Professional Documents
Culture Documents
BLEFARITIS + PTERIGIUM
Pembimbing
Oleh :
Nama : M. Hafidz Ramadhan
NIDM : 2306.834.2011
KATA PENGANTAR
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
Blefaritis adalah istilah medis untuk peradangan pada kelopak mata. Kata
"blefaritis" berasal dari kata Yunani blepharos, yang berarti "kelopak mata," dan
akhiran itis Yunani, yang biasanya digunakan untuk menunjukkan peradangan dalam
bahasa
Inggris. Peradangan
adalah
istilah
umum
yang
digunakan
untuk
menggambarkan proses dimana sel - sel darah putih dan zat kimia yang diproduksi
dalam tubuh melindungi kita dari zat - zat asing, cedera, atau infeksi. Respon tubuh
normal dalam peradangan melibatkan berbagai derajat pembengkakan, kemerahan,
nyeri, panas, dan perubahan dalam fungsi. 1
Blefaritis biasanya dilaporkan sekitar 5% dari keseluruhan penyakit mata yang
ada pada rumah sakit (sekitar 2-5% penyakit blefaritis ini dilaporkan sebagai
penyakit penyerta pada penyakit mata). Blefaritis lebih sering muncul pada usia tua
tapi dapat terjadi pada semua umur.2
Sedangkan pterigium merupakan pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva
yang bersifat degeneratif dan invasif. Seperti daging, berbentuk segitiga yang
tumbuh dari arah temporal maupun nasal konjungtiva menuju kornea pada arah
intrapalpebra. Asal kata pterygium dari bahasa Yunani, yaitu pteron yang artinya
wing atau sayap. Hal ini mengacu pada pertumbuhan pterygium yang berbentuk
sayap pada konjungtiva bulbi. Temuan patologik pada konjungtiva, lapisan bowman
kornea digantikan oleh jaringan hialin dan elastik. 2
BAB II
LAPORAN KASUS
II.1.
II.2.
Identifikasi
Nama
: Tn. S
Umur
: 47 tahun
Jenis kelamin
: Laki laki
Pekerjaan
: Pekerja Pabrik
Alamat
: Jakarta
Tanggal berobat
: 6 Januari 2016
Riwayat DM (-)
Riwayat Psikososial
Saat ini pasien bekerja sebagai karyawan pabrik sepeda motor dibagian
logistik. Setiap hari pasien bekerja terpapar banyak debu di gudang maupun
di lapangan karena banyaknya barang barang yang harus dimonitor. Selain
itu, pasien bekerja menggunakan sepeda motor setiap hari. Pasien sudah
menggunakan helm tipe half face dengan penutup kaca.
Riwayat Pengobatan
Pasien belum berobat ke dokter. Pasien hanya sering mencuci matanya
dengan air keran sejak keluhan bengkak mulai dirasakan.
Riwayat Alergi
Tidak mempunyai riwayat alergi terhadap obat, makanan.
II.3.
Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan Umum
Kesadaran
: Composmentis
Tanda Vital
Tekanan Darah
: 120/80 mmHg
Nadi
: 82 x/menit
Laju Napas
: 20 x/menit
Suhu
: 36,8C
Status Oftalmologi
OCULAR DEXTRA
6/6
Ortoforia
PEMERIKSAAN
VISUS
KEDUDUKAN BOLA
MATA
OCULAR SINISTRA
6/6
Ortoforia
Madarosis (-)
SUPRA SILIA
Madarosis (-)
Madarosis (-),
Trikiasis (-)
SILIA
Madarosis (-)
Trikiasis (-)
Edema (+)
Hiperemis (+)
Hangat (+)
Nyeri Tekan (+)
Sekret purulen
kuning (+)
Pseudoptosis (+)
Ulkus (-)
Vesikel (-)
Skuama (-)
PALPEBRA
SUPERIOR
Edema (+)
Hiperemis (+)
Hangat (+)
Nyeri Tekan (+)
Sekret purulen
kuning (+)
Pseudoptosis (+)
Ulkus (-)
Vesikel (-)
Skuama (-)
Edema (-)
Hiperemis (-)
PALPEBRA
INFERIOR
Edema (-)
Hiperemis (-)
Hiperemis (-),
Papil (-),
Folikel (-)
CONJUNGTIVA
TARSALIS
SUPERIOR
Hiperemis (-),
Papil (-),
Folikel (-)
Hiperemis (-),
Papil (-),
Folikel (-)
II.4
CONJUNGTIVA
TARSALIS INFERIOR
Hiperemis (-),
Papil (-),
Folikel (-)
Jaringan fibro
vaskular (+) dari
arah nasal ke sentral
Hiperemis (+)
CONJUNGTIVA
BULBI
Jaringan fibro
vaskular (+) dari
arah nasal ke sentral
Hiperemis (+)
Jaringan
fibrovaskular 3
mm melewati limbus
Jenih,
Arkus senilis (-),
Edema (-),
Infiltrat (-)
KORNEA
Jaringan
fibrovaskular 3 mm
melewati limbus
Jenih,
Arkus senilis (-),
Edema (-),
Infiltrat (-)
Dalam normal
KAMERA OKULI
ANTERIOR
Dalam normal
Warna coklat,
Kripte normal
IRIS
Warna coklat,
Kripte normal
Bulat,
Isokor,
Reflex cahaya (+)
PUPIL
Bulat,
Isokor,
Reflex Cahaya (+)
Jernih
LENSA
Jernih
Resume
Laki laki, 47 tahun, datang dengan keluhan keluhan kedua kelopak
mata terasa bengkak sejak empat hari smrs. Bengkak terjadi secara tiba-tiba,
dirasakan di tepi kelopak mata bagian atas di kedua matanya. Bengkak
kemerahan (+), hangat (+), nyeri tekan (+), gatal (+), dan terasa panas, sekret
kekuningan (+), selaput berwarna putih kemerahan (+) sejak 5 bulan smrs.
