You are on page 1of 44

BAB I

PENDAHULUAN
Penyakit Trofoblas Gestasional merupakan penyakit yang berkaitan dengan
kegagalan kehamilan dimana belum diketahui penyebab pasti .Klasifikasi histopatologi
dari Penyakit Trofoblas Gestasional menurut WHO yaitu :1, 2,3

Mola hidatidosa

Koriokarsinoma

Persistent Trophoblastic Disease

Plasental Site Trophoblastic Tumor


Penyakit ini penting untuk negara kita, baik dilihat dari segi gambaran klinis,

insiden,

maupun prognosisnya. Insidennya cukup tinggi, hampir terdapat diseluruh

wilayah disertai dengan gambaran klinis yang bervariasi mulai yang ringan sampai yang
berat dimana menjadi beban berat bagi masyarakat dan tenaga kesehatan.
Mola hidatidosa ditandai oleh kelainan vili korionik yang tediri dari proliferasi
trofoblas dan edema stroma vilus dimana terdiri dari mola hidatidosa komplit bila seluruh
vili korialis mengalami degenerasi hidropik tanpa ada embrio melainkan berkembang
secara patologi berupa gelembung yang menyerupai anggur sedangkan bila diantara
gelembung ditemukan embrio disebut mola hidatidosa parsial. 4
Sebagian besar penderita mola hidatidosa akan menjadi baik kembali setelah
ditangani secara tuntas tetapi sekitar 15-20% akan mengalami perubahan menjadi
keganasan. Keganasan bisa terjadi dalam waktu 1 minggu sampai 3 tahun pascaevakuasi
maka diberlakukan follow up ketat terhadap pasien yang menderita mola hidatidosa. 5,6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. DEFINISI
Mola hidatidosa adalah suatu penyakit trofoblas gestasional sebagai akibat dari
kehamilan yang berkembang tidak sempurna dimana sebagian atau seluruh vili
korialisnya mengalami degenerasi hidropik berupa gelembung yang menyerupai
anggur.4,7,8
Berbagai istilah pernah digunakan untuk menggambarkan penyakit ini misalnya
bila seluruh vili korialis mengalami degenerasi hidropik tanpa ada embrio disebut
Complete Mole, True Mole, Classic Mole atau Mole Hydatidiform (Prancis). Bila
diantara gelembung ditemukan embrio disebut Transtional Mole, Incomplete Mole,
Parsial Mole atau Mole Embryone. 4
II.2. KLASIFIKASI
Mola hidatidosa sudah diketahui sejak tahun 1795 oleh Gregorin. Baru setelah
diadakan penelitian sitogenik pada tahun 1970-an oleh antara lain Kajii, Vassilokos,
Szulman dan lain-lain dicapai kesepakatan bahwa mola hidatidosa terdiri dari dua jenis
yaitu :

1. Mola Hidatidosa Komplet (Complete Hydatidiform Mole)


2. Mola Hidatidosa Parsial (Partial Hydatidiform Mole)
Secara makroskopik mola hidatidosa komplit mempunyai gambaran yang khas,

yaitu berbentuk kista atau gelembung-gelembung dengan ukuran antara beberapa mm


sampai 2-3 cm, berdinding tipis, kenyal, berwarna putih jernih, berisi cairan seperti cairan
asites atau edema. Kalau ukurannya kecil, tampak seperti kumpulan telur katak, tetapi
kalau besar tampak seperti serangkaian buah anggur yang bertangkai. 4,5,6 Oleh karena itu,
mola hidatidosa komplit disebut juga sebagai kehamilan anggur. Tangkai tersebut melekat
pada endometrium. Umumnya seluruh endometrium dikenai. Bila tangkainya putus,
terjadilah perdarahan. Kadang-kadang gelembung-gelembung tersebut diliputi oleh darah
merah atau coklat tua sudah mengering. Pada mola hidatidosa komplit seluruh vili
korialis mengalami degenerasi hidropik sehingga sama sekali tidak ditemukan unsur
janin. Sebelum ditemukan USG, mola hidatidosa komplit dapat mencapai ukuran besar
sekali dengan jumlah gelembung melebihi 2.000 cc.4

