You are on page 1of 20

BAB I

PENDAHULUAN
Seksualitas bagi manusia adalah pembentukan ikatan, untuk mengekspresikan dan
meningkatkan cinta antara dua orang, dan untuk mendapatkan keturunan. Seksualitas
bukan hanya berkaitan dengan jenis kelamin fisik, koitus atau nonkoitus, dan sesuatu yang
kurang dari tiap aspek perilaku diarahkan untuk mendapatkan kesenangan. Normalnya
seksualitas adalah

hasrat, perilaku yang menimbulkan kenikmatan pada dirinya dan

pasangannya, dan stimulasi organ seks primer termasuk koitus tanpa disertai rasa bersalah,
atau kecemasan, dan tidak kompulsif. Pada beberapa konteks seks di luar pernikahan,
masturbasi, dan berbagai bentuk stimulasi seksual terhadap organ selain seksual primer
mungkin masih dalam batas normal.1,2
Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder edisi keempat
(DSM-IV) diklasifikasi menjadi tiga garis besar yaitu Disfungsi Seksual, Parafilia dan
Gangguan Identitas Gender. Parafilia adalah perangsangan seksual terhadap stimulus yang
menyimpang. Parafilia yang pada PPDGJ disebut sebagai gangguan preferensi seksual
(F65). 3,4
Parafilia atau gangguan preferensi seksual merupakan istilah untuk segala sesuatu
mengenai kebiasaan seksual, gairah seksual, atau kepuasan terhadap perilaku seksual yang
tidak lazim dan ekstrim khususnya pada stimulasi atau tindakan seksual yang menyimpang
dari kebiasaan seksual normal. Individu seperti ini mampu mendapatkan pengalaman
dalam kenikmatan seksual, namun mereka tidak memiliki respon terhadap stimulasi yang
secara normal dapat menimbulkan gairah seksual.1
Parafilia atau gangguan preferensi seksual digunakan orang untuk melepaskan
kecemasan atau frustrasi mereka. Biasanya tindakan ini diikuti dengan gairah dan orgasme
dan dicapai dengan masturbasi dan fantasi. Gangguan ini kurang dikenali oleh masyarakat
dan sering sulit untuk diobati. Hal ini karena orang yang memiliki gangguan ini
menyembunyikan masalah mereka disebabkan oleh perasaan rasa bersalah, malu dan
sering tidak bekerjasama dengan profesi medis. Parafilia dapat merupakan parafilia dengan
kebiasaan mendekati normal sampai kebiasaan yang merusak atau menyakiti diri sendiri
ataupun diri sendiri dan pasangan, dan pada akhirnya menjadi kebiasaan yang dianggap
merusak dan mengancam komunitas yang lebih luas.1,2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

DEFINISI GANGGUAN PREFERENSI SEKSUAL ATAU PARAFILIA


Gangguan preferensi seksual atau parafilia adalah sekelompok gangguan yang

mencakup ketertarikan seksual terhadap objek yang tidak wajar atau aktivitas seksual yang
tidak pada umumnya. 5
Parafilia (paraphilia) berasal dari bahasa Yunani yaitu para yang artinya "pada sisi
lain", dan philos artinya "mencintai". Parafilia adalah gangguan seksual yang ditandai oleh
khayalan seksual yang khusus dan desakan serta praktek seksual yang kuat, biasanya
berulang kali dan menakutkan.5
2.2

KLASIFIKASI
Parafilia Menurut Diagnostic And Statistical Manual Of Mental Disorder Edisi

Revisi IV (DSM-IV-TR) 1,3

Ekshibisionisme
Fetishisme
Froteurisme
Pedofilia
Masokisme Seksual

Sadisme Seksual
Voyeurisme
Fetishisme Transvestik
Parafilia
Lain
yang

Tidak

Ditentukan (NOS : Not Oherwise


Specified) contoh: Zoofilia

F65. Gangguan Preferensi Seksual Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis


Gangguan Jiwa di Indonesia Edisi III (PPDGJ III)4

2.3

F65.0 Fetihisme
F65.1 Tranvetisme Fetihistik
F65.2 Ekshibisionisme
F65.3 Voyeurisme
F65.4 Pedofilia

F65.5 Sadomasokisme
F65.6 Gangguan Preeferensi

Multipel
F65.8 Gangguan Preferensi Seksual Lainya
F65.9 Gangguan Preferensi Seksual YTT

Seksual

EPIDEMIOLOGI
Parafilia dipratekkan oleh sejumlah kecil populasi. Tetapi, sifat gangguan yang

berulang menyebabkan tingginya frekuensi kerusakan akibat tindakan parafilia. Di antara


2

kasus parafilia yang dikenali secara hukum, pedofilia adalah jauh lebih sering
dibandingkan yang lainnya. Voyeurisme memiliki resiko yang tidak besar. 20% wanita
dewasa telah menjadi sasaran orang dengan ekshibisionisme dan voyeurisme. Masokisme
seksual dan sadisme seksual

kurang terwakili dalam perkiraan prevalensi yang ada.

