Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Seksualitas bagi manusia adalah pembentukan ikatan, untuk mengekspresikan dan
meningkatkan cinta antara dua orang, dan untuk mendapatkan keturunan. Seksualitas
bukan hanya berkaitan dengan jenis kelamin fisik, koitus atau nonkoitus, dan sesuatu yang
kurang dari tiap aspek perilaku diarahkan untuk mendapatkan kesenangan. Normalnya
seksualitas adalah
pasangannya, dan stimulasi organ seks primer termasuk koitus tanpa disertai rasa bersalah,
atau kecemasan, dan tidak kompulsif. Pada beberapa konteks seks di luar pernikahan,
masturbasi, dan berbagai bentuk stimulasi seksual terhadap organ selain seksual primer
mungkin masih dalam batas normal.1,2
Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder edisi keempat
(DSM-IV) diklasifikasi menjadi tiga garis besar yaitu Disfungsi Seksual, Parafilia dan
Gangguan Identitas Gender. Parafilia adalah perangsangan seksual terhadap stimulus yang
menyimpang. Parafilia yang pada PPDGJ disebut sebagai gangguan preferensi seksual
(F65). 3,4
Parafilia atau gangguan preferensi seksual merupakan istilah untuk segala sesuatu
mengenai kebiasaan seksual, gairah seksual, atau kepuasan terhadap perilaku seksual yang
tidak lazim dan ekstrim khususnya pada stimulasi atau tindakan seksual yang menyimpang
dari kebiasaan seksual normal. Individu seperti ini mampu mendapatkan pengalaman
dalam kenikmatan seksual, namun mereka tidak memiliki respon terhadap stimulasi yang
secara normal dapat menimbulkan gairah seksual.1
Parafilia atau gangguan preferensi seksual digunakan orang untuk melepaskan
kecemasan atau frustrasi mereka. Biasanya tindakan ini diikuti dengan gairah dan orgasme
dan dicapai dengan masturbasi dan fantasi. Gangguan ini kurang dikenali oleh masyarakat
dan sering sulit untuk diobati. Hal ini karena orang yang memiliki gangguan ini
menyembunyikan masalah mereka disebabkan oleh perasaan rasa bersalah, malu dan
sering tidak bekerjasama dengan profesi medis. Parafilia dapat merupakan parafilia dengan
kebiasaan mendekati normal sampai kebiasaan yang merusak atau menyakiti diri sendiri
ataupun diri sendiri dan pasangan, dan pada akhirnya menjadi kebiasaan yang dianggap
merusak dan mengancam komunitas yang lebih luas.1,2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
mencakup ketertarikan seksual terhadap objek yang tidak wajar atau aktivitas seksual yang
tidak pada umumnya. 5
Parafilia (paraphilia) berasal dari bahasa Yunani yaitu para yang artinya "pada sisi
lain", dan philos artinya "mencintai". Parafilia adalah gangguan seksual yang ditandai oleh
khayalan seksual yang khusus dan desakan serta praktek seksual yang kuat, biasanya
berulang kali dan menakutkan.5
2.2
KLASIFIKASI
Parafilia Menurut Diagnostic And Statistical Manual Of Mental Disorder Edisi
Ekshibisionisme
Fetishisme
Froteurisme
Pedofilia
Masokisme Seksual
Sadisme Seksual
Voyeurisme
Fetishisme Transvestik
Parafilia
Lain
yang
Tidak
2.3
F65.0 Fetihisme
F65.1 Tranvetisme Fetihistik
F65.2 Ekshibisionisme
F65.3 Voyeurisme
F65.4 Pedofilia
F65.5 Sadomasokisme
F65.6 Gangguan Preeferensi
Multipel
F65.8 Gangguan Preferensi Seksual Lainya
F65.9 Gangguan Preferensi Seksual YTT
Seksual
EPIDEMIOLOGI
