You are on page 1of 45

Laporan Kasus

BLEFARITIS + PTERIGIUM

Pembimbing

: dr. Hj. Hasri Darni,Sp.M.

Oleh :
Nama : M. Hafidz Ramadhan
NIDM : 2306.834.2011

SMF ILMU MATA


KEPANITERAAN KLINIK RSIJ PONDOK KOPI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2016

KATA PENGANTAR

Assalamu alaikum Wr. Wb.


Alhamdulillah, Puji Syukur penyusun panjatkan kehadiran ALLAH SWT atas
terselesaikannya laporan kasus yang berjudul Blefaritis + Pterigium.
Laporan ini disusun dalam rangka meningkatkan pengetahuan sekaligus
memenuhi tugas kepaniteraan klinik Stase Ilmu Penyakit Mata di RS. Islam Pondok
Kopi. Pada kesempatan ini, penyusun ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. dr. Hj. Hasri Darni, Sp.M., sebagai pembimbing.
2. Orang tua, yang selalu mendoakan untuk keberhasilan penyusun.
3. Teman-teman sejawat atas dukungan dan kerjasamanya.
Semoga dengan adanya laporan ini dapat menambah khasanah ilmu
pengetahuan dan berguna bagi penyusun maupun peserta didik lainnya.
Penyusun menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu, saran kritik yang membangun sangat dibutuhkan untuk membuat laporan
yang lebih baik di masa yang akan datang.
Terima kasih.
Wassalamu alaikum Wr. Wb.

Jakarta, Januari 2016

Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN

Blefaritis adalah istilah medis untuk peradangan pada kelopak mata. Kata
"blefaritis" berasal dari kata Yunani blepharos, yang berarti "kelopak mata," dan
akhiran itis Yunani, yang biasanya digunakan untuk menunjukkan peradangan dalam
bahasa

Inggris. Peradangan

adalah

istilah

umum

yang

digunakan

untuk

menggambarkan proses dimana sel - sel darah putih dan zat kimia yang diproduksi
dalam tubuh melindungi kita dari zat - zat asing, cedera, atau infeksi. Respon tubuh
normal dalam peradangan melibatkan berbagai derajat pembengkakan, kemerahan,
nyeri, panas, dan perubahan dalam fungsi. 1
Blefaritis biasanya dilaporkan sekitar 5% dari keseluruhan penyakit mata yang
ada pada rumah sakit (sekitar 2-5% penyakit blefaritis ini dilaporkan sebagai
penyakit penyerta pada penyakit mata). Blefaritis lebih sering muncul pada usia tua
tapi dapat terjadi pada semua umur.2
Sedangkan pterigium merupakan pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva
yang bersifat degeneratif dan invasif. Seperti daging, berbentuk segitiga yang
tumbuh dari arah temporal maupun nasal konjungtiva menuju kornea pada arah
intrapalpebra. Asal kata pterygium dari bahasa Yunani, yaitu pteron yang artinya
wing atau sayap. Hal ini mengacu pada pertumbuhan pterygium yang berbentuk
sayap pada konjungtiva bulbi. Temuan patologik pada konjungtiva, lapisan bowman
kornea digantikan oleh jaringan hialin dan elastik. 2

BAB II
LAPORAN KASUS

II.1.

II.2.

Identifikasi
Nama

: Tn. S

Umur

: 47 tahun

Jenis kelamin

: Laki laki

Pekerjaan

: Pekerja Pabrik

Alamat

: Jakarta

Tanggal berobat

: 6 Januari 2016

Anamnesis (Autoanamnesis, 6 Januari 2016)


Keluhan Utama:
Kedua kelopak mata bengkak sejak empat hari smrs.
Riwayat Perjalanan Penyakit:
Pasien datang ke poli mata RSIJ PK dengan keluhan kedua kelopak
mata terasa bengkak sejak empat hari smrs. Bengkak terjadi secara tiba-tiba.
Bengkak dirasakan di tepi kelopak mata bagian atas di kedua matanya.
Bengkak berwarna agak kemerahan dan teraba hangat jika dipegang. Rasa
nyeri semakin dirasakan bila pasien menekan bagian mata yang bengkak.
Keluhan disertai dengan rasa sedikit gatal pada kelopak mata, dan panas.
Pasien juga mengaku kedua mata terdapat belek/kotoran mata berwarna
agak kekuningan pada pagi hari sejak dua hari smrs.
Pasien juga mengeluhkan kedua mata terdapat selaput berwarna putih
kemerahan sejak 5 bulan smrs. Kedua selaput ini tumbuh dari arah hidung
dan makin lama makin melebar ke arah tengah mata pasien. Pasien tidak
mengeluhkan adanya mata berair yang berlebihan, silau saat melihat sinar,
kerontokan pada bulu mata, dan tidak ada penurunan tajam penglihatan,
maupun penglihatan ganda. Pasien juga mengaku tidak dalam keadaan sakit
saat ini.

Riwayat Penyakit Dahulu:

Riwayat penyakit serupa (-)

Riwayat penyakit mata (-)

Riwayat trauma mata (-)

Riwayat kacamata/kontak lens (-)

Riwayat Herpes (+) dua tahun yang lalu.

Riwayat Dermatitis Seboroik (-)

Riwayat Hipertensi (-)

Riwayat DM (-)

Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat serupa (-)


Riwayat alergi (-)
Riwayat HT dan DM (-)

Riwayat Psikososial
Saat ini pasien bekerja sebagai karyawan pabrik sepeda motor dibagian
logistik. Setiap hari pasien bekerja terpapar banyak debu di gudang maupun
di lapangan karena banyaknya barang barang yang harus dimonitor. Selain
itu, pasien bekerja menggunakan sepeda motor setiap hari. Pasien sudah
menggunakan helm tipe half face dengan penutup kaca.
Riwayat Pengobatan
Pasien belum berobat ke dokter. Pasien hanya sering mencuci matanya
dengan air keran sejak keluhan bengkak mulai dirasakan.
Riwayat Alergi
Tidak mempunyai riwayat alergi terhadap obat, makanan.
II.3.

Pemeriksaan Fisik
Status Generalis

Keadaan Umum

: Tampak sakit ringan

Kesadaran

: Composmentis

Tanda Vital

Tekanan Darah

: 120/80 mmHg

Nadi

: 82 x/menit

Laju Napas

: 20 x/menit

Suhu

: 36,8C

Status Oftalmologi
OCULAR DEXTRA
6/6
Ortoforia

Baik ke segala arah

PEMERIKSAAN
VISUS
KEDUDUKAN BOLA
MATA

OCULAR SINISTRA
6/6
Ortoforia

PERGERAKAN BOLA Baik ke segala arah


MATA

Madarosis (-)

SUPRA SILIA

Madarosis (-)

Madarosis (-),
Trikiasis (-)

SILIA

Madarosis (-)
Trikiasis (-)

Edema (+)
Hiperemis (+)
Hangat (+)
Nyeri Tekan (+)
Sekret purulen
kuning (+)
Pseudoptosis (+)
Ulkus (-)
Vesikel (-)
Skuama (-)

PALPEBRA
SUPERIOR

Edema (+)
Hiperemis (+)
Hangat (+)
Nyeri Tekan (+)
Sekret purulen
kuning (+)
Pseudoptosis (+)
Ulkus (-)
Vesikel (-)
Skuama (-)

Edema (-)
Hiperemis (-)

PALPEBRA
INFERIOR

Edema (-)
Hiperemis (-)

Hiperemis (-),
Papil (-),
Folikel (-)

CONJUNGTIVA
TARSALIS
SUPERIOR

Hiperemis (-),
Papil (-),
Folikel (-)

Hiperemis (-),
Papil (-),
Folikel (-)

II.4

CONJUNGTIVA
TARSALIS INFERIOR

Hiperemis (-),
Papil (-),
Folikel (-)

Jaringan fibro
vaskular (+) dari
arah nasal ke sentral
Hiperemis (+)

CONJUNGTIVA
BULBI

Jaringan fibro
vaskular (+) dari
arah nasal ke sentral
Hiperemis (+)

Jaringan
fibrovaskular 3
mm melewati limbus
Jenih,
Arkus senilis (-),
Edema (-),
Infiltrat (-)

KORNEA

Jaringan
fibrovaskular 3 mm
melewati limbus
Jenih,
Arkus senilis (-),
Edema (-),
Infiltrat (-)

Dalam normal

KAMERA OKULI
ANTERIOR

Dalam normal

Warna coklat,
Kripte normal

IRIS

Warna coklat,
Kripte normal

Bulat,
Isokor,
Reflex cahaya (+)

PUPIL

Bulat,
Isokor,
Reflex Cahaya (+)

Jernih

LENSA

Jernih

Resume
Laki laki, 47 tahun, datang dengan keluhan keluhan kedua kelopak
mata terasa bengkak sejak empat hari smrs. Bengkak terjadi secara tiba-tiba,
dirasakan di tepi kelopak mata bagian atas di kedua matanya. Bengkak
kemerahan (+), hangat (+), nyeri tekan (+), gatal (+), dan terasa panas, sekret
kekuningan (+), selaput berwarna putih kemerahan (+) sejak 5 bulan smrs.
Pemeriksaan fisik umum didapatkan dalam batas normal. Pemeriksaan
oftalmologi didapatkan palpebra superior ODS edema (+), hiperemis (+),
hangat (+), nyeri tekan (+), sekret purulen kuning (+), pseudoptosis (+).
Terdapat jaringan fibrovaskular (+) dengan p 3 mm dari arah nasal ke
sentral melewati limbus kornea, hiperemis (+).

II.5

Diagnosis
Blefaritis ODS + Pterigium ODS grade III

II.6

Penatalaksanaan
Medikamentosa :
Sulfastamide 10% zalf mata : 3 dd ung I ODS
Artificial Tears 6 dd gtt I ODS
Antihistamin (Cendo Conal) tetes mata 3 dd I ODS
Pro ekstraksi pterigium (jika sudah sembuh)

Non-Medikamentosa :
Kompres hangat 3 kali sehari 10
Edukasi mengenai :
a.
b.
c.
d.

