Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Penyakit Trofoblas Gestasional merupakan penyakit yang berkaitan dengan
kegagalan kehamilan dimana belum diketahui penyebab pasti .Klasifikasi histopatologi
dari Penyakit Trofoblas Gestasional menurut WHO yaitu :1, 2,3
Mola hidatidosa
Koriokarsinoma
insiden,
wilayah disertai dengan gambaran klinis yang bervariasi mulai yang ringan sampai yang
berat dimana menjadi beban berat bagi masyarakat dan tenaga kesehatan.
Mola hidatidosa ditandai oleh kelainan vili korionik yang tediri dari proliferasi
trofoblas dan edema stroma vilus dimana terdiri dari mola hidatidosa komplit bila seluruh
vili korialis mengalami degenerasi hidropik tanpa ada embrio melainkan berkembang
secara patologi berupa gelembung yang menyerupai anggur sedangkan bila diantara
gelembung ditemukan embrio disebut mola hidatidosa parsial. 4
Sebagian besar penderita mola hidatidosa akan menjadi baik kembali setelah
ditangani secara tuntas tetapi sekitar 15-20% akan mengalami perubahan menjadi
keganasan. Keganasan bisa terjadi dalam waktu 1 minggu sampai 3 tahun pascaevakuasi
maka diberlakukan follow up ketat terhadap pasien yang menderita mola hidatidosa. 5,6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. DEFINISI
Mola hidatidosa adalah suatu penyakit trofoblas gestasional sebagai akibat dari
kehamilan yang berkembang tidak sempurna dimana sebagian atau seluruh vili
korialisnya mengalami degenerasi hidropik berupa gelembung yang menyerupai
anggur.4,7,8
Berbagai istilah pernah digunakan untuk menggambarkan penyakit ini misalnya
bila seluruh vili korialis mengalami degenerasi hidropik tanpa ada embrio disebut
Complete Mole, True Mole, Classic Mole atau Mole Hydatidiform (Prancis). Bila
diantara gelembung ditemukan embrio disebut Transtional Mole, Incomplete Mole,
Parsial Mole atau Mole Embryone. 4
II.2. KLASIFIKASI
Mola hidatidosa sudah diketahui sejak tahun 1795 oleh Gregorin. Baru setelah
diadakan penelitian sitogenik pada tahun 1970-an oleh antara lain Kajii, Vassilokos,
Szulman dan lain-lain dicapai kesepakatan bahwa mola hidatidosa terdiri dari dua jenis
yaitu :
Mola hidatidosa parsial harus dipisahkan dari mola hidatidosa komplit karena
antara keduanya terdapat perbedaan yang mendasar baik dilihat dari segi patogenesis,
klinik, prognosis maupun gambaran PA-nya. Disebut parsial karena tidak seluruh vili
korialis mengalami degenerasi hidropik. Pada mola hidatidosa parsial hanya sebagian
dari vili korialis yang mengalami degenerasi hidropik sehingga unsur janin selalu ada.
Perkembangan janin akan tergantung kepada luasnya plasenta yang mengalami
degenerasi tetapi janin biasanya tidak dapat bertahan lama dan akan mati dalam rahim.4
Gambar 2. Mola hidatidosa parsial 10
Ada kalanya pada sediaan abortus atau plasenta aterm ditemukan beberapa bagian
yang mengalami degenerasi hidropik. Keadaan semacam ini tidak dimasukkan ke mola
hidatidosa tetapi disebut sebagai Sub Molaire. 4
II.3.ETIOLOGI
Walaupun mola hidatidosa sudah dikenal sejak abad keenam sampai sekarang masih
belum diketahui apa yang menjadi penyebabnya. 4,5,11
II.4. INSIDENSI
Penyakit ini sudah dikenal sejak abad keenam namun masih tetap banyak hal yang
belum terungkap secara jelas. Penyakit ini dapat ditemukan diseluruh dunia dengan angka
kejadian yang berbeda-beda dimana yang terbanyak ditemukan dinegara-negara Asia dan
Amerika Latin.7
Penyakit ini harus dianggap sebagai penyakit yang penting karena insidensinya
tinggi, faktor resiko banyak dan penyebarannya merata di Indonesia. Harus diakui bahwa
sebagian data sebagian besar masih berupa hospital based. Penyakit ini lebih banyak
dijumpai pada golongan sosio ekonomi rendah. Di Indonesia menurut laporan beberapa
penulis dari berbagai daerah menunjukkan angka kejadian yang berbeda-beda. Menurut
Dinan kejadiannya berkisar antara 0,5 sampai 8,3 per 1000 kelahiran hidup. Bila kita
misalkan terdapat 1 kejadian mola per 1000 kelahiran hidup dan diseluruh dunia terdapat
126 juta kelahiran hidup per tahun maka per tahun akan terdapat 126.000 kasus mola
hidatidosa diseluruh dunia. Di negara barat angka kejadian ini lebih rendah dari pada
negara-negara Asia dan Amerika Latin, misalnya Amerika Serikat 1:1000 kehamilan dan
di Inggris 1:1500. 2,4,12
Menurut Suande Duarsa angka kejadian Mola Hidatidosa di Indonesia berkisar
antara 1:51 sampai 1:141 kehamilan. Di Rumah Sakit Dr. Soetomo Surabaya antara tahun
1960 sampai 1964 diperoleh angka kejadian 1:96 persalinan, antara tahun 1970 sampai
1974 angka kejadian Mola Hidatidosa 1:55 kejadian persalinan. Dari data tersebut diatas,
nampak adanya kenaikan angka kejadian Mola Hidatidosa di Surabaya dan sekitarnya. Di
RSHS antara tahun 1988-1991 terdapat angka kejadian mola hidatidosa 10,64 per 1000
kehamilan.Sedangkan di Jakarta terdapat angka kejadian mola hidatidosa 12,1 terhadap
1000 persalinan.4,5,7
Dinegara maju, insidensi mola hidatidosa sudah sangat menurun. Hal ini antara
lain disebabkan oleh fertilitas yang menurun disertai keadaan gizi yang baik. Kalau ada
kehamilan, hal tersebut terjadi pada umur yang ideal sehingga tidak merupakan faktor
resiko untuk terjadinya mola hidatidosa. Yang turun adalah jumlah absolutnya, tetapi
kalau dihitung rationya terhadap kehamilan lain atau persalinan, angka tetap tidak
berubah. Contohnya di Jepang, sudah jarang ditemukan kasus mola hidatidosa, tetapi
rasio terhadap kehamilan lain tetap sekitar 3 : 2.000 persalinan dan 2,23 : 1.000 kelahiran
hidup.2,4
Kecenderungan penurunan insidensi, tampak pula dinegara kita. Misalnya, pada
tahun 1970-an, jumlah kasus mola hidatidosa yang dirawat di RSHS, bisa mencapai 100
per tahun. Tetapi saat sekarang, hanya disekitar 25 30 kasus saja. Hal ini mungkin
disebabkan oleh penurunan fertilitas dan perbaikan gizi. Di samping itu, mungkin juga
karena sekarang di semua kabupaten/kotamadya sudah ada SpOG sehingga kasus-kasus
mola hidatidosa sudah dapat dikelola di daerah masing-masing. Jadi, selalu suatu
penurunan yang semu. Sayangnya penurunan insidensi ini tidak disertai dengan
perbaikan karakteristik klinis seperti di negara maju karena dinegara kita masih banyak
ditemukan kasus-kasus dalam keadaan lanjut yang disertai dengan berbagai kendala.
