You are on page 1of 20

Industri Cat

Makalah
Disusun untuk Memenuhi Ujian Akhir Semester Mata Kuliah Toksikologi
Industri

Oleh:

Nova Elyanti (1112101000060)


Alviral Muhamad (1112101000057)
Ika Nur Syafitriani (1112101000074)
Nurazizah (1112101000053)
Atthina Ayu Mustika (1112101000065)

K3 2012

PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA


PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA

2014
PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT

Kami yang bertanda tangan di bawah ini:


Kelompok

: Industri Cat

Fakultas

: Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Strata Pendidikan

: S1

Program Studi

: Kesehatan Masyarakat

Peminatan

: Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Dengan ini menyatakan bahwa makalah yang kami buat, tidak memuat
bahan-bahan yang sebelumnya telah dipublikasikan atau ditulis oleh
siapapun tanpa mencantumkan sumbernya dalam makalah ini.
Demikian pernyataan ini kami buat dengan sebenar-benarnya. Apabila
kami terbukti melakukan hal-hal yang bertentangan dengan pernyataan
ini, kami bersedia menanggung sanksi yang akan diberikan dikemudian
hari sesuai ketentuan yang berlaku.

Tangerang

Selatan,

Desember 2014

Kelompok Industri Cat

20

Pendahuluan
Cat adalah suatu bahan yang dipakai untuk melapisi permukaan
suatu benda dengan tujuan memperindah (decorative), memperkuat
(reinforcing),

atau

melindungi

(protective) benda

tersebut.

Setelah

dikenakan pada permukaan dan mengering, cat akan membentuk lapisan


tipis yang melekat kuat dan padat pada permukaan tersebut. Cat dapat
digunakan dengan cara diusapkan atau wiping, dilumurkan, dikuas,
disemprotkan atau spray, dicelupkan (dipping) atau dengan cara yang lain
(Azhar, 2012). Bahan yang digunakan seperti binder atau resin, solvent,
additive, dan pigment. Pembuatan juga melalui beberapa tahapan yaitu,
persiapan bahan, pencampuran, dispersi, pemecahan hingga ukuran yang
dikehendaki, pengisian, dan penyimpanan. Terdapat tahap tambahan
yaitu

pekerjaan

laboraturium

berupa

pengecekan

kualitas.

Berikut

penjelasan mengenai bahan dan proses dalam pembuatan cat:


A. Bahan Pembuatan Cat
-

Binder atau resin


Binder atau resin adalah pengikat yang tidak menguap. Binder atau

resin merupakan komponen utama dalam cat, yaitu berfungsi sebagai


perekat yang mengikat pigmen pada permukaan media yang dicat. Binder
atau resin dapat dikelompokan menjadi tiga jenis berdasarkan bahan
kimia yang digunakan: resinsintetis, minyak pengering, dan resin alami.
Bahan kimia yang termasuk dalam resin sintesis adalah alkyds, acrylics,
vinyls, epoxies, urethanes, aminos, cellulosics, polyesters, phenolics,
styrene-butadienes, dan lain-lain.
-

Pelarut (Solvent)
Solvent merupakan komponen yang berperan sebagai pelarut untuk

menyatukan pigmen dan binder atau resin sehingga membentuk larutan

yang sempurna (Anonim, 2011). Solvent biasanya akan menguap dan


terbuang ke lingkungan selama proses pengeringan. Solvent dibagi
menjadi pelarut hidrokarbon, pelarut oksigen, dan elarut lain berdasarkan
struktur kimianya.
-

Pigment
Pigment

merupakan

komponen

padat

yang

berfungsi

sebagai

pewarna, tidak tembus cahaya, dan sebagai daya tahan, menghambat


korosi, dan kontrol jamur atau menjadi pengisi atau extender dimana
jenis, kadar, dan komposisi pigmen dalam larutan berpengaruh terhadap
kualitas cat itu sendiri. Pigmen terbagi menjadi dua kategori, yaitu pigmen
organik dan pigmen anorganik. Pigmen organik merupakan pigmen yang
terbentuk dari senyawa-senyawa organik (karbon), contohnya copper
phthalocyanine

untuk

warna

biru,

lakes

untuk

warna

merah,

phthalocyanine green untuk warna hijau. Pigmen anorganik merupakan


pigmen yang terbentuk dari mineral-mineral atau garam-garaman logam
yang terbentuk secara alami ataupun dari hasil reaksi kimia di pabrik.
-