Pembersihan kotoran kelopak mata dengan shampo bayi


Hindari dari paparan debu
Istirahat yang cukup
Tutup mata baik dengan kacamata maupun kain saat bepergian

keluar/bekerja
e. Jangan dikucek

II.7

Prognosis
Quo ad vitam

: Ad Bonam

Quo ad functionam : Ad Bonam

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

III. 1. Anatomi Palpebra


Kelopak atau palpebra mempunyai fungsi melindungi bola mata, serta
mengeluarkan sekresi kelenjarnya yang membentuk tear film di depan kornea serta
menyebarkan tear film yang telah diproduksi ini ke konjungtiva dan kornea. Palpebra
merupakan alat penutup mata yang berguna untuk melindungi bola mata terhadap
trauma, trauma sinar dan pengeringan mata, karena kelopak mata juga berfungsi
untuk menyebarkan tear film ke konjungtiva dan kornea. 3,4 Kelopak mempunyai
lapisan kulit yang tipis pada bagian depan sedang di bagian belakang ditutupi
selaput lendir tarsus yang disebut konjungtiva tarsal. 3
Pada kelopak terdapat bagian-bagian:
1. Satu lapisan permukaan kulit. Tipis dan halus, dihubungkan oleh jaringan
ikat yang halus dengan otot yang ada dibawahnya, sehingga kulit dengan
mudah dapat digerakkan dari dasarnya. Dengan demikian, maka edema dan
perdarahan mudah terkumpul disini, sehingga menimbulkan pembengkakan
palpebra.3
2. Kelenjar seperti kelenjar sebasea, kelenjar moll atau kelenjar keringat,
kelenjar zeis pada pangkal rambut, dan kelenjar meibom pada tarsus dan
bermuara pada tepi kelopak mata.3
3. Otot seperti:
a. M. Orbicularis oculi yang berjalan melingkar di dalam kelopak atas dan
bawah, dan terletak di bawah kulit kelopak. M. Orbicularis berfungsi
menutup bola mata yang dipersarafi N. facialis.3,4
b. M. Rioland. Merupakan otot orbicularis oculi yang ada di tepi margo
palpebra. Bersamaan dengan M. Orbicularis oculi berfungsi untuk
menutup mata.3,4
c. M. Levator palpebrae berjalan kearah kelopak mata atas, berorigo pada
annulus foramen orbita dan berinsersi pada lempeng tarsus atas dengan
sebagian menembus M. Orbicularis Oculi menuju kulit kelopak bagian

tengah. Bagian kulit yang tempat insersi M. Levator palpebrae terlihat


sebagai sulcus palpebra. Otot ini dipersarafi oleh n. III, yang berfungsi
mengangkat kelopak mata atau membuka mata. Kerusakan pada saraf
ini atau perubahan - perubahan pada usia tua menyebabkan jatuhnya
kelopak mata (ptosis).3,4
d. M. Mulleri, terletak di bawah tendon dari M. Levator palpebrae.
Inervasinya oleh saraf simpatis, fungsi M. Levator palbebrae dan M.
Mulleri adalah untuk mengangkat kelopak mata.3,4
4.Di dalam kelopak terdapat tarsus yang merupakan jaringan ikat dengan
kelenjar di dalamnya atau kelenjar Meibom yang bermuara pada margo
palpebra.3
5.Septum orbita yang merupakan jaringan fibrosus berasal dari rima orbita
merupakan pembatas isi orbita dengan kelopak depan. 3
6.Tarsus ditahan oleh septum orbita yang melekat pada rima orbita pada
seluruh lingkaran permukaan orbita. Tarsus terdiri atas jaringan ikat yang
merupaka jaringan penyokong kelopak dengan kelenjar Meibom (40 buah
dikelopak atas dan 20 buah di kelopak bawah ).3
7.Pembuluh darah yang memperdarainya adalah a. palpebrae.3
8.Persarafan sensorik kelopaka matas atas didapatkan dari ramus frontal n.V,
sedangkan kelopaka bawah oleh cabang ke II saraf ke V.3
Konjungtiva tarsal yang terletak dibelakang kelopak hanya dapat dilihat dengan
melakukan eversi kelopak. Konjungtiva tarsl melalui forniks menutupi bulbus okuli.
Konjungtiva merupaka membrane mukosa yang mempunyai sel goblet yang
menghasilkan musin.5,6

III. 2. Histologi dan Fisiologi Palpebra


Bola mata terletak di dalam tulang orbita dan terbuka ke sebelah anterior,
ditutup oleh kelopak mata bagian atas dan bawah, jika keduanya merapat bertemu
pada fissura palpebra. Palpebra menutup permukaan anterior kornea dan melipat
pada bagian tepinya yang kemudian melapisi permukaan dalam palpebra. Lipatan di
superior dan inferior disebut fornix konjungtiva. Ketika kelopak mata menutup
terbentuk sakus konjungtiva, merupakan ruang sebelah anterior mata dan terisi
sedikit cairan.7

Tiap kelopak mata terdiri atas lempeng jaringan ikat dan otot skelet di tengah
sebagai penyokong, disebelah luar dilapisi oleh kulit dan disebelah dalam dilapisi
oleh membran mukosa (konjungtiva palpebra). Kulit disini tipis mempunyai rambut
halus, kelenjar keringat, kelenjar sebasea dan dermis yang mengadung banyak
serat elastin yang halus. Dermis sedikit menebal di tepi kelopak mata dan
mengandung tiga atau empat deretan rambut-rambut yang kaku disebut bulu mata,
folikelnya terdapat sampai dermis. Bulu mata mengalami pergantian setiap 100
150 hari. Terdapat kelenjar sebasea kecil berhubungan dengan bulu mata,
sedangkan M. Arektor pili tidak ada.7
Di bawah kulit terdapat lapisan otot skelet M. Orbicularis oculi (bagian terbesar)
dan lebih ke dalam lagi terdapat lapisan jaringan ikat (fasia palpebra) yang
merupakan lanjutan tendo M. Levator paplebrae. Juga terdapat lapisan otot polos
yang tipis di tepi atas palpebra superior yaitu M. Tarsalis superior Mller, melekat
pada tepi tarsus. Di belakang folikel bulu mata terdapat M. Siliaris Riolani (muskular
skelet).7
Sebelah belakang lapisan otot terdapat lapisan fibrosa yang tipis di bagian
perifer disebut septum orbital dan lempeng tarsus. Tarsus merupakan lempeng
jaringan ikat yang padat melengkung mengikuti bentuk bola mata, berbentuk seperti
huruf D yang bagian horizontalnya sesuai dengan tepi palpebra. Tarsus pada
palpebra superior lebarnya 10 -12 mm, sedangkan tarsus pada palpebra inferior
lebarnya 5 mm. Pada kedua tarsus ini terbenam sebaris kelenjar sebasea yang
sangat besar yaitu kelenjar tarsalis Meibom. Permukaan posterior tarsus menjadi
satu dengan konjungtiva palpebra. Bentuk palpebra dipertahankan oleh tarsus ini. 7
Epitel konjungtiva berlapis silindris dengan sel sel goblet, ketebalannya
bervariasi tergantung pada letaknya. Konjungtiva bulbi di tepi kornea, epitelnya
menjadi berlapis gepeng identik dengan epitel kornea. Pada fornix konjungtiva
epitelnya lebih tebal.7
M. Orbicularis oculi jalannya melingkar, mendapat persarafan dari N. VII dan
berfungsi untuk menutup kelopak mata. M. Levator palpebra dipersarafi oleh N. III
melekat pada tarsus dan kulit, berfungsi untuk mengangkat palpebra superior. M.
Tarsalis superior Mller dipersarafi oleh saraf simpatis.

Ada 3 jenis kelenjar pada palpebra, yaitu Kelenjar Meibom adalah kelenjar
sebasea yang panjang dalam lempeng tarsus. Kelenjar ini tidak berhubungan

dengan folikel rambut. Pada palpebra superior ada sekitar 25 dan pada palpebra
inferior ada sekitar 20, tampak sebagai garis vertikal warna kuning di sebelah dalam
konjungtiva palpebra. Saluran keluar kelenjar Meibom bermuara ke tepi palpebra,
merupakan satu deretan pada peralihan antara kulit dan konjungtiva. Ke dalam
saluran utama ini bermuara beberapa saluran yang pendek dari alveoli kelenjar
sebasea. Kelenjar Meibom menghasilkan sebum yang membentuk apisan
berminyak pada permukaan air mata, berfungsi untuk mencegah penguapan air
mata.7
Kelenjar Moll merupakan kelenjar apokrin tak bercabang, terletak di antara dan
di belakang folikel folikel bulu mata. Pars terminalis kelenjar Moll tidak berkelokkelok dan saluran keluarnya bermuara ke folikel rambut. Fungsi kelenjar ini tidak
diketahui.7 Kelenjar Zeiss lebih kecil, merupakan modifikasi kelenjar sebasea dan
berhubungan dengan folikel rambut mata.7

III. 3. Definisi
Infeksi kelopak atau blefaritis adalah radang yang sering terjadi pada kelopak
mata (palpebra) baik itu letaknya tepat di kelopak ataupun pada tepi kelopak.
Blefaritis dapat disebabkan oleh infeksi ataupun alergi yang biasanya berjalan kronis
atau menahun. Blefaritis alergi dapat terjadi akibat debu, asap, bahan kimia iritatif,
dan bahkan bahan kosmetik, sedangkan Blefaritis infeksi bisa disebabkan oleh
kuman streptococcus alfa atau beta, pneumococcus, pseudomonas, demodex
folliculorum dan staphylococcus (melalui demodex folliculorum sebagai vektor). 3

Gambar 3 : Radang pada kelopak mata (blefaritis)


Sumber : Weinstock, Frank J., MD, FACS and Melissa Conrad Stppler, MD. Eyelid
Inflammation Blepharitis

III. 4. Epidemiologi
Blefaritis adalah gangguan mata yang umum di Amerika Serikat dan di
seluruh dunia. Hubungan yang tepat antara blefaritis dan kematian tidak diketahui,
tetapi penyakit dengan angka kematian yang dikenal, seperti lupus eritematosus
sistemik, mungkin terdapat blefaritis sebagai bagian dari gejala yang ditemukan.
Morbiditas termasuk kehilangan fungsi visual, kesejahteraan, dan kemampuan untuk
melaksanakan

aktivitas

kehidupan

sehari-hari.

