You are on page 1of 21

TUGAS

DOSEN

: KEBUTUHAN DASAR MANUSIA


: SURADI EFENDI, S.Kep,Ns

T
OL AH
SE K

INGG I ILMU KES EH

ATAN

MAKASSAR

N AN

I H A S A N U D D IN

Disusun oleh :
Kelompok I
LINA KARLINA
VERAWATY KASIM
E V I
HARYANTI

NH. 01.04.026
NH.01.04.039
NH.01.04.051
NH.01.04. 014

PROGRAM S1 KEPERAWATA N
STIKES NANI HASANUDDIN
MAKASSAR
2005
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, oleh karena limpahan rahmat dan
taufik-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini marupakan
salah satu perysaratan akademik mata kuliah KDM 2, dibawah bimbingan Bapak Suradi
Efendi S,Kep,Ns.
Makalah ini merupakan media pendidikan dalam mengembangkan sumber daya
manusia, meningkatkan kreativitas mahasiswa dan mengembangkan daya analisa dan
daya pikir mahasiswa. Makalah ini menyajikan materi menganai salah satu gangguan
pada tanda-tanda vital terutama yang terkait dengan gangguan pada suhu tubuh (Demam
Typhoid) yang lazim terjadi pada usia dewasa yang dikaji secara mendetail yang
dilengkapi dengan pemeriksaan fisik dan Asuhan keperawatan.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan. Oleh karena itu, dengan hati terbuka kami mengharapkan masukan dan
kritikan. Yang sifatnya konstruktif demi kesempurnaan makalah ini.
Pada kesempatan ini pula kami mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen
KDM (Pemeriksaan Fisik) yang tak henti-hentinya memberikan bimbingan dan arahan.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang turut mambantu
sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca lebih-lebih bagi
penyusun sehingga dapat menambah wawasan kita dalam dunia keperawatan dan pada
akhirnya mahasiswa keperawatan dimasa yang akan datang mempunyai skill dalam
menangani kasus yang menyangkut berbagai sistem seperti cardiovaskuler dalam hal ini
infark miokard.

November 2005

Penyusun

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR ...........................................................................................

DAFTAR ISI ........................................................................................................

III

BAB I

BAB I

PENDAHULUAN ............................................................................

A. Latar Belakang ............................................................................

B. Rumusan Masalah .......................................................................

TINJAUAN PUSTAKA......................................................................

A. Pengertian ..................................................................................

B. Anatomi .......................................................................................

C. Etiologi..........................................................................................

D. Patofisiologi..................................................................................

E. Manisfestasi Klinis........................................................................

F. Diagnosa Penunjang.......................................................................

10

G. Penatalaksanaan............................................................................

12

H. Klasifikasi.....................................................................................

14

I. Jenis-Jenis Miokard Infark............................................................

14

ASUHAN KEPERAWATAN ............................................................

16

A. Pengkajian ..................................................................................

16

B. Pemeriksaan Fisik .......................................................................

19

C. Dasar Data Pengkajian Pasien.......................................................

25

D. Diagnosa Keperawatan.................................................................

29

PENUTUP....................................................................................

41

BAB III

BAB IV

A. Kesimpulan...................................................................................

41

B. Saran..............................................................................................

41

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................

42

BAB I

PENDAHULUAN
A.

LATAR BELAKANG
Demam tifoid dan demam paratifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus .
Demam paratifoid biasanya lebih ringan dan menunjukkan manifestasi klinis yang
sama atau menyebabkan enteitis akut . Sinonim demam tifoid dan demam paratifoid
adalah typhoid dan paratyphoid fever, enteric fever, thyphus dan paratyphus
abdominalis.
Penularan demam tifoid terjadi secara fekal oral melalui makanan dan
minuman yang terkontaminasi. Sumber infeksi terutama Carrier.
Carrier ini mungkin Carrier akut, carrier menahun atau carier pasif. Penyakit ini
endemik di Indonesia.

B.

TUJUAN PENULISAN
1.

Tujuan Umum
Memperoleh pengalaman nyata dalam melakukan Asuhan keperawatan pada klien
dengan demam tifoid, diharapkan akan mampu mengidentifikasikan seluruh
masalah yang terjadi sehubungan dengan demam tifoid.

2.

Tujuan Khusus
a.

Mahasiswa mampu mengkaji klien dengan masalah utama


demam tifoid.

b.

Mahasiswa mampu merumuskan diagnosa keperawatan klien


dengan masalah utama demam tifoid.

c.

Mahasiswa mampu merencanakan tindakan keperawatan klien


dengan masalah utama demam tifoid.

C.