Zoofilia merupakan kasus yang jarang. 1


Menurut definisinya, parafilia adalah kondisi yang terjadi pada laki-laki. Lebih dari
80% penderita parafilia memiliki onset sebelum usia 18 tahun. Pasien parafilia umunya
memiliki 3 sampai 5 parafilia baik yang bersamaan atau pada saat terpisah. Kejadian
perilaku parafilia memuncak pada usia antara 15 dan 25 tahun, dan selanjutnya menurun.
Parafilia jarang terjadi pada pria umur 50 tahun, kecuali mereka tinggal dalam isolasi atau
teman yang senasib.1
2.4
ETIOPATOFISIOLOGI
Faktor Psikososial1,6
Dalam model psikoanalitik klasik, seseorang dengan parafilia adalah orang yang
gagal untuk menyelesaikan proses perkembangan normal ke arah penyesuaian
heteroseksual, tetapi model tersebut telah dimodifikasi oleh pendekatan psikoanalitik.
Kegagalan menyelesaikan krisis oedipus dengan mengidentifikasi aggressor ayah (untuk
laki-laki) atau aggressor ibu (untuk perempuan) menimbulkan baik identifikasi yang tidak
sesuai dengan orang tua dengan jenis kelamin berlawanan atau pilihan objek yang tidak
tepat untuk penyaluran libido.
Apa yang membedakan satu parafilia dengan parafilia lainnya adalah metode yang
dipilih oleh seseorang (biasanya laki-laki) untuk mengatasi kecemasan yang disebabkan
oleh: (1) kastrasi oleh ayah dan (2) perpisahan dengan ibu. Bagaimanapun kacaunya
manifestasi, perilaku yang dihasilkan memberikan jalan keluar untuk dorongan seksual
dan agresif yang seharusnya telah disalurkan kedalam perilaku seksual yang tepat.
Teori lain mengaitkan timbulnya parafilia dengan pengalaman diri yang
mengondisikan atau mensosialisasikan anak melakukan tindakan parafilia. Awitan
tindakan parafilia dapat terjadi akibat orang meniru perilaku mereka berdasarkan perilaku
orang lain yang melakukan tindakan parafilia, meniru perilaku seksual yang digambarkan
media, atau mengingat kembali peristiwa yang memberatkan secara emosional di masa
lalu. Teori pembelajaran menunjukkan bahwa karena mengkhayalkan minat parafilia
dimulai pada usia dini dan karena khayalan serta pikiran pribadi tidak diceritakan kepada
orang lain, penggunaan dan penyalahgunaan khayalan dan dorongan parafilia terus
berlangsung tanpa hambatan sampai usia tua.2
3

Faktor Biologis1,2,5
Beberapa studi mengidentifikasi temuan organik abnormal pada orang dengan
parafilia. Di antara pasien yang dirujuk ke pusat medis besar, yang memiliki temuan
organik positif mencakup 74 % pasien dengan kadar hormone abnormal, 27 % dengan
tanda neurologi yang ringan atau berat, 24 % dengan kelainan kromosom, 9 % dengan
kejang, 9 % dengan disleksia, 4 % dengan EEG abnormal, 4 % dengan gangguan jiwa
berat, 4 % dengan cacat mental. Tes psikofisiologis telah dikembangkan untuk mengukur
ukuran volumemetrik penis sebagai repon stimulasi parafilia dan nonparafilia. Prosedur
dapat digunakan dalam diagnosis dan pengobatan, tetapi memiliki keabsahan diagnostik
yang diragukan karena beberapa laki-laki dapat menekan respon erektilnya.
Karena sebagian besar orang yang mengidap parafilia adalah laki-laki, terdapat
spekulasi bahwa androgen berperan dalam gangguan ini. Berkaitan dengan perbedaan
dalam otak, suatu disfungsi pada lobus temporalis dapat memiliki relevansi dengan
sejumlah kecil kasus eksibisionisme.
Teori Behavioural (Kelakuan atau Perilaku)5
Berdasarkan teori ini, parafilia disebabkan oleh proses conditioning. Jika objek
nonseksual dipakai sering dan diulang-ulang untuk aktivitas seksual maka akan
mengakibatkan objek tersebut menjadi sexually arousing. Tidak harus dengan adanya
dorongan positif tapi bisa disebabkan oleh dorongan negatif. Misalnya jika anak laki-laki
suka membanggakan penisnya ketika ereksi maka ibunya akan memarahinya, akibat dari
itu, anak merasa bersalah dan malu dengan kelakuan seksual normal.
Pedofilia, ekshibisionisme dan vouyerisme merupakan akibat dari perilaku yang
beresiko dilakukan secara berulang-ulang. Conditioning bukan satu-satunya hal yang
berperan pada perkembangan parafilia. Hal yang juga berpengaruh adalah kepercayaan
diri yang rendah. Ini sering dijumpai pada pasien parafilia.
Teori Dawkin dan Darwin (Teori Transmisi Gen)6
Parafilia dipengaruhi oleh lingkungan dan genetik. Anak yang aktif secara seksual
pada usia muda akan cenderung aktif secara seksual pada remaja. Hal ini dipengaruhi oleh
DNA dan akan diturunkan kepada anak- anaknya.
Pada parafilia atau gangguan preferensi seksual terjadi gangguan hasrat untuk
mencapai orgasmenya. Siklus respon seksual normal sebagai berikut: 1
4

