You are on page 1of 13

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada era globalisasi, pelayanan prima merupakan elemen utama di rumah sakit
dan unit kesehatan. Rumah sakit dituntut untuk memberikan pelayanan kesehatan yang
memenuhi standar pelayanan yang optimal. Hal tersebut sebagai akuntabilitas rumah
sakit supaya mampu bersaing dengan Rumah Sakit lainnya. Rumah sakit adalah bentuk
organisasi pelayanan kesehatan yang bersifat komprehensif, mencakup aspek promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif, serta sebagai pusat rujukan kesehatan masyarakat.
[1]i
Rumah sakit dinyatakan berhasil, tidak hanya pada kelengkapan fasilitas yang
diunggulkan, melainkan juga sikap dan layanan sumber daya manusia, merupakan
elemen yang berpengaruh signifikan terhadap pelayanan yang dihasilkan dan persepsi
pasien. Bila elemen tersebut diabaikan maka dalam waktu yang tidak lama, rumah sakit
akan kehilangan banyak pasien karena dijauhi oleh calon pasien. Pasien akan beralih ke
Rumah Sakit lainnya yang diharapkan dapat memenuhi harapan pasien. Pasien
merupakan asset yang sangat berharga dalam mengembangkan industri rumah sakit.
Mereka adalah pasar pelayanan pasien. [2]ii
Hakikat dasar dari Rumah Sakit adalah pemenuhan kebutuhan dan tuntutan
pasien yang mengharapkan penyelesaian masalah kesehatannya. Pasien memandang
bahwa hanya rumah sakit yang logis mampu memberikan pelayanan medis sebagai
upaya penyembuhan dan pemulihan atas rasa sakit. Pasien mengharapkan pelayanan
yang siap, cepat, tanggap dan nyaman terhadap keluhan penyakit pasien. Dalam

memenuhi kebutuhan pasien tersebut, pelayanan prima menjadi utama dalam pelayanan
di Rumah Sakit. Pelayanan Rumah Sakit akan tercapai jika setiap seluruh SDM rumah
sakit dengan ketrampilan khusus, diantaranya memahami produk secara mendalam,
berpenampilan menarik, bersikap ramah dan bersahabat, responsif (peka) dengan
pasien, menguasai pekerjaan, berkomunikasi secara efektif dan mampu menanggapi
keluhan pasien secara professional.[3]iii
Strategi pelayanan prima bahwa setiap setiap rumah sakit harus melakukan
pendekatan mutu paripurna yang berorientasi pada kepuasan pasien, agar rumah sakit
tetap eksis, ditengah pertumbuhan industri pelayanan kesehatan yang semakin bersaing.
Upaya rumah sakit untuk tetap bertahan dan berkembang adalah dengan cara
meningkatkan kenyamanan dan keamanan pelayanan. Tanpa pasien dapat mempersepsi
atau merasakan disana ada kenyaman dan keamanan yang pasti, rumah sakit tidak dapat
bertahan karena pasien akan meninggalkan pelayanan rumah sakit. mengkondisikan
adanya persepsi keamanan dan kenyaman, Rumah Sakit melakukan berbagai cara untuk
dapat membuktikan apa yang diharapkan pasien sebenarnya ada di rumah sakit. Rumah
sakit harus mampu menampilkan dan memberikan pelayanan kesehatan ang dikelola
nyaman dan aman, sehingga akan menimbulkan sebuah persepsi positif yang diikuti
dengan loyalitas pada pasien, sehingga merkea akan datang kembali memanfaatkan jasa
jasa pelayanan yang disediakan di rumah sakit tersebut.[3]
Kepuasan pasien tergantung pada kualitas pelayanan apakah sinkron dan
memberikan pengalaman ataupun persepsi yang memuaskan. Pelayanan yang
memuaskan sebenarnya terkait juga dengan tingkat ekspektasi yang dimiliki individu
pasien dalam kelompok. [3]