Additive
Additive memiliki fungsi mempercepat atau mempermudah proses,
mengurangi dampak buruk selama penyimpanan (mempertahankan
kekentalan cat saat penyimpanan), mengurangi akibat buruk selama
pemakaian (tidak terjadi pemisahan pigment), dan memperbaiki
atau merubah sifat film. Bahan utama yang digunakan dalam
additive adalah plasticizers, untuk menjaga film dan menghindari
efek yang tidak diinginkan seperti keretakan; active agents, untuk
menstabilkan sistem penyebaran; dan digunakan untuk mencegah,
mengurangi,

atau

menghilangkan

pembentukan

busa

selama

pembuatan dan pengaplikasian; pengubah arus, untuk mencegah


pigmen

mengendap;

pengeringan,

untuk

mempercepat

pengeringan; anti skinning agent, untuk menghindari pengeringan


pada waktu dan tempat yang salah; biocides, untuk mengontrol
pertumbuhan jamur dan mikroorganisme lainnya; serta Additive
lain,untuk agent penggabungan, tepi extender basah, stabilisator
membeku-mencair

dan

panas,

bau,

penghambat

nyala

api,

agentanti-livering, ultraviolet (UV) peredam cahaya, dan agent


untuk menghambat kerusakan.
-

Persiapan bahan
Bahan-bahan yang sudah teruji kualitasnya seperti, tidak kadaluwarsa,

dan tidak cacat atau rusak secara fisik maupun kimia (yang ditandai
dengan adanya perubahan bau, warna, bentuk, atau kekentalan pada
bahan tersebut) (Azhar, 2012). Pengukuran bahan yang akan digunakan
dengan cara ditimbang atau diukur volumenya terutama additive dan
pigment, sesuai dengan kebutuhan. Bahan-bahan tersebut kemudian
diangkut ke area produksi, bisa dilakukan dengan tenaga manusia, forklift
atau melalui sistem pemipaan (untuk bahan cair) (Azhar, 2012).
-

Pencampuran
Pencampuran pigment dengan film pembentuk atau resin, pelarut, dan

aditif

sesuai

dengan

bahan

yang

telah

dipersiapkan

pada

tahap

sebelumnya. Kemudian mencampurkan bahan-bahan tersebut dengan


putaran mixer secara perlahan hingga semua bahan tercampur merata di
semua titik
-

Dispersi
Dispersi terdiri dari pemisahan agregat partikel individu agar tidak

menggumpal, pembasahan partikel dengan partikel pelarut dan resin,


serta penyeragaman dalam fase cair. Proses pemecahan partikel-partikel
padat pada bahan cat dengan hingga mencapai kehalusan 20-50 mikro.
Ada beberapa tahapan dispersi, yaitu meliputi: (Azhar, 2012)
1 Proses pembasahan permukaan partikel-partikel pigmen danatau
extender oleh bahan-bahan cair (millbase).
2 Proses pemecahan secara mekanis terhadap kelompok-kelompok
partikel pigmen dan atau extender menjadi kelompok-kelompok
yang lebih kecil atau partikel-partikel primernya sesuai dengan
derajat kehalusan yang dikehendaki.

3 Mempertahankan agar kelompok-kelompok partikel yang lebih kecil


atau partikel-partikel primer ini tetap terpisah satu sama lain, dan
tidak bersatu kembali.
-

Pemecahan hingga ukuran yang dikehendaki


Partikel-partikel yang sudah didispersi, dipecah kembali menjadi lebih

kecil dengan kehalusan 5-20 mikro, atau sesuai dengan yang dikehendaki.
Keefektifan dari proses penggilingan dipengaruhi oleh kecepatan putar
agitator, kekentalan, kadar padatan, dan waktu tinggal millbase di dalam
mesin. Jika satu tahap proses penggilingan belum mencapai hasil yang
diinginkan, millbase biasanya dikembalikan lagi ke dalam mesin, dilakukan
bisa berkali-kali hingga diperoleh derajat kehalusan yang diinginkan. Lalu,
kualitas cat harus diperiksa oleh pengumpulan sampel dan analisis
laboratorium.
-

Analisis Laboraturium atau Quality Checker


Berfungsi untuk kontrol kualitas, formulasi atau pengembangan

produk, serta penelitian dan pengembangan. Analisis laboratorium


menerima sampel bahan baku yang masuk untuk diuji untuk kesesuaian
dengan

spesifikasi

pembelian.

Laboratorium

kontrol

kualitas

untuk

menguji produk sebelum dikemas untuk berbagai karakteristik fisik seperti


tinggiper galon, viskositas, warna, dan waktu pengeringan.
-

Pengisian dan Packing


Setelah kualitas cat yang diinginkan tercapai, cat disaring untuk

menghilangkan bahan asing. Menggunakan kain atau layar logam


peyaring, penggetaran, penggetaran layar, dan cartridge filter juga dapat
digunakan. Setelah penyaringan, lapisan ini baik secara manual atau
mesin, diisi ke dalam kaleng yang kemudian disegel, diberi label,
dikemas, dan disimpan lalu dikirim.
B. Limbah Industri Cat
Limbah adalah zat buang yang tidak dikehendaki dari suatu proses
produksi, baik industri seperti pabrik maupun domestik seperti sampah

