You are on page 1of 68

PERBAIKAN PRODUKTIVITAS

Disusun oleh :
SADIKIN HALIM

(090403062)

NIKO PRADANA

(090403064)

JOHAN LIMAN

(090403102)

MUHAMAD ARSYAD

(090403106)

ROBIN WIJAYA

(090403108)

DEPARTEMEN TEKNIK INDUSTRI


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2013

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Produktivitas adalah suatu konsep yang bersifat universal yang bertujuan
untuk menyediakan lebih banyak barang dan jasa untuk lebih banyak manusia,
dengan menggunakan sumber-sumber riil yang makin sedikit. Produktivitas
adalah suatu pendekatan interdisipliner untuk menentukan tujuan yang efektif,
pembuatan rencana, aplikasi penggunaan cara yang produktivitas untuk
menggunakan sumber-sumber secara efisien, dam tetap menjaga adanya kualitas
yang tinggi. Produktivitas mengikutsertakan pendayagunaan secara terpadu
sumber daya manusia dan keterampilan, barang modal teknologi, manajemen,
informasi, energi, dan sumber-sumber lain menuju kepada pengembangan dan
peningkatan

standar

hidup

untuk

seluruh

masyarakat,

melalui

konsep

produktivitas semesta total.


Produktivitas mempunyai pengertiannya lebih luas dari ilmu pengetahuan,
teknologi dan teknik manajemen, yaitu sebagai suatu philosopi dan sikap mental
yang timbul dari motivasi yang kuat dari masyarakat, yang secara terus menerus
berusaha meningkatkan kualitas kehidupan.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Produktivitas
Secara umum, produktivitas diartikan sebagai hubungan antara hasil nyata
maupun fisik dengan masukan yang sebenarnya (ILO, 1979). Greenberg yang
dikutip oleh Sinungan (1985) mengartikan produktivitas sebagai perbandingan
antara totalitas pengeluaran pada waktu tertentu dibagi totalitas masukan selama
periode tersebut.
Pengertian lain produktivitas adalah sebagai tingkatan efisiensi dalam
memproduksi barang-barang atau jasa-jasa: Produktivitas mengutarakan cara
pemanfaatan secara baik terhadap sumber-sumber dalam memproduksi barangbarang.
Produktivitas juga diartikan sebagai :
a.Perbandingan ukuran harga bagi masukan dan hasil.
b.Perbedaan antara kumpulan jumlah pengeluaran dan masukan yang dinyatakan
dalam satu- satuan (unit) umum.
Dalam berbagai referensi terdapat banyak sekali pengertian mengenai
produktivitas, yang dapat kita kelompokkan menjadi tiga, yaitu :
a. Rumusan tradisional bagi keseluruhan produktivitas tidak lain ialah ratio dari
pada apa yang dihasilkan (out put) terhadap keseluruhan peralatan produksi
yang dipergunakan (input).

b. Produktivitas pada dasarnya adalah suatu sikap mental yang selalu mempunyai
pandangan bahwa mutu kehidupan hari ini lebih baik dari pada kemarin, dan
hari esok lebih baik dari hari ini.
c. Produktivitas merupakan interaksi terpadu secara serasi dari tiga faktor
esensial, yakni: investasi termasuk penggunaan pengetahuan dan teknologi
serta riset; manajemen; dan tenaga kerja.
2.2 Konsep Produktivitas
Peningkatan produktivitas dan efisiensi merupakan sumber pertumbuhan
utama untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan. Sebaliknya,
pertumbuhan yang tinggi dan berkelanjutan juga merupakan unsur penting dalam
menjaga kesinambungan peningkatan produktivitas jangka panjang. Dengan
demikian, pertumbuhan dan produktivitas bukan dua hal yang terpisah atau
memiliki hubungan satu arah, melainkan keduanya adalah saling tergantung
dengan pola hubungan yang dinamis, tidak mekanistik, non linear dan
kompleks.Secara makro, sumber pertumbuhan dapat dikelompokkan kedalam
unsur berikut:.Pertama, peningkatan stok modal sebagai hasil akumulasi dari
proses pembangunan yang terus berlangsung. Proses akumulasi ini merupakan
hasil dari proses investasi.Kedua,

peningkatan jumlah tenaga kerja juga

memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi.Ketiga,

peningkatan

produktivitas merupakan sumber pertumbuhan yang bukan disebabkan oleh


peningkatan penggunaan jumlah dari input atau sumber daya, melainkan
disebabkan oleh peningkatan kualitasnya. Dengan jumlah tenaga kerja dan modal
yang sama, pertumbuhan output akan meningkat lebih cepat apabila kualitas dari
kedua sumber daya tersebut meningkat.Walaupun secara teoritis faktor produksi
dapat dirinci, pengukuran kontribusinya terhadap output dari suatu proses
produksi sering dihadapkan pada berbagai kesulitan. Disamping itu, kedudukan
manusia, baik sebagai tenaga kerja kasar maupun sebagai manajer, dari suatu
aktivitas produksi tentunya juga tidak sama dengan mesin atau alat produksi
lainnya. Seperti diketahui bahwa output dari setiap aktivitas ekonomi tergantung

pada manusia yang melaksanakan aktivitas tersebut, maka sumber daya manusia
merupakan sumber daya utama dalam pembangunan. Sejalan dengan fenomena
ini, konsep produktivitas yang dimaksud adalah produktivitas tenaga kerja. Tentu
saja, produktivitas tenaga kerja ini dipengaruhi, dikondisikan atau bahkan
ditentukan oleh ketersediaan faktor produksi komplementernya seperti alat dan
mesin. Namun demikian konsep produktivitas adalah mengacu pada konsep
produktivitas sumber daya manusia.Secara umum konsep produktivitas adalah
suatu perbandingan antara keluaran (out put) dan masukan (input) persatuan
waktu.

Produktivitas

dapat

dikatakan

meningkat

apabila:1.

Jumlah

produksi/keluaran meningkat dengan jumlah masukan/sumber daya yang sama.2.


Jumlah produksi/keluaran sama atau meningkat dengan jumlah masukan/sumber
daya lebih kecil dan,3. Produksi/keluaran meningkat diperoleh dengan
penambahan sumber daya yang relatif kecil (soeripto, 1989; Chew, 1991 dan
pheasant, 1991).
Konsep tersebut tentunya dapat dipakai didalam menghitung produktivitas
disemua sektor kegiatan. Menurut Manuaba (1992a) peningkatan produktivitas
dapat dicapai dengan menekan sekecil-kecilnya segala macam biaya termasuk
dalam memanfaatkan sumber daya manusia (do the right thing) dan meningkatkan
keluaran sebesar-besarnya (do the thing right). Dengan kata lain bahwa
produktivitas merupakan pencerminan dari tingkat efisiensi dan efektifitas kerja
secara total.
Konsep produktivitas kerja dapat dilihat dari dua dimensi, yaitu dimensi
individu dan dimensi organisasian. Dimensi individu melihat produktivitas dalam
kaitannya dengan karakteristik-karakteristik kepribadian individu yang muncul
dalam bentuk sikap mental dan mengandung makna keinginan dan upaya individu
yang selalu berusaha untuk meningkatkan kualitas kehidupannya. Sedangkan
dimensi keorganisasian melihat produktivitas dalam kerangka hubungan teknis
antara masukan (input) dan keluaran (out put). Oleh karena itu dalam pandangan
ini, terjadinya peningkatan produktivitas tidak hanya dilihat dari aspek kuantitas,
tetapi juga dapat dilihat dari aspek kualitas.

Kedua pengerian produktivitas tersebut mengandung cara atau metode


pengukuran tertentu yang secara praktek sukar dilakukan. Kesulitan-kesulitan itu
dikarenakan, pertama karakteristik-karakteristik kepribadian individu bersifat
kompleks, sedangkan yang kedua disebabkan masukan-masukan sumber daya
bermacam-macam dan dalam proporsi yang berbeda-beda.
Produktivitas kerja sebagai salah satu orientasi manajemen dewasa ini,
keberadaannya

dipengaruhi

oleh

berbagai

faktor.

Faktor-faktor

yang

mempengaruhi terhadap produktivitas pada dasarnya dapat diklasifikasikan


kedalam dua jenis, yaitu pertama faktor-faktor yang berpengaruh secara langsung,
dan kedua faktor-faktor yang berpengaruh secara tidak langsung.
2.3 Pengukuran Produktivitas
Pengukuran produktivitas merupakan suatu alat manajemen yang penting
disemua tingkatan ekonomi. Dibeberapa Negara maupun perusahaan pada akhirakhir ini telah terjadi kenaikan minat pada pengukuran produktivitas. Karena itu
sudah saatnya kita membicarakan alasan mengapa kita harus mengukur
produktivitas.

2.3.1 Mengukur Produktivitas


Pada

tingkat

sektoral

dan

nasional,

produktivitas

menunjukkan

kegunaannya dalam membantu evaluasi penampilan, perncanaan, kebijakan


pendapatan, upah dan harga melalui identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi
distribusi pendapatan, membandingkan sektor-sektor ekonomi yang berbeda untuk
menentukan prioritas kebijakan bantuan, menentukan tingkar pertumbuhan suatu
sektor atau ekonomi, mengetahui pengaruh perdagangan internasional terhadap
perkembangan ekonomi dan seterusnya. Pada tingkat perusahaan, pengukuran
produktivitas terutama digunakan sebagai sarana manajemen untuk menganalisa
dan memdorong efisiensi produksi.

Pertama, dengan pemberitahuan awal, instalasi dan pelaksanaan suatu sistem


pengukuran, akan meninggikan kesadaran pegawai dan minatnya pada tingkat dan
rangkaian produktivitas.
Kedua, diskusi tentang gambaran-gambaran yang berasal dari metode-metode
yang relatif kasar ataupun dari data yang kurang memenuhi syarat sekalipun,
ternyata memberi dasar bagi penganalisaan proses yang konstruktif atas produktif.
Manfaat lain yang diperoleh dari pengukuran produktivitas mungkin
terlihat pada penempatan perusahaan yang tetap seperti dalam menentukan
target/sasaran tujuan yang nyata dan pertukaran informasi antara tenaga kerja dan
manajemen secara periodik terhadap masalah-masalah yang saling berkaitan.
Pengamatan atas perubahan-perubahan dari gambaran data yang diperoleh sering
nilai diagnostik yang menunjuk pada kemacetan dan rintangan dalam
meningkatkan penampilan oraganisasi. Satu keuntungan dari pengukuran
produktivitas adalah pembayaran staf. Gambaran data melengkapi suatu dasar
bagi andil manfaat atas penmpilan yang ditingkatkan.
2.3.2 Metode-Metode Pokok Pengukuran Produktivitas
Secara umum pengukuran produktivitas berarti perbandingan yang dapat
dibedakan dalam tiga jenis yang sangat berbeda:
1. Perbandingan-perbandingan antara pelaksanaan sekarang dengan
pelaksanaan secara historis yang tidak menunjukkan apakah
pelaksanaan

sekarang

mengetengahkan

apakah

ini

memuaskan,

meningkat

atau

namun

hanya

berkurang

serta

tingkatannya.
2. Perbandingan pelakasanaan antara satu unit (perorangan tugas, seksi,
proses) dengan lainnya. Pengukuran seperti itu menunjukkan
pencapaian relatif.

3. Perbandingan pelaksanaan sekarang dengan targetnya, dan inilah


yang terbaik sebagai memusatkan perhatian pada sasaran/tujuan.
Untuk

menyusun

perbandingan-perbandingan

ini

perlulah

mempertimbangkan tingkatan daftar susunan dan perbandingan pengukuran


produktivitas. Paling sedikit ada 2 jenis tingkat perbandingan yang berbeda, yakni
produktivitas total dan produktivitas parsial.
1. Produktivitas Total adalah perbandingan antara total keluaran (output) dengan
total masukan (input) persatuan waktu. Dalam penghitungan produktivitas total
semua faktor masukan (tenaga kerja, kapital, bahan, energi) tehadap total
keluaran harus diperhitungkan.

Prouktivitas Total =

HASILTOTAL KELUARAN (OUTPUT )


hASIL MASUKAN TOTAL(INPUT )

2. Produktivitas parsial adalah perbandingan dari keluaran dengan satu jenis


masukan atau input persatuan waktu, seperti upah tenaga kerja, kapital, bahan,
energi, beban kerja, dll.
Prouktivitas

Parsial

HASILTOOTAL KELUARAN PER UNIT JENIS OUTPUT


HASIL INPUT MASUKAN PER UNIT JENIS INPTUT

2.4 Peningkatan Produktivitas Kerja


Sebuah perusahaan atau sistem produksi lainnya menerapkan kombinasi
kebijakan, rencana sumber-sumber dan metodenya dalam memenuhi kebutuhan
dan tujuan khususnya. Kombinasi-kombinasi kebijakan ini dituangkan melalui
dan dengan bentuan faktor-faktor produktivitas internal dan eksternal. Pada
tingkat perusahaan, faktor-faktor tersebut hampir seluruhnya direflesikan dalam
sumber pokok, yakni: manusia dan bahan-bahan atau melalui :
Tenaga kerja

Manajemen dan organisasi


Modal pokok, bahan mentah
Contoh: Pengaruh faktor-faktor seperti pendidikan dan latihan terlihat pada
keahlian dan sikap pekerja. Kemajuan teknologi dan litbang jika direalisasikan
pada tingkat perusahaan hanyalah melalui tenaga kerja trampil, perlengkapan serta
manajemen yang lebih baik, dengan kata lain melalui sumber-sumber manusia dan
material. Faktor-faktor lingkungan seperti siklus perdagangan, ekonomi skala
serta kondisi melalui tenaga kerja (pekerja lapangan dan pekerja kantor tata usaha
maupun manajemennya) dan modal.
Jadi peningkatan produktivitas terutama berkaitan dengan tiga jenis sumber:
Modal (Perlengkapan, material, energi, tanah dan bangunan)
Tenaga kerja.
Manjemen dan organisasi.
2.4.1 Perlengkapan, Material, Dan Tenaga/Energi
Sebuah perbandingan dari hasil perjam kerja manusia melalui waktu
dipengaruhi oleh volume, variasi dan hasil tahunan modal tetap. Kualitas, unsur
peralatan serta tingkat keseragamannya seringkali berat timbangannya dalam
mengukur produktivitas organisasi. Pada umumnya metode-metode perintah
kerja untuk penggunaan yang lebih baik dari peralatan, dapat disarankan:

Pemilihan daya guna peralatan yang cocok.


Penjadwalan daya guna mesin.
Pengaturan pelayanan dan perawatan mesin.
Melatih dan memberikan pelajaran pada pekerja operasional.

Faktor pertumbuhan produktivitas yang sangat penting adalah material dan


tenaga. Penggunaan bahan baku yang terbuang rata-rata mencapai sekitar 40%
dari biaya produksi nasional secara keseluruhan, jika kita mempertimbangkan
tenaga maupun bahan baku, maka gambaran ini meningkat dalam jumlah yang
besar.

Latihan operator yang sedikit, penataan yang kurang baik serta ruang
gedung yang tidak cukup, dapat memperburuk masalah penanganan bahan-bahan
dan mengarah kepada perubahan gerak dan berakibat. Tujuan yang paling penting
haruslah dengan merancang metode-metode untuk memproduksi jumlah hasil
produksi yang sama dengan energi material yang sedikit serta mengganti material
maupun alat-alat dengan biaya lebih rendah atau mungkin lebih memproduksi
barang lebih dari jumlah bahan yang sama. Menngkatkan produtivitas juga
tegantung pada pemilihan bahan-bahan maupun daya guna secara optimal. Setiap
material mempunyai harga dan kualitas sendiri yang pemilihan yang tepat akan
mempengruhi produkitivitas.