Di RSU Dr. Pirngadi (RSUDP) dilihat dari tingkat kenyamanan (convenience)


ada beberapa kelas kenyamanan. Kelas VIP dan Kelas I memiliki fasilitas ruang rawat
inap yang diadakan dengan tingkat kenyaman yang lebih baik dan lebih luas per
individu pasien. Fasilitas ruangan seperti televisi, kamar mandi relatif lebih baik karena
relatif dipakai oleh jumlah pemakai yang lebih sedikit, Tingkat privacy individu pasien
juga dibuat lebih tersendiri. Pasien di ruang VIP dan Kelas I juga adalah individu dari
kelompok ekskutif bila mereka sebagai pegawai sementara bagi non pegawai penghuni
yang berkemampuan mendapat fasilitas Kelas I dan VIP adalah orang kaya yang
memiliki tingkat kenyamanan hidup di luar rumah sakit diperumahan yang mewah.[4]iv
Pasien kelas III di rumah sakit pada umumnya menghuni fasilitas pelayanan
yang relatif kurang nyaman karena relatif dihuni oleh banyak pasien. Pihak pasien yang
biasanya memakai fasilitas kelas III adalah individu dari kelompok menengah ke bawah
yang memiliki fasilitas rumah tangga dengan kenyamanan tidak semewah pasien kelas I
atau VIP.
Pada survey awal yang peneliti lakukan di RSUDP, bahwa para pasien yang
menghuni ruangan kelas VIP dan kelas I lebih banyak mengeluhkan ketidak nyamanan
ruangan VIP dan Kls I yang mereka huni, dibandingkan dengan para pasien di kelas III
yang rata-rata kurang nyaman karena kepadatan penghuni ruangan. Datanya sebagai
berikut :
Di dalam sesi penelitian survei awal terhadap sejumlah pasien yang sama di
kedua kelompok kelas yang relatif berbeda kenyamanan (Kelas 2 dan 3 serta Kelas 1
dan VIP) dimana fasilitas kelas 2 dan 3 fasilitasnya lebih bersahaja walau standar,
sementara kelas 1 dan VIP semuanya lebih lengkap dan sedikit lebih mewah dan
tersendiri. Penulis membuat kuesioner terstruktur dengan hanya 5 pertanyaan

mempertanyakan kualitas pelayanan menurut persepsi pasien. Dari temuan, ternyata


bukan tingkat kenyaman yang lebih tinggi yang disediakan untuk pasien menurut
haknya - yang membuat pasien/keluarga lebih mudah mengeluh. Justru keluhan lebih
banyak diperoleh dari pasien yang sebenarnya diberikan hak mendapat perawatan di
kelas I dan VIP. Laporannya sebagai berikut.

Tabel 1 : Paparan Desain RS Modern Pada Persepsi / Rasa Aman.[5]v


Dari data diatas dapat dibaca bahwa pasien kelas III lebih mudah dapat
terpuaskan dengan apapun kualitas fasilitas rumah sakit yang diberikan pada mereka
menurut haknya, dibandingakan dengan pihak pasien yang sebenarnya diberikan
fasilitas yang relatif lebih nyaman dan aman pada kelas yang lebih nyaman.
Masalah ini tidak akan memberikan faedah apapun pada kesan kepuasan pasien
di kelas VIP dan Kelas I yang menghuni ruangan dengan biaya operasional relatif lebih
tinggi. Pasien-pasien yang relatif memiliki tingkat kehidupan dan fasilitas rumah tangga
lebih mewah dimasyarakat, relatif tidak terpuaskan oleh fasilitas RSUDP sekalipun
sudah memberikan sedikit perbedaan biaya operasional yang lebih tinggi di sana.

