Professional Documents
Culture Documents
Disusun Oleh :
Lia Amalia Rizka
125070200111012
Kelompok VI
ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2016
1.
DEFINISI
Sindrom syok dengue adalah derajat terberat dari DBD yang terjadi karena
peningkatan permeabilitas kapiler sehingga cairan keluar dari intravaskuler ke
ekstravaskuler, sehingga terjadi penurunan volume intravaskuler dan hipoksemia.
Syok yang biasanya terjadi pada saat atau segera setelah suhu turun, antara
hari ke 3 sampai hari sakit ke 7 disebabkan oleh peningkatan permeabilitas vaskular
sehingga terjadi kebocoran plasma, efusi cairan serosa ke rongga pleura dan
peritonium, hipoproteinemia, hemokonsentrasi dan hipovolemia yang mengakibatkan
berkurangnya aliran balik vena, preload miokard, volume sekuncup dan curah jantung
sehingga terjadi disfungsi sirkulasi dan penurunan perfusi organ. (1,2)
Pada fase awal sindrom syok dengue fungsi organ vital dipertahankan dari
hipovolemia oleh sistem homeostasis dalam bentuk takikardi, vasokonstriksi, penguatan
kontraktilitas miokard, takipnea , hiperpnea, dan hiperventilasi. Vasokonstriksi perifer
mengurangi perfusi non esensial di kulit yang menyebabkan sianosis, penurunan suhu
permukaan tubuh dan pemanjangan waktu pengisian kapiler (>2detik). Perbedaan suhu
kulit dan suhu tubuh yang >2oC menunjukkan mekanisme homeostasis masih utuh.
Pada tahap sindrom syok dengue kompensasi, curah jantung dan tekanan darah normal
kembali.
Penurunan tekanan darah merupakan manifestasi lambat sindrom syok dengue,
berarti sistem homeostasis sudah terganggu dan kelainan hemodinamik sudah berat,
sudah terjadi dekompensasi.
Pasien awalnya terlihat letargi atau gelisah kemudian jatuh ke dalam syok yang
ditandai dengan kulit dingin lembab, sianosis sekitar mulut, nadi cepat lemah, tekanan
nadi 20 mmhg dan hipotensi. Kebanyakan pasien masih dalam keadaan sadar
sekalipun sudah mendekati stadium akhir. (2)
Sindrom syok dengue berlanjut dengan kegagalan mekanisme homeostasis.
Efektivitas dan intregitas sistem kardiovaskular rusak, perfusi miokard dan curah
jantung menurun, sirkulasi makro dan mikro terganggu, dan terjadi iskemia jaringan dan
kerusakan fungsi sel secara progresif dan ireversibel, terjadi kerusakan sel dan organ
dan pasien akan meninggal dalam 12-24jam. (11)
2.
ETIOLOGI (2,4,5)
Virus dengue merupakan small single stranded RNA. Infeksi dengue disebabkan
oleh virus dengue yang termasuk kelompok B Arthropod Virus (Arbovirus) yang
sekarang dikenal dengan genus Flavivirus, famili Flaviviride, dan mempunyai 4 jenis
serotipe, yaitu: Den-1, Den-2, Den-3, Den-4.
Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi terhadap serotipe yang
bersangkutan, sehingga tidak memberikan perlindungan memadai terhadap serotipe
lain tersebut. Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi 3-4
serotipe selama hidupnya. Keempat serotipe virus dengue ditemukan di berbagai
daerah di Indonesia. Di beberapa rumah sakit menunjukkan bahwa keempat serotipe
Virus
Virusdengue
dengue
VEKTOR (4,16)
Aedes aegypti adalah vektor utama nyamuk demam beradrah. Nyamuk ini
merupakan nyamuk yang berada di daerah tropis dan subtropis.
Nyamuk dewasa biasanya berada di ruangan tertutup dan menggigit
pada siang hari. Mereka beradaptasi dan berkembang biak di sekitar
tempat tinggal manusia, dalam kemasan air,vas, kaleng, ban bekas, dll.
Virus berkembang di nyamuk selama 8-10 hari (extrinsic incubation period)
sebelum menularkan kembali ke manusia. Di tubuh manusia, virus memerlukan waktu
masa tunas 4-7 hari (intrinsic incibation period) sebelum menimbulkan penyakit.
Penularan dari manusia ke nyamuk hanya terjadi bila nyamuk menggigit manusia yang
sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari sebelum timbul
demam. (2)
TRANSMISI (4,5,15)
Virus DBD ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk aedes aegypti betina
yang infektif. Nyamuk medapatkan virus saat menghisap darah manusia yang terinfeksi
virus dengue. Setelah masa inkubasi, nyamuk yang terinfeksi dapat menularkan virus
selama sisa hidupnya. Bahkan nyamuk betina yang terinfeksi juga dapat menularkan
virus kepada anak-anak mereka dengan transovarial (melalui telur) transmisi, tetapi
peran penularan virus ke manusia belum didefinisikan.
Manusia yang terinfeksi virus adalah pembawa utama dan pengganda virus,
karena sebagai sumber infeksi bagi nyamuk yang tidak terinfeksi. Virus beredar dalam
darah manusia yang terinfeksi selama dua sampai tujuh hari, sekitar waktu yang sama
mereka mengalami demam, nyamuk Aedes bisa mendapatkan virus saat periode ini.
3.