2.4.2 Angkatan Kerja


Salah satu area potensial tertinggi dalam peningkatan produktivitas adalah
mengurangi jam kerja yang tidak efektif. Lamanya buruh bekerja, dan proporsi
penempatan waktu yang produktif sangat tergantung kepada cara pengaturan,
latihan, pengaturan dan motivasinya. Beberapa penyelidikan menunjukkan bahwa
waktu yang produktif berkisar 25% sampai 30% sedangkan yang tidak produktif
karena kejelekan manajemennya kadang-kadang mencapai 50% lebih dan sisanya
disebabkan adanya pekerjaan yang sia-sia ataupun karena sikap pekerjaannya.
a. Struktur Waktu Kerja
Analisa dan studi yang berhati-hati terhadap semua komponen dan
penggunaan waktu yang tidak efektif menyebabkan manajemen dan pengawasan
mampu mengurangi sebab-sebab utama dari kerugian waktu serta membantu
merencanakan teknik-teknik peningkatan produktivitas bagi kepentingan individu
atau kelompok pelaksanaan.
b. Peningkatan Efektifitas Dari Waktu Kerja

Masalah berikutnya adalah cara melaksanakan teknik peningkatan


produktivitas menggunakan manajemen, penambahan material, perencanaan dan
organisasi kerja yang lebih baik, latihan dan pendidikan, kepuasan tugas serta
faktor-faktor

lain

yang

mempengaruhi

kualitas

tenaga

kerja

maupun

memanfaatkan cadangan-cadangan.
Kesempatan utama dalam meningkatkan produktivitas manusia terletak pada
kemampuan individu sikap individu dalam bekerja serta manajemen maupun
organisasi kerja dengan kata lain, dalam mengkaji produktivitas pekerja individual
paling sedikit kita harus menjawab dari pertanyaan pokoknya: mampukah buruh
bekerja lebih baik dan tertarikkah pekerja untuk bekerja lebih giat? Untuk
menjawab kita harus mengecek dua kelompok syarat bagi produktivitas
perorangan yang tinggi.
Yang pertama sedikitnya meliputi:

Tingkat pendidikan dan keahlian.


Jenis teknologi dan hasil produksi.
Kondisi kerja.
Kesehatan, kemampuan fisik dan mental.

Kelompok kedua mencakup:

Sikap (terhadap tugas), teman sejawat dan pengawas).


Keaneka ragaman tugas.
Sistem insentif (sistem upah dan bonus).
Kepuasan kerja keamanan kerja.
Kepastian pekerjaan.
Perspektif dari ambisi dan promosi.

Jadi setiap tindakan perencanaan peningkatan produktivitas individual


paling sedikit mencakup tiga tahap berikut ini:
1. Mengenai faktor makro utama bagi peningkatan produktivitas.
2. Mengukur pentingnya setiap faktor dan menentukan prioritasnya.

3. Merncanakan sistem tahap-tahap untuk meningkatkan kemampuan


pekerja dan memperbaiki sikap mereka sebagai sumber utama
produktivitas.
c..Insentif (Perangsang)
Yang paling penting, program peningkatan produktivitas yang berhasil itu
ditandai dengan adanya andil yang luas dari keuangan dan tunjangan-tunjangan
lain diseluruh organisasi. Setiap pembayaran kepada perorangan harus ditentukan
oleh andilnya bagi produktivitas, sedangkan kenaikan pembayaran harus
dianugerahkan teruatama berdasarkan hasil produktivitas.
Untuk menjadi seorang motivator yang efektif pemberian bonus haruslah
dihubungkan secara langsung dengan tujuan pencapaian malalui cara yang
sederhana mungkin, sehingga penerima segera dapat mengetahui berapa rupiah
yag dia peroleh dari upayanya. Bentuk pemberian bonus yang berorientasi pada
penampilan adalah proyek pemberian bonus, dimana hasil kerja yang baik segera
diberi hadiah dengan bonus yang sesuai. Hal tersebut lebih aktif dibandingkan
menunggu berapa bulan tanpa pemberitahuan yang nyata sampai saat pemberian
bonus diakhir tahun ketika suasana semua menrima akan membuang semua
pengaruh motivasi selama tahun berjalan.
Penghargaan serta penggunaan motivator yang tepat akan menimbulkan
suasana kondutif atau berakibat kepada produktivitas yang lebih tinggi. Semua itu
mencakup sistem pemberian insentif dan usaha-usaha manambah kepuasab kerja
melalui sarana yang beraneka macam.
2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Kerja
Produktivitas kerja merupakan tingkat keunggulan yang diharapkan dan
pengendalian atas tingkat keunggulan untuk memenuhi keinginan konsumen.
Produktivitas dimulai dari kebutuhan pelanggan dan berakhir pada persepsi
pelanggan. Hal ini dapat diimplementasikan interaksi antara karyawan (:pekerja)
dan pelanggan yang mencakup (a) ketepatan waktu, berkaitan dengan kecepatan

memberikan tanggapan terhadap keperluan-keperluan pelanggan; (b) penampilan


karyawan, berkaitan dengan kebersihan dan kecocokan dalam berpakaian; (c)
kesopanan dan tanggapan terhadap keluhan, berkaitan dengan bantuan yang
diberikan dalam menyelesaikan masalah-masalah yang diajukan pelanggan
(Gaspersz, 2003:130). Berarti produktivitas yang baik dilihat dari persepsi
pelanggan bukan dari persepsi perusahaan. Persepsi pelanggan terhdap
produktivitas jasa merupakan penilaian total atas kebutuhan suatu produk yang
dapat berupa barang ataupun jasa.
Harapan pelanggan merupakan keyakinan sebelum membeli produk yang
akan dijadikan standar dalam menilai produktivitas produk tersebut. Harapan
pelanggan dibentuk dari pengalaman masa lampau, dari mulut ke mulut,
kebutuhan pribadi konsumen dan promosi perusahaan. Sikap merupakan orientasi
yang relative berpengaruh terus-menerus dalam jangka waktu yang lama terhadap
produk dan proses. Para peneliti mengetahui bahwa ukuran persepsi konsumen
atas produktivitas jasa sesuai dengan paradigma adanya perbedaan antara harapan
dengan persepsi terhadap produktivitas, tetapi mereka juga beranggapan bahwa
produktivitas jasa dan kepuasan merupakan konsep yang berbeda. Seseorang yang
dengan sadar terlibat dalam aktivitas organisasi biasanya mempunyai latar
belakang atau motivasi tertentu. Menurut Maslow seperti yang dikutip (Supardi
dan Anwar, 2004:52) berpendapat sebagai berikut: social need adalah tuntutan
kebutuhan akan rasa cinta dan kepuasan akan menjalani hubungan dengan orang
lain, kepuasan dan perasaan memiliki serta diterima dalam suatu kelompok, rasa
kekeluargaan, persahabatan, dan kasih sayang.
Menurut Hayes dan Abemathy (1980), dengan regas mengatakan sebagian
besar tuduhan yang tidak adil ditunjukkan kepada para manajer yang sekarang
dianggap tidak mempunyai dorongan kewiraswastaan dan wawasan teknologi
yang luas (Timpe, 1999:3). Salah satu permasalahan penting bagi pimpinan dalam
suatuorganisasi ialah bagaimana memberikan motivasi kepada karyawan untuk
melakukan pekerjaan dengan baik. Dalam hal ini, pimpinan dihadapkan suatu
persoalan bagaimana dapat menciptakan situasi agar bawahan dapat memperoleh

kepuasan secara individu dengan baik dan bagaimana cara memotivasi agar mau
bekerja berdasarkan keinginan dan motivasi untuk berprestasi yang tinggi.
Menurut konsep sistem organisasi yang ideal, aktivitas atau pekerjaan
suatu organisasi merupakan suatu kolektivitas sehingga dalam setiap penyelesaian
rangkaian pekerjaan seorang karyawan dituntut untuk bekerja sama, saling terkait
dan tidak akan melepaskan diri dengan karyawan lain dalam organisasi itu. Dalam
sebuah organisasi, yang menjadi perhatian utama adalah bagaimana menciptakan
keharmonisan dan keserasian dalam setiap pelaksanaan kegiatan atau aktivitas
kerja tersebut. Keharmonisan dan keserasian tersebut dapat tercipta jika sistem
kerja dibuat rukun dan kompak sehingga tercipta iklim yang kondusif. Hal ini
akan membuat para karyawan termotivasi untuk bekerja dengan optimal yang
pada akhirnya tujuan organisasi dapat terwujud dengan tingkat efisien dan
efektivitas yang tinggi.
Seseorang cenderung bekerja dengan penuh semangat apabila kepuasan
dapat diperolehnya dari pekerjaannya dan kepuasan kerja karyawan merupakan
kunci pendorong moral, kedisiplinan, dan prestasi kerja karyawan dalam
mendukung terwujudnya tujuan perusahaan (Hasibuan, 2003:203). Kepuasan
kerja yang tinggi atau baik akan membuat karyawan semakin loyal kepada
perusahaan atau organisasi. Semakin termotivasi dalam bekerja, bekerja dengan
resa tenang, dan yang lebih penting lagi kepuasan kerja yang tinggi akan
memperbesar kemungkinan tercapainya produktivitas dan motivasi yang tinggi
pula. Karyawan yang tidak merasa puas terhadap pekerjaannya, cenderung akan
melakukan penarikan atau penghindaran diri dari situasi pekerjaan baik yang
bersifat fisik maupun psikologis.
Dari uraian di atas menunjukkan adanya hubungan antara kepuasan dan
motivasi kerja terhadap produktivitas kerja karyawan. Jika membicarakan
masalah produktivitas muncullah situasi yang bertentangan karena belum adanya
kesepakatan umum dari para ahli tentang maksud pengertian produktivitas serta
kriterianya dalam mengikuti petunjuk-petunjuk produktivitas. Secara umum

produktivitas diartikan atau dirumuskan sebagai perbandingan antara keluaran


(output) dengan masukan (input) Hasibuan (203:126).
Apabila

produktivitas

naik

hanya

dimungkinkan

oleh

adanya

peningkatan efisiensi (waktu, bahan, tenaga) dan sistem kerja, teknik produksi,
dan adanya peningkatan keterampilan tenaga kerja. Menurut Blunchor dan
Kapustin yang dikutip oleh Sinungan (1987: 9), produktivitas kadang-kadang
dipandang sebagai penggunaan intensif terhadap sumber-sumber konversi seperti
tenaga kerja dan mesin yang diukursecara tepat dan benar-benar menunjukkan
suatu penampilan yang efisiensi. Konsep produktivitas kerja dapat dilihat dari dua
dimensi, yaitu dimensi individu dan dimensi organisasian. Dimensi individu
melihat

produktivitas

dalam

kaitannya

dengan

karakteristik-karakteristik

kepribadian individu yang muncul dalam bentuk sikap mental dan mengandung
makna keinginan dan upaya individu yang selalu berusaha untuk meningkatkan
kualitas kehidupannya. Sedangkan dimensi keorganisasian melihat produktivitas
dalam kerangka hubungan teknis antara masukan (input) dan keluaran (out put).
Oleh karena itu dalam pandangan ini, terjadinya peningkatan produktivitas tidak
hanya dilihat dari aspek kuantitas, tetapi juga dapat dilihat dari aspek kualitas.
Kedua pengerian produktivitas tersebut mengandung cara atau metode
pengukuran tertentu yang secara praktek sukar dilakukan. Kesulitan-kesulitan itu
dikarenakan, pertama karakteristik-karakteristik kepribadian individu bersifat
kompleks, sedangkan yang kedua disebabkan masukan-masukan sumber daya
bermacam-macam dan dalam proporsi yang berbeda-beda. Produktivitas kerja
sebagai salah satu orientasi manajemen dewasa ini, keberadaannya dipengaruhi
oleh berbagai faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap produktivitas
pada dasarnya dapat diklasifikasikan kedalam dua jenis, yaitu pertama faktorfaktor yang berpengaruh secara langsung, dan kedua faktor-faktor yang
berpengaruh secara tidak langsung.
2.5.1 Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi produktivitas

Tenaga kerja atau pegawai adalah manusia yang merupakan faktor


produksi yang dinamis memiliki kemampuan berpikir dan motivasi kerja, apabila
pihak manajemen perusahaan mampu meningkatkan motivasi mereka, maka
produktivitas kerja akan meningkat. Ada pun faktor- faktor yang mempengaruhi
produktivitas yaitu:
a.Kemampuan
adalah kecakapan yang dimiliki berdasarkan pengetahuan, lingkungan
kerja

yang

menyenangkan

akan

menambah

kemampuan

tenaga

kerja.

Perencanaan tenaga kerja merupakan bagian integral dari perencanaan


pembangunan. Rencana pembangunan memuat berbagai kegiatan yang akan
dilaksanakan di seluruh sektor atau sub sektor. Setiap kegiatan yang akan
dilaksanakan membutuhkan tenaga kerja yang sesuai. Perencanaan tenaga kerja
memuat perkiraan permintaan atau kebutuhan dan penawaran atau penyediaan
tenaga kerja, serta kebijakan maupun program ketenagakerjaan yang diperlukan
dalam rangka menunjang keberhasilan pelaksanaan pembangunan.
Perencanaan tenaga kerja dapat dilakukan pada tahap perusahaan, lembaga
pemerintah atau unit organisasi swasta lainnya. Perencanaan tenaga kerja seperti
ini disebut perencanaan tenaga kerja mikro. Pemerintah biasanya juga membuat
perencanaan tenaga kerja dalam cakupan wilayah tertentu maupun secara
nasional. Jenis perencanaan tenaga kerja seperti itu dikenal sebagai perencanaan
tenaga kerja makro, nasional atau perencanaan tenaga kerja regional.
Sistem perencanaan tenaga kerja menunjukkan kedudukan perencanaan
tenaga kerja dalam kerangka perencanaan pembangunan secara keseluruhan.
Perencanaan pembangunan yang disertai dengan data-data kependudukan dan
informasi pasar kerja merupakan masukan utama dalam penyusunan perencanaan
tenaga kerja. Hasil perencanaan tenaga kerja adalah berupa rencana tenaga kerja.
Dalam sistem perencanaan pembangunan yang melihat perencanaan
tenaga kerja sebagai bagian integral dari perencanaan pembangunan, maka proses

perencanaan tenaga kerja akan melibatkan instansi. Proses perencanaan tenaga


kerja itu sendiri menunjukkan langkah-langkah yang perlu ditempuh dalam
pelaksanaan perencanaan tenaga kerja.
b. Sikap
Sesuatu yang menyangkut perangai tenaga kerja yang banyak
dihubungkan dengan moral, semangat kerja yang akan menghasilkan kepuasaan
kerja . Kepuasan kerja secara umum menyangkut sikap seseorang mengenai
pekerjaannya. Karena menyangkut sikap, pengertian kepuasan kerja mencakup
berbagai

hal

seperti

kondisi

dan

kecenderungan

perilaku

seseorang.