METODE PENULISAN
Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini yaitu metode kepustakaan
dengan menggunakan beberapa literatur sebagai sumber.

D.

SISTEMATIKA PENULISAN
a.

Bab I

Merupakan pendahuluan yang berisi tentang latar belakang, tujuan penulisan,


metode penulisan dan sistematika penulisan.
b.

Bab II
Tentang landasan teori yang memuat pengertian, epidemiologi, etiologi,
patogenesis dan patofisiologi, manifestasi klinik, komplikasi, prognosis,
pemeriksaan diagnostik, penatalaksanaan pengobatan, pengkajian, diagnosa,
tujuan, implementasi dan evaluasi keperawatan (yang lazim terjadi).

c.

Bab III
Berupa penutup yang memuat kesimpulan dan saran.

BAB II
DEMAM TIFOID

A.

Pengertian
Demam tifoid dan demam paratifoid adalah penyakit infeksi akut usus
halus . Demam paratifoid biasanya lebih ringan dan menunjukkan manifestasi klinis
yang sama atau menyebabkan enteitis akut . Sinonim demam tifoid dan demam
paratifoid adalah typhoid dan paratyphoid fever, enteric fever, thyphus dan
paratyphus abdominalis.

B.

Epidemiologi
Demam tifoid dan demam paratifoid endemik di Indonesia. Penyakit ini
termasuk penyakit menular yang tercantum dalam undang-undang No. 6
tahun 1962 tentang wabah. Kelompok penyakit menular ini merupakan
penyakit-penyakit yang mudah menular dan dapat menyerang banyak
orang, sehingga dapat menimbulkan wabah. Walaupun demam tifoid
tercantum dalam undang-undang wabah dan wajib dilaporkan, namun data
yang lengkap belum ada, sehingga gambaran epidemiologisnya belum
diketahui secara pasti.
Di Indonesia demam tifoid jarang dijumpai secara epidemik, tetapi lebih
sering bersifat sporadik, terpencar-pencar disuatu daerah, dan jarang menimbulkan
lebih dari satu kasus pada orang-orang serumah. Sumber penularannya biasanya
tidak dapat ditemukan. Ada dua sumber penularan S. typhi : pasien dengan demam
tifoid dan yang lebih sering carrier. Orang-orang tersebut mengekskresi 109 sampai
1011 kuman pergram tinja.
Didaerah endemik transmisi terjadi melalui air yang tercemar. Makanan
yang tercemar oleh carrier merupakan sumber penularan yang paling sering di
daerah nonendemik. Carrier adalah orang yang sembuh dari demam tifoid dan masih
terus mengekskresi S. typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari satu tahun.
Disfungsi kandung empedu merupakan predisposisi untuk terjadinya carrier.
Kuman-kuman S. typhi berada didalam batu empedu atau dalam dinding kandung
empedu yang mengandung jaringan ikat, akibat radang menahun.

C.

Etiologi
Etiologi demam tifoid dan demam paratifoid adalah S. typhi, S. paratyphi
A, S. paratyphi B dan S. paratyphi C.

D.

Patogenesis dan Patofisiologi


Kuman S. typhi masuk ketubuh manusia melalui mulut dengan makanan
dan air yang tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung. Sebagian
lagi masuk ke usus halus dan mencapai jaringan limfoid plaque Peyeri di ileum
terminalis yang mengalami hipertropi. Ditempat ini komplikasi perdarahan dan
perforasi intestinal dapat terjadi. Kuman S. typhi kemudian menembus kelamina
propina, masuk aliran limfe dan mencapai kelenjar limfe messenterial yang juga
mengalami hipertropi. Setelah melewati kelenjar-kelenjar limfe ini S. typhi masuk
kelairan darah melalui duktur thoracicus. Kuman-kuman S. typhi lain mencapai hati
melalui sirkulasi portal dari usus. S. typhi bersarang di plaque Peyeri, limpa, hati dan
bagian-bagian lain system retikuloendotial.
Semula disangka demam dan gejala-gejala toksemia pada demam tifoid
disebabkan oleh endotoksemia. Tapi kemudian berdasarkan penelitian-eksperimental
disimpulkan bahwa endotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam dan
gejala-gejala toksemia pada demam tifoid. Endotoksin S. typhi berperan pada
patogenesis demam tifoid, karena membatu terjadinya proses inflamasi lokal pada
jaringan setempat S. typhi berkembang biak. Demam pada tifoid disebabkan karena
S. typhi dan endotoksinnya merangsang sintesis dan pelepasan zat pirogen oleh
leukosit pada jaringan yang meradang.

E.

