Professional Documents
Culture Documents
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN MUNASABAH
Secara etimologis, munasabah berarti al-musykalah dan al-muqarabah yang berarti
saling menyerupai dan saling mendekati. Secara terminologis, munasabah berarti adanya
keserupaan dan kedekatan diantara berbagai ayat, surat dan kalimat yang mengakibatkan adanya
hubungan. Hubungan tersebut bisa berbentuk keterkaitan makna ayat-ayat dan macam-macam
hubungan atau keniscayaan adalah pikiran, seperti hubungan sebab dan musabab, hubungan
kesetaraan dan hubungan perlawanan, munasabah juga dapat dalam bentuk penguatan,
penafsiran dan penggantian.
Adapun pengertian munasabah yang lain adalah pengertian yang dikemukakan oleh para
imam yaitu: Adapun menurut pengertian terminologi, munasabah dapat didefinisikan sebagai
berikut:
Menurut az-zarkasyi, munasabah adalah suatu hal yang dapat dipahami. Tatkala di
hadapkan pada akal, pasti akal itu akan menerimanya.
Menurut Manna al-Qaththan, munasabah adalah sisi keterikatan antara beberapa
ungkapan di dalam suatu ayat, atau antara ayat pada beberapa ayat, atau antara surat di
dalam al-Quran.1[1]
Menurut Ibnu al-Arabi, munasabah keterikatan ayat-ayat al-Quran sehingga seolah-olah
merupakan satu ungkapan yang mempunyai satu kesatuan makna dan keteraturan redaksi.
Selain itu, menurut Manna al-Qaththan munasabah adalah sisi keterikatan antara beberapa
ungkapan di dalam suatu ayat, atau antar ayat pada beberapa ayat atau antar surat dalam alQuran. M. Quraisy Shihab memberi pengertian munasabah sebagai kemiripan-kemiripan yang
terdapat pada hal-hal tertentu dalam al-Quran, baik surat maupun ayat-ayatnya yang
menghubungkan uraian satu ayat dengan yang lainnya. Al-Biqai menjelaskan bahwa ilmu
munasabah al-Quran adalah suatu ilmu yang mengetahui alasan-alasan yang menyebabkan
susunan atau urutan-urutan bagian al-Quran, baik ayat dengan ayat ataupun surat dengan surat.
Dengan demikian pembahasan munasabah adalah berkisar pada segala macam hubungan yang
ada : seperti hubungan umum atau khusus, rasional dan sensual atau imajinatif, kausalitas, illat
dan malul, kontradiksi dan sebagainya.
Timbulnya ilmu munasabah ini tampaknya bertolak dari fakta sejarah bahwa susunan ayat
dan tertib surat demi surat al-Quran sebagaimana yang terdapat dalam mushaf sekarang
(Mushaf Usmani atau Mushaf Imam), tidak didasarkan fakta kronologis. Kroologis turunnya
ayat-ayat atau surat-surat al-Quran tidak diawali dengan Q. S al-Fatihah, tetapi diawali dengan
lima ayat pertama dari Q. S al-Alaq. Surat yang kedua turun adalah Q. S al-Muddatsir.
Sementara surat kedua dalam mushaf yang digunakan sekarang adalah Q. S al-Baqoroh.
B. MACAM-MACAM MUNASABAH
Berdasarkan kepada beberapa pengertian sebagaimana yang telah dikemukakan di atas,
pada prinsipnya munasabah al-Quran mencakup hubungan antar kalimat, antar ayat, serta antar
surat. Macam-macam hubungan tersebut apabila diperinci akan menjadi sebagai berikut :
1. Munasabah antara surat dengan surat.
1
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
(dengan spesifik tema tentang tatanan kehidupan rumah tangga). Kata Nisa yang
berarti kaum wanita adalah irrig keharmonisan rumah tangga.
e. Nama diambil dari huruf-huruf tertentu yang terletak dipermulaan surat,
sekaligus untuk menuntut perhatian khusus terhadap ayat-ayat di dalamnya yang
memakai huruf itu. Contohnya : Thaha, Yasin, Shad, dan Qaf.
3. Munasabah Antara Satu Kalimat dengan Kalimat Lainnya dalam Satu Ayat
Munasabah antara satu kalimat dengan kalimat yang lainnya dalam satu ayat dapat dilihat
dari dua segi. Pertama adanya hubungan langsung antar kalimat secara konkrit yang jika hilang
atau terputus salah satu kalimat akan merusak isi ayat. Identifikasi munasabah dalam tipe ini
memperlihatkan irri-ciri takid / tasydid (penguat / penegasan) dan tafsir / itiradh (interfretasi
/penjelasan dan cirri-cirinya). Contoh sederhana takid :
"" , diikuti "( " Q.S al-Baqarah / 2:24).