Mola hidatidosa parsial baru diketahui pada 1977 oleh Vassilokos. Banyak pakar
yang menganggap bahwa insiden mola hidatidosa parsial sebenarnya lebih tinggi dari
yang kita kenal sekarang. Alasanya ialah kehamilan triploid biasanya mati pada umur 8-9
minggu kemudian terjadi abortus spontan. Bila semua kasus abortus diperiksa secara PA,
sebagian diantaranya akan berupa mola hidatidosa parsial.4
II.5. FAKTOR RESIKO
Mola hidatidosa dapat terjadi pada semua wanita dalam masa reproduksi. Di
RSHS yang termuda berusia 15 tahun dan yang tertua 53 tahun. Penelitian selanjutnya
menunjukkan bahwa dalam kaitan dengan umur ini ada kelompok umur yang mempunyai
resiko lebih tinggi untuk mendapat mola hidatidosa yaitu mereka yang hamil pada usia
dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun.5
Disamping umur, faktor gizi juga dianggap berpengaruh terhadap kejadian mola
hidatidosa. Acosta Sison mengganggap bahwa mola hidatidosa adalah suatu kehamilan
abnormal yang berasal dari ovum patologis sedangkan faktor yang menyebabkan ovum
patologis ini adalah defisiensi protein kualitas tinggi (highclass protein). Acosta Sison
mengaitkan hal ini dengan kenyataan bahwa di Asia banyak sekali ditemukan mola
hidatidosa yang penduduknya sebagian termasuk golongan sosioekonomi rendah yang
kurang mengkonsumsi protein. Pada perang dunia kedua seluruh masyarakat kekurangan
makanan. Pada saat itu insiden mola hidatidosa juga meningkat pada wanita golongan
tingkat atas. 4
Secara empiris, tampaknya teori ini dapat diterima karena insidensi mola
hidatidosa yang tinggi ditemukan pula di Indonesia, Meksiko dan Filipina. Tetapi peneliti
lain seperti Steigard dan Yen tidak setuju dengan teori ini karena di Hawai mola
hidatidosa lebih banyak ditemukan pada etnis Jepang dibanding dengan penduduk Hawai
asli. Padahal kalau dilihat dari segi sosioekonomi orang Jepang jauh lebih baik dimana
mereka lebih banyak makan protein (ikan).4
Reynold mengatakan bahwa bila wanita hamil terutama antara hari ke 13 dan 21
mengalami kekurangan asam folat dan histidine akan mengalami gangguan pembentukan
timidin yang merupakan bagian penting dari DNA. Akibat kekurangan gizi ini akan
menyebabkan kematian embrio dan gangguan angiogenesis yang akhirnya akan
menimbulkan perubahan hidropik.4
Teori gizi sebagai faktor resiko yang banyak dianut sekarang adalah yang
diajukan antara lain oleh Parazzini F (Italia) yaitu bahwa mola hidatidosa banyak terjadi
pada mereka yang kekurangan -Carotene dan vitamin A.
WHO Scientific Group berkesimpulan bahwa selain usia dan gizi, riwayat obstetri
juga mempunyai pengaruh terhadap kejadian mola hidatidosa dimana akan meningkat
pada wanita yang pernah mendapat mola hidatidosa dan kehamilan kembar tetapi
multiparitas tidak merupakan faktor resiko.13
Faktor
bahwa pada kasus mola hidatidosa lebih banyak ditemukan kelainan Balance
Translocation dibandingkan dengan populasi normal. Pada wanita dengan kelainan
sitogenetik ini lebih banyak mengalami gangguan proses meiosis sehingga lebih banyak
terjadi ovum yang kosong atau intinya tidak aktif.4
II.6.PATOGENESIS
Banyak teori telah dikemukakan tentang patogenesis mola hidatidosa antara lain :
Teori Hertig et al, menganggap bahwa pada mola hidatidosa terjadi insufisiensi
peredaran darah akibat matinya embrio pada minggu ke 3-5 (missed abortion)
sehingga terjadi penimbunan cairan dalam jaringan mesenkim vili dan terbentuklah
kista-kista kecil yang makin lama makin besar sampai akhirnya terbentuklah
gelembung mola. Sedangkan proliferasi trofoblas merupakan akibat dari tekanan vili
yang edema tadi.
Teori Park, adanya jaringan trofoblas yang abnormal baik berupa hiperplasi, displasi
maupun neoplasi. Bentuk abnormal ini disertai pula dengan fungsi yang abnormal
dimana terjadi absorpsi cairan yang berlebihan ke dalam vili. Keadaan ini menekan
pembuluh darah yang akhirnya menyebabkan kematian embrio.
Teori sitogenetik, kehamilan mola hidatidosa komplet terjadi karena sebuah ovum
yang tidak berinti (kosong) atau yang intinya tidak berfungsi dibuahi oleh sebuah
sperma haploid 23 x. Kromosom ini kemudian mengadakan penggandaan sendiri
menjadi 46 xx. Jadi kromosom mola hidatidosa komplet ini berjenis kelamin wanita
tetapi kedua x-nya berasal dari ayah. Jadi tidak ada unsur ibu sehingga disebut
Diploid Androgenetik.2,4,5
Empty egg
Paternal
46x
x
cromosomes only
23x
46x
x
Kehamilan yang sempurna harus terdiri dari unsur ibu yang akan membentuk bagian
embrional (anak) dan unsur ayah yang diperlukan untuk membentuk bagian
ekstraembrional (plasenta, air ketuban) secara seimbang. Karena tidak ada unsur ibu,
mola hidatidosa komplit tidak ada bagian embrional (janin). Yang ada hanya bagian
ekstraembrional yang patologis berupa vili korialis yang mengalami degenerasi hidropik
seperti anggur.4
Mola hidatidosa parsial berbeda dengan mola hidatidosa komplit terutama
kariotipe. Pada mola hidatidosa parsial dapat ditemukan gambaran yang diploid atau
triploid. Bisa oleh dua haploid 23x, satu haploid 23x dan satu haploid 23y atau dua
haploid 2y. Hasil konsepsi bisa berupa 69xxx, 69 xxy atau 69xyy. Kromosom 69 yyy
tidak pernah ditemukan.