Parafilia dipratekkan oleh sejumlah kecil populasi. Tetapi, sifat gangguan yang
kasus parafilia yang dikenali secara hukum, pedofilia adalah jauh lebih sering
dibandingkan yang lainnya. Voyeurisme memiliki resiko yang tidak besar. 20% wanita
dewasa telah menjadi sasaran orang dengan ekshibisionisme dan voyeurisme. Masokisme
seksual dan sadisme seksual
Faktor Biologis1,2,5
Beberapa studi mengidentifikasi temuan organik abnormal pada orang dengan
parafilia. Di antara pasien yang dirujuk ke pusat medis besar, yang memiliki temuan
organik positif mencakup 74 % pasien dengan kadar hormone abnormal, 27 % dengan
tanda neurologi yang ringan atau berat, 24 % dengan kelainan kromosom, 9 % dengan
kejang, 9 % dengan disleksia, 4 % dengan EEG abnormal, 4 % dengan gangguan jiwa
berat, 4 % dengan cacat mental. Tes psikofisiologis telah dikembangkan untuk mengukur
ukuran volumemetrik penis sebagai repon stimulasi parafilia dan nonparafilia. Prosedur
dapat digunakan dalam diagnosis dan pengobatan, tetapi memiliki keabsahan diagnostik
yang diragukan karena beberapa laki-laki dapat menekan respon erektilnya.
Karena sebagian besar orang yang mengidap parafilia adalah laki-laki, terdapat
spekulasi bahwa androgen berperan dalam gangguan ini. Berkaitan dengan perbedaan
dalam otak, suatu disfungsi pada lobus temporalis dapat memiliki relevansi dengan
sejumlah kecil kasus eksibisionisme.
Teori Behavioural (Kelakuan atau Perilaku)5
Berdasarkan teori ini, parafilia disebabkan oleh proses conditioning. Jika objek
nonseksual dipakai sering dan diulang-ulang untuk aktivitas seksual maka akan
mengakibatkan objek tersebut menjadi sexually arousing. Tidak harus dengan adanya
dorongan positif tapi bisa disebabkan oleh dorongan negatif. Misalnya jika anak laki-laki
suka membanggakan penisnya ketika ereksi maka ibunya akan memarahinya, akibat dari
itu, anak merasa bersalah dan malu dengan kelakuan seksual normal.
Pedofilia, ekshibisionisme dan vouyerisme merupakan akibat dari perilaku yang
beresiko dilakukan secara berulang-ulang. Conditioning bukan satu-satunya hal yang
berperan pada perkembangan parafilia. Hal yang juga berpengaruh adalah kepercayaan
diri yang rendah. Ini sering dijumpai pada pasien parafilia.
Teori Dawkin dan Darwin (Teori Transmisi Gen)6
Parafilia dipengaruhi oleh lingkungan dan genetik. Anak yang aktif secara seksual
pada usia muda akan cenderung aktif secara seksual pada remaja. Hal ini dipengaruhi oleh
DNA dan akan diturunkan kepada anak- anaknya.
Pada parafilia atau gangguan preferensi seksual terjadi gangguan hasrat untuk
mencapai orgasmenya. Siklus respon seksual normal sebagai berikut: 1
4
Fase 1 (hasrat/desire)
Fase ini ditandai oleh khayalan seksual dan hasrat untuk melakukan aktivitas seksual.
Fase 2 (dorongan atau gairah seksual)
Fase ini disebabkan oleh stimuli psikologis (khayalan atau objek yang dicinta) atau stimuli
fisiologis (membelai atau mencium) atau kombinasi, terdiri atas perasaan senang yang
subjektif. Selama fase ini, terjadi pembendungan pembuluh darah penis menimbulkan
ereksi pada laki-laki dan lubrikasi vagina pada wanita, ukuran testis membesar, saluran
vagina kontriksi serta laju denyut jantung, pernapasan, tekanan darah meningkat.
