You are on page 1of 15

Tanggal Praktikum

Pr. An. Makanan dan

Selasa, 28 Oktober 2014


Penetapan Kadar Karbohidrat Secara Kuantitatif

Minuman II
Tujuan Praktikum

Schoorl
Untuk mengetahui kadar karbohidrat secara kuantitatif dengan cara Luff

dengan Cara Luff

Schoorl
Kelompok 3 :
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Nama Anggota

I.

II.

Ferliya Etsa O.
Mey Rinawati
Nomi Tarihoran
Nurdiana Khamardi P.
Patrisius Eston N.
Vivi Christianti

Tujuan
Untuk mengidentifikasi kandungan karbohidrat secara kuantitatif dengan cara Luff
Schoorl
Dasar Teori
3.1 Karbohidrat
Karbohidrat adalah polihidroksi aldehid atau polihidroksiketon dan meliputi kondensat
polimer-polimernya yang terbentuk. Rumus empiris karbohidrat berupa CnH 2nOn atau
mendekati Cn(H2O)n yaitu karobon yang mengalami hidratasi. Karbohidrat merupakan hasil
sintesa CO2 dan H2O dengan pertolongan sinar matahari dan hijau daun (klorofil). Hasil
fotosintesa kemudian mengalami polimerisasi menjadi pati dan senyawa-senyawa
bermolekul besar lainnya yang menjadi cadangan makanan pada tanaman.
Secara alami, ada tiga bentuk karbohidrat yang terpenting yaitu :
a. Monosakarida
: karbohidrat tunggal, terdiri atas 3-6 atom C dan zat ini tidak dapat
lagi dihidrolisis oleh larutan asam dalam air menjadi karbohidrat yag lebih sederhana.
- Sifat
: memiliki rasa manis
- Gugus aldehid dan keton
- Contoh : glukosa, fruktosa, galaktosa
b. Disakarida

: karbohidrat yang tersusun dari dua monosakarida yang sejenis

atau tidak. Disakarida dapat dihidrolisis oleh larutan asam dalam air sehingga terurai
menjadi 2 molekul monosakarida.
- Sifat
: memiliki rasa manis, larut dalam air, mengalami hidrolisis
-

menjadi monosakarida yang sejenis ataupun berlainan.


Ikatan yang mengikat 2 monosakrida adalah ikatan glikosidik

Contoh : sukrosa (glukosa dan fruktosa), laktosa (glukosa dan galaktosa), maltose
(2 glukosa)

c. Oligosakarida
-

: karbohidrat yang tersusun dari beberapa monosakarida yang

banyak, gabungan dari 3-10 monosakarida


Sifat
: mudah larut daiam air dan larutannya berasa manis
Ikatan glikosidik mengikat 3-10 monosakarida pada oligosakarida
Contoh
: maltotriosa

d. Polisakarida

: karbohidrat yang tersusun dari lebih dari 10 monosakarida yang

banyak jumlahnya, senyawa ini bisa dihidrolisis menjadi banyak molekul


monosakarida.
- Sifat

: polisakarida tidak berasa manis karena molekulnya sedemikian

besarnya sehingga tak dapat masuk ke dalam sel-sel kuncup rasa (taste bud) yang
-

terdapat pada permukaan lidah.


Ikatan glikosidik mengikat lebih dari 10 monosakarida pada polisakarida.
Contoh
: pati, gom, pektin, selulosa dan derivatnya.

Amilase adalah enzim yang berfungsi memecah zat tepung dan polisakarida menjadi
monosakarida, bentuk gula yang dapat di serap oleh tubuh. Air liur mengandung amilase
yang memulai proses pencernaan saat makanan masuk kedalam mulut.
Polisakarida merupakan kelompok karbohidrat paling banyak terdapat di alam.
Polisakarida merupakan senyawa makromolekul yang terbentuk dari banyak sekali satuan
(unit) monosakarida. Jumlah polisakarida ini terdapat jauh lebih banyak daripada
oligosakarida maupun monosakarida. Sebagian dari polisakarida membentuk struktur
tanaman yang tak dapat larut misalnya selulosa dan hemiselulosa.
Bentuk yang paling umum dari oligosakarida adalah disakarida (terdiri dari dua unit
monosakarida) yang terdiri dari proses kondensasi dua molekul monosakarida. Contoh yang
paling umum dari disakarida adalah sukrosa (sakarosa).
Fungsi karbohidrat
Fungsi utama karbohidrat adalah sebagai sumber biokalori dalam bahan makanan,
disamping itu juga sebagai bahan pengental atau GMC pada teknologi makanan sebagai
bahan penstabil, bahan pemanis (sukrosa, glukosa, fruktosa) dan bahan bakar, misalnya pada
glukosa dan pati dan sebagai penyusun struktur sel, misalnya selulosa dan khitin.