Fase 1 (hasrat/desire)
Fase ini ditandai oleh khayalan seksual dan hasrat untuk melakukan aktivitas seksual.
Fase 2 (dorongan atau gairah seksual)
Fase ini disebabkan oleh stimuli psikologis (khayalan atau objek yang dicinta) atau stimuli
fisiologis (membelai atau mencium) atau kombinasi, terdiri atas perasaan senang yang
subjektif. Selama fase ini, terjadi pembendungan pembuluh darah penis menimbulkan
ereksi pada laki-laki dan lubrikasi vagina pada wanita, ukuran testis membesar, saluran
vagina kontriksi serta laju denyut jantung, pernapasan, tekanan darah meningkat.
Fase 3(orgasme)
Terdiri dari memuncaknya kesenangan seksual dengan pelepasan ketegangan seksual serta
kontraksi ritmik otot perineum dan organ reproduksi pelvis. Perasaan subjektif ejakulasi
yang tidak dapat ditahan mencetuskan orgasme pada laki-laki. Kemudian diikuti
pengeluran semen. Biasanya disertai dengan kesadaran berkabut.
Fase 4 (resolusi)
Resolusi terjadi mengempisnya pembuluh darah genitalia yang membuat tubuh kembali
istirahat. Jika orgasme terjadi maka resolusi terjadi cepat ditandai dengan perasaan senang,
relaksasi menyeluruh dan relaksasi otot. Jika tidak terjadi orgasme resolusi berlansung 2-6
jam dan disertai iritabilitas dan rasa tidak nyaman.
2.5

MANIFESTASI KLINIS
Gejala utama dari parafilia adalah dorongan, fantasi, dan rangsangan yang terjadi

berulang-ulang dan ada kaitannya dengan :5,7

Obyek-obyek yang bukan manusia (sepatu, baju dalam, bahan kulit atau karet).
Menyakiti diri sendiri atau menghina mitra sendiri.
Individu-individu yang tidak diperbolehkan menurut hukum (anak-anak, orang

yang tidak berdaya atau pemerkosaan).


2.6
DIAGNOSIS
2.6.1
FETISHISME
2.6.1.1
DEFINISI
Fetishisme adalah kegairahan atau kepuasan seks yang didapat dari sesuatu objek.
Seseorang yang mempunyai perilaku ini mendapatkan keghairahan seksual dengan
memakai atau dengan menyentuh objek tersebut.6
2.6.1.2 EPIDEMIOLOGI

Diantara kasus-kasus parafilia, fetishisme jarang ditemukan. Orang dengan


perilaku fetishisme tidak salah disisi hukum. Orang dengan perilaku fetishisme
mengganggu jika mereka (laki-laki) mengenakan pakaian perempuan.6
Fetishisme terjadi pada laki-laki. Lebih 50 persen awitan sebelum usia 18 tahun.
Kejadian perilaku ini sering memuncak pada usia diantara 15 dan 25 tahun dan menurun
secara bertahap.1
2.6.1.3

JENIS FETISHISME

Fetisisme terdiri dari beberapa jenis yang dapat dibagi kepada fetisisme dan
fetisisme transvestik. Selain itu, terdapat juga jenis-jenis fetisisme lain seperti: 5,7

Agalmatophilia - kegairahan seksual yang timbul terhadap manekin atau patung.


Mechanophilia/Mechaphilia - kegairahan seksual yang timbul terhadap mesin.
Psychrophilia - kegairahan seksual yang timbul dari objek yang sejuk.
Salirophilia - kegairahan seksual yang timbul terhadap tanah atau kekotoran.
Mucophilia - kegairahan seksual yang timbul dari mucus.
Dendrophilia - kegairahan seksual yang timbul disebabkan seseorang yang

memiliki ketetarikan seksual terhadap pohon-pohonan


Symorophilia - kegairahan seksual yang timbul dengan melihat kecelakaan.
Autonepiophilia - kegairahan seksual yang timbul dengan memakai pakaian anak.
Satu lagi jenis fetisisme adalah objectofilia yang merupakan kegairahan seksual

yang didapat dari benda- benda seperti bulu, balon, celana dalam perempuan, sepatu tumit
tinggi, karet dan banyak lagi.7
2.6.1.4

GAMBARAN KLINIS

Penderita kelainan Fetishisme sering masturbasi sambil memegang atau


menggosok objek fetish atau mungkin meminta pasangan seksual untuk memakai objek
fetish dalam hubungan seksual mereka. Fetishisme biasanya dimulai pada masa remaja,
meskipun fetish mungkin bisa muncul lebih awal pada masa anak-anak. Setelah menjadi
suatu kebiasaan yang menetap, fetishisme cenderung kronis. Gejala awal pada penderita
biasanya meningkatkan sentuhan pada benda fetish, dan waktu yang dihabiskan untuk
memikirkan mengenai objek fethish meningkat. Lambat laun, objek fetish akan menjadi
objek yang sangat penting bagi penderita, hal ini akan me njadi syarat untuk mendapatkan
kesenangan dan kepuasan seksual.
Berikut ini adalah contoh gambar foot fetishism:
6

Gambar 1. Foot fetishism


2.6.1.5

KRITERIA DIAGNOSIS

Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III


(PPDGJ III), pelaku baru didiagnosa menderita fetishisme apabila memiliki kepuasan
seksual terhadap sesuatu sedikitnya 6 bulan. Dalam hal ini pelaku biasanya mengalami
tekanan jiwa secara klinis dan cenderung terisolir dari kehidupan sosial, pekerjaan, atau
bidang fungsi penting lainnya dan bisa membahayakan baik dirinya maupun orang lain.
Adapun kriteria diagnostik untuk fetishisme menurut DSM-IV, Diagnostic and
Statistical Manual of Mental Disorders adalah: 3

Selama waktu sekurangnya 6 bulan terdapat khayalan yang merangsang secara


seksual, dorongan seksual, atau perilaku yang berulang dan kuat berupa pemakaian

benda-benda mati (misalnya, pakaian dalam wanita)


Khayalan, dorongan seksual, atau perilaku yang menyebabkan penderitaan yang
bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi

penting lainnya.
Objek fetish bukan perlengkapan pakaian wanita yang digunakan pada crossdressing (berpakaian lawan jenis) seperti pada fetishisme transvestik atau alat-alat
yang dirancang untuk tujuan stimulasi taktil pada genital, misalnya sebuah vibrator.