Gambar 4. Kromosom mola hidatidosa parsial 1,14
Dispermy
23y
23y
23x
23
x
232
23x
69xx
y
69xx
y
69xx
y
Diandry
Dispermy
maternal
chromosome
with
paternal
extraset
23x
atau
Dispermy
23x
23x
23x
23
x
23223x
69xx
x
69xx
x
69xx
x
Diandry
Dispermy
23x
Jadi mola hidatidosa parsial mempunyai satu haploid ibu dan dua haploid ayah
sehingga disebut Diandro Triploid. Karena disini ada unsur ibu maka ditemukan bayi dan
pembengkakan pada vili yang sifatnya tidak menyeluruh. Tetapi komposisi unsur ibu dan
ayah tidak seimbang satu berbanding dua. Unsur ayah yang tidak normal tersebut
menyebabkan pembentukan plasenta tidak wajar yang merupakan gabungan dari vili
korialis yang normal dan yang mengalami degenerasi hidropik. Oleh karena itu fungsinya
tidak bisa penuh sehingga janin tidak bisa bertahan sampai besar. Biasanya kematian
terjadi sangat dini. Koriokarsinoma lebih jarang terjadi paskamola parsial jika
dibandingkan dengan paskamola komplit.2,5
II.7. GAMBARAN KLINIS
Mola hidatidosa diketahui dari perdarahan pervaginam, pembesaran uterus,
anemia, hiperemesis atau keluarnya gelembung mola sebelum adanya USG dan
pemeriksaan -hCG sehingga pertolongan yang diberikan sudah sangat terlambat.2,12
Seperti diketahui hCG dihasilkan oleh sel sinsitiotrofoblas sejak mulai implantasi.
Pada kehamilan biasa, kadarnya naik terus sampai usia kehamilan 60-80 hari, untuk
kemudian turun lagi setelah umur kehamilan 85 hari. Pada puncaknya, kadar hCG dapat
mencapai 600.000 mIU/ml. Selanjutnya, sampai kehamilan aterm, kadar hCG rata-rata
adalah 20.000 mIU/ml. Pada mola hidatidosa komplit seluruh kavum uteri diisi oleh
jaringan trofoblast. Oleh karena itu, berbeda dengan kehamilan biasa, pada mola
hidatidosa komplit tidak ada penurunan kadar hCG. Selama ada pertumbuhan sel
trofoblas dan selama gelembung mola belum keluar atau dikeluarkan, hCG akan naik
terus sampai bisa mencapai di atas 5.000.000 mIU/ml.
Hormon hCG adalah hormon glikoprotein yang dihasilkan oleh plasenta yang
mempunyai aktivitas biologis yang mirip LH. Sebagian besar hCG diproduksi diplasenta
tetapi sintesanya juga terjadi pada ginjal janin. Molekul hCG terdiri dari dua rantai asam
amino yakni dan . Rantai hCG terdiri dari 92 asam amino dan rantai hCG terdiri
dari 145 asam amino yang satu sama lain berikatan. Rantai hCG mirip dengan rantai
dari FSH, LH dan TSH yang merupakan hormon-hormon glikoprotein yang dihasilkan
oleh lobus anterior hipofisis. Pada kehamilan normal pemeriksaan terhadap -hCG
dilakukan secara kualitatif dengan menggunakan urin sebagai spesimen. Pada mola
hidatidosa umumnya kadar hCG jauh lebih tinggi daripada kadar puncak hCG pada
kehamilan normal. Cara pengukurannya bisa menggunakan Radioimmunoassay (RIA),
Immunoradiometricassay (IRMA) atau Enzyme linked immunoabsorbanassay (ELISA)
karena hasil pemeriksaan ini tidak saja mempunyai nilai diagnostik tetapi juga nilai
prognostik. Pada dua cara pertama, digunakan radioisotop sedangkan pada yang terakhir
digunakan enzim. Pemeriksaan hCG dipakai juga untuk memantau perjalanan penyakit
pada mola hidatidosa pascaevakuasi jaringan mola.5
II.
Kista yang terjadi bisa unilateral atau bilateral, dan besarnya bervariasi antara beberapa
sentimeter. Umumnya kista ini akan mengecil lagi setelah jaringan mola dievakuasi. Oleh
karena itu, kita tidak perlu mengangkatnya, walaupun ukurannya sangat besar, kecuali
10
kalau ada komplikasi seperti torsi atau ruptur. Bila memberikan keluhan mekanis, dapat
dilakukan dekompresi atau aspirasi.
Berbeda dengan mola hidatidosa komplit, mola hidatidosa parsial sama sekali
tidak ditemukan gejala maupun tanda-tanda yang khas. Kalau ada perdarahan sering
dianggap sebagai abortus biasa. Jarang sekali ditemukan mola hidatidosa parsial dengan
uterus yang melebihi tuanya kehamilan. Biasanya sama atau bahkan lebih kecil. Dalam
hal yang terakhir disebut Dying Mole.4
Mola hidatidosa parsial dapat didiagnosis secara USG bila ditemukan pada
jaringan plasenta tampak gambaran yang menyerupai kista-kista kecil disertai
peningkatan diameter transversa dari kantong janin (gambaran Swiss Cheese). Gambaran
berupa pulau-pulau yang kehitam-hitaman pada pemeriksaan USG menunjukkan adanya
perdarahan.5
Kadar -hCG juga meninggi tetapi biasanya tidak setinggi pada mola hidatidosa
komplit. Hal ini mungkin disebabkan pada mola hidatidosa parsial masih ditemukan vili
korialis normal. Kadar yang tidak terlalu tinggi ini tidak menyebabkan rangsangan
kepada ovarium. Pada mola hidatidosa parsial jarang ditemukan kista lutein serta mola
hidatidosa parsial jarang sekali disertai penyulit seperti PEB, tirotoksikosis atau emboli
paru-paru.12
Kita harus memikirkan mola hidatidosa bila ditemukan hal-hal dibawah ini: 11,12,13
1.
Anamnesis
Wanita mengeluh :
a. Terlambat haid
b. Adanya perdarahan pervaginam
c. Perut merasa lebih besar dari lamanya amenorea
d. Walaupun perut besar, tidak merasa adanya pergerakan anak.
2.
Klinis Ginekologis
Pada pemeriksaan ditemukan:
a. Uterus lebih besar dari tuanya kehamilan
b.
3.
Laboratorium
11
USG 3,13,15,17
Tampak gambaran vesikuler dikavum uteri.
