Professional Documents
Culture Documents
Oleh (Kelompok 1) :
Yuni Natilia
131411131019
Mardhatillah Syauqina P
131411131022
Rofita Wahyu Andriani
131411131028
Desy Indah Nur Lestari
131411131058
Elyta Zuliyanti
131411133085
Prasetya Wahyuni
131411133032
Maratul Hasanah
131411133035
Dosen Pembimbing :
Erna Dwi Wahyuni,S.Kep,Ns.,M.Kep
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penyusun panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, penyusun dapat menyelesaikan makalah
dengan judul Asuhan keperawatan pada klien anak dengan gangguan sistem
pencernaan : thypoid dengan lancar. Penyusunan makalah ini bertujuan untuk
memberikan informasi kepada pembaca mengenai penyakit thypoid pada sistem
pencernaan. Makalah ini disajikan dalam konsep dan bahasa yang sederhana
sehingga dapat membantu pembaca dalam memahami makalah ini.
Ucapan terimakasih penyusun sampaikan kepada dosen pembimbing mata
kuliah keperawatan Pencernaan 2 yang telah memberikan motivasi dan pengarahan
kepada penyusun untuk memperbaiki makalah ini. Tidak lupa penyusun sampaikan
terima kasih kepada seluruh pihak yang telah memberikan bantuan berupa konsep
dan pemikiran dalam penyusunan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Tak ada gading yang
tak retak, begitulah adanya makalah ini. Dengan segala kerendahan hati, saransaran dan kritik yang konstruktif sangat kami harapkan dari para pembaca guna
peningkatan pembuatan makalah pada tugas yag lain pada waktu mendatang.
Surabaya, 26 april 2016
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
Halaman Judul .................................................................................................... i
Kata Pengantar ................................................................................................... ii
Daftar Isi .............................................................................................................. iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 1
1.3 Tujuan ........................................................................................................... 2
1.4 Manfaat ......................................................................................................... 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi Sisem Pencernaan .................................................... 3
2.2 Definisi Demam Tifoid ................................................................................. 12
2.3 Patogenesis Demam Tifoid ........................................................................... 12
2.4 Etiologi Demam Tifoid ................................................................................. 13
2.5 Faktor Resiko Demam Tifoid ....................................................................... 14
2.6 Tanda dan Gejala Thypoid ............................................................................ 14
2.7 Patofisiologi Demam Tifoid ......................................................................... 15
2.8 Pemeriksaan Diagnostik Demam Tifoid ....................................................... 15
2.9 Penatalaksanaan Medis Demam Tifoid ........................................................ 17
2.10 Cara Pencegahan Demam Tifoid 17
2.11 Komplikasi Demam thypoid.17
2.12 WOC Demam Tifoid . 19
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
3.1 Pengkajian ..................................................................................................... 20
3.1.1 Pengkajian Diagnostik ......................................................................... 23
3.1.2 Pengkajian Penatalaksaan Medis ......................................................... 23
3.2 Diagnosis Keperawatan ................................................................................ 24
3.3 Intervensi Keperawatan ................................................................................ 24
BAB 4 ASUHAN KEPERAWATAN KASUS
4.1. Kasus Klien dengan Demam Tifoid ............................................................ 27
4.2. Pengkajian.................................................................................................... 27
4.3. Analisa Data................................................................................................. 29
4.4. Diagnose Keperawatan ................................................................................ 32
4.5. Intervensi Keperawatan ............................................................................... 32
BAB 5 KESIMPULAN ....................................................................................... 35
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 36
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran
cerna, dengan gejala demam lebih dari 1 minggu, gangguan pada pencernaan,
gangguan kesadaran (Sodikin, 2011). Demam tifoid juga dikenali sebagai typhus
abdominalis, typhoid fever dan Enteric fever (Herawati,2007). Demam tifoid
merupakan penyakit infeksi sistemik dan salah satu dari foodborne disease yang
banyak ditemukan disemua negara (WHO,2002).
Di indonesia, penyakit infeksi ini tergolong penyakit endemik yang didapat
sepanjang tahun (Rohman,2010). Demam tifoid merupakan penyakit yang
terdapat di seluruh dunia namun merupakan masalah utama bagi negara negara
di Asia Tenggara termasuk Indonesia, Malaysia dan Thailand. Tahun 2007, CDC
melaporkan prevalensi kasus demam tifoid di Indonesia sekitar 358 810 per
100.000 penduduk, 64% terjadi pada usia 3 tahun sampai 19 tahun. Di Jakarta,
demam tifoid adalah infeksi kedua tertinggi setelah gastroenteritis dan
menyebabkan angka kematian yang tertinggi (Moehario, 2009).
