You are on page 1of 4

Bendera Gerakan Perjuangan, 2015

Indonesia Akan Bubar

Minggu, 25 Mei 2014 by WEST PAPUA

Djuyoto Memprediksi Tahun 2015 Indonesia Pecah. Beragam reaksi dan


tanggapan muncul ketika wacana tentang masa depan Indonesia, yang juga
dijadikan judul buku oleh Djuyoto Suntani, itu muncul dalam acara Dialog
Kebangsaan berjudul Indonesia: Kemarin, Kini dan Esok sekaligus peluncuran
bukutersebut.Komentarbernadapesimis,optimis,hinggarasatidakpercayasilih
bergantidiberikanolehberbagaipihak.MungkinkahIndonesiabenarbenarakan
pecahpadatahun2015?
Djuyoto Suntani, sang penulis buku, menyatakan dalam bukunya paling tidak ada tujuh faktor
utama yang akan menyebabkan Indonesia pecah menjadi 17 kepingan negeri-negeri kecil
di tahun 2015. Kepingan negeri-negeri kecil itu sendiri menurutnya didirikan berdasarkan
atas:
1. Kepentingan rimordial (kesamaan etnis),
2. Ikatan ekonomis (kepentingan bisnis),
3. Ikatan kultur (kesamaan budaya),
4. Ikatan ideologis (kepentingan politik), dan
5.Ikatan regilius (membangun negara berdasar agama).
Penyebab pertama = Siklus tujuh abad atau 70 tahun.
Dalam bukunya ia menuliskan : Seperti kita ketahui, semua yang terjadi di alam ini
mengikuti suatu siklus tertentu. Eksistensi suatu bangsa dan negara juga termasuk dalam
suatu siklus yang berjalan sesuai dengan ketentuan hukum alam.Dia mengambil contoh
Kerajaan Sriwijaya yang berkuasa pada abad 6-7 M di mana waktu itu rakyat di kawasan
Nusantara bersatu di bawah kepemimpinannya. Memasuki usia ke-70 tahun kerajaan itu
mulai buyar dan muncul banyak kerajaan kecil yang mandiri berdaulat. Alhasil, di awal abad
ke-9 nama Kerajaan Sriwijaya hanya tinggal sejarah. Tujuh abad kemudian (abad 13-14 M)
lahir Kerajaan Majapahit di Trowulan, Jawa Timur sekarang.Kerajaan besar itu berhasil
menyatukan kembali penduduk Nusantara. Namun, kerajaan ini pun bernasib sama dengan
Sriwijaya. Memasuki usia ke-70 pengaruhnya mulai hilang dan bermunculanlah kerajaankerajaan kecil di Nusantara. Nama Majapahit pun hilang ditelan bumi.Tujuh abad pasca-

