Professional Documents
Culture Documents
BAB 1
PENDAHULUAN
Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang
disebabkan oleh Salmonella typhi. Penyakit ini ditandai oleh panas yang
berkepanjangan, ditopang dengan bakteremia tanpa keterlibatan struktur
endotelial atau endokardial dan invasi bakteri sekaligus multiplikasi ke dalam sel
fagosit mononuklear dari hati, limpa, kelenjar limfe usus, dan Peyers patch.
Beberapa terminologi lain yang erat kaitannya adalah demam paratifoid dan
demam enterik. Demam paratifoid secara patologik maupun klinis adalah sama
dengan demam tifoid namun biasanya lebih ringan, penyakit ini biasanya
disebabkan oleh spesies Salmonella enteriditis, sedangkan demam enterik dipakai
baik pada demam tifoid maupun demam paratifoid.1
Istilah typhoid berasal dari kata Yunani typhos. Terminologi ini dipakai
pada penderita yang mengalami demam disertai kesadaran yang terganggu.
Penyakit ini juga merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting karena
penyebarannya berkaitan erat dengan urbanisasi, kepadatan penduduk, kesehatan
lingkungan, sumber air dan sanitasi yang buruk serta standar higiene industri
pengolahan makanan yang masih rendah.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan jumlah kasus demam
tifoid di seluruh dunia mencapai 16-33 juta dengan 500-600 ribu kematian tiap
tahunnya. Demam tifoid merupakan penyakit infeksi menular yang dapat terjadi
pada anak maupun dewasa. Anak merupakan yang paling rentan terkena demam
tifoid, walaupun gejala yang dialami anak lebih ringan dari dewasa. Di hampir
semua daerah endemik, insidensi demam tifoid banyak terjadi pada anak usia 5-19
tahun.2
BAB 2
STATUS PASIEN
1. ANAMNESIS
A. Identitas
1) Identitas Pasien
Nama
: An. S
Umur
: 5 tahun
Alamat
: Cikulak, waled
Pendidikan
: TK
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Suku
: Jawa
Agama
: Islam
Tanggal pemeriksaan : tanggal 12 April 2016 jam 08.00 WIB
2) Identitas orang tua pasien
Nama ayah
: Tn. R
Umur
: 37 tahun
Alamat
: cikulak, waled
Pendidikan
: SMA
Pekerjaan
: wiraswasta
Hubungan
: ayah kandung
Nama Ibu
: Ny. T
Umur
: 34 tahun
Alamat
: cikulak, waled
Pendidikan
: SD
Pekerjaan
: IRT
Hubungan
: Ibu kandung
B. Keluhan Utama
Demam
C. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang diantar kedua2orang tuanya dengan keluhan demam
sejak 10 hari yang lalu. Pada minggu pertama, demam timbul perlahan,
demam meningkat pada sore hingga malam hari dan menurun saat pagi
tetapi sekarang demam terus menerus tinggi. Demam tidak disertai
menggigil. Keluhan ini disertai dengan nyeri perut, mual, muntah 1x berisi
makanan, batuk berdahak 5 hari lalu , lemas, pusing, keringat dingin dan
nafsu makan menurun. Keluhan ini tidak disertai dengan pilek, mimisan,
gusi berdarah. BAB dan BAK tidak ada keluhan.