Kepuasankepuasan itu tidak tampak serta nyata, tetapi dapat diwujudkan dalam
suatu hasil pekerjaan. Salah satu masalah yang sangat penting dalam bidang
psikologi industry adalah mendorong karyawan untuk bekerja dengan lebih
produktif. Untuk itu, perlu diperhatikan agar karyawan sebagai penunjang
terciptanya produktivitas kerja dalam bekerja senantiasa disertai dengan perasaan
senang dan tidak terpaksa sehingga akan tercipta kepuasan kerja para karyawan.
Kepuasan kerja akan berbeda pada masingmasing individu. Sangat sulit untuk
mengetahui ciri-ciri kepuasan dari masing-masing individu. Namun demikian,
cerminan dari kepuasan kerja itu dapat diketahui.
Untuk mengetahui tentang pengertian kepuasan kerja ada beberapa
pendapat

sebagaimana

hasil

penelitian

Herzberg,

bahwa

faktor

yang

mendatangkan kepuasan adalah prestasi, pengakuan, pekerjaan itu sendiri,


tanggungjawab, dan kemajuan (Armstrong, 1994: 71). Pendapat lain menyatakan
kepuasan kerja (job salisfaction) adalah keadaan emosional yang menyenangkan
atau tidak menyenangkan di mana para karyawan memandang pekerjaan mereka
(Handoko, 2001:193). Sedangkan Wexley dan Yulk (1977) yang disebut kepuasan
kerja ialah perasaan seseorangterhadap pekerjaan.
Kepuasan kerja berhubungan erta dengan faktor sikap. Seperti
dikemukakan oleh Tiffin (1964) kepuasan kerja berhubungan erat dengan sikap
dari karyawan terhadap pekerjaannya sendiri, situasi kerja, kerjasama antara
pimpinan dengan sesama karyawan (dalam As'ad, 2003: 104). Sejalan dengan itu,

Martoyo (2000:142) kepuasan kerja (job salisfaction) adalah keadaan emosional


karyawan di mana terjadi ataupun tidak terjadi titik temu antara nilai balas jasa
kerja karyawan dari perusahaan atau organisasi dengan tingkat nilai balas jasa
yang memang diinginkan oleh karyawan yang bersangkutan. Balas jasa kerja
karyawan ini, baik yang berupa finansial maupun yang nonfinansial.
Kepuasan kerja merupakan persoalan umum pada setiap unit kerja, baik
itu berhubungan motivasi, kesetiaan ataupun ketenangan bekerja, dan disiplin
kerja. Menurut Hulin (1966) gaji merupakan faktor utama untuk mencapai
kepuasan kerja. Pendapat ini tidak seluruhnya salah sebab dengan mendapatkan
gaji ia akan dapat melangsungkan kehidupannya sehari-hari. Tetapi kenyataannya
gaji yang tinggi tidak selalu menjadi faktor utama unluk mencapai kepuasan kerja.
Kenyataan lain banyak perusahaan telah memberikan gaji yang cukup tinggi,
tetapi masih banyak karyawan yang merasa tidak puas dan tidak senang dengan
pekerjaannya. Gaji hanya memberikan kepuasan sementara karena kepuasan
terhadap gaji sangat dipengaruhi oleh kebutuhan dan nilai orang yang
bersangkutan (As'ad, 2003:113).
Menurut Blum menyatakan faktor-faktor yang memberikan kepuasan kerja
adalah: (a) faktor individual, meliputi: umur, kesehatan, watak dan harapan; (b)
factor sosial, meliputi: hubungan kekeluargaan, pandangan masyarakat,
kesempatan berekreasi, kegiatan perserikatan pekerja, kebebasan berpolitik, dan
hubungan kemasyarakatan; (c) faktor utama dalam pekerjaan, meliputi: upah,
pengawasan ketentraman kerja, kondisi kerja, dan kesempatan untuk maju. Selain
itu, juga penghargaan terhadap kecakapan, hubungan sosial di dalam pekerjaan,
kelepatan dalam menyelesaikan konflik antar manusia, perasaan diperlakukan
adil. baik yang menyangkut pribadi maupun tugas (dalam As'ad, 2003:114). Ahli
lain, Ghiselli dan Brown mengemukakan lima faktor yang menimbulkan kepuasan
(dalam As'ad, 2003:112-113) yaitu: pertama, kedudukan (posisi), umumnya ada
anggapan bahwa orang yang bekerja pada pekerjaan yang lebih tinggi akan lebih
puas daripada bekerja pada pekerjaan yang lebih rendah. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa hal tersebut tidak selalu benar, perubahan tingkat

pekerjaanlah yang mempengaruhi kepuasan kerja. Kedua, pangkat (golongan),


pada pekerjaan yang mendasarkan perbedaan tingkat (golongan) sehingga
pekerjaan

tersebut

memberikan

kedudukan

tertentu

pada

orang

yang

melakukannya. Apabila ada kenaikan upah, maka sedikit banyaknya akan


dianggap sebagai kenaikan pangkat dan kebanggaan terhadap kedudukan yang
baru itu akan merubah perilaku dan perasaan. Ketiga, umur dinyatakan bahwa ada
hubungan antara kepuasan kerja dengan umur karyawan. Umur antara 25 sampai
34 tahun dan umur 40 sampai 45 tahun adalah merupakan umur-umur yang bias
menimbulkan perasaan kurang puas terhadap pekerjaan. Keempat, jaminan
financial dan jaminan sosial. Masalah finansial dan jaminan sosial kebanyakan
berpengaruh terhadap kepuasan kerja. Kelima, mutu pengawasan, hubungan
antara karyawan dengan pihak pimpinan sangat penting dalani arti menaikkan
produktivitas kerja. Kepuasan karyawan dapat ditingkatkan melalui perhatian dan
hubungan yang baik dari pimpinan kepada bawahan sehingga karyawan akan
merasa bahwa dirinya merupakan bagian yang penting dari oiganisasi kerja (sense
of belonging).
c. Situasi dan keadaan lingkungan
faktor ini menyangkut fasilitas dan keadaan dimana semua karyawan
dapat bekerja dengan tenang serta sistim kompensasi yang ada.pertama, perbaikan
terus menerus, yaitu upaya meningkatkan produktivitas kerja salah satu
implementasinya ialah bahwa seluruh komponen harus melakukan perbaikan
secara terus-menerus. Pandangan ini bukan hanya merupakan salah satu kiat tetapi
merupakan salah satu etos kerja yang penting sebagai bagian dari filsafat
manajemen mutakhir. Suatu organisasi dituntut secara terus-menerus untuk
melakukan perubahan-perubahan, baik secara internal maupun eksternal.
Perubahan internal contohnya, yaitu: (a) perubahan strategi organisasi; (b)
perubahan kebijakan tentang produk; (c) perubahan pemanfaatan teknologi; (d)
perubahan dalam praktek-praktek sumber daya manusia sebagai akibat
diterbitkannya perundang-undangan baru oleh pemerintah. Perubahan eksternal,
meliputi: (a) perubahan yang terjadi dengan lambat atau evolusioner dan bersifat
acak; (b) perubahan yang tinggi secara berlahan tetapi berkelompok; (c)

perubahan yang terjadi dengan cepat karena dampak tindakan suatu organisasi
yang dominan peranannya di masyarakat; dan (d) perubahan yang terjadi cepat,
menyeluruh dan kontinyu.Kedua, peningkatan mutu hasil pekerjaan. Peningkatan
mutu hasil pekerjaan dilaksanakan oleh semua komponen dalam organisasi. Bagi
manajemen, misalnya, perumusan strategi, penentuan kebijakan, dan proses
pengambilan keputusan. Yang tidak kalah pentingnya dalam pelaksanaan kegiatan
organisasi yaitu mutu laporan, mutu dokumen, mutu penyelenggaraan rapat, dan
lain-lain.Ketiga,

pemberdayaan

sumberdaya

manusia.

Memberdayakan

sumberdaya manusia mengandung kiat untuk: (a) mengakui harkat dan martabat
manusia sebagai makhluk yang mulia, mempunyai harga diri, daya nalar,
memiliki kebebasan memilih, akal, perasaan, dan berbagai kebutuhan yang
beraneka ragam; (b) manusia mempunyai hak-hak yang asasi dan tidak ada
manusia lain (termasuk manajemen) yang dibenarkan melanggar hak tersebut.
Hak-hak tersebut yaitu hak menyatakan pendapat, hak berserikat, hak
memperoleh pekerjaan yang layak, hak memperoleh imbalan yang wajar dan hak
mendapat perlindungan; (c) penerapan gaya manajemen yang partisipasif melalui
proses berdemokrasi dalam kehidupan berorganisasi. Dalam hal ini pimpinan
mengikutsertakan

para

anggota

organisasi

dalam

proses

pengambilan

keputusan.Keempat, kondisi fisik tempat bekerja yang menyenangkan.Kondisi


fisik tempat kerja yang menyenangkan memberikan kontribusi nyata dalam
peningkatan produktivitas kerja, antara lain: (a) ventilasi yang baik; (b)
penerangan yang cukup; (c) tata ruang rapi dan perabot tersusun baik; (d)
lingkungan kerja yang bersih; dan (e) lingkungan kerja vang bebas dari polusi
udara.Kelima, umpan balik. Pelaksanaan tugas dan karier karyawan tidak dapat
dipisahkan dari penciptaan, pemeliharaan, dan penerapan sistem umpan balik
yang objektif, rasional, baku, dan validitas yang tinggi. Objektif dalam arti
didasarkan pada norma-norma yang telah disepakati bukan atas dasar emosi,
senang atau tidak senang pada seseorang. rasional dalam arti dapat diterima oleh
akal sehat. Jika seseorang harus dikenakan sangsi disiplin, status berat-ringannya
disesuaikan dengan jenis pelanggarannya. Validitas yang tinggi, dalam arti

siapapun yang melakukan penilaian atas kinerja karyawan didasarkan pada tolok
ukur yang menjadi ketentuan.
d. Motivasi
setiap tenaga kerja perlu diberikan motivasi dalam usaha meningkatkan
produktivitas. Motivasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah
dorongan yang timbul pada diri seseorang sadar atau tidak sadar untuk melakukan
suatu tindakan dengan tujuan tertentu, atau usaha-usaha yang dapat menyebabkan
seseorang atau sekelompok orang tertentu bergerak melakukan sesuatu karena
ingin mencapai tujuan yang dikehendakinya atau mendapat kepuasan atas
perbuatannya. Supardi dan Anwar (2004:47) mengatakan motivasi adalah keadaan
dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan
kegiatankegiatan tertentu guna mencapai tujuan. Motivasi yang ada pada
sescorang akan mewujudkan suatu perilaku yang diarahkan pada tujuan mencapai
sasaran kepuasan. Jadi, motivasi bukanlah yang dapat diamati tetapi adalah hal
yang dapat disimpulkan adanya karena sesuatu perilaku yang tampak.
Siagian (2002:255), menyatakan bahwa yang diinginkan seseorang dari
pekerjaannya pada umumnya adalah sesuatu yang mempunyai arti penting bagi
dirinya sendiri dan bagi instansi. Menurut Heidjachman dan Husnan (2003:197),
motivasi merupakan proses untuk mencoba mempengaruhi seseorang agar
melakukan sesuatu yang kita inginkan. Untuk membangun produktivitas dan
motivasi pekerja ada dua hal yang harus dilakukan: pertama, carilah pembayaran
pekerjaan individual seseorang; dan kedua, bantu mereka mencapai pembayaran
untuk setiap tugas tambahan yang diberikan sehingga baik kebutuhan instansi
maupun individu tercapai (Timpe, 1999: 61).
Menurut Hasibuan (2003:92) motivasi berasal dari kata latin movere yang
berarti dorongan atau daya penggerak. Motivasi ini hanya diberikan kepada
manusia, khususnya kepada para bawahan atau pengikut. Motivasi penting karena
dengan motivasi ini diharapkan setiap individu karyawan mau bekerja keras dan
antusias untuk mencapai produktivitas kerja yang tinggi. Motivasi harus dilakukan
pimpinan terhadap bawahannya karena adanya dimensi tentang pembagian

pekerjaan untuk dilakukan dengan sebaik-baiknya, bawahan sebetulnya mampu


akan tetapi malas mengerjakannya, memberikan penghargaan dan kepuasan kerja.
sebenarnya banyak pembahasan teori-teori motivasi, namun ada beberapa yang
cukup menonjol adalah antara lain sebagai berikut: Teori Maslow, mengenai
tingkatan dasar manusia yaitu: (a) kebutuhan fisiologi dasar, (b) keselamatan dan
keamanan, (c) cinta/kasih sayang, (d) penghargaan, (e) aktualisasi diri (self
actualization). Menggarisbawahi pendapat di atas dapat diambil kesimpulan
bahwa bergabungnya seseorang dalam organisasi didorong oleh keinginan untuk
memenuhi kebutuhan, berupa penghasilan yang akan digunakan untuk mencukupi
kebutuhannya. Suasana batin (:psikologis) seorang karyawan sebagai individu
dalam organisasi yang menjadi lingkungan kerjanya tampak selalu semangat atau
gairah keija yang menghasilkan kegiatan kerja sebagai kontribusi bagi pencapaian
tujuan organisasi tempatnya bekerja.
e.Upah
upah atau gaji minimum yang tidak sesuai dengan peraturan pemerintah
dapat menyebabkan penurunan produktivitas kerja. Pengertian ini mengisyaratkan
bahwa keberadaannya di dalam suatu organisasi perusahaan tidak dapat diabaikan
begitu saja. Sebab, akan terkait langsung dengan pencapaian tujuan perusahaan.
upah yang rendah tidak dapat dipertanggungjawabkan, baik dilihat dari sisi
kemanusiaan maupun dari sisi kelangsungan hidup perusahaan. Secara teoritis
dapat dibedakan dua sistem upah, yaitu yang mengacu kepada teori Karl Mark
dan yang mengacu kepada teori Neo-klasik. Kedua teori tersebut masing-masing
memiliki kelemahan. Oleh karena itu, sistem pengupahan yang berlaku dewasa ini
selalu berada diantara dua sistem tersebut. Berarti bahwa tidak ada satupun pola
yang dapat berlaku umum. Yang perlu dipahami bahwa pola manapun yang akan
dipergunakan seyogianya disesuaikan dengan kebijakan remunerasi masingmasing perusahaan dan mengacu kepada rasa keadilan bagi kedua belah pihak
(perusahaan dan karyawan). Besarnya tingkat upah untuk masing-masing
perusahaan adalah berbeda. Perbedaan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor
yang mempengaruhinya diantaranya, yaitu permintaan dan penawaran tenaga

kerja, kemampuan perusahaan, kemampuan dan keterampilan tenaga kerja,


peranan perusahaan, serikat buruh, besar kecilnya resiko pekerjaan, campur
tangan pemerintah, dan biaya hidup. Dilihat dari sistemnya pembelian upah dapat
dibedakan atas prestasi kerja, lama kerja, senioritas atau lama dinas, kebutuhan,
dan premi atau upah borongan
f. Tingkat pendidikan
Latar belakang pendidikan dan latihan dari tenaga kerja akan
mempengaruhi produktivitas, karenanya perlu diadakan peningkatan pendidikan
dan latihan bagi tenaga kerja. Pendidikan dan latihan dipandang sebagai suatu
invesatasi di bidang sumber daya manusia yang bertujuan untuk meningkatkan
produktivitas dari tenaga kerja. Oleh karena itu pendidikan dan latihan merupakan
salah satu faktor penting dalam organisasi perusahaan. Pentingnya pendidikan dan
latihan disamping berkaitan dengan berbagai dinamika (perubahan) yang terjadi
dalam lingkungan perusahaan, seperti perubahan produksi, teknologi, dan tenaga
kerja, juga berkaitan dengan manfaat yang dapat dirasakannya. Manfaat tersebut
antara lain: meningkatnya produktivitas perusahaan, moral dan disiplin kerja,
memudahkan pengawasan, dan menstabilkan tenaga kerja. Agar penyelenggaraan
pendidikan dan latihan berhasil secara efektif dan efisien, maka ada 5 (lima) hal
yang harus di pahami, yaitu 1) adanya perbedaan individual, 2) berhubungan
dengan analisa pekerjaan, 3) motivasi, 4) pemilihan peserta didik, dan 5)
pemilihan metode yang tepat. Pendidikan dan latihan bagi tenaga kerja dapat
diklasifikasikan kepada dua kelompok, pertama, yakni pendidikan dan latihan
bagi tenaga kerja yang termasuk kepada kelompok tenaga kerja operasional,
kedua, pendidikan dan latihan bagi tenaga kerja yang termasuk kepada kelompok
tenaga kerja yang menduduki jabatan manajerial. Untuk masing-masing kelompok
tenaga kerja tersebut diperlukan metode pendidikan yang berbeda satu sama lain
g. Perjanjian kerja
merupakan alat yang menjamin hak dan kewajiban karyawan. Sebaiknya
ada unsur-unsur peningkatan produktivitas kerja.
h. Penerapan teknologi

Kemajuan teknologi sangat mempengaruhi produktivitas, karena itu


penerapan teknologi harus berorientasi mempertahankan produktivitas
2.6 Penilaian Kinerja
2.6.1 Pengertian Penilaian Kinerja
Kinerja merupakan suatu fungsi dari motivasi dan kemampuan untuk
menyelesaikan tugas atau pekerjaan seseorang sepatutnya memiliki derajat
kesediaan dan tingkat kemampuan tertentu. Kesediaan dan keterampilan
seseorang tidaklah cukup efektif untuk mengerjakan suatu tanpa pemahaman yang
jelas tentang apa yang akan dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya. Kinerja
merupakan perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja
yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan.
Kinerja merupakan suatu hal yang sangat penting dalam upaya perusahaan untuk
mencapai tujuannya.
Salah satu cara yang dapat digunakan untuk melihat perkembangan
perusahaan adalah dengan cara melihat perkembangan perusahaan adalah dengan
cara melihat hasil penilaian kinerja. Sasaran yang menjadi objek penilaian kinerja
adalah kecakapan, kemampuan karyawan dalam melaksanakan suatu pekerjaan
atau tugas yang dievaluasi dengan menggunakan tolak ukur tertentu objektif dan
dilakukan secara berkala.Penilaian kinerja mengacu pada suatu sistem formal dan
terstruktur yang digunakan untuk mengukur, menilai dan mempengaruhi sifat-sifat
yang berkaitan dengan perkerjaan, perilaku, dan hasil, termasuk tingkat
katidakhadiran. Dengan demikian, penilaian prestasi adalah merupakan hasil kerja
karyawan dalam lingkup tangung jawabnya.
Dalam praktiknya, istilah penilaian kinerja (performance appraisal) dan
evaluasi kinerja (performance evaluation) dapat digunakan secara bergantian atau
bersamaan karena pada dasarnya mempunyai maksud yang sama. Penilaian
kinerja digunakan perusahaan untuk menilai kinerja karyawannya atau
mengevaluasi hasil pekerjaan karyawan.Dari beberapa pengertian di tas terdapat
perbedaan yang mendasar tentang penilain kinerja. Ada pengertian yang
mengatakan memposisikan karyawan pada pihak subordinat dan dikendalikan,

sebaliknya ada pemahaman bahwa karyawan diangap sebagai faktor produksi


yang harus dimanfaatkan secara produktif. Sedangkan yang lain ada pengertian
bahwa karyawan diposisikan sebagai aset utama perusahaan, karyawan harus
dipelihara dengan baik dan diberi kesempatan berkembang.
2.6.2

