You are on page 1of 6

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang
Infeksi cacing Trichuris trichiura adalah salah satu infeksi Soil -Transmitted Helminth
(STH) yang banyak terjadi di Indonesia. Data survei menunjukkan bahwa infeksi T. trichiura
merupakan masalah di semua daerah di Indonesia dengan prevalensi 35% sampai 75%
(Keisser & Utzinger, 2008; Schmidt et al., 2005). Faktor lingkungan juga mempunyai
pengaruh yang penting dalam proses transmisi, seperti iklim tropis di Indonesia, di mana
tempat tinggal dengan sanitasi yang buruk serta higienitas yang rendah mempunyai risiko
terinfeksi yang lebih tinggi (Brooker et al. 2006; WHO, 2003).
Infeksi cacing dapat ditemukan pada berbagai golongan umur, namun lebih sering
ditemukan pada anak balita dan anak usia sekolah, terutama yang mem punyai kebiasaan
bermain di tanah dan makan tanpa mencuci tangan terlebih dahulu (Ibrahim, 2013; Ideham,
2007). Infeksi cacing ini menyebabkan timbulnya malnutrisi, anemia, gangguan proses
belajar dan kehadiran di sekolah, karena parasit ini hidup di saluran pencernaan dan dapat
menganggu kesehatan anak (Awashi et al., 2003).
Albendazole merupakan salah satu ant helmintik yang direkomendasikan oleh WHO
dalam penanganan infeksi cacing STH, termasuk infeksi cacing T. trichiura (Keisser et
al., 2008; WHO, 2007). Obat ini efektif dalam mengontrol morbiditas yang berhubungan
dengan infeksi cacing yang endemis (Keisser et al., 2008).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Defenisi Trichuriasis

Trichuriasis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh T. trichiura (cacing cambuk)
yang hidup di usus besar manusia khususnya caecum yang penularannya melalui tanah. Cacing
ini tersebar di seluruh dunia, prevalensinya paling tinggi berada di daerah panas dan lembab
seperti di negara tropis dan juga di daerah-daerah dengan sanitasi yang buruk, cacing ini jarang
dijumpai di daerah yang gersang, sangat panas atau sangat dingin. Cacing ini merupakan
penyebab infeksi cacing kedua terbanyak pada manusia di daerah tropis.
Trichuris trichiura merupakan salah satu penyakit cacing yang banyak terdapat pada
manusia. Diperkirakan sekitar 900 juta orang pernah terinfeksi cacing ini. Cacing ini disebut juga
cacing cambuk karena secara menyeluruh bentuknya seperti cambuk. Manusia mendapat infeksi
dengan menelan telur yang infektif (telur yang mengandung larva). Di duodenum larva akan
keluar, menembus dan berkembang di mukosa usus halus dan menjadi dewasa di sekum. Siklus
ini berlangsung sekitar 3 bulan.
Di Indonesia, cacing ini dikenal sebagai cacing cambuk (Soedarto, 2003) dan memiliki
taksonomi sebagai berikut (Belding,2000) :
Filum

: Nematoda

Kelas

: Aphasmidia

Order

: Enoplida

Suborder

: Dorylaimina

Superfamili

: Trichuroidea

Family

: Trichuridae

Genus

: Trichuris

Spesies

: T. trichiura

B. Etiologi Trichuriasis
Trichuris trichiura juga termasuk dalam Nematoda usus. Penyakit yang disebabkan dari
cacing ini disebut dengan trichuriasis. Trichuris trichiura adalah cacing kecil yang berbentuk
seperti cambuk dengan bagian depan (kepala) yang mengecil dan bagian belakang yang
membesar. Bagian yang kecil akan terbenam pada dinding usus untuk menghisap darah
(Widoyono, 2008:130). Panjang cacing jantan 4 cm, bagian anterior halus seperti cambuk,
bagian ekor melingkar. Cacing betina panjangnya 5 cm, bagian anterior halus seperti cambuk,

bagian ekor lurus berujung tumpul. Setiap cacing betina mampu menghasilkan telur sebanyak
2.000-10.000 butir per hari.telur berukuran 50 22, bentuk seperti tempayan dengan kedua
ujung menonjol, berdinding tebal dan berisi larva (Prianto, Tjahaya, Darwanto, 2003:22).
Insiden ankilostomiasis di Indonesia sering ditemukan pada penduduk yang bertempat
tinggal di perkebunan atau pertambangan. Cacing ini menghisap darah hanya sedikit namun
luka-luka gigitan yang berdarah akan berlangsung lama, setelah gigitan dilepaskan dapat
menyebabkan anemia yang lebih berat. Kebiasaan buang air besar di tanah dan pemakaian tinja
sebagai pupuk kebun sangat penting dalam penyebaran infeksi penyakit ini (Gandahusada,
2000).
Tanah yang baik untuk pertumbuhan larva adalah tanah gembur (pasir, humus) dengan
suhu optimum 32C-38C. Untuk menghindari infeksi dapat dicegah dengan memakai sandal
atau sepatu bila keluar rumah.
C. Daur Hidup
Daur hidup cacing ini langsung dan menjadi dewasa pada satu inang. Cacing dewasa masuk ke
mukosa caecum dan colon proximal manusia dan dapat hidup di saluran pencernaan selama
bertahun-tahun. Cacing betina diperkirakan memproduksi lebih dari 1000 telur perhari. Telur
yang keluar melalui tinja menjadi infektif dalam waktu 10-14 hari (lebih kurang tiga minggu) di
tanah yang hangat dan lembab. Manusia mendapat infeksi karena menelan telur infektif dari
tanah yang mengkontaminasi tangan, makanan, dan sayuran segar. Selanjutnya larva cacing
tumbuh dan berkembang menjadi dewasa dalam waktu 1-3 bulan setelah infeksi. Telur
ditemukan dalam tinja setelah 70-90 hari sejak terinfeksi (Beaver dkk, 1984; Strikland, G.T. dkk,
2000).
Infeksi ringan pada manusia biasanya tanpa gejala. Kelainan patologi disebabkan oleh cacing
dewasa. Bila jumlah cacing cukup banyak dapat menyebabkan colitis dan apendisitis akibat
blokade lumen appendics. Infeksi yang berat menyebabkan nyeri perut, tenesmus, diare berisi
darah dan lendir (disentri), anemia, prolapsus rektum, dan hipoproteinemia. Pada anak, cacing ini
dapat menyebabkan jari tabuh (clubbing fingers) akibat anemia dan gangguan pertumbuhan
(Tanaka dkk, 1980; Beaver dkk, 1984; Strikland, G.T. dkk, 2000).