EPIDEMIOLOGI (3,4,5,13)
Demam berdarah dengue terjadi dimana banyak tipe virus dengue secara
simultan atau berurutan ditularkan. Demam ini adalah endemik di Asia tropik, dimana
suhu panas dan praktik penyimpanan air dirumah menyebabkan populasi Aedes aegypti
besar dan permanen. Pada keadaan ini infeksi dengan virus dengue dari semua semua
tipe sering ada, dan infeksi kedua dengan tipe heterolog sering terjadi. Sesudah umur 1
tahun hampir semua penderita dengan sindrom syok dengue mempunyai kenaikan
sekunder antibodi terhadap virus dengue, yang menunjukkan infeksi sebelumnya
dengan virus yang terkait erat.
Infeksi virus dengue telah ada di Indonesia sejak abad 18. Pada masa itu infeksi
virus dengue di Asia Tenggara hanya merupakan penyakit ringan yang tidak pernah
menimbulkan kematian. Tetapi sejak tahun 1952, penyakit ini menimbulkan manifestasi
klinis yang berat. Dalam kurun waktu lebih dari 35 tahun terjadi peningkatan yang pesat,
baik dalam jumlah penderita maupun daerah penyebaran penyakit. Sampai akhir tahun
2005, DBD sudah ditemukan di seluruh profinsi di Indonesia dan 35 kabupaten/kota
telah melaporkan adanya kejadian luar biasa (KLB). Incidence rate meningkat dari
0,005 per 100.00 penduduk pada tahun 1968, menjadi 43,42 per 100.000 pendududuk
pada akhir tahun 2005.
Morbiditas dan mortalitas infeksi virus dengue dipengaruhi berbagai faktor antara
lain status imunitas penjamu, kepadatan vektor nyamuk transmisi virus dengue,
keganasan (virulensi) virus dengue, dan kondisi geografis setempat. Pola berjangkit
virus dengue dipengaruhi iklim dan kelembaban udara. Pada suhu panas (28-32oC)
dengan kelembaban tinggi, nyamuk aedes aegypti akan tetap bertahan hidup untuk
jangka waktu yang lama. Secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan antara jenis
kelamin, tetapi kematian ditemukan lebih banyak terjadi pada anak perempuan daripada
anak laki-laki. Di Indonesia pengaruh musim terhadap demam berdarah dengue tidak
begitu jelas, namun secara garis besar jumlah kasus meningkat antara September
sampai Februari dengan mencapai puncaknya pada bulan Januari.
4.
PATOGENESIS (2,3,5)
Patogenesisnya belum dimengerti secara sempurna; penelitian epidemiologi
memberi kesan bahwa biasanya disertai dengan infeksi dengue tipe 2,3, dan 4
sekunder. Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia melalui gigitan nyamuk dan
infeksi pertama kali mungkin memberi gejala sebagai demam dengue. Reaksi tubuh
memberikan reaksi yang berbeda ketika seseorang mendapat infeksi yang berulang
masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk. Hal ini merupakan dasar teori yang
disebut the secondary heterologous infection atau the sequential infection hypothesis.
Infeksi virus yang berulang ini akan menyebabkan suatu reaksi anamnestik antibodi,
sehingga menimbulkan kompleks antigen-antibodi dengan konsentrasi tinggi.
Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain yang
akan menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks antigen antibodi yang kemudian
berikatan dengan Fc reseptor dari membran sel leukosit terutama makrofag. Oleh
karena antibodi heterolog maka virus tidak dinetralisasi oleh tubuh sehingga akan bebas
melakukan replikasi dalam sel makrofag. Dihipotesiskan juga mengenai antbodi
dependent enchancement (ADE), suatu proses yang akan meningkatkan infeksi dan
replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear. Sebagai tanggapan terhadap infeksi
tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan
permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemik dan
syok.
Sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada tiap
pasien, respon antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari
mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit dengan menghasilkan titer tinggi
antibodi IgG anti dengue. Replikasi virus dengue terjadi juga dalam limfosit yang
bertransformasi dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini
mengakibatkan terbentuknya kompleks antigen antibodi yang kaan mengaktifkan sistem
komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan
peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma dari
ruang intravaskular ke ruang ekstravaskuler. Pada pasien yang syok berat volume
plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30% dan berlangsung selama 24-48 jam.
Perembesan plasma ini terbukti dengan adanya peningkatan hematokrit, penurunan
kadar natrium, dan terdapatnya cairan pada rongga serosa (efusi pleura,ascites). Syok
yang tidak ditangani secara adekuat akan menyebabkan asidosis dan anoksia.
Selain
aktifkan
komplemen, reaksi
ini
pun
menyebabkan
agregasi
Gambar 3. Patogenesis Syok pada DBD
trombosit dan mengaktivisasi sistem koagulasi melalui kerusakan endotel pembuluh
darah. Kedua faktor tersebut menyebabkan perdarahan oada DBD. Agregasi trombosit
terjadi sebagai akibat dari perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran
trombosit mengakibatkan pengeluaran ADP, sehingga trombosit melekat satu sama lain.
Hal ini membuat trombosit dihancurkan oleh RES sehingga terjadi trombositopenia.
Agregasi trombosit ini menyebabkan pengeluaran platelet faktor III sehingga terjadi
koagulopati konsumtif (KID), ditandai dengan peningkatan FDP (fibrinogen degredation
product) sehingga ada penurunan faktor pembekuan.
