You are on page 1of 23

PHTHISIS BULBI

(EXCHANGE PROTESA)

Pembimbing :
dr. Rinanto Prabowo, SpM. M.Sc

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA

RS. MATA DR. YAP, YOGYAKARTA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

BAB I
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS
Nama

: Tn. E

Umur

: 35 tahun

Status

: Menikah

Agama

: Kristen

Pekerjaan

: Wiraswasta

Alamat

: Tegalrejo

II.ANAMNESIS
Dilakukan Autoanamnesis pada tanggal 16 Juni 2015, jam 13.30 WIB.
Keluhan Utama:
Protesa berubah posisi
Keluhan Tambahan:
Riwayat perjalanan penyakit:
Pasien datang ke poliklinik mata RSM dr.Yap dengan keluhan letak
protease berubah. Protease dirasakan mengganjal sejak 1 bulan lalu. Tidak ada
rasa nyeri.
Riwayat trauma pada pasien umur 11 tahun (tahun 1991). Mata kiri pasien
terkena stik golf ketika bermain. Dokter mengatakan kornea pasien rusak dan

mata kiri pasien tidak bisa berfungsi lagi. Setahun kemudian, pasien diimplan
mata buatan (op pemasangan protease pertama) di RS Aini.
19 tahun yang lalu, sekitar tahun 1996, pasien menjalani operasi protease
ke dua, dengan alasan posisi bola mata sering berubah. Menurut dokter yang
menangani, hal ini dikarenakan karena umur pasien yang bertambah. Menurut
pasien, jika posisi mata berubah, pasien dapat memperbaiki letak bola mata
sendiri.
Riwayat pengunaan kacamata minus (+) sejak SMA. Kacamata yang
digunakan adalah kacamata minus 1,5.
Riwayat Penyakit Dahulu:
a. Umum :
- Hipertensi
: Tidak Ada
- Kencing Manis
: Tidak Ada
- Asma
: Tidak Ada
- Gastritis
: Tidak Ada
- Alergi Obat
: Tidak Ada
b. Mata :
- Riwayat penggunaan kacamata:
(+) sejak SMA
-

Riwayat operasi mata :


(+) operasi pemasangan protease tahun 1991 dan 1996
Riwayat trauma mata :
(+) tahun 1990. Mata kiri terkena stik golf.

Riwayat Penyakit Keluarga:


Riwayat hipertensi (-), kencing manis (-), jantung (-)
III.

PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran

: Compos Mentis

Tanda Vital

Tekanan Darah

: 100/62 mmHg

Nadi
Respirasi

: 62 x/menit
: 20 x/menit

Suhu

: Afebris

Kepala

: Normocephali, rambut hitam, distribusi merata.

Mulut

: Oral hygiene baik

THT

: Normotia +/+, Deviasi septum (-), Sekret (-), Faring tidak


hiperemis

Thoraks

: Suara nafas vesikuler, Ronki (-), Wheezing (-)


BJ I-II reguler, Murmur (-), Gallop (-)

Abdomen

: Supel, Datar, Bising usus (+) normal

Ekstremitas

: Akral hangat +/+, Edema -/-

KGB

: Tidak teraba pembesaran KGB

Status Oftalmologi
KETERANGAN

1. VISUS
Tajam Penglihatan
Axis Visus
Koreksi
Addisi
Distansia Pupil
Kacamata Lama

OKULO DEXTRA OKULO SINISTRA

(OD)

(OS)

4/60
(+) minus 1,5

Protesa
Protesa
Protesa
Protesa
Protesa
Protesa

2. KEDUDUKAN BOLA MATA


Eksoftalmos
Enoftalmos
Deviasi
Gerakan Bola Mata

Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Baik ke semua arah

Protesa
Protesa
Protesa
Protesa

3. SUPERSILIA
Warna
Simetris

Hitam
Simetris

Hitam
Simetris

4. PALPEBRA SUPERIOR DAN INFERIOR


Edema
Nyeri tekan

Tidak ada
Tidak ada
3

Tidak ada
Tidak ada

Ektropion
Entropion
Blefarospasme
Trikiasis
Sikatriks
Fissura palpebra
Ptosis
Hordeolum
Kalazion

Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Baik
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Baik
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