Fase 3(orgasme)
Terdiri dari memuncaknya kesenangan seksual dengan pelepasan ketegangan seksual serta
kontraksi ritmik otot perineum dan organ reproduksi pelvis. Perasaan subjektif ejakulasi
yang tidak dapat ditahan mencetuskan orgasme pada laki-laki. Kemudian diikuti
pengeluran semen. Biasanya disertai dengan kesadaran berkabut.
Fase 4 (resolusi)
Resolusi terjadi mengempisnya pembuluh darah genitalia yang membuat tubuh kembali
istirahat. Jika orgasme terjadi maka resolusi terjadi cepat ditandai dengan perasaan senang,
relaksasi menyeluruh dan relaksasi otot. Jika tidak terjadi orgasme resolusi berlansung 2-6
jam dan disertai iritabilitas dan rasa tidak nyaman.
2.5
MANIFESTASI KLINIS
Gejala utama dari parafilia adalah dorongan, fantasi, dan rangsangan yang terjadi
Obyek-obyek yang bukan manusia (sepatu, baju dalam, bahan kulit atau karet).
Menyakiti diri sendiri atau menghina mitra sendiri.
Individu-individu yang tidak diperbolehkan menurut hukum (anak-anak, orang
JENIS FETISHISME
Fetisisme terdiri dari beberapa jenis yang dapat dibagi kepada fetisisme dan
fetisisme transvestik. Selain itu, terdapat juga jenis-jenis fetisisme lain seperti: 5,7
yang didapat dari benda- benda seperti bulu, balon, celana dalam perempuan, sepatu tumit
tinggi, karet dan banyak lagi.7
2.6.1.4
GAMBARAN KLINIS
KRITERIA DIAGNOSIS
penting lainnya.
Objek fetish bukan perlengkapan pakaian wanita yang digunakan pada crossdressing (berpakaian lawan jenis) seperti pada fetishisme transvestik atau alat-alat
yang dirancang untuk tujuan stimulasi taktil pada genital, misalnya sebuah vibrator.
2.6.2
2.6.2.1
TRANSVESTISME FETISHISTIK
DEFINISI
Mengenakan pakaian dari lawan jenis dengan tujuan pokok untuk mencapai
kepuasaan seksual
Gangguan ini harus dibedakan dari fetihisme (F65.0) dimana pakaian sebagai
objek fetish bukan hanya sekedar dipakai, tetapi juga untuk menciptakan
penampilan seorang dari lawan jenis kelaminya. Biasanya lebih dari satu jenis
barang yang dipakai dan seringkali suatu perlengkapan yang menyeluruh, termasuk
seksual menurun
Adanya riwayat transvetisme fetihistik biasanya dilaporkan sebagai suatu fase awal
oleh para penderita transeksualisme dan kemungkinan merupakan suatu stadium
dalam perkembangan transeksualisme.
selama atau setelah peristiwa. Dinamika laki-laki dengan eksibisonisme adalah untuk
menegaskan maskulinitas mereka dengan menunjukkan penis dan dengan melihat reaksi
korbanketakutan, kaget, jijik.1
Kriteria diagnosis eksibisionisme menurut DSM-IV-TR adalah:3
A. Untuk periode waktu sedikitnya 6 bulan, terdapat khayalan yang merangsang secara
seksual, dorongan atau perilaku seksual yang intens dan berulang yang melibatkan
menunjukkan alat kelamin seseorang pada orang asing yang tidak menduganya.
B. Orang tersebut telah melakukan dorongan seksual ini, atau dorongan atau khayalan
seksual menimbulkan penderitaan yang nyata atau kesulitan interpersonal.
Sedangkan menurut PPDGJ-III, pedoman diagnosis eksibisonisme adalah:4
Kecenderungan yang berulang atau menetap untuk memamerkan alat kelamin kepada
asing (biasanya lawan jenis kelamin) atau kepada orang banyak di tempat umum, tanpa
ajakan atau niat utuk berhubungan lebih akrab.