Agregasi
trombosit
Risiko
Tidak ada risiko tinggi
Risiko trauma mayor
Risiko trauma minor
Risiko perdarahan spontan
Risiko perdarahan yang
mengancam
nyawa
10
dengan defisiensi AT III, prot C danS dan plasminogen yang dapat menyebabkan
trombosis. Jadi perdarahan dan trombosis terjadi bersama-sama.
d. Sistem komplemen10
Penelitian sistem komplemen pada demam berdarah dengue memperlihatkan
penurunan kadar C3, C3 proaktivator, C4, dan C5, baik pada kasus yang disertai syok
maupun tidak. Hasil penelitian radioisotop mendukung pendapat bahwa penurunan kadar
serum komplemen disebabkan oleh aktivasi sistem komplemen. Aktivasi ini menghasilkan
anafilatoksin C3a dan C5a yang mempunyai kemampuan menstimulasi sel mast untuk
melepas histamin dan merupakan mediator kuat untuk menimbulkan peningkatan
permeabilitas kapiler, pengurangan volume plasma, dan syok hipovolemik.
Bukti-bukti yang mendukung peran sistem komplemen pada penderita demam
berdarah dengue ialah ditemukannya kadar histamin yang meningkat dalam 24 jam, adanya
kompleks imun yang bersirkulasi, dan adanya korelasi antara kadar kuantitatif kompleks
imun dengan derajat berat penyakit.
Secondary heterologus infection
Komplek virus - antibody
XII
XIIa
Fibrinolisis
Kinin
Komplemen
koagulasi
Peningkatan
Permeabilitas
plasmin
Fibrin
FDP
Perdarahan
5.
MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi klinis
infeksi
virus
Syok
dengue
tergantung
dari
faktor
yang
10
Fase pertama yang relatif ringan dengan demam mendadak , malaise, mual,
muntah, nyeri kepala, anoreksia. Pada fase kedua, biasanya terdapat ekstremitas
dingin, lembab, badan panas, muka merah, keringat banyak, gelisah, iritabel, nyeri mid
epigastrium. Seringkali ptekie tersebar pada dahi dan tungkai. Pernafasan cepat dan
sering berat. Nadi lemah, cepat, kecil dan suara jantung halus. Hati mungkin membesar
dibawah tepi kosta dan biasanya keras dan agak nyeri. Kurang dari 10% penderita
menderita ekimosis atau perdarahan saluran cerna yang nyata, biasanya pasca masa
syok yang tidak terkoreksi.
1.
Fase demam
Demam tinggi mendadak, terus menerus, berlangsung 2-7 hari, naik turun tidak
berpengaruh dengan antipirektik. Suhu tubuh bisa mencapai 40 oC dan dapat
terjadi kejang demam. Kadang terdapat muka yang merah, eritema, myalgia,
arthralgia, dan sakit kepala. Pada beberapa pasien pun bisa ada gejala nyeri
tenggorok, infeksi pada konjungtiva. Anoreksia, mual, dan muntah sering juga
dikeluhkan. Sulit membedakan demam karena infeksi dengua dengan demam
non dengue pada fase awal seperti ini, tetapi dengan positifnya uji torniket
2.
Dimana
kebocoran
plasma
terjadi
bisa
kurang
11
kehilangan volume plasma. Ascites dan efusi pleura bisa terdeteksi tergantung
3.
12
dingin dan lembab terutama pada ujung jari dan kaki, sianosis disekitar mulut,
pasien menjadi gelisah, nadi cepat dan lemah dan kecil sampai tidak teraba.
Sesaat sebelum syok seringkali pasien mengeluh nyeri perut.
Syok ditandai dengan :
Denyut nadi cepat dan lemah
Anak yang semula rewel, cengeng dan gelisah lambat laun kesadarannya
menurun menjadi apatis, sopor, dan koma. Hal ini disebabkan kegagalan
sirkulasi serebral
Kulit pucat, dingin, dan lembab terutama pada ujung jari kaki, tangan dan
darah
pusin
hidung sedangkan kuku menjadi biru.Suplai
Hal ini
disebabkan
oleh sirkulasi yang
otak
refleks.
Oliguria-anuria karena
renalis
Respon Jangka
Panjang
Syok
dapat
Osmolalitas
plasma
darah
menurunnya meningkat
perfusi
haus
Respon Jangka
12-24 jam atau sembuh cepat setelah mendpat pergantian cairan yang memadai. Pasien
Saraf
Hormonal:
seringkali
mengeluh nyeriHormonal:
di daerah perut saat sebelum syok timbul. Nyeri abdomen
ADH
ADH
II
II
Angiotensin
Angiotensin
seringkali
menonjol pada anak
besar yang menderita sindrom syok dengue. Gejala ini patut
SSP
Stimulasi
Aldosteron
diwaspadai
oleh karena kemungkinan besar terjadi
perdarahan gastrointestinal. Syok yang
baroresepto
EPO
r&
1. Patofisiologi
Syok Hipovolemik
Urin
(Respon
tubuh terhadap kehilangan darahPerangsang
sampai dengan 20%)
pekat,
oliguria
an sistem
kardiovaskul
er
Kenaikan
volume
darah
Aktivasi
saraf
simpatis
2.
3.
4.
5.
6.
RR meningkat
Denyut
jantung
meningkat
Nadi lemah
Bibir kering
Hormonal:
Adrenalin &
noradrenalin
Vasokonstri
ksi perifer,
peningkatan
aliran balik
vena
Peningkatan
volume & tekanan
Pucat
Ekstremitas
terasa dingin
Pengisian kapiler
memanjang
13
7.