Pemeriksaan fisik umum didapatkan dalam batas normal. Pemeriksaan
oftalmologi didapatkan palpebra superior ODS edema (+), hiperemis (+),
hangat (+), nyeri tekan (+), sekret purulen kuning (+), pseudoptosis (+).
Terdapat jaringan fibrovaskular (+) dengan p 3 mm dari arah nasal ke
sentral melewati limbus kornea, hiperemis (+).
II.5
Diagnosis
Blefaritis ODS + Pterigium ODS grade III
II.6
Penatalaksanaan
Medikamentosa :
Sulfastamide 10% zalf mata : 3 dd ung I ODS
Artificial Tears 6 dd gtt I ODS
Antihistamin (Cendo Conal) tetes mata 3 dd I ODS
Pro ekstraksi pterigium (jika sudah sembuh)
Non-Medikamentosa :
Kompres hangat 3 kali sehari 10
Edukasi mengenai :
a.
b.
c.
d.
keluar/bekerja
e. Jangan dikucek
II.7
Prognosis
Quo ad vitam
: Ad Bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Tiap kelopak mata terdiri atas lempeng jaringan ikat dan otot skelet di tengah
sebagai penyokong, disebelah luar dilapisi oleh kulit dan disebelah dalam dilapisi
oleh membran mukosa (konjungtiva palpebra). Kulit disini tipis mempunyai rambut
halus, kelenjar keringat, kelenjar sebasea dan dermis yang mengadung banyak
serat elastin yang halus. Dermis sedikit menebal di tepi kelopak mata dan
mengandung tiga atau empat deretan rambut-rambut yang kaku disebut bulu mata,
folikelnya terdapat sampai dermis. Bulu mata mengalami pergantian setiap 100
150 hari. Terdapat kelenjar sebasea kecil berhubungan dengan bulu mata,
sedangkan M. Arektor pili tidak ada.7
Di bawah kulit terdapat lapisan otot skelet M. Orbicularis oculi (bagian terbesar)
dan lebih ke dalam lagi terdapat lapisan jaringan ikat (fasia palpebra) yang
merupakan lanjutan tendo M. Levator paplebrae. Juga terdapat lapisan otot polos
yang tipis di tepi atas palpebra superior yaitu M. Tarsalis superior Mller, melekat
pada tepi tarsus. Di belakang folikel bulu mata terdapat M. Siliaris Riolani (muskular
skelet).7
Sebelah belakang lapisan otot terdapat lapisan fibrosa yang tipis di bagian
perifer disebut septum orbital dan lempeng tarsus. Tarsus merupakan lempeng
jaringan ikat yang padat melengkung mengikuti bentuk bola mata, berbentuk seperti
huruf D yang bagian horizontalnya sesuai dengan tepi palpebra. Tarsus pada
palpebra superior lebarnya 10 -12 mm, sedangkan tarsus pada palpebra inferior
lebarnya 5 mm. Pada kedua tarsus ini terbenam sebaris kelenjar sebasea yang
sangat besar yaitu kelenjar tarsalis Meibom. Permukaan posterior tarsus menjadi
satu dengan konjungtiva palpebra. Bentuk palpebra dipertahankan oleh tarsus ini. 7
Epitel konjungtiva berlapis silindris dengan sel sel goblet, ketebalannya
bervariasi tergantung pada letaknya. Konjungtiva bulbi di tepi kornea, epitelnya
menjadi berlapis gepeng identik dengan epitel kornea. Pada fornix konjungtiva
epitelnya lebih tebal.7
M. Orbicularis oculi jalannya melingkar, mendapat persarafan dari N. VII dan
berfungsi untuk menutup kelopak mata. M. Levator palpebra dipersarafi oleh N. III
melekat pada tarsus dan kulit, berfungsi untuk mengangkat palpebra superior. M.
Tarsalis superior Mller dipersarafi oleh saraf simpatis.
Ada 3 jenis kelenjar pada palpebra, yaitu Kelenjar Meibom adalah kelenjar
sebasea yang panjang dalam lempeng tarsus. Kelenjar ini tidak berhubungan
dengan folikel rambut. Pada palpebra superior ada sekitar 25 dan pada palpebra
inferior ada sekitar 20, tampak sebagai garis vertikal warna kuning di sebelah dalam
konjungtiva palpebra. Saluran keluar kelenjar Meibom bermuara ke tepi palpebra,
merupakan satu deretan pada peralihan antara kulit dan konjungtiva. Ke dalam
saluran utama ini bermuara beberapa saluran yang pendek dari alveoli kelenjar
sebasea. Kelenjar Meibom menghasilkan sebum yang membentuk apisan
berminyak pada permukaan air mata, berfungsi untuk mencegah penguapan air
mata.7
Kelenjar Moll merupakan kelenjar apokrin tak bercabang, terletak di antara dan
di belakang folikel folikel bulu mata. Pars terminalis kelenjar Moll tidak berkelokkelok dan saluran keluarnya bermuara ke folikel rambut. Fungsi kelenjar ini tidak
diketahui.7 Kelenjar Zeiss lebih kecil, merupakan modifikasi kelenjar sebasea dan
berhubungan dengan folikel rambut mata.7
III. 3. Definisi
Infeksi kelopak atau blefaritis adalah radang yang sering terjadi pada kelopak
mata (palpebra) baik itu letaknya tepat di kelopak ataupun pada tepi kelopak.