Pada mola hidatidosa komplit kita mendapatkan gambaran diantaranya :
-
ditemukan janin atau embrio, bisa hidup tapi mengalami pertumbuhan yang
terhambat
12
Diagnosis pasti ditentukan oleh hasil pemeriksaan Patologi Anatomi, yang secara
mikroskopis tampak sebagai berikut : proliferasi trofoblas, stroma vili korialis yang
edema yang tidak mengandung pembuluh darah (tanpa vaskularisasi), disertai hiperplasia
dari sel sitotrofoblas dan sel sinsitiotrofoblas.19
Beberapa pakar menganggap bahwa dengan melihat gambaran PA-nya,
dapat diprediksikan apakah mola hidatidosa komplit itu akan mengalami transformasi
keganasan atau tidak. Antara lain dikatakan, kalau ditemukan proliferasi sel-sel trofoblas
yang berlebihan, kemungkinan terjadinya keganasan lebih besar.19
Gambar 7. Mola hidatidosa komplit
20
13
Pada mola hidatidosa parsial biasanya diagnosis dibuat secara tidak sengaja
setelah dilakukan tindakan dan diperkuat dengan hasil pemeriksaan PA dimana
ditemukan gambaran khas sebagai berikut :
1. Vili korialis dari berbagai ukuran dengan degenerasi hidropik, kavitasi dan
hiperplasi trofoblas disertai dengan vili korialis yang normal..
2. Scalloping yang berlebihan dari vili
3. Inklusi stroma trofoblas yang menonjol
4. Ditemukan embrio atau janin.
Gambar 8. Mola hidatidosa parsial 21
Tabel 1. Perbedaan gambaran mola hidatidosa komplit dan mola hidatidosa parsial 1,3,5,22
Gambaran
Karyotipe
Gambaran patologis
Embrio
Amnion
Vili korialis
Edem viliosa
Proliferasi trofoblas
Gambaran klinik
14
Diagnosis
Ukuran uterus
Kista Lutein
Penyulit
kehamilan mola
50 % membesar
sering
missed abortion
jarang
jarang
Laboratorium:
-hCG
sangat tinggi
> normal
II.8. KOMPLIKASI
Seperti pada kehamilan biasa, mola hidatidosa komplit juga dapat disertai
komplikasi yaitu perdarahan, preeklampsia, tirotoksikosis dan emboli paru-paru
sedangkan penyulit lanjut berupa terjadinya tumor trofoblas gestasional paskamola. 5
Perdarahan merupakan komplikasi yang sering mengancam akibat terlambatnya
diagnosis mola ditegakkan. Biasanya terjadi pada negara-negara yang pelayanan obstetri
yang jelek.4
Preeklampsia pada mola hidatidosa komplit tidak berbeda dengan kehamilan
biasa, bisa ringan, berat bahkan sampai eklampsia. Hanya saja pada mola hidatidosa
komplit terjadi lebih dini. Menurut Pritchard, bila ditemukan preeklampsia pada uterus
sebesar atau lebih 24 minggu, harus dicurigai adanya mola hidatidosa. Cara
penanganannya, disamping evakuasi jaringan mola, tidak berbeda pada preeklampsia
akibat kehamilan biasa. 3,4
Sudah lama diketahui bahwa pada mola hidatidosa komplit kadang-kadang
ditemukan perubahan pada kelenjar tiroid, baik anatomis maupun fungsional, tetapi
biasanya tidak disertai gejala klinis tirotoksikosis. Laporan tentang tirotoksikosis pada
mola hidatidosa komplit sudah ada sejak 1960, tetapi sejak tahun 1970-an, perhatian
terhadap penyulit ini makin meningkat. Di Indonesia, baru dilaporkan oleh Suyono dkk.
(Semarang) pada tahun 1976 dan Martaadisoebrata (Bandung) pada tahun 1980.
Kelainannya bisa berupa hipertiroidisme biokimia saja, dimana kadar hormon Thyroxyne
(T4) dan Triiodothyronine (T3) meningkat dan TSH menurun atau disertai gejala klinis
yang disebut tirotoksikosis. Hershman menganggap bahwa hiperfungsi tiroid ini
disebabkan adanya stimulator yang dibentuk didalam sel trofoblas yang disebut molar
thyrotropin. Tetapi sekarang para pakar menganggap bahwa yang menjadi stimulatornya
tidak lain adalah kadar hCG yang tinggi. 3
15
Gejala klinis tirotoksikosis pada mola, ternyata berbeda dengan graves disease,
terutama
dalam
kecepatan
perkembangannya.
Pada
mola
hidatidosa
komplit,
perkembangannya sangat cepat . Dari status eutiroid sampai krisis tiroid dapat
berlangsung dalam beberapa jam saja dan menyebabkan kematian karena payah jantung.3
Pemicu tirotoksikosis pada mola adalah tingginya kadar hCG, pada kadar hCG
< 100.000 mIU/ml stimulasi tiroid hCG tidak tampak tetapi pada kadar yang sangat tinggi
hal ini sangat nyata. Gambaran tiorotoksikosis pada mola tidak selalu jelas dan terdapat
beberapa tingkat tirotoksikosis yaitu overt tirotoksikosis (kadar hormon tiroid bebas
sangat tinggi tetapi kadar TSH sangat rendah), tirotoksikosis klinis (sama dengan overt
tirotoksikosis tapi disertai gambaran klinis), tirotoksikosis subklinis (bila TSH < 0,10
mIU/mldan hormon tiroid normal).5
Diagnosis tirotoksikosis pada mola hidatidosa komplit dipersulit karena sering
disertai adanya penyulit-penyulit lain, seperti preeklampsia, payah jantung, emboli paruparu, dan anemia yang masing-masing dapat memberikan gejala seperti tirotoksikosis.
Maka dignosis tirotoksikosis pada mola sangat penting dan perlu ditanggulangi dahulu
sebelum dilakukan evakuasi jaringan molanya karena bila tidak dilakukan, upaya
evakuasi jaringan mola dapat menimbulkan kematian penderita akibat krisis tiroid atau
payah jantung.5
Adanya tirotoksikosis pada penderita mola dapat diduga bila terdapat gejala-gejala : 11
Tremor
diagnosis mola hidatidosa komplit sudah dapat dibuat pada uterus yang kecil dengan
gambaran badai salju sehingga penyulit seperti preeklampsia dan tirotoksikosia sudah
jarang ditemukan. Dengan mengunakan alat USG yang resolusinya lebih baik gambaran
yang tampak bukan gambaran badai salju melainkan gambaran jaringan vesikuler yang
memperlihatkan gelembung-gelembung mola dari berbagai ukuran.5
Di RSHS Bandung, antara 1971 sampai 1994, prevalensinya berkisar antara 3,1
sampai 9,3%. Semuanya ditentukan secara klinis, bukan secara biokimia. Pada kurun
16
waktu 5 tahun, antara 1998 2002, jumlah kasus tirotoksikosis berdasarkan biokimia dan
klinik ternyata lebih tinggi, yaitu 24,7%.