Awal
Usia 1 hari
Usia 1 bulan
Usia 2 bulan
Usia 1 bulan
Usia 9 bulan
Ulangan
Usia 3 dan 4 bulan
Usia 2,3 dan 4 bulan
Keadaan umum
Kesadaran
Tanda - tanda vital
: 90/70 mmHg
: 96 x/menit, regular, isi kuat
: 24 x/menit
: 39,3 0C
Status antopometri
BB : 19 kg
TB : 108 cm
Status gizi
:
BB/U
: SD < 1 (Gizi baik)
TB/U
: SD < 0 (normal)
BB/TB : SD < 0 (normal)
BMI/U : SD < 2 (normal)
Kepala
: bentuk kepala normocephal, masa (-), edema (-),
deformitas (-)
: konjungtiva anemis (+/+), sclera ikterik (-/-), reflek
Mata
Hidung
Mulut
Tenggorok
Leher
Thoraks
:
Anterior :
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
:
inspeksi
auskultasi
: BU(+) normal
perkusi
palpasi
Ekstremitas
Kulit
Superior
Inferior
3. RESUME
Pasien laki-laki usia 5 tahun diantar kedua orang tuanya dengan
keluhan demam sejak 10 hari yang lalu. Pada minggu pertama, demam
timbul perlahan, demam meningkat pada sore hingga malam hari dan
menurun saat pagi tetapi sekarang demam terus menerus tinggi. Keluhan
disertai dengan nyeri perut, mual, muntah 1x berisi makanan, batuk berdahak
1 minggu lalu , lemas, pusing, keringat dingin dan nafsu makan menurun.
Pasien sudah berobat ke dokter dan mendapat obat penurun panas dan obat
batuk yang di minum 3 kali sehari dan setelah diobati keluhan tidak membaik.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan suhu febris, konjungtiva anemis,
tifoid tongue, serta palpasi abdomen terdapat
epigastrium dan hipokondrium sinistra.
4. DIAGNOSIS BANDING
a. Demam Tifoid + anemia susp. Defisiensi besi
b. DHF + anemia susp. Defisiensi besi
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium
1) Darah rutin
Hemoglobin 6,2 gr %
Hematokrit 19 %
Trombosit 119.000 mm3
Leukosit 2.400 mm3
MCV 76 mikro m3
MCH 25 pg
MCHC 32 g/dl
Eritrosit 2.400 mm
Eosinophil 0 %
Basophil 0%
Neutrofil batang 1 %
nyeri tekan
di regio
Neutrofil segmen 30 %
Limfosit 53 %
Monosit 16%
TIBC 36 umol/L
Kimia Klinik
Iron 5,3 umol/L
2) Widal Test
3) Imunoserologi
Eritrosit
Normosit
Normokrom sebagian hipokrom anisopoikilositosis (elliptocyte, mikrosit)
Normoblast (+)
Lekosit
Jumlah kurang
Granular toxic (+)
Hipersegmentasi (+)
Limfosit atipik (+)
Trombosit
Jumlah kurang
Giant thrombocyte (+)
Kesan
Anemia sedang
Tanda adanya anemia defisiensi besi (+)
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Demam tifoid atau typhus abdominalis merupakan penyakit infeksi
sistemik terutama mengenai sistem retikuloendotelial, jaringan limfoid
intestinal, dan kantung empedu, yang disebabkan oleh kuman basil gram
negatif Salmonella typhi maupun Salmonella paratyphi.
Demam tifoid adalah infeksi akut pada saluran pencernaan yang
disebabkan oleh Salmonella typhi (Widoyo, 2008).
Demam tifoid merupakan penyakit endemik di Indonesia. Demam
tifoid adalah penyakit demam sistemik akut generalisata yang disebabkan oleh
Salmonella typhi, biasanya menyebar melalui ingesti makanan dan air yang
reservoir).
Manusia
10
yang
terinfeksi
Salmonella
typhi
dapat
mengekskresikannya melalui sekret saluran nafas, urin, dan tinja dalam jangka
waktu yang sangat bervariasi. Salmonella typhi yang berada diluar tubuh
manusia dapat hidup untuk beberapa minggu apabila berada didalam air, es,
debu, atau kotoran yang kering maupun pada pakaian. Akan tetapi S. Typhi
hanya dapat hidup kurang dari 1 minggu pada raw sewage,
dimatikan dengan klorinasi dan pasteurisasi (temp 63C).1
Terjadinya penularan Salmonella typhi sebagian
dan mudah
besar
melalui
minuman/makanan yang tercemar oleh kuman yang berasal dari penderita atau
pembawa kuman, biasanya keluar bersama sama dengan tinja (melalui rute
oral fekal = jalurr oro-fekal).