5. KONJUNGTIVA TARSALIS SUPERIOR DAN INFERIOR


Hiperemis
Folikel
Papil
Sikatriks
Anemis
Kemosis

Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

Protesa
Protesa
Protesa
Protesa
Protesa
Protesa

Sekret
Injeksi Konjungtiva
Injeksi Siliar
Injeksi

Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

Protesa
Protesa
Protesa
Protesa

Subkonjungtiva
Pterigium
Pinguekula
Nevus Pigmentosus
Kista Dermoid

Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

Protesa
Protesa
Protesa
Protesa

Normal
Tidak dilakukan

Protesa
Protesa

Putih
Tidak ada
Tidak ada

Protesa
Protesa
Protesa

Jernih
Licin
Tidak dilakukan
Tidak ada
Tidak ada

Protesa
Protesa
Protesa
Protesa
Protesa

6. KONJUNGTIVA BULBI

7. SISTEM LAKRIMALIS
Punctum Lakrimalis
Tes Anel
8. SKLERA
Warna
Ikterik
Nyeri Tekan
9. KORNEA
Kejernihan
Permukaan
Sensibilitas
Infiltrat
Keratik Presipitat

Sikatriks
Ulkus
Perforasi
Arkus Senilis
Edema
Tes Placido

Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Ada
Tidak ada
Tidak dilakukan

Protesa
Protesa
Protesa
Protesa
Protesa
Protesa

Kedalaman
Kejernihan
Hifema
Hipopion
Fler
11. IRIS

Dangkal
Jernih
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

Protesa
Protesa
Protesa
Protesa
Protesa

Warna
Sinekia
Koloboma

Coklat
Tidak ada
Tidak ada

Protesa
Protesa
Protesa

10. BILIK MATA DEPAN

12. PUPIL
Letak
Bentuk
Ukuran
Refleks Cahaya Langsung
Refleks Tak Langsung

Sentral
Bulat
5 mm
Positif
Tidak dapat dinilai

Protesa
Protesa
Protesa
Protesa
Protesa

13. LENSA
Kejernihan
Letak
Shadow Test

Jernih
Di tengah
Tidak dilakukan

Protesa
Protesa
Protesa

14. BADAN KACA


Kejernihan

Jernih

Tidak dilakukan

15. FUNDUS OKULI


Refleks fundus
Warna
Ekskavasio
Rasio Arteri:Vena
C/D Ratio
Makula Lutea
Eksudat
Perdarahan
Sikatriks

Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan

Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan

16. PALPASI
Nyeri Tekan
Massa Tumor
Tensi Okuli
Tonometri Schiotz

Tidak ada
Tidak ada
Normal per palpasi
14

Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan

17. KAMPUS VISI


Tes Konfrontasi
IV.

Sesuai dengan pemeriksa

Tidak dilakukan

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
Eritrosit
: 4.74
Leukosit
: 4,9
Hb
: 14.6
Ht
: 44.9
Trombosit
: 161
MCV
: 95
MCH
: 30.9
Limfosit
: 35.7
Monosit
: 10.7
Granulosit
: 53.6
Ureum
: 50.4
Creatinin
: 1,07
Natrium
: 135
Protombin time (PT) : 11.2
APTT
: 30.9

106/mm3
103/mm3
g/dl
%
103/mm3
m3
pg
%
%
%
mg/dl
mg/dl
mmol/L
detik
detik

(3.80 - 5.8 106/mm3)


( 3.5 - 10.0 103/mm3)
( 11-16.5 g/dl )
( 35 -50 % )
( 150-390 103/mm3)
( 80 97 m3)
( 26.5-33.5 pg )
( 17 48 % )
( 4.0 10 % )
(43.0 76.0 %)
( 10-50 mg/dl )
( 0,6-1,36 mg/dl )
(135.37 145.00)
( 10.5 detik )
( 24 detik )

X-Ray foto
Thorax PA (digital)
Hasil:
- Tampak perselubungan semiopaq inhomogen di apex pulmo dextra
- Sinus c.f lancip, diafragma licin
- Cor, CTR < 0,5
Kesan: infiltrate di apex pulmo dextra suspect TB paru aktif lesi minimal
besar cor normal.
V.

RESUME
Pasien datang ke poliklinik mata RSM dr.Yap dengan keluhan letak protease
berubah. Protease dirasakan mengganjal sejak 1 bulan lalu.
Riwayat terkena stik golf pada mata kiri pada pasien umur 11 tahun (tahun
1991). Pemasangan protease pertama pada tahun 1992 di RS Aini. Reposisi
6

protease kedua sekitar tahun 1996. Menurut pasien, jika posisi mata berubah,
pasien dapat memperbaiki letak bola mata sendiri.
Riwayat pengunaan kacamata minus (+) sejak SMA. Kacamata yang
digunakan adalah kacamata minus 1,5.
Dengan pemeriksaan ophthalmogi didapatkan VOD 4/60, dengan
kacamata OD 6/9, TIO normal perpalpasai sedangkan VOS menggunakan
protesa. Tidak ada riwayat penyakit hipertensi, DM, asma, maag.
VI.