Blefaritis dapat disebabkan oleh infeksi ataupun alergi yang biasanya berjalan kronis
atau menahun. Blefaritis alergi dapat terjadi akibat debu, asap, bahan kimia iritatif,
dan bahkan bahan kosmetik, sedangkan Blefaritis infeksi bisa disebabkan oleh
kuman streptococcus alfa atau beta, pneumococcus, pseudomonas, demodex
folliculorum dan staphylococcus (melalui demodex folliculorum sebagai vektor). 3
III. 4. Epidemiologi
Blefaritis adalah gangguan mata yang umum di Amerika Serikat dan di
seluruh dunia. Hubungan yang tepat antara blefaritis dan kematian tidak diketahui,
tetapi penyakit dengan angka kematian yang dikenal, seperti lupus eritematosus
sistemik, mungkin terdapat blefaritis sebagai bagian dari gejala yang ditemukan.
Morbiditas termasuk kehilangan fungsi visual, kesejahteraan, dan kemampuan untuk
melaksanakan
aktivitas
kehidupan
sehari-hari.
Proses
penyakit
dapat
tetapi
apabila
dibandingkan
dengan
bentuk
lain,
blefaritis
staphylococcal ditemukan pada usia lebih muda (42 tahun) dan sebagian besar
adalah wanita (80%).8
III. 5. Etiologi
Blefaritis dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, jamur, alergi, kondisi
lingkungan, atau mungkin terkait dengan penyakit sistemik: 3
a. Blefaritis inflamasi terjadi akibat peningkatan sel radang kulit di sekitar kelopak.
Infeksi biasanya disebabkan oleh kuman Blefaritis infeksi bisa disebabkan oleh
kuman streptococcus alfa atau beta, pneumococcus, pseudomonas, demodex
folliculorum dan staphylococcus (melalui demodex folliculorum sebagai vektor).
b. Blefaritis alergi dapat terjadi akibat debu, asap, bahan kimia iritatif, dan bahkan
bahan kosmetik, atau dengan banyak obat, baik mata atau sistemik. Pada
banyak orang juga dapat disebabkan oleh karena paparan hewan seperti anjing
atau kucing.
c. Bentuk ulseratif (blefaritis menular) sering ditandai dengan adanya sekret kuning
atau kehijauan.
d. Blefaritis dapat disebabkan oleh kondisi medis sistemik atau kanker kulit dari
berbagai jenis.
Blefaritis anterior biasanya disebabkan oleh bakteri (stafilokokus blefaritis)
atau ketombe pada kulit kepala dan alis (blefaritis seboroik). Hal ini juga dapat terjadi
karena kombinasi faktor, atau mungkin akibat alergi atau kutu dari bulu mata.
Blefaritis posterior dapat disebabkan oleh produksi minyak tidak teratur oleh kelenjar
pada kelopak mata (meibomian blefaritis) yang menciptakan lingkungan yang
menguntungkan untuk pertumbuhan bakteri. Hal ini juga dapat berkembang sebagai
akibat dari kondisi kulit lainnya seperti jerawat rosacea dan ketombe kulit kepala. 8
Blefaritis melibatkan tepi kelopak mata, di mana bulu mata tumbuh dan pintu
dari kelenjar minyak kecil dekat pangkal bulu mata berada. Mungkin ada keterlibatan
tepi luar dari tepi kelopak mata yang berdekatan dengan kulit atau dan tepi bagian
dalam kelopak mata yang bersentuhan dengan bola mata. Perubahan pada kulit
kelopak mata atau permukaan mata itu sendiri biasanya bisa menjadi penyebab
sekunder yang mendasari terjadinya kelainan pada kelopak mata. 1
Penyebab kebanyakan kasus blefaritis adalah kerusakan kelenjar minyak di
kelopak. Ada sekitar 40 kelenjar ini di setiap kelopak mata atas dan bawah. Ketika
kelenjar minyak memproduksi terlalu banyak, terlalu sedikit, atau salah jenis minyak,
tepi kelopak mata dapat menjadi meradang, iritasi, dan gatal. 9
III. 6. Patofisiologi
Patofisiologi blefaritis biasanya terjadi kolonisasi bakteri pada mata karena
adanya pembentukan minyak berlebihan di dalam kelenjar di dekat kelopak mata
yang merupakan lingkungan yang disukai oleh bakteri yang dalam keadaan normal
ditemukan di kulit. Hal ini mengakibatkan invasi mikrobakteri secara langsung pada
jaringan di sekitar kelopak mata, mengakibatkan kerusakan sistem imun atau terjadi
kerusakan yang disebabkan oleh produksi toksin bakteri, sisa buangan dan enzim.
Kolonisasi dari tepi kelopak mata dapat diperberat dengan adanya dermatitis
seboroik dan kelainan fungsi kelenjar meibom.10
Blefaritis anterior mempengaruhi daerah sekitar dasar dari bulu mata dan
mungkin disebabkan infeksi stafilokokus atau seboroik. Yang pertama dianggap hasil
dari respon mediasi sel abnormal pada komponen dinding sel S. Aureus yang
mungkin juga bertanggung jawab untuk mata merah dan infiltrat kornea perifer yang
ditemukan pada beberapa pasien. Blefaritis seboroik sering dikaitkan dengan
dermatitis seboroik umum yang mungkin melibatkan kulit kepala, lipatan nasolabial,
belakang telinga, dan sternum. Karena hubungan erat antara kelopak dan
permukaan okular, blefaritis kronis dapat menyebabkan perubahan inflamasi dan
mekanik sekunder di konjungtiva dan kornea. Sedangkan blefaritis posterior
disebabkan oleh disfungsi kelenjar meibomian dan perubahan sekresi kelenjar
meibomian. Lipase bakteri dapat mengakibatkan pembentukan asam lemak bebas.