Peningka
tan
permeabi
litas
kapiler
Curah
jantung
menurun
Penurunan
aliran balik
vena
Jantu
ng
Kerusaka
n
miokardi
um
Aliran darah
ke jantung
menurun
Tekanan arteri
menurun
Penggumpalan
darah pada
pembuluh darah
Peningkatan
asam laktat,
pH, CO2
Jarin
gan
Jaringan
kekuranga
n O2
Asidosi
s
metaboli
k
Aktivasi simpatis
& respon iskemik
sentral
Aliran daraf
perifer
menurun
Kulit
pucat &
dingin
Aktivitas
simpatis
menurun
Kerusaka
n
ireversib
el
miokardi
um
Penurunan
curah jantung
bertahap
Keadaan syok akan melalui tiga tahapan mulai dari tahap kompensasi (masih dapat
Kerusakan
ditangani oleh tubuh), dekompensasi
(sudah tidakOtadapat ditangani Tekanan
oleh tubuh), dan
SSP
ireversibel
arteri
menurun
Fase1 : kompensasi
Aliran darah
Disorienta
ke SSP dapat dipertahankan melalui
Pada fase ini fungsi-fungsi
organ vital masih
si
menurun
penuruna
mekanisme kompensasi tubuh dengan
meningkatkan reflek simpatis, yaitu meningkatnya
n
kesadaran
kimia yang
darah
jaringan
sangat
rendah
Sirkul
ke organ
jantung, paru
dan otak. Tekanan
darah
normal sedangkan
kemativital seperti
si general
drastis
padasistolik tetap perifer
an
asi
kolaps
14
tekanan darah diastolik meningkat akibat peninggian resistensi arteriol sistemik (tekanan
nadi menyempit).
Untuk mencukupi curah jantung maka jantung mengkompensasi secara temporer dengan
meningkatkan frekuensi jantung. Disamping itu terdapat peningkatan sekresi vasopressin
dan renin angiotensin aldosteron yang akan mempengaruhi ginjal untuk menahan
natrium dan air dalam sirkulasi.
Manifestasi klinis yang tampak berupa takikardia, gaduh gelisah, kulit pucat dan dingin
dengan pengisian kapiler (capillary refilling) yang melambat > 2 detik.
Fase II : Dekompensasi.
Pada fase ini mekanisme kompensasi mulai gagal mempertahankan curah jantung
yang adekuat dan system sirkulasi menjadi tidak efisien lagi. Jaringan dengan perfusi yang
buruk tidak lagi mendapat oksigen yang cukup, sehingga metabolisme berlangsung secara
anaerobic yang tidak efisien. Alur anaerobic menimbulkan penumpukan asam laktat dan
asam-asam lainnya yang berakhir dengan asidosis. Asidosis akan bertambah berat dengan
terbentuknya asam karbonat intra selular akibat ketidak mampuan sirkulasi membuang CO2.
Asidemia akan menghambat kontraktilitas otot jantung dan respons terhadap
katekolamin. Akibat lanjut asidosis akan menyebabkan terganggunya mekanisme energy
dependent NaK-pump ditingkat selular, akibatnya integritas membrane sel terganggu, fungsi
lisosom dan mitokondria akan memburuk yang dapast berakhir dengan kerusakan sel.
Lambatnya aliran darah dan kerusakan reaksi rantai kinin serta system koagulasi dapat
memperburuk keadaan syok dengan timbulnya agregasi tombosit dan pembentukan
trombos disertai tendensi perdarahan.
Pada syok juga terjadi pelepasan mediator-vaskular antara lain histamin, serotonin,
sitokin (terutama TNF=tumor necrosis factor dan interleukin 1), xanthin, oxydase yang dapat
membentuk oksigen radikal serta PAF (platelets agregatin factor). Pelepasan mediator oleh
makrofag merupakan adaptasi normal pada awal keadaan stress atau injury, pada keadan
syok yang berlanjut justru dapat memperburuk keadaan karena terjadi vasodilatasi arteriol
dan peningkatan permeabilitas kapiler dengan akibat volume intravaskular yang kembali
kejantung (venous return) semakin berkuarang diserai timbulnya depresi miokard.
Manifestasi klinis yang dijumpai berupa takikardia yang bertambah, tekanan darah
mulai turun, perfusi perifer memburuk (kulit dingin dan mottled, capillary refilling bertambah
lama), oliguria dan asidosis (laju nafas bertambah cepat dan dalam) dengan depresi
susunan syaraf pusat (penurunan kesadaran).
Fase III : Irreversible
Kegagalan mekanisme kompensasi tubuh menyebabkan syok terus berlanjut, sehingga
terjadi kerusakan/kematian sel dan disfungsi system multi organ lainnya. Cadangan fosfat
berenergi tinggi (ATP) akan habis terutama di jantung dan hepar, sintesa ATP yang baru
hanya 2% / jam dengan demikian tubuh akan kehabisan energi. Akibat dari hipoksia dan
berkurangnya nutrisi kejaringan maka metabolisme menjadi metabolisme anaerobic yang
tidak efektif dan hanya menghasilkan 2 ATP dari setiap molekul glukosa. Pada metabolism
15
oerobik dengan oksigen dan nutrisi yang cukup dengan pemecahan 1 molukel glukosa akan
menghasilkan 36 ATP. Akibat dari metabolism anaerobic ini akan terjadi penumpukan asam
laktat dan pada khirnya metabolism tidak akan mampu lagi menyediakan energy yang cukup
untuk mempertahan homeostasis seluler, terjadi kerusakan popma ionic dinding sel, natrium
masuk ke dalam sel dan kalium keluar sel sehingga terjadi akumulasi kalsium dalam sitosol,
terjadi edema dan kematian sel. Pada akhirnya terjadi banyak kerusakan sel organ-organ
tubuh atau terjadi kegagalan organ multiple dan renjatan yang ireversibel. Kematian akan
terjadi walaupun system sirkulasi dapat dipulihkan kembali. Manifestasi klinis berupa
tekanan darah tidak terukur, nadi tak teraba, penurunan kesadaran semakin dalam (soporkoma), anuria dan tanda-tanda kegagalan system organ lain.
