You are on page 1of 29

MAKALAH

KETUBAN PECAH DINI (KPD)

Oleh
NAMA
NIP.
PANGKAT/ GOL

: Hj. NELWATI, S.ST


: 19681013 198912 2 001
: PEMBINA / IV. A

PUSKESMAS PARIAMAN
DINAS PENDIDIKAN KOTA PARIAMAN
PROVINSI SUMATERA BARAT
2014

PERNYATAAN PERSETUJUAN

JUDUL

: KETUBAN PECAH DINI (KPD)

NAMA

: Hj. NELWATI, S.ST

NIP.

: 19681013 198912 2 001

Mengetahui,
Pimpinan Puskesmas

Dr. HENDRI PUTRA


Nip. 198207052009011006

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang maha Esa karena dengan
karuniaNya, kami dapat menyelesaikan makalah Ketuban Pecah Dini (KPD)
untuk Diajukan Sebagai Syarat Pengusulan Dupak

Semoga dengan adanya

makalah ini bisa memberi banyak pengetahuan bagi pembaca khususnya bagi
penulis sendiri.
Kami menyadari keterbatasan dalam menyusun makalah ini. Untuk itu,
kami mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak, demi penyempurnaan
edisi-edisi berikutnya.
Akhir kata, kami ucapkan terimakasih kepada seluruh pihak hingga makalah
ini dapat selesai.

Pariaman,

Januari 2014

Penulis

DAFTAR ISI
PERNYATAAN PERSETUJUAN............................................................ i
KATA PENGANTAR................................................................................. ii
DAFTAR ISI .............................................................................................. ii
B A B I PENDAHULUAN
1.1....................................................................................................Latar
Belakang.................................................................................... 1
1.2....................................................................................................Tujuan
...................................................................................................3
1.3....................................................................................................Manfaat
...................................................................................................4
B A B II TINJAUAN TEORI
2.1....................................................................................................Definisi
...................................................................................................5
2.2....................................................................................................Etiologi
...................................................................................................6
2.3....................................................................................................Tanda
dan Gejala.................................................................................. 11
2.4....................................................................................................Pengaru
h KPD........................................................................................ 11
2.5....................................................................................................Faktor
faktor yang mempengaruhi
Ketuban Pecah Dini (KPD)....................................................... 12
2.6....................................................................................................Manifes
tasi Klinik.................................................................................. 15
2.7....................................................................................................Kompli
kasi KPD................................................................................... 16
2.8....................................................................................................Patofisi
ologi........................................................................................... 16

2.9....................................................................................................Pemerik
saan Penunjang.......................................................................... 19
2.10..................................................................................................Penatala
ksanaan...................................................................................... 19
B A B III PENUTUP
3.1 Kesimpulan............................................................................... 23
3.2 Saran.......................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ketuban pecah dini (KPD) merupakan masalah penting dalam obstetri
berkaitan dengan penyulit kelahiran prematur dan terjadinya infeksi
korioamnionitis sampai sepsis, yang meningkatkan morbiditas dan
mortalitas perinatal dan menyebabkan infeksi ibu (Sarwono, 2008).
Ketuban pecah dini (KPD) didefenisikan sebagai pecahnya ketuban
sebelum waktunya melahirkan. Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan
maupun jauh sebelum waktunya melahirkan. Dalam keadaan normal 8-10%
perempuan hamil aterm akan mengalami ketuban pecah dini (Sarwono,
2008).
Selaput ketuban yang membatasi rongga amnion terdiri atas amnion
dan korion yang sangat erat kaitannya. Lapisan ini terdiri atas beberapa sel
seperti sel epitel, sel mesenkim dan sel trofoblast yang terikat erat dalam
metrics kolagen. Selaput ketuban berfungsi menghasilkan air ketuban dan
melindungi janin terhadap infeksi.
Insidensi ketuban pecah dini terjadi 10% pada semua kehamilan. Pada
kehamilan aterm insidensinya bervariasi 6-19%, sedangkan pada kehamilan
preterm insidensinya 2% dari semua kehamilan. Hampir semua ketuban
pecah dini pada kehamilan preterm akan lahir sebelum aterm atau persalinan
akan terjadi dalam satu minggu setelah selaput ketuban pecah. 70% kasus
ketuban pecah dini terjadi pada kehamilan cukup bulan, sekitar 85%
morbiditas dan mortalitas perinatal disebabkan oleh prematuritas, ketuban
pecah dini berhubungan dengan penyebab kejadian prematuritas dengan
insidensi 30-40% (Sualman, 2009).
Penyebab ketuban pecah dini ini pada sebagian besar kasus tidak
diketahui. Banyak penelitian yang telah dilakukan beberapa dokter
menunjukkan infeksi sebagai penyebabnya. Faktor lain yang mempengaruhi
adalah kondisi sosial ekonomi rendah yang berhubungan dengan rendahnya