Gambaran klinis penderita mola hidatidosa komplit di Indonesia sering tidak
menguntungkan karena penderita datang terlambat. Hal ini disebabkan oleh faktor
ketidaktahuan, ketidak mampuan dan ketidak terjangkauan dari masyarakat. Jadi,
progresifitas dari penyakit mola hidatidosa komplit di Indonesia tidak semata-mata
disebabkan oleh faktor biologis klinis saja, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan
sosial seperti pendidikan, ekonomi dan budaya. Tidak jarang mereka datang ke rumah
sakit dalam keadaan syok hipovolemik, preeklampsia berat atau tirotoksikosis. Keadaan
semacam ini mengakibatkan prognosis yang buruk, baik berupa morbiditas, mortalitas,
maupun kemungkinan terjadinya keganasan pasca mola hidatidosa komplit. Dinegara
maju, disamping insidensinya yang rendah, sudah tidak lagi ditemukan kematian karena
mola hidatidosa.4
BAB III
PENATALAKSANAAN MOLA HIDATIDOSA
Terapi terdiri dari empat tahap, yaitu:3, 4,5,11,12
1. Perbaikan keadaan umum
2. Evakuasi jaringan
3. Profilaksis
4. Follow up
17
18
Histerektomi dilakukan pada kasus mola resiko tinggi yang sudah mempunyai
cukup anak. Tujuannya adalah disamping sebagai upaya untuk mengurangi
kemungkinan timbulnya keganasan sekaligus bila kemudian timbul koriokarsinoma
maka derajat skor prognostiknya akan rendah sehingga sitostatika yang doperlukan
akan lebih sederhana dan kurang toksik serta biaya lebih ringan.
Kriteria mola hidatidosa resiko tinggi :
3. Profilaksis
Kemoterapi diberikan pada penderita mola resiko tinggi.Caranya :
1. MTX 20 mg/hari IM dan asam folat 5 mg/hari IM yang diberikan 12 jam setelah
pemberian MTX (selama 5 hari berturut-turut). Profilaksis dengan tablet MTX
dianggap tidak bermanfaat. Asam folat adalah antidotum dari MTX.
2. Actinomycin D 0,5 mg/hari IV diberikan selama 5 hari berturut-turut. Tidak perlu
antidotum.
Ada pendapat yang mengatakan bahwa bila setelah diberikan profilaksis
sitostatika terjadi juga keganasan, pengobatannya lebih sukar. Oleh karena itu, banyak
pakar yang tidak setuju dengan pemberian profilaksis ini. Disamping alasan diatas
mereka mengatakan juga bahwa sitostatika sering memberikan efek samping yang
membahayakan. Dengan follow up yang baik, kita dapat membuat diagnosis keganasan
secara dini sehingga kemoterapi yang diberikan secara kuratif akan dapat mengobatinya
secara efektif.
Beberapa negara berkembang masih memberikan kemoterapi dengan kriteria : 5,11
- Kadar -hCG turun sangat lambat
- Kadar -hCG mula-mula menunjukkan penurunan tetapi kemudian naik lagi
- Kadar -hCG mula-mula menurun tetapi mendatar mendatar dan tidak turun lagi.
19
Penderita dengan kriteria diatas diberikan MTX dosis rendah yakni 50 mg, MTX
selang sehari selama 5 kali ditambah asam folat 12 mg yang diberikan 30 jam setelah
pemberian MTX. Regimen ini diulang setiap 7 sampai 10 hari.
4. Follow up Paskaevakuasi
Seperti diketahui 15-20 % dari penderita pasca mola hidatidosa komplit bisa
mengalami transformasi keganasan. Masa laten terjadinya keganasan sangat bervariasi.
Menurut Hertig keganasan bisa terjadi dalam waktu 1 minggu sampai 3 tahun
pascaevakuasi maka diberlakukan follow up ketat. Pada penderita mola resiko rendah
follow up mulai dilakukan 2 minggu pascaevakuasi dan pada mola resiko tinggi dimulai
2 minggu setelah mendapat kemoterapi profilaksis.5,6,12
Tujuan dari follow up ada dua :4
1. Melihat apakah proses involusi berjalan secara normal baik anatomis, laboratoris
maupun fungsional seperti involusi uterus, turunnya kadar -hCG dan kembali
fungsi haid.
2. Menentukan adanya transformasi keganasan terutama pada tingkat yang sangat
dini.
Pada umumnya para pakar sepakat bahwa lama follow up berlangsung selama
satu tahun tetapi ada juga yang sampai dua tahun. Follow up dilakukan sebagai berikut :
Mulai minggu ke-2 sampai minggu ke-12 paskaevakuasi jaringan mola, penderita
dianjurkan follow up setiap 2 minggu :
Pemeriksaan yang dilakukan adalah :
-
Bila pada setiap kali follow up kadar -hCG menurun dan kurvanya mengikuti
pola kurva regresi -hCG RIA yang sama dengan pola kurva regresi -hCG normal dan
secara klinis tidak ada tanda-tanda pertumbuhan baru jaringan trofoblas maka follow up
20
dilakukan dengan pola yang sama sampai minggu ke-12 paskaevakuasi jaringan mola dan
bila pada minggu ke-12 kadar -hCG 5 m IU/ml dilanjutkan dengan follow up tahap
berikutnya. 23
Kurva regresi -hCG 23
Kadar -hCG
Bila -hCG melebihi batas-batas diatas atau secara klinis ditemukan tanda-tanda
pertumbuhan baru jaringan trofoblas maka selanjutnya penderita dikelola sebagai tumor
trofoblas gestasional. Sebaliknya bila kadar -hCG mengikuti pola kurva regresi yang
normal dan tidak terdapat pertumbuhan baru jaringan trofoblas secara klinik maka follow
up dilanjutkan sebagai berikut :
Mulai bulan ke-4 sampai bulan ke-6, follow up dilakukan setiap bulan dengan tata
cara follow up yang sama dengan sebelumnya. Pada bulan ke-6 dilakukan torak foto
AP untuk menyingkirkan metastasis di paru-paru.
21
Mulai bulan 8 sampai bulan ke-12 dianjurkan follow up setiap 2 bulan. Bulan ke-12
dilakukan lagi torak foto AP.4,5
Follow up dihentikan bila sebelum satu tahun wanita sudah hamil normal lagi atau
bila setelah setahun tidak ada keluhan, uterus dan kadar -hCG dalam batas normal serta
fungsi haid sudah normal kembali.