Tujuan penilaian kinerja


Suatu perusahaan melakukan peniaian kinerja didasarkan pada dua alasan
pokok, yaitu: 1) manajer memerlukan evaluasi yang objektif terhadap kinerja
karyawan pada masa lalu yang digunakan untuk membuat keputusan di bidang
SDM di masa yang akan datang; dan 2) manajer memerlukan alat yang
memungkinkan

untuk

membantu

karyawannya

memperbaiki

kinerja,

merencanakan pekerjaan, mengembangkan kemampuan dan keterampilan untuk


perkembangan karier dam memperkuat kualitas hubungan antarmanajer yang
bersangkutan dengan karyawannya.
Selain itu penilaian kinerja dapat digunakan untuk:
1. Mengetahui perkembangan, yang meliputi: a) identifikasi kebutuhan, b)
umpan balik kerja, c) menentukan transfer dan penugasan dan d) identifikasi
kekuatan dan kelemahan karyawan.
2. Pengambilan keputusan administratif, yang meliputi: a) keputusan untuk
menentukan gaji, promosi, mempertahankan atau memberhentikan karyawan,
b) pengakuan kinerja karyawan, c) pemutusan hubungan kerja dan d)
mengidentifikasi yang buruk.
3. Keperluan perusahaan, yang meliputi: a) perencanaan SDM, menentukan
kebutuhan pelatihan, c) evaluasi pencapaian tujuan perusahaan, d) informasi
untuk identifikasi tujuan, e) evaluasi terhadap sistem SDM, dan f) penguatan
terhadap kabutuhan pengembangan perusahaan.
4. Dokumentasi, yang meliputi: a) krteria untuk validasi penelitian, b)
dokumentasi keputusan-keputusan tentang SDM, dan c) membantu untuk
memenuhi persyaratan minimum.
2.6.3 Kegunaan penilaian kinerja
Kegunaan penilaian kinerja

ditinjau

dari

berbagai

perspektif

pengembangan perusahaan, khususnya manajemen SDM, yaitu:


Dokumentasi. Untuk memungkinkan data yang pasti, sistematik, dan
faktual dalam penentuan nilai pekerjaan.

1. Posisi tawar. Untuk memungkinkan manajemen melakukan negosiasi yang


objektif dan rasional dengan serikat buruh (kalau ada) atau langsung dengan
karyawan
2. Perbaikan kinerja. Umpan balik pelaksanaan kerja yang bermanfaat bagi
karyawan, manajer, dan spesialis personil dalam bentuk kegiatan untuk
meningkatkan atau mamperbaiki kinerja karyawan.
3. Penyesuaian kompensasi. Penilain kinerja membantu pengambilan keputusan
dalam penyesuian ganti-rugi. Menentukan siapa yang perlu dinaikkan upahnyabonus atau kompensasi ainnya.
4. Keputusan penempatan. Mambantu dalam promosi, keputusan penempatan,
perpindahan, dan penurunan pangkat pada umumnya didasarkan pada masa
lampau atau mengantisipasi kinerja. Sering promosi adalah penghargaan untuk
kinerja yang lalu.
5. Pelatihan dan pengembangan karier. Kinerja buruk mengindikasikan adanya
suatu kebutuhan untuk latihan. Demikian juga, kinerja baik dapat
mencerminkan

adanya

potensi

yang

belum

digunakan

dan

harus

dikembangkan.
6. Perencanaan dan pengembangan karier. Umpan balik penilain kinerja dapat
digunkan sebagai penduan dalam perencanaan dan pengembangan karier yang
tepat, penyusunan program pengembangan karier yang tepat, dapat
menyelaraskan antara kebutuhan karyawan dengan kepentingan perusahaan.
7. Evaluasi proses staffing. Prestasi kerja yang baik atau buruk mencerminkan
kekuatan atau kelemahan prosedur staffing deprtemen SDM.
8. Defisiensi proses penempatan karyawan. Kinerja yang baik atau buruk
mengisyaratkan kekuatan atau kelemahan dalam prosedur penempatan
karyawan di departemen SDM.
9. Ketidakakuratan informasi. Kinerja lemah menandakan adanya kesalahan di
dalam informasi analisis pekerjaan, perencanaan SDM atau sistem informasi
manajemen

SDM.

Pemakaian

informasi

yang

tidak

akurat

dapat

mengakibatkan proses rekrutmen, pelatihan, atau pengambilan keputusan tidak


sesuai.
10. Kesalahan dalam merancang pekerjaan. Kinerja yang lemah mungkin
merupakan suatu gejala dari rancangan perkerjaan yang kurang tepat. Melalui
penilain kinerja dapat membantu mendiagnosis kesalahan ini. Artinya, jika

uraian pekerjaan tidak tepat, apalagi tidak lengkap, wewenang dan tanggung
jawab tidak seimbang, jalur pertanggungjawaban kabur dan berbagai
kelemahan lainnya akan berakibat pada prestasi kerja yang kurang
memuaskan
11. Kesempatan kerja yang adil. Penilain kinerja yang akurat terkait dengan
pekerjaan dapat memastikan bahwa keputusan penempatan internal tidak
bersifat diskriminatif.
12. Mengatasi tantangan-tantangan eksternal. Kadang-kadang kinerja dipengaruhi
oleh faktor di luar lingkungan pekerjaan, seperti keluarga, keuangan,
kesehatan, atau hal lain seperti hal pribadi. Jika faktor ini tidak dapat diatasi
karyawan bersangkutan, departemen SDM mungkin mampu menyediakan
bantuan.
13. Elemen-elemen pokok sistem penilaian kinerja. Departemen SDM biasanya
mengembangkan penilaina kinerja bagi karyawan di semua departemen.
Elemen-elemen pokok sistem penilaian ini mencakup kriteria yang ada
hubungan dengan pelaksanaan kerja dan ukuran-ukuran kriteria.
14. Umpan balik SDM. Kinerja baik atau buruk di seluruh perusahan
mengindikasikan seberapa baik departemen SDM berfungsi.

KINERJA KARYAWAN

PENILAIAN KINERJA

UMPAN BALIK
KARYAWAN

UKURAN KINERJA

STANDAR KINERJA

DOKUMEN
KARYAWAN

KEPUTUSAN SDM

Gambar 1. Mekanisme Penilaian Kinerja Karyawan

2.6.4 Faktor-Faktor yang Menghambat Dalam Penilaian Kinerja


Penyelia sering tidak berhasil untuk meredam emosi dalam menilai
prestasi kinerja karyawan, hal ini menyebabkan panilaian menjadi bias. Bias
adalah disorsi pengukurang yang tidak akurat. Bias ini mungkin terjadi sebagai
akibat ukuran-ukuran yang digunakan bersifat subjektif. Berbagai bentuk bias
yang umum terjadi adalah:
1.

Kendala hukum/legal
Penilaian kinerja harus bebas dari driskiminasi tidak sah atau tidak legal.
Apa pun format penilaian kinerja yang digunakan oleh departemen SDM harus
sah dan dapat dipercaya. Jika hal tersebut tidak terpenuhi, keputusan penempatan
mungkin ditetang sebab melanggar hukum ketenagakerjaan atau hukum lainnya.

Oleh karena itu, setiap keputusan hendaknya ojektif dan sesuai dengan hokum.
2. Bias oleh penilai (penyelia)
Setiap masalah yang didasarkan pada ukuran subjektif adalah peluang
terjadinya bias. Bentuk-bentuk bias yang umumnya terjadi adalah:
a. Hallo effect.
Hallo effect terjadi ketika pendapat pribadi (penyelia) mempengaruhi
pengukuran kinerja baik dalam arti positif maupun negatif. Sebagai contoh
seorang penilai bisa saja secara pribadi tidak menyenangi karyawan tertentu,
terlepas dari faktor-faktor penyebab ketidaksenangannya itu. Dalam hal
demikian, kecenderungan penilai adalah memberikan penialain negatif
terhadap orang yang tidak disenanginya itu, padahal sebenarnya apabila
dinilai secara objektif, karyawan yang dinilai seharusnya memperoleh
penilaian positif. Dan juga sebaliknya kemungkinan bisa terjadi.
b. Kesalahan kecenderungan terpusat.
Dalam penilaianya penilai cenderung mengambil jalan tengah, yaitu dengan
memberikan niai yang merata bagi karyawan yang dinilainya karena adanya

ketidaksukaan penilai dalam suatu penilaian yang terlihat sukar dalam


menilainya. Sehinga penilain tidak dilakukan secara objektif karena yang
berprestasi tinggi akan merasa diperlakukan tidak adil dan dirugikan
sedangkan yang berprestasi rendah memperoleh penghargaan yang tidak
wajar.
c. Bias karena terlalu lunak dan terlalu keras.
Bias karena terlalu lunak terjadi ketika penilai cenderung begitu mudah
dalam mengevaluasi kinerja karyawan. Penilai melihat semua kinerja
karyawannya bagus dan menilai dengan baik. Bias karena terlalu keras
adalah sebaliknya, diakibatkan oleh penilai yang terlalu ketat dalam
mengevaluasi mereka.
d. Bias karena penyimpangan lintasbudaya.
Setiap peniai mempunyai harapan tentang tingkah laku manusia yang
didasarkan pada kulturnya. Ketika seorang penilai diharuskan untuk menilai
dari karyawan yang berbeda kulturnya, mereka menerapkan budayanyan
terhadap karyawan tersebut. Dengan keanekaragaman budaya yang lebih
besar dan mobilitas karyawan ke berbagai negara (internasional) sumber
potensi penyimpangan ini menjadi besar.
e. Prasangka pribadi.
Sikap tidak suka seseorang terhadap orang lain atau sekelompok orang
tertentu dapat mengaburkan hasil penilain seorang karyawan. Meskipun
demikian, spesialis SDM perlu memberi perhatian dalam membuat pola
tanpa adanya unsur prasangka. Prasangka akan mengabaikan penilaian
efektif dan dapat melanggar hukum anti diskriminasi.
f. Pengaruh kesan terakhir.
Ketika penilai diharuskan menilai karyawan pada masa lampau, kadangkadang penilai mempresepsikan dengan tindakan karyawan pada saat ini
yang sebetulanya tidak berhubungan dengan kinerja masa lampau. Jadi,
kinerja karyawan dinilai berdasarkan penampilan karyawan saat sekarang
masih diingat oleh penilai.
Selain faktor-faktor di atas yang menyebabkan terjadinya bias dalam
penilain

kinerja,

dalam

praktiknya

pendekatan

penilaian

harus

dapat

menidentifikasi standar kinerja, mengukur kriteria, dan kemudian memberi umpan


balik kepada karyawan dan dapertemen SDM. Jika standar kinerja atau ukuran
tidak terkait dengan pekerjaan, evaluasi tidak akurat dan akhirnya akan terjadi
bias yang merugikan hubungan para manajer dengan karyawan dan memperkecil
kesempatan kerja sama. Tanpa umpan balik, perbaikan dalam perilaku SDM tidak
mungkin terjadi dan departemen SDM tidak akan mempunyai catatan akurat
dalam sistem informasinya, sehingga dasar keputusan mulai dari rancangan
pekerjaan sampai kompensasi akan terganggu.
Sistem penilaian kinerja yang baik sangat tergantung pada persiapan yang
benar-benar baik dan memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
Praktis. Keterkaitan langsung dengan pekerjaan seseorang adalah bahwa
panilain ditujukan pada perilaku dan sikap yang menentukan keberhasilan

menyelesaikan suatu pekerjaan tertenu.


Kejelasan standar. Standar merupakan tolak ukur seorang dalam melaksanakan
pekerjaannya. Standar harus memiliki nilai kompetitif, artinya dalam
penerpannya harus berfungsi sebagai alat pembanding antara prestasi kerja

seseorang dengan karyawan lainnya yang melakukan pekerjaan yang sama.


Kriteri yang objektif. Kriteria yang dimaksud adalah berupa ukuran-ukuran
yang memnuhi persyaratan seperti mudah digunakan, handal, dan memberikan
informasi tetang perilaku kritikal yang menentukan keberhasilan dalam
melaksanakan pekerjaan. Dengan demikian efektifnya suatu penilaian kinerja,
maka instrumen penilain kinerja tersbut harus memenuhi syarat-syarat sebgai
berikut:
1) Reliability, ukuran kinerja harus konsisten. Mungkin yang paling penting
adalah konsistensi suatu ukuran kinerja. Jika ada dua penilai mengevaluasi
pekerja yang sama, mereka perlu menyimpulkan hal serupa menyangkut
hasil mutu pekerja.
2) Relevance, ukuran kinerja harus dihubungkan dengan output riil dari suatu
kegiatan yang secara logika itu mungkin.
3) Sensivity, beberapa ukuran harus mampu mencerminkan perbedaan antara
penampilan nilai tinggi dan rendah. Penampilan dapat membedakan dengan
teliti tentang perbedaan kinerja.

4) Practically, kriteia harus dapat diukur dan kekurangan pengumpulan data


tidak terlalu mengganggu atau tidak in-efisien.
2.6.5 Jenis-jenis penilaian kinerja
a. Penilaian hanya oleh atasan:
Cepat dan langsung
Dapat mengarah ke distorsi karena pertimbangan-pertimbangan pribadi
b. Penilaian oleh kelompok lini: atasan dan atasannya lagi bersama-sama
membahas kinerja bawahannya yang dinilai.
Objektivitasnya lebih akurat dibandingkan kalau hanya oleh atasan
sendiri
Individu yang dinilai tinggi dapat mendominasi penilaian
c. Penilaian oleh kelompok staf: atasan meminta satu atau lebih individu untuk
bermusyawarah dengannya; atasan langsung yang membuat keputusan
terakhir.
Penilaian gabungan yang masuk akal dan wajar
d. Penilaian melalui keputusan komite: sama seperti pola sebelumnya kecuali
bahwa manajer yang bertanggung jawab tidak lagi mengambil keputusan
kahir; hasilnya didasarkan pada pilihan mayoritas.
Memperluas pertimbangan yang ekstrim
Memperlemah integritas manajer yang bertanggung jawab
e. Penilaian berdasarkan peninjaun lapangan: sama seperti pada kelompok staf,
namun melibatkan wakil dari pimpinan pengembangan atau departemen
SDM yang betindak sebagai peninjau yang independen.
Membawa satu pikiran yang tetap ke dalam satu penilian lintas sektor
yang besar.
f. Penilaian oleh bawahan dan sejawat
Mungkin terlalu subjektif
Mungkin digunakan sebgai tambahan pada metode penilaian yang lain

2.6.6

Aspek-aspek yang dinilai


Dari hasil studi lazer dan wikstron (1977) terhadap formulir penilaian

kinerja terhadap 125 perusahaan yang ada di USA. Faktor yang paling umum
muncu

di

61

perusahaan

adalah

pengetahuan

tentang

pekerjaannya,

kepemimpinan, inisiatif, kualitas pekerjaan, kerja sama, pengambilan keputusan,

krativitas, dapat diandalkan, perencanaan, komunikasi, integensia (kecerdasan),


pemecahan masalah, pendelegasian, sikap, usaha, motivasi, dan organisasi.
Dari aspek-aspek yang dinilai tersebut dapat dikelompokkan menjadi:
1. Kemampuan teknis, yaitu kemampuan menggunakan pengetahuan, metode,
teknik, dan peralatan yang dipergunakan untuk melaksanakan tugsa serta
pengalaman dan pelatihan yang diperolehnya.
2. Kemampuan konseptual, yaitu kemampuan untuk memahami kompleksitas
perushaan dan penyesuian bidang gerak unit masing-masing ke dalam
bidang operasional perusahaan secara menyeluruh, yang pada intinya
individual tersebut memahami tugas, fungsi serta tanggung jawabnya
sebagai seorang karyawan.
3. Kemampuan hubungan interpersonal, yaitu antara lain kemampuan untuk
bekerja sama dengan orang lain, memotivasi karyawan, melakukan
negosiasi, dan lain-lain.
2.6.7

Metode penilain kinerja


Metode atau teknik penilaian kinerja karyawan dapat digunakan dengan

pendekatan yang berorientasi masa lalu dan masa depan. Dalam praktiknya tidak
ada satupun teknik yang sempurna. Akan tetapi hal terpenting adalah bagaimana
cara meminimalkan masalah-masalah yang mungkin terdapat pada setiap teknik
yang digunakan. Adapun metode-metode penilaian kinerja adalah sebagai berikut:
1.