Proses

penyakit

dapat

mengakibatkan kerusakan pada pelupuk mata dengan trichiasis, entropion notching,


dan ectropion. Kerusakan kornea dapat mengakibatkan peradangan, jaringan parut,
hilangnya kehalusan permukaan, dan kehilangan kejelasan penglihatan. Jika
peradangan yang parah berkembang, perforasi kornea dapat terjadi. Tidak ada studi
yang diketahui menunjukkan perbedaan ras dalam kejadian blefaritis. Rosacea
mungkin lebih umum di orang berkulit putih, meskipun temuan ini mungkin hanya
karena lebih mudah dan sering didiagnosis pada ras ini. 8
Blefaritis biasanya dilaporkan sekitar 5% dari keseluruhan penyakit mata yang
ada pada rumah sakit (sekitar 2-5% penyakit blefaritis ini dilaporkan sebagai
penyakit penyerta pada penyakit mata). Blefaritis lebih sering muncul pada usia tua
tapi dapat terjadi pada semua umur.9
Belum ditemukan penelitian yang dirancang untuk mengetahui perbedaan
dalam insiden dan klinis blefaritis antara jenis kelamin. Blefaritis seboroik lebih
sering terjadi pada kelompok usia yang lebih tua dengan usia rata-rata adalah 50
tahun.8 Akan

tetapi

apabila

dibandingkan

dengan

bentuk

lain,

blefaritis

staphylococcal ditemukan pada usia lebih muda (42 tahun) dan sebagian besar
adalah wanita (80%).8
III. 5. Etiologi
Blefaritis dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, jamur, alergi, kondisi
lingkungan, atau mungkin terkait dengan penyakit sistemik: 3
a. Blefaritis inflamasi terjadi akibat peningkatan sel radang kulit di sekitar kelopak.
Infeksi biasanya disebabkan oleh kuman Blefaritis infeksi bisa disebabkan oleh
kuman streptococcus alfa atau beta, pneumococcus, pseudomonas, demodex
folliculorum dan staphylococcus (melalui demodex folliculorum sebagai vektor).

b. Blefaritis alergi dapat terjadi akibat debu, asap, bahan kimia iritatif, dan bahkan
bahan kosmetik, atau dengan banyak obat, baik mata atau sistemik. Pada
banyak orang juga dapat disebabkan oleh karena paparan hewan seperti anjing
atau kucing.
c. Bentuk ulseratif (blefaritis menular) sering ditandai dengan adanya sekret kuning
atau kehijauan.
d. Blefaritis dapat disebabkan oleh kondisi medis sistemik atau kanker kulit dari
berbagai jenis.
Blefaritis anterior biasanya disebabkan oleh bakteri (stafilokokus blefaritis)
atau ketombe pada kulit kepala dan alis (blefaritis seboroik). Hal ini juga dapat terjadi
karena kombinasi faktor, atau mungkin akibat alergi atau kutu dari bulu mata.
Blefaritis posterior dapat disebabkan oleh produksi minyak tidak teratur oleh kelenjar
pada kelopak mata (meibomian blefaritis) yang menciptakan lingkungan yang
menguntungkan untuk pertumbuhan bakteri. Hal ini juga dapat berkembang sebagai
akibat dari kondisi kulit lainnya seperti jerawat rosacea dan ketombe kulit kepala. 8
Blefaritis melibatkan tepi kelopak mata, di mana bulu mata tumbuh dan pintu
dari kelenjar minyak kecil dekat pangkal bulu mata berada. Mungkin ada keterlibatan
tepi luar dari tepi kelopak mata yang berdekatan dengan kulit atau dan tepi bagian
dalam kelopak mata yang bersentuhan dengan bola mata. Perubahan pada kulit
kelopak mata atau permukaan mata itu sendiri biasanya bisa menjadi penyebab
sekunder yang mendasari terjadinya kelainan pada kelopak mata. 1
Penyebab kebanyakan kasus blefaritis adalah kerusakan kelenjar minyak di
kelopak. Ada sekitar 40 kelenjar ini di setiap kelopak mata atas dan bawah. Ketika
kelenjar minyak memproduksi terlalu banyak, terlalu sedikit, atau salah jenis minyak,
tepi kelopak mata dapat menjadi meradang, iritasi, dan gatal. 9
III. 6. Patofisiologi
Patofisiologi blefaritis biasanya terjadi kolonisasi bakteri pada mata karena
adanya pembentukan minyak berlebihan di dalam kelenjar di dekat kelopak mata
yang merupakan lingkungan yang disukai oleh bakteri yang dalam keadaan normal
ditemukan di kulit. Hal ini mengakibatkan invasi mikrobakteri secara langsung pada
jaringan di sekitar kelopak mata, mengakibatkan kerusakan sistem imun atau terjadi
kerusakan yang disebabkan oleh produksi toksin bakteri, sisa buangan dan enzim.

Kolonisasi dari tepi kelopak mata dapat diperberat dengan adanya dermatitis
seboroik dan kelainan fungsi kelenjar meibom.10
Blefaritis anterior mempengaruhi daerah sekitar dasar dari bulu mata dan
mungkin disebabkan infeksi stafilokokus atau seboroik. Yang pertama dianggap hasil
dari respon mediasi sel abnormal pada komponen dinding sel S. Aureus yang
mungkin juga bertanggung jawab untuk mata merah dan infiltrat kornea perifer yang
ditemukan pada beberapa pasien. Blefaritis seboroik sering dikaitkan dengan
dermatitis seboroik umum yang mungkin melibatkan kulit kepala, lipatan nasolabial,
belakang telinga, dan sternum. Karena hubungan erat antara kelopak dan
permukaan okular, blefaritis kronis dapat menyebabkan perubahan inflamasi dan
mekanik sekunder di konjungtiva dan kornea. Sedangkan blefaritis posterior
disebabkan oleh disfungsi kelenjar meibomian dan perubahan sekresi kelenjar
meibomian. Lipase bakteri dapat mengakibatkan pembentukan asam lemak bebas.
Hal ini meningkatkan titik leleh dari meibum yang menghambat ekspresi dari
kelenjar, sehingga berkontribusi terhadap iritasi permukaan mata dan mungkin
memungkinkan pertumbuhan S. Aureus. Hilangnya fosfolipid dari tear film yang
bertindak sebagai surfaktan mengakibatkan meningkatnya penguapan air mata dan
osmolaritas, juga ketidakstabilan tear film.10
Tiga mekanisme patofisiologi blefaritis anterior yang telah diusulkan: 10
a. Infeksi bakteri langsung
b. Respons melawan toksin bakteri
c. Delayed hypersensitivity reaction terhadap antigen bakteri
Patofisiologi blefaritis posterior melibatkan perubahan struktural dan disfungsi
sekresi dari kelenjar meibomian. Kelenjar Meibom mengeluarkan meibum, lapisan
lipid eksternal dari tear film, yang bertanggung jawab untuk mengurangi penguapan
tear film dan mencegah kontaminasi. Pada perubahan struktural contoh kegagalan
kelenjar di blepharitis posterior telah ditunjukkan dengan meibography, selain itu,
kelenjar epitel dari hewan model penyakit kelenjar meibomian menunjukkan
hiperkeratinisasi yang dapat menghalangi kelenjar atau menyebabkan deskuamasi
sel epitel ke dalam lumen, duktus kelenjar sehingga menyebabkan konstriksi
kelenjar. Hiperkeratinisasi dapat mengubah diferensiasi sel asinar dan karenanya
mengganggu fungsi kelenjar. Disfungsi sekretorik contohnya dalam blepharitis
posterior, terjadi perubahan komposisi meibum di mana perubahan rasio asam
lemak bebas untuk ester kolesterol telah terbukti. Hasil sekresi yang berubah ini bisa

memiliki titik leleh yang lebih tinggi dari pada yang tampak di kelopak mata sehingga
menyebabkan menutupnya muara kelenjar.10
III. 7. Klasifikasi dan Gambaran Klinis
Berdasarkan letaknya, blefaritis dibagi menjadi:
1. Blefaritis Anterior: blefaritis yang terjadi di kelopak mata bagian luar, tempat
dimana bulu mata tertanam. Blefaritis anterior biasanya disebabkan oleh infeksi
bakteri (stafilokokus blefaritis) atau ketombe di kepala danalis mata (blefaritis
sebore). Walaupun jarang, dapat juga disebabkan karena alergi. 2

Gambar 4 : Blefaritis Anterior


Sumber : Kanski in Clinical Ophthalmology edisi 7

2. Blefaritis Posterior: blefaritis yang terjadi di kelopak mata bagian dalam, bagian
yang kontak langsung dengan bola mata. Blefaritis posterior dapat disebabkan
karena produksi minyak oleh kelenjar di kelopak mata yang berlebihan (blefaritis
meibom) yang akan mengakibatkan terbentuknya lingkungan yang diperlukan
bakteri untuk bertumbuh. Selain itu, dapat pula terjadi karena kelainan kulit yang
lain seperti jerawat atau ketombe.2

Gambar 5 : Blefaritis Posterior


Sumber : Kanski in Clinical Ophthalmology edisi 7

Klasifikasi berdasarkan penyebabnya :


A. Blefaritis bakterial
Infeksi bakteri pada kelopak dapat ringan sampai dengan berat.
Diduga

sebagian

besar

infeksi

kulit

superfisial

kelopak

diakibatkan

streptococcus. Bentuk infeksi kelopak dikenal sebagai folikulitis, impetigo,


dermatitis eksematoid. Pengobatan pada infeksi ringan ialah dengan
memberikan antibiotik lokal dan kompres basah dengan asam borat. Pada
blefaritis sering diperlukan pemakaian kompres hangat. Infeksi yang bert perlu
diberikan antibiotik sistemik.3