DIAGNOSA KERJA
Ocular sinistra (OS) : Phthisis bulbi OS (post exchange protesa)

VII.

DIAGNOSA BANDING
-

VIII. ANJURAN PEMERIKSAAN


IX.

PENATALAKSANAAN
OS eviserasi + DFG + Protesa

IX.

PROGNOSIS
OD

OS

Ad vitam

Bonam

Bonam

Ad fungsionam

Bonam

Malam

Ad sanationam

Bonam

Malam

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi Phthisis bulbi
Phthisis bulbi adalah suatu kondisi dimana bola mata tidak berfungsi dan mengerut
(mengecil). Hal ini disebabkan oleh beberapa penyakit mata, inflamasi, trauma, atau
komplikasi dari operasi mata. Penatalaksanaannya dengan menggunakan prosthesis,
dimana didahului dengan eviserasi atau enukleasi mata.
2. Prosedur operasi
Prosedur awal sebelum prosthesis, didukung dengan eviserasi atau enukleasi.
Perbedaan Enukleasi, Eviserasi dan Eksenterasi.
Enukleasi bulbi merupakan tindakan pembedahan mengeluarkan bola mata dengan
melepas dan memotong jaringan yang mengikatnya didalam rongga orbita. Jaringan

yang dipotong adalah seluruh otot penggerak mata, sebagian nervus optikus anterior
dan melepaskan conjungtiva dari bola mata dengan usaha untuk mempertahankan
conjungtiva tersebut, kapsula Tenon, serta otot ekstraokular.
Enukleasi bulbi biasanya dilakukan pada keganasan intraokular, mata yang dapat
menimbulkan oftalmia simpatika, mata yang tidak berfungsi dan memberikan keluhan

rasa sakit, endophthalmitis supuratif dan pthisis. Biasanya pasien setelah enukleasi
bulbi diberi mata palsu atau protesis.
Eviserasi adalah pengangkatan isi bola mata. Eviserasi bulbi merupakan tindakan
mengeluarkan seluruh isi bola mata seperti kornea,lensa, badan kaca, retina dan
koroid tapi dengan menyisakan sclera. Setelah isi dikeluarkan maka limbus kornea
dieratkan dan dijahit.
Eviserasi bulbi dilakukan pada mata dengan panophthalmitis dan endophthalmitis
berat.

Eksenterasi orbita merupakan tindakan pengangkatan jaringan lunak orbita termasuk


bola mata. Prosedur tradisional mencakup pengangkatan bola mata, kelopak mata,
konjungtiva, dan keseluruhan isi orbita termasuk area periorbita.
Eksenterasi orbita adalah pembedahan destruktif yang dilakukan pada situasi klinis
yang genting sebagai upaya menyelamatkan jiwa. Eksenterasi terutama dilakukan
pada kondisi keganasan orbita dan kadang-kadang untuk infeksi dan inflamasi orbita
yang mengancam nyawa.
Eksenterasi subtotal mencakup pengangkatan bola mata, konjungtiva, dan otot
ekstraokular, tanpa dilakukan diseksi subperiosteal.

Implant
Implant yang digunakan diklasifikasikan menjadi dua, yaitu alami (biological dan
non-biological) dan sintesis. Contoh: biologi alami: coralline hydroxiapatite; natural
non biologic: aluminium oxide; sintetis: polyethylene dan acrylic. Beberapa implant

10

masih dalam tahap penelitian. Untuk antisipasi, prosedur pembedahan di atas diikuti
dengan dermofat graft (DFG), dimana DFG penting untuk keperluan implant dalam
mengurang resiko penolakan tubuh terhadap protesa. Pemilihan implant tergantung
dari harga, tindakan pembedahan, kesediaan alat, dan factor lainnya.

Implant pertama setelah eviserasi terbuat dari gelas sphere. Beberapa penelitian
terhadap impant membuktikan bahwa implant mempercepat jaringan fibrovascular,
yang cocok dengan prostesanya.
Post operative care
Antibiotic sistemik digunak selama 5-7 hari post op. selama 72 jam pertama,
diharuskan menggunakan NSAIDS, analgesi, dan ice pack. Pencocokan terhadap
prostesa dilakukan setelah 4 sampai 6 minggu post operative.