Sifat-sifat karbohidrat
Mono dan disakarida memiliki rasa manis; oleh sebab itu golongan ini disebut gula.
Glukosa (gula anggur) dan fruktosa (gula buah) adalah contoh monosakarida yang banyak
dijumpai di alam. Sukrosa (gula tebu, gula bit) dan laktosa (gula susu) adalah kelompok
disakarida yang juga manis. Rasa manis dari gula-gula ini disebabkan oleh gugus
hidroksilnya. Trihidroksi (gliserol) dan polihidroksi lain juga berasa manis. Sedangkan
polisakarida tidak berasa manis karena molekulnya sedemikian besarnya sehingga tak dapat
masuk ke dalam sel-sel kuncup rasa (taste bud) yang terdapat pada permukaan lidah.
3.2 Gula Pereduksi

Gula pereduksi merupakan golongan gula (karbohidrat) yang dapat mereduksi senyawasenyawa penerima elektron, contohnya adalah glukosa dan fruktosa. Ujung dari suatu gula
pereduksi adalah ujung yang mengandung gugus aldehida atau keton bebas. Semua
monosakarida (glukosa, fruktosa, galaktosa) dan disakarida (laktosa, maltosa), kecuali
polisakarida (sukrosa dan pati), termasuk sebagai gula pereduksi. Umumnya gula pereduksi
yang dihasilkan berhubungan erat dengan aktifitas enzim, dimana semakin tinggi aktifitas
enzim maka semakin tinggi pula gula pereduksi yang dihasilkan. Sedangkan gula non
pereduksi adalah senyawa gula yang gugus karbonilnya berikatan dengan senyawa
monosakarida lain sehingga tidak bebas lagi. Misalnya sukrosa.
3.3 Gula Invert
Gula invert adalah hasil hidrolisis dari sukrosa yang hasilnya berupa campuran sebanding
glukosa dan fruktosa. Karena hidrolisis sukrosa menukar (invert) tanda rotasi optik, enzim
yang melakukan hidrolisisnya dinamakan invertase. Sukrosa tidak dapat bermutarotasi dan
karena tidak ada lagi gugus aldehida yang bebas, sukrosa tak dapat lagi mereduksi pereaksipereaksi Tollen, fehling, Benedict. Karena itu sukrosa dinamakan gula non-pereduksi.
Sukrosa dapat dihitung setelah mengetahui kadar gula pereduksi pada sampel.

3.4 Gula Total


Gula total merupakan campuran gula reduksi dan non reduksi yang merupakan hasil
hidrolisa pati. Semua monosakarida dan disakarida, kecuali sukrosa berperan sebagi agensia
pereduksi dan karenanya dikenal sebagai gula reduksi. Kemampuan senyawa-senyawa gula
mereduksi agensia pengoksidasi mendasari berbagai cara pengujian untuk glukosa dan gulagula reduksi lainnya.

Tabel 1. Penentuan Glukosa, Fruktosa dan Gula Invert dalam suatu Bahan dengan
Methoda Luff-Schoorl
ml 0,1 N

Glukosa, fruktosa, gula

ml 0,1 N

Glukosa, fruktosa, gula

Na-thiosulfat
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.

invert
mg C6H12O4
2,4
4,8
7,2
9,7
12,2
14,7
17,2
19,8
22,4
25,0
27,6
30,3

2,4
2,4
2,5
2,5
2,5
2,5
2,6
2,6
2,6
2,6
2,7
2,7

Na-thiosulfat
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.