Hal ini meningkatkan titik leleh dari meibum yang menghambat ekspresi dari
kelenjar, sehingga berkontribusi terhadap iritasi permukaan mata dan mungkin
memungkinkan pertumbuhan S. Aureus. Hilangnya fosfolipid dari tear film yang
bertindak sebagai surfaktan mengakibatkan meningkatnya penguapan air mata dan
osmolaritas, juga ketidakstabilan tear film.10
Tiga mekanisme patofisiologi blefaritis anterior yang telah diusulkan: 10
a. Infeksi bakteri langsung
b. Respons melawan toksin bakteri
c. Delayed hypersensitivity reaction terhadap antigen bakteri
Patofisiologi blefaritis posterior melibatkan perubahan struktural dan disfungsi
sekresi dari kelenjar meibomian. Kelenjar Meibom mengeluarkan meibum, lapisan
lipid eksternal dari tear film, yang bertanggung jawab untuk mengurangi penguapan
tear film dan mencegah kontaminasi. Pada perubahan struktural contoh kegagalan
kelenjar di blepharitis posterior telah ditunjukkan dengan meibography, selain itu,
kelenjar epitel dari hewan model penyakit kelenjar meibomian menunjukkan
hiperkeratinisasi yang dapat menghalangi kelenjar atau menyebabkan deskuamasi
sel epitel ke dalam lumen, duktus kelenjar sehingga menyebabkan konstriksi
kelenjar. Hiperkeratinisasi dapat mengubah diferensiasi sel asinar dan karenanya
mengganggu fungsi kelenjar. Disfungsi sekretorik contohnya dalam blepharitis
posterior, terjadi perubahan komposisi meibum di mana perubahan rasio asam
lemak bebas untuk ester kolesterol telah terbukti. Hasil sekresi yang berubah ini bisa
memiliki titik leleh yang lebih tinggi dari pada yang tampak di kelopak mata sehingga
menyebabkan menutupnya muara kelenjar.10
III. 7. Klasifikasi dan Gambaran Klinis
Berdasarkan letaknya, blefaritis dibagi menjadi:
1. Blefaritis Anterior: blefaritis yang terjadi di kelopak mata bagian luar, tempat
dimana bulu mata tertanam. Blefaritis anterior biasanya disebabkan oleh infeksi
bakteri (stafilokokus blefaritis) atau ketombe di kepala danalis mata (blefaritis
sebore). Walaupun jarang, dapat juga disebabkan karena alergi. 2
2. Blefaritis Posterior: blefaritis yang terjadi di kelopak mata bagian dalam, bagian
yang kontak langsung dengan bola mata. Blefaritis posterior dapat disebabkan
karena produksi minyak oleh kelenjar di kelopak mata yang berlebihan (blefaritis
meibom) yang akan mengakibatkan terbentuknya lingkungan yang diperlukan
bakteri untuk bertumbuh. Selain itu, dapat pula terjadi karena kelainan kulit yang
lain seperti jerawat atau ketombe.2
sebagian
besar
infeksi
kulit
superfisial
kelopak
diakibatkan
1. Blefaritis superfisial
Bila infeksi kelopak superfisial disebabkan oleh staphylococcus maka
pengobatan yang terbaik adalah dengan salep antibiotik seperti sulfasetamid
dan sulfisoksazol. Sebelum pemberian antibiotik krusta diangkat dengan
kapas basah. Bila terjadi blefaritis menahun maka dilakukan penekanan
manual kelenjar Meibom untuk mengeluarkan nanah dari kelenjar Meibom
(Meibormianitis), yang biasanya menyertainya. 3
Blefaritis stafilokokal ditandai dengan adanya sisik, krusta dan eritema
pada tepi kelopak mata dan collarette formation pada dasar bulu mata. Infeksi
kronis dapat disertai dengan eksasebasi akut yang mengarah pada terjadinya
blefaritis ulseratif. Dapat juga terjadi hilangnya bulu mata, keterlibatan kornea
termasuk erosi epitelial, neovaskularisai dan infiltrat pada tepi kelopak. 11
2. Blefaritis Sebore
Blefaritis sebore merupakan peradangan menahun yang sukar
penanganannya. Biasanya terjadi pada laki-laki usia lanjut (50 tahun), dengan
keluhan mata kotor, panas dan rasa kelilipan.3
Gejalanya adalah sekret yang keluar dari kelenjar meibom, air mata
berbusa pada kantus lateral, hiperemia dan hipertropi papil pada konjungtiva.
Pada kelopak dapat terbentuk kalazion, hordeolum, madarosis, poliosis dan
jaringan keropeng.3
Pengobatannya
adalah
dengan
memperbaiki
kebersihan
dan
mengenai kulit didaerah akar bulu mata dan sering terdapat pada orang yang
berambut minyak. Blefaritis ini berjalan bersama dermatitis seboroik. 3
Penyebab blefaritis skuamosa adalah kelainan metabolik ataupun oleh
jamur.