Tabel 3.2 Manifestasi Klinis Syok Hipovolemik
Tanda klinis
Blood loss ( %)
Kompensasi
Sampai 25
Dekompensasi
25 40
I reversible
> 40
Heart rate
Takikardia +
Takikardia ++
Taki/bradikardia
Tekanan
Sistolik
Normal
Normal/menurun
Tidak terukur
Nadi/volume
Normal/menurun
Menurun +
Menurun ++
Capillary refill
Normal/meningkat
3-5 detik
Meningkat > 5
detik
Meningkat ++
Kulit
Dingin, pucat
Dingin/mottled
Dingin+/deadly
pale
Pernafasan
Takipneu
Takipneu +
Sighing
respiration
Kesadaran
Gelisah
Lethargi
bereaksi
Reaksi -/ hanya
terhadap nyeri
Patofisiologi sangat berhubungan dengan penyakit primer dari syok. Namun secara umum
bila terjadi penurunan tekanan darah maka tubuh akan mengadakan respon untuk
mempertahankan sirkulasi dan perfusi yang adekuat pada organ-organ vital melalui reflex
neurohumoral. Integritas sirkulasi tergantung pada volume darah yang beredar, tonus
pembuluh darah dan sistem pompa jantung. Gangguan dari salah satu fungsi tersebut dapat
menyebabkan terjadinya syok. Bila terjadi syok hipovolemik maka mekanisme kompensasi
yang terjadi adalah melalui:
- .Baroreseptor
Reseptor ini mendapat rangsangan dari perubahan tagangan dalam pembuluh
darah. Bila terjadi penurunan tekanan darah maka rangsangan terhadap baroreseptor akan
menurun, sehingga rangsangan yang dikirim baroreseptor ke pusat juga berkurang
sehingga akan terjadi:
16
Akibat dari kedua hal tersebut maka akan terjadi vasokonstriksi dan takikardia. Baroreseptor
ini terdapat di sinus karotikus, arkus aorta, atrium kiri dan kanan, ventrikel kiri dan dalam
sirkulasi paru. Baroreseptor sinus karotikus merupakan baroreseptor perifer yang paling
berperan dalam pengaturan tekanan darah.
-
Kemoreseptor
Respon baroreseptor mencapai respon maksimal bila tekanan darah menurun sampai
60mmHg, maka yang bekerja adalah kemoreseptor, yang terangsang bila terjadi hipoksia
dan asidosis jaringan. Akibat rangsangan kemoreseptor ini adalah vasokonstriksi yang luas
dan rangsangan pernafasan.
-
Bila aliran darah ke otak menurun sampai <40mmHg maka akan terjadi sympathetic
discharge massif. Respon dari reseptor di otak ini lebih kuat dari pada reseptor-reseptor
perifer .
-
Reseptor humoral
Bila terjadi hipovolemik/ hipotensi maka tubuh akan mengeluarkan hormone-hormon stress
seperti epinefrin, glucagon, dan kortisol yang merupakan hormone yang mempunyai efek
kontra dengan insulin. Akibat dari pengeluaran dari hormone ini adalah terjadinya takikardia,
vasokonstriksi dan hiperglikemi. Vasokonstriksi diharapkan akan meningkatkan tekanan
darah perifer dan preload, isi sekuncup dan curah jantung. Sekresi ADH aleh hipofisee
posteriosr juga meningkat sehingga pengeluaran air dari ginjal dapat dikurangi.
-
Volume sirkulasi
Bila terjadi hipoperfusi ginjal maka akan terjadi pengeluaran rennin oleh apparatus
Preloadangiotensin
Volume sekuncup
Vasokonstriksi kuat
Merangsang pengeluaran aldosteron sehingga meningkatkan reabsorbsi natrium di
tubulus ginjal.
Meningkatkan sekresiBaroreseptor,
vasopressin. kemoreseptor, cerebral ischemic
reseptor
Aktivasi cardiostimulator
center
Output simpatetik
meningkatkat,output
parasimpatetik menurun
HR, kontraktilitas otot jantung
, vasokonstriksi
17
Ginjal
Angiotensi, vasopressin, aldosteron
1.
2.
3.
4.
WHO mempunyai kriteria diagnosis DBD yang semuanya harus terpenuhi, yaitu:
Demam tinggi atau kontinyu selama 2- 7 hari
Adanya perdarahan spontan atau uji torniket positif
Trombositopenia ( 100.000/ul)
Hemokonsentrasi atau adanya tanda kebocoran plasma (efusi pleura, ascites)
Perbedaan manifestasi klinik Demam Dengue, Demam Berdarah Dengue dan
18
(9)
Grade I
Demam dan gejala konstitusional
Uji torniket +
Grade II
Grade 1 + Perdarahan spontan (pada kulit ataupun perdarahan lainnya)
Grade III
Kegagalan sirkulasi, tekanan nadi < 20mmhg
Tekanan Sistolik normal
Grade IV
Syok mendalam
Hipotensi, tekanan darah tidak terdeteksi
Grade III dan IV adalah sindrom syok dengue
Trombositopenia dan hemokonsentrasi adalah yang membedakan DBD grade I dan
II dengan Demam dengue
xcd
19
6.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
(1,2)
Laboratorium
a. Leukosit
normal, biasanya menurun dengan dominasi sel neutrofil. Akhir fase
demam jumlah leukosit dan neutofil menurun, sehingga jumlah limfosit
relatif meningkat. Peningkatan jumlah limfosit atipikal atau limfosit
plasma biru (LPB >4%) di daerah tepi dijumpai pada hari sakit ke 3-7.
b. Trombosit
jumlah trombosit 100.000/ul atau kurang dari 1-2 trombosit/lpb. Pada
hari ke 3-7
c. Hematokrit
gambaran hemokonsentrasi. Merupakan indikator yang peka akan
terjadinya perembesan plasma, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan
secara berkala. Hemokonsentrasi dengan peningkatan hematokrit 20%
atau lebih mencerminkan peningkatan
permeabilitas kapiler
dan
20
21
5. NS1-Ag tes
tes yang dapat mendiagnosis
pertama yaitu antigen virus dengue yang disebut dengan antigen NS1.