Manifestasi Klinik
Masa tunas demam tifoid berlangsung 10 14 hari. Gejala-gejala yang
timbul sangat bervariasi. Perbedaan ini tidak saja antara berbagai bagian dunia, tetapi
juga di daerah yang sama dari waktu ke waktu. Selain itu gambaran penyakit
bervariasi dari penyakit ringan yang tidak terdiagnosis, sampai gambaran penyakit
yang khas dengan komplikasi dan kematian. Hal ini menyebabkan bahwa seorang
ahli yang sudah sangat berpengalaman pun dapat mengalami kesulitan untuk
membuat diagnosis klinis demam tifoid.
Dalam minggu pertama penyakit, keluhan dan gejala serupa dengan penyakit akut pada umumnya. Yaitu
demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak diperut, batuk dan
epistaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya dijumpai suhu badan meningkat. Dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih
jelas berupa demam, bradikardi relatif, lidah yang khas (kotor ditengah, tepi dan ujung merah dan tremor), hepatomegali,
splenomegali, meteorismus, gangguan mental berupa samnolen, stupor, koma, delirium atau psikosis, roseolae jarang
ditemukan pada orang Indonesia.

F.

Komplikasi

Komplikasi demam tifoid dapat dibagi dalam :


1. Komplikasi intestinal :
a.

Perdarahan usus

b.

Perforasi usus

c.

Ileus paralitik

2. Komplikasi ekstra-intestinal :
a.

Komplikasi kardiovaskular :
Kegagalan sirkulasi perifer (renjatan sepsis), miokarditis, trombosis dan tromboflebitis.

b.

Komplikasi darah :
Anemia hemolitik, trombositopenia dan/atau Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) dan sindrom uremia
hemolitik.

c.

Komplikasi paru :
Pneumonia, empiema dan pleuritis.

d.

Komplikasi hepar dan kandung empedu :


Hepatitis dan kolesistisis.

e.

Komplikasi ginjal :
Glomerulonefritis, pielonefritis dan perinefritis.

f.

Komplikasi tulang :
Osteomielitis, periostitis, spondilitis dan artitis.

g.

Komplikasi neuropsikatrik :
Delirium, meningismus, meningitis, polineuritis perifer, SGB, psikosis dan sindrom katatonia.

Pada anak-anak dengan demam paratifoid , komplikasi lebih jarang terjadi. Komplikasi sering terjadi pada
keadaan toksemia berat dan kelemahan umum terutama bila perawatan pasien kurang sempurna.
G.

Prognosis
Prognosis demam tifoid tergantung dari umur, keadaan umum, derajat kekebalan tubuh, jumlah dan virulensi Salmonella
serta cepat dan tepatnya pengobatan. Angka kematian pada anak-anak 2,6% dan pada orang dewasa 7,4%, rata-rata 5,7%.

H.

Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan leukosit
2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
3. Biakan darah
4. Uji widal

Hati-hati adanya postif dan negatif palsu pada hasil pemeriksaan.


I.

Penatalaksanaan Pengobatan
Pengobatan demam tifoid terdiri atas tiga bagian yaitu : Perawatan, Diet dan Obat-obatan.
1. Perawatan
Pasien dengan demam tifoid perlu dirawat di rumah sakit untuk isolasi, observasi dan pengobatan. Pasien harus tirah baring
absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari. Mobilisasi pasien harus dilakukan secara
bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien.
Pasien dengan kesadaran yang menurun, posisi tubuhnya harus diubah-ubah pada waktu-waktu tertentu untuk menghindari
komplikasi pneumonia hipostatik dan dekubitus.
Defekasi dan buang air kecil perlu diperhatikan karena kadang-kadang terjadi obstipasi dan retensi air kemih.
2. D i e t
Dimasa lampau, pasien dengan demam tifoid diberi bubur saring, kemudian bubur kasar dan akhirnya nasi sesuai dengan
tingkat kesembuhan pasien. Karena ada pendapat bahwa usus perlu diistirahatkan.
Beberapa peneliti menunjukkan bahwa pemberian makanan padat dini dapat diberikan dengan aman pada pasien demam
tifoid.

3. O b a t
Obat-obat antimikroba yang sering dipergunakan ialah :
a.

Kloramfenikol

b.

Tiamfenikol

c.

Ko-trimoksazol

d.

Ampisillin dan Amoksisilin

e.

Sefalosporin generasi ketiga

f.

Fluorokinolon.

Obat-obat simptomatik :
a.

Antipiretika (tidak perlu diberikan secara rutin).

b.

Kortikosteroid (tapering off Selama 5 hari).

