You are on page 1of 10

MAKALAH

Pph Pasal 26 dan 29


Diajukan Untuk Memenuhi Tugas
Mata kuliyah

PERPAJAKAN
Dosen Pembimbing:
Sri Dwi Estiningrum, SE.Ak.MM,

Disusun Oleh:
Ardyan Putra PN ( 3223113015 )

JURUSAN : SYARIAH
PRODI: PERBANKAN SYARIAH
SEMESTER: 5.A

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI


(IAIN) TULUNGAGUNG
TAHUN 2013
Kata Pengantar

Salam Mahasiswa Indonesia, di ucapkan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena telah
memberikan kesempatan untuk menyelesaikan makalah Perpajakan ini dengan judul Pph
pasal 26 dan 29 . Mengetahui tentang pajak merupakan hal yang sangat penting dalam
kehidupan, karena kita merupakan bagian dari sistem ekonomi dan merupakan bagian dari

Negara yang sangat besar ini. Makalah ini merupakan tugas dari mata kuliah Perpajakkan
dengan Dosen Pengampu bernama . Sri Dwi Estiningrum, SE.Ak.MM,
yang telah memberi semangat serta telah meransang pikiran penulis untuk mampu
berkompetensi dalam persaingan yang sedang menanti. Oleh sebab itu penulis merasa sangat
perlu untuk memberikan penghargaan yang saat ini hanya mampu memberikan penghargaan
berupa ucapan terima kasih. Harapan ke depan adalah agar perpajakan di Indonesia benarbenar sesuai harapan dan bukan hanya sekedar ucapan atau teori belaka. Untuk makalah ini
harapannya agar bisa dipergunakan sebaik-baiknya walaupun masih banyak terdapat
kekurangan di dalamnya. Dan wajib bagi pembaca untuk berusaha memperbaiki dan memberi
saran agar kedepannya menjadi lebih baik dan lebih baik lagi. Sekian dari penulis, wassalam.

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Pengertian (PPN)
BAB II PEMBAHASAN Pph Pasal 26
2.1 Pemotong Pph pasal 26
2.1.1 Badan Pemerintah;
2.1.2 Subjek Pajak dalam negeri
2.1.3 Penyelenggara Kegiatan
2.1.4 BUT
2.1.5 Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya selain BUT di Indonesia
2.2 Tarif dan Objek PPh Pasal 26
2.3 Saat Terutang, Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 26
2.4 Pihak Yang Dipotong PPh Pasal 26

2.5 Pengecualian
BAB III PEMBASAN Pph Pasal 29
3.1 Pengertian
3.2 contoh
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
PAJAK PENGHASILAN PASAL 26
1.1 Pengertian
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26 adalah PPh yang dikenakan/dipotong atas
penghasilan yang bersumber dari Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak (WP)
luar negeri selain bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia.
Bentuk usaha tetap merupakan subjek pajak yang perlakuan perpajakannya dipersamakan
dengan subjek pajak badan.
Negara domisili dari Wajib Pajak luar negeri selain yang menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan usaha melalui bentuk usaha tetap di Indonesia, adalah Negara tempat tinggal atau
tempat kedudukan Wajib Pajak luar negeri yang sebenarnya menerima manfaat dari
penghasilan tersebut (beneficial owner).

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pemotong PPh Pasal 26


1. Badan Pemerintah;
2. Subjek Pajak dalam negeri;
3. Penyelenggara Kegiatan;
4. BUT;
5. Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya selain BUT di Indonesia.

Pemotong PPh Pasal 26


Berdasarkan ketentuan Pasal 26 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 (Undangundang Pajak Penghasilan 1984), pemotong Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26 ayat (1)
adalah :
2.1.1 Badan Pemerintah