Keuntungan mendeteksi antigen NS1 yaitu untuk mengetahui adanya
infeksi dengue pada penderita tersebut pada fase awal demam, tanpa
perlu menunggu terbentuknya antibodi.
Pemeriksaan antigen NS1 diperlukan untuk mendeteksi adanya
infeksi virus dengue pada fase akut, dimana pada berbagai penelitian
menunjukkan bahwa NS1 lebih unggul sensitivitasnya dibandingkan
kultur virus dan pemeriksaan PCR maupun antibodi IgM dan IgG
antidengue. Spesifisitas antigen NS1 100% sama tingginya seperti pada
gold standard kultur virus maupun PCR.
Antigen NS1 merupakan glikoprotein tersekresi 48 kDa yang tidak
terdapat pada partikel virus yang terinfeksi namun terakumulasi di dalam
supernatan dan membran plasma sel selama proses infeksi. NS1
merupakan gen esensial di dalam sel yang terinfeksi dimana fungsinya
sebagai ko-faktor untuk replikasi virus, yang terdapat bersama di dalam
bentuk replikasi RNA double-stranded (Mackenzie, 1996). Immune
recognition dari permukaan sel NS1 pada sel endotel dihipotesiskan
berperan dalam mekanisme kebocoran plasma yang terjadi selama
infeksi virus dengue yang berat. Sampai saat ini, bagaimana NS1
berhubungan dengan membran plasma, yang tidak berisi motif sekuens
membrane-spanning masih belum jelas.
22
PENATALAKSAAN (5,10)
Sindroma syok dengue merupakan keadaan darurat dalam bidang medis, setiap
menit menentukan prognosis pada pasien. Pemberian cairan yang adekuat sangat
diperlukan untuk mengganti kehilangan cairan akibat kebocoran plasma. Pemberian
cairan adekuat yang terlambat dapat menyebabkan multisistem disfungsi organ yang
dapat
menyebabkan
kematian.
Gangguan
elektrolit
(natrium
dan
kalsium),
23
ml/kgBB/jam
maka
terdapat
hipoperfusi
ginjal.
Pemasangan
pipa
24
Respon
metabolik
adalah
meningkatkan pengiriman oksigen ke
jaringan dan konsumsi O2 serta
menurunkan laktat serum
Koloid isoonkotik mengisi ruang
intravaskuler tanpa mengurangi volume
interstisial
Mempertahankan tekanan osmotik
koloid plasma dan menurunkan akumulasi
cairan interstisial
Larutan yang mempunyai efek
menyumpal, paling baik koloid dengan
BM 100.000-300.000 dalton
25
pernapasan/sianosis
ekstremitas hangat
diuresis cukup 1 ml/kgBB/jam
cairan dan tetesan disesuaikan
10 ml/kgBB/jam
Evaluasi ketat
Tanda vital
Tanda perdarahan
Diuresis
Hb, Ht, trombosit
ekstremitas dingin
periksa kadar gula darah
lanjutkan cairan
20 ml/kgBB/jam
tambahkan koloid/plasma
dekstran/FPP
10-20 (max 30) ml/kgBB/jam
Koreksi asidosis
Syok belum teratasi
Evaluasi 1 jam
6.
Ht turun
10-
Pertimbangkan
Penatalaksaan pasien dengan syok yang
terkompensasi:
Syok belum teratasi
pemakaian inotropik
Berikan cairan isotonik kristaloid secara
intravena
dosis 5-10 ml/kgBB/jam,
dan koloid HESdengan
BM
100.000-300.000
D
habis dalam 1 jam. Lalu periksa tanda
vital, cappilary
refill time, hematokrit, dan
produksi urin.
Jika keadaan pasien membaik, cairan kristaloid diturunkan secara perlahan. Turunkan
5-7 ml/kgBB/jam dalam waktu 1-2 jam. Lalu 3-5 ml/kgBB/jam dalam waktu 2-4 jam. 2-3
ml/kgBB/jam dalam waktu 2-4 jam. Jika keadaan terus membaik, maka cairan dapat
terus dikurangi.
Bila keadaan pasien tidak membaik, dimana tanda vital tetap tidak stabil, periksa
hematokrit setelah pemberian bolus pertama. Bila hematokrit meningkat atau tetap
tinggi ( 50%), berikan bolus kristaloid kedua dengan dosis 10-20 ml/kgBB/jam dalam 1
jam. Bila setelah pemberian cairan kedua ini ada perbaikan, kurangi dosis cairan
kristaloid menjadi 7-10 ml/kgBB/jam dalam 1-2 jam, dan terus kurangi dosis seperti
yang telah dijelaskan di atas. Bila nilai hematokrit menurun dari nilai hematokrit awal (<
40% pada anak dan wanita dewasa, < 45% pada pria dewasa), ini menunjukan adanya
perdarahan, lakukan cross match, dan memerlukan transfusi darah secepatnya.
Selanjutnya bolus larutan kristaloid ataupun koloid mungkin perlu diberikan
26
7.
27
turunkan dosis seperti yang telah disebutkan diatas. Jika masih belum
stabil, periksa kembali hematokrit.