jatuhnya Majapahit, di tahun 1945 (abad 20) rakyat Nusantara kembali bersatu dalam suatu
ikatan negara bangsa bernama Republik Indonesia (abad 20-21). Tahun 2015 akan bertepatan
RI merayakan HUT-nya yang ke-70.
Penyebab Kedua = Hilangnya Figur Tokoh Pemersatu
Dia pun menyatakan : Selama ini saya selalu optimis, tapi melihat perkembangan di
lapangan, apa yang terjadi pada sesama anak bangsa, sungguh mengenaskan. Irama
perpolitikan nasional dewasa ini mengisyaratkan hitungan siklus bersatu dan bubar dalam
tujuh abad, 70 tahun tampaknya kembali terulang.Berbagai fenomena alam yang menguat ke
arah bukti kebenaran siklus sudah banyak kita saksikan.Pertengkaran sesama anak bangsa,
terutama elite politik, tidak kunjung selesai, tulis Djuyoto. Penyebab kedua, Indonesia telah
kehilangan figur pemersatu bangsa. Setelah Ir Soekarno dan HM Soeharto, tidak ada tokoh
nasional yang benar-benar bisa mempersatukan bangsa ini.Masing-masing anak bangsa selalu
merasa paling hebat, paling mampu, paling pintar, dan paling benar sendiri.Para tokoh
nasional yang memimpin negeri ini belum menunjukkan berbagai sosok negarawan karena
dalam memimpin lebih mengutamakan kepentingan politik golongan/kelompok daripada
kepentingan bangsa (rakyat) secara luas.Kehilangan figur tokoh pemersatu adalah ancaman
paling signifikan yang membawa negeri ini ke jurang perpecahan.Katanya tegas.
Penyebab Ketiga = Masing-masing tokoh ingin menjadi nomor satu di suatu negara.
Pertengkaran sesama anak bangsa yang sama-sama merasa jago dan hebat, masing-masing
punya kendaraan partai, punya jaringan internasional, punya dana/uang mandiri, punya akses,
merasa punya kemampuan jadi Presiden; merupakan penyebab ketiga Indonesia akan pecah
berkeping-keping menjadi negara-negara kecil. Fenomena ini sudah menguat sejak era
reformasi yang dimulai dengan diterapkannya UU Otonomi Daerah.
Penyebab Keempat = Adanya Konspirasi Global Tingkat Tinggi
Salah satu penyebab Indonesia akan pecah di tahun 2015 karena adanya konspirasi global.
Ada grand strategy global untuk menghancurkankeutuhan Indonesia. Ada skenario tingkat
tinggi yang ingin menghancurkan Indonesia atau bahkan menghilangkan nama Indonesia
sebagai negara bangsa, tegasnya. Konspirasi global ini, Djuyoto Suntani melihat, terus
bergerak dan bekerja secara cerdas dengan menggunakan kekuatan canggih melalui penetrasi
budaya, penyesatan opini, arus investasi, berbagai tema kampanye indah seperti
demokratisasi, hak asasi manusia, kesetaraan gender, modernisasi, kebebasan pers,
kemakmuran, kesejahteraan, sampai pada mimpi-mimpi indah lewat bisnis obat-obatan
terlarang dengan segmen generasi muda.
Penyebab kelima = Karena faktor nama.
Apa yang salah dengan nama? Ternyata, nama Indonesia sesungguhnya berasal dari warisan
kolonial Belanda yakni East-India atau India Timur alias Hindia Belanda. Kalangan tokoh
politik Belanda tingkat atas malah sering menyebut Indonesia dengan singkatan: In-corporate
Do/e-Netherland in-Asia atau kalau diartikan secara bebas nama Indonesia sama dengan
singkatan Perusahaan Belanda yang berada di Asia. Pemberian nama Indonesia oleh Belanda
memang memiliki agenda politik tersembunyi sebab Belanda tidak rela Indonesia menjadi
bangsa dan negara yang besar. Nama orisinil kawasan negeri ini yang benar adalah
Nusantara, yang berasal dari kata Bahasa Sansekerta Nusa (pulau) dan Antara.Artinya, negara
yang terletak di antara pulau-pulau terbesar dan terbanyak di dunia sebab negara kita
merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Bila para anak bangsa tahun 2015 mampu
menyelamatkan keutuhan negeri ini sebagai satu bangsa, salah satu opsi adalah dengan
penggantian nama dari Indonesia menjadi Nusantara. Nama Nusantara lebih relevan, orisinil,
berasal dari jiwa bumi sendiri dan lebih membawa keberuntungan, pesan Djuyoto. Namun,

