You are on page 1of 6

KEPANITERAAN KLINIK

STATUS LMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
SMF PENYAKIT DALAM
RUMAH SAKIT ANGKATAN UDARA dr. ESNAWAN ANTARIKSA

Nama

Nim

Tanda tangan

Dr. Pembimbing : dr. Flora Eka Sari, Sp.P


I.

...........

Identitas Pasien
Nama lengkap : Tn. I
Usia
: 28 tahun
Status perkawinan: Belum menikah
Pekerjaan
: Pedagang
Alamat
: Cawang

Jenis kelamin
Suku bangsa
Agama
Pendidikan

: Laki-laki
: Jawa
: Islam
: SMA

II.

Anamnesis
Diambil dari : Autoanamnesis
Keluhan utama : Batuk berdarah sejak 1 minggu SMRS
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang ke RS dengan keluhan batuk berdarah sejak 1 minggu SMRS, batuk
dengan darah berwarna merah segar sekitar satu sendok teh. Awalnya pasien mengatakan
menderita batuk kering sejak lebih dari 1 bulan SMRS. Batuk kemudian menjadi
berdahak yang kental. Pasien terkadang merasa badannya terasa demam yang hilang
timbul, demam tidak disertai dengan menggigil. Demam tidak begitu tinggi. Pasien
megatakan sering berkeringat dingin pada malam hari sejak 1 bulan terakhir. Pasien juga
mengeluhkan sesak napas terutama saat batuk, namun tidak disertai dengan bunyi
ngik, tidak dipengaruhi suhu, cuaca, maupun debu. Pasien mengaku nafsu makan
berkurang sejak 1 bulan terakhir sehingga berat badan pasien berkurang 3 kg dalam 1
bulan terakhir. Riwayat nyeri dada disangkal. BAB dan BAK lancer. Pasien
mengkonsumsi obat batuk dari Puskesmas 2 minggu lalu dan tidak mengalami perbaikan.
Riwayat penyakit dahulu :
Pasien belum pernah mengalami batuk lama sebelumnya dan baru pertama kali
mengalami hal seperti ini.
Riwayat penyakit keluarga :
Ayah pasien mengalami batuk pula lebih dari 2 minggu.
Riwayat sosial dan pribadi
Pasien tinggal di lingkungan rumah yang padat penduduk, ventilasi rumah pasien kurang
baik sehingga sinar matahari sulit untuk masuk ke dalam rumah. Pasien mengaku tidak
mengkonsumsi alkohol. Pasien memiliki riwayat merokok 1 bungkus per hari sejak lulus
SMA namun sudah berhenti sejak 6 bulan lalu.

III.

Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran
: Compos mentis
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi
: 92 kali per menit, reguler
Pernapasan
: 18 kali per menit
Suhu
: 36,8o C
Berat badan
: 53 kg
Sianosis
: Tidak ada
Edema umum
: Tidak ada
Kepala
Rambut
: Hitam, tebal, tidak mudah patah
Mata
: Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, refleks cahaya +/+
Telinga: Bentuk normal, tidak ada sekret
Mulut
: Tonsil T1-T1, faring tidak hiperemis, lidah tidak deviasi
Hidung
: Simetris, tidak ada deviasi septum, tidak ada napas cuping hidung

Leher
Toraks
Inspeksi

Palpasi

Perkusi

Auskultasi

IV.

: Kelenjar tiroid tidak membesar, trakea tidak ada deviasi, JVP 5-2
cmH2O
: Bentuk normal, pergerakan dinding dada simetris, sela iga tidak
melebar, penggunaan otot bantu napas (m.sternocleidomastoideus),
ictus cordis tampak di sela iga ke V linea midclavicularis sinistra
: Pergerakan dinding dada simetris, vokal frremitus kanan dan kiri
sama, teraba pulsasi ictus cordis di sela iga ke V linea midclavicularis
sinistra
: Sonor pada hemitoraks dextra-sinistra depan-belakang,
Batas paru hati di ICS V line midclavicularis dextra
Batas pinggang jantung di ICS III linea parasternal sinistra
Batas kiri jantung di ICS VI linea midclavicularis sinistra
Batas kanan jantung di ICS V linea parasternal dextra
: Vesikuler +/+, suara napas melemah, ronki basah +/+, wheezing -/bunyi jantung S1 dan S2 reguler, murmur -, gallop -

Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Palpasi
Perkusi

: Perut mendatar, tidak ada benjolan, tidak ada sikatrik


: Bising usus (+) normal
: Tidak ada nyeri tekan hati, limpa, ginjal tidak teraba pembesaran
: Timpani, undulasi -, shifting dullness

Ekstremitas
Superior
Inferior

: Akral hangat, edema -/: Akral hangat, edema -/-

Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Hb
: 13 gr/dL
Ht
: 35.7%
Leukosit
: 7.000/mm3
Trombosit
: 250.000/mm3
LED
: 68
Diff. Count
Basofil
: 0%
Eosinofil
: 1%
Batang
: 2%
Segmen
:70%
Limfosit
:20%
Monosit
:2%
Eritrosit
: 3,61 juta/,mm3
2. Pemeriksaan sputum BTA : Spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
3. Foto toraks
CTR<50%
Terdapat kesuraman di kedua apeks paru
Sesuai gambaran proses TB aktif duplex

V.

Diagnosis klinis

TB paru BTA positif


Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
Satu spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks menunjukkan
gambaran tuberkulosis
Satu spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif.
VI.

Pemeriksaan anjuran
Pemeriksaan ulang sputum BTA
Kultur sputum
Ulangi foto toraks

VII.