Vitamin B komp. Dan C sangat diperlukan untuk menjaga kesegaran dan kekuatan badan serta berperan dalam kestabilan
pembuluh darah kapiler.

J.

Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Dasar data pengkajian klien :
a. Aktivitas/Istirahat
Gejala : Kelemahan, kelelahan, malaise, cepat lelah. Insomnia, tidak tidur semalaman karena diare. Merasa gelisah dan
ansietas. Pembatasan aktivitas/kerja s/d efek proses penyakit.
b. S i r k u l a s i
Tanda :

Takhikardi (respon terhadap demam, dehidrasi, proses imflamasi dan nyeri). Kemerahan, area ekimosis
(kekurangan vitamin K). Hipotensi termasuk postural. Kulit/membran mukosa : turgor buruk, kering,
lidah pecah-pecah (dehidrasi/malnutrisi).

c. Integritas Ego
Gejala :

Tanda :

Ansietas, ketakutan, emosi kesal, mis. Perasaan tidak berdaya/tidak ada harapan. Faktor stress
aku/kronis mis. Hubungan dengan keluarga/pekerjaan, pengobatan yang mahal. Faktor budaya
peningkatan prevalensi.
Menolak, perhatian menyempit, depresi.

d. E l i m i n a s i
Gejala : Tekstur feces bervariasi dari bentuk lunak sampai bau atau berair. Episode diare berdarah tidak dapat
diperkirakan, hilang timbul, sering tidak dapat dikontrol, perasaan dorongan/kram (tenesmus). Defakasi
berdarah/pus/mukosa dengan atau tanpa keluar feces. Peradarahan perektal.
Tanda :

Menurunnya bising usus, tidak ada peristaltik atau adanya peristaltik yang dapat dilihat. Haemoroid,
oliguria.

e. Makanan/Cairan
Gejala :

Anoreksia, mual/muntah. Penurunan BB. Tidak toleran terhadap diet/sensitive mis. Buah segar/sayur,
produk susu, makanan berlemak.

Tanda :

Penurunan lemak subkutan/massa otot. Kelemahan, tonus otot dan turgor kulit buruk. Membran
mukosa pucat, luka, inflamasi rongga mulut.

f. H i g i e n e
Tanda :

Ketidakmampuan mempertahankan perawatan diri. Stomatitis menunjukkan kekurangan vitamin. Bau


badan.

g. Nyeri/Kenyamanan
Gejala :

Nyeri/nyeri tekan pada kuadran kanan bawah (mungkin hilang dengan defakasi). Titik nyeri berpindah,
nyeri tekan, nyeri mata, foofobia.

Tanda :

Nyeri tekan abdomen/distensi.

h. K e a m a n a n
Gejala :

Anemia hemolitik, vaskulitis, arthritis, peningkatan suhu (eksaserbasi akut), penglihatan kabur. Alergi
terhadap makanan/produk susu.

Tanda :

Lesi kulit mungkin ada, ankilosa spondilitis, uveitis, konjungtivitis/iritis.

i. Seksualitas
Gejala :

Frekuensi menurun/menghindari aktivitas seksual.

j. Interaksi Sosial
Gejala :

Masalah hubungan/peran s/d kondisi, ketidakmampuan aktif dalam sosial.

k. Penyuluhan Pembelajaran
Gejala :

Riwayat keluarga berpenyakit inflamasi usus.

2. Diagnosa Keperawatan, Tujuan, Rasinalisasi Yang Lazim Terjadi


a. Diare b/d imflamasi, iritasi dan malabsorpsi usus, adanya toksin dan penyempitan segemental usus ditandai dengan :
-

Peningkatan bunyi usus/peristaltik.

Defakasi sering dan berair (fase akut)

Perubahan warna feses.

Nyeri abdomen tiba-tiba, kram.

Tujuan :
-

Klien akan melaporkan penurunan frekuensi defakasi, konsistensi kembali normal.

Klien akan mampumengidentifikasi/menghindari faktor pemberat.

Intervensi :
1) Observasi dan catat ferkuensi defakasi, karekteristik, jumlah dan faktor pencetus.
R/ : Membantu membedakan penyakit individu dan mengkaji beratnya episode.
2) Tingkatkan tirah baring, berikan alat-alat disamping tempat tidur.
R/ :

Istirahat menurunkan motalitas usus juga menurunkan laju metabolisme bila infeksi atau perdarahan
sebagai komplikasi. Defakasi tiba-tiba dapat terjadi tanpa tanda dan dapat tidak terkontrol, peningkatan
resiko inkontinensia/jatuh bila alat-alat tidak dalam jangkauan tangan.

3) Buang feses dengan cepat dan berikan pengharum ruangan.