karena perpecahan sudah di ujung tanduk, salah satu agenda dalam membangun komitmen
baru sebagai bangsa dalam pandangannya adalah dengan cara (perlu direnungkan) mengganti
nama Indonesia menjadi Nusantara. Karena, nama memiliki arti serta memberi berkah
tersendiri. Tidak hanya nama Indonesia yang bisa menjadi penyebab negeri ini pecah, nama
Jakarta pun ternyata ikut berpengaruh terhadap keutuhan republik ini.
Nama Jakarta, Djuyoto mengungkapkan, memiliki konotasi negatif bagi sebagian besar
masyarakat. Bila kita ingin menyelamatkan Indonesia dari ancaman perpecahan serta punya
komitmen bersama untuk membawa negara ini menjadi negara besar yang dihormati dunia
internasional, maka nama ibukota negara seyogianya dikembalikan kepada nama awalnya
yaitu Jayakarta. Nama Jayakarta lebih tepat sebagai roh spirit Ke-Jaya-an Ibukota negara
daripada nama Jakarta, sarannya.
Penyebab terakhir = gonjang ganjing pemilihan Presiden tahun 2014.
Dia menyatakan dalam Pilpres 2009 bisa saja sejumlah tokoh yang kalah masih mampu
mengendalikan diri tapi gejolak massa akar rumput yang berasal dari massa pendukung tidak
mau menerima kekalahan jago pilihannya. Mereka lalu mempersiapkan diri untuk maju
bertarung lagi pada Pilpres 2014.Pilpres 2014 adalah puncak ledakan dashyat gunung es yang
benar-benar membahayakan integrasi Indonesia. Menurut Djuyoto dari informasi yang ia
peroleh di seluruh penjuru Tanah-Air, indikasi karena gengsi kalah bersaing dalam Pilpres
Indonesia lantas mengambil keputusan radikal dengan mendeklarasikan negara baru bukanlah
sekedar omong kosong tapi akan terbukti. Pergolakan alam negeri ini seperti gunung es yang
tampak tenang di permukaan namun setiap saat pasti meletus dengan dashyat.
Djuyoto Suntani menjelaskan, pada Pilpres 2014 bakal bermunculan figur dari berbagai
daerah yang mulai berani bertarung memperebutkan kursi RI-1 untuk bersaing dengan tokoh
nasional di Jakarta. Para tokoh daerah sudah dibekali modal setara dengan para tokoh
nasional di Jakarta. Jika mereka kalah dalam Pilpres 2014, karena desakan massa pendukung,
opsi lain adalah mendirikan negara baru, melepaskan diri dari Jakarta. Gonjang ganjing
Indonesia sebagai bangsa akan mencapai titik didih terpanas pada Pilpres 2014. Jika kita
tidak mampu mengendalikan keutuhan negeri ini, tahun 2015 Indonesia benar-benar pecah.
Para Capres Indonesia 2014 yang gagal ramai-ramai akan pulang kampung untuk
mendeklarasikan negara baru. Mereka merasa punya kemampuan, punya harga diri, punya
uang, punya jaringan dan punya massa/rakyat pendukung.Perubahan dan pergolakan politik
nasional pada tahun 2014 diperkirakan bisa lebih dashyat karena tidak ada lagi figur tokoh
pemersatu yang dihormati dan diterima oleh seluruh bangsa.
ke 18 negara itu antara lain.
1.Naggroe Atjeh Darrusallam : Banda Atjeh
2.Sumatra Utara : Medan
Beberapa akademisi yang didominasi dari Universitas Sumatera Utara (USU) menyusun strategi
memerdekakan Sumatera Utara dari NKRI. Dalam waktu dekat materi gugatan itu akan diajukan ke
Mahkamah Internasional.
Prof M Arif Nasution, salah satu penggagas Sumut Merdeka menegaskan pihaknya tidak main-main
dalam rencana itu.
3.Sumatra Selatan : Lampung
12.Nusa Tenggara : Mataram
4.Sunda Kecil : Jakarta
13.Flobamora & Sumba: Kupang
5.Jamar (Jawa Madura) : Surakarta
14. Maluku Selatan : Ambon
6.Yogyakarta : Yogyakarta
15. Maluku Tenggara : Tual
7.Kalimantan Barat : Pontianak
16. .Papua Barat : Jayapura
8.Kalimantan Timur : Samarinda
17. Negara Riau Merdeka
9.Ternate Tidore : Ternate
18. Sulawesi Selatan : Makassar

10. Bali Merdeka


11.Sulawesi Utara : Manado

You might also like