Pasien dengan blefaritis skuamosa akan merasa panas dan gatal.
Terdapat sisik berwarna halushalus dan penebalan margo palpebra disertai
dengan
madarosis.
Sisik
ini
mudah
dikupas
dari
dasarnya
tanpa
mengakibatkan perdarahan.3
bayi,
salep
mata,
dan
steroid
setempat
disertai
dengan
4. Blefaritis Ulseratif
Merupakan peradangan tepi kelopak atau blefaritis dengan tukak akibat
infeksi staphylococcus. Pada blefaritis ulseratif terdapat keropeng berwarna
kekunung-kuningan yang bila diangkat akan terlihat ulkus yang kecil dan
mengeluarkan darah di sekitar bulu mata. Pada blefaritis ulseratif skuama
yang terbentuk bersifat kering dan keras, yang bila diangkat akan luka dengan
disertai perdarahan. Penyakit bersifat sangat infeksius. Ulserasi berjalan lebih
lanjut dan lebih dalam dan merusak folikel rambut sehingga mengakibatkan
rontok (madarosis).3
Gambar 10 : Meibomianitis
Sumber : Atlas of Opthalmology
merupakan
kontraindikasi
karena
dapat
mengakibatkan
menularnya herpes pada kornea. Asiclovir dan IDU dapat diberikan terutama
pada infeksi dini.3
3. Vaksinia
Pada infeksi vaksinia akan terdapat kelainan pada kelopak berupa
pustula dengan indentasi pada bagian sentral. Tidak terdapat pengobatan
spesifik untuk kelainan ini.3
4. Moluskum kontagiosum
Moluskum kontagiosum pda kelopak akan terlihat sebagai benjolan
dengan penggaungan ditengah yang biasanya terletak di tepi kelopak. Dapat
ditemukan kelainan berupa konjungtivitis yang bentuknya seperti konjungtivitis
inklusi klamidia atau trakoma. Pengobatan moluskum tidak ada yang spesifik
atau dilakukan ekstirpasi benjolan, antibiotic local diberikan untuk mencegah
infeksi sekunder.3
C. Blefaritis jamur
1. Infeksi Superfisial
Biasanya diobati dengan griseofulvin terutama efektif untuk epidermomikosis,
diberikan 0.5-1 gram sehari dengan dosis tunggal atau dibagi rata diteruskam 1-2
minggu. Kandida dengan nistatin topikal 100.000 unit per gram. 3
2. Infeksi Jamur Profundus
Pengobatan menggunakan obat sistemik. Actinomyces dan Nocardia
efektif menggunakan sulfonamid, penicillin atau antibiotik spektrum luas.
Spesies lain bisa digunakan Amfoterisin B dimulai dengan 0.05-0.1mg/kgBB iv
lambat 6-8 jam dilarutkan dekstrose 5% dalam air.3
D. Phitiriasis Palpebrarum
Phthirus pubis sebenarnya hidup di rambut pubis. Seseorang yang
terinfeksi kutu dapat kedaerah lain yang berambut seperti axila, dada atau bulu
mata. Pitiriasis palpebarum merupakan kutu dari bulu mata yang biasanya
menjangkiti anak-anak yang hidup ditempat yang memiliki higinitas yang buruk. 9
Gejala meliputi iritasi kronis dan gatal pada kelopak mata. Ditandai oleh
kutu yang menempel kebulu mata dengan cakarnya. Telur dan kulitnya yang
kosong muncul seperti bentuk oval, coklat, keputihan seperti mutiara dan melekat
pada dasar cilia. Kunjungtivitis tidak lazim ditemukan.
Blefaritis Urtikaria
Urtikaria pada kelopak terjadi akibat masuknya obat atau makanan pada
III. 8. Diagnosis
Ketidakstabilan tear film ditemukan pada 30-50% pasien, mungkin sebagai akibat
dari ketidakseimbangan antara komponen cair dan lipid dari tear film
memungkinkan peningkatan penguapan. Waktu pemecahan tear film biasanya
2.
3.
berkurang.
Chalazion, yang mungkin multipel dan berulang, umumnya terjadi terutama pada
pasien dengan blefaritis posterior.
Penyakit membran epitel basal dan erosi epitel berulang dapat diperburuk oleh
blepharitis posterior.
4.
Kulit: A. Jerawat rosacea sering dikaitkan dengan disfungsi kelenjar
meibomian.
B. dermatitis seboroik terdapat pada>90% dari pasien dengan blefaritis
seboroik.
C. Pengobatan acne vulgaris dengan isotretinoin dikaitkan dengan
perkembangan blepharitis pada sekitar 25% dari pasien; hal itu
mereda ketika pengobatan dihentikan.
5.
6.
7.
blefaritis sering
membantu
gejala
konjungtivitis alergi
dan
sebaliknya.
Intoleransi lensa kontak. Pemakaian jangka panjang lensa kontak berhubungan
dengan penyakit tepi pelupuk mata posterior. Penghambatan gerakan tutup dan
ekspresi normal dari minyak meibomian bisa menjadi penyebabnya. Ada juga
mungkin terkait konjungtivitis giant papil membuat pemakaian lensa tidak
nyaman. Blefaritis juga merupakan faktor risiko untuk keratitis bakteriterkait lensa
kontak.
