You are on page 1of 10

KONSEP DASAR PENYAKIT

SISTEM MUSKULUSKELETAL DISLOKASI


A. PENGERTIAN
Dislokasi adalah cedera struktur ligameno di sekitar sendi, akibat gerakan
menjepit atau memutar / keadaan dimana tulang-tulang yang membentuk sendi
tidak lagi berhubungan, secara anatomis (tulang lepas dari sendi). (Brunner &
Suddarth. 2001).
Dislokasi adalah keluarnya (bercerainya) kepala sendi dari mangkuknya,
dislokasi merupakan suatu kedaruratan yang membutuhkan pertolongan segera.
(Arif Mansyur, 2000).
Dislokasi merupakan keadaan ruptura total atau parsial pada ligamen
penyangga yang mengelilingi sebuah sendi. Biasanya kondisi ini terjadi sesudah
gerakan memuntuir yang tajam (Kowalak, 2011).
Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi.
Dislokasi ini terdapat hanya kepada komponen tulangnya saja yang bergeser atau
terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk
sendi).
Dislokasi adalah keluarnya bongkol sendi dari mangkok sendi, Keadaan
dimana tulang-tulang yang membentuk sendi tidak lagi berhubungan secara
anatomis (tulang lepas dari sendi) (Brunner & Suddarth, 2002). Dislokasi
merupakan suatu kedaruratan yang membutuhkan pertolongan segera (Arif
Mansyur, dkk. 2000). Dislokasi sendi atau luksasio adalah tergesernya permukaan
tulang yang membentuk persendian terhadap tulang lain (Sjamsuhidajat, 2011).
Dislokasi sendi adalah menggambarkan individu yang mengalami atau beresiko
tinggi untuk mengalami perubahan posisi tulang dari posisinya pada sendi
(Carpenito, 2000). Dislokasi adalah deviasi hubungan normal antara rawan yang
satu dengan rawan yang lainnya sudah tidak menyinggung satu dengan lainnya
(Price & Wilson, 2006).
Dislokasi sendi adalah fragmen frakrtur saling terpisah dan menimbulkan
deformitas (Kowalak, 2011). Jadi, dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan
tulang dari kesatuan sendi. Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja
yang bergeser atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang
seharusnya. Sebuah sendi yang ligamen-ligamennya pernah mengalami dislokasi,

biasanya menjadi kendor. Akibatnya, sendi itu akan gampang mengalami dislokasi
kembali. Apabila dislokasi itu disertai pula patah tulang, pembetulannya menjadi
sulit dan harus dikerjakan di rumah sakit. Semakin awal usaha pengembalian
sendi itu dikerjakan, semakin baik penyembuhannya.
B. ETIOLOGI
1. Umur
Faktor umur sangat menentukan karena mempengaruhi kekuatan serta
kekenyalan jaringan. Misalnya pada umur 30- 40 tahun kekuatan otot akan
relative menurun. Elastisitas tendon dan ligamen menurun pada usia 30
tahun.
2. Terjatuh atau kecelakaan
Dislokasi dapat terjadi apabila terjadi kecelakan atau terjatuh sehingga
lutut mengalami dislokasi.
3. Pukulan
Dislokasi lutut dapat terjadi apabila mendapat pukulan pada bagian
lututnya dan menyebabkan dislokasi.
4. Tidak melakukan pemanasan
Pada atlet olahraga sering terjadi keseleo karena kurangnya pemanasan.
5. Benturan keras pada sendi saat kecelakaan motor biasanya menyebabkan
dislokasi.
6. Cedera olahraga
Pemain basket dan kiper pemain sepak bola paling sering mengalami
dislokasi pada tangan dan jari-jari karena secara tidak sengaja menangkap
bola dari pemain lain.
7. Terjatuh
Terjatuh dari tangga atau terjatuh saat berdansa diatas lantai yang licin.
8. Kongenital : Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan
C. MANIFESTASI KLINIS
1. Adanya bengkak / oedem
2. Mengalami keterbatasan gerak
3. Adanya spasme otot(kekauan otot)
4. Nyeri lokal (khususnya pada saat menggerakkan sendi)
5. Pembengkakan dan rasa hangat akibat inflamasi
6. Gangguan mobilitas akibat rasa nyeri
7. Perubahan warna kulit akibat ekstravasasi darah ke dalam jaringan
sekitarnya (tampak kemerahan).
8. Perubahan kontur sendi
9. Perubahan panjang ekstremitas
10. Kehilangan mobilitas normal