R/ :

Menurunkan bau tak sedap untuk menghindari rasa malu klien.

4) Identifikasi makanan/cairan yang mencetuskan diare.


R/ :

Menghindari iritan dan meningkatkan istirahat usus.

5) Observasi demam, takhikardi, lethargi, leukositosis/leukopeni, penurunan protein serum, ansietas dan kelesuan.
R/ :

Tanda toksik megakolon atau perforasi dan peritonitis akan terjadi/telah terjadi memerlukan intervensi
medik segera.

6) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian :


-

Antikolinergik.
R/ : Menurunkan motalitas/peristaltik GI dan menurunkan sekresi digestif untuk menghilangkan kram dan
diare.

Steroid

R/ :
-

Antasida
R/ :

Diberikan untuk menurunkan proses inflamasi.

Menurunkan iritasi gaster, mencegah inflamasi dan menurunkan resiko infeksi pada kolitis.

Antibiotik
R/ :

Mengobati infeksi supuratif lokal.

7) Bantu/siapkan intervensi bedah.


R/ : Mungkin perlu bila perforasi atau obstruksi usus terjadi atau penyakit tidak berespon terhadap pengobatan
medik.
b. Risiko kurang volume cairan b/d Kehilangan banyak melalui rute normal (diare berat, muntah), status
hipermetabolik dan pemasukan terbatas.

Tujuan :
Klien akan menampakkan volume cairan adekuat/mempertahankan cairan adekuat dibuktikan oleh membran mukosa
lembab, turgor kulit baik dan pengisian kapiler baik, TTV stabil, keseimbangan masukan dan haluaran dengan urine
normal dalam konsentrasi/jumlah.

Intervensi :
1) Awasi masukan dan haluaran urine, karakter dan jumlah feces, perkirakan IWL dan hitung SWL.
R/ :

Memberikan informasi tentang keseimbangan cairan, fungsi ginjal dan kontrol penyakit usus juga
merupakan pedoman untuk penggantian cairan.

2) Observasi TTV.
R/ :
3)

Observasi adanya kulit kering berlebihan dan membran mukosa, penurunan turgor kulit, prngisisan kapiler
lambat.
R/ :

4)

Menunjukkan kehilangan cairan berlebihan/dehidrasi.

Ukur BB tiap hari.


R/ :

5)

Hipotensi (termasuk postural), takikardi, demam dapat menunjukkan respon terhadap dan/atau efek
kehilangan cairan.

Indikator cairan dan status nutrisi.

Pertahankan pembatasan peroral, tirah baring dan hindari kerja.


R/ :

Kolon diistirahatkan untuk penyembuhan dan untuk menurunkan


kehilangan cairan usus.

6)

Catat kelemahan otot umum dan disritmia jantung


R/ :

7)

Kehilangan cairan berlebihan dapat menyebabkan ketidak seimbangan elektrolit. Gangguan minor pada
kadar serum dapat mengakibatkan adanya dan/atau gejala ancaman hidup.

Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian :


-

Cairan parenteral, transfusi darah sesuai indikasi.


R/ : Mempertahankan istirahat usus akan memerlukan penggatntian cairan untuk memperbaiki
kehilangan/anemia.

Anti diare.
R/ :

R/ :
-

Digunakan untuk mengontrol mual/muntah pada eksaserbasi akut.

Antipiretik
R/ :

Menurunkan kehilangan cairan dari usus.

Antiemetik

Mengontrol demam. Menurunkan IWL.

Elektrolit tambahan
R/ :

Mengganti kehilangan cairan melalui oral dan diare.

c. Konstipasi b/d masukan cairan buruk, diet rendah serat dan kurang latihan, inflamasi, iritasi, ditandai dengan :tidak
ada feses.

Tujuan :
Klien akan menampakkan/melaporkan kembali pola fungsi usus yang normal.

Intervensi :
1) Observasi bising usus.
R/ :
2)

Amati adanya keluhan nyeri abdomen.


R/ :

3)

Mungkin berhubungan adanya distensi gas atau terjadinya komplikasi.

Observasi gerakan usus. Amati feses, konsistensi, warna dan jumlah.


R/ :

4)

Kembalinya fungsi GI mungkin terlambat oleh inflamasi intraperitoneal, obat-obatan. Adanya bunyi
abnormal menunjukkan adanya komplikasi.

Indikator kembalinya fungsi GI, mengidentifikasi ketepatan intervensi.

Anjurkan makanan/cairan yang tidak mengiritasi bila masukan oral diberikan.


R/ : Menurunkan risiko iritasi mukosa.