Tidak ada penjelasan dalam Undang-undang Pajak Penghasilan tentang arti Badan
Pemerintah ini. Namun demikian, tidak sulit untuk mengartikan bahwa yang dimaksud
dengan Badan Pemerintah adalah Pemerintah negara Republik Indonesia dan Pemerintah
Daerah di Indonesia beserta instansi-instansi di bawahnya.
2.1.2 Subjek Pajak Badan dalam negeri
Berdasarkan Pasal 2 ayat (3) huruf b Undang-undang Pajak Penghasilan 1984, subjek
pajak badan dalam negeri adalah badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di
Indonesia. Istlah didirikan mengandung arti bahwa badan tersebut didirikan berdasarkan
ketentuan hukum di Indonesia. Sementara itu istilah bertempat kedudukan menunjukkan
bahwa badan tersebut memiliki efektif manajemen di Indonesia di mana pengambilan
keputusan-keputusan penting tentang badan tersebut dilakukan di Indonesia.
Pengertian badan sendiri berdasarkan Pasal 2 ayat (1) huruf b Undang-undang Pajak
Penghasilan 1984 adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik
yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan
terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha
milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun,
persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau
organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif
dan bentuk usaha tetap
2.1.3 Penyelenggara kegiatan
Penyelenggara kegiatan bisa berbentuk badan, orang pribadi atau kepanitiaan yang
melakukan suatu event atau kegiatan. Contoh penyelenggara kegiatan adalah orang pribadi
atau badan yang mengorganisir suatu acara seperti pertunjukkan, perlombaan, seminar dan
lain-lain.
2.1.4 Bentuk Usaha Tetap (BUT)
BUT adalah bagian dari Subjek Pajak luar negeri yang melakukan kegiatan di
Indonesia sehingga menerima atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia.
Walaupun termasuk Wajib Pajak luar negeri, pemenuhan hak dan kewajiban BUT disamakan
dengan pemenuhan hak dan kewajiban Wajib Pajak dalam negeri.
Pengertian BUT bisa kita temukan dalam Pasal 2 ayat (5) Undang-undang Pajak Penghasilan,
yaitu bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di
Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh

tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak
bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di
Indonesia, yang dapat berupa tempat kedudukan manajemen, cabang perusahaan, kantor
perwakilan, gedung kantor, pabrik, bengkel dan lain-lain.
2.1.5

Perwakilan Perusahaan Luar Negeri Lainnya


Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya selain BUT yang ada di Indonesia juga

merupakan pemotong PPh Pasal 23. Contohnya adalah Representative Office (RO) dari
perusahaan-perusahaan asing.
2.2 Tarif dan Objek PPh Pasal 26
1. 20% (final) dari jumlah penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak
Luar Negeri berupa :
a. dividen;
b. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan
pengembalian utang;
c. royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
d. imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan;
e. hadiah dan penghargaan
f. pensiun dan pembayaran berkala lainnya.
g. Premi swap dan transaksi lindung lainnya; dan/atau
h. Keuntungan karena pembebasan utang.
2. 20% (final) dari perkiraan penghasilan neto berupa :
a. penghasilan dari penjualan harta di Indonesia;
b. premi asuransi, premi reasuransi yang dibayarkan langsung maupun melalui
pialang kepada perusahaan asuransi di luar negeri.

3. 20% (final) dari perkiraan penghasilan neto atas penjualan atau pengalihan saham
perusahaan antara conduit company atau spesial purpose company yang didirikan atau
bertempat kedudukan di negara yang memberikan perlindungan pajak yang
mempunyai hubungan istimewa dengan badan yang didirikan atau bertempat
kedudukan di Indonesia atau BUT di Indonesia;
4. 20% (final) dari Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu BUT di
Indonesia, kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia.
5. Tarif berdasarkan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara Indonesia
dengan negara pihak pada persetujuan.
2.3 Saat Terutang, Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 26
1. PPh pasal 26 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau akhir bulan
terutangnya penghasilan, tergantung yang mana terjadi lebih dahulu.
2. Pemotong PPh pasal 26 wajib membuat bukti pemotongan PPh pasal 26 rangkap 3 :
a. lembar pertama untuk Wajib Pajak luar negeri;
b. lembar kedua untuk Kantor Pelayanan Pajak;
c. lembar ketiga untuk arsip Pemotong.
3. PPh pasal 26 wajib disetorkan ke bank Persepsi atau Kantor Pos dengan
menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP), paling lambat tanggal 10 bulan takwim
berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak.
4. SPT Masa PPh Pasal 26, dengan dilampiri SSP lembar kedua, bukti pemotongan
lembar kedua dan daftar bukti pemotongan disampaikan ke KPP setempat paling
lambat 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.
Contoh: Pemotongan PPh Pasal 26 dilakukan tanggal 24 Mei 2009, penyetoran paling
lambat tanggal 10 Juni 2009 dan dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak paling lambat tanggal
20 Juni 2009.