invert
mg C6H12O4
33,0
35,7
38,5
41,3
44,2
47,1
50,0
53,0
56,0
59,1
62,2
-

2,7
2,8
2,8
2,9
2,9
2,9
3,0
3,0
3,1
3,1
-

3.5 Uji Kuantitatif Karbohidrat


Cara yang digunakan untuk menentukan banyaknya karbohidrat dalam suatu bahan yaitu
antara lain dengan cara kimiawi cara fisik, cara ensimatik atau biokimiawi dan cara
kromatografi. Penentuan karbohidrat yang termasuk polisakarida maupun oligosakarida
memerlukan perlakuan pendahuluan yaitu hidrolisa lebih dahulu sehingga diperoleh
monosakarida. Bahan dihidrolisa dengan asam atau enzim pada suatu keadaan yang tertentu.
Penentuan monosakarida yang dihasilkan dapat dengan cara sebagai berikut :
a. Metode Luff Schoorl
Pada penentuan gula cara Luff-Schrool yang ditentukan bukannya kuprooksida yang
mengendap tetapi dengan menentukan kupri oksida dalam larutan sebelum direaksikan
dengan gula reduksi (titrasi blanko) dan sesudah direaksikan dengan sampel gula reduksi
(titrasi sampel). Penentuannya dengan titrasi menggunakan Natrium tiosulfat. Selisih
titrasi blanko dengan titrasi sampel ekuivalen dengan kupro oksida yang terbentuk dan
juga ekuivalen dengan jumlah gula reduksi yang ada dalam bahan atau larutan. Reaksi
yang terjadi selama penentuan karbohidrat cara ini mula-mula kupri oksida yang ada
dalam reagen akan membebaskan iod dari garam kalium iodida. Banyaknya iod yang
dibebaskan ekuivalen dengan banyaknya kupri oksida. Banyaknya iod dapat diketahui
dengan titrasi menggunakan Natrium tiosulfat. Untuk mengetahui bahwa titrasi sudah
cukup maka diperlukan indikator amilum. Apabila larutan berubah warnanya dari biru
menjadi putih berarti titrasi sudah selesai. Agar perubahan warna biru menjadi putih
dapat tepat maka penambahan amilum diberikan pada saat titrasi hampir selesai. Setelah

diketahui selisih banyaknya titrasi blanko dan titrasi sampel kemudian dikonsultasikan
dengan tabel yang sudah tersedia yang menggambarkan hubungan antara banyaknya
Natrium tiosulfat dengan banyaknya gula reduksi.
Reaksi yang terjadi dalam penentuan gula metode Luff schoorl dapat dituliskan
sebagai berikut;
R-COH + CuO Cu2O + R-COOH
H2SO4 + CuO CuSO4 + H2O
CuSO4 + 2KI CuI2 + K2SO4
2CuI2 Cu2I2 + I2
I2 + Na2S2O3 Na2S4O6 +NaI
I2 + amilum biru
III.

Alat dan Bahan


Alat :
Alat reflux
Hot plate
Buret
Klem & statif

Erlenmeyer
Beaker Glass
Batang Pengaduk
Pipet volume

Bola hisap
Pipet Tetes
Labu ukur
Corong gelas

Bahan :
Sampel Madu
Larutan luff schoorl
KI 20 %
Natrium tiosulfat 0,1 N
Indikator amilum 1 %,
Al(OH)2
H2SO4 10%

IV.

KIO3
Amylum
HCl
NaOH
Kertas Saring
Aquades

Metode Analisa
a. Penetapan Gula Reduksi (Luff Schoorl)
1. Timbang bahan padat yang sudah dihaluskan 1 gram atau bahan cair sebanyak 1
ml tergantung kadar gula reduksinya, dan pindahkan kedalam labu takar 100ml,
tambahkan 50 ml aquades. Tambahakan bubur Al (OH). Penambahan bahan