1. Blefaritis superfisial
Bila infeksi kelopak superfisial disebabkan oleh staphylococcus maka
pengobatan yang terbaik adalah dengan salep antibiotik seperti sulfasetamid
dan sulfisoksazol. Sebelum pemberian antibiotik krusta diangkat dengan
kapas basah. Bila terjadi blefaritis menahun maka dilakukan penekanan
manual kelenjar Meibom untuk mengeluarkan nanah dari kelenjar Meibom
(Meibormianitis), yang biasanya menyertainya. 3
Blefaritis stafilokokal ditandai dengan adanya sisik, krusta dan eritema
pada tepi kelopak mata dan collarette formation pada dasar bulu mata. Infeksi
kronis dapat disertai dengan eksasebasi akut yang mengarah pada terjadinya
blefaritis ulseratif. Dapat juga terjadi hilangnya bulu mata, keterlibatan kornea
termasuk erosi epitelial, neovaskularisai dan infiltrat pada tepi kelopak. 11
2. Blefaritis Sebore
Blefaritis sebore merupakan peradangan menahun yang sukar
penanganannya. Biasanya terjadi pada laki-laki usia lanjut (50 tahun), dengan
keluhan mata kotor, panas dan rasa kelilipan.3
Gejalanya adalah sekret yang keluar dari kelenjar meibom, air mata
berbusa pada kantus lateral, hiperemia dan hipertropi papil pada konjungtiva.
Pada kelopak dapat terbentuk kalazion, hordeolum, madarosis, poliosis dan
jaringan keropeng.3

Pasien dengan blefaritis sebore mempunyai sisik berminyak pada


kelopak mata depan, dan sering di antara mereka juga menderita dermatitis
seboroik pada alis dan kulit kepalanya. 11 The American Academy of
Dermatology mencatat bahwa penyebab kondisi ini belum dipahami dengan
baik. Tapi dermatitis sebore terkadang muncul pada orang dengan sistem
kekebalan yang lemah. Jamur atau ragi jenis tertentu yang memakan minyak
(lipid) di kulit juga dapat menyebabkan dermatitis seboroik, dengan blefaritis
menyertainya.12

Gambar 6 : Blefaritis sebore


Sumber : Kanski in Clinical Ophthalmology edisi 5

Pengobatannya

adalah

dengan

memperbaiki

kebersihan

dan

membersihkan kelopak dari kotoran. Dilakukan pembersihan dengan kapas


lidi hangat. Dapat dilakukan pembersihan dengan nitras argenti 1%. Salep
sulfonamid berguna pada aksi keratolitiknya. 3 Kompres hangat selama 5-10
menit. Kelenjar Meibom ditekan dan dibersihkan dengan shampo bayi. 3 Pada
blefaritis sebore diberikan antibiotik lokal dan sistemik seperti tetrasiklin oral 4
kali 250 mg. Penyulit yang dapat timbul berupa flikten, keratitis marginal,
tukak kornea, vaskularisasi, hordeolum dan madarosis. 3
3. Blefaritis Skuamosa
Blefaritis skuamosa adalah blefaritis disertai terdapatnya skuama atau
krusta pada pangkal bulu mata yang bila dikupas tidak mengakibatkan
terjadinya luka kulit. Merupakan peradangan tepi kelopak terutama yang

mengenai kulit didaerah akar bulu mata dan sering terdapat pada orang yang
berambut minyak. Blefaritis ini berjalan bersama dermatitis seboroik. 3
Penyebab blefaritis skuamosa adalah kelainan metabolik ataupun oleh
jamur.
Pasien dengan blefaritis skuamosa akan merasa panas dan gatal.
Terdapat sisik berwarna halushalus dan penebalan margo palpebra disertai
dengan

madarosis.

Sisik

ini

mudah

dikupas

dari

dasarnya

tanpa

mengakibatkan perdarahan.3

Gambar 7 : Squamous Blepharitis


Sumber : http://www.icarehospital.org/oculoplasty_details.php

Pengobatannya ialah dengan membersihkan tepi kelopak dengan


shampoo

bayi,

salep

mata,

dan

steroid

setempat

disertai

dengan

memperbaiki metabolisme pasien.3


Penyulit yang dapat terjadi antara lain: keratitis, konjungtivitis. 3

4. Blefaritis Ulseratif
Merupakan peradangan tepi kelopak atau blefaritis dengan tukak akibat
infeksi staphylococcus. Pada blefaritis ulseratif terdapat keropeng berwarna
kekunung-kuningan yang bila diangkat akan terlihat ulkus yang kecil dan
mengeluarkan darah di sekitar bulu mata. Pada blefaritis ulseratif skuama
yang terbentuk bersifat kering dan keras, yang bila diangkat akan luka dengan
disertai perdarahan. Penyakit bersifat sangat infeksius. Ulserasi berjalan lebih
lanjut dan lebih dalam dan merusak folikel rambut sehingga mengakibatkan
rontok (madarosis).3

Gambar 8 : Ulcerative Blepharitis


Sumber : http://www.icarehospital.org/oculoplasty_details.php

Pengobatan dengan antibiotik dan higiene yang baik. Pengobatan pada


blefaritis ulseratif dapat dengan sulfasetamid, gentamisin atau basitrasin.
Biasanya disebabkan stafilokok maka diberi obat staphylococcus. Apabila
ulseratif luas pengobatan harus ditambah antibiotik sistemik dan diberi
roboransia.3
Penyulit adalah madarosis akibat ulserasi berjalan lanjut yang merusak
folikel rambut, trikiasis, keratitis superfisial, keratitis pungtata, hordeolum dan
kalazion. Bila ulkus kelopak ini sembuh maka akan terjadi tarikan jaringan
parut yang juga dapat berakibat trikiasis. 3
5. Blefaritis Angularis
Blefaritis angularis merupakan infeksi pada tepi kelopak disudut
kelopak mata atau kantus. Blefaritis angularis yang mengenai sudut kelopak
mata (kantus eksternus dan internus) sehingga dapat mengakibatkan
gangguan padafungsi punctum lakrimal. Blefaritis angularis disebabkan oleh
Staphylococcus aureus atau Moraxella lacunata.3,11
Seringkali gejala yang muncul adalah kemerahan pada salah satu tepi
kelopak mata, bersisik, maserasi dan kulit pecah-pecah di kantus lateral dan
medial, juga dapat terjadi konjungtivitis folikuler dan papil. Biasanya kelainan
ini bersifat rekuren.3

Gambar 9 : Blefaritis angularis


Sumber : Kanski in Clinical Ophthalmology edisi 7

Blefaritis angularis diobati dengan sulfa (kloramfenikol, eritromisin),


tetrasiklin dan sengsulfat. Penyulit terjadi pada punctum lakrimal bagian
medial sudutmata yang akan menyumbat duktus lakrimal. 3,9
6. Meibomianitis.
Merupakan infeksi pada kelenjar Meibom yang akan mengakibatkan
tanda peradangan lokal pada kelenjar tersebut. 3

Gambar 10 : Meibomianitis
Sumber : Atlas of Opthalmology

Meibomianitis menahun perlu pengobatan kompres hangat, penekanan


dan pengeluaran nanah dari dalam berulang kali disertai antibiotik lokal. 3,4
B. Blefaritis virus
1. Herpes zoster
Virus herpes zoster dapat memberikan infeksi pada ganglion gaseri
saraf trigeminus. Biasanya akan mengenai orang usia lanjut. Bila yang

terkena ganglion cabang oftalmik maka akan terlihat gejala-gejala herpes


zoster pada mata dan kelopak mata atas.3
Gejala tidak akan melampaui garis median kepala dengan tanda-tanda
yang terlihat pada mata adalah rasa sakit pada daerah yang terkena dan
badan berasa demam. Pada kelopak mata terlihat vesikel dan infiltrat pada
kornea bila mata terkena. Lesi vesikel pada cabang oftalmik saraf trigeminus
superfisial merupakan gejala yang khusus pada infeksi herpes zoster mata. 3

Gambar 14 : Herpes Zoster Ophthalmica


Sumber : http://medilinks.blogspot.com/2012/01/photos-for-herpes-zosterophthalmicus.html

Pengobatan hanya asimtomatik; steroid superfisial untuk mengurangi


gejala radang dan analgesik untuk mengurangi rasa sakit. Pemberian steroid
dosis tinggi akan mengurangkan gejala yang berat. 3
Penyulit yang mungkin terjadi adalah uveitis, parese otot perggerak
mata, glaukoma dan neuritis optik.3
2. Herpes simplek
Vesikel kecil dikelilingi eritema yang dapat disertai dengan keadaan
yang sama pada bibir merupakan tanda herpes simpleks kelopak. Dikenal
bentuk blefaritis simpleks yang merupakan radang tepi kelopak ringan dengan
terbentuknya krusta kuning basah pada tepi bulu mata, yang mengakibatkan
kedua kelopak lengket.3

Gambar 15 : Herpes Zoster Ophthalmica


Sumber : http://medilinks.blogspot.com/2012/01/photos-for-herpes-simpleksophthalmicus.html

Tidak terdapat pengobatan spesifik pada penyakit ini. Bila terdapat


infeksi sekunder dapat diberikan antibiotik sitemik atau topikal. Pemberian
kortikosteroid

merupakan

kontraindikasi

karena

dapat

mengakibatkan

menularnya herpes pada kornea. Asiclovir dan IDU dapat diberikan terutama
pada infeksi dini.3

3. Vaksinia
Pada infeksi vaksinia akan terdapat kelainan pada kelopak berupa
pustula dengan indentasi pada bagian sentral. Tidak terdapat pengobatan
spesifik untuk kelainan ini.3

Gambar 16 : Ocular Vaccinia Infection in Laboratory Worker, Philadelphia,


Sumber : http://wwwnc.cdc.gov/eid/article/12/1/05-1126-f1

4. Moluskum kontagiosum
Moluskum kontagiosum pda kelopak akan terlihat sebagai benjolan
dengan penggaungan ditengah yang biasanya terletak di tepi kelopak. Dapat
ditemukan kelainan berupa konjungtivitis yang bentuknya seperti konjungtivitis
inklusi klamidia atau trakoma. Pengobatan moluskum tidak ada yang spesifik
atau dilakukan ekstirpasi benjolan, antibiotic local diberikan untuk mencegah
infeksi sekunder.3

Gambar 18 : Moluskum kontagiosum


Sumber : https://escholarship.org/uc/item/308500hv

C. Blefaritis jamur
1. Infeksi Superfisial
Biasanya diobati dengan griseofulvin terutama efektif untuk epidermomikosis,
diberikan 0.5-1 gram sehari dengan dosis tunggal atau dibagi rata diteruskam 1-2
minggu. Kandida dengan nistatin topikal 100.000 unit per gram. 3
2. Infeksi Jamur Profundus
Pengobatan menggunakan obat sistemik. Actinomyces dan Nocardia
efektif menggunakan sulfonamid, penicillin atau antibiotik spektrum luas.
Spesies lain bisa digunakan Amfoterisin B dimulai dengan 0.05-0.1mg/kgBB iv
lambat 6-8 jam dilarutkan dekstrose 5% dalam air.3
D. Phitiriasis Palpebrarum
Phthirus pubis sebenarnya hidup di rambut pubis. Seseorang yang
terinfeksi kutu dapat kedaerah lain yang berambut seperti axila, dada atau bulu
mata. Pitiriasis palpebarum merupakan kutu dari bulu mata yang biasanya
menjangkiti anak-anak yang hidup ditempat yang memiliki higinitas yang buruk. 9

Gambar 19 : Phitiriasis palpebrarum


Sumber : Kanski in Clinical Ophthalmology edisi 7

Gejala meliputi iritasi kronis dan gatal pada kelopak mata. Ditandai oleh
kutu yang menempel kebulu mata dengan cakarnya. Telur dan kulitnya yang
kosong muncul seperti bentuk oval, coklat, keputihan seperti mutiara dan melekat
pada dasar cilia. Kunjungtivitis tidak lazim ditemukan.