rumah tangga, serta dapat menurunkan kualitas lingkungan dengan


karakteristik yaitu berukuran seperti partikel-partikel, selalu berubah
sesuai dengan kondisi lingkungan, penyebaran berdampak luas -artinya
dapat berakibat pada faktor lainnya-, serta pengelolaan limbah tidak
dapat diselesaikan dalam jangka waktu singkat (Abdurrahman 2008).
Masih menurut Abdurrahman, tingkat bahaya limbah dapat dipengaruhi
oleh banyak atau sedikitnya limbah, serta dari kandungan bahan
pencemar yang ada pada limbah. Semakin banyak limbah yang ada di
suatu lingkungan, semakin berbahaya dan memberikan dampak kepada
lingkungan. Berdasarkan sifatnya, limbah terdiri atas enam macam, yaitu
limbah mudah meledak, limbah mudah terbakar, limbah reaktif, limbah
beracun, limbah penyebab infeksi, dan limbah korosif. Sedangkan
berdasarkan zat dan bahan kimia yang terdapat dalam cat dan proses
pembuatannya, limbah hasil industri cat bergantung pada jenis bahan
baku dan zat-zat tambahan yang digunakan.
Dalam proses produksi cat secara umum terdapat dua jenis limbah,
yaitu limbah padat dan limbah cair. Menurut Abdurahman (2008), limbah
padat adalah limbah yang berbentuk padat dan bersifat kering serta tidak
dapat berpindah kecuali seseorang memindahkannya. Sedangkan limbah
cair merupakan limbah yang terlarut dalam air serta selalu berpindah
artinya dapat mengikuti bentuk tempat dimana limbah berada. Limbah
padat pada proses pembuatan cat terdiri atas kemasan bekas bahan baku
berupa kantung yang berbahan kertas maupun plastik yang mudah
terbakar

namun

tidak

beracun,

lumpur

atau

sludge

dari

proses

pengolahan air limbah di IPAL pabrik yang bersifat racun dan berbahaya,
lalu sampah domestik yang berasal dari kegiatan kantor dan pabrik.
Sedangkan limbah cair dari proses pembuatan cat ini berasal dari
pencucian, pembilasan, dan pembersihan tangki serta peralatan proses
produksi cat, yaitu: air pencucian, bahan baku tercecer dari proses
produksi, laboratorium serta bak-bak pencucian, air pendingin dan boiler
atau blow down, pencucian alat-alat transportasi bahan-bahan baku cat,
serta alat pengendali pencemaran udara yang menggunakan air seperti
wet-scrubber maupun kostik panas atau klor dalam kondisi panas.

Penanganan limbah dapat dilakukan dengan pengurangan limbah


artinya seminimal mungkin dihasilkannya sumber zat buang dari suatu
proses, penggunaan kembali limbah yang masih dapat dimaksimalkan
pada alur proses, pemanfaatan limbah agar menjadi bentuk lain yang
tidak seperti limbah atau daur ulang dengan sedikit zat tambahan,
pengolahan limbah yang masih dapat diolah atau dipisahkan, dan
pembuangan dengan proses dibakar, maupun dikubur.Penanganan limbah
padat pada industri cat memerlukan bantuan dari dinas kebersihan sekitar
pabrik untuk pengangkutan serta pendaur-ulangan limbah padat yaitu
kemasan cat. Untuk penanganan limbah B3 yang berasal dari air limbah di
IPAL pabrik dapat dilakukan dengan pengeringan dan perubahan bentuk
menjadi padatan atau Flinkote Padat. Pada limbah cair dilakukan
pengumpulan terlebih dahulu pada tangki-tangki pengumpul, dilakukan
pengaturan pH, pengendapan dengan penambahan kapur atau garam
besi pada tangki pengumpul, pengentalan zat cair, penyaringan dengan
menggunakan penyaring pasir maupun karbon filter.

Timbal
Timbal termasuk kedalam logam golongan IV-A pada tabel periodik unsur kimia dan
mempunyai nomor atom (NA) 82. Timbal (Pb) mulanya adalah logam berat terdapat di dalam
kerak bumi. Namun, timbal juga dapat berasal dari kegiatan manusia bahkan mampu
mencapai jumlah 300 kali lebih banyak dibandingkan Pb alami. (Widowati, dkk, 2008).
Timbal banyak digunakan dalam bidang industri, dimana salah satunya adalah cat.Timbal
(Pb) atau timah hitam dapat terkandung dalam cat jika produsen, untuk berbagai tujuan,
dengan sengaja menambahkan satu atau lebih senyawa timbal ke dalam cat.
Senyawa timbal kadang digunakan dalam cat sebagai (Yuyun, 2013):

Pigmen: untuk memberi warna dan kecerahan yang diinginkan, untuk meningkatkan
daya tutup, untuk melindungi lapisan bawah dari dampak buruk cahaya ultraviolet,

dan untuk meningkatkan ketahanan cat terhadap cuaca.


Pengering (terkadang disebut katalis pengering) pada cat minyak dapat
mempercepat polimerisasi film dan membuat cat kering lebih cepat dan rata.

Agen antikorosi, digunakan pada cat dasar logam untuk mencegah karat atau korosi.