Skala peringkat (Rating Scale)


Merupakan metode yang paling tua dan paling banyak digunakan dalam
penilaian prestasi, di mana para penilai diharuskan melakukan suatu penilaian
yang berhubungan dengan hasil kerja karyawan dalam skala-skala tertentu, mulai
dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi. Pada umumnya penilai diberi
formulir yang berisi sejumlah sifat dan ciriciri hasil kerja yang harus diisi, seperti
kemandirian, inisiatif, sikap, kerja sama dan seterusnya. Keuntungan dari metode
ini adalah biayanya yang murah dalam penggunaan dan pengembangannya,
penilai membutuhkan sedikit pelatihan atau waktu untuk menyempurnakan
formulir

yang

ada

dan

metode

ini

bisa

digunakan

untuk

banyak

karyawan.Kelemahan dari metode ini adalah kemungkinan terjadinya prasangka


yang subjektif dalam penilaian dengan metode ini.
2. Daftar pertanyaan (Checklist)

Penilai berdasarkan metode ini terdiri dari sejumlah pertanyaan yang


menjelaskan beraneka ragam tingkat perilaku bagi suatu pekerjaan tertentu.
Penilai tinggal memilih kata atau pertanyaan yang menggambarkan karakteristik
dan hasil kerja karyawan.Keuntungan dari dari checklist adalah biaya yang murah,
pengurusannya mudah, penilai hanya membutuhkan pelatihan yang sederhana,
dan distandarisasi. Kelemahanya meliputi kepakaan pada penympangan penilai
(terutama hallo effect), lebih mengedepankan kriteria-kriteria pribadi karyawan
dalam menentukan kriteria-kriteria hasil kerja, kesalahan menafsir materi-materi
checklist, dan penentuan bobot nilai tidak seharusnya dilakukan oleh departemen
SDM. Kerugaian lainnya, metode ini tidak memungkinkan penilai untuk
memberikan nilai yang berbeda.
3.

Metode dengan pilihan terarah (forced choice methode)


Metode ini dirancang untuk meningkatkan objektivitas dan mengurangi
subjektivitas dalam penilaian. Salah satu sasaran dasar pendekatan pilihan ini
adalah untuk mengurangi dan menyingkirkan kemunginan berat sebelah penilaian
dengan memaksakan suatu pilihan antara pernyataan-pernyataan deskriptif yang
kelihatannya mempunyai nilai yang sama.Keuntungan metode pilihan terarah
adalah mengurangi penyimpangan penilai, karena beberapa karyawan harus
dinilai seperti atasan kepada yang lainnya. Metode ini juga mudah digunakan dan
memiliki cakupan yang luas untuk pekerjaan yang beraneka ragam. Walaupun
praktis dan mudah distandarisasi, pernyataan yang bersfiat lebih umum tidak bisa
mencerminkan hubungan perkejaan spesifik.

4.

Metode peristiwa kritis (Critical incident methode)


Metode ini merupakan pilihan yang mendasarkan pada catatan kritis
penilai atas perilaku karyawan, seperti sangat baik atau buruk di dalam
melaksanakan pekerjaan. Pernyatan-pernyatan tersebut disebut sebagai insiden
kritis dan biasanya dicatat oleh atasan selama masa penilaian untuk setiap
karyawan yang sangat berguna dan memberikan umpan balik keryawan yang
bersangkutan. Kejadian yang positif maupun yang negatif akan dicatat dan
diklasifikasikan oleh departemen SDM

ke dalam kategori-kategori, misalnya

kontrol keselamatan dan pengembangan karyawan. Metode ini bermanfaat untuk

memberi karyawan umpan balik yang terkait langsung dengan pekerjaannya. Ha


ini juga mengurangi penyimpangan penilai jika penilai mencatat kejadian selama
masa penilaian namun kelamahannya adalah seringkali tidak mencatat ketika
insiden terjadi, dan berpeluang terjadinya manipulasi catatan.
5. Manajemen berdasarkan sasaran (Management By Objective)
Management By Objective (MBO) yang berati manajemen berdasarkan
sasaran, artinya adalah satu bentuk penilaian di mana karyawan dan penyelia
bersama-sama menetapkan tujuan-tujuan atasu sasara-sasaran pelaksanaan kerja
di waktu yang akan datang. Penilaian kinerja berdasarkan metode ini merupaka
suatu alternatif untuk mengatasi kelemahan-kelemahan dari bentuk penilaian
kinerja lainnya.. Metode ini lebih mengacu pada pendekatan hasil... Dalam proses
pencapaian tujuan, atasan dapat membantu dalam bentuk memberi umpan balik.
Pada akhir periode yang dtentukan, atasan dan bawahan melakukan evaluasi
tetang pencapaian tujuan tersebut. proses penilaian kinerja berdasarkan metode ini
dapat dilihat pada gambar 1.2. MBO sebagai metode penilain prestasi kerja pada
masa yang akan datang. Di sini prestasi seseorang dinilai melalui tujuan-tujuan
yang ditetapkannya secara pencapaian tujuan tersebut. MBO memperlihatkan
potensi seseorang dalam pelaksanaan tugas yang lebih besar tanggung jawabnya
pada masa yang akan datang melalui pencapaian tujuan tersebut. Kelebihan dari
metode ini, adalah:
1. Dengan mendorong setiap individu karyawan sendiri sasaran yang
spesifik dan menantang, MBO memiliki potensi memotivasi karyawan di
samping sebagai basis penilain karyawan
2. Karyawan mengetahui secara tepat apa yang diharapkan dirinya, dan apa
yang mereka capai jika mereka ingin dinilai positif oleh atasnnya.
3. Sangat mudah bagi penyelia untuk melakukan penilaian dengan objektif
karena kriterianya jelas yakni berorientasi pada hasil.
4. Penetuan tujuan secara sistematis di seluruh
memudahkan dalam perencanaan dan koordinasi.

perusahaan

dan

Karyawan

Karyawan

Pemberian Pekerjaan
Rencana Kerja
Periode Kerja
Penilaian Kinerja
Wawancara Penilaian
1. Prestasi yang dicapai
2. Potensi
Faktor-faktor
berpengaruh
3.
karieryang
jangka
pendek
4. Gagasan masa depan
5. Saran pengembangan

Pemberian Pekerjaan

Gambar 2

Tahap Utama
Penilaian Kinerja Metode MBO

Kelemaha dari metode ini adalah:


1. Tidak MBO tidak efektif dalam lingkungan di mana manajemen tidak
memepercayai karyawan-karyawannya.
2. Titik berat MBO hanya terhadap hasil-hasil saja dapat mencegah kepada
kurangnya penilaian pada bagaiamana hasil-hasil tersebut dicapai,
misalnya: individu-individu mungkin mencapai hasil-hasil mereka
dengan jalan yang tidak etis yang berdampak negatif bagi perusahaan.
3. MBO sulit untuk membandingkan tngkat kinerja dari individu yang
berbeda, karena penilaian berdasarkan sasaran-sasaran pribadinya.

4. Banyaknya waktu yang diperlukan untuk menerapkan metode ini.


Selain metode-metode panilaian kinerja yang telah dijelaskan di atas,
masih banyak lagi metode penilaian kinerja yang lainnya; seperti: metode catatan
prestasi, skala peringkat dengan tingkah laku (bahaviorally anchored rating scale,
BARS), Metode peninjauan lapangan, tes dan observasi prestasi kerja
(performance test and observation), pendekatan evaluasi komparatif (comparative
evaluation approach), penilaian diri sendiri (self appraisal).
2.7 Strategi meningkatkan prodktivitas
Strategi adalah sebuah rencana komprehensif yang mengintegrasikan
resources dan capabilities dengan tujuan jangka panjang untuk memenangkan
kompetisi. Strategi is the overall plan for devloying resources to establish a
favourable position for certain actions
Agar peningkatan produktivitas kerja dapat terwujud, pimpinan perlu
memahami secara tepat tentang faktor-faktor penentu keberhasilan peningkatan
produktivitas kerja. Menurut Siagian (2002:10), faktor-faktor tersebut sebagian
diantaranya adalah ..etos kerja yang harus dipegang teguh oleh semua pegawai
dalam organisasi. Menurutnya etos kerja adalah norma-norma yang bersifat
mengikat dan ditetapkan secara eksplisit serta praktek-praktek yang ditrerima dan
diakui sebagai kebiasaan yang wajar untuk dipertahankan dan diterapkan dalam
kehidupan kekaryaan anggota dalam suatu organisasi. Etos kerja yang dimaksud
adalah sebagai berikut :
a) Perbaikan terus menerus
Salah satu upaya untuk dapat meningkatkan produktivitas kerja adalah
dengan melakukan perbaikan terus menerus oleh seluruh komponen
organisasi. Pandangan ini bukan hanya merupakan salah satu kiat dalam
mengelola organisasi dengan baik, tetapi merupakan salah satu etos kerja
yang penting sebagai bagian dari manajemen mutakhir. Hal ini menjadi
penting karena organisasi dihadapkan kepada tuntutan agar terus-menerus
berubah baik secara internal maupun eksternal.

b) Peningkatan mutu hasil pekerjaan


Peningkatan produktivitas kerja dapat dicapai melalui peningkatan hasil
kerja oleh semua orang dan segala komponene organisasi. Mutu tidak
hanya berkaitan dengan produk yang dihasilkan dan dipasarkan, baik
berupa barang maupun jasa, akan tetrapi menyangkut segala jenis kegiatan
yang diselenggarakan oleh semua pegawai dalam organisasi. Peningkatan
mutu sumber daya manusia merupakan aspek lain yang sangat penting
sebagai peningkatan mutu hasil kerja.
c) Pemberdayaan sumber daya manusia
Sumber daya manusia merupakan unsure paling stratejik dalam organisasi,
oleh karena itu pemberdayaan sumber daya manusia merupakan etos kerja
yang sangat mendasar yang harus dipegang teguh oleh semua pimpinan
dalam

hierarki

organisasi,

manakala

pimpinan

berupaya

untuk

meningkatkan produktivitas kerja pegawainya.


Terinspirasi pendapat Ken Shelthon (2002) tentang kepemimpinan dan
nmanajemen mutu, dipandang perlu untuk mengubah strategi pemimpin dalam
memenangkan persaingan demi tercapainya kinerja produktif, yaitu dengan cara :

Mengendalikan diri secara lebih baik3


Mengubah paradigma berfikir dan bertindak
Membangun kepercayaan
Berkomunikasi dengan efektif
Menelaraskan IQ, EQ, SQ
Uraian diatas menunjukan bahwa wksistensi pemimpin memilii peran

sentral dalam sebuah organisasi, yang mampu mensinergikan kecerdasan


intelektual (IQ), emosional (EQ), dan spiritual (SQ) dalam menjalankan tugastugas kepemimpinannya. Dalam hal ini dibutuhkan keseimbangan dalam hidup
dan kehidupan. Konsep keseimbangan dalam Al Quran terkandung dalam surat
Yaasiin, yang artinya: Maha suci Allah yang telah menciptakan setiap sesuatu
berpasang-pasangan, (QS 36:36).

Kaplan dan Norton (2000) memperkenalkan siatem pengukuran yang


disebut dengan Balanced scorecard. Menurut pandanga Kaplan dan Norton
(2000-9), Balanced Scorecard merupakan system manajemen strategis atau
kerangka kerja tindakan strategis yang akan mengarahkan perusahaan pada
sasaran jangka panjang. Pada bagian lain, Kaplan dan

Norton (2000-16)

menjelaskan bahwa Balanced Scorecard adalah suatu kerangka kerja baru untuk
mengintegrasikan berbagai ukuran yang diturunkan dari strategi bisnis. Konsep
Balanced Scorecard menetapkan alat pengukur keberhasilan manajemen daeri
empat perspektif, yaitu : financial, pelanggan, proses bisnis internal, serta
pembelajaran dan pertumbuhan. Keempat perspektif tersebut digunakan secara
bersama-sama untuk menentukan kinerja manajemen, karena satu sama lainnaya
memiliki keterkaitan langsung.
Ada beberapa strategi

repositioning

perilaku SDM yang dapat

dipertimbangkan untuk mencapai keunggulan kompetitif, yaitu sebagai berikut :

1. Strategi Inovasi
Strategi ini lebih menekankan pada pengembangan perilaku kreatif,
mandiri namaun kooperatif, dan siap menanggung resiko. Dalam
implementasinya, setiap individu harus berorientasi pada target jangka
panjang,

memadukan

aspek

kualitas

dengan

kuantitas,

serta

mensinergikan proses dengan hasil berdasarkan kondisi input yang


ada.
Implikasinya:
Perusahaan mempekerjakan karyawan yang memiliki keterampilan
tinggi, sdikit melakukan pengawasan, menyediakan sumber daya yang
cukup untuk eksperimen, dan melakukan penilaian kinerja jangka
2

panjang.
Strategi kualitas
Strategi ini lebih menekankan pada pengembangan perilaku repetitive,
prediktif, mau bekerja sama, namun kurang berani menanggung resiko.
Dalam implementasinya, setiap individu cenderung berorientasi pada

pencapaian target jangka menengah dan memprioritaskan pencapaian


kualitas, melalui proses yang terkontrol.
Implikasinya:
Perusahaan akan mempekerjakan sedikit karyawan yang memliki
komitmen

tinggi

terhadap

tujuan

organisasi,

dan

melakukan

pengawasan secara intensif


3. Strategi pengurangan biaya:
Strategi ini lebih menekankan pada perilaku repetitive, prediktif, focus
jangka pendek, lebih mengutamakan pada kegiatan individu dan
otomatisasi, lebih memperhatikan kuantitas daripada kualitas, kurang
berani mengambil resiko, lebih menyukai kegiatan (pekerjaan) yang
bersifat stabil.
Implikasinya:
Perusahaan akan lebih banyak menggunakan tenaga part-time atau sub
kontrak. Hal ini akan didukung ol;eh berbagai program penyedrhanaan
(simplikasi), penggungaan teknik otomatisasi, perubahan aturan kerja,
dan fleksibilitas penugasan.
W. Chan Kim dan Renee Mauborgne (2005) menjelaskan tentang
perubahan strategi kepemimpinan dari strategi samudra merah ke strategi samudra
biru. Berikut penulis sajikan ringkasan pergeseran strategi tersebut dalam table 6.1

Tabel 1
Pergeseran Paradigma dari strategi samudra merah ke samudra biru

STRATEDI SAMUDRA MERAH

STRATEGI SAMUDRA BIRU

Bersaing dalam ruang pasar yang sudah ada

Menciptakan

ruang

pasar

yang

belu

ada

pesaingnya
Memenangkan kompetisi
Menjadikan kompetisi tidak relevan
Mengeksploitasi permintaan yang sudah ada
Menciptakan dan menangkap permintaan baru
Memilih antara nilai-biaya
Mendobrak pertukaran nilai-biaya
Memadukan keseluruhan system kegiatan bisnisMemadukan keseluruhan system kegiatan dalam
dengan pilihan strategis antara diferensiasi atau mengejar diferensiasi dan biaya rendah
biaya rendah
Sumber : W. Chan Kim dan Renee Mauborgne (2005), Blue Ocean Strategy.

