You are on page 1of 10

BAB 8

KLASIFIKASI MASSA BATUAN

Batuan adalah material kompleks dengan variasi sifat-sifatnya yang sangat luas,
mulai dari jenis batuan, mineralogy, ukuran butir dan struktur serta lainnya. Kumpulan
batuan yang disebut massa batuan yang bisa juga disebut dengan joined rock mosses
merupakan gabungan dari blok atau partikel angular batuan brittle yang saling mengunci
dan dipisahkan oleh bidang-bidang ketidakmenerusan dalam bentuk kekar, patahan,
bidang perlapisan dan lainnya yang bisa jadi diisi oelh material lunak.
Satu contoh yang diilustrasikan dalam gambar di bawah ini adalah sebuah
terowongan dengan kumpulan massa batuan yang terdiri dari variasi tingkat kompleksitas
geologi struktur. Agar terowongan tersebut bisa bertahan aman sepanjang masa
penggunaannya maka sangat penting untuk mengetahui secara detail keadaan batuan
utuh, massa batuan dan geologi struktur sebelum melakukan perancangan dan konstruksi.

A. Inventarisasi Struktur Massa Batuan


Massa batuan yang terdiri dari kenampakan struktur geologi atau bidang
diskontinuitas, atau bidang perlapisan atau kekar dapat diklasifikasikan menurut tiga
karakteristik utama yaitu :
1. Orientasi bidang diskontinuitas dan keluarga bidang diskontinuitas
2. Jarak antar bidang diskonttinuitas, frekuensi bidang diskontinuitas, Rock Quality

Designation-RQD dan ukuran blok bidang diskontinuitas


3. Kondisi bidang diskontintinuitas terdiri dari beberapa karakteristik seperti ;

Persisten atau kemenerusan bidang diskontinuitas


Kekasaran (roughness)
Apertur atau bukaan bidang diskontinuitas (aperture)
Isian bidang diskontinuitinuitas (filling material)
Luahan (seepage)
Kekuatan (strength)

Pemetaan bidang diskontinuitas atau kekar dilakukan di suatu singkapan massa batuan
dengan memperhatikan semua karakteristiknya yang secara skematik ditunjukkan oleh
gambar di bawah ini :

B. Orientasi dan Keluarga Bidang Diskontinuitas


Pemetaan bidang kekar dilakukan di suatu singkapan massa batuan dengan cara
mengukur orientasi dalam bentuk kemiringan (dip) dan arah kemiringan (dip direction)
sepanjang suatu garis bentangan tertentu (scaline) di muka massa batuan. Pemetaan kekar
yang meliputi orientasi dan jarak antar bidang kekar menggunakan beberapa peralatan
seperti : tali (50m), palu geologi, kompas geologi, meteran, scracther, clipboard, pensil,
penggaris, tabel RMR dan tabel Q
.
C. Karakteristik Ukuran Bidang Diskontinuitas

Massa Batuan
Massa batuan merupakan volume batuan yang terdiri dan material batuan berupa
mineral, tekstur dan komposisi dan juga terdiri dari bidang-bidang diskontinu,
membentuk suatu material dan saling berhubungan dengan semua elemen sebagai suatu
kesatuan. Kekuatan massa batuan sangat dipengaruhi oleh frekuensi bidang-bidang
diskontinu yang terbentuk, oleh sebab itu massa batuan akan mempunyai kekuatan yang
lebih kecil bila dibandingkan dengan batuan utuh. Menurut Hoek & Bray (1981) dalam
Sitohang (2008), massa batuan adalah batuan insitu yang dijadikan diskontinu oleh sistem
struktur seperti joint, sesar dan bidang perlapisan.
Struktur Batuan
Struktur batuan adalah gambaran tentang kenampakan atau keadaan batuan,
termasuk di dalamnya bentuk atau kedudukannya. Berdasarkan keterjadiannya, Struktur
batuan dapat dikelompokkan menjadi:

Struktur primer, yaitu struktur yang terjadi pada saat proses pembentukan batuan.
Misalnya : bidang perlapisan silang (cross bedding) pada batuan sedimen atau

kekar akibat pendinginan (cooling joint) pada batuan beku.


Struktur skunder, yaitu struktur yang terjadi kemudian setelah batuan terbentuk
akibat adanya proses deformasi atau tektonik. Misalnya : lipatan (fold), patahan
(fault) dan kekar (joint). Bidang diskontinu dapat ditemukan pada struktur primer
maupun struktur sekunder.

