empat fase, yaitu(1) mencari lingkungan untuk kondisi yang membutuhkan

keputusan, intelligence activity; (2) Diikuti dengan penemuan, pengembangan dan analisis
rangkaian tindakan yang mungkin, design activity; (3) dilanjutkan dengan seleksi rangkaian
tindakan tertentu dari yang tersedia, choice activity; (4) dan yang terakhir, penilaian dari pilihan
yang telah diambil, review activity.
Landmark utama dalam teori pembuatan keputusan yang selanjutnya adalah publikasi
Cyert dan March (1963 ) tentang Teori Perilaku Perusahaan. Berlawanan dengan Simon yang
fokus pada pembuatan keputusan pada level individu, minat Cyert dan March adalah pada level
kolektif, misal, level organisasi. Teori mereka dikembangkan dalam bentuk sub teori tujuan
organisasi. Teori mereka dikembangkan dalam bentu tiga sub teori, yakni tujuan organisasi,
ekspektasi organisasi, dan pilihan organisasi. Dalam kaitannya dengan tujuan yang mereka buat,
observasi yang diterima secara luas bahwa organisasi tidak memiliki tujuan hanya anggota yang
datang bersama untuk membentuk koalisi dan sehingga memformulasikan tujuan dengan cara
kompromi yang saling menguntungkan. Terkait dengan ekspektasi organisasi, Cyert & March
memberikan perhatian pada praktek yang diharapkan dari perusahaan manapun dalam
memberian dasar untuk membuat keputusan. Jika tujuan adalah dasar untuk membuat
keputusan, ekspektasi adalah prosedur dalam mencapai sebuah posisi untuk sampai pada sebuah
keputusan. Dalam praktek, organisasi lebih terbatas dalam aktivitas

mereka, membatasi

perhatian mereka pada sejumlah kemungkinan terbatas dan mendekati ini dalam cara yang
mapan. Dan pada akhirnya, pilihan organisasi dibuat dari antara alternatif yang terbatas ini.
Pilihan ditentukan oleh pre-eksistensi keadaan tertentu bukan yang lain, keadaan yang lebih
disukai organisasi.
Cyert & March menyatakan teori mereka dalam empat konsep relasional bertujuan untuk
menyampaikan sifat dari proses pembuatan keputusan dalam organisasi kompleks. Empat
konsep relasional Cyert & March adalah sebagai berikut.
1. Kuasi resolusi konflik. Organisasi tidak bisa secara penuh menyelesaikan semua konflik
internal mereka, namun, disamping kurangnya konsensus sebagian besar sukses dan
banyak yang terbuang.
2. Penghindaran Ketidakpastian. Karena organisasi dihadapkan dengan lingkungan yang tidak
pasti, mereka mengembangkan proses keputusan untuk menghindari konsekuensinya.
3. Pencarian Problemistik. Pencarian dalam hal ini adalah pencarian yang digerakkan
persoalan dan pencarian jawaban, bukan mencari persoalan dan mencari solusi dalam
rangkaian pencarian reguler atau terencana. Pencarian problemistik sekarang terfokus
sempit dan menjadi subyek usaha individu untuk mengaplikasikan solusi masa lalu mereka
pada persoalan-persoalan.

4. Pembelajaran Organisasi. Seperti individu dan individu yang menyusunnya, organisasi


melakukan proses belajar. Dengan belajar, Cyert dan March memikirkan proses adaptasi
dimana organisasi menunjukkan perubahan dalam tujuan mereka sejalan dengan waktu,
menggeser perhatian mereka, misal, ke aspek berbeda lingkungan mereka mungkin sejalan
dengan pandangan kelompok tertentu dalam koalisi dominan, dan menyesuaikan aturan
pencarian mereka ketika dibutuhkan.
Pada tahun 1970an, March mengembangkan teori perilaku awalnya dengan garbage can model
model kaleng sampah dan kemudian dengan analisa peran dimana ambiguitas bermain dalam
semua situasi keputusan.
Orang yang menarik dan organisasi yang menarik membangun teori-teori yang rumit
dari diri mereka sendiri. Untuk melakukan ini, mereka harus melengkapi the tecnology
of foolishness dengan technology of reason. Individu dan organisasi perlu melakukan
sesuatu yang mereka tidak memerlukan alasan untuk melakukannya. Tidak selalu.
Tidak biasanya. Tapi kadang-kadang. Mereka perlu bertindak sebelum mereka
berpikir (March, 1971)
Pada tahun 1972, bersama dengan Cohen dan Olsen, March mencirikan organisasi
sebagai anarki terorganisasi dimana dasar untuk pembuatan keputusan atau pilihan organisasi
adalah model kaleng sampah. Organisasi sebagai anarki terorganisasi memiliki tiga sifat umum.
Pertama, mereka beroperasi dengan dasar beragam preferensi yang tidak konsisten dan kurang
terdefinisi dengan baik dengan hasil sebagai sebuah struktur koheren, organisasi lebih dirasakan
sebagai sebuah kumpulan ide-ide yang longgar. Kedua, organisasi mengelola untuk bertahan
berdasarkan prosedur trial and error, belajar dari kecelakaan pengalaman masa lalu dan
pragmatisme yang dibutuhkan. Ketiga adalah partisipasi mengalir (fluid participation),
berhubungan dengan anggota