11. Perubahan sumbu tulang yang mengalami dislokasi


D. KLASIFIKASI
Dislokasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Dislokasi kongenital : Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan.
2. Dislokasi patologik : Akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar sendi.
misalnya tumor, infeksi, atau osteoporosis tulang. Ini disebabkan oleh
kekuatan tulang yang berkurang.
3. Dislokasi traumatik : Kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan saraf
rusak dan mengalami stress berat, kematian jaringan akibat anoksia) akibat
edema (karena mengalami pengerasan). Terjadi karena trauma yang kuat
sehingga dapat mengeluarkan tulang dari jaringan disekeilingnya dan
mungkin juga merusak struktur sendi, ligamen, syaraf, dan system
vaskular. Kebanyakan terjadi pada orang dewasa.
Berdasarkan tipe kliniknya dibagi :
1. Dislokasi Akut
Umumnya terjadi pada shoulder, elbow, dan hip. Disertai nyeri akut dan
pembengkakan di sekitar sendi.
2. Dislokasi Berulang.
Jika suatu trauma dislokasi pada sendi diikuti oleh frekuensi dislokasi
yang berlanjut dengan trauma yang minimal, maka disebut dislokasi
berulang. Umumnya terjadi pada shoulder joint dan patello femoral joint.
Dislokasi biasanya sering dikaitkan dengan patah tulang/fraktur yang
disebabkan oleh berpindahnya ujung tulang yang patah oleh karena
kuatnya trauma, tonus atau kontraksi otot dan tarikan.
Berdasarkan tempat terjadinya :
1. Dislokasi Sendi Rahang
Dislokasi sendi rahang dapat terjadi karena :
a. Menguap atau terlalu lebar.
b. Terkena pukulan keras ketika rahang sedang terbuka, akibatnya
penderita tidak dapat menutup mulutnya kembali.
2. Dislokasi Sendi Bahu
Pergeseran kaput humerus dari sendi glenohumeral, berada di anterior dan
medial glenoid (dislokasi anterior), di posterior (dislokasi posterior), dan
di bawah glenoid (dislokasi inferior).
3. Dislokasi Sendi Siku
Merupakan mekanisme cederanya biasanya jatuh pada tangan yang dapat
menimbulkan dislokasi sendi siku ke arah posterior dengan siku jelas