Dapat juga terjadi transmisi transplasental dari seorang ibu hamil yang
berada dalam bakteremia kepada bayinya. Pernah dilaporkan pula transmisi
10
oro-fekal dari seorang ibu pembawa kuman pada saat proses kelahirannya
kepada bayinya dan sumber kuman berasal dari laboratorium penelitian.1
C. Etiologi
Salmonella typhi sama dengan Salmonella yang lain adalah bakteri
Gram negatif, mempunyai flagella, tidak berkapsul, tidak membentuk spora,
fakultatif anaerob. Mempunyai antigen somatic (O) yang terdiri dari
oligosakarida, flagelar antigen (H) yang terdiri dari protein dan envelope
antigen (K) yang terdiri dari polisakarida. Mempunyai makromolekuler
lipopolisakarida kompleks yang membentuk lapis luar dari dinding sel dan
dinamakan endotoksin. Salmonella typhi juga dapat memperoleh plasmid
faktor-R yang berkaitan dengan resistensi terhadap multipel antibiotik. Bakteri
Salmonella typhi mempunyai beberapa komponen antigen yaitu :
1. Antigen dinding sel (o) merupakan polisakarida dan bersifat spesifik grup
2. Antigen flagella (H) yg merupakan kompnen protein berada dlm
flagella,bersifat spesifik spesies.
3. Antigen virulen (Vi) merupakan polisakarida,berada di kapsul.Berhubungan
dengan daya invasif bakteri dan efektifitas vaksin. Endotoksin merupakan
bagian terluar dinding sel terdiri dari :
a. antigen O yg sdh dilepaskan
b. lipopolisakarida
c. lipid A.
Ketiga antigen tadi di tubuh akan membentuk antibodi aglutinin.
4. Outer Membran Protein :
a. Antigen ini merupakan bagian dari dinding sel terluar
b. Fungsinya sebagai barier fisik yg mengendalikan masuknya zat dan
cairan ke dlm membran sitoplasma
c. Sebagai reseptor untuk bakteriofag & bakteriosid
D. Patogenesis
Patogenesis demam tifoid melibatkan 4 proses kompleks yang mengikuti
ingesti organism, yaitu: 1) penempelan dan invasi sel- sel pada Peyer Patch, 2)
bakteri bertahan hidup dan bermultiplikasi dalam makrofag Peyer Patch, nodus
limfatikus
mesenterica,
dan
organ-
organ
extra
intestinal
sistem
11
Retikuloendotelial tubuh terutama hati dan Limpa. Di organ- organ RES ini
kuman meninggalkan sel- sel fagosit dan kemudian berkembang biak di luar
sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya kembali masuk ke sirkulasi sistemik
yang mengakibatkan bakteremia kedua dengan disertai tanda- tanda dan gejala
infeksi sistemik.
12
13
seperti nekrosis sel, sistem vaskuler, yang tidak stabil, demam, depresi sumsum
tulang, kelainan pada darah dan juga menstimulasi sistem imunologis.1,4
14
Gangguan kesadaran
15
16
keadaan perut kembung. Hati dan limfa membesar disertai nyeri pada
perabaan. Biasanya didapatkan konstipasi, akan tetapi mungkin pula
normal, bahkan dapat terjadi diare.
c. Gangguan kesadaran
Umumnya kesadaran penderita menurun walaupun tidak berapa dalam,
yaitu apatis sampai somnolen. Jarang terjadi sopor, koma dan gelisah.
