You are on page 1of 7

DAMPAK ASEAN-RCEP BAGI INDONESIA

1. Latar Belakang
ASEAN-RCEP adalah proposal perdagangan bebas antara negara-negara ASEAN serta India, China,
Korea Selatan, Australia, Selandia Baru dan Jepang. Tujuan dari ASEAN-RCEP ini adalah
terwujudnya perdagangan bebas dengan menghilangkan tarif, menjamin hak cipta dan
mendukung sebebas-bebasnya perdangangan untuk mensejahterakan anggotanya, tetapi apakah
benar seperti itu ?. kekhawatiran mulai muncul ketika hembusan isu bahwa ASEAN-RCEP
merupakan kepanjangan dari TPP serta segala peraturannya, tetapi dengan China sebagai
penggerak utama.

Indonesia masih merangkak dalam dalam memenuhi kebutuhan dalam negeri, impor gula, impor
daging sapi bahkan impor beras menjadi topik yang selalu menjadi topik masyarakat Indonesia
sehari-hari, pemerintah seakan tidak mampu memenuhi itu semua, tetapi data OEC MIT impor
beras Indonesia pada 2014 hanya ada pada 478 juta US dollar atau 0,23 persen dari total Impor
Indonesia sedangkan pada saat yang sama ekspor beras kita ada pada angka 4,86 juta US dollar
atau 0,0025 persen dari keseluruhan nilai ekspor Indonesia, dengan deficit 473,12 juta US dollar
hal ini menjadi indikasi buruk bagi kita, bahwa kita tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok
masyarakat Indonesia.

Pemerintah pun menyadari bahwa ketidakmampuan memenuhi kebutuhan pokok dalam negeri
menjadikan negara kita memerlukan impor produk dari negara lain, tetapi dengan pembatasan.
Pembatasan impor ini untuk sementara menjadi pelindung bagi produsen dalam negeri, tetapi
apabila kesepakatan ASEAN-RCEP ini terjadi maka pasar Indonesia yang besar akan menjadi target
dari negara-negara yang sudah lebih maju dari Indonesia, dan pemerintah tidak mampu lagi untuk
mempertahankan produsen dalam negeri.

Apabila Isu yang menyatakan bahwa negosiasi ASEAN-RCEP akan mengambil hukum dari TPP yang
meliputi Finansial, BUMN, Listrik, Telekomunikasi, UMKM dll. Maka pemerintah sedang berjudi
dan menjadikan nasib negara kita menjadi taruhannya

2. Profile Indonesia
a. Ekspor
An export is a function of international trade whereby goods produced in one country are
shipped to another country for future sale or trade. The sale of such goods adds to the
producing nation's gross output. If used for trade, exports are exchanged for other products
or services in other countries.[1]

NIlai ekspor Indonesia, data OEC MIT 2014

29% Produk Mineral

5.5% Plastik & Karet

12% Hasil olahan Perkebunan & Pertanian

5% Metal

10% Mesin, elektronik

4.5% Bahan Kimia

8% Tekstil

30.5% Lain-Lain

Sektor Migas masih mendominasi ekspor Indonesia dengan nilai 58,3 Milliar US dollar dari
keseluruhan ekspor 198 Milliar US dollar, dengan porsi diatas negara kita belum bisa disebut
sebagai advanced country karena masih mengandalkan ekspor pada sector migas, dan belum bisa
menjadikan sector lain sebagai vanguard ekonomi Indonesia.

Negara Tujuan ekspor Indonesia, Data OEC MIT 2014

13% Jepang

6.9% India

11% China

6.0% Korea Selatan

9.5% Singapore

4.2% Malaysia

9.5% Amerika Serikat

30.9% Negara Lain

b. Impor
NIlai Impor Indonesia

25% Produk Mineral

6% Transportasi

24% Mesin & Electronik

5.5% Plastik

9% Metal

5.1% Tekstil

9.3% Bahan Kimia

16.1% Lain-Lain

Negara Asal Produk OEC MIT 2014

18% China

6.0% Malaysia

14% Singapore

5.5% Thailand

9.5% Jepang

4.2% Amerika Serikat

6.5% Korea Selatan

36.3% Negara Lain

3. Kebijakan Dalam Negeri


Neraca Perdagangan Indonesia pada tahun 1995-2014 menurut OEC MIT, negara kita memilik
surplus 690 Milliar US Dollar angka yang cukup baik mengingat krisis yang pernah kita alami, tetapi
dalam kurun 2011-2014 surplus perdangangan Indonesia mengalami penurunan. Angka 690
Milliar Dollar bukanlah nilai yang kecil tetapi siapa yang sebenarnya menikmati ?

Indonesia dikenal dengan upah buruh yang murah, hal ini menjadi bikidan bagi perusahaan
manufactur negara maju untuk membuka pabriknya di Indonesia, perusahaan seperti Nike,
Danone, Unilever bahkan Astra sekalipun. Meskipun secara legalitas pabrik ini berdiri di Indonesia
dan mendongkrak nilai ekspor negara tetap saja bahwa pemilik perusahaan-perusahaan yang ada
di Indonesia ada di Luar negeri, hal ini terlihat dari jomplangnya hasil perdangangan 1995-2014
senilai 690 Milliar US Dollar dengan Devisa Indonesia dilansir Tempo saat ini yang hanya ada di
113.5 Milliar US Dollar.