Demam tifoid adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Salmonella
typhi atau Salmonella paratyphi A, B atau C (Soedarto, 1996). Bakteri salmonella
ini bisa ditularkan dengan mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi berasal
dari hewan seperti daging, unggas, telur dan susu (WHO,2005).
Istirahat tirah baring, perawatan professional, diet dan terapi penunjang
dengan tujuan mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan serta
pemberian anti biotik dengan tujuan untuk menghentikan dan mencegah
penyebaran bakteri merupakan upaya yang dapat dilakukan dalam proses
penyembuhan.
1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Setelah pembelajaran mata kuliah keperawatan pencernaan II materi
demam tifoid diharapkan mahasiswa semester 4 dapat memahami,
mengaplikasikan dalam asuhan keperawatan pasien dengan demam tifoid.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui definisi demam tifoid
2. Untuk mengetahui patogenesis demam tifoid
3. Untuk mengetahui etiologi demam tifoid
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis demam tifoid
5. Untuk mengetahui patofisiologi demam tifoid
6. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik demam tifoid
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan demam tifoid
8. Untuk mengetahui pencegahan demam tifoid
9. Untuk mengetahui komplikasi demam tifoid
10. Untuk mengetahui tindakan asuhan keperawatan pada pasien
dengan demam tifoid
1.4. Manfaat
1. Menambah pemahaman mengenai demam tifoid
2. Menambah sumber bacaan atau referensi untuk meningkatkan kualitas
pendidikan keperawatan bagi pembaca.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi Fisiologi Sistem Pencernaan
Bagian-bagian gigi
Email gigi merupakan lapisan keras berwarna putih yang
menutupi mahkota gigi. Tulang gigi, tersusun atas zatdentin.
Sumsum gigi (pulpa), merupakan rongga gigi yang di dalamnya
terdapat serabut saraf dan pembuluh-pembuluh darah. Itulah
sebabnya bila gigi kita berlubang akan terasa sakit, karena pada
sumsum gigi terdapat saraf.
b. Lidah
Lidah berfungsi untuk mengaduk makanan di dalam rongga
mulut dan membantu mendorong makanan (proses penelanan).
Selain itu, lidah juga berfungsi sebagai alat pengecap yang dapat
merasakan manis, asin, pahit, dan asam. Tiap rasa pada zat yang
masuk ke dalam rongga mulut akan direspon oleh lidah di tempat
yang berbeda-beda. Letak setiap rasa berbeda-beda, yaitu:
1) Rasa asin
> lidah bagian tepi depan
2) Rasa manis > lidah bagian ujung
3) Rasa asam > lidah bagian samping
4) Rasa pahit > lidah bagian belakang / pangkal
lidah
Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat seperti pada gambar
berikut ini.
e. Lambung
Lambung (ventrikulus) merupakan kantung besar yang
terletak di sebelah kiri rongga perut sebagai tempat terjadinya
sejumlah proses pencernaan. Lambung terdiri dari tiga bagian,
yaitu bagian atas (kardiak), bagian tengah yang membulat (fundus),
dan bagian bawah (pilorus). Kardiak berdekatan dengan hati dan
berhubungan
dengan
kerongkongan. Pilorus berhubungan
langsung
dengan
usus
dua
belas
jari.
Dibagian
ujung kardiak danpilorus terdapat klep atau sfingter yang mengatur
masuk dan keluarnya makanan ke dan dari lambung. Struktur
lambung dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Struktur lambung
Dinding lambung terdiri dari otot yang tersusun melingkar,
memanjang, dan menyerong. Otot-otot tersebut menyebabkan
lambung berkontraksi, sehingga makanan teraduk dengan baik dan
bercampur merata dengan getah lambung. Hal ini menyebabkan
makanan di dalam lambung berbentuk seperti bubur. Dinding
lambung mengandung sel-sel kelenjar yang berfungsi sebagai
kelenjar pencernaan yang menghasilkan getah lambung. Getah
lambung mengandung air lendir (musin), asam lambung,
enzim renin, dan enzim pepsinogen. Getah lambung bersifat asam
karena banyak mengandung asam lambung. Asam lambung
berfungsi membunuh kuman penyakit atau bakteri yang masuk
bersama makanan dan juga berfungsi untuk mengaktifkan
pepsinogen menjadi pepsin. Pepsin berfungsi memecah protein
menjadi pepton dan proteos.