Kutu diangkat beserta bulu mata secara mekanik dengan menggunakan


pinset, lalu diberikan topikal yellow mercuric oxide 1% atau petroleum jelly pada
bulu mata dan kelopak mata dua kali sehari selama 10 hari. Menghilangkan kutu
pada pasien, keluarga, baju dan tempat tidur penting untuk menghindari
kekambuhan.9
E. Alergi Kelopak
Dermatitis Kontak
Dermatitis kontak penyebabnya adalah bahan yang berkontak pada kelopak,
maka dengan berjalannya waktu gejala akan berkurang. 3
Pengobatan dengan melakukan pembersihan kelopak dari bahan penyebab,
cuci dengan larutan garam fisiologik, beri salep mengandung steroid sampai
gejala berkurang.3

Gambar 20 : Dermatitis Kontak pada palpebra


Sumber : https://escholarship.org/uc/item/308500hv

Blefaritis Urtikaria
Urtikaria pada kelopak terjadi akibat masuknya obat atau makanan pada

pasien yang rentan.3


Untuk mengurangi keluhan umum diberikan steroid topical ataupun sistemik,
dan dicegah pemakaian steroid lama. Obat antihistamin dapat mengurangi
gejala alergi.3

III. 8. Diagnosis

Blefaritis dapat didiagnosis melalui pemeriksaan mata yang komprehensif.


Pengujian, dengan penekanan khusus pada evaluasi kelopak mata dan permukaan
depan bola mata, termasuk:11
- Riwayat pasien untuk menentukan apakah gejala yang dialami pasien dan
adanya masalah kesehatan umum yang mungkin berkontribusi terhadap masalah
mata.
- Pemeriksaan mata luar, termasuk struktur kelopak mata, tekstur kulit dan
penampilan bulu mata.
- Evaluasi tepi kelopak mata, dasar bulu mata dan pembukaan kelenjar meibomian
menggunakan cahaya terang dan pembesaran.
- Evaluasi kuantitas dan kualitas air mata untuk setiap kelainan.

Gambar 21 : Algoritma untuk mendiagnosis pasien dengan kelopak mata merah


Sumber : Differential Diagnosis of the Swollen Red Eyelid, 2007

Kondisi yang berkaitan dengan blefaritis kronis: 9,13


1.

Ketidakstabilan tear film ditemukan pada 30-50% pasien, mungkin sebagai akibat
dari ketidakseimbangan antara komponen cair dan lipid dari tear film
memungkinkan peningkatan penguapan. Waktu pemecahan tear film biasanya

2.

3.

berkurang.
Chalazion, yang mungkin multipel dan berulang, umumnya terjadi terutama pada
pasien dengan blefaritis posterior.
Penyakit membran epitel basal dan erosi epitel berulang dapat diperburuk oleh
blepharitis posterior.
4.
Kulit: A. Jerawat rosacea sering dikaitkan dengan disfungsi kelenjar
meibomian.
B. dermatitis seboroik terdapat pada>90% dari pasien dengan blefaritis
seboroik.
C. Pengobatan acne vulgaris dengan isotretinoin dikaitkan dengan
perkembangan blepharitis pada sekitar 25% dari pasien; hal itu
mereda ketika pengobatan dihentikan.

5.

6.

Keratitis bakteri dikaitkan dengan penyakit sekunder permukaan okular untuk


blefaritis kronis.
Atopik keratokonjungtivitis sering dikaitkan dengan blefaritis stafilokokus.
Pengobatan

7.

blefaritis sering

membantu

gejala

konjungtivitis alergi

dan

sebaliknya.
Intoleransi lensa kontak. Pemakaian jangka panjang lensa kontak berhubungan
dengan penyakit tepi pelupuk mata posterior. Penghambatan gerakan tutup dan
ekspresi normal dari minyak meibomian bisa menjadi penyebabnya. Ada juga
mungkin terkait konjungtivitis giant papil membuat pemakaian lensa tidak
nyaman. Blefaritis juga merupakan faktor risiko untuk keratitis bakteriterkait lensa
kontak.

III. 9. Penatalaksanaan
Sebuah penanganan yang sistematis dan jangka panjang dalam menjaga
kebersihan kelopak mata adalah dasar dari pengobatan blefaritis. Dokter harus
memastikan bahwa pasien mengerti bahwa penanganan blefaritis adalah sebuah
proses, yang harus dilakukan untuk jangka waktu yang lama. 8

Banyak sistem mengenai kebersihan kelopak mata, dan semua ini termasuk
variasi dari 3 langkah penting 8,9
1. Aplikasi panas untuk menghangatkan sekresi kelenjar kelopak mata dan untuk
memicu evakuasi dan pembersihan dari bagian sekretorik sangat penting. Pasien
umumnya

diarahkan

untuk

menggunakan

kompres

hangat

basah

dan

menerapkannya pada kelopak berulang kali. Air hangat di handuk, kain kassa
direndam, atau dimasak dengan microwave, kain yang telah direndam dapat
digunakan. Pasien harus diinstruksikan untuk menghindari penggunaan panas
yang berlebihan.8
2. Tepi kelopak mata dicuci secara mekanis untuk menghilangkan bahan yang
menempel, seperti ketombe, dan sisik, juga untuk membersihkan lubang kelenjar.
Hal ini dapat dilakukan dengan handuk hangat atau dengan kain kasa. Air biasa
sering digunakan, meskipun beberapa dokter lebih suka bahwa beberapa tetes
shampo bayi dicampur dalam satu tutup botol penuh air hangat untuk membentuk
larutan pembersih. Harus diperhatikan untuk menggosok-gosok

lembut atau

scrubbing dari tepi kelopak mata itu sendiri, bukan kulit kelopak atau permukaan
konjungtiva bulbi. Menggosok kuat tidak diperlukan dan mungkin berbahaya. 8
3. Salep antibiotik pada tepi kelopak mata setelah direndam dan digosok. Umum
digunakan adalah salep eritromisin atau sulfacetamide. Salep antibiotik
kortikosteroid kombinasi dapat digunakan, meskipun penggunaannya kurang
tepat untuk pengelolaan jangka panjang.8
Situasi klinis tertentu mungkin memerlukan pengobatan tambahan. Kasus
refrakter blefaritis sering respons dengan penggunaan antibiotik oral. Satu atau dua
bulan penggunaan tetrasiklin sering membantu dalam mengurangi gejala pada
pasien dengan penyakit yang lebih parah. Tetrasiklin diyakini tidak hanya untuk
mengurangi kolonisasi bakteri tetapi juga untuk mengubah metabolisme dan
mengurangi disfungsi kelenjar. Penggunaan metronidazol sedang dipelajari. 8
Disfungsi tear film dapat mendorong penggunaan solusi air mata buatan,
salep air mata, dan penutupan pungtum. Kondisi yang terkait, seperti herpes
simplex, varicella-zoster, atau penyakit kulit staphilokokal, bisa memerlukan terapi
antimikroba spesifik berdasarkan kultur. Penyakit seboroik sering ditingkatkan
dengan penggunaan shampoo dengan selenium, meskipun penggunaannya di
sekitar mata tidak dianjurkan. Dermatitis alergi dapat merespon terapi kortikosteroid
topikal.8

Konjungtivitis

dan

keratitis

dapat

menjadi

komplikasi

blefaritis

dan

memerlukan pengobatan tambahan selain terapi tepi kelopak mata. Campuran


antibiotik-kortikosteroid dapat mengurangi peradangan dan gejala konjungtivitis.
Infiltrat kornea juga dapat diobati dengan antibiotik-kortikosteroid tetes. Ulkus tepi
kelopak yang kecil dapat diobati secara empiris, tetapi ulkus yang lebih besar,
parasentral, atau atipikal harus dikerok dan spesimen dikirim untuk diagnostik dan
untuk kultur dan pengujian sensitivitas. 8
Serangan berulang dari peradangan dan jaringan parut dari blefaritis dapat
memngakibatkan penyakit kelopak mata posisional. Trichiasis dan notching kelopak
dapat mengakibatkan gejala keratitis berat. Trichiasis diobati dengan pencukuran
bulu, perusakan folikel melalui arus listrik, laser, atau krioterapi, atau dengan eksisi
bedah. Entropion atau ectropion dapat mengembangkan dan mempersulit situasi
klinis dan mungkin memerlukan rujukan ke ahli bedah oculoplastics.Perawatan
bedah untuk blefaritis diperlukan hanya untuk komplikasi seperti pembentukan
kalazion, trichiasis, ektropion, entropion, atau penyakit kornea. 8
Untuk blefaritis anterior, antibiotik natrium asam fusidic topikal, bacitracin atau
kloramfenikol digunakan untuk mengobati folikulitis akut tetapi terbatas dalam kasuskasus lama. Setelah kelopak dibersihkan salep harus digosok ke tepi kelopak
anterior dengan cotton bud atau jari yang bersih. Oral azitromisin (500 mg setiap hari
selama tiga hari) dapat membantu untuk mengontrol penyakit blefaritis ulseratif. 9
Pada blefaritis posterior, tetrasiklin sistemik merupakan andalan pengobatan
tetapi tidak boleh digunakan pada anak di bawah usia 12 tahun atau pada wanita
hamil atau menyusui karena disimpan dalam tulang dan gigi tumbuh, dan dapat
menyebabkan noda pada gigi dan hipoplasia gigi (eritromisin adalah alternatif).
Alasan untuk penggunaan tetrasiklin adalah kemampuan mereka untuk memblokir
produksi lipase stafilokokal jauh di bawah konsentrasi penghambatan minimum
antibakteri. Tetrasiklin terutama diindikasikan pada pasien dengan phlyctenulosis
berulang dan keratitis tepi, meskipun berulang pengobatan mungkin diperlukan.
Contohnya: Oxytetracycline 250 mg b.d. selama 6-12 minggu, Doksisiklin 100 mg
b.d. selama satu minggu dan kemudian setiap hari selama 6-12 minggu, Minocycline
100 mg sehari selama 6-12 minggu; (pigmentasi kulit dapat berkembang setelah
penggunaan jangka panjang). Erythromicin 250 mg perhari atau b.d digunakan untuk
anak-anak.9