organisasi. Dan perubahan konstan, partisipan merubah

keterlibatan mereka dalam organisasi sejalan dengan waktu dan sebagai hasil dari batasan
organisasi adalah tidak pasti dan mengalir.
Studi mengenai peran yang dimainkan ambiguitas dalam proses pembuatan keputusan
adalah fokus pokok pada karya selanjutnya dari March. Hal ini tidak mengherankan karena
ambiguitas bisa dibilang fitur yang paling mendasar dari lingkungan untuk setiap organisasi dan
peserta. Oleh karena itu, mau tidak mau ambiguitas mempengaruhi pengambilan keputusan
dalam berbagai cara. March (1988) mengidentifikasi empat jenis ambiguitas sebagai ringkasan
dari pemikirannya. Pertama, ambiguitas preferensisebagian besar organisasi dicirikan oleh
tujuan yang tidak konsisten dan kurang terdefinisi. Mereka tidak memiliki fungsi preferensi
berarti yang masuk dalam pilihan konsisten. Kedua, ambiguitas relevansiorganisasi kurang
terkait erat daripada teori klasik yang kita percaya. Ada ambiguitas mendalam dalam hubungan

kausal diantara berbagai aktivitas dari sebuah organisasi, diantara persoalan dan solusinya,
diantara bagaimana manajer bertindak dan bicara. Sarana dan tujuan tidak terhubung secara
mekanis dan sistematis. Ketiga, ambiguitas sejarahbagian ini penting dan jelas merupakan hal
yang vital untuk aktivitas masa datang. Dalam prakteknya, ini jelas ambigu. Sejarah bisa
diinterpretasikan kembali, disusun kembali, ditulis kembali, dll, dengan hasil bahwa apa yang
terjadi dan apa yang dikatakan terjadi tidak perlu dihubungkan. Oleh karena itu apa yang bisa
dipelajari dari sejarah mungkin parsial atau selektif dan ambigu. Keempatambiguitas
interpretasiinformasi dipresentasikan sebagai cara menjelaskan pembuatan keputusan dan
sehingga hasil keputusannya. Ini selalu menjadi subyek interpretasi dan selanjutnya kurangnya
kejelasan. March meringkas tesisnya dalam kata kata berikut :
Argumennya adalah bahwa ambiguitas tentang preferensi memungkinkan tujuan untuk
mengembangkan melalui pengalaman ... tentang relevansi memungkinkan relevansi
untuk dieksplorasi ... tentang sejarah memfasilitasi motivasi untuk mengatasinya ...
tentang penafsiran memungkinkan komunikasi untuk membangkitkan lebih dari yang
diketahui komunikator (March, 1988, p. 15)
Dengan kata lain, dimana ada pembuatan keputusan ada perilaku, dan dimana ada perilaku ada
kebutuhan mengadopsi perspektif kritis.
BUDAYA PERUSAHAAN
Jika banyak literatur yang semakin berpengaruh dalam bisnis dan manajemen maka
semakin banyak ancaman yang akan dihadapinya sehingga akan semakin dibutuhkan peranan
budaya perusahaan. Budaya perusahaan mempengaruhi manajemen dalam menyusun komitmen
dan realita organisasi. Oleh karena itu banyak manajemen yang memasukkan unsur budaya
perusahaan dalam akuntansi. Peter & Waterman (1982), Mayo, McGregor, Selznick, dan yang
lebih baru Lawrence & Lorsch, Chanderl, Weick, dan March mengutip Barnard untuk
menjelaskan mengenai budaya perusahaan dalam suatu organisasi adalah system sebagai suatu
entitas kerjasama yang melibatkan individu untuk mencapai tujuan yang sama. Tujuan Peter dan
Waterman dalam studinya memastikan bahwa korporasi (IBM, Delta Airline dan McD)
memiliki keunggulan yang mampu dimaksimalkan secara optimal oleh manajemen untuk
menyusun sebuah budaya dalam mencapai budaya perusahaan.
Deal dan Kennedy (1982) menambahkan ide ini dengan pemikiran bahwa manajemen
harus bisa memastikan bahwa mereka bisa menciptakan dan menerapkan budaya perusahaan
yang kuat terutama yang berkaitan dengan lingkungan bisnis karena memiliki pengaruh yang
besar dalam menciptakan budaya perusahaan. Dalam pandangan mereka, lingkungan bisnis
merupakan satu-satunya pengaruh terbesar dalam segala budaya perusahaan. Lingkungan bisnis