Gambar 1. Mola hidatidosa komplit 9

Mola hidatidosa parsial harus dipisahkan dari mola hidatidosa komplit karena
antara keduanya terdapat perbedaan yang mendasar baik dilihat dari segi patogenesis,
klinik, prognosis maupun gambaran PA-nya. Disebut parsial karena tidak seluruh vili
korialis mengalami degenerasi hidropik. Pada mola hidatidosa parsial hanya sebagian
dari vili korialis yang mengalami degenerasi hidropik sehingga unsur janin selalu ada.
Perkembangan janin akan tergantung kepada luasnya plasenta yang mengalami
degenerasi tetapi janin biasanya tidak dapat bertahan lama dan akan mati dalam rahim.4
Gambar 2. Mola hidatidosa parsial 10

Ada kalanya pada sediaan abortus atau plasenta aterm ditemukan beberapa bagian
yang mengalami degenerasi hidropik. Keadaan semacam ini tidak dimasukkan ke mola
hidatidosa tetapi disebut sebagai Sub Molaire. 4
II.3.ETIOLOGI
Walaupun mola hidatidosa sudah dikenal sejak abad keenam sampai sekarang masih
belum diketahui apa yang menjadi penyebabnya. 4,5,11
II.4. INSIDENSI
Penyakit ini sudah dikenal sejak abad keenam namun masih tetap banyak hal yang
belum terungkap secara jelas. Penyakit ini dapat ditemukan diseluruh dunia dengan angka

kejadian yang berbeda-beda dimana yang terbanyak ditemukan dinegara-negara Asia dan
Amerika Latin.7
Penyakit ini harus dianggap sebagai penyakit yang penting karena insidensinya
tinggi, faktor resiko banyak dan penyebarannya merata di Indonesia. Harus diakui bahwa
sebagian data sebagian besar masih berupa hospital based. Penyakit ini lebih banyak
dijumpai pada golongan sosio ekonomi rendah. Di Indonesia menurut laporan beberapa
penulis dari berbagai daerah menunjukkan angka kejadian yang berbeda-beda. Menurut
Dinan kejadiannya berkisar antara 0,5 sampai 8,3 per 1000 kelahiran hidup. Bila kita
misalkan terdapat 1 kejadian mola per 1000 kelahiran hidup dan diseluruh dunia terdapat
126 juta kelahiran hidup per tahun maka per tahun akan terdapat 126.000 kasus mola
hidatidosa diseluruh dunia. Di negara barat angka kejadian ini lebih rendah dari pada
negara-negara Asia dan Amerika Latin, misalnya Amerika Serikat 1:1000 kehamilan dan
di Inggris 1:1500. 2,4,12
Menurut Suande Duarsa angka kejadian Mola Hidatidosa di Indonesia berkisar
antara 1:51 sampai 1:141 kehamilan. Di Rumah Sakit Dr. Soetomo Surabaya antara tahun
1960 sampai 1964 diperoleh angka kejadian 1:96 persalinan, antara tahun 1970 sampai
1974 angka kejadian Mola Hidatidosa 1:55 kejadian persalinan. Dari data tersebut diatas,
nampak adanya kenaikan angka kejadian Mola Hidatidosa di Surabaya dan sekitarnya. Di
RSHS antara tahun 1988-1991 terdapat angka kejadian mola hidatidosa 10,64 per 1000
kehamilan.Sedangkan di Jakarta terdapat angka kejadian mola hidatidosa 12,1 terhadap
1000 persalinan.4,5,7
Dinegara maju, insidensi mola hidatidosa sudah sangat menurun. Hal ini antara
lain disebabkan oleh fertilitas yang menurun disertai keadaan gizi yang baik. Kalau ada
kehamilan, hal tersebut terjadi pada umur yang ideal sehingga tidak merupakan faktor
resiko untuk terjadinya mola hidatidosa. Yang turun adalah jumlah absolutnya, tetapi
kalau dihitung rationya terhadap kehamilan lain atau persalinan, angka tetap tidak
berubah. Contohnya di Jepang, sudah jarang ditemukan kasus mola hidatidosa, tetapi
rasio terhadap kehamilan lain tetap sekitar 3 : 2.000 persalinan dan 2,23 : 1.000 kelahiran
hidup.2,4
Kecenderungan penurunan insidensi, tampak pula dinegara kita. Misalnya, pada
tahun 1970-an, jumlah kasus mola hidatidosa yang dirawat di RSHS, bisa mencapai 100