Pedoman Diagnostik Fetihisme menurut PPDGJ III :4


7

1. Mengandalkan pada beberapa benda mati(non-living object) sebagai rangsangan


untuk membangkitkan keinginan seksual dan memberikanb kepuasan seksual.
Kebanyakan benda tersebut (object fetish) adalah ekstensi dari tubuh manusia,
seperti pakaian atau sepatu
2. Diagnosis ditegakkan apabila object fetish benar-benar merupakan sumber yang
utama dari rangsangan seksual atau penting sekali untuk respon seksual yang
memuaskan.
3. Fantasi fetihistik adalah lazim, tidak menjadi suatu gangguan kecuali apabila
menjurus kepada suatu ritual yang begitu memaksa dan tidak semestinya sampai
menggangu hubungan seksual dan menyebabkan bagi penderitaan individu.
4. Fetihisme terbatas hampir hanya pada pria saja

2.6.2
2.6.2.1

TRANSVESTISME FETISHISTIK
DEFINISI

Transvestisme fetishistik adalah gejala keadaan seseorang yang mencari


rangsangan dan pemuasan seksual dengan memakai pakaian dan berperan sebagai seorang
dari sex yang berlainan. Cross dressing tersebut dapat berupa menggunakan salah satu
bahan yang dipakai wanita atau mengenakan pakaian wanita lengkap dan menampilkan
diri sebagai wanita di depan umum. Pria yang mengalami penyakit ini mengadakan
masturbasi pada waktu mengenakan pakaian wanita. Seorang wanita dikatakan mengalami
kelainan ini jika mereka mengenakan pakaian laki-laki untuk mencari kepuasan seksual.1

Gambar 2. Tranvetisme Fetihistik pada Laki Laki


2.6.2.2

PEDOMAN DIAGNOSTIK TRANVETISME FETIHISTIK

Pedoman Diagnostik Tranvetisme Fetihistik menurut PPDGJ - III 4

Mengenakan pakaian dari lawan jenis dengan tujuan pokok untuk mencapai
kepuasaan seksual

Gangguan ini harus dibedakan dari fetihisme (F65.0) dimana pakaian sebagai
objek fetish bukan hanya sekedar dipakai, tetapi juga untuk menciptakan
penampilan seorang dari lawan jenis kelaminya. Biasanya lebih dari satu jenis
barang yang dipakai dan seringkali suatu perlengkapan yang menyeluruh, termasuk

rambut palsu dan tat arias wajah.


Transvetisme fetihistik dibedakan dari trasvetisme transsexual oleh adanya
hubungan yang jelas dengan bangkitnya gairah seksual dan keinginan/hasrat yang
kuat untuk melepaskan baju tersebut apabila orgasme sudah terjadi dan rangsang

seksual menurun
Adanya riwayat transvetisme fetihistik biasanya dilaporkan sebagai suatu fase awal
oleh para penderita transeksualisme dan kemungkinan merupakan suatu stadium
dalam perkembangan transeksualisme.

Kriteria Diagnostik Fetishisme Transvestik menurut DSM-IV 3


1. Selama waktu sekurangnya 6 bulan, pada laki-laki heteroseksual, terdapat khayalan
yang merangsang secara seksual, dorongan seksual, atau perilaku yang berulang
dan kuat berupa cross dressing.
2. Khayalan, dorongan seksual, atau perilaku menyebabkan penderitaan yang
bermakna secara klinis dan gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi
penting lainnya.
2.6.3
EKSHIBISIONISME
2.6.3.1
DEFINISI
Ekshibionisme adalah kepuasan yang diperoleh dengan memperlihatkan bagian
tubuh lain, pada lawan jenis atau anak-anak. Memperlihatkan alat kelamin sering
dilakukan di tempat umum seperti kereta, taman, perpustakaan, halaman sekolah, bus,
depan bioskop, di jalan raya. Setelah memamerkan alat genitalnya, penderita tidak
bermaksud melakukan aktivitas seksual lebih lanjut terhadap korban misalnya
memperkosa. Oleh sebab itu, gangguan ini tidak berbahaya secara fisik bagi korban.
Menunjukkan alat kelamin sering terjadi pada laki-laki sedangkan memperlihatkan bagian
tubuh dengan batas-batas tertentu sering dilakukan eksibinisme oleh perempuan.1,5
2.6.3.2

KRITERIA DIAGNOSIS DAN GEJALA KLINIS

Eksibisionisme adalah dorongan berulang untuk menunjukkan alat kelamin pada


orang asing atau pada orang yang tidak menyangkanya. Kegairahan seksual terjadi pada
saat antisipasi terhadap pertunjukan tersebut, dan orgasme didapatkan melalui masturbasi
9

selama atau setelah peristiwa. Dinamika laki-laki dengan eksibisonisme adalah untuk
menegaskan maskulinitas mereka dengan menunjukkan penis dan dengan melihat reaksi
korbanketakutan, kaget, jijik.1
Kriteria diagnosis eksibisionisme menurut DSM-IV-TR adalah:3
A. Untuk periode waktu sedikitnya 6 bulan, terdapat khayalan yang merangsang secara
seksual, dorongan atau perilaku seksual yang intens dan berulang yang melibatkan
menunjukkan alat kelamin seseorang pada orang asing yang tidak menduganya.
B. Orang tersebut telah melakukan dorongan seksual ini, atau dorongan atau khayalan
seksual menimbulkan penderitaan yang nyata atau kesulitan interpersonal.
Sedangkan menurut PPDGJ-III, pedoman diagnosis eksibisonisme adalah:4