Bila dilihat dari tingkat hunian kelas VIP dan kelas I yang ada di RSUDP
disepanjang September 2016 bahwa ruangan ruangan tersebut dihuni oleh jumlah
rasio hunian yang lebih kecil (BOR). Pada realita catatan rekam medis di RSUDP pada
bulan September 2016, BOR ruang rawat inap kelas III dengan kapasitas 222 unit
tempat tidur adalah 75 %. Catatan BOR rawat inap Kls I dan VIP dengan kapasitas 195
unit tempat tidur adalah BOR setinggi 56 %. Sebagai pembanding hal yang sama dari
rumah sakit dengan kode I di Padang di bulan Oktober 2016 adalah 73 % dikelas III
dan 60 % di kelas I dan VIP. Pembanding di rumah sakit dengan kode II di Padang
menunjukkan nilai BOR 75 % di kelas III dan nilai BOR 60 % di ruang rawat inap
kelas I dan VIP.[6]vi
Disinyalir bahwa kurang nyamannya kondisi ruangan Kelas I dan VIP yang
dipersepsi pasien di RSUDP, (karena kondisinya mungkin lebih buruk dibandingkan
dengan yang ada di rumah sendiri), membuat mereka eksodus ke rumah sakit lain yang
secara bijak memberi tingkat kepuasan fasilitas kelas I dan VIP yang lebih baik.
Sebagai akibatnya bahwa pihak RSUDP kehilangan kesempatan mendapat profit dari
pasien yang mampu membayar lebih baik tersebut.
Fenomena persaingan untuk menarik pasien lebih banyak menggunakan fasilitas
pelayanan adalah sangat lazim terjadi di industri jasa rumah sakit. Perubahan filosopi
pelayangan dari model sosial murni menjadi komersil dan bersaing, membuat kegiatan
peningkatan mutu kenyamanan dan keamanan di rumah sakit menjadi yang sering
terjadi. Persaingan menjadi lebih terasa oleh pihak rumah sakit milik Pemerintah karena
mereka lebih sering dikalahkan bersaing fasilitas dengan rumah sakit swasta. Rumah
sakit swasta lebih mengenal apa arti persaingan dan bagaimana melakukan strategi
differensiation dan posisioning di dalam kegiatan meningkatan pendapatan hasil usaha

rumah sakit. Akankah RSUDP kemudian hanya merawat pasien kelas III sementara
pasien yang mampu membayar nilai laba yang lebih tinggi hijrah ke RS swasta.
Oleh Parasuraman dkk dituliskan ada 5 (lima) faktor penentu bagaimana pihak
pengguna jasa membuat penilaian tentang kualitas pelayanan jasa yang diberikan oleh
rumah sakit. Nama teorinya SERVQUAL (Service Quality) yaitu terdiri dari :
1. Tangible (bukti fisik) , meliputi penampilan fisik, kelengkapan atribut, kerapian
dan kebersihan ruang perawatan dan penampilan perawat,
2. Reliability (keandalan), yaitu kemampuan memberikan pelayanan yang
dijanjikan dengan segera, akurat dan memuaskan, tidak bingung dan selalu
memberikan penjelasan atas tindakan keperawatan yang akan dilakukan,
3. Responsiveness (Daya Tanggap), yaitu keinginan membantu para pasien dan
memberikan pelayanan dengan tanggap dan seksama,dengan siap, cepat, tepat
dan selalu sedia setiap saat,
4. Assurance (Jaminan) , mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan dan
sifat dapat dipercaya , bebas dari bahaya resiko atau keragu-raguan tindakan
keperawatan yang akan dilakukan,
5. Empathy (Empati) , meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan
komunikasi yang baik, perhatian pribadi dan memahami pasien.Hal ini terutama
berkaitan dengan karakteristik masing-masing pribadi pasien [3]
Boleh jadi bila diperkenankan, SERVQUAL dapat dinilai karena disana ada
persepsi (nalar) untuk menilai sesuatu pencapaian, yang dipergunakan oleh setiap
individu menurut cara-cara tersendiri. Nilai itu adalah nilai equity (kepatutan) yang
dipersepsi oleh individu berdasarkan norma-norma kepatutan ataupun tingkat toleransi
yang dimiliki oleh individu tersebut.Nilai equity yang dimiliki atau dipedomani oleh
setiap individu mampu memberikan nilai sesuatu adalah baik bila apa yang diperoleh