Daftar Pustaka
1. American Academy of Ophthalmology: Orbit, eyelid and Lacrimal System, Section
7, 2011-2012. page 119-120

11

2. Soarez I.P, Franca. Evisceration and enucleasi. 2010.


3. Mosby Else
4. KATARAK SENILIS
5. Posted: March 24, 2011 in Mata
6. Tags: definisi katarak, Katarak, katarak senilis, lensa keruh, mata kabur
7. 0
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14. 6 Votes
15.
16.
17. I. PENDAHULUAN
18.
19. Katarak berasal dari bahasa Yunani katarrhakies, Inggris cataract dan latin cataracta
yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular dimana penglihatan
seperti tertutup air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak adalah setiap keadaan
kekeruhan pada lensa, denaturasi protein lensa atau terjadi akibat kedua-duanya.
20.
21. Biasanya kekeruhan mengenai kedua mata dan berjalan progresif ataupun dapat
mengalami perubahan dalam waktu lama
22.
23. Katarak umumnya merupakan penyakit pada usia lanjut, akan tetapi dapat juga
akibat kelainan kongenital, atau penyulit penyakit mata lokal menahun.Katarak
merupakan penyebab utama dari kebutaan di Indonesia. Angka kebutaan di Indonesia
adalah 1,4 % dan katarak menjadi masalah di masyarakat karena menimbulkan
kebutaan.Katarak senilis adalah katarak yang disebabkan oleh proses penuaan.
24.
25. Tugas terpenting tenaga medis adalah memberi informasi yang benar mengenai buta
katarak, bahwa buta katarak masih bisa ditanggulangi dengan dilakukan operasi
sehingga dapat melihat kembali. Sebagai contoh, deteksi dini, monitoring yang ketat,
dan intervensi bedah yang tepat waktu harus diperhatikan dalam manajemen katarak
senilis.
26.
27. II. DEFINISI
28.
29. Katarak senilis adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut, yaitu
usia di atas 50 tahun.
30.

12

31. III. EPIDEMIOLOGI


32.
33. Pada dasarnya katarak adalah suatu penyakit mata yang erat hubungannya dengan
mereka yang berusia lanjut, karena itu semakin meningkatnya usia harapan hidup,
maka prevalensi katarak akan meningkat.
34.
35. Di Amerika serikat, sedikitnya 300.000 400.000 gangguan penglihatan karena
katarak, dengan komplikasi dari teknik bedah modern menghasilkan 7000 kasus buta
yang ireversibel. Pada penelitian Framingham Eye, tahun 1973 1975 ditemukan
penderita katarak senilis sebanyak 15,5 % dari 2477 pasien yang diperiksa.
36.
37. Katarak senilis terus merupakan penyebab utama gangguan penglihatan dan kebutaan
di dunia. Sedikitnya 5 10 juta pasien memiliki gangguan penglihatan katarak setiap
tahunnya dengan metode teknik bedah modern menghasilkan 100.000 200.00 buta
mata ireversibel.
38.
39. IV. ETIOLOGI
40.
41. Penyebab katarak senilis sampai sekarang tidak diketahui secara pasti.
42.
43. Beberapa studi telah membantu mengidentifikasi faktor-faktor risiko terhadap
perkembangan dari katarak senilis. Bermacam-macam hal yang mempengaruhi
termasuk kondisi lingkungan, penyakit sistemik, diet, dan umur.
44.
45. West dan Valmadrid mengatakan bahwa katarak yang berhubungan dengan usia
adalah sebuah penyakit multifaktorial dengan faktor risiko yang berbeda-beda yang
berkaitan dengan tipe-tipe katarak yang berbeda. Selanjutnya mereka mengatakan
bahwa katarak kortikal dan subkapsular posterior berhubungan erat dengan stres
lingkungan seperti paparan sinar ultraviolet, diabetes, dan obat-obat yang diminum.
Bagaimanapun katarak nuklear terlihat mempunyai korelasi dengan merokok.
Alkohol berhubungan dengan semua jenis katarak.
46.
47. Analisis yang serupa dilengkapi oleh Miglior dan kawan-kawan. Mereka
menemukan bahwa katarak kortikal berhubungan dengan adanya diabetes yang lebih
5 tahun dan meningkatnya kadar potasium dan sodium serum. Adanya riwayat
pembedahan dengan anestesi umum dan penggunaan obat-obat sedatif berhubungan
dengan

penurunan

risiko

katarak

kortikal.

13

Katarak

subkapsular

posterior

dihubungkan dengan penggunaan steroid dan diabetes, sedang katarak nuklear


mempunyai hubungan yang berarti dengan asupan kalsitonin dan susu.
48.
49. Penyakit sistemik dan katarak senilis
50.
51.
Katarak senilis berhubungan dengan banyak penyakit sistemik, termasuk
kolelitiasis, alergi, pneumonia, penyakit koroner dan penyakit jantung insufisiensi,
hipotensi, hipertensi, retardasi mental, dan diabetes.
52.
53.