Timbal juga kadang-kadang secara tak sengaja hadir sebagai pengotor dalam bahan-bahan cat
yang lain, misalnya pada resin alami, filler dan binder.
I. Sifat Fisika dan Kimia Timbal
Timbal (Pb) adalah logam lunak berwarna abu-abu kebiruan mengkilat serta mudah
dimurnikan dari pertambangan. Titik leleh timbal pada suhu 327,43 oC (621,4oF), titik didih
1740oC (3164oF), berat molekul timbal 207,21 g/mol, memiliki gravitasi atau berat jenis
cairan 11,34 serta dengan berat atom 207,20 (MSDS, Science Lab.com).
Lebih dari 95% timbal merupakan anorganik dan umumnya dalam betuk garam timbal
anorganik, kurang larut dalam air, dan selebihnya berbentuk timbal organik. Senyawa timbal
organik ditemukan dalam senyawa TEL (Tetra Ethyl Lead) dan TML (Tetra Methyl Lead).
Jenis senyawa ini hampir tidak larut dalam air, namun dapat larut dalam pelarut organik,
seperti lipid (WHO, 1977). Logam Pb memiliki sifat kimia yang aktif, sehingga bisa
digunakan untuk melapisi logam agar tidak timbul perkaratan. Apabila dicampur dengan
logam lain akan terbentuk logam campuran yang lebih bagus daripada logam murninya
(Widowati, dkk, 2008)
II. Potensi Bahaya Bagi Kesehatan Dan Keselamatan
Serpihan cat dapat menjadi sangat berbahaya karena kandungan timbalnya bisa jauh lebih
tinggi daripada dalam debu dan tanah pada umumnya.(Yuyun, 2013).
Paparan timbal lebih berbahaya bagi anak daripada bagi orang dewasa. Dampak kesehatannya tak bisa dipulihkan dan dapat berpengaruh seumur hidup. Janin manusia paling rentan
terhadap bahaya timbal. Ibu hamil dapat mentransfer timbal yang terakumulasi dalam
tubuhnya pada anak yang dikandung, sehingga timbal meracuni lebih dari satu generasi dan
bukan hanya satu orang yang terpapar langsung (Yuyun, 2013).
Secara biologis, anak lebih rentan terhadap timbal daripada orang dewasa, karena
berbagai alasan (Yuyun, 2013):

Otak anak sedang tumbuh, berkembang dan terdiferensiasi dengan sangat pesat.
Timbal menghambat proses tersebut. Kerusakan otak akibat paparan kronis timbal
dengan dosis rendah pada usia dini tak bisa pulih.

Paparan timbal di usia dini dapat memprogram ulang gen, menyebabkan perubahan
ekspresi gen yang terkait dengan peningkatan risiko terkena penyakit di kemudian
hari.

Tingkat penyerapan timbal lewat pencernaan lebih tinggi pada anak. Tubuh anak
menyerap lebih dari 50% timbal yang tertelan, sementara pada orang dewasa hanya
10%. Wanita hamil dapat menyerap lebih banyak timbal lewat pencernaan daripada
orang dewasa lain. Anak yang kurang gizi juga dapat menyerap lebih banyak timbal
melalui saluran pencernaan.

World Health Organization (WHO) menggolongkan keterbelakangan mental yang


disebabkan timbal sebagai penyakit yang diakui. WHO juga menempatkannya sebagai salah
satu dari sepuluh penyakit teratas dengan beban kesehatan pada anak yang disebabkan faktor
lingkungan yang dapat diubah (Yuyun, 2013).
III.

Rute Pajanan
Pajanan timbal dapat diawali dari tindakan mengonsumsi makanan, minuman (ingesti),

kontak lewat kulit, kontak lewat mata, dan lewat parenteral. Namun yang utama timbal
masuk melalui inhalasi dari udara, debu yang tercemar Pb (Widowati, dkk., 2008).
IV.
a

ADME (Adsorbsi, Distribusi, Metabolisme, Ekskresi)


Adsorbsi
Absorbsi timbal terutama melalui saluran nafas 85%, saluran pencernaan 14% dan kulit

1%. Absorbsi timbal melalui saluran pernafasan dipengaruhi oleh tiga proses yaitu: deposisi,
pembersihan mukosiliar dan pembersihan alveolar. Deposisi tergantung pada ukuran partikel
timbal, volume nafas dan daya larut. Pembersihan mukosiliar membawa partikel ke faring
lalu ditelan, fungsinya adalah membawa partikel ke eskalator mukosiliar, menembus lapisan
jaringan paru menuju kelenjar limfe dan aliran darah. (Darmono, 1995).
Kurang lebih 5-10% dari timbal yang tertelan diabsorbsi melalui mukosa saluran
pencernaan. Pada orang dewasa timbal diserap melalui usus sekitar 5-10%, tetapi hal ini
dipengaruhi oleh banyak faktor misalnya dalam keadaan puasa penyerapan timbal dari usus
lebih besar, yaitu sekitar 15-12% (Darmono, 1995).
b

Distribusi

Timbal yang diabsorpsi diangkut oleh darah ke organ tubuh. Pb dalam darah diikat oleh
eritrosit. Sebagian Pb plasma dalam bentuk yang dapat berdifusi dan diperkirakan dalam
keseimbangan dengan pool Pb tubuh lainnya (Darmono, 1995).
c

