You are on page 1of 14

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada dasarnya wajib pajak dalam negeri terutang pajak atas seluruh
penghasilan, termasuk penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar
negeri. Untuk meringankan beban pajak ganda yang dapat terjadi karena
pengenaan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar negeri,
ketentuan ini mengatur tentang prhitungan besarnya pajak atas penghasilan
yang dibayar atau terutang di luar negeri yang dapat dikreditkan terhadap pajak
yang terutang atas seluruh penghasilan wajib pajak dalam negeri.
Pengkreditan pajak luar ngeri dilakukan dalam tahun digabungkannya
penghasilan dari luar negeri dengan penghaasilan di Indonesia. Indonesia
menganut tax credit yang ordinary method dengan menerapkan per country
limitation. Ketentuan pasal 25 UU PPh mengatur tentang penghitungan
besarnya angsuran bulanan yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak dalam
tahun berjalan.

B. Rumusan Masalah
Adapun permasalahan yang dibahas di dalam makalah ini adalah :
1. Apa pengertian pajak penghasilan menurut Pasal 25?
2.

Bagaimana angsuran PPh menurut Pasal 25?

3.

Bagaimana cara menghitung PPh 25?

4.

Bagaimana cara pengurangan angsuran PPh 25?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah :
1.

Untuk mengetahui pengertian Pajak Penghasilan menurut Pasal 25.

2.

Untuk mengetahui angsuran PPh menurut Pasal 25.

3.

Untuk mengetahui cara menghitung PPh 25.

4.

Untuk mengetahui cara pengurangan angsuran PPh 25.

D. Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah mempermudah pembaca untuk
belajar atau menambah pengetahuan tentang penghasilan pasal 25.

BAB II

PEMBAHASAN
PAJAK PENGHASILAN PASAL 25
Pajak penghasilan pasal 25 adalah Pajak Penghasilan (disingkat PPh)
dikenakan terhadap Wajib Pajak dalam satu periode tertentu yang dinamakan
tahun pajak. Berdasarkan hal ini, maka perhitungan dan penghitungan PPh
dilakukan setahun sekali yang dituangkan dalam SPT Tahunan. Nah, karena
penghitungan PPh dilakukan setahun sekali, maka penghitungan ini harus
dilakukan setelah satu tahun tersebut berakhir agar semua data penghasilan
dalam satu tahun sudah diketahui. Untuk perusahaan, tentu saja data
penghasilan ini harus menunggu laporan keuangan selesai dibuat.
1.

Wajib Pajak Baru adalah Wajib Pajak orang pribadi dan badan yang baru
pertama kali memperoleh penghasilan dari usaha atau pekerjaan bebas dalam
tahun pajak berjalan.

2.

Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu adalah Wajib Pajak orang
pribadi yang melakukan kegiatan usaha di bidang perdagangan yang
mempunyai tempat usaha lebih dari satu, atau mempunyai tempat usaha yang
berbeda alamat dengan domisili.

3.

Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun


1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008.

4.

Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 adalah angsuran Pajak Penghasilan


dalam tahun pajak berjalan untuk setiap bulan yang harus dibayar sendiri oleh
Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 Undang-Undang Pajak
Penghasilan.

a.

Cara Mengitung PPh Pasal 25


Besarnya angsuran PPh Pasal 25 harus dihitung sesuai dengan ketentuan.
Pada umumnya, cara menghitung PPh Pasal 25 didasarkan kepada data SPT
Tahunan tahun sebelumnya. Artinya, kita mengasumsikan bahwa penghasilan
tahun ini sama dengan penghasilan tahun sebelumnya. Tentu saja nanti akan ada
perbedaan dengan kondisi sebenarnya ketika tahun pajak sekarang sudah
berakhir. Selisih tersebutlah yang kita bayar sebagai kekurangan pajak akhir
tahun. Kekurangan bayar akhir tahun ini biasa dinamakan PPh Pasal 29. Apabila
selisihnya menunjukkan lebih bayar, maka kondisi ini dinamakan restitusi atau
Wajib Pajak meminta kelebihan pembayaran pajak yang telah dilakukan.
Pada umumnya angsuran pajak ini adalah sebesar Pajak Penghasilan
terutang menurut SPT Tahunan Pajak Penghasilan tahun lalu dikuranggi dengan
kredit pajak Pajak Penghasilan Pasal 21, 22, 23 dan Pasal 24, dibagi 12 atau
banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.
Misal, SPT Tahunan 2007 menunjukkan data sebagai berikut :
Pajak Penghasilan terutang

Rp 50.000.000

Kredit Pajak PPh Pasal 21,22,23 dan 24

Rp 35.000.000

Maka, PPh Pasal 25 tahun 2008 yang harus dibayar tiap bulan adalah
sebagai berikut :
Pajak Penghasilan terutang

Rp 50.000.000

Kredit Pajak PPh Pasal 21,22,23 dan 24

Rp 35.000.000

Dasar perhitungan PPh pasal 25 tahun 2008


PPh Pasal 25/bulan = 15.000.000 : 12 =

Rp 15.000.000

Rp 1.250.000

b. Angsuran PPh Pasal 25 untuk Wajib Pajak Baru


1.

Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak baru adalah
sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum
atas penghasilan neto sebulan yang disetahunkan, dibagi 12 (dua belas).
Contoh:
PT Almond, perusahaan yang baru berdiri terdaftar sebagai wajib pajak pada
awal bulan Juni 2009. Selama bulan Juni penjualan PT Almod sebesar Rp
100.0000.000,00 dan biaya-biaya yang tejadi adalah sebesar Rp 60.000.000,00
Perhitungan PPh pasal 25 untuk masa Juni 2009 adalah sebagai berikut:
Penjualan

Rp 100.000.000,00

Biaya

Rp 60.000.000,00 -

Penghasilan netto sebulan

Rp 40.000.000,00

Penghasilan netto setahun


(12 x Rp 40.000.000,00)

Rp 480.000.000,00

PPh terutang 28% x Rp 480.000.000,00 = Rp 134.000.000,00


PPh pasal 25 bulan juni = Rp 134.000.000,00 : 12bulan = Rp 11.200.000,00
2.

Penghasilan neto sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah :

a. Dalam

hal

Wajib

Pajak

sebagaimana

dimaksud

dalam

ayat

(1)

menyelenggarakan pembukuan dan dari pembukuannya dapat dihitung besarnya


penghasilan neto setiap bulan, penghasilan neto fiskal dihitung berdasarkan
pembukuannya;
b.

Dalam hal Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya
menyelenggarakan pencatatan dengan menggunakan Norma Penghitungan
Penghasilan Netoatau menyelenggarakan pembukuan tetapi dari pembukuannya
tidak dapat dihitung besarnya penghasilan neto setiap bulan, penghasilan neto
fiskal

dihitung berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan Netoatas

peredaran atau penerimaan bruto.


c. Untuk Wajib Pajak orang pribadi baru, jumlah penghasilan neto fiskal yang
disetahunkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikurangi terlebih dahulu
dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak.
d. Dalam hal Wajib Pajak baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa
Wajib Pajak badan yang mempunyai kewajiban membuat laporan berkala,
besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 adalah sebesar Pajak Penghasilan
yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas proyeksi laba-rugi fiskal
pada laporan berkala pertama yang disetahunkan, dibagi 12 (dua belas).

c. Angsuran PPh Pasal 25 untuk WP Bank dan sewa guna usaha dengan
hak opsi
Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak bank
dan sewa guna usaha dengan hak opsi adalah sebesar Pajak Penghasilan yang
dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas laba-rugi fiskal menurut
laporan keuangan triwulan terakhir yang disetahunkan dikurangi Pajak

Penghasilan Pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar negeri untuk tahun
pajak yang lalu, dibagi 12 (dua belas).
d. Angsuran PPh Pasal 25 untuk WP BUMN dan BUMD
1.

Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak Badan


Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah dengan nama dan dalam
bentuk apapun, kecuali Wajib Pajak bank dan Sewa Guna Usaha dengan hak
opsi, adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan
tarif umum atas laba-rugi fiskal menurut Rencana Kerja dan Anggaran
Pendapatan (RKAP) tahun pajak yang bersangkutan yang telah disahkan Rapat
Umum Pemegang Saham (RUPS) dikurangi dengan pemotongan dan
pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 dan Pasal 23 serta Pajak Penghasilan
Pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar negeri tahun pajak yang lalu, dibagi
12 (dua belas).

2.

Dalam hal Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan (RKAP) sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) belum disahkan, maka besarnya angsuran Pajak
Penghasilan Pasal 25 untuk bulan-bulan sebelum bulan pengesahan adalah sama
dengan angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 bulan terakhir tahun pajak
sebelumnya.

e. Angsuran PPh Pasal 25 untuk WP masuk Bursa dan Wajib Pajak lainnya
yang berdasarkan ketentuan diharuskan membuat laporan keuangan
berkala
Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak masuk
bursa dan Wajib Pajak lainnya yang berdasarkan ketentuan diharuskan membuat
laporan keuangan berkala, adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung
berdasarkan penerapan tarif umum atas laba-rugi fiskal menurut laporan
keuangan berkala terakhir yang disetahunkan di kurangi dengan pemotongan

dan pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 dan Pasal 23 serta Pasal 24 yang
dibayar atau terutang di luar negeri untuk tahun pajak yang lalu, dibagi 12 (dua
belas).
f.

Angsuran PPh Pasal 25 untuk WP OP tertentu


Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak orang
pribadi pengusaha tertentu, ditetapkan sebesar 0,75% (nol koma tujuh puluh
lima persen) dari jumlah peredaran bruto setiap bulan dari masing-masing
tempat usaha tersebut.
Ketentuan pelaksanaan angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib
Pajak orang pribadi pengusaha tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.

g.