penjernih ini diberikan tetes demi tetes sampai penetesan dari reagensia tidak
menimbulkan pengeruhan lagi. Kemudian tambahakan aquades sampai tanda dan
disaring.
2. Filtrat ditampung dalam labu takar 250 ml.
3. Ambil 15 ml fitrat yang diperkirakan mengandung 15- 60 mg gula reduksi dan
tambahkan 15 ml larutan Luff Schoorl dalam Erlenmayer.
4. Dibuat perlakuan blanko yaitu 15 ml larutan Luff-Schoorl dengan 15 ml aquades.
5. Setelah ditambah beberapa butir batu didih, erlenmayer dihubungkan dengan
pendingin balik, kemudian dididihkan. Diusahakan 2 menit sudah mendidih.
Pendidihan larutan dipertahankan selama 10 menit.
6. Selanjutnya cepat-cepat didinginkan dan tambahkan 15ml KI 20% dan dengan
hati-hati tambahakan 10 ml H2SO4 15%.
Yodium yang dibebaskan dititrasi dengan larutan Na-thiosulfat 0,1 N memakai
indikator pati sebanyak 2 3 ml. Untuk memperjelas perubahan warna pada akhir
titrasi maka sebaiknya pati diberikan pada saat titrasi hampir berakhir.
Perhitungan :
Dengan mengetahui selisih antara titrasi blanko dan titrasi contoh kadar gula
reduksi dalam bahan dapat dicari dengan menggunakan tabel 1.
b. Penentuan sakarosa (Methoda Luff Schoorl )
1. Ambilah 50 ml filtrat dari larutan (penentuan gula reduksi methoda luff schoorl),
masukkan kedalam erlenmeyer, kemudian ditambah dengan 25 ml aquades dan 10
ml HCl 30% (berat jenis 1,15). Panaskan di atas penangas air pada suhu 67-70C
selama 10 menit. Kemudian didinginkan cepat-cepat sampai sushu 20C.
Netralkan dengan NaOH 45%, kemudian diencerkan sampai volume tertentu
sehingga 25 ml larutan mengandung 15-60 mg gula reduksi.
2. Diambil 15ml larutan dan masukkan kedalam erlenmayer, ditambahkan 15ml
larutan Luff-Schoorl. Dibuat pula percobaan blanko yaitu 15 ml larutan LuffSchoorl ditambah 15ml aquades.
3. Setelah ditambah beberapa butiran batu didih, Erlenmayer dihubungkan dengan
pendingin bali, kemudian dididihkan. Diusahakan 2 menit sudah mendidih.
Pendidihan larutan dipertahankan selama 10 menit.
4. Kemudian cepat-cepat didinginkan. Tambahkan 15 ml KI 20% dan dengan hatihati tambahkan 10 ml H2SO4 15%.

Yodium yang dibebaskan dititrasi dengan larutan Na-thiosulfat 0,1 N memakai


indikator pati sebanyak 2-3 ml. Untuk memperjelas perubahan warna pada akhir
titrasi sebaiknya pati ditambahkan pada saat titrasi hampir berkhir.
Perhitungan :
Dengan mengetahui selisih antara titrasi blanko dan titrasi contoh, kadar gula
reduksi setelah inversi ( setelah dihidrolisa dengan HCl 30%) dalam bahan dapat
dicari dengan menggunakan tabel 1. Selisih kadar gula reduksi sesudah inversi
dengan sebelum inversi ( penentuan gula reduksi 2.3) dikalikan 0,95 merupakan
kadar gula sukrosa dalam bahan.

V.

Prosedur Kerja
a. Preparasi Sampel

b. Penetapan Kadar Gula Reduksi Sebelum Inversi

c. Preparasi Sampel Setelah Inversi

d. Penetapan Kadar Gula Reduksi Setelah Inversi

Rumus :
V
= ml blanko ml sampel (kadar gula reduksi dilihat pada tabel)
% Gula Sebelum Inversi = (mg gula reduksi x FP) / (Bobot Sampel (mg)) x 100%
V
= ml blanko ml sampel (kadar gula reduksi dilihat pada tabel)
% Gula Setelah Inversi = (mg gula reduksi x FP) / (Bobot Sampel Uji (mg)) x 100%
Kadar Sakarosa = (% Gula Setelah Inversi % Gula Sebelum Inversi) x 0,95
Keterangan :
Bubur aluminium hidroksida (Al(OH)3, tawas)
Larutan tawas dalam air (1:20), masukkan ke dalam ammonia 10 % (1 bagian tawas :1,1
bagian amonia 10%). Endapan yang diperoleh dibiarkan mengendap, cairan yang terdapat
di atasnya dituang. Endapan ditambah air, diaduk, dibiarkan, kemuadian cairan dibuang