Metabolisme
Tubuh dapat menyerap timbal kira-kira 40% dari asap timbal oksida yang dihirup dan di

absorpsi disaluran pernafasan. Dalam aliran darah sebagian besar timbal diserap dalam
bentuk ikatan dengan eritrosit. Timbal dapat mengganggu enzim oksidase dan akibatnya
menghambat sistem metabolisme sel, salah satu diantaranya adalah menghambat sintesis Hb
dalam sumsum tulang. Timbal menghambat enzim sulfidril untuk mengikat delta
amnolevulinik acid (ALA) menjadi porprobilinogen serta protoforvirin menjadi Hb. Hal ini
menyebabkan anemia dan adanya basofilik stipling dari eritrosit yang merupakan ciri khas
keracunan timbal. Basofilik stipling retensi dari ribosoma dan sitoplasma eritrosit sehingga
mengganggu sintesis protein. Setelah paparan terhenti, kadar timbal akan menurun secara
perlahan. Waktu paruh timbal dalam darah kurang lebih 2-4 minggu (Palar, 1994).
d

Ekskresi
Ekskresi timbal melalui beberapa cara, yang terpenting adalah melalui ginjal dan saluran

cerna. Ekskresi timbal melalui urine sebanyak 75-80%, melalui feces 15% dan lainnya
melalui empedu, keringat, kuku dan rambut (Palar, 1994).
V.

Hubungan Efek Dosis Dan Responnya


No
.

Kadar

Dampak Kesehatan

Pb
(g/dl)

Anak

Dewasa

Penurunan tingkat kecerdasan


1.

0 - 10

Gangguan pertumbuhan pada


tulang

2.

10 30

Gangguan

metabolisme

vitamin D
Gangguan

3.

30 - 50

haemoglobin
Anemia

4.

50 - 100

Gangguan ginjal

Gangguan sistolik tekanan darah


Gangguan

protoporphyrin

eritrosit
sintesa

Gangguan sistem saraf pusat


Anemia
Gangguan ginjal
Infertibilitas (pada pria)
Gangguan sintesa haemoglobin

Gangguan otak dan sistem


saraf pusat
5.
> 100
Kematian
Sumber : Shilu Tong, 2000
VI.

Kematian

Target Organ
Timbal dapat merusak jaringan saraf, jaringan lunak (hati dan ginjal), dan organ yang

banyak mengandung Ca, seperti tulang dan gigi. Selain itu timbal juga memengaruhi organorgan tubuh, antara lain sistem saraf, ginjal, sistem reproduksi, sistem endokrin, dan jantung.
Namun organ target yang utama diserang oleh timbal adalah sistem saraf. Kelainan fungsi
otak yang banyak terjadi karena timbal secara kompetitif menggantikan peranan Zn, Cu, dan
Fe dalam mengatur fungsi sistem saraf pusat. Timbal merupakan neurotoksin yang bersifat
akumulatif (Widowati, dkk., 2008).
VII.
a

Studi Invitro Dan Invivo


Studi Invitro
Studi in vitro dilakukan untuk melihat pengaruh timbal terhadap kepadatan sel dan kadar

ekspolisakarida kultur cair Azetobacter yang dilakukan oleh Hindersah R dan Kamaluddin,
N.N. Masing-masing mikroba ditumbuhkan pada media cair yang dikontaminasi Pb sebesar
0,1 mM, dan 1 mM dan diinkubasi pada suhu kamar selama 96 jam. Hasil percobaan
menunjukkan bahwa Azotobacter sp. LKM6, Gram negatif basil, relatif lebih resisten Pb
daripada A. chroococcum,Gram negatif kokus. Meskipun secara statistik tidak nyata, Pb
berpotensi menurunkan kepadatan sel di kultur A. chroococcum sedangkan populasi
Azotobacter sp. LKM6 meningkat nyata pada kultur dengan konsentrasi Pb 0,1 mM maupun
1,0 mM pada 72 dan 96 jam setelah inkubasi. Produksi EPS A. chroococcum tidak
dipengaruhi oleh Pb tetapi 0.1 mM Pb meningkatkan kepadatan sel dan kadar EPS
Azotobacter sp. LKM6 dengan nyata. Resistensi Azotobacter sp. LKM6 terhadap Pb yang
diperlihatkan dengan peningkatan produksi EPS akan bermanfaat untuk pengembangan strain
bakteri ini untuk meningkatkan mobilisasi logam berat dalam fitoremediasi lahan
terkontaminasi logam berat, khususnya Pb (Hindersah dan N.N, Kamaluddin, 2013).
b Studi In Vivo
Studi invivo oleh Israhnanto Isradji tahun 2010 dilakukan pada mencit dengan melihat
pengaruh Pb-Asetat terhadap fertilitas mencit jantan, yang dimonitor melalui jumlah
kehamilan dan jumlah anak dalam satu kali kelahiran. Sampel yang digunakan adalah 80 ekor

mencit jantan berumur 4 minggu dan 80 mencit betina. Mencit jantan dipisahkan menjadi 4
kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 20 ekor, diberikan perlakuan Pb asetat 0
ppm (P-I), 400 ppm (P-II), 1000 ppm (P-III), dan 2000 ppm (P-IV). Perlakuan Pb-asetat pada
mencit jantan menyebabkan berkurangnya jumlah mencit betina yang hamil dengan hasil
secara berturut-turut 20, 16, 12,12 jumlah kehamilan. Hal ini diakibatkan oleh keberadaan Pb
dalam tubuh yang menyebabkan timbulkan gangguan pada proses pembentukan sperma
dalam tubulus seminiferus, sehingga sperma fertil yang dihasilkan berkurang (Isradji, 2010).