III. 9. Penatalaksanaan
Sebuah penanganan yang sistematis dan jangka panjang dalam menjaga
kebersihan kelopak mata adalah dasar dari pengobatan blefaritis. Dokter harus
memastikan bahwa pasien mengerti bahwa penanganan blefaritis adalah sebuah
proses, yang harus dilakukan untuk jangka waktu yang lama. 8
Banyak sistem mengenai kebersihan kelopak mata, dan semua ini termasuk
variasi dari 3 langkah penting 8,9
1. Aplikasi panas untuk menghangatkan sekresi kelenjar kelopak mata dan untuk
memicu evakuasi dan pembersihan dari bagian sekretorik sangat penting. Pasien
umumnya
diarahkan
untuk
menggunakan
kompres
hangat
basah
dan
menerapkannya pada kelopak berulang kali. Air hangat di handuk, kain kassa
direndam, atau dimasak dengan microwave, kain yang telah direndam dapat
digunakan. Pasien harus diinstruksikan untuk menghindari penggunaan panas
yang berlebihan.8
2. Tepi kelopak mata dicuci secara mekanis untuk menghilangkan bahan yang
menempel, seperti ketombe, dan sisik, juga untuk membersihkan lubang kelenjar.
Hal ini dapat dilakukan dengan handuk hangat atau dengan kain kasa. Air biasa
sering digunakan, meskipun beberapa dokter lebih suka bahwa beberapa tetes
shampo bayi dicampur dalam satu tutup botol penuh air hangat untuk membentuk
larutan pembersih. Harus diperhatikan untuk menggosok-gosok
lembut atau
scrubbing dari tepi kelopak mata itu sendiri, bukan kulit kelopak atau permukaan
konjungtiva bulbi. Menggosok kuat tidak diperlukan dan mungkin berbahaya. 8
3. Salep antibiotik pada tepi kelopak mata setelah direndam dan digosok. Umum
digunakan adalah salep eritromisin atau sulfacetamide. Salep antibiotik
kortikosteroid kombinasi dapat digunakan, meskipun penggunaannya kurang
tepat untuk pengelolaan jangka panjang.8
Situasi klinis tertentu mungkin memerlukan pengobatan tambahan. Kasus
refrakter blefaritis sering respons dengan penggunaan antibiotik oral. Satu atau dua
bulan penggunaan tetrasiklin sering membantu dalam mengurangi gejala pada
pasien dengan penyakit yang lebih parah. Tetrasiklin diyakini tidak hanya untuk
mengurangi kolonisasi bakteri tetapi juga untuk mengubah metabolisme dan
mengurangi disfungsi kelenjar. Penggunaan metronidazol sedang dipelajari. 8
Disfungsi tear film dapat mendorong penggunaan solusi air mata buatan,
salep air mata, dan penutupan pungtum. Kondisi yang terkait, seperti herpes
simplex, varicella-zoster, atau penyakit kulit staphilokokal, bisa memerlukan terapi
antimikroba spesifik berdasarkan kultur. Penyakit seboroik sering ditingkatkan
dengan penggunaan shampoo dengan selenium, meskipun penggunaannya di
sekitar mata tidak dianjurkan. Dermatitis alergi dapat merespon terapi kortikosteroid
topikal.8
Konjungtivitis
dan
keratitis
dapat
menjadi
komplikasi
blefaritis
dan
Pterigium
IV.1 Definisi
Pertumbuhan ini
biasanya terletak pada celah kelopak bagian nasal maupun temporal konjungtiva
yang meluas ke daerah kornea. Pterygium berbentuk segitiga dengan puncak di
bagian sentral atau di daerah kornea. Asal kata pterygium dari bahasa Yunani, yaitu
pteron yang artinya wing atau sayap. Hal ini mengacu pada pertumbuhan pterygium
yang berbentuk sayap pada konjungtiva bulbi.
IV.2 Epidemiologi
Kasus pterygium yang tersebar di seluruh dunia sangat bervariasi, tergantung
pada lokasi geografisnya, tetapi lebih banyak di daerah iklim panas dan kering.
Faktor yang sering mempengaruhi adalah daerah dekat ekuator. Prevalensi juga
tinggi pada daerah berdebu dan kering.
Di Amerika Serikat, kasus pterigium sangat bervariasi tergantung pada lokasi
geografisnya. Di daratan Amerika serikat, Prevalensinya berkisar kurang dari 2%
untuk daerah di atas 40o lintang utara sampai 5-15% untuk daerah garis lintang 2836o. Sebuah hubungan terdapat antara peningkatan prevalensi dan daerah yang
terkena paparan ultraviolet lebih tinggi
disimpulkan penurunan angka kejadian di lintang atas dan peningkatan relatif angka
kejadian di lintang bawah.
Di Indonesia yang melintas di bawah garis khatuliswa, kasus-kasus pterygium
cukup sering didapati. Apalagi karena faktor risikonya adalah paparan sinar matahari
(UVA & UVB), dan bisa dipengaruhi juga oleh paparan alergen, iritasi berulang
(misal karena debu atau kekeringan).
Insiden tertinggi pterygium terjadi pada pasien dengan rentang umur 20 49
tahun. Pasien dibawah umur 15 tahun jarang terjadi pterygium. Rekuren lebih sering
terjadi pada pasien yang usia muda dibandingkan dengan pasien usia tua. Laki-laki
lebih beresiko 2 kali daripada perempuan.
IV.3 Mortalitas/Morbiditas
Pterygium bisa menyebabkan perubahan yang sangat berarti dalam fungsi
visual atau penglihatan pada kasus yang kronis.
Mata
1. Radiasi ultraviolet
3 . Faktor lain.