Hipertensi sistemik telah ditemukan secara berarti meningkatkan risiko

katarak subkapsular posterior.


54.
55.

Jalan lain yang mungkin pada perjalanan dari hipertensi dan glaukoma pada

katarak senilis adalah perubahan struktur protein dalam kapsul lensa. Selanjutnya
menyebabkan perubahan pada transpor membran dan permeabilitas terhadap ion dan
akhirnya akan meningkatkan intra okuler yang menyebabkan perubahan bentuk
katarak.
56.
57. Sinar ultraviolet dan katarak senilis
58.
59.
Hubungan sinar ultraviolet dan perkembangan dari katarak senilis telah
diuraikan secara menarik. Satu hipotesis menjelaskan bahwa katarak senilis, terutama
opasitas dari korteks, mungkin disebabkan oleh dampak suhu terhadap lensa.
60.
61.

Pada binatang percobaan oleh Al-Ghadyan dan Cotlier mendokumentasikan

adanya peningkatan suhu. Pada bagian posterior lensa pada kelinci setelah
dipaparkan dengan sinar matahari yang disebabkan oleh efek temperatur pada kornea
dan peningkatan suhu badan.
62.
63.
Pada studi yang relevan, orang yang berkediaman di area yang besar terpapar
sinar ultraviolet lebih mungkin berkembang katarak senilis dan lebih cepat
dibandingkan orang yang berkediaman di tempat yang sedikit terpapar sinar
ultraviolet.
64.
65. Faktor risiko lain :
66.
67.
Hal lain yang signifikan berhubungan dengan katarak senilis adalah
penambahan usia, jenis kelamin perempuan, kelas sosial, dan miopia. Pekerja yang

14

terpapar dengan radiasi infra merah juga memiliki insiden yang tinggi terhadap
perkembangan katarak senilis.
68.
69.

Meskipun miopia merupakan sebuah faktor risiko, telah terlihat bahwa orang

dengan miopia yang telah menggunakan kaca mata setidaknya 20 tahun akan
diekstraksi katarak lebih tua dibandingkan emetrop. Secara tidak langsung terdapat
efek protektif dari kaca mata terhadap radiasi solar ultraviolet.
70.
71. V. PATOFISIOLOGI
72.
73. Mata kita bekerja seperti sebuah kamera. Lensa mata yang terletak di dalam mata (di
belakang iris) bertugas memfokuskan cahaya agar membentuk suatu bayangan yang
tajam di retina. Retina bekerja seperti film pada sebuah kamera yang berfungsi untuk
merekam bentuk bayangan suatu objek dalam bentuk gambar. Gambar tersebut
dihantarkan melalui saraf optik menuju otak untuk diterjemahkan menjadi sesuatu
yang kita lihat.
74.
75. Lensa mata mempunyai bagian yang disebut pembungkus lensa atau kapsul lensa,
korteks lensa yang terletak antara nukleus lensa atau inti lensa dan kapsul lensa. Pada
anak dan remaja , nukleus bersifat lembek sedangkan pada orang tua nukleus ini
menjadi keras. Katarak dapat mulai dari nukleus, korteks, dan subkapsularis lensa.
76.
77. Patofisiologi katarak senilis merupakan hal yang kompleks dan belum dimengerti
penuh. Pada semua kejadian patogenesisnya merupakan multifaktorial yang
melibatkan interaksi kompleks antara bermacam macam proses fisiologis. Sebagai
lensa yang tua, ketebalan dan berat bertambah sedangkan daya akomodasinya
berkurang. Terdapat lapisan kortikal baru pada pola konsentrisnya, nukleus ditengah
akan tertekan dan mengeras yang disebut sklerosis nuklear.
78.
79. Mekanisme multipel mempengaruhi kehilangan transparansi lensa yang progresif.
Epitelium lensa yang berubah sebagian perubahan umur terutama penurunan densitas
sel epithelial lensa dan penambahan sel serat lensa yang berbeda.
80.
81. Kerusakan oksidasi progresif dari lensa yang sudah tua berkembang menjadi katarak
senilis. Beberapa studi menunjukkan peningkatan produk dari oksidasi dan
penurunan dari vitamin anti oksidan

dan penurunan dari enzim superoksida

dismutase. Penting untuk proses oksidasi pada pembentukan katarak.