5)

Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian pelunak feses,


supositoria gliserin sesuai indikasi.
R/ : Mungkin perlu untuk merangsang peristaltik dengan
perlahan/evakuai feses.

d. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d ganguan absorbsi nutrien, status hipermetabolik, secara medik masukan
dibatasi ditandai dengan :
-

Penurunan BB, penurunan lemak subkutan/massa otot, tonus otot buruk.

Bunyi usus hiperaktif.

Konjungtiva dan membran mukosa pucat.

Menolak untuk makan.

Tujuan :
Klien akan menunjukkan/menampakkan BB stabil atau peningkatan BB sesuai sasaran dan tidak ada tanda-tanda
malnutrisi.

Intervensi :
1) Timbang BB setiap hari atau sesuai indikasi.
R/ : Memberikan informasi tentang kebutuhan diet/keefektifan terapi.

2) Dorong tirah baring dan/atau pembatasan aktifitas selama fase sakit


akut.
R/ : Menurunkan kebutuhan metabolik untuk mencegah penurunan
kalori dan simpanan energi.
3) Anjurkan istirahat sebelum makan.
R/ : Menenangkan peristaltik dan meningkatkan energi untuk makan.
4)

Berikan kebersihan mulut terutama sebelum makan.


R/ : Mulut yang bersih dapat meningkatkan rasa makanan.

5)

Ciptakan lingkungan yang nyaman.


R/ : Lingkungan yang nyaman menurunkan stress dan lebih kondusif
untuk makan.

6) Batasi makanan yang dapat menyebabkan kram abdomen, flatus.


R/ : Mencegah serangan akut/eksaserbasi gejala.

7) Dorong klien untuk menyatakan perasaan masalah mulai makanan/diet.


R/ : Keragu-raguan untuk makan mungkin diakibatkan oleh takut
makan akan menyebabkan eksaserbasi gejala.
8) Kolaborasi dengan tim gizi/ahli diet sesuai indikasi, mis : cairan jernih berubah menjadi makanan yang
dihancurkan, rendah sisa, protein tinggi, tinggi kalori dan rendah serat.
R/ : Memungkinkan saluran usus untuk mematikan kembali proses pencernaan. Protein perlu untuk
penyembuhan integritas jaringan. Rendah serat menurunkan respon peristaltik terhadap makanan.
9) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian :
- Preparat Besi.
R/ :

Mencegah/mengobati anemi.

- Vitamin B12
R/ : Penggantian mengatasi depresi sumsum tulang karena proses inflamasi lama, Meningkatkan produksi
SDM/memperbaiki anemia.
- Asam folat.
R/ : Kehilangan folat umum terjadi akibat penurunan
masukan/absopsi.
- Nutrisi parenteral total, terapi IV sesuai indikasi.
R/ : Program ini mengistirahatkan GI sementara memberikan nutrisi
penting.
e. Nyeri b/d Hiperperistaltik,diare lama, iritasi kulit/jaringan, ekskoriasi fisura perirektal ditandai dengan :
- Laporan nyeri abdomen kolik/kram/nyeri menyebar.
- Perilaku distraksi, gelisah.
- Ekspresi wajah meringis
- Perhatian pada diri sendiri.

Tujuan :
- Klien akan melaporkan nyeri hialng/terkontrol.
- Klien akan menampakkan perilaku rileks dan mampu tidur/istirahat dengan
tepat.

Intervensi :
1) Dorong klien untuk melaporkan nyeri yang dialami.
R/ : Mencoba untuk mentoleransi nyeri daripada meminta analgesik.
2) Observasi laporan kram abdomen atau nyeri, catat lokasi, lamanya, intensitas (skala 0 10), selidiki dan laporkan
perubahan karakteristik nyeri.
R/ :

Nyeri sebelum defakasi sering terjadi dengan tiba-tiba dimana dapat berat dan terus menerus.
Perubahan pada karakterisik nyeri dapat menunjukkan penyebaran penyakit/terjadinya komplikasi.

3) Amati adanya petunjuk nonverbal , selidiki perbedaan petunjuk verbal dan nonverbal.
R/ :

Bahasa tubuh/petunjuk nonverbal dapat secara psikologis dan fisiologis dapat digunakan pada
hubungan petunjuk verbal untuk untuk mengidentifikasi luas/beratnya masalah.

4) Kaji ulang faktor-faktor yang menyebabkan meningkatnya/menghilangnya nyeri.


R/ :

Dapat menunjukkan dengan tepat pencetus atau faktor pemberat atau mengidentifikasi terjadinya
komplikasi.

5) Berikan tindakan nyaman seperti pijatan punggung, ubah posisi dan aktifitas senggang.
R/ :

Meningkatkan relaksasi, memfokuskan kembali perhatian dan meningkatkan kemampuan koping.