Enzim renin berfungsi
menggumpalkan protein susu (kasein) yang terdapat dalam susu.
10
11
h. Anus
Merupakan lubang tempat pembuangan feses dari tubuh.
Sebelum dibuang lewat anus, feses ditampung terlebih dahulu pada
bagian rectum. Apabila feses sudah siap dibuang maka
otot spinkter rectum mengatur pembukaan dan penutupan anus.
Otot spinkter yang menyusun rektum ada 2, yaitu otot polos dan
otot lurik. Jadi, proses defekasi (buang air besar) dilakukan dengan
sadar, yaitu dengan adanya kontraksi otot dinding perut yang
diikuti dengan mengendurnya otot sfingter anus dan kontraksi
kolon serta rektum. Akibatnya feses dapat terdorong ke luar anus.
Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Struktur anus
2.2. Definisi Demam Tifoid
Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran
cerna, dengan gejala demam lebih dari 1 minggu, gangguan pada pencernaan,
gangguan kesadaran (Sodikin, 2011). Demam tifoid atau sering disebut dengan
tifus abdominalis adalah penyakit infeksi akut pada saluran pencernaan yang
berpotensi menjadi penyakit multisistemik yang disebabkan oleh Salmonella
typhi. Menurut Tambayong (2000), mengatakan tifus abdominalis adalah penyakit
infeksi hebat yang diawali di selaput lendir usus dan jika tidak diobati secara
progresif menyerbu jaringan di seluruh tubuh.
2.3. Patogenesis Demam Tifoid
Salmonella typhi merupakan hasil gram (-) dan bergerak dengan rambut
getar. Transmisi Salmonella typhi ke dalam tubuh manusia dapat melalui
(Hornick, 1978) hal-hal berikut.
1. Transmisi oral, melalui makanan yang terkontaminasi kuman Salmonella
typhi.
12
2. Transmisi dari tangan ke mulut, di mana tangan yang tidak higienis yang
mempunyai Salmonella typhi langsung bersentuhan dengan makanan yang
dimakan.
3. Transmisi kotoran, di mana kotoran individu yang mempunyai basil
Salmonella typhi ke sungai atau dekat dengan sumber air yang digunakan
sebagai air minum yang kemudian langsung diminum tanpa dimasak.
2.4. Etiologi Demam Tifoid
Penyakit tifus disebabkan oleh infeksi kuman Salmonella Typhosa, basil
gram negatif, berflagel (bergerak dengan bulu getar), anaerob, dan tidak
menghasilkan spora berkapsul tumbuh baik di suhu 37oC. Bakteri tersebut
memasuki tubuh manusia melalui saluran pencernaan dan manusia merupakan
sumber utama infeksi yang mengeluarkan mikroorganisme penyebab penyakit
saat sedang sakit atau dalam pemulihan. Kuman ini dapat hidup dengan baik
sekali pada tubuh manusia maupun pada suhu yang lebih rendah sedikit, namun
mati pada suhu 70C maupun oleh antiseptik. (Soedarto, 1996).
Infeksi Salmonella dapat berakibat fatal kepada bayi, balita, ibu hamil dan
kandungannya serta orang lanjut usia. Hal ini disebabkan karena kekebalan tubuh
mereka yang menurun. Adapun sifat dari Salmonella thypi adalah sabagai berikut
: bentuk batang, gram negatif, fakultatif aerob, bergerak dengan flagel pertrich,
mudah tumbuhpada perbenihan biasa dan tumbuh baik pada perbenihan yang
mengandung empedu. Sebagian besar salmonella typhi bersifat patogen pada
binatang dan merupakan sumber infeksi pada manusia, binatang-binatang itu
antara lain tikus, unggas, anjing, dan kucing. Dialam bebas salmonella typhi dapat
tahan hidup lama dalam air , tanah atau pada bahanmakanan. di dalam feses diluar
tubuh manusia tahan hidup 1-2 bulan.
Struktur Antigen Salmonella thypi:
a. Antigen O
Antigen O merupakan somatic yang terletak dilapisan luar tubuh
kuman. Struktur kimianyaterdiri dari lipopolisakarida. Antigen ini
tahan terhadap pemenasan 1000 selama 2-5 jam,alcohol dan asam yang
encer.
b. Antigen H
Antigen H merupakan antigen yang terletak di plagella, pibriae atau fili
Salmonella typhi danberstruktur kimia protein. Antigen ini tidak aktif
pada pemanasan di atas suhu 600 C dan pemberian alkohol atau asam.
c. Antigen Vi
Antigen Vi terletak dilapisan terluar Salmonella typhi (kapsul) yang
melindungi kuman daripagositas dengan struktur kimia glikolitid.