Selama follow up pasien dianjurkan menggunakan KB kondom supaya tidak
hamil dahulu karena dapat menimbulkan salah interpretasi. Pemakaian IUD tidak
dianjurkan karena efek samping perdarahan akan menyulitkan diagnosis adanya
pertumbuhan baru jaringan trofoblas sedangkan penggunaan KB hormonal tidak
dianjurkan karena dampaknya terhadap timbulnya Tumor Trofoblas Gestasional
paskamola masih kontroversial sehingga penggunaan KB kondom dianggap lebih aman.5
Salah satu ciri adanya keganasan adalah meningginya kembali kadar -hCG
sedangkan pada kehamilan -hCG yang tadinya normal akan meninggi kembali. Dalam
keadaan seperti ini kadang-kadang kita ragu apakah kenaikan kadar -hCG ini
disebabkan oleh kehamilannya atau proses keganasan.5
Tujuan follow up terutama mendeteksi adanya keganasan secara dini sering tidak
tercapai karena ada dua kendala besar yaitu :
1. Ketidakpatuhan penderita
2. Sarana pemerikasaan -hCG hanya ada dipusat dan mahal
III. 2 PROGNOSIS
Setelah dilakukan evakuasi jaringan mola secara lengkap sebagian besar penderita
mola hidatidosa akan sehat kembali kecuali 15-20 % yang mungkin akan menjadi mola
invasif dan sekitar 2-3 % kasus akan berkembang menjadi koriokarsinoma. Umumnya
yang menjadi ganas adalah mereka yang termasuk golongan resiko tinggi seperti : umur
diatas 35 tahun, besar uterus diatas 20 minggu, kadar
gambaran PA yang mencurigakan.3,4,5,11
III.2 Kehamilan Paskamola
22
BAB IV
KESIMPULAN
Mola Hidatidosa adalah kehamilan abnormal dimana hampir seluruh villi korialisnya
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Silverberg S. Classification and Pathology of Gestational Trophoblastic Disease in
Atlas of Tumor Pathology. 1992
2. Ainbinder Steven, Berek S J, Epidemiology and pathologi of gestational Trofoblastic
disease. UpTo Date. Vol.10. No.2. www.uptodate.com.2002
24
25
19. Novak, Hydatiform Mole and Choriocarcnoma in Novaks Gynecologic and Obstetri
Pathology. Eight Edition.W.B. Saunders Company.1979
20. L. Bovicelli et all. Prenatal diagnosis of a complete mole coexisting with a
dischorionic twin pregnancy. Human Reproductive. Vol 19, no.5. 1231-1234, May
2004.
21. Diakses dari http://www.scielo.br
22. Soper J, Gestational Trophoblastic Disease. American College of Obstetricians and
Gynecologist Vol.108, no. 1, July 2006.
23. Berkowitz, R.S, Goldstein, D.P Gestational Trofoblast Disease, Principles and
Practise of Gynecologic oncology, 3 th edition, edited by Hoskins WJ, Lippincott
William & Wilkins Company, Philadelphia, 2000:1123-26, 1129-31.
LAPORAN KASUS
A. Anamnese
Ny. R, 50 thn, G10P9A0, Batak, Kristen, SD,Petani, i/d Tn.S, 51 thn, Batak, Kristen,SD,
Petani datang ke RSPM tgl. 02/11/2014 pukul 10.30 wib dengan :
KU
: Perut membesar
26
Telaah
: Hal ini telah dialami pasien sejak 3 bulan ini, awalnya kecil dan semakin
lama semakin membesar. Riwayat nyeri perut (-), riwayat perut dikusuk
(-), riwayat minum jamu-jamuan (-), riwayat perdarahan dari kemaluan
(+), riwayat keluar jaringan seperti mata ikan (+), riwayat penurunan
nafsu makan dan berat badan (-), riwayat tekanan darah tinggi tidak
jelas,riwayat mual muntah (+),riwayat campur berdarah (-).
BAB dan BAK (+) Normal. Pasien merupakan rujukan dari RS
Sidikalang dengan diagnosa susp. Mola hidatidosa
RPT
RPO
: (-)
HPHT
: ? 7 2014
TTP
: ? 4 2015
ANC
: Bidan 1 x
Riwayat Persalinan :
1. , Aterm, ? gr, PSP, Bidan, Klinik, 28 tahun, sehat
2. , Aterm, ? gr, PSP, Bidan, Klinik, 27 tahun, sehat
3. , Aterm, ? gr, PSP, Bidan, Klinik, 25 tahun, sehat
4. , Aterm, ? gr, PSP, Bidan, Klinik, 24 tahun, sehat
5. , Aterm, ? gr, PSP, Bidan, Klinik, 23 tahun, sehat
6. , Aterm, ? gr, PSP, Bidan, Klinik, 21 tahun, sehat
7. , exit
8. , Aterm, ? gr, PSP, Bidan, Klinik, 19 tahun, sehat
9. , Aterm, ? gr, PSP, Bidan, Klinik, 18 tahun, sehat
10. Hamil ini
B. Pemeriksaan Umum
1. Status Presents
Sens.
: Compos Mentis
Anemis
(-)
TD
: 180/100 mmHg
Ikterus
(-)
HR
: 92 x/i
Dyspnoe
(-)
27
Nadi
: 22 x/i
Cyanosis
(-)
Temp.
: 36,5 0C
Oedem
(-)
2. Status Lokalisata
Kepala
Thorax
: SP : Vesikuler
ST : (-)
Abdomen
TFU
: setentang pusat.
P/v
: (-)
DJJ
: (-)
3. Status Ginekologis
Inspekulo : portio licin, lividae (+), darah (-), F/A (-).
VT
ST
: darah (-)
C. Pemeriksaan Penunjang
1. Ultrasonografi
Hasil USG
Pemeriksaan secara TVS/TAS :
-
KK terisi.
28
2. Laboratorium
a. Darah Rutin
: Hb
: 10,9 gr/dl
Leukosit
Hematokrit
: 31,2 %
Trombosit
SGOT
: 52 U/L
Ureum : 17 mg/dl
SGPT
Albumin
: 22 U/L
: 2,7 gr/dl
Na/K/Cl
: 134/2,7/106
INR: 1,06
: Molahidatidosa + Hipertensi
E. Terapi
: -IVFD RL 20 gtt/menit
-Inj. Ondancetron 1 amp (k/p)
-Nifedipin 4 x10 mg
F. Rencana
: - EKG
- Foto Thorax
- Konsul interna dan kardiologi
- Cek darah Rutin, KGD ad Random, HST, LFT, RFT,
elektrolit.
- Cek T3, T4, TSH, HCG kuantitatif serum di jam WH
29
: Kardiomegali
EKG
: Sinus Rithim
Konsul Kardiologi
Konsul Interna
: Amlodipin 1x10 mg
30
Follow Up
31
I
Hari ke
Hari ke
IV
03/11/2014
Tanggal
Tanggal
06/11/2014
Mual muntah
KU
KU
Nyeri bekas operasi
S.Presents
CM
Sens.
S.Presents
140/100
mmHg
TD
Sens.