kualitas perawatan antenatal, penyakit menular seksual misalnya disebabkan


oleh chlamydia trachomatis dan nescheria gonorrhea. Selain itu infeksi
yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban, fisiologi selaput
amnion/ketuban yang abnormal, servik yang inkompetensia, serta trauma
oleh beberapa ahli disepakati sebagai faktor predisposisi atau penyebab
terjadinya ketuban pecah dini. Trauma yang didapat misalnya hubungan
seksual dan pemeriksaan dalam (Sualman, 2009).
Penelitian lain di sebuah Rumah Bersalin Tiyanti, Maospati Jawa
Barat, menyebutkan faktor paritas yaitu pada multipara sebesar 37,59% juga
mempengaruhi terjadinya ketuban pecah dini, selain itu riwayat ketuban
pecah dini sebelumnya sebesar 18,75% dan usia ibu yang lebih dari 35
tahun mengalami ketuban pecah dini (Agil, 2007).
Komplikasi paling sering terjadi pada ketuban pecah dini sebelum usia
kehamilan 37 minggu adalah sindrom distress pernapasan, yang terjadi pada
10-40% bayi baru lahir. Resiko infeksi meningkat pada kejadian ketuban
pecah dini. Semua ibu hamil dengan ketuban pecah dini prematur sebaiknya
dievaluasi untuk kemungkinan terjadinya korioamnionitis (radang pada
korion dan amnion). Selain itu kejadian prolaps atau keluarnya tali pusar
dapat terjadi pada ketuban pecah dini (Ayurai, 2010).
Dalam keadaan normal, selaput ketuban pecah dalam proses
persalinan. Ketuban pecah dini adalah keadaan pecahnya selaput ketuban
sebelum persalinan. Hal ini merupakan masalah penting dalam bidang
kesehatan yang berkaitan dengan penyulit kelahiran prematur dan terjadinya
infeksi korioamnionitis sampai sepsis, serta menyebabkan infeksi pada ibu
yang menyebabkan meningkatnya morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi.
Ketuban pecah dini kemungkinan besar menimbulkan risiko tinggi infeksi
dan bahaya kompresi tali pusat, maka dalam penatalaksanaan perawatannya
dianjurkan untuk pemantauan ibu maupun janin dengan ketat.
Insidensi KPD mendekati 10% dari semua persalinan, dan pada umur
kehamilan kurang dari 34 minggu, angka kejadiannya sekitar 4%. Sebagian
dari KPD mempunyai periode lama melebihi satu minggu (Yulaikhah,2008).

Dalam keadaan normal 8-10% perempuan hamil aterm akan mengalami


ketuban pecah dini. Kejadian KPD berkisar 5-10% dari semua kelahiran,
dan KPD preterm terjadi 1% dari semua kehamilan. 70% kasus KPD terjadi
pada kehamilan cukup bulan. KPD merupakan penyebab kelahiran prematur
sebanyak 30%.
Ukuran keberhasilan suatu pelayanan kesehatan tercermin dari
penurunan angka kematian ibu (Maternity Mortality Rate) sampai pada
batas angka terendah yang dapat dicapai sesuai dengan kondisi dan situasi
setempat serta waktu. Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan
Indonesia (SDKI) 2002/2003, angka kematian ibu (AKI) di Indonesia masih
berada pada angka 307 per 100.000 kelahiran hidup atau setiap jam terdapat
2 orang ibu bersalin meninggal karena berbagai sebab.
Normalnya volume cairan ketuban pada usia kehamilan usia 10 20
minggu, sekitar 50 250 ml. Ketika memasuki minggu 30 40, jumlahnya
mencapai 500 1500ml.
KPD sering kali menimbulkan konsekuensi yang dapat menimbulkan
morbiditas dan mortalitas pada ibu maupun bayi terutama kematian
perinatal yang cukup tinggi. Kematian perinatal yang cukup tinggi ini antara
lain disebabkan karena kematian akibat kurang bulan, dan kejadian infeksi
yang meningkat karena partus tak maju, partus lama, dan partus buatan yang
sering dijumpai pada pengelolaan kasus KPD terutama pada pengelolaan
konservatif . Dilema sering terjadi pada pengelolaan KPD dimana harus
segera bersikap aktif terutama pada kehamilan yang cukup bulan, atau harus
menunggu sampai terjadinya proses persalinan, sehingga masa tunggu akan
memanjang berikutnya akan meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi.
1.2 Tujuan
Adapun tujuannya yaitu:
1.3.1. Untuk mengetahui definisi dari ketuban pecah dini.
1.3.2. Untuk mengetahui etiologi dari ketuban pecah dini.
1.3.3. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari ketuban pecah dini.

1.3.4. Untuk mengetahui manifestasi klinik dari ketuban pecah dini.


1.3.5. Untuk mengetahui patofisiologi dari ketuban pecah dini.
1.3.6. Untuk mengetahui pemeriksaan Penunjang dari ketuban pecah dini.
1.3.7. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari ketuban pecah dini.
1.3 Manfaat
Untuk mengatasi dampak dari permasalahan Ketuban Pecah Dini
(KPD) yang biasanya menjadi masalah utama para ibu hamil, dan juga
sebagai pengetahuan pada ibu hamil tentang apa itu KPD dan bagaimana
cara pencegahannya. Dapat mencegah kematian perinatal pada saat
persalinan.

B A B II
TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi
Ketuban Pecah Dini adalah pecahnya selaput ketuban sebelum terjadi
proses persalinan yang dapat terjadi pada usia kehamilan cukup waktu atau
kurang waktu (Cunningham, Mc. Donald, gant, 2002).
Ketuban Pecah Dini (KPD) yang merupakan pecahnya ketuban
sebelum inpartu yaitu pada primi bila pembukaan kurang dari 3 cm dan
pada multipara bila pembukaan kurang dari 5cm. (Mochtar, 2012)
Ketuban Pecah Dini (KPD) didefinisikan sebagai pecahnya ketuban
sebelum waktunya melahirkan. Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan
maupun jauh sebelum waktunya melahirkan. (Fadlun dkk, 2011)
Ketuban Pecah Dini (KPD) merupakan penyebab terbesar persalinan
prematur dengan berbagai akibatnya. Ketuban pecah dini adalah pecahnya
ketuban sebelum terdapat tanda persalinan dan setelah ditunggu satu jam
belum dimulainya tanda persalinan. Waktu sejak pecah ketuban sampai
terjadi kontraksi rahim disebut kejadian ketuban pecah dini periode laten.
(Manuaba, 2010)
Ketuban Pecah Dini (KPD) didefinisikan sebagai pecahnya ketuban
sebelum waktunya melahirkan. (Rukiyah, 2010)
Ketuban Pecah Dini (KPD) adalah pecahnya ketuban sebelum proses
persalinan berlangsung. (Prawirohardjo, 2009)
Ketuban Pecah Dini (KPD) dapat didefinisikan sebagai pecah ketuban
sebelum waktunya persalinan, tanpa memperhatikan usia gestasi. (Varney,
2007)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda
persalinan dan di tunggu satu jam belum di mulainya tanda persalinan
(Manuaba,2009).
Ketuban pecah dini adalah keluarnya cairan berupa air dari vagina
setelah kehamilan berusia 22 minggu sebelum proses persalinan