Strategi samudra biru dalam meraih keunggulan bisnis lebih difokuskan


pada penemuan pasar baru dengan menciptakan networking dengan mitra kerja
maupun para pesaing.
2.7.1 Perencanaan Peningkatan system produktivitas
Perancanaan peningkatan system produktivitas seyogianya berdasarkan
pada identifikasi akar penyebab penurunan produktivitas yang telah dilakukan
dalam evaluasi sistem produktivitas. Program-program spesifik yang berkaitan
denga peningkatan atau perbaikan terus-menerus dan system produktivitas harus
didesain berdasarkan informasi yang diperoleh melalui analisis dan evaluasi
secara komprehensif dan mendalam terhadap sistem produktivitas perusahaan itu.
Bagaimanapun sebelum memulai suatu program peningkatan produktivitas terusmenerus dari perusahaan, pihak manajemen harus membangkitkan kesadaran
semua anggota perusahaan tentang pentingnya peningkatan produktivitas
perusahaan. Berkaitan dengan upaya membangkitkan kesadaran akan peningkatan
produktivitas perusahaan, perlu dilakukan perencanaan terhadap beberapa hal
berikut :
Menyiapkan informasi yang menyeluruh tentang program-program
peningkatan produktivitas yang akan dilakukan oeh organisasi itu
Menyiapkan saluran-saluran untuk penyampaian umpan-balik (feedback)
Memilih berbagai media untuk menciptakan kesadaran dan memeperoleh
umpan balik, misalnya: menggungakan surat dari manajemen puncak,
membuat poster-poster, medali-medali khusus, rapat-rapt,dll.
Menciptakan suatu kesan yang bersugguh-sungguh melalui komunikasi
dan tindakan nyata yang menunjukan bahwa peningkatan produktivitas
merupakan prioritas utama dari organisasi.
Melakukan suatu survey atau angket untuk mengetahui reaksi awal yang
akan timbul apabila program-program peningkatan produktivitas akan
diterapkan.
2.7.2. Langkah-langkah program peningkatan sistem produktivitas
Program peningkatan produktivitas dapat dilakukan menggunakan
langkah-langkah berikut:

Memilih dan menetapkan program peningkatan produktivitas


Mengemukaka alas an mengapa memilih program itu
Melakukan analisis, situasi melalui pengamatan situasional
Melakukan pengumpulan data selama beberapa waktu
Melakukan analisis data
Menetapkan rencana perbaikan melalui penetapan sasaran peningkatan

produktivitas
Melaksanakan program peningkatan produktivitas selama waktu tertentu
Melakukan studi penilaian terhadap program peningkatan produktivitas itu
Mengambil tindakan berupa tindakan korektif atas penyimpangan yang
terjadi
2.7.3. Strategi Meningkatkan Sistem Produktivitas Perusahaan
Karena produktivitas merupakan rasio output terhadap penggunaan niput,
strategi peningkatan system produktivitas perusahaan dapat dilakukan melalui
lima cara berikut yang harus disesuaikan denga situasi dan kondisi perusahaan,
antaran lain :
1. Menerapkan Program Reduksi Biaya
Program reduksi biaya merupakan suatu program yang dilakukan oleh
pihak manajemen industri, di mana untuk menghasilkan output dengan kuantitas
yang sama, kita menggunakan input dalam jumlah yang lebih sedikit. Peningkatan
produktivitas melalui program reduksi biaya berarti: output tetap dibagi input
lebih sedikit. Melaksanakan program reduksi biaya tidak berarti bahwa komponen
biaya dikurangi secara pukul rata, katakanlah memotong biaya sebesar 10%.

STUDI
TINDAKAN
RENCANA

LAKSANAKA
N

Sesuai ?

Standarisas
i

TINDAK
LANJUT
TINDAKAN

KOREKSI

Peningkatan/
Perbaikan

Gambar 3 . Strategi Peningkatan Produktivitas Mengikuti Siklus Deming PDSA


Tidak demikian, program reduksi biaya mengacu pada penghilangan biaya-biaya
yang tidak perlu atau penghilangan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk aktivitasaktivitas yang tidak memberikan nilai tambah pada produk. Itu berarti bahwa
program reduksi biaya mengacu pada upaya menghilangkan pemborosan yang ada
dalam system reduksi itu.
2. Mengelola Pertumbuhan
Peningkatan produktivitas melalui pengelolaan pertumbuhan akan efektif
apabila permintaan pasar sedang meningkat, sehingga output yang diproduksi
perlu ditambah. Dalam situasi ini, peningkatan produktivitas dicapai melalui
peningkatan output dalam kuantitas yang lebih besar sesuai permintaan pasar
dengan meningkatkan penggunaan input dalam kuantitas yang lebih kecil. Jadi,
output meningkat lebih banyak, sedangkan input meningkat lebih sedikit. Program
peningkatan produktivitas melalui pengelolaan pertumbuhan, berarti bahwa suatu
investasi baru atau penambahan biaya yang dilakukan akan menghasilkan lebih
banyak output daripada investasi itu, sehingga angka rasio output terhadap input
akan meningkat. Peningkatan penggunaan modal atau capital dan teknologi,
desain ulang system produksi, peningkatan aktivitas pendidikan dan pelatihan
tenaga kerja, desain dan pengembangan organisasi, merupakan aktivitas-aktivitas
actual dalam mengelola pertumbuhan.

3. Bekerja Lebih Tangkas


Anda tidak perlu menyuruh orang untuk bekerja lebih keras, karena
mereka telah bekerja keras, tetapi suruhlah mereka bekerja lebih tangkas. Stratgi
ini dilakkan apabila permintaan pasar meningkat sehingga output perlu
ditingkatkan, namun peningkatan output itu dicapai melalui penggunaan input
denga kuantitas yang tetap, karena tenaga kerja telah bekerja lebih tangkas atau
lebih cerdik. Dengan demikian produksi meningkat sesuai permintaan pasar,
namun tingkat penggunaan input konstan (tetap dalam jumlah). Daalm kondisi ini
juga akan diperoleh biaya produksi per unit output yang lebih rendah. Penigkatan
arus perputaran inventori (inventory turnover ratio) dan perbaikan desain produk
merupakan aktivitas actual dari bekerja lebih tangkas. Perusahan-perusahaan
Jepang juga menerapkan strategi ini dalam meningkatkan produktivitas dari
industry.
4. Bekerja Lebih Efektif
Peningktan produktivitas melalui penerapan strategi ini akan efektif
apabila permintaan pasar meningkat sehingga output perlu ditingkatkan. Dalam
strategi bekerja lebih efektif, penigkatan produktivitas dicapai melalui pengkatan
output sesuai pengkatan permintaan pasar dan penurunan penggunaan input.
Melalui bekerja lebih efektif, kita akan memperoleh jumlah output dalam jumlah
yang lebih banyak dengan menggunakan input yang lebih sedikit
5. Mengurangi aktivitas
Dalam situasi perekonomian yang menurun, seperti dalam kondisi resesi
ekonomi, tingkat inflasi tinggi. Strategi penigkatan produktivitas melalui
pengurangan aktivitas akan sangat efektif. Strategi ini diterapkan dengan cara
mengurangi produksi serta menghilangkan atau menjual kemblai asset yang tidak
produktiv. Jadi, produktivitas perusahaan ditingkatkan melalui pengurangan
sedikit output sesuai dengan permintaan pasar dan mengurangi banyak input yang
tidak perlu.

2.7.4. Model peningkatan system produktivitas berorientasi proses


Melalui studi pustaka yang mendalam ditunjang dengan keberhasilan dari
pengalaman praktek ketika menetapkan system kualitas dan produktivitas pada
beberapa perusahaan industry Indonesia, maka memperkenalkan model
penigkatan system produktivitas berorientasi proses seperti ditunjukkan dalam
gambar di bawah ini:

PEMASOK

AKTIVIT
AS
(PROSE

INPU
T

PELANGGA
N

OUTPU
T

Mengembangkan
Identifikasi Tindakan Pencegahan dan Korektif
Penurunan Produktivitas

Pengukuran
Produktivitas

IMPLEMENTASI PROGRAM
PENINGKATAN
PRODUKTIVITAS
EVALUASI
PRODUKTIVITAS
(Identifikasi
Masalah
Produktivitas)
Melaksanakan Rencana Tindakan

Analisis
Penyebab Masalah

Produktivitas

Gambar 4 . Model Peningkatan Produktivitas


Proses Bisnis
Global
PERENCANAAN
PROGRAM
PENINGKATAN
PRODUKTIVITAS
proses bisnis global (Global Bussines Process
Productivity Improvement
Model).
(Menghilangkan
Akar
Penyebab
Masalah
Dari gambar di atas tamapak model peningkatan
produktivitas
proses bisnis global
Produktivitas)

Model tersebut diberi nama sebagai: Model peningkatan produktivitas

mengkaji keseluruhan rantai pemasok pembuat pelanggan, dimana suatu

kebutuhan dari pelanggan merupakan masukan bagi industry untuk diteruskan

pada pemasok. Penigkatan produktivitas proses bisnis global dimulai dari


penetapan pengukuran produktivitas yang dilakukan pada keseluruhan sistem
bisnis, dimana apabila ditemukan adannya masalah produktivitas berupa
penurunan produktivitas atau tidak mencapai sasaran produktivitas yang
ditetapkan, maka masalah

produktivitas

itu hanya diidentifikasi, untuk

seterusnya dianalisis akar penyebab masalah produktivitas yang ada dan terjadi
dalam proses bisnis secara keseluruhan. Hasil temuan akar penyebab dar masalah
produktivitas itu selnajutnya harus dihilangkan melalui perencanaan program
penigkatan

produktivitas

bisni

global.

Seterusnya

program

penigkatan

produktivitas bisnis global itu diimplementasikan, dan pada akhirnya kita


mengembangkan tindakan pencegahan dankorektif untuk mencegah atau
menghilangkan akar penyebab masalah produktivitas yang terjadi dalam proses
bisnis global secara keseluruhan,
Model peningkatan produktivitas proses bisnis global berlandaskan pada
semangat perbiakan terus-menerus (continous improvement) yang diarahkan pada
perbaikan terus menerus dalam proses informasi, proses kerja dan proses orang.
2.8 Manajemen Perubahan
Sebagai manusia kita hidup dalam dunia penuh perubahan. Perubahan
merupakan sesuatu hal yang pasti (terjadi, dan akan terjadi), hal mana sudah
diketahui oleh manusia sejak zaman dahulu, yang diungkapkan mereka melalui
kata-kata Panta Rei (bahasa Belanda: alles verandert bahasa Inggris:
evertyhing changes).
Dengan demikian berarti bahwa manusia perlu senantiasa berubah
sesuai dengan tuntutan perubahan itu sendiri. Perubahan yang dimaksud meliputi
misalnya perubahan dalam perilaku perubahan dalam sistem nilai dan penilaian
perubahan dalam metode dan cara-cara bekerja perubahan dalam peralatan
yang digunakan perubahan dalam cara berpikir perubahan dalam hal bersikap.
Singkat kata, manusia perlu senantiasa menyesuaikan diri dengan
perubahan dan tuntutan perubahan. Perubahan dapat terjadi secara evolusioner,

tetapi ia pula dapat berlangsung secara revolusioner. Perlu diingatkan bahwa tidak
semua perubahan yang terjadi akan menimbulkan kondisi yang lebih baik, hingga
dalam hal demikian tentu perlu diupayakan agar bila dimungkinkan perubahan
diarahkan ke arah hal yang lebih baik dibandingkan dengan kondisi sebelumnya.
Dengan demikian dapat kita mengatakan lagi bahwa perubahan senantiasa
mengandung makna, beralihnya keadaan sebelumnya (the before condition)
menjadi keadaan setelahnya (the after condition). Transisi dari kondisi awal
hingga kondisi kemudian memerlukan suatu proses transformasi, yang tidak selalu
berlangsung dengan lancarnya, mengingat bahwa perubahan-perubahan sering
kali disertai aneka macam konflik yang muncul. Salah satu sasaran manajemen
perubahan adalah: mengupayakan agar proses transformasi tersebut berlangsung
dalam waktu yang relatif cepat dengan kesulitan-kesulitan seminimal mungkin.
Pembahasan perubahan dan proses perubahan, biasanya dilakukan orang melalui
fokus perubahan keorganisasian (organizational change). Keharusan untuk
melaksanakan perubahan dewasa ini dalam lingkungan yang penuh turbulensi dan
dinamika, merupakan sebuah fakta kehidupan bagi kebanyakan organisasiorganisasi dewasa ini tidak boleh menunggu hingga mereka mengalami proses
kemunduran, dan barulah mereka melaksanakan perubahan-perubahan; mereka
secara terus-menerus perlu memprediksi dan mengantisipasi kebutuhan akan
perubahan. Ada berbagai macam alasan mengapa organisasi-organisasi berubah,
dan banyak terdapat tipe perubahan yang dapat dilaksanakan mereka seperti
misalnya perubahan yang timbul karena kegiatan restrukturisasi engineering
dan e-engineering- inovasi dan TQM (Total Quality Management).
2.8.1 Beberapa Definisi Manajemen Perubahan
Perubahan adalah proses dimana kita berpindah dari kondisi yang berlaku
menuju ke kondisi yang diinginkan, yang dilakukan oleh para individu,
kelompok-kelompok serta organisasi-organisasi dalam hal bereaksi terhadap
kekuatan-kekuatan dinamik internal maupun eksternal, (Cook et al., 1997:530).
Definisi yang dikemukakan menimbulkan kesan bahwa kondisi yang sedang
berlaku, atau yang sedang dihadapi, kurang memuaskan, sehingga diperlukan

adanya perubahan untuk mencapai kondisi yang lebih diinginkan. Dengan


demikian

terlihat

adanya

unsur

perekayasaan

dalam

hal

menimbulkan/menciptakan kondisi perubahan tersebut. Adanya kekuatan kekuatan dinamik internal dan eksternal yang turut menyebabkan adanya
keharusan untuk menciptakan perubahan kiranya jelas, karena setiap organisasi
senantiasa menghadapi masalah-masalah internal, tetapi karena, organisasi
merupakan sistem, khususnya sistem terbuka, maka setiap organisai dengan
sendirinya menghadapi tekanan-tekanan/tuntutan-tuntutan dari lingkungan untuk
menciptakan perubahan.
Definisi berikut disajikan oleh Robbins. (Robbins/Coulter, 1999: 380).
Change...any alteration in people, structure or technology perubahan...setiap
perubahan dalam manusia, struktur atau teknologi. Definisi ini menyatakan
bahwa perubahan mencakup perubahan dalam manuisa, struktur, atau teknologi.
Kiranya sekalipun tidak dinyatakan secara eksplisit oleh Robbins/Coulter, di
dalam perubahan, tercakup perubahan dalam unsur lingkungan nilai (sistem
nilai) dan sumber-sumber daya. Andaikan tidak ada perubahan, maka tugas
perencanaan seorang manajer akan menjdai teramat sederhana, karena esok tidak
akan berbeda dengan saat sekarang. Mengapa perubahan demikian penting bagi
para manajer dan organisasi-organisasi? Secara sederhana, dapat dikatakan bahwa
organisasi-organisasi yang tidak mengupayakan adanya perubahan tepat waktu
sulit untuk memelihara ketahanan mereka. Tingkat perubahan berlangsung dengan
cepat dalam kondisi sekarang, dan pengetahuan serta teknologi, senantiasa
menciptakan inovasi-iniovasi baru dengan kecepatan yang luar biasa.
Pandangan Stephen P. Robbins menyatakan bahwa makin banyak
organisai dewasa ini menghadapi lingkungan dinamik, dan yang mengalami
perubahan, dan yang menyebabkan timbulnya keharusan untuk berubah. Ada
enem macam kekuatan yang bekerja sebagai stimulan bagi perubahan yakni:
1.
2.
3.
4.

Sifat angkatan kerja yang berubah;


Teknologi;
Kejutan-kejutan ekonomi;
Tren sosial yang berubah;

5. Politik dunia baru;


6. Sifat persaingan yang berubah.
(secara singkat dinyatakan: change: making things diffrerent)
2.8.2 Tentangan terhadap Perubahan
Menurut Stephen P. Robbins dalam studi tentang perilaku individual dan
perilaku keorganisasian, terlihat adanya gejala bahwa organisasi-organisasi dan
anggotanya sering kali menentang perubahan. Dipandang dari sudut tertentu, hal
tersebut adalah positif. Ia menyediakan suatu tingkat stabilitas dan prediktibilitas
tertentu terhadap perilaku. Ada sejumlah sumber yang menimbulkan adanya
tetangan atau penolakan terhadap perubahan.
Tantangan Atau Penolakan Individual Terhadap Perubahan
Sumber penyebab timbulnya tentangan terhadap perubahan terdapat pada
karakteristik dasar manusia seperti misalnya: persepsi kepribadian dan
kebutuhan-kebutuan. Menurut Robbins terdapat adanya lima macam alasan
mengapa individu-individu menentang perubahan. Perhatikan gambar berikut:

Pemrosesan
informasi secara
selektif

Kebiasaan (habit)

Penolakan
Individual

Perasaan takut
terhadap hal-hal
yang tidak diketahui

Kepastian

Faktor-faktor
ekonomi

Gambar 5:

Sumber (penyebab) Timbulnya Tentangan

Atau Penolakan Individual Terhadap Perubahan

Tentangan Keorganisasian (Organizational Resistance)


Karena sifat mereka, organisasi-organisasi pada umumnya memiliki sifat
konservatif;

mereka

secara

aktif

menentang

perubahan.