Akan rusak bila dipanaskan selama 1 jam pada suhu 600 C dengan
pemberian asam dan fenol. Antigen inidigunakan untuk mengetahui
adanya karier.
13
14
15
1. Pemeriksaan darah
Untuk mengidentifikasi adanya anemia karena asupan makanan yang
terbatas, malabsorbsi, hambatan pembentukan darah dalam sumsum, dan
penghancuran sel darah merah dalam peredaran darah. Leukopenia dengan
jumlah leukosit antara 3000-4000/mm3 ditemukan pada feses demam. Hal
ini diakibatkan oleh penghancuran leukosit oleh endotoksin. Aneosinofilia
yaitu hilangnya eosinofil dari darah tepi. Trombositopenia terjadi pada
stadium panas yaitu pada minggu pertama. Limfositosi umumnya jumlah
limfosit meningkat akibat rangsangan endotoksin. Laju endap darah
meningkat (Dutta,2001)
2. Pemeriksaan urin
Protein bervariasi dari mulai negatif hingga positif (akibat demam)
juga didapatkan peningkatan leukosit dalam urin.
3. Pemeriksaan feses
Didapatkan adanya lendir dan darah, dicurigai akan bahya perdarahan
usus perforasi.
4. Pemeriksaan bakteriologis
Untuk identifikasi adanya kuman salmonella pada biakan darah tinja,
urine, cairan empedu, atau sumsum tulang.
5. Pemeriksaan serologis
Untuk mengevaluasi reaksi aglutinasi antara antigen dan antibosi
(aglutinin). Respons antibosi yang dihasilkan tubuh akibat infeksi kuman
salmonella adalah antibodi O dan H. Apabila titer antibosi O adalah 1:20
atau lebih pada minggu pertama atau terjadi peningkatan titer antibodi
yang progresif (lebih dari 40 kali). Pada pemeriksaan ulangan 1 atau 2
minggu kemudian menunjukkan diagnosa positif dari infeksi salmonella
typhi (Papagrigorakis,2007)
6. Tes Widal
Tes widal adalah prosedur uji serologi untuk mendeteksi bakteri
salmonella yang mengakibatkan tifoid. Uji ini akan memperlihatkan reaksi
antibody salmonella terhadap antigen O-somatik dan H-flagellar di dalam
darah.
Tes widal didasarkan pada :
1. Antigen 0 (somatic/badan)
2. Antigen h (flagel / semacam ekor sebagai alat gerak)
Jika masuk kedalam tubuh kita, maka timbul reaksi antigen-antibodi.
Antibody terhadap :
1. Antigen O : setelah 6 sampai 8 hari dari awal penyakit
2. Antigen H : 10 12 hari dari awal penyakit
7. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiologi isi untuk mengetahui apakah ada kelainan atau
komplikasi demam tifoid.
16
17
18
Dimusnahkan
asam lambung
Mati
Perforasi
Lap.
Serosa
usus
Lapisan
otot
PK: Pendarahan
Hyperplasi
a & nekrosi
jaringan
Erosi pemb
darah
plaques
payeri
Makrofag
hiperaktif
Plaques payeri
Nyeri Akut
Bakterimia II Symtomatik
Bakterimia Asymtomatik
Organ retikuloendotelial
hati & limpa
Nyeri otot
Nyeri kepala
Metabolisme meningkat
Anoreksia,
mual, muntah
MK : Kekurangan
Volume Cairan
Kantung Empedu
Lumen usus
Feses
Usus
Splenomegali
Hepatomegali
MK : Nyeri akut
Salmonella dlm
makrofag teraktivitas
Hiperaktif melepaskan sitokin
Hipertermi
Reaksi Inflamasi
Resiko Infeksi
19
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
3.1. Pengkajian
Pengkajian demam tifoid akan didapatkan sesuai dengan perjalanan patologis
penyakit. Secara umum keluhan utama pasien adalah demam dengan atau tidak
disertai menggigil. Apabila pasien datang untuk mendapatkan pelayanan kesehatan,
dimana perjalanan penyakit pada minggu pertama akan didapatkan keluhan
inflamasi yang belum jelas, sedangkan setelah minggu kedua, maka keluhan pasien
menjadi lebih berat. Keluhan lain yang menyertai demam yang lazim didapatkan
berupa keluhan nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah, diare, konstipasi dan nyeri
otot.