berlangsung dan dapat terjadi pada kehamilan preterm sebelum kehamilan


37 minggu maupun kehamilan aterm. (Saifuddin, 2002).
Ketuban dinyatakan pecah dini bila terjadi sebelum proses persalinan
berlangsung.ketuban pecah dini di sebabkan oleh karena berkurangnya
kekuatan membrane atau meningkatnya tekanan intra uteri atau kedua faktor
tersebut. Berkurangnya kekuatan membrane disebabkan adanya infeksi yang
dapat berasal dari vagina servik (Sarwono, 2002).
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda
persalinan, dan setelah di tunggu satu jam, belum ada tanda persalinan
(Yulaikhah, 2008). Waktu sejak pecah ketuban sampai terjadi kontraksi
rahim disebut kejadian ketuban pecah dini (periode latern). Kondisi ini
merupakan penyebab terbesar persalinan prematur dengan segala akibatnya.
Early rupture of membrane adalah ketuban pecah pada fase laten persalinan.

2.2 Etiologi
Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan
membran atau meningkatnya tekanan intrauterin atau oleh kedua faktor
tersebut. Berkurangnya kekuatan membran disebabkan oleh adanya infeksi
yang dapat berasal dari vagina dan serviks. Selain itu ketuban pecah dini
merupakan masalah kontroversi obstetri. Penyebab lainnya adalah sebagai
berikut:
a. Inkompetensi serviks (leher rahim)
Inkompetensia serviks adalah istilah untuk menyebut kelainan
pada otot-otot leher atau leher rahim (serviks) yang terlalu lunak dan

lemah, sehingga sedikit membuka ditengah-tengah kehamilan karena


tidak mampu menahan desakan janin yang semakin besar. Adalah
serviks dengan suatu kelainan anatomi yang nyata, disebabkanlaserasi
sebelumnya melalui ostium uteri atau merupakan suatu kelainan
congenital pada serviks yang memungkinkan terjadinya dilatasi
berlebihantanpa perasaan nyeri dan mules dalam masa kehamilan
trimester kedua atau awal trimester ketiga yang diikuti dengan
penonjolan dan robekan selaput janin serta keluarnya hasil konsepsi
(Manuaba, 2002).
Pada wanita dalam presentasi kecil dengan kehamilan yang jauh
dari aterm, serviks yang inkompeten dapat menipis dan berdilatasi
bukan sebagai akibat dari peningkatan aktifitas uterus melainkan
akibat dari kelemahan intrinsik uterus sehingga menyebabkan ketuban
pecah. (Fadlun dkk, 2011)\
Keadaan ini ditandai oleh dilatasi servik tanpa rasa nyeri dalam
trimester kedua atau awal trimester ketiga kehamilan yang disertai
prolapsus membran amnion lewat serviks dan penonjolan membrane
tersebut kedalam vagina, peristiwa ini diikuti oleh pecahnya ketuban
dan selanjutnya ekspulsi janin imatur sehingga kemungkinan janin
akan meninggal. Tanpa tindakan yang efektif rangkaian peristiwa yang
sama cenderung berulang dengan sendirinya dalam setiap kehamilan.
Meskipun penyebabnya masih meragukan namun trauma sebelumnya
pada serviks, khususnya pada tindakan dilatasi, kateterisasi dan
kuretasi. (Krisnadi dkk, 2009)
b. Peninggian tekanan inta uterin
Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara
berlebihandapat

menyebabkan

terjadinya

ketuban

pecah

dini.

Misalnya:
1. Trauma: Hubungan seksual, pemeriksaan dalam, amniosintesis
2. Gemelli: Kehamilan kembar adalah suatu kehamilan dua janin atau
lebih. Pada kehamilan gemelli terjadi distensi uterus yang

berlebihan, sehingga menimbulkan adanya ketegangan rahim


secara berlebihan. Hal ini terjadi karena jumlahnya berlebih, isi
rahim yang lebih besar dan kantung (selaput ketuban ) relative
kecil sedangkan dibagian bawah tidak ada yang menahan sehingga
mengakibatkan selaput ketuban tipis dan mudah pecah. (Saifudin.
2002).
3. Makrosomia: adalah berat badan neonatus >4000 gram kehamilan
dengan makrosomia menimbulkan distensi uterus yang meningkat
atau over distensi dan menyebabkan tekanan pada intra uterin
bertambah sehingga menekan selaput ketuban, manyebabkan
selaput ketuban menjadi teregang,tipis, dan kekuatan membrane
menjadi berkurang, menimbulkan selaput ketuban mudah pecah.
(Winkjosastro, 2006).
4. Hidramnion: adalah jumlah cairan amnion >2000mL. Uterus dapat
mengandung cairan dalam jumlah yang sangat banyak. Hidramnion
kronis adalah peningaktan jumlah cairan amnion terjadi secara
berangsur-angsur. Hidramnion akut, volume tersebut meningkat
tiba-tiba dan uterus akan mengalami distensi nyata dalam waktu
beberapa hari saja
c. Ketegangan rahim berlebihan
Ketegangan

rahim

berlebihan

maksudnya

terjadi

pada

kehamilan kembar dan hidramnion. Etiologi hidramnion belum jelas,


tetapi diketahui bahwa hidramnion terjadi bila produksi air ketuban
bertambah, bila pengaliran air ketuban terganggu atau kedua-duanya.
Dicurigai air ketuban dibentuk dari sel-sel amnion. Di samping itu
ditambah oleh air seni janin dan cairan otak pada anensefalus. Air
ketuban yang dibentuk, secara rutin dikeluarkan dan diganti dengan
yang baru. Salah satu cara pengeluaran ialah ditelan oleh janin,
diabsorpsi oleh usus kemudian dialirkan ke plasenta untuk akhirnya
masuk peredaran darah ibu. (Sujiyatini dkk, 2009)
Ekskresi air ketuban akan terganggu bila janin tidak bisa
menelan seperti pada atresia esophagus atau tumor-tumor plasenta.