D. Tanda dan Gejala


Bagaimana mekanisme pasti bagaimana T. trichiura menimbulkan kelainan pada manusia
belum diketahui, tetapi paling tidak ada dua proses yang berperan yaitu trauma oleh cacing dan
efek toksik. Trauma (kerusakan) pada dinding usus terjadi oleh karena cacing ini membenamkan
bagian kepalanya pada dinding usus. Cacing ini biasanya menetap di daerah sekum. Pada infeksi
yang ringan, kerusakan dinding mukosa usus hanya sedikit tetapi dengan masuknya bagian
kepala cacing dewasa ke mukosa usus dan menghisap darah, terjadi iritasi dan peradangan
mukosa usus, sehingga dapat menimbulkan anemia, dan mudah terinfeksi bakteri atau parasit
lain seperti Entamoeba histolytica dan Eschericia coli. Infeksi cacing ini memperlihatkan adanya
respons imunitas humoral yang ditunjukkan dengan adanya reaksi anafilaksis lokal, akan tetapi
peran imunitas seluler tidak terlihat. Gejala ringan dan sedang adalah anak menjadi gugup, susah
tidur, nafsu makan menurun, pada infeksi berat bisa dijumpai nyeri perut, disentri sampai
prolapsus rekti.
Infeksi STH diketahui dapat menyebabkan malnutrisi dan anemia defisiensi besi.13
Penelitian di Zanzibar menunjukkan hubungan antara infeksi cacing dengan pertumbuhan yaitu
didapati peningkatan berat badan yang lebih rendah dibandingkan dengan anak yang tidak
terinfeksi.14 Kurangnya nutrisi dan infeksi parasit umum mempunyai ritme yang berhubungan
dengan usia. Kekurangan nutrisi biasanya lebih berat pada anak yang lebih kecil, dan
suplementasi makanan lebih berhasil pada anak usia kurang dari 2 tahun
E. Tanda dan Gejala
Telur yang keluar bersama tinja dari hospes, dalam keadaan belum matang (belum
membelah), tidak infektif. Telur demikian ini perlu pematangan pada tanah selama 3-5 minggu
sampai terbentuk telur infektif yang berisi embriio di dalamnya. Dengan demikian, cacing ini
termasuk Soil Transmitted Disease tempat tanah berfungsi dalam pematangan telur. Tanah
yang paling baik untuk perkembangan telur yaitu tanah yang hangat, basah, dan teduh.
Manusia mendapat infeksi jika telur infektif tertelan. Selanjutnya di bagian proksimal usus
halus, telur menetas, keluar larva, menetap selama 3-10 hari. Setelah dewasa, cacing akan turun

ke usus besar dan menetap dalam beberapa tahun. Jelas sekali bahawa larva tidak mengalami
migrasi dalam sirkulasi darah ke paru-paru.
Waktu yang dibutuhkan sejak telur infektif tertelan sampai cacing betina menghasilkan
telur, 30-90 hari.

F. Pengobatan
Anthelminthic Medications (obat yang membersihkan tubuh dari cacing parasit), seperti
albendazole dan mebendazole, merupakan obat pilihan untuk pengobatan trichuriasis.
Mebendazole dengan dosis 100 mg dua kali per-hari selama 3 hari berturut-turut, tidak
tergantung berat badan atau usia penderita. Obat seperti Thiabendazole dan ditiazanin tidak
memberikan hasil yang baik. Penyedia layanan kesehatan dapat melakukan kembali pengujian
tinja setelah tahap perawatan. Suplemen zat besi mungkin juga akan diresepkan jika orang yang
terinfeksi menderita anemia.

G. Pencegahan
Pencegahan yang utama adalah kebersihan, sedangkan infeksi di daerah yang sangat endemic
dapat dengan:
1. Membuang tinja pada tempatnya sehingga tidak membuat pencemaran lingkungan oleh telur
cacing.
2. Mencuci tangan sebelum makan.
3. Pendidikan terhadap masyarakat terutama anak-anak tentang sanitasi dan hygiene.
4. Mencuci bersih sayur-sayuran atau memasaknya sebelum dimakan.

You might also like