III. 10. Komplikasi


Komplikasi yang berat karena blefaritis jarang terjadi. Komplikasi yang paling
sering terjadi pada pasien yang menggunakan lensa kontak. Mungkin sebaiknya
disarankan untuk sementara waktu menggunakan alat bantu lain seperti kaca mata
sampai gejala blefaritis benar-benar sudah hilang. 13
1. Mata merah : blefaritis dapat menyebabkan serangan berulang mata merah
(konjungtivitis).
2. Keratokonjungtivissica adalah kondisi dimana mata pasien tidak bisa
memproduksi air matayang cukup, atau air mata menguap terlalu cepat. Ini
bisa menyebabkan mata kekurangan air dan menjadi meradang. Syndrome
mata kering dapat terjadi karena dipengaruhi gejala blefaritis, dermatitis
seboroik, dan dermatitis rosea, namun dapat juga disebabkan karena kualitas
air mata yang kurang baik
3. Ulserasi kornea: iritasi yang terus menerus dari kelopak mata yang meradang
atau salah arah bulu mata dapat menyebabkan goresan (ulkus) di kornea.
Blefaritis tidak mempengaruhi penglihatan pada umumnya, meskipun
defisiensi tear film kadang dapat mengaburkan penglihatan, menyebabkan berbagai
derajatpenglihatan berfluktuasi sepanjang hari. 13
III. 11. Prognosis
Kebersihan yang baik (pembersihan secara teratur daerah mata) dapat
mengontrol tanda-tanda dan gejala blefaritis dan mencegah komplikasi. Perawatan
kelopak mata yang baik biasanya cukup untuk pengobatan. Harus cukup nyaman
untuk menghindari kekambuhan, karena blefaritis sering merupakan kondisi kronis.
Jika blefaritis berhubungan dengan penyebab yang mendasari seperti ketombe atau
rosacea, mengobati kondisi-kondisi tersebut dapat mengurangi blefaritis. Pada
pasien yang memiliki beberapa episode blefaritis, kondisi ini jarang sembuh
sepenuhnya. Bahkan dengan pengobatan yang berhasil, kekambuhan dapat
terjadi.13

Pterigium
IV.1 Definisi

Pterigium adalah suatu penebalan konjungtiva bulbi yang berbentuk segitiga,


mirip daging yang menjalar ke kornea , pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang
bersifat degeneratif dan invasif .
Menurut Ivan R. Schwab dan Chandler R. Dawson (1995) dalam General
Ophthalmology, pterygium merupakan suatu pelanggaran batas suatu pinguicula
berbentuk segitiga berdaging ke kornea, umumnya di sisi nasal, secara bilateral.
Sedangkan menurut Sidharta Ilyas, Pterygium merupakan suatu pertumbuhan
fibrovaskular konjungtiva yang bersifat invasif dan degeneratif.

Pertumbuhan ini

biasanya terletak pada celah kelopak bagian nasal maupun temporal konjungtiva
yang meluas ke daerah kornea. Pterygium berbentuk segitiga dengan puncak di
bagian sentral atau di daerah kornea. Asal kata pterygium dari bahasa Yunani, yaitu
pteron yang artinya wing atau sayap. Hal ini mengacu pada pertumbuhan pterygium
yang berbentuk sayap pada konjungtiva bulbi.

Gambar 3. Mata dengan pterygium

IV.2 Epidemiologi
Kasus pterygium yang tersebar di seluruh dunia sangat bervariasi, tergantung
pada lokasi geografisnya, tetapi lebih banyak di daerah iklim panas dan kering.
Faktor yang sering mempengaruhi adalah daerah dekat ekuator. Prevalensi juga
tinggi pada daerah berdebu dan kering.
Di Amerika Serikat, kasus pterigium sangat bervariasi tergantung pada lokasi
geografisnya. Di daratan Amerika serikat, Prevalensinya berkisar kurang dari 2%

untuk daerah di atas 40o lintang utara sampai 5-15% untuk daerah garis lintang 2836o. Sebuah hubungan terdapat antara peningkatan prevalensi dan daerah yang
terkena paparan ultraviolet lebih tinggi

di bawah garis lintang. Sehingga dapat

disimpulkan penurunan angka kejadian di lintang atas dan peningkatan relatif angka
kejadian di lintang bawah.
Di Indonesia yang melintas di bawah garis khatuliswa, kasus-kasus pterygium
cukup sering didapati. Apalagi karena faktor risikonya adalah paparan sinar matahari
(UVA & UVB), dan bisa dipengaruhi juga oleh paparan alergen, iritasi berulang
(misal karena debu atau kekeringan).
Insiden tertinggi pterygium terjadi pada pasien dengan rentang umur 20 49
tahun. Pasien dibawah umur 15 tahun jarang terjadi pterygium. Rekuren lebih sering
terjadi pada pasien yang usia muda dibandingkan dengan pasien usia tua. Laki-laki
lebih beresiko 2 kali daripada perempuan.
IV.3 Mortalitas/Morbiditas
Pterygium bisa menyebabkan perubahan yang sangat berarti dalam fungsi
visual atau penglihatan pada kasus yang kronis.

Mata

bisa menjadi inflamasi

sehingga menyebabkan iritasi okuler dan mata merah.


Berdasarkan beberapa faktor diantaranya :
1. Jenis Kelamin
Pterygium dilaporkan bisa terjadi pada golongan laki-laki dua kali lebih banyak
dibandingkan wanita.
2. Umur
Jarang sekali orang menderita pterygium umurnya di bawah 20 tahun. Untuk pasien
umurnya diatas 40 tahun mempunyai prevalensi yang tertinggi, sedangkan pasien
yang berumur 20-40 tahun dilaporkan mempunyai insidensi pterygium yang paling
tinggi.
IV.4 Faktor Risiko

Faktor resiko yang mempengaruhi pterygium adalah lingkungan yakni radiasi


ultraviolet sinar matahari, iritasi kronik dari bahan tertentu di udara dan faktor
herediter .

1. Radiasi ultraviolet

Faktor resiko lingkungan yang utama timbulnya pterygium adalah paparan


sinar matahari. Sinar ultraviolet diabsorbsi kornea dan konjungtiva
menghasilkan kerusakan sel dan proliferasi sel. Letak lintang, lamanya
waktu di luar rumah, penggunaan kacamata dan topi juga merupakan
faktor penting.
2. Faktor Genetik
Beberapa kasus dilaporkan sekelompok anggota keluarga dengan
pterygium dan berdasarkan penelitian case control menunjukkan riwayat
keluarga dengan pterygium, kemungkinan diturunkan secara autosom
dominan.

3 . Faktor lain.
Iritasi kronik atau inflamasi terjadi pada area limbus atau perifer kornea
merupakan pendukung terjadinya teori keratitis kronik dan terjadinya limbal
defisiensi, dan saat ini merupakan teori baru patogenesis dari pterygium.
Yang juga menunjukkan adanya pterygium angiogenesis factor dan
penggunaan

farmakoterapi

antiangiogenesis

sebagai

terapi.

Debu,

kelembapan yang rendah, dan trauma kecil dari bahan partikel tertentu, dry
eye dan virus papilloma juga penyebab dari pterygium.

IV.5 Etiologi dan patofisiologi


Konjungtiva bulbi selalu berhubungan dengan dunia luar. Kontak dengan
ultraviolet, debu, kekeringan mengakibatkan terjadinya penebalan dan pertumbuhan
konjungtiva bulbi yang menjalar ke kornea
Etiologi pterygium tidak diketahui dengan jelas. Karena penyakit ini lebih
sering pada orang yang tinggal di daerah beriklim panas, maka gambaran yang

paling diterima tentang hal tersebut adalah respon terhadap faktor-faktor lingkungan
seperti paparan terhadap sinar ultraviolet dari matahari, daerah kering, inflamasi,
daerah angin kencang dan debu atau faktor iritan lainnya. Diduga pelbagai faktor
risiko tersebut menyebabkan terjadinya degenerasi elastis jaringan kolagen dan
proliferasi fibrovaskular. Dan progresivitasnya diduga merupakan hasil dari kelainan
lapisan Bowman kornea. Beberapa studi menunjukkan adanya predisposisi genetik
untuk kondisi ini.
Teori lain menyebutkan bahwa patofisiologi pterygium ditandai dengan
degenerasi elastik kolagen dan proliferasi fibrovaskular dengan permukaan yang
menutupi epitel. Hal ini disebabkan karena struktur konjungtiva bulbi yang selalu
berhubungan dengan dunia luar dan secara intensif kontak dengan ultraviolet dan
debu sehingga sering mengalami kekeringan yang mengakibatkan terjadinya
penebalan dan pertumbuhan konjungtiva bulbi sampai menjalar ke kornea. Selain
itu, pengeringan lokal dari kornea dan konjungtiva yang disebabkan kelainan tear
film menimbulkan fibroplastik baru. Tingginya insiden pterygium pada daerah
beriklim kering mendukung teori ini.
Teori terbaru pterygium menyatakan kerusakan limbal stem cell di daerah
interpalpebra akibat sinar ultraviolet. Limbal stem cell merupakan sumber regenarasi
epitel kornea dan sinar ultraviolet menjadi mutagen untuk p53 tumor supressor gene
pada limbal stem cell. Tanpa apoptosis, transforming growth factor-beta diproduksi
dalam jumlah berlebihan dan meningkatkan proses kolagenase sehingga sel-sel
bermigrasi dan terjadi angiogenesis. Akibatnya, terjadi perubahan degenerasi
kolagen dan terlihat jaringan subepitelial fibrovaskular. Pada jaringan subkonjungtiva
terjadi perubahan degenerasi elastik dan proliferasi jaringan vaskular di bawah
epitelium yang kemudian menembus kornea. Kerusakan pada kornea terdapat pada
lapisan membran Bowman oleh pertumbuhan jaringan fibrovaskular yang sering
disertai inflamasi ringan. Epitel dapat normal, tebal, atau tipis dan kadang terjadi
displasia. Pada keadaan defisiensi limbal stem cell, terjadi pembentukan jaringan
konjungtiva pada permukaan kornea.
Pemisahan fibroblast dari jaringan pterygium menunjukkan perubahan
phenotype, yaitu lapisan fibroblast mengalami proliferasi sel yang berlebihan. Pada
fibroblast