Hidramnion dapat memungkinkan ketegangan rahim meningkat,


sehingga membuat selaput ketuban pecah sebelum waktunya.
(Manuaba, 2010)
d. Kelainan letak janin dalam rahim
Kelainan letak janin dalam rahim maksudnya pada letak
sungsang dan letak lintang. Letak janin dalam uterus bergantung pada
proses adaptasi janin terhadap ruangan dalam uterus. Pada kehamilan
<32 minggu, jumlah air ketuban relatif lebih banyak sehingga
memungkinkan janin bergerak dengan bebas, dan demikian janin
dapat menempatkan diri dalam letak sungsang atau letak lintang.
(Fadlun dkk, 2011)\
Pada kehamilan trimester akhir janin tumbuh dengan cepat dan
jumlah air ketuban relatif berkurang. Karena bokong dengan kedua
tungkai yang terlipat lebih besar daripada kepala maka bokong
dipaksa untuk menempati ruang yang lebih luas difundus uteri,
sedangkan kepala berada dalam ruangan yang lebih kecil disegmen
bawah uterus. Letak sungsang dapat memungkinkan ketegangan rahim
meningkat, sehingga membuat selaput ketuban pecah sebelum
waktunya. (Manuaba, 2010)
e. Kelainan jalan lahir
Kelainan

jalan

lahir

maksudnya

kemungkinan

terjadi

kesempitan panggul yang terjadi pada perut gantung, bagian terendah


belum masuk PAP, disporposi sefalopelvik. Kelainan letak dan
kesempitan panggul lebih sering disertai dengan ketuban pecah dini
namun mekanismenya belum diketahui dengan pasti. (Manuaba,
2010)
f. Kelainan bawaan dari selaput ketuban
Pecahnya ketuban dapat terjadi akibat peregangan uterus yang
berlebihan atau terjadi peningkatan tekanan yang mendadak di dalam
kavum amnion, di samping juga ada kelainan selaput ketuban itu
sendiri. Hal ini terjadi seperti pada sindroma Ehlers-Danlos, dimana

terjadi gangguan pada jaringan ikat oleh karena defek pada sintesa dan
struktur kolagen dengan gejala berupa hiperelastisitas pada kulit dan
sendi, termasuk pada selaput ketuban yang komponen utamanya
adalah kolagen. 72% penderita dengan sindroma Ehlers-Danlos ini
akan mengalami persalinan preterm setelah sebelumnya mengalami
ketuban pecah dini preterm. (Fadlun dkk, 2011)
g. Infeksi
Infeksi yang menyebabkan terjadi proses biomekanik pada
selaput ketuban dalam bentuk proteolitik sehingga memudahkan
ketuban pecah. Adanya infeksi pada selaput ketuban (korioamnionitis
lokal) sudah cukup untuk melemahkan selaput ketuban di tempat
tersebut. Bila terdapat bakteri patogen di dalam vagina maka frekuensi
amnionitis, endometritis, infeksi neonatal akan meningkat 10 kali.
(Fadlun dkk, 2011)
Ketuban pecah dini sebelum kehamilan preterm sering
diakibatkan oleh adanya infeksi. Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa bakteri yang terikat pada membran melepaskan substrat seperti
protease yang menyebabkan melemahnya membran. Penelitian
terakhir menyebutkan bahwa matriks metaloproteinase merupakan
enzim spesifik yang terlibat dalam pecahnya ketuban oleh karena
infeksi. (Manuaba, 2010)
h. Kemungkinan kesempitan panggul : bagian terendah belum masuk
PAP (sepalo pelvic disproporsi).
i. Korioamnionitis: adalah
infeksi

selaput

ketuban.

Biasanya

disebabkan oleh penyebaranorganism vagina ke atas. Dua factor


predisposisi terpenting adalah pecahnyaselaput ketuban > 24 jam dan
persalinan lama.
j. Faktor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin C rendah, kelainan
genetik).
k. Riwayat KPD sebelumya.
l. Kelainan atau kerusakan selaput ketuban.
m. Serviks (leher rahim) yang pendek (<25mm) pada usia kehamilan
23 minggu.

2.3 Tanda dan Gejala


Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan air ketuban merembes
melalui vagina. Aroma air ketuban barbau amis dan tidak seperti bau
amoniak, mungkin cairan tersebut merembes atau menetes, dengan ciri
pucat dan bergaris warna darah. Cairan ini tidak akan berhenti atau kering
karena terus diproduksi sampai kelahiran. Tetapi bila anda duduk atau
berdiri, kepala janin yang terletak di bawah biasanya mengganjal atau
menyumbat kebocoran untuk sementara. Demam, bercak vagina yang
banyak, nyeri perut, denyut jantung janin betambah cepat merupakan tandatanda infeksi yang terjadi. (Fadlun dkk, 2011)
Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui
vagina. Aroma air ketuban berbau amis dan tidak seperti bau amoniak,
mungkin cairan tersebut masih merembes atau menetes, dengan ciri pucat
dan bergaris warna darah. Cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena
terus diproduksi sampai kelahiran. Tetapi bila Anda duduk atau berdiri,
kepala janin yang sudah terletak di bawah biasanya mengganjal atau
menyumbat kebocoran untuk sementara. Demam, bercak vagina yang
banyak, nyeri perut, denyut jantung janin bertambah cepat merupakan
tanda-tanda infeksi yang terjadi.
2.4 Pengaruh KPD
1.