lagi. Pekerjaan ini diulang kembali sampai cairannya tidak bereaksi basis. Endapannya
disimpan sebagai pasta.
Larutan luff schrool
25 g CuSO4.5H2O sejauh mungkin bebas besi, dilarutkan dalam 100 ml air, 50 g asam
sitrat dilarutkan dalam 50 ml air dan 388 g soda murni (Na 2CO3.10 H2O) dilarutkan dalam
300-400 ml air mendidih. Larutan asam sitratnya dituangkan dalam larutan soda sambil
digojog hati-hati, selanjutnya ditambahkan larutan CuSO4, sesudah dingin ditambah air
sampai 1 liter. Bila terjadi kekeruhan, didiamkan kemudian disaring.
Larutan 0,1 N Na2S2O3
Untuk menyiapkan larutan 0,1 N Na2S2O3 timbanglah 25 g Na2S2O3.5H2O, pindahkan ke
dalm labu ukur 1 liter dan tambahkan 0,3 g Na2CO3 dan encerkan dengan aquades sampai
tanda. Larutan ini disimpan tertutup untuk distandardisasi dan dipakai.
- Timbanglah 140-150 mg kalium-yodat (KIO3 BM =214,016, berat ekivalen 35,67)
dan pindahkan ke dalam labu erlenmenyer 300 ml. Larutkan dengan aquades
secukupnya. Tambahkan kurangan lebih 2 g KI (padat atau sebagai larutan 10-20%).
-

Buatlah tiga kali ulangan


Tambahkan 10 ml 2 N HCl peringatan : titrasi haru segera dilakukan setelah

penambahan HCl.
Titrasilah larutan yodat ini dengan larutan Na2S2O3 (dalam buret) yang akan

distandardisasi sampai warna berubah dari merah bata menjadi kuning pucat.
Kemudian tambahkan 1-2 ml larutan pati dan lanjutkan titrasi sampai warna biru

hilang.
Hitunglah normalitas larutan Na2S2O3 dari hasil rata-rata tiga kali ulangan.

Larutan pati
10 g pati yang dapat larut dicampur dengan 10 mg Hgl dan 30 ml aquades, ditambahkan
pada 1 liter aquades yang sedang mendidih.

VI.

Perhitungan Bahan
Na2S2O3 0,1N 250 mL 6,2042 g
KIO3 0,1N 50 mL 0,1783 g
Perhitungan Bahan Tertimbang
Na2S2O3 6,2056 g 250 mL

mol

mol

massa
Mr

6,2056 g
248,17 g /mol

mol

= 0,025005 mol

M =

mol
V ( L)

M =

0,025005mol
0,25 L

= 0,1002 M
N = M x val
N = 0,1002 M x 1
= 0,1002 N

KIO3 0,1802 g 50 mL
mol

massa
Mr
0,1802 g
214 g /mol

mol

mol

= 0,000842 mol

= 0,01684 M
M =

mol
V ( L)

M =

0,000842mol
0,05 L

N = M x val
N = 0,01684 M x 6
= 0,10104 N

VII.

Hasil Pengamatan
a. Pembakuan Na2S2O3 oleh KIO3
No
.
1.
2.
3.

Volume Awal Titrasi

Volume Akhir Titrasi

0 ml
5 ml
5 ml
10 ml
10,15 ml
15,1 ml
Volume Rata-rata Titrasi

Volume Titrasi
5 ml
5 ml
4,95 ml
5 ml

b. Penentuan Kadar Gula


Volume Titrasi Sebelum Inversi
Volume Titrasi Setelah Inversi
Volume Titrasi Blanko

18 ml
18,2 ml
18,55 ml

c. Perhitungan
Pembakuan
grek Na2S2O3 = grek KIO3
N1 . V1 = N2 . V2
N1 . 5ml
= 0,10104 N . 5ml
0,10104 N . 5 ml
N1 =
5 ml
N1

= 0,10104 N

Sebelum Inversi
V
= ml blanko ml sampel
= 18,55 ml 18 ml
= 0,55 ml
mg gula reduksi dengan rumus segitiga
0,55 ml
0,1 N
~ 1,32
0,10104 N ~ x
x
= 1,3337

% Gula Sebelum Inversi


100%

= (mg gula reduksi x FP) / (Bobot Sampel (mg)) x

1,3337 mg x 334
1200 mg

x 100 %

= 37,1213 %
Setelah Inversi
V
= ml blanko ml sampel
= 18,55 ml 18,2 ml
= 0,35 ml
mg gula reduksi dengan rumus segitiga
0,35 ml
0,1 N
~ 0,84
0,10104 N ~ x
x
= 0,8487
% Gula Sebelum Inversi

= (mg gula reduksi x FP) / (Bobot Sampel (mg)) x

100%
=

Kadar Sakarosa
VIII.