Iritasi kronik atau inflamasi terjadi pada area limbus atau perifer kornea
merupakan pendukung terjadinya teori keratitis kronik dan terjadinya limbal
defisiensi, dan saat ini merupakan teori baru patogenesis dari pterygium.
Yang juga menunjukkan adanya pterygium angiogenesis factor dan
penggunaan
farmakoterapi
antiangiogenesis
sebagai
terapi.
Debu,
kelembapan yang rendah, dan trauma kecil dari bahan partikel tertentu, dry
eye dan virus papilloma juga penyebab dari pterygium.
paling diterima tentang hal tersebut adalah respon terhadap faktor-faktor lingkungan
seperti paparan terhadap sinar ultraviolet dari matahari, daerah kering, inflamasi,
daerah angin kencang dan debu atau faktor iritan lainnya. Diduga pelbagai faktor
risiko tersebut menyebabkan terjadinya degenerasi elastis jaringan kolagen dan
proliferasi fibrovaskular. Dan progresivitasnya diduga merupakan hasil dari kelainan
lapisan Bowman kornea. Beberapa studi menunjukkan adanya predisposisi genetik
untuk kondisi ini.
Teori lain menyebutkan bahwa patofisiologi pterygium ditandai dengan
degenerasi elastik kolagen dan proliferasi fibrovaskular dengan permukaan yang
menutupi epitel. Hal ini disebabkan karena struktur konjungtiva bulbi yang selalu
berhubungan dengan dunia luar dan secara intensif kontak dengan ultraviolet dan
debu sehingga sering mengalami kekeringan yang mengakibatkan terjadinya
penebalan dan pertumbuhan konjungtiva bulbi sampai menjalar ke kornea. Selain
itu, pengeringan lokal dari kornea dan konjungtiva yang disebabkan kelainan tear
film menimbulkan fibroplastik baru. Tingginya insiden pterygium pada daerah
beriklim kering mendukung teori ini.
Teori terbaru pterygium menyatakan kerusakan limbal stem cell di daerah
interpalpebra akibat sinar ultraviolet. Limbal stem cell merupakan sumber regenarasi
epitel kornea dan sinar ultraviolet menjadi mutagen untuk p53 tumor supressor gene
pada limbal stem cell. Tanpa apoptosis, transforming growth factor-beta diproduksi
dalam jumlah berlebihan dan meningkatkan proses kolagenase sehingga sel-sel
bermigrasi dan terjadi angiogenesis. Akibatnya, terjadi perubahan degenerasi
kolagen dan terlihat jaringan subepitelial fibrovaskular. Pada jaringan subkonjungtiva
terjadi perubahan degenerasi elastik dan proliferasi jaringan vaskular di bawah
epitelium yang kemudian menembus kornea. Kerusakan pada kornea terdapat pada
lapisan membran Bowman oleh pertumbuhan jaringan fibrovaskular yang sering
disertai inflamasi ringan. Epitel dapat normal, tebal, atau tipis dan kadang terjadi
displasia. Pada keadaan defisiensi limbal stem cell, terjadi pembentukan jaringan
konjungtiva pada permukaan kornea.
Pemisahan fibroblast dari jaringan pterygium menunjukkan perubahan
phenotype, yaitu lapisan fibroblast mengalami proliferasi sel yang berlebihan. Pada
fibroblast
pterygium
menunjukkan
matriks
metalloproteinase,
yaitu
matriks
pinggir pterygium.
Pterigyum terbagi berdasarkan perjalanan penyakit menjadi 2 tipe, yaitu :
- Progressif pterygium
Derajat 2: Jika pterigium sudah melewati limbus kornea tetapi tidak lebih dari
2 mm melewati kornea
Derajat 3: Jika pterigium sudah melebihi derajat dua tetapi tidak melebihi
pinggiran pupil mata dalam keadaan cahaya normal (diameter pupil sekitar 34 mm)
IV.8 Diagnosa
Penderita dapat melaporkan adanya peningkatan rasa sakit pada salah satu
atau kedua mata, disertai rasa gatal, kemerahan dan atau bengkak. Kondisi ini
mungkin telah ada selama bertahun-tahun tanpa gejala dan menyebar perlahanlahan, pada akhirnya menyebabkan penglihatan terganggu, ketidaknyamanan dari
peradangan dan iritasi. Sensasi benda asing dapat dirasakan, dan mata mungkin
tampak lebih kering dari biasanya. penderita juga dapat melaporkan sejarah paparan
berlebihan terhadap sinar matahari atau partikel debu.
Test: Uji ketajaman visual dapat dilakukan untuk melihat apakah visi terpengaruh.
Dengan menggunakan slitlamp diperlukan untuk memvisualisasikan pterygium
tersebut. Dengan menggunakan sonde di bagian limbus, pada pterigium tidak dapat
dilalui oleh sonde seperti pada pseudopterigium.
IV.9 Terapi
IV.9.1 Konservatif
Pada pterigium yang ringan tidak perlu di obati. Untuk pterigium derajat 1-2 yang
mengalami inflamasi, pasien dapat diberikan obat tetes mata kombinasi antibiotik
dan steroid 3 kali sehari selama 5-7 hari. Diperhatikan juga bahwa penggunaan
kortikosteroid tidak dibenarkan pada penderita dengan tekanan intraokular tinggi
atau mengalami kelainan pada kornea.
IV.9.2 Bedah
Pada pterigium derajat 3-4 dilakukan tindakan bedah berupa avulsi pterigium.
Sedapat mungkin setelah avulsi pterigium maka bagian konjungtiva bekas pterigium
tersebut ditutupi dengan cangkok konjungtiva yang diambil dari konjugntiva bagian
superior untuk menurunkan angka kekambuhan.