2. Pemeriksaan Fisik
Pada anak, periode inkubasi demam tifoid antara 540 hari dengan
rata-rata antara 1040 hari. Gejala klinis demam tifoid sangat bervariasi,
hal tersebut dapat terjadi disebabkan oleh faktor galur Salmonella, status
nutrisi dan imunologik penjamu, serta lama sakit di rumahnya. Penampilan
demam pada kasus demam tifoid mempunyai istilah khusus yaitu stepladder temperature chart yang ditandai dengan demam timbul insidius,
kemudian naik secara bertahap tiap harinya dan mencapai titik tertinggi
pada akhir minggu pertama. Setelah itu demam akan bertahan tinggi. Pada
minggu ke-4, demam turun perlahan secara lisis. Demam lebih tinggi saat
sore dan malam hari dibandingkan dengan pagi harinya.
Pada minggu pertama, gejala klinisnya yaitu demam, nyeri kepala,
pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi/diare, perasaan tidak
enak di perut, batuk, dan epistaksis.Dalam minggu ke-2, gejala telah lebih
jelas, yaitu berupa demam, bradikardia relatif (peningkatan suhu 1 oC tidak
diikuti dengan peningkatan denyut nadi 8 kali per menit), lidah yang
berselaput, hepatomegali, splenomegali, meteroismus, ganguan mental
berupa somnolen, stupor, koma, delirium, dan psikosis.
3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium untuk membantu menegakkan diagnosis demam
tifoid dibagi dalam empat kelompok, yaitu :
1. Pemeriksaan darah tepi
Pada demam tifoid sering disertai anemia dari yang ringan
sampai sedang dengan peningkatan laju endap darah, gangguan eritrosit
normokrom normositer, yang diduga karena efek toksik supresi sumsum
tulang atau perdarahan usus. Tidak selalu ditemukan leukopenia, diduga
17
18
tertinggi
yang
masih
menimbulkan
aglutinasi
19
dini
dengan
antibiotik,
pemberian
kortikosteroid.
2. Gangguan pembentukan antibodi.
3. Saat pengambilan darah.
4. Daerah endemik atau non endemik.
5. Riwayat vaksinasi.
6. Reaksi anamnesik, yaitu peningkatan titer aglutinin pada
infeksi bukan demam akibat infeksi demam tifoid masa
lalu atau vaksinasi.
Faktor teknik, yaitu
1. Akibat aglutinin silang.
2. Strain Salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen.
3. Teknik pemeriksaan antar laboratorium.
Beberapa keterbatasan uji Widal ini adalah:
Negatif Palsu
Pemberian antibiotika yang dilakukan sebelumnya (ini kejadian
paling sering di negara kita, demam > kasih antibiotika >
nggak sembuh dalam 5 hari > tes Widal) menghalangi respon
antibodi.
Padahal sebenarnya bisa positif jika dilakukan kultur darah.
Positif Palsu
Beberapa jenis serotipe Salmonella lainnya (misalnya S.
paratyphi A, B, C) memiliki antigen O dan H juga, sehingga
20
partikel
yang
berwarna
untuk
meningkatkan
dalam diagnosis
infeksi akut karena hanya mendeteksi adanya antibodi IgM dan tidak
mendeteksi antibodi IgG dalam waktu beberapa menit.
Walaupun belum banyak penelitian yang menggunakan tes
TUBEX ini, beberapa penelitian pendahuluan menyimpulkan
bahwa tes ini mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang lebih baik
daripada uji Widal. Penelitian oleh Lim dkk (2002) mendapatkan
hasil sensitivitas 100% dan spesifisitas 100%. 15 Penelitian lain
mendapatkan sensitivitas sebesar 78% dan spesifisitas sebesar 89%. 9
Tes ini dapat menjadi pemeriksaan yang ideal, dapat digunakan
untuk pemeriksaan secara rutin karena cepat, mudah dan sederhana,
terutama di negara berkembang.6
21
22
pengikatan
kompetitif
dan
memungkinkan
keuntungan
metode
ini
adalah
memberikan
23
24
25
dalam
isolasi/biakan
dapat
disebabkan
oleh
26
27
28
29
30
I. Komplikasi
Komplikasi demam tifoid dapat dibagi 2 bagian :4
1. Komplikasi pada usus halus
a) Perdarahan usus
Bila sedikit hanya ditemukan jika dilakukan pemeriksaan
tinja dengan benzidin. Jika perdarahan banyak terjadi melena dapat
disertai nyeri perut dengan tanda tanda renjatan.