Orang

telah

mengidentifikasikan enam macam sumber (penyebab) timbulnya tentangantentangan keorganisasian. Mereka ditunjukkan pada gambar berikut:
Ancaman terhadap
alokasi sumbersumber daya yang
berlaku

Inertia sturktural
Tentangan
Keorganisasian

Ancaman terhadap
hubunganhubungan
kekuasaan yang
sudah mapan
Ancaman bagi
ekspertis

Fokus perubahan
yang terbatas

Gambar 6 : Sumber (penyebab) Timbulnya Tentangan Keorganisasian Terhadap


Perubahan

2.8.3

Cara Untuk Mengatasi Tentangan Terhadap Perubahan (Robbins,

1991: 643-644)
Ada enam macam taktik, yang disarankan untuk diterapkan oleh para agen
perubahan, dalam hal menghadapi perubahan. Adapun taktik yang dimaksud
sebagai berikut:
1. Pendidikan dan komunikasi
Penerapan diskusi seorang demi seorang, presentasi yang disajikan kepada
kelompok-kelompok, memo-memo, laporan-lapora, demostrasi-demonstrasi untuk
mendidik orang-orang, sebelumnya sehubungan dengan sesuatu perubahan (yang
akan dilaksanakan) - dan membantu orang-orang melihat serta memahami logika
sesuatu perubahan yang diusulkan.
2. Partisipasi
Memperkenankan pihak lain untuk mendesain serta mengeimplemantasi
perubahan-perubahan: meminta individu-individu untuk menyumbangkan ide dan
pandangan mereka, atau membentuk kelompok-kelompok tuas, atau komitekomite untuk merancang perubahan yang dimaksud.
3. Fasilitas dan bantuan

Menyediakn bentuan sosio emosional untuk meringankan pengorbanapengorbanan yang terjadi pada waktu perubahan berlangsung, mendengar secara
aktif terhadap maslaha-masalah serta keluhan-keluhan, menyediakan pelatihan
-pelatihan sehubungan dengan cara-cara baru yang perlu diterapkan, dan
membantu para karyawan untuk mengatasi masalah tekanan-tekanan karena
tuntutan kinerja.
4. Negosiasi
Menyediakan insentif-insentif untuk diberikan kepada pihak-pihak yang
menentang (resistors) baik yang actual maupun yang potensial, menyelesaikan
masalah-masalah trade-offs guna menyediakan manfaat-manfaat khusus sebagai
jaminan bahwa perubahan yang berlangsung tidak akan disabotase.
5. Manipulasi dan kooptasi (kooptasi merupakan sebuah bentuk manipulasi
dan partisipasi)
Penggunaan upaya-upaya jelas, untuk mempengaruhi pihak lain: secara
seletik menyediakan informasi dan secara sadar menstruktur kejadian-kejadian,
demikian rupa, hingga perubahan yang diinginkan mendapatkan support
maksimal.
6. Paksaan (coercion)
Penggunaan kekuatan agar orang-orang bersedia menerima perubahan
yang dirancang; mengancam pihak yang menentangnya, dengan aneka macam
dampak yang tidak disukai, andai kata mereka tidak mematuhi ketentuanketentuan yang menyertai perubahan tersebut.

2.8.4 Konsep Gemba Kaizen (Imai, 1997)


Sejak tahun 1686, diterbitkan sebuah buku yang berjudul: Kaizen the key
to Japans competitive succes. Kini istilah Kaizen telah diterima secara umum
sebagai sebuah istilah kunci dalam manajemen. Dalam bahasa Jepang, Kaizen
berarti perbaikan secara berkesinambungan. Konsep tersebut jelas berkaitan
dengan kegiatan perubahan dan perbaikan. Di lingkungan industri Jepang telah
dikembangkan aneka macam istilah teknis seperti misalnya: Total Quality Control

(TQC) Quality Circles (Gugus kendali Mutu) Zero Defects Just In Time
(JIT) Management Sugestion System, dan sebagainya. Kaizen merupakan
konsep pokok yang memayunginya.

ZONA KEGIATAN

4.
1.

Menstabilisasi
Rencana
Perubahan

Penyebab
Perubahan

5.
ZONA REVOLUSI

3.

Keputusan
Perubahan

2.

Gambar 7:

Laksanakan
Destabilisasi
Kondisi Bisnis

Penilaian Kembali
Penyesuaian dengan
Pasar

ZONA
MEMBOHONGI
SENDIRI

Model Manajemen Perubahan

Keterangan gambar:
Gambar kita menyajikan arus perkembangan yang terjadi di dalam sebuah
situasi perubahan. Lingkaran dalam mewakili pelaksanaan bertahap
kegitan-kegiatan yang diawali dengan dideteksinya sejumlah pencetus
perubahan (change triggres) dan ia berkelanjutan dengan serangkaian
tindakan yang menyebabkan timbulnya rekasi-reaksi desisif yang mencapai
kulminasi dalam hal merestabilisasi perusahaan yang bersangkutan
sedikitnya sampai pencetus perubahan berikutnya muncul. Lingkaran luar
menunjukkan lingkungan pada perusahaan yang bersangkutan, yang
menghalangi atau merangsang perubahan. Adapun zona yang paling kritikal
yaitu zona pembohongan diri sendiri. Apabila orang terlampau lama berada
dalam zona tersebut, maka hal tersebut berakibat fatal. Ia merupakan masa
tiadanya tindakan-tindakan, sewaktu pihak saingan dan disfungsi internal

makin meningkat, dan kerugian-kerugian di pasar makin menumpuk.


Makin cepat zona tersebut dilampaui hingga dapat dimasuki fase kegiatan
(the action phase) makin baik.
Gambar berikut menunjukkan sebuah siklus perubahan yang saling
memperkuat (a mutually reinforceing cycle of change).
Komitmen (motivasi)

Efektivitas
Kompetensi
(keterampilan)

Gambar 8:

Koordinasi (perilaku)

Siklus Perubahan yang Saling Memperkuat

2.8.5 Faktor-Faktor yang Menyebabkan Timbulnya Perubahan


Perubahan-perubahan yang terjadi pada organisasi-organisasi, ditimbulkan
oleh aneka macam kekuatan eksternal dan internal, yang sering kali berinteraksi
hingga mereka saling memperkuat satu sama lainnya. Para manajer yang bereaksi
atas faktor-faktor tersebut, sering kali menimbulkan dampak penting atas
individu-individu, yang ada di dalam organisasi yang bersangkutan. Guna
bertahan dan berkembang, maka organisasi-organisasi perlu bereaksi dan
menyesuaikan diri terhadap berbagai macam kekuatan tersebut. Mereka perlu
melaksanakan kegiatan inovasi, dan secara berkesinambungan memperbaiki
produk serta jasa-jasa mereka, guna memenuhi permintaan konsumen yang
berubah dan guna menghadapi pihak pesaing. Teknologi-teknologi yang
digunakan perlu disesuaikan, dan perlu diketemukan cara-cara yang lebih baru
dan lebih baik, untuk melaksanakan kegiatan pengorganisasian dan manajemen.

Berikut ini disajikan sebuah tabel yang menunjukkan aneka macam


kekuatan dan contoh-contoh perubahan (Cook, Hunsaker, 2001: 530)
Internet dan World Wide Web.
Teknologi
Informasi
(Enterprise
Resource Management (ERM).
Genetic Engineering
Komputer-komputer dan robot-robot
Teknik-teknik
Manajemen
Kualitas

Teknologi

Statistikal
Process Reengineering
Resesi atau ekspansi
Fluktuasi-fluktuasi suku bunga
Tingkat tenaga kerja internasional
Regulasi
dan
tindakan-tindakan

Kondisi-kondisi Ekonomi

peradilan
Keberhasilan ekonomi negara-negara di
Asia
Unifikasi Uni Eropa (dan Timur/Barat)
Merger-merger
dan
konsolidasi-

Kompetisi Global

konsolidasi
Perhatian yang
terhadap

makin

persoalan-persoalan

lingkungan
Diversitas
kultural
Perubahan-Perubahan

Sosial

Demografik

dan

meningkat

yang

makin

meningkat
Tingkat-tingkat edukasi yang meningkat,
para tenaga kerja
Kesenjangan yang makin meningkat
antara kelompok orang-orang kaya dan

Tantangan-tantangan Internal

orang-orang miskin
Masalah-masalah
keluar/masuknya
kecepatan

behavioral:
karyawan

tinggi,

dengan

absentisme,

pemogokan-pemogokan, sebotase
Problem-problem yang menyangkut
proses:

kebekuan

komunikasi

dan

pengambilan keputusan atau inovasiinovasi


Pertentangan-pertentangan antara etika
kerja, dan etika sosial pada banyak
negara.
Politik keorganisasian

dan

konflik-

konflik keorganisasian yang berisifat


destruktif.
2.8.6 Memanage Perubahan
Topik memanage perubahan merupakan sebuah topik, yang paling dekat
dengan penguraian totalitas tugas seorang manajer. Hampir segala sesuatu yang
dilakukan seseorang manajer hingga tingkat tertentu berkaitan dengan
implementasi perubahan. Mempekerjakan seorang karyawan baru (mengubah
kelompok kerja), membeli peralatan baru (mengubah metode kerja), dan mengatur
kembali titik-titik pusat pekerjaan (mengubah arus kerja) kesemuanya
memerlukan pengetahuan tentang bagaimana cara memanage perubahan secara
efektif. Boleh dikatakan hampir setiap kali seseorang manajer mengambil suatu
keputusan, maka keputusan tersebut menyangkut tipe perubahan tertentu.
Perubahan merupakan sebuah fakta kehidupan pada semua organisasi. (istilah
perubahan keorganisasian atau organizational change, sering ditonjolkan dalam
studi tentang perilaku keorganisasian).
Apabila kita merenungkan proses perubahan, maka perubahan itu
menunjukkan tingkatan-tingkatan yang berbeda, yang berkisar sekitar perubahan
yang kurang berarti pada sebuah prosedur kerja, hingga perombakan total pada
struktur organisasi. Setiap manajer dalam rangka upaya memanage proses
perubahan secara efektif, perlu memahami atau memiliki pemahaman proses
perubahan secara efektif, perlu memahami atau memiliki pemahaman tentang

persoalan motivasi, kepemimpinan, dinamika kelompok, politik keorganisasian,


konflik, determinan-determinan perilaku, dan komunikasi (Gray, Starke, 1984:
552)
Apabila kita ingin mempelajari kegiatan memanage perubahan, maka
sebaiknya kita mulai mempelajari analisis tentang tingkat-tingkat perubahan (yang
mencakup tingkat individu, kelompok, dan keorganisasian).
2.8.7 Tingkat-tingkat Perubahan Keorganisasian
Ada dua macam metode untuk menganalisis tingkat-tingkat perubahan
keorganisasian. Salah satu metode adalah mempelajari tingkat-tingkat individu
kelompok dan tingkat keorganisasian, dan metode kedua adalah mempelajari
tingkat perubahan yang diperlukan pada kelompok yang dipengaruhi oleh
perubahan tersebut. Kombinasi antara tingkat dan derajat atau tingkat perubahan
menghasilkan sebuah matriks hubungan-hubungan tersebut.

DERAJAT
PERUBAHAN

TINGKAT-TINGKAT PERUBAHAN
INDIVIDUAL

Keci
l
Meneng
ah

Promosi
individu
Program

individu-

KELOMPOK
ORGANISASI
Tambahan karya baru Ciptakan
pada kelompok yang

Ganti C.E.O

staf

ada
baru
pelatihan Leburkan kelompok- Pengurangan

untuk
Bes
ar

departemen

kelompok
Bubarkan
kerja

kelompok

angkatan kerja
Restrukturrisasi
organisasi secara
besar-besaran

Matriks I: Contoh-contoh Interaksi Antara Tingkat-tingkat dan Derajat Perubahan. (Gray, Strake, 1984:
553)

1. Perubahan Pada Tingkat Individual

Perubahan-perubahan pada tingkat individual jarang menimbulkan


implikasi signifikan, bagi organisasi yang bersangkutan secara total, walaupun
terdapat adanya kekecualian tertentu pada saat-saat tertentu. Contoh-contoh
tentang perubahan pada tingkat individual adalah perubahan pada penugasan
pekerjaan, dipindahkannya karyawan yang bersangkutan ke lokasi yang berbeda,
atau perubahan pada kondisi kedewasaan individu yang bersangkutan, yang
terjadi dengan berlangsungnya waktu.
Menurut Teori sistem sosial, setiap perubahan di dalam sesuatu sistem,
akan memengaruhi bagian-bagian lain dari sistem tersebut, tetapi dampak yang
timbul sering kali demikian kurang berarti. Setiap manajer, yang ingin
melaksanakan suatu perubahan penting pada tingkat individual, perlu mengingat
bahwa perubahan tersebut kiranya akan menimbulkan dampak-dampak diluar
individu yang bersangkutan. Misalnya, apabila seorang manajer memutuskan
untuk memindahkan seorang karyawan, maka hal tersebut dapat mengganggu
pelaksanaan fungsi sosial kelompok kerja yang ada (Gray, Starke, 1984)
2. Perubahan Pada Tingkat Kelompok
Kebanyakan perubahan keorganisasian menimbulkan dampak besar, pada
tingkat kelompok. Hal tersebut disebabkan oleh karena kebanyakan kegiatan di
dalam organisasi-organisasi di organiasai pada basis kelompok. Kelompok yang
dimaksud mungkin berupa departemen-departemen, tim-tim proyek, unit-unit
fungsional di dalam departemen-departemen, atau kelompok-kelompok kerja
informal. Perubahan-perubahan pada tingkat ini dapat mempengaruhi arus
pekerjaan, desain pekerjaan, organisasi sosial, sistem-sistem pengaruh dan status,
dan pola-pola komunikasi. Dengan demikian, para manajer dalam hal
mengimplementasi perubahan, perlu mempertimbangkan faktor-faktor kelompok.
Kelompok-kelompok informal dapat menjadi kendala-kendala terhadap
perubahan, karen kekuatan inharen yang dimiliki oleh mereka. Kita tidak perlu
jauh-jauh mencari contohnya: di negara kita sering kali apabila pihak manajemen
akan menyelenggarakan perubahan-perubahan penting dalam organisasi mereka,
maka dengan cepat tentangan-tentangan muncul dari pihak karyawan dalam

bentuk aneka macam demonstrasi protes-protes, dan dimintanya pemerintah untuk


turun tangan menyelesaikan konflik-konflik yang timbul atau akan timbul
karena perubahan tersebut.
Mengingat pengaruh besar, yang dapat ditimbulkan oleh kelompokkelompok terhadap individu-individu, maka implementasi perubahan secara
efektif, pada tingkat kelompok sering kali dapat mengatasi tentangan pada tingkat
individual. (Gray, Strake, 1984).
3. Tingkat Keorganisasian
Perubahan yang terjadi pada tingkat keorganisasian pada umumnya
dinyatakan orang sebagai pengembangan organisasi (organizational development).
Catatan:
Secara teknilkal, istilah pengembangan organisasi berkaitan dengan setiap
perubahan yang direncanakan, di dalam suatu organisasi. Tetapi dalam hal
menafsirkan istilah tersebut secara populer ia biasanya dihubungkan dengan
program pengembangan organisasi (OD program), yang berupaya untuk
menimbulkan perubahan-perubahan penting dalam suatu organisasi, walaupun
perubahan demikian dapat terjadi pada tingkat individual dan tingkat kelompok.
Keputusan-keputusan pada tingkat keorganisasian, biasanya dambil oleh pihak
manajemen senior. Keputusan-keputusan demikian kerap kali terjadi dalam jangka
panjang,

dan

mereka

memerlukan

perencanaan

matang

dalam

pengimplementasiannya.
Adapun contoh-contoh perubahan demikian, berupa: Tindakan reorganisasi
struktur dan tanggung jawab organisasi yang bersangkutan, Perombakan total
sistem imbalan perusahaan tersebut,atau perubahan-perubahan besar dalam
sasaran-sasaran organisasi yang bersangkutan. Hubungan antara ketiga macam
tingkatan perubahan digambarkan pada gambar berikut:
SUMBER
D
A
M
P
A
K