Contoh tafsir:
Kemudian diikuti dengan (1:17/ )
Kedua masing-masing kalimat berdiri sendiri, ada hubungan tetapi tidak langsung secara
konkrit, terkadang ada penghubung huruf athaf dan terkadang tidak ada. Dalam konteks ini,
munasabahnya terletak pada :
a. Susunan kalimat-kalimatnya berbentuk rangkaian pertanyaan, perintah dan atau
larangan yang tak dapat diputus dengan fashilah. Salah satu contoh :
(25 ___ ___ )
b. Munasabah berbentuk istishrad (penjelasan lebih lanjut). Contoh :
(189 ___ ___ )
c. Munasabah berbentuk nazhir / matsil (hubungan sebanding) atau mudhaddah /
takis (hubungan kontradiksi). Contoh :
(177 ___ ___)
4. Munasabah Antara Ayat dengan Ayat dalam Satu Surat
Untuk melihat munasabah semacam ini perlu diketahui bahwa ini didaftarkan pada
pandangan datar yaitu meskipun dalam satu surat tersebar sejumlah ayat, namun pada hakikatnya
semua ayat itu tersusun dengan tertib dengan ikatan yang padu sehingga membentuk fikiran serta
jalinan informasi yang sistematis. Untuk menyebut sebuah contoh, ayat-ayat di awal Q. S alBaqarah : 1 20 memberikan sistematika informasi tentang keimanan, kekufuran, serta
kemunafikan. Untuk mengidentifikasikan ketiga tipologi iman, kafir dan nifaq, dapat ditarik
hubungan ayat-ayat tersebut.
Misalnya surat al-Muminun dimulai dengan :
Artinya : Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman.
Kemudian dibagian akhir surat ini ditemukan kalimat
Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu tidak beruntung.
5. Munasabah Antara Penutup Ayat dengan Isi Ayat Itu Sendiri
Munasabah pada bagian ini, Imam al-Sayuthi menyebut empat bentuk yaitu al-Tamkin
(mengukuhkan isi ayat), al-Tashdir (memberikan sandaran isi ayat pada sumbernya), al-Tawsyih
(mempertajam relevansi makna) dan al-Ighal (tambahan penjelasan). Sebagai contoh :
Munasabah al-Quran diketahui berdasarkan ijtihad, bukan melalui petunjuk Nabi (tauqifi).
Setiap orang bisa saja menghubung-hubungkan antara berbagai hal dalam kitab al-Quran.
C. URGENSI DAN MANFAAT MEMPELAJARI MUNASABAH
Mengenai hubungan antara suatu ayat / surat dengan ayat / surat lain (sebelum /
sesudahnya), tidaklah kalah pentingnya dengan mengetahui sebab nuzulul ayat. Sebab
mengetahui adanya hubungan antara ayat-ayat dan surat itu dapat pula membantu kita
memahami dengan tepat ayat-ayat dan surat-surat yang bersangkutan. Ilmu al-Quran mengenai
masalah ini disebut :
Ilmu ini dapat berpesan mengganti Ilmu Asbabun Nuzul, apabila kita tidak dapat
mengetahui sebab turunnya suatu ayat, tetapi kita bisa mengetahui adanya relevansi ayat itu
dengan ayat lainnya. Sehingga di kalangan ulama timbul masalah : mana yang didahulukan
antara mengetahui sebab turunnya ayat dengan mengetahui hubungan antara ayat itu dengan ayat
lain. Seorang ulama bernama Burhanuddin al-Biqai menyusun kitab yang sangat berharga dalam
ilmu ini, yang diberi nama :
Ada beberapa pendapat di kalangan ulama tentang : Ada yang berpendapat, bahwa setiap /
surat selalu ada relevansinya dengan ayat / surat lain. Adapula yang berpendapat, bahwa itu tidak
selalu ada hanya memang sebagian besar ayat-ayat dan surat-surat ada hubungannya satu sama
lain. Di samping itu, ada yang berpendapat, bahwa mudah mencari hubungan antara suatu ayat
dengan ayat lain, tetapi sukar sekali mencari hubungan antara suatu surat dengan surat lain.
Segolongan dari antara para ulama Islam ada yang berpendapat, bahwa ayat-ayat al-Quran
itu satu dengan yang lain tidak ada hubungannya. Tetapi segolongan dari antara para ulama Islam
ada yang berpendapat, bahwa ayat-ayat al-Quran itu satu dengan yang lain ada hubungannya.