dianggap patut, atau sebaliknya buruk apabila apa yang diperoleh dianggap kurang
patut. Nilai kepatutan dapat bervariasi didalam persepsi setiap individu sekalipun
mereka berada dalam kelompok dengan status budaya ataupun hak yang sama.
Dari semua faktor yang disebut di atas, pada penelitian persepsi rasa nyaman
dan aman ysng dinyatakan 2 kelompok pasien dalam survey awal, bahwa persentase
pasien yang menghuni VIP dan kelas I sebagai terpuaskan, adalah lebih kecil dari
mereka yang menghuni fasilitas kelas III. Apakah sebenarnya tingkat kepuasan karena
kenyaman dan keamanan tersebut murni disebabkan oleh masalah desain yang
dipertanyakan, atau nilai persepsi tersebut sesungguhnya terkait erat dengan beberapa
faktor SERVQUAL lainnya? [3]. Peneliti berminat melakukan penelitian yang lebih
lengkap dan serius menelusurinya. Judul yang diproposalkan adalah :
Pengaruh Desain Bangunan Rumah Sakit Terhadap Persepsi Keamanan dan
Kenyamanan di Dua Kelas Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Dr. Pirngadi
Medan 2016.

Sebagai perbandingan pertama pada penelitian serupa sebelumnya, penulis


Dewi Ika Sari Hari Poernomo dari UNDIP Semarang (2009) [7] vii tentang Analisis
Pengaruh Persepsi Pasien Tentang Bauran Pemasaran Terhadap Loyalitas Pasien Di
Poliklinik Rawat Jalan RS Baptis Kediri, ia menuliskan bahwa :
Poliklinik RS Baptis mengalami penurunan jumlah kunjungan pasien lama
mulai tahun 2005 sampat tahun 2007, penurunan jumlah pasien lama mengindikasikan
adanya loyalitas pasien yang menurun. Karena itu rumah sakit perlu perlu mendesain
program pemasaran dengan menerapkan bauran pemasaran/marketing mix.

Bauran pemasaran mencakup aspek product, price, place, promotion, people,


process. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh persepsi pasien tentang
bauran pemasaran terhadap loyalitas pasien.
Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan metode survey dan
pendekatan crossectional. Instrumen penelitian menggunakan kuisioner kepada 150
orang pasien lama yang memanfaatkan pelayanan kesehatan di poliklinik RS Baptis
Kediri.
Data penelitian dianalisis secara kuantitatif dengan metode univariat, bivariat
dan multivariat dengan uji analisa regresi logistik program SSPS. Berdasarkan hasil
penelitian diketahui persepsi pasien tentang product baik sebesar (56%) ,persepsi pasien
tentang price baik sebesar (58,7%) , persepsi pasien tentang place baik sebesar (52,7%),
persepsi pasien tentang promotion kurang baik sebesar (52%), persepsi pasien tentang
people baik sebesar (58,7%), persepsi pasien tentang process baik sebesar (56,7%) dan
pasien yang loyal sebesar (60,7%). Hasi penelitian menunjukkan tidak ada hubungan
antara persepsi pasien tentang product (p=0,604),

place (p=0,062),

promotion

(p=0,201), people (p=0,291) dengan loyalitas pasien dan ada hubungan antara price
(p=0,016),

process (p=0,019) dengan loyalitas pasien. Hasil penelitan juga

menunjukkan adanya pengaruh bersama-sama antara persepsi tentang price dan process
terhadap loyalitas pasien
Sebagai perbandingan kedua penulis Indah Sari dari FKM USU (2009) [6]
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran penilaian efisiensi pelayanan
rawat inap berdasarkan grafik Barber Johnson di RS Haji Medan 2003-2007. Data yang
dikumpulkan meliputi hari perawatan, lama dirawat, jumlah tempat tidur, jumlah pasien