2. Pterigium mencapai jarak lebih dari separuh antara limbus dan tepi pupil
3. Pterigium yang sering memberikan keluhan mata merah, berair dan silau
karena astigmatismus
4. Kosmetik, terutama untuk penderita wanita
B. Teknik Pembedahan
Tantangan utama dari terapi pembedahan
memilih
untuk
memisahkan
ujung
pterigium
dari
kornea
yang
eksisi
kepala
dan
tubuh
pterygium,
sementara
persen
pada
beberapa
studi
prospektif. Prosedur
ini
melibatkan
ke
bawah. Beberapa
studi
terbaru
telah
menganjurkan
dan
penggunaan
obat
tetes
mata
MMC
topikal
setelah
katarak, dan ini telah mendorong dokter untuk tidak merekomendasikan terhadap
penggunaannya.
Untuk mencegah terjadi kekambuhan setelah operasi, dikombinasikan dengan
pemberian:
1. Mitomycin C 0,02% tetes mata (sitostatika) 2x1 tetes/hari selama 5 hari,
bersamaan dengan pemberian dexamethasone 0,1% : 4x1 tetes/hari
kemudian tappering off sampai 6 minggu.
2. Mitomycin C 0,04% (0,4 mg/ml) : 4x1 tetes/hari selama 14 hari, diberikan
bersamaan dengan salep mata dexamethasone.
3. Sinar Beta
4. Topikal Thiotepa (triethylene thiophosphasmide) tetes mata : 1 tetes/ 3 jam
selama
minggu,
diberikan
bersamaan
dengan
salep
antibiotik
Gangguan penglihatan
Mata kemerahan
Iritasi
Gangguan pergerakan bola mata.
Timbul jaringan parut kronis dari konjungtiva dan kornea
Pada pasien yang belum di eksisi terjadi distorsi dan penglihatan sentral
berkurang
Timbul jaringan parut pada otot rektus medial yang dapat menyebabkan
diplopia
Rekurensi
Infeksi
Perforasi korneosklera
Korneoscleral dellen
Granuloma konjungtiva
Conjungtiva scar
Eksisi bedah memiliki angka kekambuhan yang tinggi, sekitar 50-80%. Angka ini
bisa dikurangi sekitar 5-15% dengan penggunaan autograft dari konjungtiva atau
transplant membran amnion pada saat eksisi
IV.11 Pencegahan
Pada penduduk di daerah tropik yang bekerja di luar rumah seperti nelayan,
petani yang banyak kontak dengan debu dan sinar ultraviolet dianjurkan memakai
kacamata pelindung sinar matahari.
IV.12 Prognosis
Pterigium adalah suatu neoplasma yang benigna. Umumnya prognosis baik.
Kekambuhan dapat dicegah dengan kombinasi operasi dan sitotastik tetes mata
atau beta radiasi.
Penglihatan dan kosmetik pasien setelah dieksisi adalah baik. Rasa tidak
nyaman pada hari pertama postoperasi dapat ditoleransi. Sebagian besar pasien
dapat beraktivitas kembali setelah 48 jam postoperasi. Pasien dengan rekuren
pterygium dapat dilakukan eksisi ulang dengan conjungtiva autograft atau
transplantasi membran amnion. Umumnya rekurensi terjadi pada 3-6 bulan pertama
setelah operasi.
Pasien dengan resiko tinggi timbulnya pterygium seperti riwayat keluarga atau
karena terpapar sinar matahari yang lama dianjurkan memakai kacamata sunblock
dan mengurangi intensitas terpapar sinar matahari.
BAB V
KESIMPULAN
Blefaritis adalah radang pada kelopak mata. Radang yang sering terjadi pada
kelopak merupakan radang kelopak dan tepi kelopak. Radang bertukak atau tidak
pada tepi kelopak biasanya melibatkan folikel dan kelenjar rambut. Blefaritis ditandai
dengan pembentukan minyak berlebihan di dalam kelenjar didekat kelopak mata
yang merupakan lingkungan yang disukai oleh bakteri yang dalam keadaan normal
ditemukan di kulit.1
Kebersihan yang baik (pembersihan secara teratur daerah mata) dapat
mengontrol tanda-tanda dan gejala blefaritis dan mencegah komplikasi. Perawatan
kelopak mata yang baik biasanya cukup untuk pengobatan. Harus cukup nyaman
untuk menghindari kekambuhan, karena blefaritis sering merupakan kondisi kronis.
Jika blefaritis berhubungan dengan penyebab yang mendasari seperti ketombe atau
DAFTAR PUSTAKA
1. Riordan-Eva P, Whitcher JP, eds. Vaughan & Asbury: Oftalmologi Umum. 17th
ed. Jakarta: EGC; 2009.
2. Johnson, Stephen, M, MD. Blepharitis. Midwest Eye Institute. Available at :
http://smjohnsonmd.com/Blepharitis.html. Accessed September 30, 2014.
3. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata. 5th ed. Jakarta: Badan Penerbit FKUI;
2014.
4. James, Bruce. Lecture Notes On Opthalmology. 9 th ed. Blackwell publishing,
Australia: 2013; page 52-4.
5. Popham, Jerry MD. Eyelid Anatomy. In Cosmetic Facial and Eye Plastic Surgery.
Available at : http://www.drpopham.com/347-Anatomy. Accessed Oktober 01,
2014.
http://emedicine.medscape.com/article/1211763-overview#a0104.
Accessed