berubah bentuk dengan kerusakan sambungan tonjolan-tonjolan tulang


siku.
4. Dislokasi Sendi Jari
Sendi jari mudah mengalami dislokasi dan bila tidak ditolong dengan
segera sendi tersebut akan menjadi kaku kelak. Sendi jari dapat mengalami
dislokasi ke arah telapak tangan atau punggung tangan.
5. Dislokasi Panggul
Bergesernya caput femur dari sendi panggul, berada di posterior dan atas
acetabulum (dislokasi posterior), di anterior acetabulum (dislokasi
anterior), dan caput femur menembus acetabulum (dislokasi sentra).
6. Dislokasi Patella
a. Paling sering terjadi ke arah lateral.
b. Reduksi dicapai dengan memberikan tekanan ke arah medial pada sisi
lateral patella sambil mengekstensikan lutut perlahan-lahan.
c. Apabila dislokasi dilakukan berulang-ulang diperlukan stabilisasi
secara bedah.
d. Dislokasi biasanya sering dikaitkan dengan patah tulang / fraktur yang
disebabkan oleh berpindahnya ujung tulang yang patah oleh karena
kuatnya trauma, tonus atau kontraksi otot dan tarikan.
E. PATOFISIOLOGI
Penyebab terjadinya dislokasi sendi ada tiga hal yaitu karena kelainan
congenital yang mengakibatkan kekenduran pada ligamen sehingga terjadi
penurunan stabilitas sendi. Dari adanya traumatic akibat dari gerakan yang
berlebih pada sendi dan dari patologik karena adanya penyakit yang akhirnya
terjadi perubahan struktur sendi. Dari tiga hal tersebut, menyebabkan dislokasi
sendi. Dislokasi mengakibatkan timbulnya trauma jaringan dan tulang,
penyempitan pembuluh darah, perubahan panjang ekstremitas sehingga terjadi
perubahan struktur. Dan yang terakhir terjadi kekakuan pada sendi.
F. KOMPLIKASI
Komplikasi dislokasi meliputi :
1. Komplikasi dini
a. Cedera saraf : saraf aksila dapat cedera. Pasien tidak dapat
mengerutkan oto deltoid dan mungkin terdapat daerah kecil yang mati
rasa pada otot tersebut
b. Cedera pembuluh darah : arteri aksilla dapat rusak
c. Fraktur dislokasi

d. Kerusakan arteri
Pecahnya arteri karena trauma dapat ditandai dengan tidak adanya
nadi,CRT(capillary

refill

time)

menurun,sianosis

pada

bagian

distal,hematoma melebar,dan dingin pada ekstremitas yang disebabkan


oleh

tindakan

darurat

spilinting,perubahan

posisi

pada

yang

sakit,tindakan reduksi,dan pembedahan.


2. Sindrome kompartemen
Sindrom kompartemen merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut.
Hal ini disebabkan oleh edema atau perdarahan yang menentukan otot,
saraf dan pembuluh darah, atau karena tekanan dari luar seperti gips dan
pembebatan yang terlalu kuat
3. Komplikasi lanjut
a. Kekakuan sendi bahu
Immobilisasi yang lama dapat mengakibatkan kekakuan sendi bahu.
Terjadinya kehilangan rotasi lateral, yang secara otomatis membatasi
abduksi.
b. Kelemahan otot
c. Dislokasi yang berulang
Terjadi kalau labrum glenoid robek atau kapsul terlepas dari bagian
depan leher glenoid.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Sinar-X (Rontgen)
Pemeriksaan rontgen merupakan pemeriksaan diagnostik noninvasif untuk
membantu menegakkan diagnosa medis. Pada pasien dislokasi sendi
ditemukan adanya pergeseran sendi dari mangkuk sendi dimana tulang dan
sendi berwarna putih.
2. CT scan
CT-Scan yaitu pemeriksaan sinar-X yang lebih canggih dengan bantuan
komputer, sehingga memperoleh gambar yang lebih detail dan dapat
dibuat gambaran secara 3 dimensi. Pada psien dislokasi ditemukan gambar
3 dimensi dimana sendi tidak berada pada tempatnya.
3. MRI
MRI merupakan pemeriksaan yang menggunakan gelombang magnet dan
frekuensi radio tanpa menggunakan sinar-X atau bahan radio aktif,
sehingga dapat diperoleh gambaran tubuh (terutama jaringan lunak)