keluar, dengan menghitung nilai BOR, LOS, TOI, dan BTO. Penilaian efisesi pelayanan
rawat inap setiap ruangan di RS Haji Medan berdasarkan grafik Barber Johnson pada
tahun 2003 ada 2 ruangan yang efisien dari 15 ruangan (13,3%). Pada tahun 2005 ada 3
ruangan yang efisien dari 16 ruangan (18,7%). Pada tahun 2006 ada penambahan
ruangan, sehingga menjadi 20 ruangan, ruangan yang efisien ada 8 ruangan (40%).
Pada tahun 2007 ada 8 ruangan yang efisien dari 20 ruangan (20%).
1.2 Perumusan Masalah
Dipercaya bahwa RSU Dr, Pirngadi adalah rumah sakit milik pemerintah dan
terbesar milik Pemko Medan. Dalam dekade terkhir RSUDP telah mengadakan
pembaharuan baik secara fisik ataupun manajemen. Dengan semakin maraknya
persaingan yang menawarkan kenyamanan dan keamanan yang lebih tinggi pada pasien
maka patut diharapkan RSUDP adalah satu diantara yang terbaik dibandingkan dengan
RS RS lain milik pemerintah dan swasta.
Kondisi BLUD yang sudah dimiliki oleh RSUDP, absolut mampu bersaing
ekonomis dengan RS=RS lain yang setara. Bagaimana sesungguhnya kinerja mereka
sudah dipersepsi oleh pihak masyarakat pasien mampu memberi daya tarik untuk pasar
di semua tingkat supaya nilai ekonomis yang diharapkan mampu meningkat dan eksis.
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui kepuasan pasien tentang pelayanan perawat di Rumah Sakit
Umum Dr Pirngadi
2. Untuk mendeskripsikan karakteristik 5 faktor-faktor yang mungkin berpengaruh
terhadap nilai pelayanan jasa di RSUD Pirngadi.
1) Penampilan fisik rumah sakit dan sarana / fasilitas yang tersedia

2) Kemampuan pelaksana tugas pelayanan yang handal dan menunjukkan


keterampilan yang memuaskan
3) Ketanggapan petugas pelayanan mengantisipasi kebutuhan pihak pasien.
4) Jaminan ketepatan janji pelayanan
5) Perilaku petugas yang empati
3. Untuk mengetahui ketepatan. Hipotesa penelitian apakah dapat diterima atau
ditolak.
1.4 Manfaat Penelitian
1 . Memberikan masukan pada pihak pelayanan pasien diruang rawat inap tentang
kesenjangan efektifitas peningkatan kualitas di beberapa ruang pelayanan
menurut kriteria kenyamanan.
2. Menberi masukan pada pihak pelayanan di rawat inap tentang daya tarik yang
dinilai oleh masing-masing pasien menurut kelas kenyamanan pelayanan di
rumah sakit.
3. Memberi masukan tentang potensi pengaruh yang dibuktikan oleh hipotesa
supaya di tanggapi dan ditindak lanjuti oleh manajemen RSU Dr. Pirngadi.

10

Bab II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Persepsi

11

12

i Supari, Siti Fadilah, Rencana Strategis Departemen Kesehatan Tahun 2005 2009,
Kep Men Kes RI Nomor : 331/Menkes/SK/V/2006, Dep Kes RI, Jakarta 2006.
ii Priyadi, Manajemen Rumah Sakit Menghadapi Era Masyarakat Ekonomi Asean Tahun 2015,
IQAF Wednesday, 07 January 2015

iii Kotler, Philip, Marketing Management The Millenium Edition, Prentice Hall
International, USA, 2000, Hal : 438 440, Hal : 36, Hal : 405 - 407
iv Profil RSUD Pirngadi.
v Noor N, N, Epidemiologi, Edisi Revisi, Penerbit Rineka Cipta, Hal : 244-245, Jakarta
2008.
vi Indah Sari, Gambaran Penilaian Efisiensi Pelayanan Rawat Inap Berdasarkan Grafik
Barber Johnson di Rumah Sakit Haji Medan, FKM USU 2009.
vii Dewi Ika Sari Hari Poernomo, Analisis Pengaruh Persepsi Pasien Tentang Bauran
Pemasaran Terhadap Loyalitas Pasien di Poliklinik Rawat Jalan RS Baptis Kediri, UNDIP
Semarang 2009.

You might also like