Pada pengkajian riwayat kesehatan mungkin didapatkan kebiasaan
mengonsumsi makan yang tidak diolah dengan baik, sumber air minum yang tidak
sehat dan kondisi lingkungan rumah tempat tinggal yang tidak sehat, serta
kebersihan perseorangan yang kurang baik. Pada pengkajian riwayat penyakit
dahulu perlu divalidasi tentang adanya riwayat penyakit tifus abdominalis
sebelumnya.
Pengkajian psikososial sering didapatkan adanya kecemasan dengan kondisi
sakit dan keperluan pemenuhan informasi tentang pola hidup higienis. Pada
pemeriksaan fisik akan didapatkan berbagai manifestasi klinik yang berhubungan
dengan perjalanan dari penyakit demam tifoid.
Pemeriksaan
Survei umum dan tingkat kesadaran
TTV
B1 (breathing)
Manifestasi klinik
Pada fase awal penyakit biasanya
tidak didapatkan adanya perubahan.
Pada fase lanjut, secara umum pasien
terlihat sakit berat dan sering
didapatkan
penurunan
tingkat
kesadaran (apatis, delirium)
Pada fase 7 14 hari didapatkan suhu
tubuh meningkat 39 41o C pada
malam hari dan biasanya turun pada
pagi hari. Pada pemeriksaan nadi
didapatkan penurunan frekuensi nadi
(bradikardi relative)
System pernapasan biasanya tidak
didapatkan adanya kelainan, tetapi
akan mengalami perubahan apabila
terjadi respons akut dengan gejala
batuk kering. Pada beberapa kasus
berat bisa didapatkan adanya
20
B2 (blood)
System kardiovaskular dan
hematologi
B3 (brain)
Neuro sensori dan fungsi system
saraf pusat
B4 (bladder)
System genitourinarius
B5 (bowel)
System gastrointestinal
komplikasi
tanda
dan
gejala
pneumonia.
Penurunan tekanan darah, keringat
dingin, dan diaphoresis sering
didapatkan pada minggu pertama.
Kulit pucat dan akral dingin
berhubungan dengan penurunan kadar
hemoglobin.
Pada minggu ketiga, respons toksin
sistemik bisa mencapai otot jantung
dan terjadi miokarditis dengan
manifestasi penurunan curah jantung
dengan tanda denyut nadi lemah, nyeri
dada, dan kelemahan fisik (Brusch,
2009)
Pada pasien dengan dehidrasi berat
akan menyebabkan penurunan perfusi
serebral dengan manifestasi sakit
kepala, perasaan lesu, gangguan
mental seperti halusinasi dan delirium.
Pada beberapa pasien bisa didapatkan
kejang umum yang merupakan
respons terlibatnya system saraf pusat
oleh infeksi tifus abdominalis.
Didapatkannya icterus pada sklera
terjadi pada kondisi berat.
Pada kondisi berat akan didapatkan
penurunan urine output respons dari
penurunan curah jantung.
Inspeksi
1. Lidah kotor berselaput putih
dan tepi hiperemis disertai
stomatitis. Tanda ini jelas
mulai Nampak pada minggu
kedua berhubungan dengan
infeksi
sistemik
dan
endotoksin kuman
2. Sering muntah
3. Perut kembung
4. Distensi abdomen dan nyeri,
merupakan
tanda
yang
21
B6 (bone)
System musculoskeletal dan
integument
diwaspadai
terjadinya
perforasi dan peritonitis.
Auskultasi
1. Didapatkan penurunan bising
usus kurang dari 5kali/ menit
pada minggu pertama dan
terjadi
konstipasi,
serta
selanjutnya meningkat akibat
terjadi diare.
Perkusi
1. Didapatkan suara timpani
abdomen akibat kembung
Palpasi
1. Hepatomegaly
dan
splenomegaly.
Pembesaran
hati
dan
limpa
mengindikasikan infeksi RES
yang mulai terjadi pada
minggu ke 2
2. Nyeri tekan abdomen
Respons sistemik akan menyebabkan
malaise, kelemahan fisik umum dan
didapatkan kram otot ekstremitas.
Pemeriksaan
integument
sering
didapatkan kulit kering, turgor kulit
menurun, muka tampak pucat, rambut
agak suram, dan yang terpenting
sering didapatkannya tanda Roseola
(bintik merah pada leher, punggung,
dan paha). Roseola merupakan suatu
nodul kecil sedikit menonjol dengan
diameter 2 4 mm, berwarna merah,
pucat, serta hilang pada penekanan,
lebih sering terjadi pada akhir minggu
pertama dan awal minggu kedua.