dengan lebih detail. Seperti halnya CT-Scan, pada pemeriksaan MRI


ditemukan adanya pergeseran sendi dari mangkuk sendi.
H. PENATALAKSANAAN
Dislokasi dapat direposisi tanpa anastesi, misalnya pada sendi bahu atau
siku. Reposisi dapat diadakan dengan gerakan atau perasat yang barlawanan
dengan gaya trauma dan kontraksi atau tonus otot. Reposisi tidak boleh dilakukan
dengan kekuatan karena bisa mengakibatkan patah tulang. Untuk mengendurkan
kontraksi dan spasme otot perlu diberikan anastesi setempat atau umum.
Kekenduran otot memudahkan reposisi.
1. Reposisi
a. Lakukan reposisi segera.
b. Dengan manipulasi secara hati-hati permukaan sendi diluruskan
kembali. Tindakan ini sering dilakukan anestesi umum untuk
melemaskan otot-ototnya.
2. Dislokasi sendi :
a. Dislokasi sendi kecil dapat direposisi ditempat kejadian tanpa anestesi.
Misalnya dislokasi jari ( pada fase shock ), dislokasi siku, dislokasi
bahu.
b. Dislokasi sendi besar. Misalnya panggul memerlukan anestesi umum
c. Fisioterapi harus segera mulai untuk mempertahankan fungsi otot dan
latihan yang aktif dapat diawali secara dini untuk mendorong gerakan
sendi yang penuh, khususnya pada sendi bahu.
d. Tindakan pembedahan harus dilakukan bila terdapat tanda-tanda
gangguan neumuskular yang berat atau jika tetap ada gangguan
vaskuler setelah reposisi tertutup berhasil dilakukan secara lembut.
Pembedahan terbuka mungkin diperlukan, khususnya kalau jaringan
lunak terjepit diantara permukaan sendi.
e. Persendian tersebut disangga dengan

pembedahan,

dengan

pemasangan gips, misalnya pada sendi panngkal paha, untuk


memberikan kesembuhan pada ligamentum yang teregang.
f. Dislokasi reduksi: dikembalikan ke tempat semula
menggunakan anastesi jika dislokasi berat.
g. Kaput tulang yang mengalami dislokasi

dengan

dimanipulasi

dan

dikembalikan ke rongga sendi.


h. Sendi kemudian dimobilisasi dengan pembalut, bidai, gips atau traksi
dan dijaga agar tetap dalam posisi stabil.

i. Beberapa hari sampai minggu setelah reduksi dilakukan mobilisasi


halus 3-4X sehari yang berguna untuk mengembalikan kisaran sendi.
j. Memberikan kenyamanan dan melindungi sendi selama masa
penyembuhan
3. Penatalaksanaan keperawatan dapat dilakukan dengan RICE.
R (Rest) : Diistirahatkan adalah pertolongan pertama yang penting untuk
mencegah kerusakan jaringan lebih lanjut.
I (Ice) : Terapi dingin, gunanya mengurangi pendarahan dan meredakan
rasa nyeri.
C (Compression)

Membalut

gunanya

membantu

mengurangi

pembengkakan jaringan dan pendarahan lebih lanjut.


E (Elevasi) : Peninggian daerah cedera gunanya mengurangi oedema
(pembengkakan) dan rasa nyeri.
4. Terapi dingin
Cara pemberian terapi dingin sebagai berikut :
a. Kompres dingin
Teknik : potongan es dimasukkan dalam kantong yang tidak tembus air
lalu kompreskan pada bagian yang cedera. Lamanya : dua puluh tiga
puluh menit dengan interval kira-kira sepuluh menit.
b. Massage es
Tekniknya dengan menggosok-gosokkan es yang telah dibungkus
dengan lama lima - tujuh menit, dapat diulang dengan tenggang waktu
sepuluh menit.

c. Pencelupan atau perendaman


Tekniknya yaitu memasukkan tubuh atau bagian tubuh kedalam bak air
dingin yang dicampur dengan es. Lamanya sepuluh dua puluh menit.
d. Semprot dingin
Tekniknya dengan menyemprotkan kloretil atau fluorimethane ke
bagian tubuh yang cedera.
5. Latihan ROM
Tidak dilakukan latihan pada saat terjadi nyeri hebat dan perdarahan,
latihan pelan-pelan dimulai setelah 7-10 hari tergantung jaringan yang
sakit.
6. Penatalaksanaan medis : Farmakologi
a. Analgetik
Analgetik biasanya digunakan untuk klien yang mengalami nyeri.
Berikut contoh obat analgetik :
1) Aspirin