Terhadap janin
Walaupun ibu belum menunjukan gejala-gejala infeksi tetapi
janin mungkin sudah terkena infeksi, karena infeksi intrauterine
terlebih dahulu terjadi ( amniotomi, vaskulitis ) sebelum gejala pada
ibu dirasakan. Jadi, akan meninggikan mortallitas dan morbiditas
perinatal.

2.

Terhadap ibu
Karena jalan lahir telah terbuka, maka dapat terjadi infeksi
intrapartal, apalagi bila terlalu sering periksa dalam. Selain itu juga

daapt dijumpai infeksi puerpuralis ( nifas ), peritonitis dan septicemia,


serta dry-labor.
Ibu akan merasa lelah karena berbaring di tempat tidur, partus
akan menjadi lama, maka suhu badan naik, nadi cepat dan nampaklah
gejala-gejal infeksi.
2.5 Faktor faktor yang mempengaruhi Ketuban Pecah Dini (KPD)
Menurut Morgan (2009), Kejadian Pecah Dini (KPD) dapat
disebabkan oleh beberapa faktor meliputi :
a. Usia
Karakteristik pada ibu berdasarkan usia sangat berpengaruh terhadap
kesiapan ibu selama kehamilan maupun menghadapi persalinan
(Julianti, 2001). Usia untuk reproduksi optimal bagi seorang ibu adalah
antara umur 20-35 tahun. Di bawah atau di atas usia tersebut akan
meningkatkan resiko kehamilan dan persalinan (Depkes, 2003). Usia
seseorang sedemikian besarnya akan mempengaruhi sistem reproduksi,
karena

organ-organ

reproduksinyasudah

mulai

berkurang

kemampuannya dan keelastisannya dalam menerima kehamilan.


b. Sosial ekonomi (Pendapatan)
Pendapatan merupakan faktor yang menentukan kualitas dan kuantitas
kesehatan di suatu keluarga. Pendapatan biasanya berupa uang yang
mempengaruhi seseorang dalam memenuhi kehidupan hidupnya.
Pendapatan yang meningkat tidak merupakan kondisi yang menunjang
bagi terlaksananya status kesehatan seseorang. Rendahnya pendapatan
merupakan rintangan yang menyebabkan seseorang tidak mampu
memenuhi fasilitas kesehatan sesuai kebutuhan (BPS, 2005).
c. Paritas
Paritas adalah banyaknya anak yang dilahirkan oleh ibu dari anak
pertama sampai dengan anak terakhir. Adapun pembagian paritas yaitu
primipara, multipara, dan grande multipara. Primipara adalah seorang
wanita yang baru pertama kali melahirkan dimana janin mancapai usia

kehamilan 28 minggu atau lebih. Multipara adalah seorang wanita


yang telah mengalami kehamilan dengan usia kehamilan minimal 28
minggu dan telah melahirkanbuah kehamilanya 2 kali atau lebih.
Sedangkan grande multipara adalah seorang wanita yang telah
mengalami hamil dengan usia kehamilan minimal 28 minggu dan telah
melahirkan buah kehamilannya lebih dari 5 kali (Wikjosastro, 2007).
Wanita yang telah melahirkan beberapa kali dan pernah mengalami
KPD pada kehamilan sebelumnya serta jarak kelahiran yang terlampau
dekat diyakini lebih beresiko akan mengalami KPD pada kehamilan
berikutnya (Helen, 2008).
d. Anemia
Anemia pada kehamilan adalah anemia karena kekurangan zat besi.
Jika persediaan zat besi minimal, maka setiap kehamilan akan
mengurangi persediaan zat besi tubuh dan akhirnya menimbulkan
anemia. Pada kehamilan relatif terjadi anemia karena darah ibu hamil
mengalami hemodelusi atau pengenceran dengan peningkatan volume
30% sampai 40% yang puncaknya pada kehamilan 32 sampai 34
minggu. Pada ibu hamil yang mengalami anemia biasanya ditemukan
ciri-ciri

lemas,

pucat,

cepat

lelah,

mata

berkunang-kunang.

Pemeriksaan darah dilakukan minimal dua kali selama kehamilan yaitu


pada trimester pertama dan trimester ke tiga. Dampak anemia pada
janin antara lain abortus, terjadi kematian intrauterin, prematuritas,
berat badan lahir rendah, cacat bawaan dan mudah infeksi. Pada ibu,
saat kehamilan dapat mengakibatkan abortus, persalinan prematuritas,
ancaman dekompensasikordis dan ketuban pecah dini. Pada saat
persalinan dapat mengakibatkan gangguan his, retensio plasenta dan
perdarahan post partum karena atonia uteri (Manuaba, 2009). Menurut
Depkes RI (2005), bahwa anemia berdasarkan hasil pemeriksaan dapat
digolongkan menjadi (1) HB > 11 gr %, tidak anemia, (2) 9-10 gr %
anemia sedang, (3) < 8 gr % anemia berat.
e. Perilaku Merokok

Kebiasaan merokok atau lingkungan dengan rokok yang intensitas


tinggi dapat berpengaruh pada kondisi ibu hamil. Rokok mengandung
lebih

dari

2.500

zat

kimia

yang

teridentifikasi

termasuk

karbonmonoksida, amonia, aseton, sianida hidrogen, dan lain-lain.