2.6.4
VOYEURISME
2.6.4.1 DEFINISI
Pada voyeurisme, seseorang akan terangsang jika melihat orang lain yang
menanggalkan pakaiannya, telanjang atau sedang melakukan hubungan seksual.1
Voyeurisme merupakan kegiatan mengintip yang menggairahkan bukan merupakan
aktivitas seksual dengan orang yang dilihat. Voyeurisme dalam tingkat tertentu sering
10
terjadi pada anak laki-laki dan pria dewasa dan masyarakat seringkali menilai perilaku
dalm bentuk ringan ini sebgai sesuatu yang normal. Tetapi sebagai suatu kelainan
voyeurism merupakan metode aktivitas seksual yang lebih disukai oleh penderita yang menghabiskan
waktu berjam-jam untuk mengintip korabannya.
Sebagian
besar
penderita
pria. Salah satu kriteria yang merupakan ciri khas dari voyeurisme, yaitu melihat
adalah
secara
sembunyi-sembunyi.5
2.6.4.2 KRITERIA DIAGNOSIS
Kriteria diagnosis menurut PPDGJ-III, pedoman diagnosis pedofilia adalah:4
1. Kecenderungan yang berulang dan menetap untuk melihat orang yang sedang
berhubungan seksual atau berperilaku intim seperti sedang menanggalkan
pakaian
2. Hal ini biasanya menjurus kepada rangsangan seksual dan masturbasi yang
dilakukan tanpa orang yang di intip menyadarinya
2.6.5
2.6.5.1
PEDOFILIA
DEFINISI
Pedophilia adalah kecenderungan untuk melakukan aktivitas seksual dengan anakanak kecil. Dengan kata lain , pedofilia diartikan sebagai keinginan untuk melakukan
aktivitas seksual dengan anak yang berusia dibawah 13 tahun. Seseorang dengan diagnosis
pedofilia, setidaknya berusia 16 tahun dan biasanya minimal 5tahun lebih tua daripada
korban. Penderita sangat terganggu dan pikirannya dipenuhi dengan khayalan seksual
11
secara
seksual, adanya dorongan seksual, atau perilaku berulang dan kuat berupa
aktifitas seksual dengan anak prapubertas atau anak-anak (biasanya berusia 13 tahun
atau kurang).
menyumbat mitra seksualnya dengan cara yang rumit. Pada kasus yang berat, penderita
13
bisa menyiksa, memotong, mencambuk, memasang kejutan listrik atau membunuh mitra
seksualnya.5,7
2.6.6.2 KRITERIA DIAGNOSIS
Kriteria diagnosis Sadomasokisme menurut DSM-IV-TR adalah:3
14
2.6.7
FROTEURISME
2.6.8
Nekrofilia1
Lebih senang berhubungan seksual dengan mayat. Hal ini biasanya terjadi pada laki-laki
Skatologia Telepon1
Pencapaian kepuasan seks dengan cara tak lazim seperti dengan telpon (telpon cabul)
Pygmalionisme
Lebih senang berhubungan seksual dengan manikin/patung/boneka.
Zoofilia1
15
2.7
PENCEGAHAN
Pencegahan Sendiri :5
Stress reduction secara tepat. Tidak melakukan aktivitas seksual yang aneh-aneh sebagai
pelampiasan stres. Lakukan hal-hal positif agar penyaluran stres tidak merusak perilaku
dan kebiasaan lainnya, perilaku menyimpang dapat teradiktif bila penyaluran stres
dengan aktivitas seksual setiap kali dilakukan bila stress menimpa.
Perkuatkan iman, bagaimanapun iman merupakan benteng terbaik sebagai pencegahan
penyimpangan perilaku.