Kandungan : Asetosal 500mg ; Indikasi : nyeri otot ; Dosis dewasa


1tablet atau 3tablet perhari, anak > 5tahun setengah sampai 1tablet,
maksimum 1 sampai 3tablet perhari.
2) Bimastan
Kandungan : Asam Mefenamat 250mg perkapsul, 500mg perkaplet
; Indikasi : nyeri persendian, nyeri otot ; Kontra indikasi :
hipersensitif, tungkak lambung, asma, dan ginjal ; efeksamping :
mual muntah, agranulositosis, aeukopenia ; Dosis: dewasa awal
500mg lalu 250mg tiap 6 jam.
b. Pemberian kodein atau obat analgetik lain (jika cedera berat).
c. Pemasangan pembalut elastis atau gips, atau jika keseleo berat,
pemasangan gips lunak atau bidai untuk imobilisasi sendi.
d. Pembedahan yang segera dilakukan untuk mempercepat kesembuhan,
termasuk penjahitan kedua ujung potongan ligamen agar keduanya
saling merapat.
7. Pembedahan
a. Operasi ortopedi
Operasi ortopedi merupakan spesialisasi medis yang mengkhususkan
pada pengendalian medis dan bedah para pasien yang memiliki
kondisi-kondisi arthritis yang mempengaruhi persendian utama,
pinggul, lutut dan bahu melalui bedah invasif minimal dan bedah
penggantian sendi. Prosedur pembedahan yang sering dilakukan
meliputi Reduksi Terbuka dengan Fiksasi Interna atau disingkat ORIF
(Open Reduction and Fixation). Berikut dibawah ini jenis-jenis
pembedahan ortopedi dan indikasinya yang lazim dilakukan :
1) Reduksi terbuka : melakukan reduksi dan membuat kesejajaran
tulang yang patah setelah terlebih dahulu dilakukan diseksi dan
pemajanan tulang yang patah.
2) Fiksasi interna : stabilisasi tulang patah yang telah direduksi
dengan skrup, plat, paku dan pin logam.
3) Graft tulang : penggantian jaringan tulang (graft autolog maupun
heterolog) untuk memperbaiki penyembuhan, untuk menstabilisasi
atau mengganti tulang yang berpenyakit.
4) Amputasi : penghilangan bagian tubuh.

5) Artroplasti: memperbaiki masalah sendi dengan artroskop(suatu


alat yang memungkinkan ahli bedah mengoperasi dalamnya sendi
tanpa irisan yang besar) atau melalui pembedahan sendi terbuka.
6) Menisektomi : eksisi fibrokartilago sendi yang telah rusak.
7) Penggantian sendi: penggantian permukaan sendi dengan bahan
logam atau sintetis.
8) Penggantian sendi total: penggantian kedua permukaan artikuler
dalam sendidengan logam atau sintetis.

PATHWAY DISLOKASI
Etiologi

Cedera olahraga

Trauma Kecelakaan

Terlepasnya kompresi jaringan jar. Tulang dari kesatuan sendi


Merusak struktur sendi, ligamen
Kompresi jaringan tulang yg terdorong ke depan
Merobek kapsul/menyebabkan tepi glenoid teravulsi
Ligamen memberikan jalan
Tlg. berpindah dari posisi yg normal
Dislokasi

Radang
Ketidakmampuan mengunyah
Ketidakseimbangan nutrisi

cedera jar.lunak
spasme otot

ekstremitas
hambatan mobilitas fisik

nyeri akut

kurang dari kebutuhan tubuh

DAFTAR PUSTAKA

Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi


6. Volume 2. Jakarta: EGC
NANDA NIC NOC International. Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC, 2013
Arif Muttaqin. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Muskululoskeletal.
Jakarta : EGC, 2008
Brunner & Suddarth. Keperawatan Medikal Bedah,edisi 8, Jakarta : EGC, 2002
Arif Muttaqin. Buku Saku Gangguan Muskuloskeletal, Jakarta : EGC, 2011

You might also like