Kecenderungan yang berulang atau menetap untuk memamerkan alat kelamin kepada
asing (biasanya lawan jenis kelamin) atau kepada orang banyak di tempat umum, tanpa
ajakan atau niat utuk berhubungan lebih akrab.

Eksibisionisme hampir sama sekali terbatas pada laki-laki heteroseksual yang


memamerkan pada wanita, remaja atau dewasa, biasanya menghadap mereka dalam
jarak yang aman di tempat umum. Apabila yang menyaksikan itu terkejut, takut, atau
terpesona, kegairahan penderita menjadi meningkat.

Pada beberapa penderita, eksibisionisme merupakan satu-satunya penyaluran seksual,


tetapi pada penderita lainnya kebiasaan ini dilanjutkan bersamaan (simultaneously)
dengan kehidupan seksual yang aktif dalam suatu jalinan hubungan yang berlangsung
lama, walaupun demikian dorongan menjadi lebih kuat pada saat menghadapi konflik
dalam hubungan tersebut.

Kebanyakan penderita eksibisionisme mendapatkan kesulitan dalam mengendalikan


dorongan tersebut dan dorongan ini bersifat ego-alien (suatu benda asing bagi
dirinya).

2.6.4
VOYEURISME
2.6.4.1 DEFINISI
Pada voyeurisme, seseorang akan terangsang jika melihat orang lain yang
menanggalkan pakaiannya, telanjang atau sedang melakukan hubungan seksual.1
Voyeurisme merupakan kegiatan mengintip yang menggairahkan bukan merupakan
aktivitas seksual dengan orang yang dilihat. Voyeurisme dalam tingkat tertentu sering

10

terjadi pada anak laki-laki dan pria dewasa dan masyarakat seringkali menilai perilaku
dalm bentuk ringan ini sebgai sesuatu yang normal. Tetapi sebagai suatu kelainan
voyeurism merupakan metode aktivitas seksual yang lebih disukai oleh penderita yang menghabiskan
waktu berjam-jam untuk mengintip korabannya.

Sebagian

besar

penderita

pria. Salah satu kriteria yang merupakan ciri khas dari voyeurisme, yaitu melihat

adalah
secara

sembunyi-sembunyi.5
2.6.4.2 KRITERIA DIAGNOSIS
Kriteria diagnosis menurut PPDGJ-III, pedoman diagnosis pedofilia adalah:4
1. Kecenderungan yang berulang dan menetap untuk melihat orang yang sedang
berhubungan seksual atau berperilaku intim seperti sedang menanggalkan
pakaian
2. Hal ini biasanya menjurus kepada rangsangan seksual dan masturbasi yang
dilakukan tanpa orang yang di intip menyadarinya

Kriteria diagnosis Pedofilia menurut DSM-IV-TR adalah:3

2.6.5
2.6.5.1

PEDOFILIA
DEFINISI

Pedophilia adalah kecenderungan untuk melakukan aktivitas seksual dengan anakanak kecil. Dengan kata lain , pedofilia diartikan sebagai keinginan untuk melakukan
aktivitas seksual dengan anak yang berusia dibawah 13 tahun. Seseorang dengan diagnosis
pedofilia, setidaknya berusia 16 tahun dan biasanya minimal 5tahun lebih tua daripada
korban. Penderita sangat terganggu dan pikirannya dipenuhi dengan khayalan seksual
11

tentang anak-anak bahkan meskipun terjadi aktivitas seksual yang sesungguhnya.


Beberapa penderita tertarik pada anak-anak.
Seringkali tertarik hanya pada anak pada usia tertentu namun adapula yang tertarik pada
anak-anak dan dewasa. 1,2
Baik pria maupun wanita bisa menderita pedofilia, dan korbannya pun bisa anak la
ki-laki maupun anak perempuan. Penderita mungkin hanya tertarik pada anak-anak kecil
dalam keluarganya sendiri (incest), atau mereka bisa juga mengincar anak-anak kecil
dilingkungan sekitarnya. Penderita bisa melakukan pemaksaan atau kekerasan
untuk melakukan hubungan seksual dengan anak-anak tersebut dan memberikan
ancamansupaya korbannya tutup mulut. Pedofilia bisa diobati dengan psikoterapi dan
medikamentosa yang merubah dorongan seksual. Pengobatan tersebut bisa dilakukan
berdasarkan kemauan sendiri atau setelah penderita menjalani proses hukum. Beberapa
penderita memberikan respon terhadap pengobatan, sedangkan penderitalainnya tidak.
Hukuman penjara, bahkan untuk waktu yang lama, tidak merubah hasrat maupun khayalan
penderita.5
2.6.5.2

KRITERIA DIAGNOSIS DAN GEJALA

Kriteria diagnosis Pedofilia menurut DSM-IV-TR adalah:3

Waktu sekuramg-kurangnya 6 bulan,

terdapat khayalan yang merangsang

secara

seksual, adanya dorongan seksual, atau perilaku berulang dan kuat berupa
aktifitas seksual dengan anak prapubertas atau anak-anak (biasanya berusia 13 tahun
atau kurang).