Roseola ini merupakan emboli kuman
dimana didalamnya mengandung
kuman Salmonella dan terutama
didapatkan didaerah perut, dada dan
terkadang di bokong mupun bagian
fleksor dari lengan atas (Crumm,
2003)
22
3.1.1.
Pengkajian diagnostic
Pengkajian diagnostic yang diperlukan pada pasien dengan demam
tifoid adalah pemeriksaan laboratorium dan radiografi, meliputi hal hal
berikut :
1. Pemeriksaan darah
Untuk mengidentifikasi adanya anemia karena asupan makanan yang
terbatas, malabsorpsi, hambatan pembentukan darah dalam sumsum, dan
penghancuran sel darah merah dalam peredaran darah. Leukopenia dengan
jumlah leukosit antara 3000 4000 / mm3 ditemukan pada fase demam. Hal
ini diakibatkan oleh penghancuran lekosit oleh endotoksin. Aneosinofilia
yaitu hilangnya eosinophil ari darah tepi. Trombositopenia terjadi pada
stadium pana yaitu pada minggu pertama. Lomfositosis umumnya jumlah
limfosit meningkat akibat rangsangan endotoksin. Laju endap darah
meningkat (Dutta, 2001).
2. Pemeriksaan urine
Protein bervariasi dari mulai negatif hingga positif (akibat demam)
juga didapatkan peningkatan leukosit dalam urin.
3. Pemeriksaan feses
Didapatkan adanya lender dan darah, dicurigai akan bahaya
perdarahan usus dan perforasi
4. Pemeriksaan bakteriologis
Untuk identifikasi adanya kuman Salmonella pada biakan darah tinja,
urine, cairan empedu, atau sumsum tulang belakang
5. Pemeriksaan serologis
Untuk mengevaluasi reaksi aglutinasi antara antigen dan antibody
(agglutinin). Respons antibody yang dihasilkan tubuh akibat infeksi
kuman Salmonella adalah antibody O dan H. apabila titer antibody O
adalah 1 : 20 atau lebih pada minggu pertama atau terjadi peningkatan titer
antibody yang progresif (lebih dari 4 kali). Pada pemeriksaan ulangan 1
atau 2 minggu kemudian menunjukkan diagnosis positif dari infeksi
Salmonella typhi (Papagrigorakis, 2007).
6. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan ini untuk mengetahui apakah ada kelainan atau
komplikasi akibat deman tifoid.
3.1.2.
Pengkajian penatalaksanaan medis
1. Diet, makanan harus mengandung cukup cairan, kalori, dan tinggi
protein, dan tinggi protein. Bahan makanan tidak boleh mengandung
banyak serat, tidak merngsang, dan tidak menimbulkan banyak gas.
2. Obat pilihan utama ialah kloranfenikol atau tiamfenikol
23
1. Thermogulasi
2. Infection control
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan selama 2x24 jam
pasien menunjukkan :
Suhu tubuh dalam batas normal
dengan kriteria hasil :
1. Suhu 36-37c
2. Nadi dan RR dalam rentang
normal
3. Tidak ada perubahan warna
kulit dan tidak ada pusing,
merasa nyaman.
4. WBC dalam batas normal
Kolaborasi :
1. Kolaborasikan
pemberian
antipiretik
2. Kolaborasikan
pemberian
antibiotik
Monitoring :
1. Monitor suhu sesering mungkin
2. Manitor warna dan susu kulit
3. Monitor tanda tanda vital
4. Monitor WBC, Hb, dan Hct
5. Monnitor intake dan output
6. monitor hidrasi seperti turgor
kulit,
kelembaban
membran
mukosa
Mandiri :
1. menganjurkan istirahat
2. selimuti pasien
3. kompres pasien ppada lipat paha
dan aksila
4. catat adanya fluktuasi tekanan
darah
Edukasi :
1. berikan informasi tanda dan gejala
infeksi pada keluarga
26
BAB 4
ASUHAN KEPERAWATAN KASUS
4.1. Kasus Klien dengan Kasus Demam Tifoid
An. L (4 tahun 6 bulan) BB : 30 kg, di bawa ke UGD RS Dr. Soetomo karena
demam tidak turun sudah 9 hari, pagi turun sore malam naik lagi, mual muntah
sudah 7 hari, setelah dilakukan pemeriksaan oleh perawat didapatkan data mukosa
bibir kering, turgor kulit jelek, anak tampak lemah, T : 40oC, N : 90 x/menit, RR :
23 x/menit. Anak tampak berkeringat, keluaran urin sedikit. .Lidah kotor.Anak
didiagnosa demam thypoid. Kesadaran apatis (GCS 4,5,3 )
4.2. Pengkajian
1. Identitas klien
a. Nama
b. Tempat Tanggal Lahir
c. Umur
d. Jenis Kelamin
e. Agama
f. Pendidikan
g. Alamat
h. Tanggal MRS
i. Tanggal Pengkajian
j. No. RM
k. Diagnosa medik
2. Keluhan utama ( IGD )
3.