Formaldehid
Formalin merupakan cairan jernih tidak berwarna dan berbau tajam.
Banyak nama lain dari formalin yaitu Formol, Methylene aldehyde,
Paraforin, Morbicid, Oxomethane, Polyoxymethylene glycols, Methanal,
Formoform, Superlysoform, Formaldehyde, dan Formalith. Formaldehid
merupakan bahan yang biasa digunakan sebagai bahan bahan baku
industri lem, dan pembuatan plastik (resin fenol formaldehid); pelarut
pada industri cat; disinfektan untuk pembersih lantai, kapal, gudang, dan
pakaian; germisida dan fungisida pada tanaman sayuran; serta pembasmi
lalat dan serangga lainnya. Larutan dari formaldehida juga sering
digunakan

untuk

membalsem

atau

mematikan

bakteri

serta

mengawetkan bangkai. Secara alami, formaldehid terdapat pada atmosfer


bumi yang dihasilkan dari aksi cahaya matahari dan oksigen terhadap
metana dan hidrokarbon lain yang ada di atmosfer.
A. Sifat fisik dan kimia
Sifat fisik fomaldehid yakni pada suhu ruang berbentuk gas dan tidak
berwarna, mudah terbakar, memiliki aroma yang tajam, serta mengiritasi.
Sedangkan sifat kimia dari formaldehid diantaranya yaitu memiliki rumus
molekul yaitu CH2O dengan berat molekul 30,03; titik didih 97oC
(formalin); titik lebur -92oC pada 760 mmHg; titik nyala 60oC (formalin);
berat jenis (air=1) 1,081 (formalin); mudah larut dalam air (air dingin dan
air panas); larut dalam alkohol, eter, aseton.

Formaldehid biasa ditemui pada larutan formalin yang dijual dalam


bentuk larutan dengan kandungan 30 50% formaldehid dan 0 15%
metanol

yang

ditambahkan

untuk

mencegah

polimerisasi.

Gas

formaldehid sangat mudah larut dalam air, alkohol dan pelarut polar
lainnya. Larutan formaldehid 37% (formalin) dapat menjadi larutan yang
mudah terbakar jika konsentrasi formaldehid atau metanol tinggi. Pada
kondisi biasa formalin dapat membentuk kabut, terutama pada suhu
dingin.

Sedangkan

pada

suhu

yang

sangat

rendah

berbentuk

paraformaldehid.
B. Potensi bahaya bagi kesehatan dan keselamatan
Efek klinis bila terjadi kontak dengan formaldehid dibedakan menjadi
dua yakni keracunan akut dan keracunan kronik. Keracunan akut akibat
masuknya formaldehid melalui inhalasi (terhirup) menyebabkan iritasi
saluran nafas yang disertai nyeri tenggorokan, batuk, napas pendek, dan
edema paru yang tertunda. Dapat menyebabkan luka bakar pada saluran
napas, mual, muntah, dan sakit kepala; apabila terjadi kontak dengan kulit
maka dapat menyebabkan luka bakar; kontak dengan mata menyebabkan
iritasi mata dan mata berair; sedangkan apabila masuk melalui ingesti
(tertelan) dapat berakibat fatal atau menyebabkan iritasi saluran cerna
berat yang disertai nyeri perut, mual, muntah, diare, serta luka bakar
pada saluran cerna.
Keracunan kronik yang ditimbulkan akibat masuknya formaldehid
kedalam tubuh yaitu kerusakan paru-paru yang disebabkan masuknya
formaldehid melalui inhalasi (terhirup); eksim akibat paparan jangka
panjang atau berulang pada kulit; kerusakan mata akibat paparan
berulang pada mata; serta iritasi saluran cerna, muntah, dan pusing
akibat paparan berulang sejumlah kecil formaldehid. Seseorang yang
menelan formaldehid pada susu selama 15 hari, mengalami nyeri
lambung atau usus, pusinh, rasa terbakar pada kerongkongan, sedikit
penurunan suhu tubuh, serta ruam pada dada.
C. Rute pajanan

Pajanan formaldehid dapat diawali dengan berbagai cara seperti


mengkonsumsi makanan/minuman (tertelan), terhirup, kontak dengan
kulit, dan kontak dengan mata.
D. Absorbsi Distribusi Metabolisme Ekskresi
1. Absorbsi
Bentuk larutan gas formaldehid dapat terhirup melalui saluran
pernapasan. Akibat metabolisme cepat membentuk formate, sedikit,
jika ada, intak formaldehid dapat ditemukan dalam darah manusia
yang terpapar formaldehid. Begitu pula dapat diserap oleh saluran
pencernaan. Pada semua kasus, absorbsi tampaknya hanya terbatas
pada lapisan sel pada titik kontak, dan jaluru masuk ke dalam darah
(absorbsi sistemik) terjadi sangat minimal.
Formaldehid adalah molekul kecil, reaktif, dan larut air, dengan
berat molekul sebesar 30.03, dimana dapat diabsorbsi dalam jaringan
saluran

pernapasan

(pajanan

inhalasi)

dan

saluran

pencernaan.