Khayalan, dorongan seksual atau perilaku yang menyebabkan penderitaan yang


bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan atau fungsi
penting lainnya.

Orang sekurang-kurangnya berusia 16 tahun dan sekurangnnya berusia 5tahun lebih


tua dari anak-anak dalam criteria A.
Catatan : Jangan memasukkan orang yang masa remaja akhir terlibat hubungan seksual
berkelanjutan dengan seorang berusia 12 atau 13 tahun.
Sebutkan jika : Tertarik secara seksual kepada laki-laki. Tertarik secara seksual pada
wanita. Tertarik secara seksual pada keduanya. Serta Tipe Eksklusif (hanya tertarik
pada anak) atau Tipe noneksklusif

Sedangkan menurut PPDGJ-III, pedoman diagnosis pedofilia adalah:4


12

1. Preferensi seksual terhadap anak-anak, biasanya prapubertas atau awal masa


pubertas, baik laki-laki maupun perempuan
2. Pedofilia jarang ditemukan pada perempuan
3. Preferensi tersebut harus berulang dan menetap
4. Termasuk : laki-laki dewasa yang mempunyai preferensi partner seksual dewasa
tetapi karena mengalami frustasi yang kronis untuk mencapai hubungan seksual
yang diharapkan, maka kebiasaannya teralih kepada anak-anak sebagai penganti
2.6.6
SADOMASOKISME
2.6.6.1 DEFINISI
Masokisme merupakan kenikmatan seksual yang diperoleh jika penderita secara
fisik dilukai, diancam atau dianiaya. Sedangkan sadisme adalah kebalikan dari masokisme,
yaitu kenikmatan seksual yang diperoleh penderita jika menyebabkan penderitaan fisik
maupun psikis pada mitra seksualnya.Sebagai contoh, menirukan perbudakan dan
tamparan ringan pada saat melakukan hubungan seksual, sering dilakukan dengan
persetujuan mitra seksualnya dan bukan merupakan suatu sadomasokistik6,7
Tetapi masokisme atau sadisme sampai tingkat yang berta dapat mengakibatkan
luka baik fisik maupun psikis, bahkan kematian. Kelainan seksual masokisme melibatkan
kebutuhan akan penghinaan, pemulukan atau penderitaan lainnya yang nyata, bukan purapura yang dilakukan oleh mitra seksualnya untuk membangkitkan gairah seksualnya.
Misalnya penyimpangan aktivitas seksual yang berupa asfiksiofilia, dimana penderita
dicekik atau dijerat (baik oleh mitra seksualnya maupun oleh diri sendiri). Berkurangnya
pasokan oksigen ke otak bersifat sementara pada saat mengalami orgasme, dicari sebagai
penambahan kenikmatan seksual, tetapi cara tersebut bisa secara tidak sengaja
menyebabkan kematian.7
Sadism seksual bisa terjadi hanya dalam khayalan atau mungkin
diperlukan untuk perangsangan atau untuk mencapai orgasme. Beberapa penderita
sadisme, menjerat korban yang ketakutan, yang tidak menyetujui apa yang dilakukan oleh
penderitadan kemudian memperkosanya. Penderita lainnya, secara khusus mencari mitra
seksual yang menderita masokisme dan memenuhi keinginan sadistiknya dengan mitra
seksual yang memang senang untuk

disakiti. Penderita sadisme bisa mengikat dan

menyumbat mitra seksualnya dengan cara yang rumit. Pada kasus yang berat, penderita

13

bisa menyiksa, memotong, mencambuk, memasang kejutan listrik atau membunuh mitra
seksualnya.5,7
2.6.6.2 KRITERIA DIAGNOSIS
Kriteria diagnosis Sadomasokisme menurut DSM-IV-TR adalah:3

Sedangkan menurut PPDGJ-III, pedoman diagnosis Sadomasokisme adalah:4


1. Preferensi terhadap aktivitas seksual yang melibatkan pengikatan atau menimbulkan
rasa sakit atau penghinaan (individu lebih suka untuk menjadi resipien dan
perangsangan demikian disebut masochism, sebagai pelaku = sadism)
2. Seringkali individu mendapatkan rangsangan seksual dari aktivitas sadistic maupun
masokistik.
3. Kategori ini hanya digunakan apabila aktivitas sadomasokistik merupakan sumber
rangsangan yang penting untuk pemuas seks
4. Harus dibedakan dari kebrutalan dalam hubungan seksual atau kemarahan yang tidak
berhubungan dengan erotisme.