0,8487 mg x 670
1200 mg

x 100 %

= 47,3858 %
= (% Gula Setelah Inversi % Gula Sebelum Inversi) x 0,95
= (47,3858 37,1213) x 0,95
= 9,7513%

Pembahasan
Pada praktikum ini melakukan penetapan kadar sukrosa menggunakan metode
Luff Schoorl. Metode Luff-Schrool digunakan untuk menentukan kupri oksida dalam
larutan sebelum direaksikan dengan gula reduksi (titrasi blanko) dan sesudah direaksikan
dengan sampel gula reduksi (titrasi sampel). Penentuannya dengan titrasi menggunakan
Natrium tiosulfat yang akan dibakukan terlebih dahulu dengan KIO3. Untuk mengetahui
titrasi telah berakhir maka diperlukan indicator yaitu amylum, karena amylum
memberikan perubahan warna menjadi biru. Sampel yang akan ditentukan kadar gulanya
adalah madu.
Pengujian karbohidrat dengan etode luff schoorl dilakukan preparasi pengenceran
sampel dengan aquades dan diatmabah Al(OH) bertujuan agar tidak terjadi kekeruhan
sehingga larutan yang dihasilkan jernih. Kemudian dilakukan penetapan kadar gula
reduksi sebelum inverse dan setelah inverse. Sebelum dititrasi dengan Na2S2O3 sampel
dipanskan dengan pendingin tegak (reflux) selama 10 menit untuk menghidrolisis sampel

menjadi karbohidrat yang lebih sederhana (monosakarida). Proses pemanasan,


diusahakan larutan mendidih dalam waktu 3 menit dan biarkan mendidih selama 10
menit, hal ini dimaksudkan agar proses reduksi berjalan sempurna, dan Cu dapat
tereduksi dalam waktu kurang lebih 10 menit. Agar tidak terjadi pengendapan seluruh
Cu3+ yang tereduksi menjadi Cu+ sehingga tidak ada kelebihan Cu2+ yang dititrasi maka
larutan harus mendidih atau diusahakan mendidih dalam waktu 3 menit.
Setelah direflux lalu didinginkan dengan cepat dan dimasukkan dalam erlenmeyer
dan kemudian ditambahkan KI 20% sebanyak 10 mL dan H 2SO4 15% perlahan-lahan.
Penambahan larutan-larutan ini akan menimbulkan reaksi antara kuprioksida menjadi
CuSO4 dengan H2SO4, dan CuSO4 tersebut bereaksi dengan KI. Reaksi tersebut ditandai
dengan timbulnya buih dan warna larutan menjadi coklat. Larutan tersebut dititrasi
dengan Na2S2O3 untuk mengetahui kadar gula reduksi dalam sampel. Untuk melihat
terjadinya TAT perlu ditambahkan indicator amylum sehingga terjadi perubahan warna
dari biru menjadi putih susu.
Hasil penetapan kadar sampel madu dari titrasi kadar gula sebelum inverse dan
setelah inverse di peroleh kadar sukrosa sebesar 9,7513%.
IX.

Kesimpulan
Praktikum penetapan kadar karbohidrat menggunakan metode luff schoorl dapat
disimpulkan bahwa kadar sukrosa madu yang diperoleh dari kadar gula reduksi sebelum
inverse dan setelah inverse sebesar 9,7513%.

X.

Daftar Pustaka
Siswoyo, Riswiyanto . 2009. Kimia Organik. Jakarta : Erlangga
Sudarmadji, Slamet, dkk. 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta :
Penerbit Liberty Yogyakarta.
Sudarmadji, Slamet, dkk. 1989. Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan dan Pertanian
Edisi Keempat. Yogyakarta : Penerbit Liberty Yogyakarta.

You might also like