Absorbsi melalui saluran pernapasan diperkirakan hampir mendekati


100%, yang terjadi di mukosa hidung, dimana terjadi terutama pada
mukosa hidung anterior pada tikus. Formaldehid juga tampaknya
diserap cepat setelah terjadi pajanan oral pada tikus. Absorbsi melalui
kulit monyet tampaknya cukup lambat (hanya sekitar 0.5% dosis yang
diberikan); dimana sebagian besar hilang melalui penguapan ataupun
diserap ke dalam Kulit.
2. Distribusi
Distribusi ke organorgan yang jauh seperti ginjal, lemak, limpa, dll
tampaknya bukan merupakan faktor utama toksisitas formaldehid.
Heck et al. (1983) dalam Sari (2013) menemukan bahwa pada tikus,
14Cformaldehid yang terhirup (8 ppm dalam 6 jam) meningkatkan
konsentrasi radioaktivitas dalam darah tikus setelah beberapa hari
terpapar (waktu paruh 55 jam).
3. Metabolisme

Setelah masuk ke dalam tubuh, formaldehid akan dimetabolisme


oleh enzim formaldehyde dehydrogenase pada hepar. Di tubuh
manusia, formaldehid diubah secara cepat menjadi asam format, oleh
karena itu kadarnya tidak terdeteksi didalam darah. Sedangkan asam
format dimetabolisme lebih lambat, akibatnya akan terakumulasi di
darah.

4. Ekskresi
Konversi formaldehid yang cepat menjadi format, tampaknya
ekskresi bukanlah menjadi faktor toksisitas formaldehid. Metabolisme
membentuk format berperan di dalam setiap jaringan tubuh sebagai
akibat formasi endogen formaldehid. Sedangkan formaldehid eksogen
masuk jalur tersebut dan di ekskresi dalam bentuk CO2.
E. Hubungan efek dosis dan responnya
Menurut American Conference of Govermental and industrial Hygienist
(ACGIH), ambang batas formaldehid yang masih dapat ditolerir oleh tubuh
manusia adalah sebesar 0,4 ppm. Sedangkan menurut International
Programme on Chemical safety (IPCS) yaitu sebesar 0,1 mg/liter atau 0,2
mg/hr dalam air minum dan 1,5 mg 14 mg perhari dalam makanan.
Berdasarkan rute pajanan maka dosis dan efek yang ditimbulkan
dibedakan menjadi :
Pajana

Konsentrasi

n
Terhiru

0,25 0,45

Efek
Iritasi hidung dan tenggorokan.

ppm
0,4 0,8 ppm

Batuk dan bersin, dada terasa sesak, dan napas

4 ppm

pendek.
Iritasi pada paru-paru dan tenggorokan yang

Lebih dari 10

dapat menyebabkan bronkitis dan laringitis.


Gangguan bernapas.

Mata
Tertela

ppm
50 ppm
0,05 2,0 ppm
1 ons

Kerusakan serius pada paru-paru


Iritasi pada mata
Kematian

n
Penelitian yang dilakukan oleh Evi (2004) pada pekerja tekstil
menghasilkan tabel studi efek klinik dari pemajanan Formaldehid :
Kadar ppm

Lama

Efek

0,85

terpajan
5 jam/hari

Rasa tidak nyaman di ruangan, iritasi pada

4 hari

hidung dan kerongkongan terasa kering


Kecepatan mengedipkan mata menjadi 2x

5 menit

lebih cepat
Ingin meninggalkan ruangan karena merasa

0,042

5 jam/hari
4 hari

tidak nyaman
Iritasi sedang pada mata
Rasa tidak nyaman di ruangan, iritasi pada

0,250

5 jam/hari

hidung dan kerongkongan terasa kering


Rasa tidak nyaman di ruangan, iritasi pada

1,6000
0,03 0,500

hidung dan kerongkongan terasa kering

F. Organ target
Organ sasaran dari formaldehid adalah sistem saraf pusat, ginjal, hati,
kulit, jantung, limpa, sistem pernapasan, sistem pencernaan, mata, dan
saraf mata. Bahaya utama formaldehid terhadap kesehatan terutama
terhadap organ targetnya yaitu dapat menimbulkan iritasi atau luka bakar
pada kulit, mata, dan membran mukosa, lakrimasi (mata berair), mual,
muntah (kemungkinan berdarah), nyeri perut dan diare, kesulitan
bernapas, batuk, pneumonia, edema paru, reaksi asmatik pada individu
yang

sensitif,

kardiovaskuler,

hipotensi

dan

hipotemia

sebelum

terjadinya

kolaps

letargi, pusing, konvulsi, koma, nefritis (peradangan

ginjal), hematuria (urin mengandung darah), dan toksisitas hati.