14

2.6.7

FROTEURISME

Frotteurisme biasanya ditandai oleh seorang laki-laki yang menggosokkan


penisnya ke bokong atau bagian tubuh seorang wanita yang berpakaian lengkap untuk
mencapai orgasme. Pada saat yang lain, mungkin ia menggunakan tangannya untuk
meraba korban yang tidak curiga. Hal ini biasanya terjadi di tempat ramai, seperti di bus
atau kereta. Orang dengan frotteurisme biasanya sangat pasif dan terisolasi.1
Kriteria diagnosis frotteurisme menurut DSM-IV-TR adalah:3

2.6.8

GANGGUAN PREFERENSI SEKSUAL MULTIPLE

Kombinasi yang paling sering adalah fetishisme, transvetisme dan sadomasokisme.4


2.6.9
GANGGUAN PREFERENSI SEKSUAL LAINNYA DAN
GANGGUAN PREFERENSI SEKSUAL YTT
Dalam DSM IV-TR disebutkan sebagai Parafilia yang tidak ditentukan yaitu 3

Nekrofilia1
Lebih senang berhubungan seksual dengan mayat. Hal ini biasanya terjadi pada laki-laki
Skatologia Telepon1
Pencapaian kepuasan seks dengan cara tak lazim seperti dengan telpon (telpon cabul)
Pygmalionisme
Lebih senang berhubungan seksual dengan manikin/patung/boneka.
Zoofilia1
15

Lebih senang berhubungan seksual dengan binatang, misalnya pada sapi


Scatolofia
Cybersex, lebih terangsang apabila mendengarkan suara desahan di telpon ataupun dari
komputer dan sejenisnya.
Coprofilia / Klismafilia1
Kemampuan seks sambil defekasi (buang air besar) terhadap pasangannya, bahkan bisa
jadi dengan memakan feces yang diekskresikan oleh pasangannya.
Urofilia1
Sama dengan Scatolofia, tapi bedanya adalah pasangannya mengeluarkan urine.

2.7

PENCEGAHAN

Pencegahan Sendiri :5
Stress reduction secara tepat. Tidak melakukan aktivitas seksual yang aneh-aneh sebagai
pelampiasan stres. Lakukan hal-hal positif agar penyaluran stres tidak merusak perilaku
dan kebiasaan lainnya, perilaku menyimpang dapat teradiktif bila penyaluran stres
dengan aktivitas seksual setiap kali dilakukan bila stress menimpa.
Perkuatkan iman, bagaimanapun iman merupakan benteng terbaik sebagai pencegahan
penyimpangan perilaku.
Self control : Mengontrol dorongan, mencoba atau pengaruh teman dengan penuh
kesadaran dan pengetahuan akan dampak-dampak buruk dari perilaku tersebut
Tidak melihat pornografi yang bebas bisa di dapat dari internet atau media lainnya.
Membiasakan hidup sehat untuk mengurang stres, termasuk olahraga teratur, nutrisi yang
seimbang dan pengalaman spiritual dan religius.
2.8

TERAPI

Psikoterapi berorintasi tilikan (insight-oriented)


Merupakan pendekatan yang paling sering dan jangka panjang digunakan untuk
mengobati parafilia. Pasien memiliki kesempatan untuk mengerti perubahannya sendiri
dan kejadian-kejadian yang menyebabkan perkembangan parafilia. Mereka menjadi
menyadari peristiwa sehari-hari yang menyebabkan mereka bertindak atas impulsnya
16

ataupun kambuh (sebagai contohnya, penolakan yang nyata atau dikhayalkan). Psikoterapi
juga memungkinkan pasien meraih kembali harga diri serta pecaya dirinya dan
memperbaiki kemampuan interpersonal untuk hidup dengan pasanganya dan menemukan
metode yang dapat diterima untuk mendapatkan kepuasan seksual. Terapi kelompok juga
berguna.1,5
Terapi cognitive-perilaku
Digunakan untuk mengintervensi pola parafilia yang terbentuk dan memodifikasi
tingkah laku pasien. Intervensi ini termasuk pelatihan kemampuan sosial, edukasi seksual,
pembangunan kembali kognitif, mengembangkan empati. Dapat menggunakan stimuli
yang menakutkan, seperti kejutan listrik atau bau yang menyengat, telah dipasangkan
dengan impuls tersebut, yang selanjutnya menghilang.1
Psikoanalisis
Terapi psikoanalisis ini berupaya untuk menempatkan pengalaman trauma bawah
sadar yang menyebabkan awal timbulnya parafilia. Dengan membawa pengetahuan bawah
sadar pada suara hati, lalu mendorong pasien mampu bekerja dengan traumanya secara
rasional dan emosional, ia akan terbebas dari masalahnya. Tidak seperti halnya terapi
kognitif, psikoanalisis ini menangani penyebabnya itu sendiri. Ada berbagai upaya yang
dapat dilakukan pada analisis proses ini, mencakup terapi bicara, analisis mimpi, dan
terapi bermain. Mana metode yang akan dipilih tergantung pada permasalahan itu sendiri,
sikap dan reaksi pasien terhadap metode tertentu, dan edukasi oleh ahli terapi.5
Terapi obat
Medikamentosa terdiri dari jenis obat yang dapat menghambat jumlah steroid seks
melebihi jumlah testosteron yang dimiliki pria dan estrogen yang dimiliki wanita. Dengan
menurunkan steroid, hasrat seksual berkurang. Dengan demikian, pasien bisa mencapai
kemampuan mengontrol fetish dan memproses pemikirannya yang dapat membantu
mengabaikan fetishnya dan kembali ke rutinitas sehari-hari. 1
Antiandrogen,

seperti ciproterone

acetate

dan

medroxiprogesterone

acetate (Depo-Provera), telah digunakan pada parafilia hiperseksual. Medroxiprogesterone


acetate bermanfaat bagi pasien yang dorongan seksual diluar kendali atau berbahaya.1