Bila nilai hematokrit turun dari nilai sebelumnya (< 40% pada anak dan
dewasa muda, <45% pada pria dewasa), ini menunjukan adanya
perdarahan, lakukan cross match, dan memerlukan transfusi darah
secepatnya. Bila nilai hematokrit meningkat dari nilai sebelumnya atau
tetap tinggi (> 50%), lanjutkan pemberian koloid 10-20 ml/kgBB sebagai
bolus ketiga dalam waktu 1 jam. Lalu ganti cairan dengan cairan kristaloid
dan turunkan dosis seperti yang telah disebutkan diatas saat keadaan
pasien mulai membaik.
Bolus cairan mungkin perlu diberikan selama 24 jam ke depan.
Pasien dengan sindrom syok dengue harus dimonitor rutin hingga tanda-tanda
bahaya berkurang atau menghilang. Saat pemberian cairan, tanda vital dan perfusi
perifer harus dimonitor setiap 15-30 menit sampai pasien terlepas dari keadaan syok,
lalu monitor setiap 1-2 jam. Secara umum, semakin tinggi tingkat cairan infus, pasien
lebih sering harus dipantau dan ditinjau untuk menghindari overload cairan sementara
memastikan penggantian volume yang memadai.
Produksi urin harus dipantau juga. Kateter dipasang untuk memudahkan
menghitung produksi urin. Hematokrit harus dipantau sebelum dan sesudah bolus
cairan samapi keadaan pasien stabil, lalu setelah itu setiap 4-6 jam. Terkadang
diperlukan juga pemeriksaan analisis gas darah , laktat, karbondioksida/bikarbonat
(setiap 30 menit sampai 1 jam hingga pasien stabil, lalu diperiksa kembali sesuai
kebutuhan), gula darah (sebelum dan sesudah pemberian cairam,periksa kembali
sesuai indikasi), dan pemeriksaan fungsi organ lainnya ( ginjal, hepar, koagulasi, dll).
28
29
mengevaluasi hasil pengobatan. Bila pasien menunjukkan tanda-tanda syok, terapi cermat
harus diberikan segera. Pasien kemudian harus dibawah observasi konstan dan cermat
sampai ada ketentuan bahwa bahaya telah lewat. Tindakan berikut harus dilakukan rutin
pada situasi tersebut:
Nadi, tekanan darah dan pernapasan harus dicatat setiap 30 menit sampai syok
teratasi.11 Dinilai juga apakah terdapat pembesaran hati, tanda ensefalopati.14
Kadar hemoglobin, hematokrit dan trombosit tiap 6 jam, minimal 12 jam.
Lembar periksa keseimbangan cairan harus dipertahankan, pencatatan tipe cairan
dan kecepatan serta volume pemberiannya untuk evaluasi keadekuatan penggantian
cairan.Frekuensi dan volume keluaran urin juga harus dicatat, dan kateter urin
mungkin diperlukan pada kasus syok sulit teratasi.
Pada demam berdarah dengan syok dilakukan cross match darah untuk persiapan tranfusi
darah apabila diperlukan.11
Pasien demam berdarah dengue perlu dirujuk ke ICU Anak atas indikasi:16
Syok berkepanjangan (syok tak teratasi lebih dari 60 menit)
Syok berulang (pada umumnya disebabkan oleh perdarahan internal)
Perdarahan saluran cerna hebat
Demam berdarah dengue ensefalopati
Kriteria pasien pulang:1
Bebas panas sedikitnya 24 jam tanpa pemakaian obat antipiretik
Nafsu makan membaik
Tampak perubahan klinis
Output urin baik
Hematokrit stabil
Melewati 2 hari setelah syok
Tidak ada distres pernafasan karena efusi pleura atau asites
Trombosit >50.000/mm3
30
31
KOMPLIKASI (5,9)
8.
Overload cairan
32
Kelebihan cairan dengan efusi pleura yang luas dan ascites merupakan
penyebab distress pernafasan akut tersering pada dengue berat. Penyebab
kelebihan cairan pada dengue adalah :
Pemberian cairan intravena yang berlebihan dan atau yang terlalu cepat
Salah penggunaan cairan. Dimana lebih memakai cairan hipotonik
intravaskuler.
Perdarahan (biasanya gastrointestinal)
Biasanya muncul pada fase penyembuhan. Pasien dengan trombositopenia
yang cukup rendah harus istirahat di tempat tidur dan hindari dari trauma untuk
mencegah perdarahan. Tidak semua pasien mengalami perdarahan yang cukup
banyak. Hanya pada keadaan-keadaan tertentu. Pemberian transfusi darah
harus dilakukan sesegera mungkin begitu diketahui atau terlihat adanya tandatanda perdarahan yang masif. Tetapi pada pemberian transfusi darah pun harus
di monitor sebaik mungkin untuk menghindari kelebihan cairan pada pasien.
Jangan menunggu nilai hematokrit terlalu rendah untuk memutuskan pemberian
transfusi darah. Berikan 5-10 ml/kgBB PRC atau 10-20 ml/kgBB whole blood.
Hiperglikemia dan hipoglikemia
Hiponatremi, hipokalemi, hiperkalemi, ketidakseimbangan serum kalsium
Asidosis metabolik
Disfungsi hepar, biasanya bisa akibat dari virus dengue hepatitis atau syok. Pada
DSS bisa terjadi asidosis metabolic karena mengalami syok , sehingga mengalami
hipoksia jaringan,metabolime anaerob dengan menghasilkan asam laktat.
DIC
Secara klinis, DIC sering kali menyertai proses penyakit sistemik yang berat, tanda
tanda perdarahan sering terjadi pada bekas tusukan jarum yang dimasukkan ke dalam
pembuluh darah atau sayatan pembedahan. Di kulit dapat ditemukan tanda petekie dan
ekimosis. Nekrosis jaringan dapat terjadi pada banyak organ dan terlihat tanda infark
yang luas di kulit, di jaringan subkutan atau ginjal.