CM
88 x/i
HR
TDRR
160/100
20mmHg
x/i
HR T
8036,8
x/i C
RR
20 x/i
Status
T
36,3 C
Lokalisata
Status
Abdomen
Membesar simetris
Lokalisata
TFU
Setentang pusat
P/V
(-)
Abdomen
Soepel,Peristaltik(+)
BAK
(+) N
Tertutup verban,kesan
BAB
(+) N
L/O
kering
Molahidatidosa +
Diagnosa
Hipertensi
P/V
(-)
- IVFDuop
RL 80cc/jam
20 gtt/i
BAK
via kateter
BAB
(+) N
- Inj. Ondancetron
1
Terapi
Flatus
(+)
amp (k/p)
Diagnosa Post-Nifedipin
TAH+BSO4x10
a/i mg
molahidatidosa + H1
- USG konfirmasi
Terapi
- IVFD
RL 20 gtt/i
Supervisor
-Inj,-Ceftriaxone
1 gr/12
Cek darah lengkap
jam
-Inj. Gentamicin 80 mg/8
jam Hasil USG
konfirmasi supv:
-Inj.Ketorolac
30 mg/8
kesan:
Rencana
jam Molahidatidosa
-Inj.Ranitidin 50 mg/12
jam
-Amlodipin 1x10 mg
-Captopril 2x12,5 mg
II
III
V
04/11/2014
VI
05/11/2014
07/11/2014
Mual muntah
Nyeri bekas operasi,
mual
CMmuntah
180/100 mmHg
86 CM
x/i
160/90
20 x/immHg
80 Cx/i
36,8
18 x/i
36,8 C
08/11/2014
Mual muntah
CM
160/100 mmHg
86 x/iCM
160/90
24
x/i mmHg
84 x/i
37,2 C
20 x/i
37,2 C
Membesar simetris
Membesar simetris
Setentang pusat
Setentang pusat
(-)
(-)
Soepel,Peristaltik(+)
Soepel,Peristaltik(+)
(+) N
(+) N
Tertutup
Tertutup
(+)verban,kesan
N
(+) Nverban,kesan
kering
kering
Molahidatidosa +
Molahidatidosa +
Hipertensi
Hipertensi
(-)
(-)
-via
IVFD
RL uop
20 gtt/i
RL 20uop
gtt/i75cc/jam
kateter
75cc/jam- IVFD
via kateter
(+) N 1
(+) N 1
- Inj. Ondancetron
- Inj. Ondancetron
(+)
amp (k/p) (+)
amp (k/p)
Post TAH+BSO
a/i
Post TAH+BSO
-Nifedipin
4x10 mg
-Nifedipin
4x10 mg a/i
molahidatidosa + H2
molahidatidosa + H3
Histerektomi tgl
operasi histerektomi
IVFD
RL
20
gtt/i
- IVFD RL 20 gtt/i
5/11/2014
Hasil lab:
Hasil
lab:
-Inj, Ceftriaxone
1 gr/12 -Inj, Ceftriaxone 1 gr/12
Hb/L/Ht/PLT:
T3/T4/TSH:1,28/8,28
jam
jam
12,9/12200/36.3/
/0,22.
-Inj.Ketorolac 30 mg/8
-Inj.Ketorolac 30 mg/8
HCG serum 624.393 117000
jam
jam
mlU/ml.
konsul
-Inj. Ondansetron
-Inj. Ondansetron
4 mg/
Jawaban
konsul 4 mg/Jawaban
anestesi
ACC
12 jam
12 jam
Interna:toleransi
tindakan anestesi
op.high
risk.
-Nifedipin 3x10 mg
-Nifedipin
3x10
dengan
GA ETT
& mg
Persiapan op:
PRC3x25
1 bagmg
-Captopril 2x12,5 mg persiapan
-Captopril
sio,puasa,konsul
anestesi,persiapan
PRC 2 bag
32
Rencana
Tanggal
Rencana
- Cek HCG
HCG serum >15000
06/11/2014
07/11/2014
-PA jaringan
08/11/2014
33
mg
VII
VIII
IX
09/11/2014
10/11/2014
11/11/2014
CM
160/90 mmHg
88 x/i
20 x/i
36,3 C
CM
170/100 mmHg
82 x/i
20 x/i
36,6 C
CM
180/100 mmHg
80 x/i
24 x/i
36 C
Abdomen
Soepel,Peristaltik(+)N
Soepel,Peristaltik(+)N
Soepel,Peristaltik(+)N
L/O
Tertutup verban,kesan
kering
Tertutup verban,kesan
basah
Tertutup verban,kesan
basah
P/V
BAK
BAB
(-)
(+)
(-)
(-)
(+)
(+)
(-)
(+)
(-)
Hari ke
Tanggal
KU
S.Presents
Sens.
TD
HR
RR
T
Status
Lokalisata
Diagnosa
Terapi
- Cefadroxil 2x500 mg
- Cefadroxil 3x500 mg
-Cefadroxil 3x500 mg
-Asam mefenamat
3x500 mg
-Asam mefenamat
3x 500 mg
-Ranitidin 2x1
-B comp 2x1
-B comp 2x1
-B comp 2x1
-Nifedipin 3x10 mg
-Nifedipin 3x10 mg
-Nifedipin 3x10 mg
-Captopril 3x12,5 mg
-Captopril 3x12,5 mg
-Captopril 3x12,5 mg
Rencana
34
-cek albumin
Tanggal
Rencana
09/11/2014
-
10/11/2014
-
11/11/2014
Hasil pemeriksaan PA:
-servik uterus:Nabothyan
cyst
-Massa di lumen uterus:
complete hydatiform
mole
-Tuba falopii I & II:
dalam batas normal
-Ovarium I & II: dalam
batas normal
35
XI
XII
12/11/2014
13/11/2014
14/11/2014
CM
140/90 mmHg
80 x/i
20 x/i
36,7 C
CM
130/70 mmHg
80 x/i
22 x/i
36,6 C
CM
140/90 mmHg
88 x/i
20 x/i
36,7 C
Abdomen
Soepel,Peristaltik(+)N
Soepel,Peristaltik(+)N
Soepel,Peristaltik(+)N
L/O
Tertutup verban,kesan
basah
Tertutup verban,kesan
basah
Tertutup verban,kesan
basah
P/V
BAK
BAB
(-)
(+)
(-)
(-)
(+)
(+)
(-)
(+)
(+)
Hari ke
Tanggal
KU
S.Presents
Sens.