per tahun. Tetapi saat sekarang, hanya disekitar 25 30 kasus saja. Hal ini mungkin
disebabkan oleh penurunan fertilitas dan perbaikan gizi. Di samping itu, mungkin juga
karena sekarang di semua kabupaten/kotamadya sudah ada SpOG sehingga kasus-kasus
mola hidatidosa sudah dapat dikelola di daerah masing-masing. Jadi, selalu suatu
penurunan yang semu. Sayangnya penurunan insidensi ini tidak disertai dengan
perbaikan karakteristik klinis seperti di negara maju karena dinegara kita masih banyak
ditemukan kasus-kasus dalam keadaan lanjut yang disertai dengan berbagai kendala.
Mola hidatidosa parsial baru diketahui pada 1977 oleh Vassilokos. Banyak pakar
yang menganggap bahwa insiden mola hidatidosa parsial sebenarnya lebih tinggi dari
yang kita kenal sekarang. Alasanya ialah kehamilan triploid biasanya mati pada umur 8-9
minggu kemudian terjadi abortus spontan. Bila semua kasus abortus diperiksa secara PA,
sebagian diantaranya akan berupa mola hidatidosa parsial.4
II.5. FAKTOR RESIKO
Mola hidatidosa dapat terjadi pada semua wanita dalam masa reproduksi. Di
RSHS yang termuda berusia 15 tahun dan yang tertua 53 tahun. Penelitian selanjutnya
menunjukkan bahwa dalam kaitan dengan umur ini ada kelompok umur yang mempunyai
resiko lebih tinggi untuk mendapat mola hidatidosa yaitu mereka yang hamil pada usia
dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun.5
Disamping umur, faktor gizi juga dianggap berpengaruh terhadap kejadian mola
hidatidosa. Acosta Sison mengganggap bahwa mola hidatidosa adalah suatu kehamilan
abnormal yang berasal dari ovum patologis sedangkan faktor yang menyebabkan ovum
patologis ini adalah defisiensi protein kualitas tinggi (highclass protein). Acosta Sison
mengaitkan hal ini dengan kenyataan bahwa di Asia banyak sekali ditemukan mola
hidatidosa yang penduduknya sebagian termasuk golongan sosioekonomi rendah yang
kurang mengkonsumsi protein. Pada perang dunia kedua seluruh masyarakat kekurangan
makanan. Pada saat itu insiden mola hidatidosa juga meningkat pada wanita golongan
tingkat atas. 4
Secara empiris, tampaknya teori ini dapat diterima karena insidensi mola
hidatidosa yang tinggi ditemukan pula di Indonesia, Meksiko dan Filipina. Tetapi peneliti
lain seperti Steigard dan Yen tidak setuju dengan teori ini karena di Hawai mola

hidatidosa lebih banyak ditemukan pada etnis Jepang dibanding dengan penduduk Hawai
asli. Padahal kalau dilihat dari segi sosioekonomi orang Jepang jauh lebih baik dimana
mereka lebih banyak makan protein (ikan).4
Reynold mengatakan bahwa bila wanita hamil terutama antara hari ke 13 dan 21
mengalami kekurangan asam folat dan histidine akan mengalami gangguan pembentukan
timidin yang merupakan bagian penting dari DNA. Akibat kekurangan gizi ini akan
menyebabkan kematian embrio dan gangguan angiogenesis yang akhirnya akan
menimbulkan perubahan hidropik.4
Teori gizi sebagai faktor resiko yang banyak dianut sekarang adalah yang
diajukan antara lain oleh Parazzini F (Italia) yaitu bahwa mola hidatidosa banyak terjadi
pada mereka yang kekurangan -Carotene dan vitamin A.
WHO Scientific Group berkesimpulan bahwa selain usia dan gizi, riwayat obstetri
juga mempunyai pengaruh terhadap kejadian mola hidatidosa dimana akan meningkat
pada wanita yang pernah mendapat mola hidatidosa dan kehamilan kembar tetapi
multiparitas tidak merupakan faktor resiko.13
Faktor

resiko lain adalah genetik. Hasil penelitian sitogenetik menunjukkan

bahwa pada kasus mola hidatidosa lebih banyak ditemukan kelainan Balance
Translocation dibandingkan dengan populasi normal. Pada wanita dengan kelainan
sitogenetik ini lebih banyak mengalami gangguan proses meiosis sehingga lebih banyak
terjadi ovum yang kosong atau intinya tidak aktif.4
II.6.PATOGENESIS
Banyak teori telah dikemukakan tentang patogenesis mola hidatidosa antara lain :