17

Penggunaan obat psikiatri antipsikotik dan antidepresan (serotonin menghambat


dan memblok dopamin) untuk pengontrolan parafilia, seperti Fluoxetin (prozac) telah
digunakan pada beberapa kasus parafilia dengan keberhasilan terbatas. Kecuali jika
parafilia disertai dengan gangguan-gangguan tersebut. Meskipun riset berkelanjutan
menunjukkan hasil positif dalam studi kasus tunggal, misalnya topiramate, belum ada
pengobatan parafilia yang tepat. Karena itu, terapi non farmakologis lebih membantu.1,2
Terapi seks
Terapi seks dapat dijadikan pelengkap yang tepat untuk pengobatan pasien yang
menderita disfungsi seksual tertentu dimana mereka mencoba melakukan aktivitas seksual
yang tidak menyimpang dengan pasangannya.1

Terapi Aversi (Aversion therapy)


Dilakukan dengan cara memberikan kecemasan pada saat pasien parafilia
mengalami rangsangan seksual (rangsangan abnormal). Sehingga pasien akan merasa
cemas ketika terjadi rangsangan sexual yang tidak normal tersebut. Namun terapi ini tidak
mampu mengubah preferensi seks, hanya menekan akibat perilaku yang tak diinginkan.5
Cara yang digunakan biasanya pasien memakai seperangkat elektroda yang dapat
menghantarkan listrik, lalu diberikan barang, gambar, atau apapun yang menjadi
rangsangan abnormal baginya. Ketika pasien mulai berfantasi pada saat itu juga diberi
kejutan listrik yang menyakitkan. Dengan begitu akan timbul rasa cemas ketika pasien
berhadapan dengan barang, gambar, atau apapun yang dapat membuat rangsangan
abnormal tadi, sehingga libido pasien terhadap barang-barang tadi dapat berkurang. Atau
diberikan foto seperti menyakiti alat kelamin.
Untuk sebagian besar pasien yang telah diterapi mengalami perkembangan bagus
dalam segi seksual normalnya. Tetapi ada beberapa pasien yang tidak mengikuti latihan
selama 2 minggu mengalami spontaneous recovery atau kambuh mendadak sehingga
pasien memerlukan terapi kembali dan biasanya setelah itu pasien sembuh total.
Terapi pembedahan (kastrasi)

18

Yaitu melakukan operasi dengan menghilangkan testikel yang menjadi sumber


testosteron. Tetapi hanya digunakan pada orang-orang yang tingkah laku seksualnya
membahayakan orang lain seperti para pemerkosa.2,6
Sebagaimana penelitian di Jerman Barat melaporkan bahwa 39 pemerkosa yang
dikastrasi dan dibebaskan dari penjara, frekuensi fikiran tentang seks, masturbasi, dan
persetubuhan sangat berkurang. Tetapi 50% dilaporkan masih mampu melakukan
hubungan seksual.
2.9 PROGNOSIS
Prognosisnya buruk untuk parafilia adalah berhubungan dengan onset usia yang
awal, tingginya frekuensi tindakan, tidak adanya perasaan bersalah atau malu terhadap
tindakan tersebut, dan penyalahgunaan zat, cirri kepribadian antisocial.1
Perjalanan penyakit dan prognosisnya baik jika pasien memiliki intelegensia
normal, riwayat koitus disamping parafilia, jika pasien memiliki motivasi tinggi untuk
berubah, dan jika pasien datang berobat sendiri, bukannya dikirim oleh badan hukum.1
BAB III
KESIMPULAN
1. Parafilia atau gangguan preferensi seksual merupakan stimulasi atau tindakan
seksual yang menyimpang dari kebiasaan seksual normal.
2. Parafilia atau gangguan preferensi seksual digunakan orang untuk melepaskan
kecemasan atau frustrasi mereka.
3. Gangguan preferensi seksual menurut PPDGJ III adalah Fetihisme, Tranvetisme
Fetihistik, Ekshibisionisme, Voyeurisme, Pedofilia, Sadomasokisme, Gangguan
Preeferensi Seksual Multipel, Gangguan Preferensi Seksual Lainya, Gangguan
Preferensi Seksual YTT
4. Pengobatan gangguan preferensi seksual adalah psikoterapi berorintasi tilikan
(insight-oriented), psikoanalisis, terapi cognitive-perilaku, terapi aversi (Aversion
therapy), terapi seks , farmakologis, terapi pembedahan (kastrasi).

19

DAFTAR PUSTAKA
1. Sadock, BJ. Kaplan & Sadocks. Buku ajar psikiatri klinis. Edisi ke-10.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. Jakarta : EGC; 2007
2. Bannon, G.E. & Carroll, K.S. Paraphilias (serial online) 2008. Diunduh dari
URL: http://emedicine.medscape.com/article/291419-clinical [diakses 23
Februari 2016].
3. American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Mannual of
Mental Disorder Ed 4th (DSM-IV). Washington DC: American Psychiatric
Association; 2000
4. Maslim, R. Buku Saku: Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan ringkas
dari Pedoman Penggolongan Dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III
(PPDGJ-III),. Edisi 1. Jakarta : Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika
Atma Jaya; 2001.
5. Davison, G.C., Neale, J.M., Kring, A.M. Psikologi Abnormal. Edisi ke-9.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada; 2006.
6. Brown, G. R. Paraphilias. 2010. Diunduh dari URL:
http://www.merckmanuals.com/professional/sec15/ch203/ch203c.html. [diakses 23
Februari 2016].
7. Fahmy, A. Seksual Masochism and Seksual Sadism. Diunduh dari URL:
http://www.minddisorders.com/Py-Z/Sexual-sadism.html. [diakses 23 Des
2016]

20

You might also like