Self control : Mengontrol dorongan, mencoba atau pengaruh teman dengan penuh
kesadaran dan pengetahuan akan dampak-dampak buruk dari perilaku tersebut
Tidak melihat pornografi yang bebas bisa di dapat dari internet atau media lainnya.
Membiasakan hidup sehat untuk mengurang stres, termasuk olahraga teratur, nutrisi yang
seimbang dan pengalaman spiritual dan religius.
2.8
TERAPI
ataupun kambuh (sebagai contohnya, penolakan yang nyata atau dikhayalkan). Psikoterapi
juga memungkinkan pasien meraih kembali harga diri serta pecaya dirinya dan
memperbaiki kemampuan interpersonal untuk hidup dengan pasanganya dan menemukan
metode yang dapat diterima untuk mendapatkan kepuasan seksual. Terapi kelompok juga
berguna.1,5
Terapi cognitive-perilaku
Digunakan untuk mengintervensi pola parafilia yang terbentuk dan memodifikasi
tingkah laku pasien. Intervensi ini termasuk pelatihan kemampuan sosial, edukasi seksual,
pembangunan kembali kognitif, mengembangkan empati. Dapat menggunakan stimuli
yang menakutkan, seperti kejutan listrik atau bau yang menyengat, telah dipasangkan
dengan impuls tersebut, yang selanjutnya menghilang.1
Psikoanalisis
Terapi psikoanalisis ini berupaya untuk menempatkan pengalaman trauma bawah
sadar yang menyebabkan awal timbulnya parafilia. Dengan membawa pengetahuan bawah
sadar pada suara hati, lalu mendorong pasien mampu bekerja dengan traumanya secara
rasional dan emosional, ia akan terbebas dari masalahnya. Tidak seperti halnya terapi
kognitif, psikoanalisis ini menangani penyebabnya itu sendiri. Ada berbagai upaya yang
dapat dilakukan pada analisis proses ini, mencakup terapi bicara, analisis mimpi, dan
terapi bermain. Mana metode yang akan dipilih tergantung pada permasalahan itu sendiri,
sikap dan reaksi pasien terhadap metode tertentu, dan edukasi oleh ahli terapi.5
Terapi obat
Medikamentosa terdiri dari jenis obat yang dapat menghambat jumlah steroid seks
melebihi jumlah testosteron yang dimiliki pria dan estrogen yang dimiliki wanita. Dengan
menurunkan steroid, hasrat seksual berkurang. Dengan demikian, pasien bisa mencapai
kemampuan mengontrol fetish dan memproses pemikirannya yang dapat membantu
mengabaikan fetishnya dan kembali ke rutinitas sehari-hari. 1
Antiandrogen,
seperti ciproterone
acetate
dan
medroxiprogesterone
17
18
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Sadock, BJ. Kaplan & Sadocks. Buku ajar psikiatri klinis. Edisi ke-10.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. Jakarta : EGC; 2007
2. Bannon, G.E. & Carroll, K.S. Paraphilias (serial online) 2008. Diunduh dari
URL: http://emedicine.medscape.com/article/291419-clinical [diakses 23
Februari 2016].
3. American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Mannual of
Mental Disorder Ed 4th (DSM-IV). Washington DC: American Psychiatric
Association; 2000
4. Maslim, R. Buku Saku: Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan ringkas
dari Pedoman Penggolongan Dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III
(PPDGJ-III),. Edisi 1. Jakarta : Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika
Atma Jaya; 2001.
5. Davison, G.C., Neale, J.M., Kring, A.M. Psikologi Abnormal. Edisi ke-9.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada; 2006.
6. Brown, G. R. Paraphilias. 2010. Diunduh dari URL:
http://www.merckmanuals.com/professional/sec15/ch203/ch203c.html. [diakses 23
Februari 2016].
7. Fahmy, A. Seksual Masochism and Seksual Sadism. Diunduh dari URL:
http://www.minddisorders.com/Py-Z/Sexual-sadism.html. [diakses 23 Des
2016]
20