6) Observasi/catat adanya distensi abdomen dan TTV.


R/ :

Dapat menunjukkan terjadinya obstruksi usus karena inflamasi, edema dan jaringan parut.

7) Kolaborasi dengan timgizi/ahli diet dalam melakukan modifikasi diet dengan memberikan cairan dan
meningkatkan makanan padat sesuai toleransi.
R/ :

Istirahat usus penuh dapat menurunkan nyeri/kram.

8) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian :


- Analgesik
R/ :

Nyeri bervariasi dari ringan sampai berat dan perlu penanganan untuk memudahkan istirahat secara
adekuat dan prose penyembuhan.

- Antikolinergik
R/ :

Menghilangkan spasme saluran GI dan berlanjutnya nyeri kolik.

- Anodin supp.
Merilekskan otot rectal dan menurunkan nyeri spasme.

f. Cemas b/d Faktor psikologi/rangsang simpatis (proses inflamasi), ancaman konsep diri, ancaman terhadap
perubahan/perubahan status kesehatan dan status sosioekonomi ditandai dengan :
- Eksaserbasi penyakit tahap akut.
- Peningkatan ketegangan, distress, ketakutan.
- Menunjukkan masalah tentang perubahan hidup.
- Perhatian pada diri sendiri.

Tujuan :
- Klien akan menampakkan perilaku rileks dan melaporkan penurunan
kecemasan sampai tingkat mudah ditangani.
- Klien akan menyatakan kesadaran perasaan kecemasan dan cara sehat
menerimanya.

Intervensi :
1) Amati petunjuk perilaku mis : gelisah, peka rangsang, menolak, kurang kontak mata, perilaku menarik perhatian.
R/ :

Indikator derajat kecemasan/stress. Hal ini dap terjadi akibat gejala fisik kondisi juga reaksi lain.

2) Dorong klien untuk mengeksplorasi perasaan dan berikan umpan balik.


R/ :

Membuat hubungan teraupetik. Membantu klien/orang terdekat dalam mengidentifikasi masalah yang
menyebabkan stress. Klien dengan diare berat/konstipasi dapat ragu-ragu untuk meminta bantuan karena
takut terhadap staf.

3) Berikan informasi nyata/akurat tentang apa yang dilakukan mis : tirah baring, pembatasan masukan peroral dan
posedur.
R/ :

Keterlibatan klien dalam perencanaan perawatan memberikan rasa kontrol dan membantu menurunkan
kecemasan.

4) Berikan lingkungan tenang dan istitahat.


R/ :

Memindahkan klien dari stress luar meningkatkan relaksasi dan membantu menurunkan kecemasan.

5) Dorong klien/orang terdekat untuk menyatakan perhatian, perilaku perhatian.


R/ :

Tindakan dukungan dapat membantu klien merasa stress berkurang, memungkinkan energi dapat
ditujukan pada penyembuhan/perbaikan.

6) Bantu klien untuk mengidentifikasi/memerlukan perilaku koping yang


digunakan pada masa lalu.
R/ :

Perilaku yang berhasil dapat dikuatkan pada penerimaan masalah/stress saat ini, meningktkan rasa
kontrol diri klien.

7) Bantu klien belajar mekanisme koping baru mis : teknik mengatasi stress, keterampilan organisasi.

R/ :

Belajar cara baru untuk mengatasi masalah dapat membantu dalam menurunkan stress dan kecemasan,
meningkatkan kontrol penyakit.

8) Kolaborai dengan tim medis dalam pemberian sedatif sesuai indikasi.


R/ :

Dapat digunakan untuk menurunkan ansietas dan memudahkan istirahat.

g. Kurang pengetahun (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis dan


kebutuhan pengobatan b/d kesalahaninterpretasi informasi, kurang
mengingat dan tidak mengenal sumber informai ditandai dengan :
- Pertanyaan, meminta informasi, pernyataan salah konsep.
- Tidak akurat mengikuti instruksi.
- Terjadi komplikasi/eksaserbasi yang dapat dicegah.

Tujuan :
- Klien akan menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan pengobatan.
- Klien akan dapat mengidentifikasi situasi stress dan tindakan khusus untuk menerimanya.
- Klien akan berpartisipai dalam program pengobatan.
- Klien akan melakukan perubahan pola hidup tertentu.

Intervensi :
1) Kaji persepsi klien tentang proses penyakit.
R/ :

Membuat pengetahuan dasar dan memberikan kesadran kebutuhan belajar individu.