33
Ensefalopati adalah komplikasi yang jarang dari infeksi virus dengue dan mungkin
terjadi sebagai konsekuensi dari perdarahan intrakranial, edema serebri, hiponatremia,
anoksia serebri, perdarahan mikrokapiler atau pelepasan produk toksik.9
Pada umumnya ensefalopati terjadi pada DBD dengan komplikasi syok yang
berkepanjangan disertai perdarahan, namun dapat juga terjadi pada DBD yang tanpa
disertai syok. Gangguan metabolik seperti hipoksemia, hiponatremia, atau perdarahan
dapat menjadi penyebab terjadinya ensefalopati. Hal ini mungkin pula disebabkan oleh
thrombosis pembuluh darah otak sementara sebagai akibat dari koagulasi intravaskular
menyeluruh.
Adapun
perihal
yang
menyatakan
bahwa
ensefalopati
dengue
Kelainan ginjal (akibat syok berkepanjangan dapat terjadi gagal ginjal akut).
Kelainan ginjal akut umumnya terjadi pada fase terminal akibat kondisi syok yang
tidak teratasi dengan baik. Dapat dijumpai sindrom hemolitik uremikum yang jarang
terjadi. Pada keadaan syok berat dapat ditemukan nekrosis tubular akut yang
ditandai dengan oligouria/anuria disertai peningkatan kadar ureum dan kreatinin.
Oedem paru
Keadaan ini mungkin terjadi pada pemberian cairan yang berlebihan. Pemberian
cairan yang tidak dikurangi pada masa terjadinya reabsorpsi cairan pada sekitar hari
sakit ke 7 dapat menimbukan keadaan ini. Ditandai dengan sesak napas, kelopak
mata sembab, dan ditunjang dengan gambaran oedem paru pada pemeriksaan
radiologi toraks.
KESIMPULAN
Sindrom syok dengue adalah derajat terberat dari DBD yang terjadi karena
peningkatan permeabilitas kapiler sehingga cairan keluar dari intravaskuler ke
ekstravaskuler, sehingga terjadi penurunan volume intravaskuler dan hipoksemia.
Syok yang biasanya terjadi pada saat atau segera setelah suhu turun, antara
hari ke 3 sampai hari sakit ke 7 disebabkan oleh peningkatan permeabilitas vaskular
sehingga terjadi kebocoran plasma, efusi cairan serosa ke rongga pleura dan
peritonium, hipoproteinemia, hemokonsentrasi dan hipovolemia yang mengakibatkan
berkurangnya aliran balik vena, preload miokard, volume sekuncup dan curah jantung
sehingga terjadi disfungsi sirkulasi dan penurunan perfusi organ.
34
menyebabkan
kematian.
Gangguan
elektrolit
(natrium
dan
kalsium),
DAFTAR PUSTAKA
1. Infeksi Virus Dengue. Dalam : Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS. Buku Ajar
Infeksi & Pediatri Tropis. Edisi Kedua. Jakarta : Badan Penerbit IDAI. 2010. Hal.155181
2. Hadinegoro SR, Soegijanto S, Wuryadi S, Suroso T. Tatalaksana Demam Berdarah
Dengue di Indonesia. Jakarta: Depkes RI Dirjen Pemberantasan Penyakit Menular
dan Penyehatan Lingkungan. 2006. Hal. 1-43
3. Hardiono D., Sri Rezeki. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Jakarta: Ikatan
Dokter Anak Indonesia. 2004.
4. Behrman Richard E., Kliegman Robert, Arvin Ann M., et al. Demam Berdarah
Dengue dan Sindrom Syok Dengue. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Vol. II. E/15.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.20001. Hal 1134-1135
5. WHO. Dengue, Dengue Haemorrhagic Fever, Degue Shock Syndrome In The
Context Of The Integrated Management Of Childhood Illness. 2005. Hal 1-34
35
6. WHO. Dengue Guidelines For Diagnosis, Treatment, Prevention, and Control. 2009.
Hal 3-147
7. Wills Bridget. Volume Replacement in Dengue Shock Syndrome. 2001. Dengue
buletin vol 25. Hal 50-55
8. Fitri Sari A. Gejala Awal Klinis dan Laboratorium Sebagai Faktor Prediktor Syok Pada
Demam Berdarah Dengue di Instalasi Kesehatan Anak RS Dr. Sardjito. 2004. Hal 1011
9. Tim Ilmu Kesehatan Anak RSCM. Draft Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu
Kesehatan Anak RSCM. Jakarta: Balai Penerbit RSCM. 2007.
10. Sri Rezeki, Hindra Irawan. Demam Berdarah Dengue. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.2005
11. Sungkar Saleha. Demam Berdarah Dengue. Jakarta: Yayasan Penerbit Ikatan
Dokter Indonesia. 2002.
12. Dengue Haemorrhagic Fever and Dengue Shock Syndrome. Didapat dari :
http://www.unboundmedicine.com/medline/ebm/record/19445771/full_citation/D
engue_haemorrhagic_fever_or_dengue_shock_syndrome_in_children_
diunduh pada tanggal 31 Oktober 2016
13. Fluid
Solutions
in
Dengue
Shock
Syndrome.
Didapat
dari
Shock
Syndrome.
didapat
dari
Fusion
Pathway.
Didapat
dari
and
Dengue
haemorrhagic
fever.
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs117/en/
Oktober 2016
19. Dengue
Haemorrhagic
Fever.
Didapat
dari
Didapat
dari
36
37