b) Perforasi usus
Timbul biasanya pada minggu ketiga atau setengahnya dan
terjadi pada bagian distal ileum. Perforasi yang tidak disertai
peritonitis hanya dapat ditemukan bila terdapat udara dirongga
peritoneum yaitu pekak hati menghilang dan terdapat udara diantara
hati dan diafragma pada foto rontgen abdomen yang dibuat dalam
keadaan tegak.
c) Peritonitis
Biasanya menyertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa
perforasi usus. Ditemukan gejala akut, yaitu nyeri perut yang hebat,
dinding abdomen tegang, dan nyeri tekan.
2. Komplikasi diluar usus halus
a) Bronkitis dan bronkopneumonia
Pada sebagian besar kasus didapatkan batuk, bersifat ringan
dan disebabkan oleh bronkitis, pneumonia bisa merupakan infeksi
sekunder dan dapat timbul pada awal sakit atau fase akut lanjut.
Komplikasi lain yang terjadi adalah abses paru, efusi, dan empiema.
b) Kolesistitis
Pada anak jarang terjadi, bila terjadi umumnya pada akhi
minggu kedua dengan gejala dan tanda klinis yang tidak khas, bila
terjadi kolesistitis maka penderita cenderung untuk menjadi seorang
karier.
c) Typhoid ensefalopati
Merupakan komplikasi tifoid dengan gejala dan tanda klinis
berupa kesadaran menurun, kejang kejang, muntah, demam tinggi,
pemeriksaan otak dalam batas normal. Bila disertai kejang kejang
maka biasanya prognosisnya jelek dan bila sembuh sering diikuti
oleh gejala sesuai dengan lokasi yang terkena.
31
d) Meningitis
Menigitis oleh karena Salmonella typhi yang lain lebih sering
didapatkan pada neonatus/bayi dibandingkan dengan anak, dengan
gejala klinis tidak jelas sehingga diagnosis sering terlambat. Ternyata
peyebabnya adalah Salmonella havana dan Salmonella oranemburg.
e) Miokarditis
Komplikasi ini pada anak masih kurang dilaporkan serta
gambaran klinis tidak khas. Insidensnya terutama pada anak berumur
7 tahun keatas serta sering terjadi pada minggu kedua dan ketiga.
Gambaran EKG dapat bervariasi antara lain : sinus takikardi, depresi
segmen ST, perubahan gelombangan I, AV blok tingkat I, aritmia,
supraventrikular takikardi.
f) Infeksi saluran kemih
Sebagian kasus demam
tifoid
mengeluarkan
bakteri
tifoid.
yang
abnormal,
seperti
schistosomiasis,
mungkin
32
BAB 4
SIMPULAN
Demam tifoid pada anak disebabkan oleh bakteri gram negatif Salmonella
typhi yang ditularkan melalui jalur fecal-oral yang mana pada nantinya akan
masuk ke saluran cerna dan melakukan replikasi dapal ileum terminal.
Demam tifoid pada anak memiliki gejala yang cukup spesifik berupa
demam, gangguan gastro intestinal, dan gangguan saraf pusat. Demam yang
terjadi lebih dari 7 hari terutama pada sore menjelang malam dan turun pada pagi
hari. Gejala gastrointestinal bisa terjadi diare yang diselingi konstipasi. Pada
cavum oris bisa didapatkan Tifoid Tongue yaitu lidah kotor dengan tepi hiperemi
yang mungkin disertai tremor. Gangguan Susunan Saraf Pusat berupa Sindroma
Otak Organik, biasanya anak sering mengigau waktu tidur. Dalam keadaan yang
berat dapat terjadi penurunan kesadaran seperti delirium, supor sampai koma.