82.
15

83. Katarak senilis dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe utama : katarak nuklear, katarak
kortikal, dan katarak subkapsular posterior.
84.
85. VI. GEJALA KLINIK
86.
87. Pengambilan anamnesa yang hatihati sangat penting untuk menggambarkan
progresifitas dan kerusakan fungsional dari penglihatan yang disebabkan oleh
katarak dan identifikasi penyebab lain yang mungkin menyebabkan opasitas lensa.
Seorang pasien dengan katarak senilis biasanya memiliki riwayat kemunduran
penglihatan progresif dan bertahap. Penyimpangan penglihatan yang bervariasi
tergantung pada tipe katarak pasien tersebut.
88.
89. Penurunan ketajaman penglihatan
90.
91. Penurunan ketajaman penglihatan adalah keluhan umum pasien dengan katarak
senilis. Katarak betul betul dipertimbangkan secara klinis jika terdapat efek pada
ketajaman penglihatan yang berarti. Selanjutnya tipe tipe yang berbeda dari katarak
menghasilkan efek yang berbeda pada ketajaman penglihatan.
92.
93. Sebagai contoh, tingkat ringan dari katarak subkapsular posterior dapat
menyebabkan penurunan yang berat ketajaman penglihatan dengan efek pada
penglihatan dekat lebih berat dari efek pada gangguan penglihatan jauh yang
diperkirakan oleh karena akomadasi miosis. Bagaimanapun katarak

sklerosis

nuklear sering disertai dengan penurunan penglihatan jauh dan penglihatan dekat
yang bagus. Katarak kortikal umumnya tidak memberi gejala sampai tingkat
progresifitas lanjut ketika jari-jari korteks membahayakan axis penglihatan.
94.
95. Silau
96.
97. Peningkatan kesilauan adalah keluhan utama lain pada pasien dengan katarak senilis
98.
99. Pergeseran miopik
100.
101. Progresifitas dari katarak akan sering meningkatkan kekuatan dioptri lensa terlihat
pada tingkat ringan sampai sedang dari miopia. Selanjutnya, pasien pasien presbiop
dilaporkan peningkatan penglihatan dekat dan tidak membutuhkan kacamata baca
yang disebut second sight .
102.

16

103. Khasnya, pergeseran miopik dan second sight tidak terlihat pada katarak kortikal
dan subkapsular posterior, lebih lanjut perkembangan kerusakan asimetris lensa
miopia menyebabkan gejala anisometropia yang membutuhkan manajemen bedah.
104.
105.
Monookular diplopia
106.
107. Pada saat perubahan nukleus terpusat pada lapisan paling dalam lensa
menyebabkan area refraksi pada sentral lensa, yang lebih sering jelas terlihat pada
reflek merah dengan retinoskopi atau ophtalmoskopi direk. Seperti fenomena yang
mengarah kepada diplopia monookular yang tidak dikoreksi dengan kacamata,
prisma dan kontak lensa.
108.
109. STADIUM
110.
111. Stadium katarak senilis dapat dijelaskan sebagai berikut :
112.
113.
Katarak insipien
114.
115. Pada stadium ini kekeruhan mulai dari tepi ekuator berbentuk gerigi menuju
korteks anterior dan posterior (katarak kortikal). Katarak subkapsular posterior,
dimana kekeruhan mulai terlihat anterior subkapsular posterior, celah terbentuk
antara serat lensa dan korteks jaringan berisi jaringan degeneratif (benda morgagni)
pada katarak insipien. Kekeruhan ini dapat menimbulkan poliopia oleh karena indeks
refraksi yang tidak sama pada semua bagian lensa. Bentuk ini kadang-kadang
menetap dalam waktu yang lama. Pemeriksaan shadow test negatif.
116.
117.
Katarak intumesen
118.
119. Kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa yang degeneratif
menyerap air. Masuknya air ke dalam celah lensa mengaakibatkan lensa menjadi
bengkak dan besar yang akan mendorong iris sehingga bilik mata menjadi dangkal
dibanding dengan keadaan normal. Pencembungan lensa ini akan dapat memberikan
penyulit glukoma. Katarak intumesen biasanya terjadi pada katarak yang berjalan
cepat dan mengakibatkan miopia lentikuler. Pada keadaan ini dapat terjadi hidrasi
korteks hingga lensa akan mencembung dan daya biasnya akan bertambah, sehingga
memberikan miopisasi. Pada pemeriksan slit lamp terlihat vakuol pada lensa disertai
peregangan jarak lamel serat lensa.
120.
121.
Katarak imatur
17