pterygium

menunjukkan

matriks

metalloproteinase,

yaitu

matriks

ekstraselular yang berfungsi untuk memperbaiki jaringan yang rusak, penyembuhan


luka, dan mengubah bentuk. Hal ini menjelaskan penyebab pterygium cenderung
terus tumbuh dan berinvasi ke stroma kornea sehingga terjadi reaksi fibrovaskular
dan inflamasi.
Patofisiologi pterygium ditandai dengan degenerasi elastotik kolagen dan
proliferasi fibrovaskular, dengan permukaan yang menutupi epithelium, Histopatologi
kolagen abnormal pada daerah degenerasi elastotik menunjukkan basofilia bila dicat
dengan hematoksin dan eosin. Jaringan ini juga bisa dicat dengan cat untuk jaringan
elastic akan tetapi bukan jaringan elastic yang sebenarnya, oleh karena jaringan ini
tidak bisa dihancurkan oleh elastase.
Histologi, pterigium merupakan akumulasi dari jaringan degenerasi subepitel
yang basofilik dengan karakteristik keabu-abuan di pewarnaan H & E . Berbentuk
ulat atau degenerasi elastotic dengan penampilan seperti cacing bergelombang dari
jaringan yang degenerasi. Pemusnahan lapisan Bowman oleh jaringan fibrovascular
sangat khas. Epitel diatasnya biasanya normal, tetapi mungkin acanthotic,
hiperkeratotik, atau bahkan displastik dan sering menunjukkan area hiperplasia dari
sel goblet.

Gambar 4. Histopatologi pada pterigium

IV.6 Gejala Klinis

Pterygium biasanya terjadi secara bilateral, namun jarang terlihat simetris,


karena kedua mata mempunyai kemungkinan yang sama untuk kontak dengan sinar
ultraviolet, debu dan kekeringan. Kira-kira 90% terletak di daerah nasal karena
daerah nasal konjungtiva secara relatif mendapat sinar ultraviolet yang lebih banyak
dibandingkan dengan bagian konjungtiva yang lain. Selain secara langsung, bagian
nasal konjungtiva juga mendapat sinar ultra violet secara tidak langsung akibat
pantulan dari hidung.
Pterygium yang terletak di nasal dan temporal dapat terjadi secara
bersamaan walaupun pterygium di daerah temporal jarang ditemukan. Perluasan
pterygium dapat sampai ke medial dan lateral limbus sehingga menutupi sumbu
penglihatan dan menyebabkan penglihatan kabur.
Secara klinis muncul sebagai lipatan berbentuk segitiga pada konjungtiva
yang meluas ke kornea pada daerah fissura interpalpebra. Biasanya pada bagian
nasal tetapi dapat juga terjadi pada bagian temporal. Deposit besi dapat dijumpai
pada bagian epitel kornea anterior dari kepala pterygium (stokers line).
Gejala klinis pterygium pada tahap awal biasanya ringan bahkan sering tanpa
keluhan sama sekali (asimptomatik). Beberapa keluhan yang sering dialami pasien
antara lain:
-

mata sering berair dan tampak merah

merasa seperti ada benda asing

timbul astigmatisme akibat kornea tertarik oleh pertumbuhan pterygium

pada pterygium derajat 3 dan 4 dapat terjadi penurunan tajam penglihatan.

Dapat terjadi diplopia sehingga menyebabkan terbatasnya pergerakan


mata.

IV.7 Pemeriksaan Fisik


Adanya massa jaringan kekuningan akan terlihat pada lapisan luar mata
(sclera) pada limbus, berkembang menuju ke arah kornea dan pada permukaan
kornea. Sclera dan selaput lendir luar mata (konjungtiva) dapat merah akibat dari
iritasi dan peradangan.

Pterygium dibagi menjadi tiga bagian yaitu :

Body, bagian segitiga yang meninggi pada pterygium dengan dasarnya ke


arah kantus

Apex (head), bagian atas pterygium

Cap, bagian belakang pterygium


A subepithelial cap atau halo timbul pada tengah apex dan membentuk batas

pinggir pterygium.
Pterigyum terbagi berdasarkan perjalanan penyakit menjadi 2 tipe, yaitu :
- Progressif pterygium

: memiliki gambaran tebal dan

vascular dengan beberapa infiltrat di kornea di


depan kepala pterygium
- Regressif pterygium

dengan gambaran tipis,

atrofi, sedikit vaskularisasi, membentuk membran


tetapi tidak pernah hilang
Berbentuk segitiga yang terdiri dari kepala (head) yang mengarah ke kornea
dan badan. Derajat pertumbuhan pterigium ditentukan berdasarkan bagian kornea
yang tertutup oleh pertumbuhan pterigium, dan dapat dibagi menjadi 4 (Gradasi
klinis menurut Youngson ):

Derajat 1: Jika pterigium hanya terbatas pada limbus kornea

Derajat 2: Jika pterigium sudah melewati limbus kornea tetapi tidak lebih dari
2 mm melewati kornea

Derajat 3: Jika pterigium sudah melebihi derajat dua tetapi tidak melebihi
pinggiran pupil mata dalam keadaan cahaya normal (diameter pupil sekitar 34 mm)

Derajat 4: Jika pertumbuhan pterigium sudah melewati pupil sehingga


mengganggu penglihatan.

IV.8 Diagnosa

Penderita dapat melaporkan adanya peningkatan rasa sakit pada salah satu
atau kedua mata, disertai rasa gatal, kemerahan dan atau bengkak. Kondisi ini
mungkin telah ada selama bertahun-tahun tanpa gejala dan menyebar perlahanlahan, pada akhirnya menyebabkan penglihatan terganggu, ketidaknyamanan dari
peradangan dan iritasi. Sensasi benda asing dapat dirasakan, dan mata mungkin
tampak lebih kering dari biasanya. penderita juga dapat melaporkan sejarah paparan
berlebihan terhadap sinar matahari atau partikel debu.
Test: Uji ketajaman visual dapat dilakukan untuk melihat apakah visi terpengaruh.
Dengan menggunakan slitlamp diperlukan untuk memvisualisasikan pterygium
tersebut. Dengan menggunakan sonde di bagian limbus, pada pterigium tidak dapat
dilalui oleh sonde seperti pada pseudopterigium.
IV.9 Terapi
IV.9.1 Konservatif
Pada pterigium yang ringan tidak perlu di obati. Untuk pterigium derajat 1-2 yang
mengalami inflamasi, pasien dapat diberikan obat tetes mata kombinasi antibiotik
dan steroid 3 kali sehari selama 5-7 hari. Diperhatikan juga bahwa penggunaan
kortikosteroid tidak dibenarkan pada penderita dengan tekanan intraokular tinggi
atau mengalami kelainan pada kornea.
IV.9.2 Bedah
Pada pterigium derajat 3-4 dilakukan tindakan bedah berupa avulsi pterigium.
Sedapat mungkin setelah avulsi pterigium maka bagian konjungtiva bekas pterigium
tersebut ditutupi dengan cangkok konjungtiva yang diambil dari konjugntiva bagian
superior untuk menurunkan angka kekambuhan.

Tujuan utama pengangkatan

pterigium yaitu memberikan hasil yang baik secara kosmetik, mengupayakan


komplikasi seminimal mngkin, angka kekambuhan yang rendah. Penggunaan
Mitomycin C (MMC) sebaiknya hanya pada kasus pterigium yang rekuren,
mengingat komplikasi dari pemakaian MMC juga cukup berat.
A. Indikasi Operasi
1. Pterigium yang menjalar ke kornea sampai lebih 3 mm dari limbus

2. Pterigium mencapai jarak lebih dari separuh antara limbus dan tepi pupil
3. Pterigium yang sering memberikan keluhan mata merah, berair dan silau
karena astigmatismus
4. Kosmetik, terutama untuk penderita wanita
B. Teknik Pembedahan
Tantangan utama dari terapi pembedahan

pterigium adalah kekambuhan,

dibuktikan dengan pertumbuhan fibrovascular di limbus ke kornea. Banyak teknik


bedah telah digunakan, meskipun tidak ada yang diterima secara universal
karena tingkat kekambuhan yang variabel. Terlepas dari teknik yang digunakan,
eksisi pterigium adalah langkah pertama untuk perbaikan. Banyak dokter mata
lebih

memilih

untuk

memisahkan

ujung

pterigium

dari

kornea

yang

mendasarinya. Keuntungan termasuk epithelisasi yang lebih cepat, jaringan parut


yang minimal dan halus dari permukaan kornea.
1. Teknik Bare Sclera
Melibatkan

eksisi

kepala

dan

tubuh

pterygium,

sementara

memungkinkan sclera untuk epitelisasi. Tingkat kekambuhan tinggi, antara


24 persen dan 89 persen, telah didokumentasikan dalam berbagai laporan.
2. Teknik Autograft Konjungtiva
memiliki tingkat kekambuhan dilaporkan serendah 2 persen dan setinggi
40

persen

pada

beberapa

studi

prospektif. Prosedur

ini

melibatkan

pengambilan autograft, biasanya dari konjungtiva bulbar superotemporal, dan


dijahit di atas sclera yang telah di eksisi pterygium tersebut. Komplikasi jarang
terjadi, dan untuk hasil yang optimal ditekankan pentingnya pembedahan
secara hati-hati jaringan Tenon's dari graft konjungtiva dan penerima,
manipulasi minimal jaringan dan orientasi akurat dari grafttersebut. Lawrence
W. Hirst, MBBS, dari Australia merekomendasikan menggunakan sayatan
besar untuk eksisi pterygium dan telah dilaporkan angka kekambuhan sangat
rendah.
3. Cangkok Membran Amnion