G. Studi In Vitro Dan In Vivo

Efek dari formalin dapat memicu terjadinya kerusakan hepar karena zat
tersebut sangat toksik. Pada penelitian yang dilakukan oleh Niendya,
Arief, dkk (2011) bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian
formalin, diazepam dan minuman beralkohol pada rasio bobot hepartubuh mencit. Mencit (Mus musculus) digunakan sebagai hewan uji untuk
mengetahui dampak dosis berlebih dari pemberian diazepam, formalin,
dan minuman beralkohol pada rasio bobot hepar-tubuh mencit.
Percobaan dilakukan dengan rancangan acak lengkap yang terdiri atas
tiga kelompok perlakuan dan satu kelompok kontrol dengan masingmasing empat ulangan. Kelompok P0 (aquades sebagai kontrol) P1
(diazepam 0.04mg), P2 (formalin 0,01%), P3 (minuman beralkohol
kandungan 4.8%). Penelitian dilakukan selama 1 bulan dengan 6 hari
masa aklimatisasi dan 24 hari masa perlakuan. Hasil analisis data dengan
anova menunjukkan bahwa ketiga zat tersebut menimbulkan efek yang
berbeda tidak nyata bila dibandingkan dengan kontrol. Hal tersebut terjadi
diduga kemampuan hepar dalam memetabolisme ketiga zat tersebut
secara sempurna, sehingga tidak menimbulkan efek pada rasio bobot
hepar-tubuh. Simpulan dari penelitian ini adalah pemberian diazepam,
formalin dan minuman beralkohol tidak berpengaruh pada rasio bobot
hepar-tubuh yang digunakan untuk menggambarkan proses fisiologis
tubuh mencit terkait dengan proses metabolisme dalam menghasilkan
cadangan makanan.

REFERENSI
NIOSH. 1984. Manufacture of Paint and Allied Coating Products. U.S.: U.S.
Department of Helath and Human Services. National Institute for
Occupational Safety and Health
Anonim. 2011. Mengetahui Formulasi dan Proses Produksi Cat, [online]
http://www.edupaint.com/cat/pengetahuan-dasar/463-read110615-mengetahui-formulasi-dan-proses-produksi-cat.html
diakses pada tanggal 27 Maret 2014.

Azhar, Rofa Yulia. 2012. Proses Pembuatan Cat dan Bahaya yang
Ditimbulkannya,

[online]

http://www.rofayuliaazhar.com/2012/06/artikel-proses-pembuatancat-dan-bahaya.html diakses pada tanggal 27 Maret 2014.


Susyanto,

Heri.

2009.

Tentang

Cat,

[online]

www.oocities.org/heri_susyanto/Resin.htm diakses pada tanggal 27


Maret 2014.
Abdurrahman, D. (2008). Biologi Kelompok Pertanian dan Kesehatan
untuk kelas XI Sekolah Menengah Kejuruan. Bandung: Grafindo
Media Pratama.
Hernadewita. (2007). Penanganan Limbah Industri Cat Ditinjau Dari Sisi
Clean Technology Dalam Manajemen Industri. Jurnal Teknik Mesin,
Vol 4 No 2.
Badan POM RI. 2011. Formaldehid. Jakarta: Badan POM RI
Naria, Evi. 2004. Risiko pemajanan formaldehid sebagai bahan pengawet
tekstil di lingkungan kerja. Medan : FKM USU.
Niendya, Arief, dkk. 2011. Rasio Bobot Hepar-Tubuh Mencit (Mus musculus
L.) setelah Pemberian Diazepam, Formalin, dan Minuman Beralkohol.
Buletin Anatomi dan Fisiologi. UNDIP
Sari,

Fitri

Arlia.

2013.

Efek

Toksikologi

Formaldehid.

https://www.scribd.com/doc/119141991/efek-toksikologiFormaldehid#download, diakses pada 10 Desember 2014


R, Hindersah dan N.N, Kamaluddin. 2013. Pengaruh Timbal Terhadap Kepadatan Sel dan
Kadar Ekspolisakarida Kultur Cair Azetobacter. Bionatura Jurnal Ilmu Ilmu Hayati dan
Fisik ISSN 1411-0903. Vol. 15 No. 3, November 2013
Ismawati, Yuyun.,dkk. 2013. Laporan Nasional Timbal dalam Cat Enamel Rumah Tangga di
Indonesia. Bali Fokus dan IPEN: Jakarta

Isradji, Israhnanto. 2010. Pengaruh Pemberian Pb-Asetat Terhadap Fertilitas Mencit Jantan,
dimonitor Melalui Jumlah Kebuntingan dan Jumlah Anak Sekelahiran. Fakultas
Kedokteran. Universitas Islam Sultan Agung. Semarang. Vol. 2 No. 2
Material Safety Data Sheet. Lead MSDS. Chemical and Laboratory Equipment. Diakses
tanggal 17 Oktober 2014. Pukul 01.30 WIB. Tersedia www.sciencelab.com/msds.php?
msdsId=9927204
Palar, H. 1994. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Jakarta: Rineka Cipta
Shilu Tong, Yasmin E. Von Schirnding, Taippawan Propamontol. 2000. Bulletin of The World
Health Organization Environmental Lead Exposure, a Public Health Problem of
Global Dimension

Widowati, Wahyu dkk. 2008. Efek Toksik Logam Pencegahan dan Penanggulangan
Pencemaran. Yogyakarta: Penerbit ANDI Yogyakarta

You might also like