Rencana penatalaksanaan
Regimen pengobatan TB kategori 1 : 2RHZE/4RH
R/ Rifampicin tab 450 mg no XV
S 1 dd tab 1 a.c
R/ INH tab 300 mg no XV
S 1 dd tab 1
R/ Pyrazinamid tab 1000 mg no XXX
S 1 dd tab II
R/ Ethambutol tab 1000 mg no XXX
S 1 dd tab II
R/ Curcuma tab no XXX
S 1 dd tab 1

VIII.

Evaluasi
Setelah memberikan pengobatan, evaluasi pasien meliputi evalusasi klinis, bakteriologi,
radilogi, dan efek samping obat, serta evaluasi keteraturan berobat.
Evaluasi klinik
Pasien dievaluasi setiap 2 minggu pada 1 bulan pertama pengobatan selanjutnya setiap 1
bulan. Evaluasi respons pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat serta ada
tidaknya komplikasi penyakit, meliputi keluhan, berat badan, pemeriksaan fisik.

Evaluasi bakteriologik (0-2-6/9 bulan pengobatan)


Tujuan untuk mendeteksi ada tidaknya konversi dahak, pemeriksaan dan evaluasi
pemeriksaan mikroskopik dilakukan sebelum pengobatan dimulai, setelah 2 bulan
pengobatan (setelah fase intensif) dan pada akhir pengobatan. Bila terdapat fasilitas
biakan dilakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi.

Evaluasi radiologik (0-2-6/9 bulan pengobatan)


Pemeriksaan dan evaluasi foto toraks dilakukan sebelum pengobatan, setelah 2 bulan
pengobatan (kecuali pada kasus yang juga dipikirkan kemungkinan keganasan dapat
dilakukan 1 bulan pengobatan), dan pada akhir pengobatan.

Evaluasi efek samping secara klinik


Bila mungkin sebaiknya dari awal diperiksa fungsi hati, fungsi ginjal, gula darah, dan
darah lengkap. Bila pada evaluasi klinis dicurigai terdapat efek samping, maka dilakukan

pemeriksaan laboratorium untuk memastikannya dan penanganan efek samping obat


sesuai pedoman.

IX.

X.

XI.

Evaluasi keteraturan berobat


Dalam hal ini maka sangat penting penyuluhan atau pendidikan mengenai penyakit dan
keteraturan berobat. Penyuluhan atau pendidikan dapat diberikan kepada pasien,
keluarga, dan lingkungannya. Ketidakteraturan berobat akan menyebabkan timbulnya
masalah resistensi. Kriteria sembuh yaitu:
BTA mikroskopis negatif dua kali (pada akhir fase intensif dan akhir pengobatan)
dan telah mendapatkan pengobatan yang adekuat.
Pada foto toraks, gambaran radiologi serial tetap sama/perbaikan.
Bila ada fasilitas biakan, maka kriteria ditambah biakan negatif.
Edukasi
Menjelaskan mengenai penyakit tuberkulosis
Mengkonsumsi obat secara teratur dan tidak boleh putus berobat.
Sebaiknya tidak menggunakan barang bersama-sama dengan keluarga.
Menggunakan masker.
Tidak membuang dahak sembarangan.
Menjelaskan bahwa beberapa obat tersebut yang diberikan dapat memberikan efek
samping, seperti tidak nafsu makan, mual, muntah, warna kemerahan pada air seni,
dan kesemutan.
Prognosis
Ad vitam
Ad fungsionam
Ad sanationam

: ad bonam
: ad bonam
: ad bonam

Patogenesis
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di jaringan paru
sehigga akan terbentuk suatu sarang pneumoni, yang disebut sarang primer atau afek
primer. Sarang primer ini mungkin timbul di bagian mana saja dalam paru, berbeda
dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan peradangan saluran getah
bening menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan tersebut dikuti oleh pembesaran
kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama dengan
limfangitis regional dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks primer ini akan
mengalami salah satu nasib sebagai berikut:
1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad integrum)
2. Sembuh dengan meninggalkan sedkit bekas (antara lain sarang Ghon, garis fibrotik,
sarang perkapuran di hilus).
3. Menyebar dengan cara:
Perkontinuitatum, menyebar ke sekitarnya. Salah satu contohnya adalah
epituberkulosis, yaitu suatu kejadian penekanan bronkus, biasanya brokus lubus
medius oleh kelenjar hilus yang membesar sehingga menimbulkan obstruksi
pada saluran napas bersangkutan, dengan akibat atelektasis. Kuman tuberkulosis
akan menjalar sepanjang bronkus yang tersumbat ini ke lobus yang atelektasis

dan menimbulkan peradangan pada lobus yang atelektasis tersebut, yang dikenal
sebagai epituberkulosis.
Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru
sebelahnya atau tertelan
Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Penyebaran ini berkaitan dengan
daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman. Srang yang ditimbulkan dapat
sembuh secara spontan, akan tetapi bila tidak terdapat imunitas yang adekuat,
penyebaran ini akan menimbulkan keadaan cukup gawat seperti tuberkulosis
milier, meningitis tuberkulosis, typhobacillosis Landouzzy. Penyebaran ini juga
dapat menimbulkan tuberkulosis pada alat tubuh lainnya, misalnya tulang,
ginjal, anak ginjal, genitalia dan sebagainya. Komplikasi dan penyebaran ini
mungkin berakhir dengan:
a. Sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya pertumbuhan
terbelakang pada anak setelah mendapat ensefalomeningitis, tuberkuloma)
atau
b. Meninggal. Semua kejadian diatas adalah perjalanan tuberkulosis primer.

Gambar 1. Patofisiologi kuman M.tuberkulosis

You might also like