menentukan apa yang diperlukan untuk menjadi sukses sehingga sangat penting bahwa
manajemen mampu membaca dan menanggapi lingkungan setiap saat. Dengan cara ini,
manajemen harus fleksibel dan mudah beradaptasi jika mereka berusaha untuk menjamin
kelangsungan budaya yang kuat. Sementara nilai adalah konsep dasar dan keyakinan di jantung
budaya perusahaan, dua elemen tambahan memiliki peran kunci untuk bermain: pahlawan dan
ritual dan upacara.
Hubungan kerja terhadap konsep budaya dalam literatur organisasi dan manajemen sudah
mapan (Smircich, 1983). Menurut Smircich (1983) dan sesuai dengan fungsionalisme-struktural
dari Radclife-Brown, budaya perusahaan merupakan tema dalam riset organisasi manajemen
yang diidentifikasikan sebagai integaris konsep kultur dari antropologi dan sebuah konsep
organisasi dari teori organisasi. Dalm hal ini, budaya bertindak sebagai mekanisme regulasi
adaptif, yang menyatukan individu kedalam struktur sosial sedangkan organisasi dilihat sebagai
organisme adaptif yang ada dengan proses pertukaran dalam lingkungan. Dalam budaya
organisasi Morgan (1986) memberikan sejumlah pandangan bahwa organisasi memiliki unsur
yang unik yang bisa menjadi pembeda antara organisasi yang satu dengan organisasi yang lain
yang mencerminkan sejarah, keanggotaan, kapasitas untuk beradaptasi. Mereka telah lama
terlibat dalam studi kerja organisasi mengenali adanya budaya organisasi ini.
Beberapa organisasi telah memamerkan budaya yang kuat dalam pengertian Deal &
Kennedy sementara yang lain telah berhasil menciptakan mereka. Dan dalam banyak kasus itu
adalah tidak ada bagian kecil karena upaya para pemimpin inspirasional seperti Bill Hewlett dan
Dave Packard. Namun, tidak semua budaya yang kuat yang begitu menarik seeperti HP. Salah
satu contoh budaya organisasi yang buruk adalah kasus ITT di bawah Harold Geneen yang
menggambarkan bahwa budaya perusahaan sebagai dunia anjing makan anjing, dimana
kesuksesan budaya perusahaan di dapatkan dengan adanya pengorbanan. Berkaitan dengan ide
ini Morgan menarik perhatian pada adanya serangan budaya yang kuat yang membuat
penciptaan budaya yang baru sulit untuk diterapkan. Contoh yang paling jelas dari ini adalah
buruh terkungkung oleh sejarah, ideology, tradisi dan integritas. Dalam sebuah dunia ideal,
dunia dengan tanpa sejarah, konflik, tanpa ketiakpercayaan, tawaran alternatif progresif,
orientasi orang, partisipatif akan sulit ditolak. Permasalahan lain adalah budaya organisasi yang
terbagi-bagi dalam sub budaya dan kelompok. Kelompok yang kuat dan resistan terhadap
perubahan dan tidak bisa gabungkan dengan kelompok lain dalam waktu yang dekat dengan
mengikuti seminar mengenai budaya perusahaan. Sehingga dalam pandangannya yang lain
Smircich dan Morgan menyarankan penggunaan metafora organisasi sebagai kultur untuk
membantu mengerti realitas kompleks yang merupakan sebuah organisasi. Hal ini memberikan

pengertian yang lebih baik mengenai organisasi dimana strategi yang lebih efektif bisa
dibangun.

You might also like