Diagnosis cukup ditegakkan secara klinis. Pemeriksaan penunjang yang
dapat menunjang infeksi Demam Tifoid ini adalah Darah Lengkap, Uji Widal,
atau pemeriksaan serologi khusus yaitu IgM dan IgG antiSalmonella.
Penatalaksanaan penyakit ini meliputi 3 pokok utama yaitu: istirahat
dengan tirah baring yang cukup, Diet Tinggi Kalori Tinggi Protein Rendah Serat,
dan Antibiotika yang memiliki efektivitas yang cukup tinggi terhadap kuman
Salmonella typhi.
33
DAFTAR PUSTAKA
35
1. Soedarmo, Sumarmo S., dkk. Demam tifoid. Dalam : Buku ajar infeksi &
pediatri tropis. Ed. 2. Jakarta : Badan Penerbit IDAI ; 2008. h. 338-45.
2. Rezeki,
Sri.
Demam
tifoid.
2008.
Diunduh
dari
http://medicastore.com/artikel/238/Demam_Tifoid_pada_Anak_Apa_yang_P
erlu_Diketahui.html. 22 Januari 2012.
3. Pawitro UE, Noorvitry M, Darmowandowo W. Demam Tifoid. Dalam :
Soegijanto S, Ed. Ilmu Penyakit Anak : Diagnosa dan Penatalaksanaan, edisi
1. Jakarta : Salemba Medika, 2002:1-43.
4. Richard E. Behrman, Robert M. Kliegman, Ann M. Arvin; edisi bahasa
Indonesia: A Samik Wahab; Ilmu Kesehatan Anak Nelson, ed.15. Jakarta:
EGC ; 2000.
5. Alan R. Tumbelaka. Diagnosis dan Tata laksana Demam Tifoid. Dalam
Pediatrics Update. Cetakan pertama; Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta :
2003. h. 2-20.
6. Prasetyo, Risky V. dan Ismoedijanto. Metode diagnostik demam tifoid pada
anak. Surabaya : FK UNAIR ; 2010. h. 1-10.
7. Mohamad, Fatmawati. Efektifitas kompres hangat dalam menurunkan demam
pada pasien Thypoid Abdominalis di ruang G1 Lt.2 RSUD Prof. Dr. H. Aloei
Saboe
Kota
Gorontalo.
2012.
Diunduh
dari
http://journal.ung.ac.id/filejurnal/JHSVol05No01_08_2012/7_Fatwaty_JHSV
ol05No01_08_2012.pdf. 22 Januari 2012.
8. Dorland. 1998. Kamus Saku Kedokteran Dorland Edisi 25. Jakarta: EGC.
9. Ganong, WF. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Jakarta: EGC.
10. Garna Herry, dkk. 2010. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis Edisi Kedua. Jakarta:
Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI.
11. Gunawan, SG, dkk. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta: FKUI.
12. Mansjoer, Arif, dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1 Edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius FKUI.
13. Nasronudin, dkk. 2007. Penyakit Infeksi di Indonesia: Solusi Kini dan Mendatang.
Jakarta: Airlangga University Press.
14. Staf Pengajar FKUI. 1994. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: Bina Rupa Aksara.
15. Sudoyo, AW, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 3 Edisi 4. Jakarta:
FKUI.
34
16. Prasetyo, Risky Vitria., Ismoedijanto. 2010. Metode diagnostik demam tifoid
pada anak. Divisi tropik dan penyakit infeksi Bagian Ilmu Kesehatan Anak
FK UNAIR/ RSU dr.Soetomo Surabaya
17. Siswandari, wahyu. 2012. Lecture : Pemeriksaan laboratorium pada infeksi
bakteri.Blok TROPMED
18. Wardhani, puspa., Prihatani., Probohusodo, M.Y. 2005. Kemampuan uji
tabung widal menggunakan antigen import dan antigen lokal. ndonesian
Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory, Vol. 12, No. 1, Nov
2005: 31-37