Kondisi Bidang Diskontinuitas


Menurut Hencher (1987) struktur geologi dan diskontinuitas pada batuan merupakan
bidang-bidang lemah dan jalur perembesan airtanah. Keberadaan struktur geologi dan
diskontinuitas akan mengurangi tingkat kekuatan geser batuan dan implikasi utamanya
adalah meningkatkan peluang terjadinya longsor. Dengan munculnya bidang lemah
tersebut, maka batuan yang tadinya utuh akan berubah menjadi massa batuan dengan
kekuatan yang jauh lebih kecil dari sebelumnya. Seiain itu, beban yang diterima oleh
massa batuan juga akan diteruskan secara anisotrop ke sekitarnya, sehingga dengan
demikian tingkat kestabilan lereng juga akan menurun. Menurut Hencher (1987), struktur
geologi dan diskontinuitas pada batuan yang berhubungan dengan geoteknik pada

kestabilan lereng adalah: kekar, sesar, batas litologi dan bidang perlapisan, serpihan dan
orientasi mineral pada batuan metamorf.
Beberapa jenis bidang diskontinu yang digolongkan berdasarkan ukuran dan
komposisinya adalah sebagai berikut:

Fault (patahan) adalah bidang diskontinu yang secara jelas memperlihatkan


tanda-tanda bidang tersebut mengalami pergerakan. Tanda-tanda tersebut
diantaranya adalah adanya zona hancuran maupun slicken sided atau jejak yang
terdapat di sepanjang bidang fault. Fault dikenal sebagai weakness zone karena
akan memberikan pengaruh pada kestabilan massa batuan dalam wilayah yang

luas.
Joint (kekar). Bidang diskontinu yang telah pecah namun tidak mengalami
pergerakan atau walaupun bergerak, pergerakan tersebut sangat sedikit sehingga
bisa diabaikan. Joint merupakan jenis bidang diskontinu yang paling sering hadir

dalam batuan.
Bedding (bidang pelapisan). Bedding terdapat pada permukaan batuan yang
mengalami perubahan ukuran dan orientasi butir dari batuan tersebut serta

perubahan mineralogi yang terjadi selama proses pembentukan batuan sedimen.


Fracture dan crack. Fracture diartikan sebagai bidang diskontinu yang pecah tidak
paralel dengan struktur lain yang tampak pada batuan. Beberapa rock mechanic
engineer menggunakan istilah fracture dan crack untuk menjelaskan pecahan atau
crack yang terjadi pada saat pengujian batuan, peledakan dan untuk menjelaskan

mekanisme pecahnya batuan brittle.


Fissure. Ada banyak ahli yang menjelaskan pengertian fissure, salah satunya
adalah menurut Fookes dan Denness (1969) dalam Sitohang (2008) yang
mendefinisikan fissure sebagai bidang diskontinu yang membagi suatu material
utuh tanpa inemisahkannya menjadi bagian terpisah.

Prosedur Pengukuran Bidang Diskontinuitas


Pengukuran kekar (Cleat) pada singkapan batubara. Cleat adalah rekahan alami
yang terdapat di dalam lapisan batu batubara, teridiri dari face cleat dan lebih kecil lagi
disebut butt cleat. Face cleat kedudukannya hampir tegak lurus terhadap bidang
perlapisan, sedangkan butt cleat tampil seakan-akan tidak beraturan dan tidak punya pola
yang jelas. Jarak antara face cleat berkisar antara 3-12 cm. Pada umumnya face cleat
tidak memotong parting. Butt cleat tampil lebih rapat dan seakan-akan tidak beraturan.

Prosedur normal untuk pengukuran kekar. Adapun manfaat kita menghitung


kekar diantaranya
1. Strike/Dip Dalam penelitian lapisan dan struktur geologi kita harus mengetahui
kedudukan batuan di permukaan bumi dengan mengukur arah penyebarannya
dan juga kemiringan batuanya itu strike dan dip. Strike atau Jurus adalah arah
garis yang dibentuk dari perpotongan bidang planar denganbidang horizontal
ditinjau dari arah utara. Sedangkan Dip adalah derajat yang dibentuk antara
bidang planar danbidang horizontal yang arahnya tegak lurus dari garis strike.
Bidang planar ialahbidang yang relatiflurus, contohnya ialah bidang perlapisan,
bidangkekar, bidangsesar, dll.
2. Spasi merupakan jarak antar kekar yang satu dengan kekar yang lain yang sejajar.
Semakin besar nilai spasi pada kekar maka akan semakin kuat ketahanan
batuannya begitu pun sebaliknya.
3. Bukaan Bukaanmerpakanbesarnyalubangkekar yang terbentuk. Kekar yang
memiliki bidang bukaan, batuannya lebih lemah dibandingkan kekar yang tidak
memiliki bukaan.
4. Panjang Kekar Panjang kekar merupakan panjang retakan yang