Pengurangan Angsuran PPh Pasal 25


Pengurangan angsuran PPh Ps 25 untuk tahun berjalan jika keadaan usaha
WP terjadi penurunan yang menunjukkan PPh terutang untuk tahun pajak
berjalan kurang dari 75% dari PPh terutang yang menjadi dasar perhitungan
besarnya angsuran PPh Ps 25
Tatacara : Permohonan dapat diajukan sesudah 3 bulan atau lebih
berjalannya suatu tahun pajak denga melampirkan besarnya perhitungan Pajak
Penghasilan yang akan terutang berdasarkan perkiraan penghasilan yang akan
diterima atau diperoleh dan besarnya PPh Ps 25 untuk bulan-bulan yang tersisa
dari tahun pajak bersangkutan. Jangka waktu penyelesaian paling lambat 1
bulan sejak diterimanya surat permohonan

h. PPh Pasal 25 Untuk Bulan-bulan Sebelum Bulan Batas Waktu


Penyampaian SPT

Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk bulan-bulan sebelum batas waktu


penyampaian SPT Tahunan adalah sama besarnya dengan Pajak Penghasilan
Pasal 25 bulan terakhir tahun pajak yang lalu. Apabila tahun pajaknya adalah
tahun kalender (Januari-Desember), maka yang dimaksud dengan bulan-bulan
sebelum batas waktu penyampaian SPT Tahunan adalah bulan Januari dan
Pebruari. Dengan demikian PPh Pasal 25 bulan Januari dan Pebruari 2008
adalah sama dengan PPh Pasal 25 bulan Desember 2007.
i.

PPh Pasal 25 Jika Dalam Tahun Berjalan Telah Diterbitkan SKP Untuk
Tahun Pajak Yang Lalu
Apabila dalam tahun berjalan diterbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP)
untuk tahun pajak yang lalu, maka besarnya angsuran pajak dihitung kembali
berdasarkan SKP tersebut dan berlaku mulai bulan berikutnya setelah bulan
penerbitan SKP

j.

PPh Pasal 25 Dalam Hal-hal Tertentu


Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menetapkan penghitungan
besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan dalam hal-hal tertentu,
antara lain apabila :

1.

Wajib Pajak berhak atas kompensasi kerugian;

2.

Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur;

3.

ST tahunan Pajak Penghasilan tahun yang lalu disampaikan setelah lewat


batas waktu yang ditentukan;

4.

Wajib Pajak diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan


Pajak Penghasilan;

5.

Wajib Pajak membetulkan sendiri SPT Tahunan Pajak Penghasilan yang


mengakibatkan angsuran bulanan lebih besar dari angsuran bulanan sebelum
pembetulan.

6.

Terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan Wajib Pajak.


Keputusan Dirjen Pajak yang mengatur penghitungan besarnya angsuran
pajak dalam tahun berjalan dalam hal-hal tertentu adalah Keputusan Direktur
Jenderal Pajak Nomor Kep-537/PJ./2000 tanggal 29 Desember 2000.

k. Penentuan Sumber Penghasilan


Dalam menghitung batas jumlah pajak atas penghasilan yang dibayar atau
terutang di luar negeri boleh dikreditkan, perlu diperhatikan penentuan sumber
penghasilan sebagai berikut :
1.

Penghasilan dari saham dan sekuritas lainnya adalah negara tempat badan
yang menerbitkan saham atau sekuritas tersebut bertempat berkedudukan.

2.

Penghasilan berupa bunga, royalti, dan sewa sehubungan dengan penggunaan


harga gerak adalah tempat pihak yang membayar atau dibebani bunga, royalti,
atau sewa tersebut bertempat kedudukan berada

3.

Penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan


adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani imbalan tersebut
bertempat kedudukan berada.

4.

Penghasilan bentuk usaha tetap adalah negara tempat bentuk usaha tetap
tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan.

Mengingat Undang-Undang pajak penghasilan Indonesia menganut


pengertian penghasilan yang luas, maka penentuan sumber penghasilan
sebagaimana diatas, menggunakan prinsip yang sama dengan prinsip diatas,
misalnya A sebagai wajib pajak dalam negeri memiliki sebuah rumah di
Singapura dan dalam tahun 1995 rumah tersebut dijual. Keuntungan yang
diperoleh dari penjualan rumah tersebut merupakan penghasilan yang
bersumber di Singapura, karena rumah tersebut terletak di Singapura.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
PPh Pasal 25 adalah Pajak Penghasilan (disingkat PPh) dikenakan
terhadap Wajib Pajak dalam satu periode tertentu yang dinamakan tahun pajak.
Berdasarkan hal ini, maka perhitungan dan penghitungan PPh dilakukan setahun
sekali yang dituangkan dalam SPT Tahunan. Nah, karena penghitungan PPh
dilakukan setahun sekali, maka penghitungan ini harus dilakukan setelah satu
tahun tersebut berakhir agar semua data penghasilan dalam satu tahun sudah
diketahui. Untuk perusahaan, tentu saja data penghasilan ini harus menunggu
laporan keuangan selesai dibuat.

DAFTAR PUSTAKA

Mardiasmo, perpajakan, C.V Andi Offset, Yogyakarta, 2013.

You might also like