Merokok

pada

masa

kehamilan

dapat

menyebabkan

gangguangangguan seperti kehamilan ektopik, ketuban pecah dini, dan


resiko lahir mati yang lebih tinggi (Sinclair, 2003).
f. Riwayat KPD
Pengalaman yang pernah dialami oleh ibu bersalin dengan kejadian
KPD dapat berpengaruh besar pada ibu jika menghadapi kondisi
kehamilan. Riwayat KPD sebelumnya beresiko 2-4 kali mengalami
ketuban pecah dini kembali. Patogenesis terjadinya KPD secara
singkat ialah akibat penurunan kandungan kolagen dalam membran
sehingga memicu terjadinya ketuban pecah dini dan ketuban pecah
preterm. Wanita yang pernah mengalami KPD pada kehamilan atau
menjelang persalinan maka pada kehamilan berikutnya akan lebih
beresiko dari pada wanita yang tidak pernah mengalami KPD
sebelumnya karena komposisi membran yang menjadi rapuh dan
kandungan kolagen yang semakin menurun pada kehamilan berikutnya
(Helen, 2008).
g. Serviks yang inkompetensik
Inkompetensia serviks adalah istilah untuk menyebut kelainan pada
otot-otot leher atau leher rahim (serviks) yang terlalu lunak dan lemah,
sehingga sedikit membuka ditengah-tengah kehamilan karena tidak
mampu menahan desakan janin yang semakin besar. Inkompetensia
serviks adalah serviks dengan suatu kelainan anatomi yang nyata,
disebabkan laserasi sebelumnya melalui ostium uteri atau merupakan
suatu kelainan kongenital pada serviks yang memungkinkan terjadinya
dilatasi berlebihan tanpa perasaan nyeri dan mules dalam masa
kehamilan trimester kedua atau awal trimester ketiga yang diikuti

dengan penonjolan dan robekan selaput janin serta keluarnya hasil


konsepsi (Manuaba, 2009).
h. Tekanan intra uterm yang meninggi atau meningkat secara berlebihan
Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan
dapat menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini, misalnya :
1)

Trauma;

berupa

hubungan

seksual,

pemeriksaan

dalam,

amniosintesis
2) Gemelli
Kehamilan kembar adalah suatu kehamilan dua janin atau lebih. Pada
kehamilan gemelli terjadi distensi uterus yang berlebihan, sehingga
menimbulkan adanya ketegangan rahim secara berlebihan. Hal ini
terjadi karena jumlahnya berlebih, isi
rahim yang lebih besar dan kantung (selaput ketuban ) relative kecil
sedangkan dibagian bawah tidak ada yang menahan sehingga
mengakibatkan selaput ketuban tipis dan mudah pecah (Saifudin.2002)
2.6 Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik KPD menurut Mansjoer (1999) antara lain:
a. Keluar air ketuban berwarna putih keruh, jernih, kuning, hijau atau
kecoklatan, sedikit-sedikit atau sekaligus banyak.
b. Dapat disertai demam bila sudah ada infeksi .
c. Janin mudah diraba.
d. Pada periksa dalam selaput ketuban tidak ada, air ketuban sudah
kering.
e. Inspekulo : tampak air ketuban mengalir atau selaput ketuban tidak ada
dan air ketuban sudah kering.
2.7 Komplikasi KPD
Komplikasi yang timbul akibat Ketuban Pecah Dini bergantung pada
usia kehamilan. Dapat terjadi Infeksi Maternal ataupun neonatal, persalinan

prematur, hipoksia karena kompresi tali pusat, deformitas janin,


meningkatnya insiden SC, atau gagalnya persalinan normal.
1. Infeksi
Risiko infeksi ibu dan anak meningkat pada Ketuban Pecah Dini. Pada
ibu terjadi Korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septikemia,
pneumonia, omfalitis. Umumnya terjadi korioamnionitis sebelum janin
terinfeksi. Pada ketuban Pecah Dini premature, infeksi lebih sering dari
pada aterm. Secara umum insiden infeksi pada KPD meningkat
sebanding dengan lamanya periode laten.
2. Hipoksia dan asfiksia
Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali
pusat hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara
terjadinya gawat janin dan derajat oligohidramnion, semakin sedikit air
ketuban, janin semakin gawat
3. Syndrom deformitas janin
Ketuban Pecah Dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan
janin terhambat, kelainan disebabkan kompresi muka dan anggota badan
janin, serta hipoplasi pulmonal.
2.8 Patofisiologi
Mekanisme terjadinya ketuban pecah dini dapat berlangsung sebagai
berikut:
-

Selaput ketuban tidak kuat sebagai akibat kurangnya jaringan ikat dan
vaskularisasi Bila terjadi pembukaan serviks maka selaput ketuban
sangat lemah dan mudah pecah dengan mengeluarkan air ketuban.

Kolagen terdapat pada lapisan kompakta amnion, fibroblas, jaringan


retikuler korion dan trofoblas. Sintesis maupun degradasi jaringan
kolagen dikontrol oleh sistem aktifitas dan inhibisi interleukin-1 (IL-1)
dan prostaglandin. Jika ada infeksi dan inflamasi, terjadi peningkatan
aktifitas IL-1 dan prostaglandin, menghasilkan kolagenase jaringan,

sehingga terjadi depolimerisasi kolagen pada selaput korion / amnion,


menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah dan mudah pecah spontan.
-

Patofisiologi Pada infeksi intrapartum:


a. Ascending

infection,

pecahnya

ketuban

menyebabkan

ada

hubungan langsung antara ruang intraamnion dengan dunia luar.


b. Infeksi intraamnion bisa terjadi langsung pada ruang amnion, atau
dengan penjalaran infeksi melalui dinding uterus, selaput janin,
kemudian ke ruang intraamnion.
c. Mungkin juga jika ibu mengalami infeksi sistemik, infeksi
intrauterin menjalar melalui plasenta (sirkulasi fetomaternal).
Tindakan iatrogenik traumatik atau higiene buruk, misalnya
pemeriksaan

dalam

yang

terlalu

sering,

dan

sebagainya,

predisposisi infeksi.