terjadi pada

permukaan batuan. Manfaat dari pengukuran panjang kekar ini ialah agar dapat
mengetahui berapa besarnya gaya yang pernah terjadi pada suatu tubuh batuan.
5. Isi Kekar Isi dari kekar, Kekar yang terisi oleh mineral lain dengan yang tidak
memiliki isi anakan berbeda kualitas batuannya. Kekar yang mimiliki isian
kualitas batuannya akan semakin kuat, sedangkan kekar yang tidak memiliki isian
kualitas batuannya sangat lemah.
6. Kekuatan kekar, Dalam mengukur kekuatan kekar dapat dilakukan dengan
menguji kekuatan bidang atau dinding kekar.

Klasifikasi massa batuan, klasifikasi massa batuan merupakan cikal bakal dari
pendekatan rancangan empeirisdan digunakan secara luas di dalam rekayasa batuan.
Dalam kenyataannya, dibanyak proyek, pendekatan klasiflikasi digunakan sebagai dasar
praktis

untuk

merancang

struktur

di

bawah

tanah

yang

kompleks.

Klasifikasi massa batuan tidak diaunakan sebagai pengganti untuk rancangan rekayasa.

Tetapi harus digunakan bersama-sama dengan metode observasi dan analitik untuk
memformulasikan secara menyeluruh rancangan yang rasional, yang cocok dengan tujuan
rancangan dan kondisi geologi di lapangan.
Tujuan dari klasifikasi massa batuan diantaranya :
a. Mengidentifikasi parameter yang terpenting yang mempengaruhi perilaku
massa batuan.
b. Membagi formasi massa batuan yang khusus ke dalam grup yang mempunyai
perilaku sama, yaitu kelas massa batuan dengan berbagai kualitas.
c. Memberikan dasar untuk pengertian karakteristik dari tiap kelas massa batuan.
Untuk mencapai tujuan tersebut maka sistem klasifikasi harus :
1) Sederhana, mudah diingat dan mudah dimengerti.
2)

Setiap istilah jelas dan terminologi yang digunakan dapat diterima secara luas

oleh engineneer dan geologist.


3) Sifat-sifat massa batuan yang paling significant diikut sertakan.
4) Berdasarkan pada parameter yang dapat diukur dengan uji yang cepat, relevan serta
murah di lapangan.
5)

Berdasarkan sistem rating yang dapat memberikan bobot relatif yang penting pada

parameter kiasifikasi.
6) Dapat berfungsi untuk menyediakan data-data kuantitatif untuk rancangan penyangga
batuan.
Tiga keuntungan yang diperoleh dari klasifikasi massa batuan adalah :
a. Meningkat.kan kualitas dari penyelidikan lapangan (site investigation) dengan meminta
data masukan yang minimum sebagai parameter kiasifikasi.
b. Memberikan informasi kuantitatif untuk tujuan rancangan.
c. Penilaian reklayasa dapat lebih baik, dan komunikasi dapat lebih efektif pada suatu
proyek.

Dari berbagai sistem klasifikasi massa batuan yang ada, enam yang perlu
mendapat perhatian khusus karena yang paling umum, yaitu yang diusulkan oleh Terzaghi
(1946), Lauffer (1958), Deere dan kawan-kawan (1967), Wickham dan kawan-kawan
(1972), Bieniawski (1973), Barton dan kawan-kawan (1974). Klasifikasi beban batuan
Terzaghi (1946), klasifikasi pertama yang diperkenalkan dan digunakan di Amerika
Serikat lebih dari 35 tahun, telah dibuktikan dengan sukses untuk penerowongan dengan
penyangga besi baja (steel support).
Klasifikasi Lauffer (1958) didasarkan pada hasil keria dari Stini (1950) dan
merupakan langkah maju dalam seni penerowongan dengan diperkenalkannya
konsep Stand-up time dari active span di dalam terowongan, dimana dapat ditentukannya
tipe dan jumlah penyangga di dalam terowonqan secara lebih relevan.
Klasifikasi dari Deere dan kawan-kawan (1967) memperkenalkan indeks Rock
Quality Designation (RQD), yang merupakan metode yang sederhana dan praktis untuk
mendeskripsikan kualitas inti batuan dari lubang bor.
Konsep dari Rock Structure Rating (RSR) dikembangkan di Amerika Serikat oleh
Wickham dan kawan-kawan (11972, 1974), yang sistem pertama yang memberikan
gambaran rating klasifikasi untuk memberikan bobot yang relatif penting dari parameter
klasifikasi.
Klasifikasi geomekanika (RMR system), diusulkan oleh Bieniawski (1973), dan
Q system oleh Barton dan kawan-kawan (1974), telah dikembangkan secara terpisah dan
kedua-duanya menyediakan data kuantitatif untuk memilih penguatan terowongan yang
modern seperti rock bollt dan shoterete.