Investasi dalam negeri dengan menarik investor memang tidak sepenuhnya salah, karena secara
riil mampu menarik tenaga kerja, dan menggerakan ekonomi tetapi apablia kebijakan ASEANRCEP ini terlaksana maka negara kita akan terkena imbas yang jauh lebih dalam lagi, yakni
perusahaan asing yang memiliki pabrik di Indonesia akan berfikir ulang untuk memindahkan

perusahaannya ke negara lain yang ongkos produksinya lebih rendah, selain di bidang manufactur
dalam bidang finansial pun bank-bank asing bisa beroperasi lebih dalam lagi, dan mampu
menyediakan program cicilan rumah, mobil, asuransi dll. Dengan nilai asset yang jauh lebih kecil
perbankan Indonesia akan kalah oleh perbankan asing.

ASEAN-RCEP berasa TPP pun akan menghilangkan control pemerintah terhadap pelayanan publik,
sebenranya ada positifnya yakni perusahaaan air, komunikasi dan listrik bisa menjangkau daerah
yang selama ini belum bisa mendapatkan layanan tersebut tetapi dalam jangka panjang hal ini
berefek sangat buruk karena layanan public kita akan berpengaruh pada perusahaan asing
menguasai kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia, dan ini merupakan bentuk dari neo
colonialism. Pemerintah akan kehilangan control harga, bentuk layanan dan bentuk kebijakan dan
ini akan berefek sangat buruk pada 250 juta penduduk negara ini, sedangkan UUD 1945
mengamanatkan pemerintah untuk mengelola kekayaan negara.

Dalam bidang Kesehatan ASEAN-RCEP pun menindas negara kita lebih dalam lagi, dengan
kebijakan penggunaan obat berhak cipta, maka pemerintah tidak bisa lagi memproduksi obatobat generic, karena harus membayar biaya hak cipta, dengan kebijakan ini kecenderung yang
akan terjadi ialah perusahaan asing menguasai industry farmasi Indonesia, mimpi pemerintah
agar masyarakat bisa mengakses obat murah pun sepertinya tidak akan terjadi, dan biaya subsidi
pemerintah terhadap jaminan kesehatan pun akan meningkat, akhirnya jebolnya APBN.

4. Kebijakan Luar Negeri


Indonesia masih banyak mengimpor kebutuhan pokok yang sebetulnya mampu diproduksi dan
dipenuhi dalam negeri, kebijakan-kebijakan pemerintah yang belum mampu memaksimalkan
kapasitas industry Indonesia akan hilang ketika perjanjian ASEAN-RCEP mengambil tempat,
Pemerintah akan kehilangan power untuk mempromosikan dan menggenjot

produksi dalam

negeri, ASEAN-RCEP hanya menjadikan pemerintah sebagai penonton antara masyarakat


Indonesia yang masih tertinggal dengan masyarakat dengan negara yang lebih unggul.

ASEAN-RCEP sebenarnya hanya menjadi panggung bagi Singapura, China, Australia, Jepang, &
Korea Selatan. Singapura menjadi hub bagi negara-negara di dunia untuk memasukan produknya
ke pasar ASEAN, Singapura sudah memiliki Free Trade Agreements dengan Uni Eropa, Amerika

Serikat, dan negara lain. Hal ini akan meningkatkan ekspor singapura pada negara-negara ASEAN
lain. Bukan menjadi hal yang aneh ketika membeli barang Uni Eropa di Singapura lebih murah
daripada membeli langsung barang dari Uni Eropa, Singapura mampu bertahan pada Free Trade
Agreements karena sudah memiliki masyarakat yang lebih maju, dan mengandalkan negara
ASEAN lain sebagai pangsa pasar untuk memenuhi kebutuhan dalam negerinya.

Mafia perdagangan pun, ikut meramaikan hancurnya pasar negara kita, menurut data
worldrichest Indonesia mengimpor lebih banyak minyak dari Singapura senilai 9.1 Milliar US dollar
daripada dari penghasil minyak Saudi Arabia sebesar 2.7 Milliar US dollar, dan kasus penjualan
gas murah ke china serta kasus-kasus lain, korupsi dalam bidang perdagangan memang sangat
sulit untuk terdeteksi, secret deals sering terjadi dalam proses perdagangan, dan akan sangat
menyakitkan apabila oknum pemerintah ikut bermain dan mempertaruhkan kekayaan negara ini.

5. Kesimpulan
Banyak perang melibatkan ekonomi sebagai motifnya, kita dijajah karena motif ekonomi, tetapi
kita harus belajar dari China, ketika Inggris merusak hukum dagang china pada perang opium
pertama, china mengenangnya dengan istilah century of humiliation, peraturan semacam TPP
yang memaksa masyarakat china tergila-gila pada opium, memaksa perdagangan terbuka,
memaksa penetapan harga, dan apabila Indonesia mengikuti langkah yang sama maka Indonesia
tertinggal satu abad, dan akan memiliki Century of humiliation saat perjanjian ASEAN-RCEP
ditanda-tangani hingga serratus tahun kemudian.

You might also like