4.
5.
6.
: An. L
: Surabaya
: 4 Tahun
: laki-laki
: Islam
:: Mulyorejo
:23 April 2016
: 23 April 2016
: 130676
: typoid
Deman disertai nyeri perut, mual muntah sudah lebih dari 7 hari.
Riwayat penyakit sekarang
Pada hari jumat malam tgl 16/4-16 klien demam,batuk,dan beringus
pada malam itu ibu klien memberikan obat parasetamol, suhunya turun
namun kembali naik lagi. Keesokan harinya tgl 23/4-16 klien di bawah ke
RS Dr. soetomo oleh keluarga melalui ugd dari pemeriksaan dokter di IGD
klien menganjurkan untuk rawat inap dan mendapatakan perwatan.
Riwayat penyakit dahulu : Riwayat penyakit keluarga
Orang tua anak mengatakan kakak perempuan pasien pernah
menderita penyakit seperti pasien
Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Mengkaji kesadaran dan keadaan umum anak. Kesadaran anak perlu
di kaji dari sadar tidak sadar (composmentis coma) untuk
mengetahui berat ringannya prognosis penyakit ,hasilnya pada fase
awal penyakit biasanya tidak didapatkan adanya perubahan. Pada fase
27
lanjut, secara umum pasien terlihat sakit berat dan sering didapatkan
penurunan tingkat kesadaran (apatis, delirium).
Suhu : 40oC
Nadi : 90 x/menit
RR : 23 x/menit
b. Tanda-tanda vital dan pemeriksaan persistem
Suhu : 40oC , Nadi : 90 x/menit, RR : 23 x/menit
1) B1 (breath)
Bentuk dada : simetris
Pola nafas : teratur
Suara nafas : tidak ada bunyi nafas tambahan
Sesak nafas : tidak ada sesak nafas
Retraksi otot bantu nafas : tidak ada
Alat bantu pernafasan : tidak ada alat bantu pernafasan
2) B2 (Blood)
Irama jantung : teratur
Nyeri dada : tidak ada
Bunyi jantung : tidak ada bunyi jantung tambahan
Akral : Tangan bentuk simetris, tidak ada peradangan sendi dan
oedem, dapat bergerak dengan bebas, akral hangat, tangan
kanan terpasang infus.Kaki bentuk simetris, tidak ada
pembatasan gerak dan oedem, akral hangat.
3) B3 (Brain)
Kesadaran : apatis (GCS 4,5,3 )
sakit kepala, perasaan lesu, gangguan mental seperti halusinasi
dan delirium.
Penglihatan (mata) : Gerakan bola mata dan kelopak mata
simetris, konjungtiva tampak anemis, sklera putih, pupil
bereaksi terhadap cahaya, produksi air mata (+), tidak
menggunakan alat bantu penglihatan.
Pendengaran (telinga) : Bentuk D/S simetris, mukosa lubang
hidung merah muda, tidak ada cairan dan serumen, tidak
menggunakan alat bantu, dapat merespon setiap pertanyaan
yang diajukan dengan tepat.
Penciuman (hidung) : Penciuman dapat membedakan baubauan, mukosa hidung merah muda, sekret tidak ada, tidak ada
terlihat pembesaran mukosa atau polip.
4) B4 (Bladder)
Kebersiahan
: bersih
Bentuk alat kelamin
: normal
Uretra
: normal
Produksi urin
: tidak normal (sedikit), buang air kecil
28
Kuman Salmonella
typhii
masuk ke saluran
cerna
Sebagian masuk
Ke usus halus
Hipertermi Hipertermi
berhubungan
dengan proses
infeksi
Ileum terminalis
Sebagian
menembus
lamina propia
29
Menembus dan
masuk aliran darah
Hipothalamus
Demam
Peningkatan
Suhu tubuh
Data Subjektif
1. Demam (panas naik
turun)
2. Mual
3. Muntah
4. Diare
bahkan
konstipasi.