Golongan yang pertama beralasan : oleh karena ayat-ayat al-Quran itu di dalam suratsuratnya tidak dijadikan berbab-bab dan berpasal-pasal dan pada nampaknya memang tidak
teratur, bahkan kadang didapati satu ayat yang berisi perintah dengan satu ayat lain yang berisi
larangan, yang di antaranya sudah diselingi ayat lain yang berisi qisshah, maka tidak mungkin
jadi ayat-ayat itu satu dengan yang lain ada hubungannya. Selanjutnya dikatakan pula oleh
mereka : Bahwa perbuatan orang yang memperhubungkan suatu ayat dengan ayat yang lain itu,
adalah suatu perbuatan yang memberatkan diri sendiri.
Golongan yang kedua beralasan : oleh karena letak tiap-tiap ayat dan surat al-Quran itu
dari sejak diturunkan sudah diatur dan ditertibkan oleh Allah SWT dan Nabi SAW, tinggal
memerintahkan kepada para penulisnya pada waktu ayat-ayat itu diturunkan tentang letak dan
tempatnya tiap-tiap ayat dan surat, maka sudah barang tentu pimpinan yang sedemikian itu
mengandung arti, bahwa tiap-tiap ayat di dalam al-Quran itu satu dengan lainnya ada
hubungannya.selanjutnya oleh mereka dikatakan : Bahwa sekalipun pada lahirnya ayat-ayat alQuran itu tidak teratur dan tidak tersusun, tetapi dalam hakikatnya sangat teratur dan tersusun
rapi.
Kriteria / ukuran untuk menetapkan ada / tidaknya munasabah (relevansi) antara ayat-ayat
dan antara surat-surat adalah tamatsul dan tasyabuh (persamaan / persesuaian) antara maudhumaudhunya. Maka apabila ayat-ayat / surat-surat itu mengenai hal-hal yang ada kesamaan /
kesatuan yang berhubungan ayat-ayat permulaannya dengan ayat-ayat penghabisannya maka
terdapatlah munasabah / relevansi antara antara ayat-ayat atau surat-surat secara logis dan dapat
diterima. Dan apabila mengenai ayat-ayat / surat-surat yang berbeda-beda sebab turunnya dan
tentang hal-hal yang tidak sama atau serupa, maka sudah tentu tidak ada munasabah / relevansi
antara ayat-ayat / surat-surat itu.
Dengan kriteria tersebut, maka dapat dibayangkan bahwa letak / titik persesuaian
(munasabah / relevansi)antara ayat-ayat dan antara surat-surat itu kadang-kadang tampak jelas
dan kadang-kadang tidak tampak, dan bahwa jelasnya letak munasabah antara ayat-ayat itu
sedikit kemungkinannya, sebaliknya terlihatnya dengan jelas letak munasabah antara surat-surat
itu jarang sekali kemungkinannya. Dan hal ini disebabkan karena pembicaraan mengenai suatu
hal jarang bisa sempurna hanya dengan satu ayat saja. Karena itu berturut-turut beberapa ayat
mengenai satu maudhu untuk mengutarakan dan menerangka atau untuk
menghubungkan dan memberi penjelasan atau untuk mengecualikan dan
mengkhususkan atau untuk menengahi dan mengakhiri pembicaraan
sehingga ayat-ayat yang beriring-iringan itu merupakan satu kelompok ayat yang sebanding dan
serupa.
Kedua pendapat itu baiknya kita pikirkan bersama, karena keduanya adalah dari buah
pikiran mereka masing-masing. Hanya kami berpendapat dan berpendirian, bahwa kemungkinan
besar ayat-ayat yang tertulis di dalam tiap-tiap surat al-Quran itu ada hubungannya satu dengan
yang lain.
BAB III
A. KESIMPULAN
Setiap penyusunan ayat, surat, maupun juz dalam al-Quran memiliki keterkaitan antara
satu dengan yang lainnya. Maka, mempeajari munasabah akan sangat membantu dalam
penafsiran maupun pemahaman kandungan ayat dan surat dalam al-Quran. Munasabah
sangatlah berperan dalam menafsirkan al-Quran karena tanpa mempelajari dan mengetahui
munasabah, akan sangat sulit untuk menguak isi kandungan dalam setiap ayat karena tidak
semua ayat bisa dipahami secara komprehensif hanya dengan mengetahui asbab an-Nuzulnya
saja.
Namun sayangnya, banyak yang tidak mengetahui ilmu ini dan terkesan menomorduakan
denga asbab an-Nuzul dalam al-Quran. Padahal, penguasaan atas munasabah akan sangat
membantu dalam penyimpulan dan penafsiran al-Quran. Mempelajari munasabah tidak hanya
akan menambah wawasan saja, akan tetapi juga akan melatih kepekaan seseorang untuk melihat
suatu kaitan dalam berbagai hal.