122.
123. Kekeruhan belum mengenai seluruh lapisan lensa. Volume lensa bertambah akibat
meningkatnya tekanan osmotik bahan lensa yang degeneratif. Pada keadaan lensa
mencembung akan dapat menimbulkan hambatan pupil sehingga terjadi glaukoma
sekunder. Pemeriksaan shadow test positif.
124.
125.
Katarak matur
126.
127. Pada katarak matur, kekeruhan telah mengenai seluruh massa lensa. Kekeruhan
ini terjadi akibat deposit ion Ca yang menyeluruh. Cairan lensa akan keluar sehingga
lensa kembali pada ukuran yang normal. Akan terjadi kekeruhan seluruh lensa yang
bila lama akan mengakibatkan kalsifikasi lensa. Bilik mata depan akan berukuran
normal kembali. Pemeriksaan shadow test negatif.
128.
129.
Katarak hipermatur
130.
131. Stadium ini telah mengalami proses degenerasi lanjut, dapat menjadi keras atau
lembek dan mencair. Massa lensa yang berdegenerasi keluar dari kapsul lensa
sehingga lensa menjadi mengecil, berwarna kuning dan kering. Pada pemeriksaan
dengan slit lamp terlihat bilik mata dalam dan adanya lipatan kapsul lensa. Bila
proses katarak progresif disertai dengan kapsul lensa yang tebal maka korteks yang
berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar, maka korteks akan memperlihatkan bentuk
seperti kantong susu disertai dengan nukleus yang terbenam di dalam korteks lensa
karena lebih berat. Keadaan ini disebut sebagai katarak morgagni.
132.
133. VII. DIAGNOSIS
134.
135. Diagnosa dari katarak senilis dibuat atas dasar anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan seluruh tubuh terhadap adanya kelainan-kelainan harus dilakukan untuk
menyingkirkan penyakit sistemik yang berefek terhadap mata dan perkembangan
katarak.
136.
137.
Pemeriksaan mata yang lengkap harus dilakukan yang dimulai dengan
ketajaman penglihatan untuk gangguan penglihatan jauh dan dekat. Ketika pasien
mengeluh silau, harus diperiksa dikamar dengan cahaya terang.
138.
139.
Pemeriksaan adneksa okular dan struktur intraokular dapat memberikan
petunjuk terhadap penyakit pasien dan prognosis penglihatannya. Pemeriksaan yang

18

sangat penting yaitu tes pembelokan sinar yang dapat mendeteksi pupil Marcus Gunn
dan defek pupil aferent relatif yang mengindikasikan lesi saraf optik atau keterlibatan
difus makula
140.
141.
Pemeriksaan slit lamp tidak hanya difokuskan untuk evaluasi opasitas lensa.
Tapi dapat juga struktur okular lain( konjungtiva, kornea, iris, bilik mata depan).
142.
143.
Ketebalan kornea dan opasitas kornea seperti kornea gutata harus
diperiksa hati-hati
144.
145.
Gambaran lensa harus dicatat secara teliti sebelum dan sesudah pemberian
dilator pupil
146.
147.
Posisi lensa dan integritas dari serat zonular juga dapat diperiksa sebab
subluxasi lensa dapat mengidentifikasi adanya trauma mata sebelumnya, kelainan
metabolik, atau katarak hipermatur
148.
149.
Kepentingan ofthalmoskopi direk dan indirek dalam evaluasi dari integritas
bagian belakang harus dinilai. Masalah pada saraf optik dan retina dapat menilai
gangguan penglihatan.
150.
151. VIII. DIAGNOSIS BANDING
152.
153. Diagnosis banding dari katarak senilis yaitu katarak traumatik.
154.
155. IX. PENATALAKSANAAN
156.
157. Terapi definitif untuk katarak senilis adalah ekstraksi lensa. Beberapa tahun
terakhir bermacam-macam teknik operasi telah dikembangkan dari tulisan teknik
kuno sampai teknik terbaru fakoemulsi. Berdasarkan integritas dari capsula posterior
lensa, 2 tipe utama bedah lensa adalah intracapsular catarak extraction (ICCE) dan
extracapsular cataract extraction ( ECCE).
158.
159.
Ekstraksi katarak intrakapsular
160.
161. Sebelum adanya instrumen bedah mikro yang lebih modern dan IOL yang baik,
ICCE merupakan metode yang lebih disukai untuk pengangkatan katarak. Teknik ini
melibatkan mengangkat seluruh lensa termasuk kapsula posterior. Dalam melakukan
teknik ini tidak perlu khawatir terhadap perkembangan selanjutnya dan penanganan