Dalam hal jatuh tempo penyetoran atau batas akhir pelaporan PPh Pasal 26 bertepatan degan
hari libur termasuk hari sabtu atau hari libur nasional, penyetoran atau pelaporan dapat
dilakukan pada hari kerja berikutnya.
2.4 Pihak Yang Dipotong PPh Pasal 26
Beda dengan pemotongan jenis pajak lain, pemotongan PPh Pasal 26 dikenakan
terhadap Wajib Pajak luar negeri selain Bentuk Usaha Tetap.
Pengertian Wajib Pajak luar negeri bisa kita temukan dalam Pasal 2 ayat (4) huruf b Undangundang Pajak Penghasilan 1984. Pada ketentuan ini Subjek Pajak (juga Wajib Pajak) luar
negeri selain BUT adalah orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang
pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam
jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat
kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia
tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di
Indonesia.
Jadi, Wajib Pajak luar negeri seperti ini mendapatkan penghasilan dari Indonesia tanpa perlu
melakukan kegiatan usaha di Indonesia melalui BUT. Misalnya warga negara Singapura yang
memiliki saham PT Indosat yang menerima penghasilan berupa dividen dari PT Indosat.
Di sisi lain, pengenaan Pajak Penghasilan terhadap Wajib Pajak BUT adalah hampir sama
dengan Wajib Pajak dalam negeri melalui sistem self assesment pelaporan SPT Tahunan.

2.5 Pengecualian
1. BUT dikecualikan dari pemotongan PPh Pasal 26 apabila Penghasilan Kena Pajak
sesudah dikurangi Pajak Penghasilan dari BUT ditanamkan kembali di Indonesia
dengan syarat:
a. Penanaman kembali dilakukan atas seluruh penghasilan kena pajak setelah
dikurangi PPh dalam bentuk penyertaan modal pada perusahaan yang
didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pendiri atau peserta pendiri,
dan;

b. dilakukan dalam tahun berjalan atau selambat-lambatnya tahun pajak


berikutnya dari tahun pajak diterima atau diperoleh penghasilan tersebut;
c. tidak melakukan pengalihan atas penanaman kembali tersebut
sekurangkurangnya dalam waktu 2 (dua) tahun sesudah perusahaan tempat
penanaman dilakukan, mulai berproduksi komersil.
2. Badan-badan Internasional yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

BAB III
PEMBAHASAN Pph pasal 29
4.1 Pengertian PPh Pasal 29 adalah :
Pajak Penghasilan yang harus dilunasi oleh Wajib Pajak Orang Pribadi dan Wajib Pajak
Badan sebagai akibat PPh Terutang dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak
Penghasilan lebih besar dari pada kredit pajak yang telah dipotong atau dipungut oleh pihak
lain dan yang telah disetor sendiri.
PPh Pasal 29 harus disetor menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) paling lambat sebelum
SPT Tahunan dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak.
Kode jenis setoran PPh Pasal 29 untuk wajib pajak badan adalah 411126-200
Kode jenid setoran PPh Pasal 29 untuk wajib pajak orang pribadi adalah 411125-200
4.2 Contoh :
PPh Terutang

: 100.000.000

Kredit Pajak :
PPh Pasal 22

: 10.000.000

PPh Pasal 25

: 20.000.000 +

PPh Pasal 29

30.000.000 70.000.000

BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan :
Kesimpulan dan saran
Jadi dapat disimpulkan disini bahwa dalam hal Pajak penghasilan sebagaimana diatur dalam
peraturan perundang-undangan, yang mana terdapat 5 aspek pemotong Pph pasal 26 dan
perhitungan beserta pengecualiannya .Yang kami harapkan bagi pihak yang berwenang
dalam pemungutan pajak agar, pajak yang didapat dari pemungutan wajib pajak tersebut
harus bisa dipertanggung jawabkan dengan sebaik-baiknya, jangan sampai pajak tersebut
selalu di bebankan bagi masyarakat. Semua warga Negara ikut serta dalam wajib pajak.

SUMBER :
http://ellorakarina.blogspot.com/2013/01/pengertian-pph-pasal-26.html
http://www.pajak.go.id/content/seri-pph-pajak-penghasilan-pasal-26
http://amsyong.com/2013/09/siapa-subjek-dan-bukan-subjek-pph-pasal-2126/
http://blogpajak.com/pengertian-atau-definisi-pph-pasal-29/

You might also like