2) Jelaskan tentang proses penyakit, penyebab/efek hubungan faktor yang


menimbulkan gejala dan mengidentifikasi cara menurunkan faktor penyebab. Dorong klien untuk mengajukan
pertanyaan.
R/ :

Pengetahuan dasar yang akurat memberikan klien kesempatan untuk membuat keputusan
informasi/pilihan tentang masa depan dan kontrol penyakit kronis. Meskipun kebanyakan klien tahu
tentang proses penyakitnya sendiri, merek dapat mengalami informai yang tertinggal atau salah konsep.

3) Jelaskan tentang obat yang diberikan, tujuan, frekuensi, dosis dan


kemungkinan efek samping.
R/ :

Meningkatkan pemahaman dan dapat meningkatkan kerjasama dalam program.

4) Tekankan pentingnya perawatan kulit mis : teknik cuci tangan dengan baik dan perawatan perineal yang baik.
R/ :

Menurunkan penyebran bakteri dan risiko iritasi kulit/kerusakan, infeksi.

5. Anjurkan menghentikan merokok.


R/ :

Dapat meningkatkan motalitas usus, meningkatkan gejala.

C. Implementasi (Pelaksanaan dari Intervensi)


D. E v a l u a s i
Asuhan keperawatan pada klien dengan masalah utama demam tifoid dikatakan berhasil/efektif jika :
1.

Klien mampu mengontrol diare/konstipasi melalui fungsi usus optimal/stabil.

2.

Komplikasi minimal/dapat dicegah.

3.

Stres mental/emosi minimal/dapat dicegah dengan menerima kondisi dengan positif.

4.

Klien mampu mengetahui/memahami/menyebutkan informasi tentang proses penyakit, kebutuhan pengobatan dan
aspek jangka panjang/potensial komplikasi
berulangnya penyakit.

E. BAB III
PENUTUP

Berdasarkan pembahasan kasus diatas, maka kami dapat mengambil kesimpulan


dan saran sebagai berikut :

Kesimpulan
1.

Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi akut usus halus biasanya
lebih ringan dan bisa menyebabkan enteritis akut

2.

Demam tifoid merupakan salah satu penyakit menular yang dapat


menyerang banyak orang sehingga dapat menjadi wabah. Penularan dapat melalui
air dan makanan yang tercemar oleh carrier.

3.

Disfungsi kandung kemih merupakan predisposisi untuk terjadinya carrier.


Carrier adalah orang yang sembuh dari demam tifoid tapi masih terus
mengekskresi S.Typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari satu tahun.

4.

Perencanaan keperawatan dengan masalah utama demam tifoid berfokus


pada intervensi :
-

Pembatasan aktivitas (tirah baring


absolute) sampai minimal 7 hari bebas demam atau selama 14 hari.

Pembatasan

masukan

makanan

peroral.
-

Istirahat yang cukup

Kolaborasi dengan tim medis dalam


pemberian cairan parenteral.

5.

Keluarga merupakan faktor pendukung utama dalam membantu klien


mengatasi masalahnya baik selama dirumah sakit maupun ketika berada dirumah.

Saran
1.

Demam

tifoid

merupakan

penyakit

menular

yang

penularannya berasal dari air dan makanan yang tercemar oleh carrier harus
segera dilaporkan
2.

Komunikasi terapeutik antara perawat, klien dan keluarga


harus dipertahankan

3.

Oleh karena keluarga merupakan faktor pendukung utama


dalam perawatan klien maka keluarga perlu di motivasi untuk terlibat secara aktif
dalam perawatan klien dengan demam tifoid.

4.

Perlunya meningkatkan kemampuan komunikasi klien pada


perawat dan keluarga.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito,L.J. 1995, Buku saku diagnosa keperawatan, EGC, Jakarta.


Keliata,B.A. SKp, M.App, Sc, 1999, Proses keperawatan kesehatan jiwa, EGC Penerbit
Buku Kedokteran, Jakarta.
Kumpulan bahan kuliah, Ilmu Keperawatan Jiwa, tidak diterbitkan.
Rasmun, SKp, Keperawatan kesehatan mental psikiatri terintegrasi dengan keluarga,
tidak diterbitkan.
Stuart, G.W. dan Sundeen, S.J., 1995, Principles and practice of psychiatric nursing (5th
ed) St louis :Mosby Year Book.

Stuart, G.W. dan Laraia, M.T., 1998, Principles and practice of psychiatric nursing (6th
ed) St louis :Mosby Year Book.
Townsend, M.C., 1998, Diagnosa keperawatan pada keperawatan psikiatri: pedoman
untuk pembuatan rencana keperawatan, EGC, Jakarta.

You might also like