TD
HR
RR
T
Status
Lokalisata
Diagnosa
Terapi
- Cefadroxil 2x500 mg
- Cefadroxil 3x500 mg
aff
-IVFD RL 20 gtt/i
-IVFD RL 20 gtt/i
-Inj.Meropenem
1gr/8jam
-Inj.Meropenem
1gr/8jam
-B comp 2x1
-Asam mefenamat
3x500 mg
-Captopril 3x12,5 mg
-B comp 2x1
36
-Nifedipin 3x10 mg
-Nifedipin 3x10 mg
-Captopril 3x12,5 mg
Tanggal
Rencana
12/11/2024
-GV per hari
13/11/2014
-GV per hari
14/11/2014
-GV per hari
-Verban dikompres
%/3 jam
37
XIII
XIV
XV
15/11/2014
16/11/2014
17/11/2014
CM
160/90 mmHg
80 x/i
18 x/i
36,5 C
CM
130/80 mmHg
80 x/i
18 x/i
37 C
CM
140/90 mmHg
88 x/i
20 x/i
36,7 C
Abdomen
Soepel,Peristaltik(+)N
Soepel,Peristaltik(+)N
Soepel,Peristaltik(+)N
L/O
Tertutup verban,kesan
basah
Tertutup verban,kesan
basah
Tertutup verban,kesan
basah
P/V
BAK
BAB
(-)
(+)
(+)
(-)
(+)
(+)
(-)
(+)
(+)
Hari ke
Tanggal
KU
S.Presents
Sens.
TD
HR
RR
T
Status
Lokalisata
Diagnosa
38
Terapi
Rencana
Tanggal
Rencana
-IVFD RL 20 gtt/I
-IVFD RL 20 gtt/i
-IVFD RL 20 gtt/i
-Inj.Meropenem 1gr/8jam
-Inj.Meropenem
1gr/8jam
-Inj.Meropenem
1gr/8jam
-B comp 2x1
-Nifedipin 3x10 mg
-B comp 2x1
-B comp 2x1
-Captopril 3x12,5 mg
-Nifedipin 3x10 mg
-Nifedipin 3x10 mg
-Captopril 3x12,5 mg
-Captopril 3x12,5 mg
-Verban dikompres
-Verban dikompres
-Verban dikompres
3 jam
%/3 jam
%/3 jam
16/11/2014
17/11/2014
-GV per hari
15/11/2024
-Verban dikompres
dengan NaCl 0,9 gram
%/3 jam
Kultur dan resistensi:
Amikacin,Ampicillin,Ce
fotaxime,
Chloramfenicol,Gentami
cyn, Meroprenem
tidak ada
pertumbuhan bakteri
39
XVI
XVII
XVIII
18/11/2014
19/11/2014
20/11/2014
CM
160/100 mmHg
80 x/i
22 x/i
36,4 C
CM
160/100 mmHg
84 x/i
20 x/i
36,5 C
CM
140/100 mmHg
88x/i
20x/i
36,4 C
Abdomen
Soepel,Peristaltik(+)N
Soepel,Peristaltik(+)N
Soepel,Peristaltik(+)N
L/O
Tertutup verban,kesan
basah
Tertutup verban,kesan
basah
Tertutup verban,kesan
basah
P/V
BAK
BAB
(-)
(+)
(+)
(-)
(+)
(+)
(-)
(+)
(+)
Hari ke
Tanggal
KU
S.Presents
Sens.
TD
HR
RR
T
Status
Lokalisata
Diagnosa
40
sekunder + H13
sekunder + H14
sekunder + H15
-Inj.Meropenem 1gr/8jam
-Inj.Meropenem
1gr/8jam
-Inj.Meropenem
1gr/8jam
-Nifedipin 3x10 mg
-Nifedipin 3x10 mg
-Captopril 3x12,5 mg
-Nifedipin 3x10 mg
-B comp 2x1
-B comp 2x1
-Captopril 3x12,5 mg
-Captopril 3x12,5 mg
-B comp 2x1
Rencana
Hari ke
Tanggal
KU
S.Presents
Sens.
TD
HR
RR
T
-Verban dikompres
-Verban dikompres
-Verban dikompres
3 jam
%/3 jam
%/3 jam
XIX
XX
XXI
21/11/2014
22/11/2014
23/11/2014
CM
140/100 mmHg
82 x/i
20 x/i
36,9 C
CM
150/100 mmHg
80 x/i
20 x/i
36,5 C
CM
140/100 mmHg
88x/i
20x/i
36,4 C
41
Status
Lokalisata
Abdomen
Soepel,Peristaltik(+)N
Soepel,Peristaltik(+)N
Soepel,Peristaltik(+)N
L/O
Tertutup verban,kesan
basah
Tertutup verban,kesan
basah
Tertutup verban,kesan
basah
P/V
BAK
BAB
(-)
(+)
(+)
(-)
(+)
(+)
(-)
(+)
(+)
-Nifedipin 3x10 mg
-Nifedipin 3x10 mg
-Captopril 3x12,5 mg
-Captopril 3x12,5 mg
-B comp 2x1
-B comp 2x1
-Nebacetin powder/hari
-Nebacetin powder/hari
-Nebacetin powder/hari
Diagnosa
-Ranitidin tab 2 x 1
-Nifedipin 3x10 mg
Terapi
-Captopril 3x12,5 mg
-B comp 2x1
Rencana
Hari ke
Tanggal
KU
S.Presents
Sens.
TD
HR
RR
T
XXII
24/11/2014
Nyeri bekas operasi
CM
140/100 mmHg
88 x/i
20 x/i
36,7 C
42
Status
Lokalisata
Abdomen
Soepel,Peristaltik(+)N
L/O
Tertutup verban,kesan
kering
P/V
BAK
BAB
(-)
(+)
(+)
Diagnosa
Terapi
-Nifedipin 3x10 mg
-Captopril 3x12,5 mg
-B comp 2x1
-GV keringPBJ
Rencana
ANALISA KASUS
Telah dilaporkan suatu kasus molahidatidosa dimana pasien datang dengan keluhan perut
membesar. Pasien telah berusia 52 tahun dan telah menikah dengan kehamilan yang
kesepuluh kali, partus 9 kali dan belum ada riwayat keguguran. Pada pasien ini
molahidatidosa ditegakkan karena pasien memiliki riwayat perdarahan dari kemaluan dan
telah dipastikan mengalami kehamilan dengan pemeriksaan penunjang kenaikan hormon
hCG dan konfirmasi diagnostik dengan ultrasound yang ditemukan gambaran snow
storm atau honey comb appearance dengan gambaran hasil konseptus intrauterin.
43
Dari pemeriksaan fisik, pasien memiliki tinggi fundus uteri setentang pusat. Dan dari
pemeriksaan obstetrik dan auskultasi tidak dijumpai denyut jantung janin dan tandatanda pertumbuhan janin normal.
Dari penjajakan yang telah dilakukan maka ditegakkan diagnosis bahwa pasien
mengalami suatu kehamilan mola hidatidosa.
Pasien kemudian direncanakan untuk dilakukan histerektomi.
Pasien dianjurkan untuk menjalani pemeriksaan hCG kuantitatif sesuai protokol.
PERMASALAHAN :
1. Bagaimana membedakan kasus molahidatidosa dan penyakit trofoblast ganas?
2. Bagaimana follow up terhadap pasien ini pasca evakuasi mola hidatidosa?
44