Mencangkok membran amnion juga telah digunakan untuk mencegah


kekambuhan pterigium. Meskipun keuntungkan dari penggunaan membran
amnion ini belum teridentifikasi, sebagian besar peneliti telah menyatakan
bahwa itu adalah membran amnion berisi faktor penting untuk menghambat
peradangan dan fibrosis dan epithelialisai.Sayangnya, tingkat kekambuhan
sangat beragam pada studi yang ada, diantara 2,6 persen dan 10,7 persen
untuk pterygia primer dan setinggi 37,5 persen untuk kekambuhan pterygia.
Sebuah keuntungan dari teknik ini selama autograft konjungtiva adalah
pelestarian bulbar konjungtiva. Membran Amnion biasanya ditempatkan di
atas sklera , dengan membran basal menghadap ke atas dan stroma
menghadap

ke

bawah. Beberapa

studi

terbaru

telah

menganjurkan

penggunaan lem fibrin untuk membantu cangkok membran amnion


menempel jaringan episcleral dibawahnya. Lem fibrin juga telah digunakan
dalam autografts konjungtiva.
C. Terapi Tambahan
Tingkat kekambuhan tinggi yang terkait dengan operasi terus menjadi masalah,
dan terapi medis demikian terapi tambahan telah dimasukkan ke dalam
pengelolaan pterygia. Studi telah menunjukkan bahwa tingkat rekurensi telah
jatuh cukup dengan penambahan terapi ini, namun ada komplikasi dari terapi
tersebut.
MMC telah digunakan sebagai pengobatan tambahan karena kemampuannya
untuk menghambat fibroblas. Efeknya mirip dengan iradiasi beta. Namun, dosis
minimal yang aman dan efektif belum ditentukan. Dua bentuk MMC saat ini
digunakan: aplikasi intraoperative MMC langsung ke sclera setelah eksisi
pterygium,

dan

penggunaan

obat

tetes

mata

MMC

topikal

setelah

operasi. Beberapa penelitian sekarang menganjurkan penggunaan MMC hanya


intraoperatif untuk mengurangi toksisitas.
Beta iradiasi juga telah digunakan untuk mencegah kekambuhan, karena
menghambat mitosis pada sel-sel dengan cepat dari pterygium, meskipun tidak
ada data yang jelas dari angka kekambuhan yang tersedia. Namun, efek buruk
dari radiasi termasuk nekrosis scleral , endophthalmitis dan pembentukan

katarak, dan ini telah mendorong dokter untuk tidak merekomendasikan terhadap
penggunaannya.
Untuk mencegah terjadi kekambuhan setelah operasi, dikombinasikan dengan
pemberian:
1. Mitomycin C 0,02% tetes mata (sitostatika) 2x1 tetes/hari selama 5 hari,
bersamaan dengan pemberian dexamethasone 0,1% : 4x1 tetes/hari
kemudian tappering off sampai 6 minggu.
2. Mitomycin C 0,04% (0,4 mg/ml) : 4x1 tetes/hari selama 14 hari, diberikan
bersamaan dengan salep mata dexamethasone.
3. Sinar Beta
4. Topikal Thiotepa (triethylene thiophosphasmide) tetes mata : 1 tetes/ 3 jam
selama

minggu,

diberikan

bersamaan

dengan

salep

antibiotik

Chloramphenicol, dan steroid selama 1 minggu.


IV.10 Komplikasi
1. Komplikasi dari pterigium meliputi sebagai berikut:
-

Gangguan penglihatan
Mata kemerahan
Iritasi
Gangguan pergerakan bola mata.
Timbul jaringan parut kronis dari konjungtiva dan kornea

Pada pasien yang belum di eksisi terjadi distorsi dan penglihatan sentral
berkurang

Timbul jaringan parut pada otot rektus medial yang dapat menyebabkan
diplopia

Dry Eye sindrom


Keganasan epitel pada jaringan epitel di atas pterigium

2. Komplikasi post-operatif bisa sebagai berikut:


-

Rekurensi

Infeksi

Perforasi korneosklera

Jahitan graft terbuka hingga terjadi pembengkakkan dan perdarahan

Korneoscleral dellen

Granuloma konjungtiva

Epithelial inclusion cysts

Conjungtiva scar

Adanya jaringan parut di kornea

Disinsersi otot rektus


Yang paling sering dari komplikasi bedah pterigium adalah kekambuhan.

Eksisi bedah memiliki angka kekambuhan yang tinggi, sekitar 50-80%. Angka ini
bisa dikurangi sekitar 5-15% dengan penggunaan autograft dari konjungtiva atau
transplant membran amnion pada saat eksisi
IV.11 Pencegahan
Pada penduduk di daerah tropik yang bekerja di luar rumah seperti nelayan,
petani yang banyak kontak dengan debu dan sinar ultraviolet dianjurkan memakai
kacamata pelindung sinar matahari.
IV.12 Prognosis
Pterigium adalah suatu neoplasma yang benigna. Umumnya prognosis baik.
Kekambuhan dapat dicegah dengan kombinasi operasi dan sitotastik tetes mata
atau beta radiasi.
Penglihatan dan kosmetik pasien setelah dieksisi adalah baik. Rasa tidak
nyaman pada hari pertama postoperasi dapat ditoleransi. Sebagian besar pasien
dapat beraktivitas kembali setelah 48 jam postoperasi. Pasien dengan rekuren
pterygium dapat dilakukan eksisi ulang dengan conjungtiva autograft atau
transplantasi membran amnion. Umumnya rekurensi terjadi pada 3-6 bulan pertama
setelah operasi.
Pasien dengan resiko tinggi timbulnya pterygium seperti riwayat keluarga atau
karena terpapar sinar matahari yang lama dianjurkan memakai kacamata sunblock
dan mengurangi intensitas terpapar sinar matahari.

BAB V
KESIMPULAN

Blefaritis adalah radang pada kelopak mata. Radang yang sering terjadi pada
kelopak merupakan radang kelopak dan tepi kelopak. Radang bertukak atau tidak
pada tepi kelopak biasanya melibatkan folikel dan kelenjar rambut. Blefaritis ditandai
dengan pembentukan minyak berlebihan di dalam kelenjar didekat kelopak mata
yang merupakan lingkungan yang disukai oleh bakteri yang dalam keadaan normal
ditemukan di kulit.1
Kebersihan yang baik (pembersihan secara teratur daerah mata) dapat
mengontrol tanda-tanda dan gejala blefaritis dan mencegah komplikasi. Perawatan
kelopak mata yang baik biasanya cukup untuk pengobatan. Harus cukup nyaman
untuk menghindari kekambuhan, karena blefaritis sering merupakan kondisi kronis.
Jika blefaritis berhubungan dengan penyebab yang mendasari seperti ketombe atau

rosacea, mengobati kondisi-kondisi tersebut dapat mengurangi blefaritis. Pada


pasien yang memiliki beberapa episode blefaritis, kondisi ini jarang sembuh
sepenuhnya. Bahkan dengan pengobatan yang berhasil, kekambuhan dapat
terjadi.13
Pterigium merupakan salah satu dari sekian banyak kelainan pada mata dan
merupakan yang tersering nomor dua di indonesia setelah katarak, hal ini di
karenakan oleh letak geografis indonesia di sekitar garis khatulistiwa sehingga
banyak terpapar oleh sinar ultraviolet yang merupakan salah satu faktor penyebab
dari piterigium. Pterigium banyak diderita oleh laki-laki karena umumnya aktivitas
laki-laki lebih banyak di luar ruangan, serta dialami oleh pasien di atas 40 tahun
karena faktor degeneratif.

DAFTAR PUSTAKA

1. Riordan-Eva P, Whitcher JP, eds. Vaughan & Asbury: Oftalmologi Umum. 17th
ed. Jakarta: EGC; 2009.
2. Johnson, Stephen, M, MD. Blepharitis. Midwest Eye Institute. Available at :
http://smjohnsonmd.com/Blepharitis.html. Accessed September 30, 2014.
3. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata. 5th ed. Jakarta: Badan Penerbit FKUI;
2014.
4. James, Bruce. Lecture Notes On Opthalmology. 9 th ed. Blackwell publishing,
Australia: 2013; page 52-4.
5. Popham, Jerry MD. Eyelid Anatomy. In Cosmetic Facial and Eye Plastic Surgery.
Available at : http://www.drpopham.com/347-Anatomy. Accessed Oktober 01,
2014.

6. Vaughan D. General Ophthalmology. Widya Medika. Jakarta: 2003; page 78-80.


7. Junqueira LC, Carneiro J. Histologi Dasar: Teks dan Atlas. 10th ed. Jakarta:
EGC; 2004.
8. Weinstock, Frank J., MD. Eyelid Inflammation Blepharitis Available at :
http://www.emedicinehealth.com/eyelid_inflammation_blepharitis/.htm. Accessed
Oktober 02, 2014.
9. Lowery, R Scott, MD et all, Adult Blepharitis Updated: April 26, 2013. Available at
:

http://emedicine.medscape.com/article/1211763-overview#a0104.

Accessed

Oktober 02, 2014.


10. Allen, JH et all. Patophosiology Blepharitis. In Best Practice British Medicine
Journal. Last updated: July 26, 2013.
11. Kanski JJ. Blepharitis. In: Clinical Ophthalmology. 7th ed. Butterworth
Heinemann. Philadelphia; 2011: page 34-38.
12. Feder, Robert S, MD, chair et all. Blepharitis Limited Revision In Preferred
Practice Pattern. American Academy Ophthalmology: 2011.
13. Hadrill, Marilyn., Blepharitis Page updated September 21, 2013. Available at :
http://emedicine.medscape.com/article. Accessed Oktober 01, 2014.
14. Papier, Art, MD; David J. Tuttle, MD; and Tara J. Mahar, MD. Differential

Diagnosis of the Swollen Red Eyelid in the American Academy of Family


Physicians.2007; page 1815-24.

You might also like