PATHWAY KETUBAN PECAH DINI

Tdk ada

bag.
Kala
1
terendah
Persalinan

His yg
Rasa
Px.
mulas &
kontraksi
berulang
Mengiritasi
Ansietas
Nyeri
Melaporkan
&Stimulus
ingin
Gg.
rasa
pembukaan
nervus

Kanalis
servikalis sllu
Kecemasan
ibu
terbuka
akibat
Air
ketuban
trhdp
kelainan
Mdhnya
terlalu
banyak
keselamatan
Laserasi
Distoksia
pd
(partus
jalan
serviks
uteri
pengluarn
air

Proses
Serviks
biomeka
yg
Selaput
Selap
tdkadanya
bisa
nik
Tdk
menutupi
ketuban
Klien
tdk
ut
menaha
bakteri
gg.
pd kala 1 pelindung
PAP yg
Dilatas
Ketega
menonj
ketub
n
Kelainan mengetahui
Gemeli,
mngluar
Infeks
Serviks
Defisit
dunia
menghalan
persalinan
iol &
ngan luar
Resiko
pxbb
dan
an
tekanan
hidramio
letak
janin
KETUBAN
PECAH
kn
enzim
i
inkompet
dg
daerah
gi tekanan pengetahua
berlebi
uterus
mudah

2.9 Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan laboratorium
Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa : warna,
konsentrasi, bau dan pH nya. Cairan yang keluar dari vagina ini kecuali
air ketuban mungkin juga urine atau sekret vagina. Sekret vagina ibu
hamil pH : 4-5, dengan kertas nitrazin tidak berubah warna, tetap
kuning.
a. Tes Lakmus (tes Nitrazin), jika krtas lakmus merah berubah menjadi
biru menunjukkan adanya air ketuban (alkalis). pH air ketuban 7
7,5, darah dan infeksi vagina dapat mengahsilakan tes yang positif
palsu.
b. Mikroskopik (tes pakis), dengan meneteskan air ketuban pada gelas
objek dan dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan
gambaran daun pakis.
2. Pemeriksaan ultrasonografi (USG).
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban
dalam kavum uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang
sedikit. Namun sering terjadi kesalahan pada penderita oligohidromnion.
Walaupun pendekatan diagnosis KPD cukup banyak macam dan
caranya, namun pada umumnya KPD sudah bisa terdiagnosis dengan
anamnesa dan pemeriksaan sedehana.
2.10 Penatalaksanaan
a. Penatalaksanan Medis
Kasus KPD yang cukup bulan, kalau segera mengakhiri kehamilan
akan menaikkan insidensi bedah sesar, dan kalau menunggu persalinan
spontan akan menaikkan insidensi chorioamnionitis. Kasus KPD yang
kurang bulan kalau menempuh cara-cara aktif harus dipastikan bahwa
tidak akan terjadi RDS, dan kalau menempuh cara konservatif dengan
maksud untuk memberi waktu pematangan paru, harus bisa memantau
keadaan janin dan infeksi yang akan memperjelek prognosis janin.

Penatalaksanaan KPD tergantung pada umur kehamilan. Kalau umur


kehamilan tidak diketahui secara pasti segera dilakukan pemeriksaann
ultrasonografi (USG) untuk mengetahui umur kehamilan dan letak janin.
Resiko yang lebih sering pada KPD dengan janin kurang bulan adalah
RDS dibandingkan dengan sepsis. Oleh karena itu pada kehamilan
kurang bulan perlu evaluasi hati-hati untuk menentukan waktu yang
optimal untuk persalinan. Pada umur kehamilan 34 minggu atau lebih
biasanya paru- paru sudah matang, chorioamnionitis yang diikuti dengan
sepsi pada janin merupakan sebab utama meningginya morbiditas dan
mortalitas janin. Pada kehamilan cukup bulan, infeksi janin langsung
berhubungan dengan lama pecahnya selaput ketuban atau lamanya
perode laten.
1. Penatalaksanaan KPD pada kehamilan aterm (> 37 Minggu).
Beberapa penelitian menyebutkan lama periode laten dan durasi
KPD keduanya mempunyai hubungan yang bermakna dengan
peningkatan kejadian infeksi dan komplikasi lain dari KPD. Jarak
antara pecahnya ketuban dan permulaan dari persalinan disebut
periode latent = L.P = lag period. Makin muda umur kehamilan
makin memanjang L.P-nya. Pada hakekatnya kulit ketuban yang
pecah akan menginduksi persalinan dengan sendirinya. Sekitar 7080 % kehamilan genap bulan akan melahirkan dalam waktu 24 jam
setelah kulit ketuban pecah.bila dalam 24 jam setelah kulit ketuban
pecah belum ada tanda-tanda persalinan maka dilakukan induksi
persalinan,dan bila gagal dilakukan bedah caesar.
Pemberian antibiotik profilaksis dapat menurunkan infeksi pada
ibu. Walaupun antibiotik tidak berfaeadah terhadap janin dalam
uterus namun pencegahan terhadap chorioamninitis lebih penting
dari pada pengobatanya sehingga pemberian antibiotik profilaksis
perlu dilakukan. Waktu pemberian antibiotik hendaknya diberikan
segera setelah diagnosis KPD ditegakan dengan pertimbangan :
tujuan profilaksis, lebih dari 6 jam kemungkinan infeksi telah

terjadi, proses persalinan umumnya berlangsung lebih dari 6 jam.