INDIVIDU
KELOMPOK

INDIVIDU
M

KELOMPOK
B
-

ORGANISASI
B
B

ORGANISASI
Keterangan:

K = Kecil
M = Menengah
B = Besar
Gambar 1.9:

Dampak Interaksi dari

Berbagai

Macam Tingkatan Perubahan Keorganisasian


Gambar tersebut menunjukkan bahwa

perubahan-perubahan yang

terjadipada sesuatu tingkat memepengaruhi tingkat-tingkat lain di mana dampak


dominan berlangsung dari tingkat keorganisasian total, ke bawah hingga tingkat
individual. Kekuatan dampak tersebut akan bervariasi dengan sumbernya:
misalnya perubahan-perubahan keorganisasian cenderung akan menimbulkan
perubahan-perubahan besar pada indivu-individu, tetapi individu-individu akan
menimbulkan dampak minimal atas organisasi-organisasi. Kelompok atau tingkat
menengah, cenderung menimbulkan dampak moderat atas individu-individu dan
organisasi. (Gray, Strake, 1984)

2.8.8 Proses Perubahan yang Direncanakan (Planned Change)


Perubahan keorganisasian memiliki dua macam tujuan yaitu:
a. Menyusaikan organisasi yang bersangkutan dengan lingkungannya
b. Mengubah perilaku para karyawan
Adapun proses perubahan keorganisasian yang direncanakan mencakup 9
(sembilan) macam langkah yang disajikan pada model berikut. Walaupun harus
diakui, bahwa proses perubahan tidak selalu berlangsung sesuai dengan urutan
yang disajikan, langkah-langkah yang dikemukakan tetap merupakan komponenkomponen dasar sekalipun urutannya tidak diikuti.
Awa
l

Laksanakan
penilaian tentang
lingkungan

Mencari
Implementas
pendekatani perubahan
pendekatan
untuk
melaksanakan

Tetapkan
Laksanakan
tujuanpenilaian
tujuan
tentang
perubahan

Tetapkan celah
kinerja

Kurangi
penolakan

Laksanakan
diagnosis
masalah-masalah
keorganisasian

Identifikasi
sumbersumber
penolakan

Gambar 9:

Perubahan Keorganisasian yang Direncanakan

Ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan sewaktu akan dilakukan


perubahan pada sebuah organisasi. Bagaimana cara para manajer menghadapi
faktor-faktor pokok apabila akan mengubah suatu organisasi, hingga tngkat
tertentu akan menentukan hingga di mana keberhasilan perubahan keorganisasian
tersebut akan dicapai. Adapun faktor-faktor tersebut berupa:
a. Agen Perubahan
b. Menetapkan apa yang perlu diubah
c. Jenis perubahan yang akan dilakukan
d. Para Individu yang dipengaruhi oleh perubahan tersebut
e. Evaluasi perubahan tersebut
Gambar berikut menunjukkan bahwa pengaruh kolektif faktor-faktor yang
dikemukakan akhirnya menentukan keberhasilan suatu perubahan.

Para Individu
yang
dipengaruhi
oleh
Perubahan

Agen
Perubahan

Evaluasi
Perubahan

Keberhasilan
Perubahan

Jenis yang
Ingin
Dilaksanakan

Menentukan
Apa yang
Akan Diubah

Gambar 10: Pengaruh Kolektif dari Lima Macam Faktor Pokok, Atas
Keberhasilan Mengubah Sebuah Organisasi

Dalam Gambar yang disajikan terlihat dengan jelas, bahwa apa yang
dinamakan agen perubahan (the change agent) merupakan faktor yang dominan
dalam hal menginisiasi suatu perubahan keorganisasian, Seorang agen perubahan
dapat kita nyatakan sebagai seorang individu yang berada di dalam atau di luar
suatu organisasi, yang berupa untuk memodifikasi situasi keorganisasian tertentu
yang berlaku. Ada serangkaian keterampilan khusus yang diperlukan bagi
keberhasilan seorang agen perubahan, termasuk di dalamnya kemampuan untuk
mendeterminasi bagaimana suatu perubahan harus dilaksanakan, memecahkan
masalah-masalah yang berkaitan dengan perubahan dan pemanfaatan peralatan
ilmu-ilmu tetang perilaku (behavioral sciences) guna mempengaruhi orang-orang
secara tegas sewaktu perubahan tersebut berlangsung.
2.8.9 Tipe Perubahan Keorganisasian
Ada Sejumlah perubahan yang dapat kita anggap sebagai perubahan yang
direncanakan, dalam arti bahwa mereka mencakup suatu upaya yang dilakukan
secara sadar guna mengubah aspek tertentu, dari bisnis tertentu. Paling sering kita
menemukan fakta bahwa hal tersebut disebabkan oleh karena adanya persepsi
tertentu tentang celah kinerja tertentu, relitif dibandingkan dengn persaingan suatu
perusahaan. Akibatnya adalah, bahwa produk baru atau sebuah jasa baru. Atau
mungkin, merekayasa kembali (reengineering) proses dasar kita, dianggap perlu,
atau mungkin pula kita ingin mengintroduksi sebuah teknologi baru. Ada pihak
yang beranggapan bahwa proses perubahan yang direncanakan demikian, perlu
dilaksanakan secara berkelanjutan. Berikut ini disajikan sebuah tabel berisikab
aneka macam tipe perubahan keorganisasian.

Perubahan Strategis

Perubahan Struktural

Postur pertumbuhan
Pendekatan berbalik arah
Penarikan diri (Retrenchment)
Stabilitas
Peruabahan Teknologi

Reorganisasi fungsional]
Mendatarkan hierarki
Struktur tim
Desentralisasi kekuasaan
Perubahan Manusia

Otomasi proses

Networking

Memutakhirkan peranti keras


Aplikasi baru peranti lunak atau
konversi

Tabel 2:

Sikap atau isu-isu tentang komitmen


Dampak-Dampak kinerja atau
perbaikan-perbaikan
Inisiatif-inisiatif

sehubungan

dengan kualitas kehidupan kerja


Redesain pekerjaan atau upaya-

upaya motivasi
Tipe-tipe Perubahan Keorganisasian

2.9 Sepuluh Macam Faktor dalam Manajemen Perubahan Secara Efektif


Menurut McCalman dan Paton, perlu diperhatikan sepuluh macam factor
dan ditindaklanjuti, apabila para manajer berkeinginan untuk memanage
perubahan secara efektif. Dengan jalan memastikan bahwa faktor-faktor tersebut
telah dipertimbangkan, sebelum diinisiasikannya perubahan, maka sang pemilik
masalah dan para agen perubahan yang berkaitan dengan mereka, akan berada
dalam posisi, di mana mereka dengan baik dapat memanage proses transisi, dari
kondisi yang serba kurang, serba tidak optimal, menuju kondisi yang diinginkan.
1. Perubahan bersifat pervasif (menyebar) secara menyeluruh.
2. Perubahan efektif, memerlukan bantuan manajemen senior secara
3.
4.
5.
6.
7.
8.

aktif.
Perubahan merupakan sebuah kegiatan yang bersifat multidisipliner.
Perubahan berhubungan dengan persoalan manusia
Perubahan berhubungan dengan keberhasilan.
Perubahan merupakan sebuah proses yang berkelanjutan.
Perubahan efektif memerlukan agen perubahan yang kompeten.
Ditinjau dari sisi pandang metodologi, maka tidak ada cara satu-

satunya yang terbaik.


9. Perubahan menyangkut kepemilikan.
10. Perubahan menyangkut persoalan kegembiraan, tantangan, dan
peluang.

2.10 Model Adkar untuk Manajemen Perubahan


Model Adkar untuk manajemen perubahan merupakan sebuah alat
diagnostikn yang dapat membantu para karyawan memahami di mana mereka
berada di dalam proses perubahan. Sebagai seorang manajer, kita dapat
memanfaatkan alat ini guna mengidentifikasi celah-celah dalam proses
manajemen perubahan kita, dan kemudian kita memberikan pendidikan dan
pelatihan efektif kepada karyawan kita.
Model Adkar dapat dimanfaatkan untuk:

Mendiagnosis tentangan para karyawan (terhadap perubahan);


Menciptakan sebuah rencana kegiatan yang berhasil untuk kemajuan
pribadi, serta professional, sewaktu perubahan tersebut berlangsung;
Mengembangkan sebuah rencana pengembangan untuk para karyawan kita.
Model Adkar dikembangkan oleh seorang yang bernama Prosci pada tahun
2001, setelah ia melaksanakan kegiatan riset pada lebih dari 700 buah buah
perusahaan, yang melaksanakan proyek-proyek perubahan besar. Model tersebut
ditujukan untuk dijadikan sebuah alat pendidikan, guna membantu para karyawan
dalam hal menghadapi proses perubahan.
Guna lebih memahami model Adkar secara lebih efektif. Kita perlu
memahami kerangka kerja yang menjadi landasan bagi inisiatif-inisiatif
perubahan. Pada diagram berikut, perubahan terjadi pada dua buah dimensi

sebagai berikut;
Dimensi bisnis (sumbu vertikal) dan,
Dimensi manusia (sumbu horizontal).
Perubahan secara berhasil dicapai, apabila kedua dimensi perubahan
tersebut berlangsung secara simultan.

REINFORCEME
NT

ADKAR
AWARENESS

ABILITY

DESIRE
KNOWLEDGE

CHANG
E

Gambar 11:

Model Adkar

Perubahan
yang berhasil
PascaImplementasi

Implementasi

Konsep dan
Desain

Kebutuhan
Bisnis
Awarenes
s

Desire

Gambar 12: Dimensi-dimensi Perubahan

Knowledg
e

Abilit
y

Reinforcemen
t

Study Kasus

Manajer Senior Korporat & Komunikasi PT Amway Indonesia Tina Prabowo


yang memiliki 31 anak buah menilai, pertimbangan kemampuan dan kemauan
anak buah sangat berperan dalam proses pemberdayaan. Dengan mengetahui
kemampuan dan kemauan anak buah, akan terlihat area mana yang bisa
diperdalam sehingga mereka bias maju sesuai dengan keinginan dan target
perusahaan. Melihat kemampuan anak buah juga sangat terkait dengan pemilihan
pelatihan dan pendidikan yang perlu diberikan, sehingga proses pemberdayaan
bisa berjalan dengan baik dan sesuai harapan.
Artinya, kembali lagi, right man in the right place menjadi kunci sukses
pemberdayaan. Karena itu, dalam memberikan tugas, yang terpenting adalah
bertujuan supaya anak buah sukses. Ukuran sukses tentunya harus mengandung
tantangan yang cukup, proses belajar yang menunjang, dan dukungan yang
memadai.
Bagaimana dengan kemampuan anak buah yang berbeda? Menurut Judhi, manajer
jangan terjebak pada kekurangan dan kelemahan anak buah. Ia justru harus
menyeimbangkannya dengan kekuatan mereka. Proses pengembangan dengan
mendasarkan pada kekuatan mereka akan mempercepat konstribusi mereka pada
organisasi. Memberdayakan anak buah haruslah dibarengi dengan skap legowo
menerima kesalahan dan ketidaksempurnaan mereka.
Memberdayakan anak buah harus dimulai dari diri manajer. Ia harus menyadari,
pemberdayaan akan membuat pekerjaannya lebih ringan dan lebih mudah.
Pemberdayaan anak buah juga kesempatan untuk tumbuh dan berkembang.
Manajer harus mengenali area tugas atau pekerjaan-pekerjaan di bagian yang
dipimpinnya, sekaligus mengenal dampak setiap keberhasilan dan kegagalan anak
buah. Karena itu, manajer harus mumpuni dalam memberikan penugasan disertai
parameter keberhasilan yang jelas. Proses pemberdayaan anak buah akan efektif

jika manajer juga mampu memberikan umpan balik, dukungan, dan penghargaan
yang seimbang.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Produktivitas

kerja

merupakan

kondisi

untuk

mengukur

tingkat

kemampuan dalam menghasilkan produk: individual, kelompok, dan


organisasi. Produktivitas ditentukan oleh dukungan oleh semua sumber
daya organisasi yang dapat diukur dari segi efektivitas dan efesiensi, yang
difokuskan pada aspek-aspek: 1) hasil akhir (produk nyata) yang dicapai:
kualitas dan kuantitasnya 2) durasi atau lamanya waktu yang digunakan
untuk mencapai hasil akhir 3) penggunaan sumber daya secara optimal 4)
kemampuan beradaptasi dengan permintaan pasar atau pengguna
2. Produktivitas dapat dipengaruhi oleh factor internal dan eksternal
3. Penilaian produktivitas menitikberatkan pada upaya untuk memotret hasil
yang telah dicapai secara objektif, sebagai bahan dasar ketika dilakukan
pengukuran, sedangkan pengukuran kinerja lebih meneitikberatkan kepada
upaya untuk melakukan perbandingan antar hasil yang dicapai dengan
rencana atau standar yang sudah ditetapkan sebelumnya. Dengan demikian
bias diketahui kadar atau tingkat ketercapainnya, untuk kemudian
dijadikan

feedback

ataupu

feedforward. Ketika

pegawai mampu

menunjukkan hasil yangs sesuai atau sesuai target berarti mereka memiliki

produktivitas tinggi, sedangkan jika di bawah standar maka produktivitas


mereka dinilai rendah.
4. Strategi pembelajaran untuk membangun kinerja produktivitas yang dapat
dikembangkan

dalam

organisasi,

sekurang-kurangnya

harus

memperhatikan aspek-aspek berikut:Relevansi (internal dan eksternal),


fleksibilitas, kontinuitas, evektivitas, efesiensi, dan orientasi pada mutu,
koordinasi dan tersediannya system, monitoring dan evaluasi.
5. Ada 3 tipe manusia dalam merespom perubahan: menerima, menolak dan
apatis. Respon penolkkan dapat dikurangi melalui komunikasi yang lebih
intensif, meningkatkan partisipasi, bantuan dan dukungan, negosiasi,
manipulasi

dan

kooptasi

menggunakan

power

untuk

melakukan

pemaksaan.

3.2 Saran
Setiap perusahaan, baik perusahaan manufaktur maupun perusahaan jasa
dalam pencapaian tujuannya mendapatkan keuntungan (profit oriented) yang
sebesar-besarnya dengan pengorbanan (biaya) yang sekecil-kecilnya pada
dasarnya semua itu akan diraih dengan strategi pengkatan produktivitasproduktivitas daripada sumber daya-sumberdaya perusahaan (input) dalam
penciptaan output yang lebih lebih dari input. Pnguasaan dan pemahaman konsep
tentang produktivitas dan manajemen perubahan adalah salah satu konsep
strategis yang diperlukan dalam menjalankan aktivitas-aktivitas perusahaan
untuk pencapaian tujuan-tujuan perusahaan.
Oleh karena itu pemahaman tentang konsep produktivitas dan manajemen
perubahan adalah dipandang hal yang sangat penting dalam peningkatan kinerja
suatu perusahaan baik untuk kalangan akademisi, mahasiswa dan para manajer
perusahaan.

DAFTAR PUSTAKA

Cook, Samuel C, (1994). Modern Management, 6th. Edition, Prentice Hall Inc.,
Englewood Cliffs, New

Jersey.

Robbins,Stephen P. & Mary Coulter, (1999). Management, Prentice Hall


International, Upper Saddle River, New Jersey.
Gray, Jerry m & Frederick A. Starke (1984). Organizational Behavior, Concepts
and Applications, Charles E. Merrill Publishing Company, Columbus,.
Winardi (2005). Manajemen Perubahan (The Management Of Change).
KENCANA: Jakarta

Gasperesz Vincent, (2000). Manajemen Produktivitas Total: Strategi Penigkatan


Produktivitas Bisnis Global. Jakarta: gramedia.
Kim, W. Chan, & Renee Mauborgne. (2006). Blue Ocean Strategy. Cetakan ke-V.
Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta
Siagian, Sondang P (2002). Kiat Meningkatkan Produktivitas Kerja, Jakarta:
Rineka Cipta.

You might also like