Tabel klasifikasi massa batuan yang saat ini banyak digunakan


Name of

Originator and Date

Country of

Applications

Classification
1. Rock load

Terzaghi, 1946

USA

Origin
Tunnels with steel

2. Stand-up time

Lauffer, 1958

Austria

support
Tunneling

3. NADA

Pacher et all., 1964

Austria

Tunnelling

4. Rock quality

Deete et al., 1972

USA

Core logging,

Designation
5. RSR concept

Wickhman et al., 1972

USA

tunneling
Tunneling

6. RMR system

Bieniawski, 1973

South Africa

Tunnels, mines,
slopes

(Geomechnanics,

Last modified, 1979-USA

Foundations

Classification)

Weaver, 1975

South Africa

Rippability

Laubscher, 1977

South Africa

Mining

Olivier, 1979

South Africa

Weatherability

Ghose and Raju, 1981

India

Coal Mining

Moreno Tallon, 1982

Spain

Tunneling

Kendorski et al., 1983

USA

Hard rock mining


Tunneling

Nakao et al., 1983

Japan

Foundations

Serafim and Pereira, 1983

Portugal

Tunneling

Gonzalez de Vallejo, 1983

Spain

Roof bolting in coal

Unal, 1983

USA

mines
Slope stability

Romana, 1985

Spain

Coal mining

Newman, 1985

USA

Boreability

Sandbak,1985

USA

Dregeability

Smith, 1986

USA

Coal mining

Venkateswarlu, 1986

India

Slope stability

Robertson, 1988
Barton et al., 1974

7. Q-System

Canada
Norway

Tunnels, chambers
Excavability

Q- system extensions

Kirsten, 1982

South Africa

Tunneling

8. Strenght-size
9. Basic geotechnical

Kirsten, 1983
South Africa
Franklin, 1975
Canada
International Society for Rock

Tunneling
General

Description
10. Unified

mechanics, 1981
Williamson, 1984

communication
General

USA

Classification

communication

Sistem Q dikembangkan khususnya untuk terowongan dan ruang bawah tanah, sedangkan
klasifikasi geomekanika walaupun awainya dikembangkan untuk terowongan, dapat
digunakan untuk rock slopes dan pondasi penilaian ground rippability, masalah-masalah
di pertambangan (Laudbscher, 1977, Ghose dan Raju, 1981, Kendorski dan
kawan-kawan, 1983).
METODE ROCK LOAD CLASSIFICATION
Terzaghi (1946) memformulasikan metode klasifikasi rasional yang pertama dengan
mengevaluasi beban batuan yang tepat untuk merancang steel sets. Ini merupakan
pengembangan yang penting karena penyangga dengan steel sets telah digunakan secara
luas untuk penagalian terowongan batuan selama 50 tahun yang lalu. Klasifikasi ini
hanya cocok untuk memperkirakan beban batuan untuk terowongan yang disangga
dengan steel arch, tetapi tidak cocok untuk metode penerowongan yang modern dengan
menggunakan shotcrete dan rock bolt. Sesudah mempelajari secara rinci, Cecil (1970)
menyimpulkan bahwa metode Terzaghi terlalu umum untuk dapat mengevaluasi secara
objektif

kualitas

batuan

dan

tidak

menyediakan

informasi

kuantitatif

dari

sifat-sifat massa batuan.


Nilai rock load digunakan untuk mendeskripsikan ground conditions jika terowongan
terletak di bawah muka air tanah. Jika terowongan terletak diatas muka air tanah, rock
load untuk kelas 4-6 dapat dikurangi dengan 50 %. Revisi yang penting dari koefisien
rock load klasifikasi Terzaghi diberikan oleh Rose (1982) di dalam Tabel di atas, yang

memperiihatkan kondisi batuan Terzaghi 4-6 harus dikurangi dengan 50 % dari nilai rock
load awal karena muka air tanah efeknya kecil terhadap rock load.

You might also like