Beberapa penulis meyarankan bersikap aktif (induksi persalinan)
segera diberikan atau ditunggu sampai 6-8 jam dengan alasan
penderita akan menjadi inpartu dengan sendirinya. Dengan
mempersingkat periode laten durasi KPD dapat diperpendek
sehingga resiko infeksi dan trauma obstetrik karena partus tindakan
dapat dikurangi.
Pelaksanaan induksi persalinan perlu pengawasan yang sangat
ketat terhadap keadaan janin, ibu dan jalannya proses persalinan
berhubungan dengan komplikasinya. Pengawasan yang kurang baik
dapat menimbulkan komplikasi yang fatal bagi bayi dan ibunya (his
terlalu kuat) atau proses persalinan menjadi semakin kepanjangan
(his kurang kuat). Induksi dilakukan dengan mempehatikan bishop
score jika > 5 induksi dapat dilakukan, sebaliknya < 5, dilakukan
pematangan servik, jika tidak berhasil akhiri persalinan dengan
seksio sesaria.
2. Penatalaksanaan KPD pada kehamilan preterm (< 37 minggu).
Pada kasus-kasus KPD dengan umur kehamilan yang kurang
bulan tidak dijumpai tanda-tanda infeksi pengelolaanya bersifat
koservatif disertai pemberian antibiotik yang adekuat sebagai
profilaksi Penderita perlu dirawat di rumah sakit,ditidurkan dalam
posisi trendelenberg, tidak perlu dilakukan pemeriksaan dalam
untuk mencegah terjadinya infeksi dan kehamilan diusahakan bisa
mencapai 37 minggu, obat-obatan uteronelaksen atau tocolitic agent
diberikan juga tujuan menunda proses persalinan.
Tujuan

dari

pengelolaan

konservatif

dengan

pemberian

kortikosteroid pada penderita KPD kehamilan kurang bulan adalah


agar tercapainya pematangan paru, jika selama menunggu atau
melakukan pengelolaan konservatif tersebut muncul tanda-tanda
infeksi,

maka

segera

dilakukan

memandang umur kehamilan.

induksi

persalinan

tanpa

Induksi persalinan sebagai usaha agar persalinan mulai


berlangsung dengan jalan merangsang timbulnya his ternyata dapat
menimbulkan komplikasi-komplikasi yang kadang-kadang tidak
ringan. Komplikasi-komplikasi yang dapat terjadi gawat janin
sampai mati, tetani uteri, ruptura uteri, emboli air ketuban, dan juga
mungkin terjadi intoksikasi. Kegagalan dari induksi persalinan
biasanya diselesaikan dengan tindakan bedan sesar. Seperti halnya
pada pengelolaan KPD yang cukup bulan, tidakan bedah sesar
hendaknya dikerjakan bukan semata-mata karena infeksi intrauterin
tetapi seyogyanya ada indikasi obstetrik yang lain, misalnya
kelainan letak, gawat janin, partus tak maju, dll.
Selain komplikasi-komplikasi yang dapat terjadi akibat tindakan
aktif. Ternyata pengelolaan konservatif juga dapat menyebabakan
komplikasi yang berbahaya, maka perlu dilakukan pengawasan
yang ketat. Sehingga dikatan pengolahan konservatif adalah
menunggu dengan penuh kewaspadaan terhadap kemungkinan
infeksi intrauterin.
Sikap konservatif meliputi pemeriksaan leokosit darah tepi setiap
hari, pem,eriksaan tanda-tanda vital terutama temperatur setiap 4
jam, pengawasan denyut jamtung janin, pemberian antibiotik mulai
saat diagnosis ditegakkan dan selanjutnya stiap 6 jam. Pemberian
kortikosteroid antenatal pada preterm KPD telah dilaporkan secara
pasti dapat menurunkan kejadian RDS.(8) The National Institutes of
Health (NIH) telah merekomendasikan penggunaan kortikosteroid
pada preterm KPD pada kehamilan 30-32 minggu yang tidak ada
infeksi intramanion. Sedian terdiri atas betametason 2 dosis masingmasing 12 mg i.m tiap 24 jam atau dexametason 4 dosis masingmasing 6 mg tiap 12 jam.

B A B III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pemeriksaan dalam dengan jari meningkatkan resiko infeksi dan tidak
perlu dilakukan pada wanita dengan pecah ketuban dini, karena ia akan
diurussesuai kebutuhan persalinan sampai persalinan terjadi atau timbul tanda
dangejala korioamninitis. Jika timbul tanda dan gejala korioamnionitis,
diindikasikan untuk segera berkonsultasi dengan dokter yang menangani
wanita guna menginduksi persalinan dan kelahiran. Pilihan metode persalinan
(melalui vagina atau SC) bergantung pada usia gestasi, presentasi dan berat
korioamnionitis.
3.2 Saran
Ketuban Pecah Dini dapat menimbulkan kecemasan pada wanita dan
keluarganya. Bidan harus membantu wanita mengeksplorasi rasa takut yang
menyertai perkiraan kelahiran janin premature serta risiko tambahan
korioamnionitis. Rencana penatalaksanaan yang melibatkan kemungkinan
periode tirah baring dan hospitalisasi yang memanjang harus didiskusikan
dengan wanita dan keluarganya. Pemahaman dan kerja sama keluarga
merupakan hal yang penting untuk kelanjutan kehamilan.

DAFTAR PUSTAKA

Yulaikhah, Lily. 2008. Kehamilan: Seri Asuhan Kebidanan. Jakarta: EGC.


Manuaba. Chandranita, Ida Ayu, dkk. 2009. Buku Ajar Patologi Obstetri . Jakarta.
EGC.
Prawirohardjo, Sarwono. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT. Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
Saifuddin, Abdul Bari. 2006. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal . Jakarta: YBP-SP.
-------2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal . Jakarta: YBP-SP.
Varney, Hellen,dkk. 2008. Buku Ajar Asuha Kebidanan, Volume 2. Jakarta: EGC.
Johnson Marion, Maas Meridean, and Moorhead Sue. 2000. Nursing Outcomes
Classification (NOC) Second Edition.USA: Mosby.
McCloskey C. Joanne and Bulechek M. Gloria. 1996. Nursing Interventions
Classification (NIC) Second Edition. USA: Mosby.

You might also like