19

dari opasitas kapsul. Teknik ini dapat dilakukan dengan alat alat yang sedikit
canggih dan di daerah dimana tidak terdapat mikroskop operasi dan sistem origasi.
162.
163. Bagaimanapun sejumlah kerugian dan komplikasi post operasi, insisi limbus yang
lebar sering 160o-180o dikaitkan dengan beberapa faktor risiko yang mengikutinya
seperti penyembuhan yang terlambat, keterlambatan perbaikan visus, timbulnya
astigmatismat, inkarserasi iris, luka operasi yang bocor, inkarserasi vitreus. Edem
kornea merupakan suatu keadaan yang umum terjadi saat operasi dan komplikasi
post operasi. Meskipun banyak komplikasi post operasi, namun ICCE masih dapat
digunakan pada kasus-kasus dimana zonular rusak berat, sehingga dapat dilakukan
pengangkatan lensa dengan sukses.
164.
165. ICCE merupakan kontraindikasi absolut pada anak-anak dan dewasa muda
dengan katarak dan kasus-kasus dengan trauma ruptur kapsular. Kontraindikasi
relatif adalah miopia tinggi, sindrom marfan, katarak morgagni, dan adanya vitreus
di bilik mata depan.
166.
167.
Extracapsular Cataract Extraction
168.
169. Berbeda dengan ICCE, ECCE melibatkan pengangkatan nukleus lensa dengan
membuka kapsula anterior dan meninggalkan kapsula posterior. ECCE mempunyai
sejumlah keuntungan dibandingkan ICCE, yang berhubungan dengan intaknya
kapsula posterior, yaitu :
170.
171.
Insisi yang kecil pada ECCE dan sedikit trauma dari endotel kornea
172.
173.
Komplikasi cepat dan lambat dari vitreus sampai kornea, iris dapat
diminimalisasi atau dieliminasi
174.
175.
Tempat anatomi yang baik terhadap IOL bila kapsula posterior masih intak
176.
177.
Sebaliknya, kapsula yang intak menyebabkan masuknya bakteri dan
mikroorganisme lain ke dalam kamera okuli anterior selama proses pembedahan,
yang bisa mencapai rongga vitreus posterior dan dapat menyebabkan endoptalmitis
178.
179. X. KOMPLIKASI
180.
181. Berikut ini adalah komplikasi besar intraoperatif yang ditemukan selama operasi
katarak, yaitu :
182.
20

183.
Kamera okuli anterior dangkal atau datar
184.
Ruptur kapsul
185.
Edem kornea
186.
Perdarahan atau efusi suprakoroid
187.
Perdarahan koroid yang ekspulsif
188.
Tertahannya material lensa
189.
Gangguan vitreous dan inkarserasi ke dalam luka
190.
Iridodialisis
191.
192. Berikut ini merupakan komplikasi besar post operatif yang ditemukan segera
selama operasi katarak, yang sering terlihat dalam beberapa hari atau minggu setelah
operasi, yaitu :
193.
194.
Kamera okuli anterior datar atau dangkal karena luka robek
195.
Terlepasnya koroid
196.
Hambatan pupil
197.
Hambatan korpus siliar
198.
Perdarahan suprakoroid
199.
Edem stroma dan epitel
200.
Hipotoni
201.
Sindrom Brown-Mc. Lean (edem kornea perifer dengan kornea sentral jernih
sangat sering terlihat mengikuti ICCE)
202.
Perlekatan vitreokornea dan edem kornea yang persisten
203.
Perdarahan koroid yang lambat
204.
Hifema
205.
Tekanan intraokuler yang meningkat (sering karena tertahannya viskoelastis)
206.
Edem makular kistoid
207.
Terlepasnya retina
208.
Endoptalmitis akut
209.
Sindrom uveitis-glaukoma-hifema (UGH)
210.
211. Berikut ini adalah komplikasi besar post operatif yang lambat, terlihat dalam
beberapa minggu atau bulan setelah operasi katarak :
212.
213.
Jahitan yang menginduksi astigmatismus
214.
Desentrasi dan dislokasi IOL
215.
Edem kornea dan keratopati bullous pseudopakia
216.
Uveitis kronis
217.
Endoptalmitis kronis
218.
Kesalahan penggunaan kekuatan IOL
219.
220. XI. PROGNOSIS
221.
222. Saat operasi tidak disertai dengan penyakit mata lain sebelumnya, yang akan
mempengaruhi hasil secara signifikan seperti degenerasi makula atau atropi saraf
optik, standar ECCE yang berhasil tanpa komplikasi atau fakoemulsifikasi
21

memberikan prognosis penglihatan yang sangat menjanjikan mencapai sekurangkurangnya 2 baris snellen chart. Penyebab. Faktor risiko utama yang mempengaruhi
prognosis visual adalah adanya diabetes melitus dan retinopati diabetik.vier.
Ocuplastic and Reconstructive Surgery. 2008.

22

You might also like