Data Objektif
1. Mukosa bibir kering
2. Turgor kulit jelek
3. Anak tampak lemah
4. Lidah tampak kotor
5. Keluaran
urin
sedikit
6. T : 40oc
7. N : 90 x/m
8. RR : 23x/m
9. Berkeringat
10. Penurunan bising
usus kurang dari
MK : Hipertermi
Kuman Salmonella
typhii
masuk ke saluran
cerna
Sebagian
dimusnahkan
Asam lambung
Kekuranga Kurangnya
n volume volume cairan
cairan
berhubungan
dengan
kurangnya
intake cairan
dan
peningkatan
suhu tubuh
Peningkatan asam
lambung
Mual, Muntah
30
MK : Kekurangan
Volume Cairan
Bakteri masuk
melalui makanan
Berkembang biak
di usus
Nyeri
Akut
Nyeri
akut
berhubungan
dengan
kerusakan
jaringan
(pembesaran
organ)
Kelenjar getah
bening bermasalah
Sirkulasi darah
Bakterimia
asymtomatik
Organ
retikuloendotelia
hati dan limfa
Berkembang biak
diluar sel
Hepatomegali dan
splenomegali
Nyeri Akut
31
1. Thermogulasi
2. Infection control
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan selama 2x24 jam
pasien menunjukkan :
Suhu tubuh dalam batas normal
dengan kriteria hasil :
1. Suhu 36-37c
2. Nadi dan RR dalam rentang
normal
3. Tidak ada perubahan warna
kulit dan tidak ada pusing,
merasa nyaman.
4. WBC dalam batas normal
Kolaborasi :
1. Kolaborasikan
pemberian
antipiretik
2. Kolaborasikan
pemberian
antibiotik
Monitoring :
1. Monitor suhu sesering mungkin
2. Manitor warna dan susu kulit
3. Monitor tanda tanda vital
4. Monitor WBC, Hb, dan Hct
5. Monnitor intake dan output
6. monitor hidrasi seperti turgor
kulit,
kelembaban
membran
mukosa
Mandiri :
1. menganjurkan istirahat
2. selimuti pasien
3. kompres pasien ppada lipat paha
dan aksila
4. catat adanya fluktuasi tekanan
darah
Edukasi :
1. berikan informasi tanda dan gejala
infeksi pada keluarga
34
BAB 5
KESIMPULAN
Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran
cerna, dengan gejala demam lebih dari 1 minggu, gangguan pada pencernaan,
gangguan kesadaran (Sodikin, 2011).
Penyakit demam tifoid disebabkan oleh infeksi kuman Salmonella Typhosa,
basil gram negatif, berflagel (bergerak dengan bulu getar), anaerob, dan tidak
menghasilkan spora berkapsul tumbuh baik di suhu 37oC. Bakteri tersebut
memasuki tubuh manusia melalui saluran pencernaan dan manusia merupakan
sumber utama infeksi yang mengeluarkan mikroorganisme penyebab penyakit saat
sedang sakit atau dalam pemulihan. Kuman ini dapat hidup dengan baik sekali pada
tubuh manusia maupun pada suhu yang lebih rendah sedikit, namun mati pada suhu
70C maupun oleh antiseptik. (Soedarto, 1996).
Gejala klinis demam tifoid pada anak biasanya lebih ringan jika dibanding dengan
penderita dewasa. Masa inkubasi rata-rata 10 20 hari. Setelah masa inkubasi maka
ditemukan gejala prodromal, yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing
dan tidak bersemangat. Kemudian menyusul gejala klinis yang biasa ditemukan, yaitu :
Demam, Ganguan pada saluran pencernaan, Gangguan kesadaran.
35
Daftar Pustaka
Eprint.undip.ac.id/42528/1/BAB_1-IV.pdf diakses tanggal 16 April 2016 pukul
21.18
Gloria M. Bulechek, et. al. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC). USA:
Mosby Elsevier
Herdman, T. H. & Kamitsuru, S. (Eds.). (2014). NANDA International Nursing
Diagnoses: Definition and
Classification, 2015-2017. Oxford: Wiley
Blackwell
Muttaqin Arif, Kumala Sari.2013.Gangguan Gastrointestinal:Aplikasi Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta:Salemba Medika
Sue Moorhead, et. al. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC): Measurement
of Health Outcomes 5th Edition. USA: Elsevier
Widagdo. 2011. Masalah dan tatalaksana penyakit infeksi pada anak. Jakarta:
Sagung Seto.
36