Teori Hertig et al, menganggap bahwa pada mola hidatidosa terjadi insufisiensi
peredaran darah akibat matinya embrio pada minggu ke 3-5 (missed abortion)
sehingga terjadi penimbunan cairan dalam jaringan mesenkim vili dan terbentuklah
kista-kista kecil yang makin lama makin besar sampai akhirnya terbentuklah
gelembung mola. Sedangkan proliferasi trofoblas merupakan akibat dari tekanan vili
yang edema tadi.

Teori Park, adanya jaringan trofoblas yang abnormal baik berupa hiperplasi, displasi
maupun neoplasi. Bentuk abnormal ini disertai pula dengan fungsi yang abnormal

dimana terjadi absorpsi cairan yang berlebihan ke dalam vili. Keadaan ini menekan
pembuluh darah yang akhirnya menyebabkan kematian embrio.

Teori sitogenetik, kehamilan mola hidatidosa komplet terjadi karena sebuah ovum
yang tidak berinti (kosong) atau yang intinya tidak berfungsi dibuahi oleh sebuah
sperma haploid 23 x. Kromosom ini kemudian mengadakan penggandaan sendiri
menjadi 46 xx. Jadi kromosom mola hidatidosa komplet ini berjenis kelamin wanita
tetapi kedua x-nya berasal dari ayah. Jadi tidak ada unsur ibu sehingga disebut
Diploid Androgenetik.2,4,5

Gambar 3. Kromosom mola hidatidosa komplit 1


46x
x

Empty egg

Paternal

46x
x

cromosomes only
23x

46x
x

Kehamilan yang sempurna harus terdiri dari unsur ibu yang akan membentuk bagian
embrional (anak) dan unsur ayah yang diperlukan untuk membentuk bagian
ekstraembrional (plasenta, air ketuban) secara seimbang. Karena tidak ada unsur ibu,
mola hidatidosa komplit tidak ada bagian embrional (janin). Yang ada hanya bagian
ekstraembrional yang patologis berupa vili korialis yang mengalami degenerasi hidropik
seperti anggur.4
Mola hidatidosa parsial berbeda dengan mola hidatidosa komplit terutama
kariotipe. Pada mola hidatidosa parsial dapat ditemukan gambaran yang diploid atau
triploid. Bisa oleh dua haploid 23x, satu haploid 23x dan satu haploid 23y atau dua
haploid 2y. Hasil konsepsi bisa berupa 69xxx, 69 xxy atau 69xyy. Kromosom 69 yyy
tidak pernah ditemukan.
Gambar 4. Kromosom mola hidatidosa parsial 1,14
Dispermy

23y

triploid 69 xxy cells

23y
23x
23
x

232

23x

69xx
y
69xx
y
69xx
y

Diandry
Dispermy

maternal
chromosome
with
paternal

extraset

23x

atau
Dispermy

23x

triploid 69 xxx cells

23x
23x
23
x

23223x

69xx
x
69xx
x
69xx
x

Diandry
Dispermy

23x

Jadi mola hidatidosa parsial mempunyai satu haploid ibu dan dua haploid ayah
sehingga disebut Diandro Triploid. Karena disini ada unsur ibu maka ditemukan bayi dan
pembengkakan pada vili yang sifatnya tidak menyeluruh. Tetapi komposisi unsur ibu dan
ayah tidak seimbang satu berbanding dua. Unsur ayah yang tidak normal tersebut
menyebabkan pembentukan plasenta tidak wajar yang merupakan gabungan dari vili
korialis yang normal dan yang mengalami degenerasi hidropik. Oleh karena itu fungsinya
tidak bisa penuh sehingga janin tidak bisa bertahan sampai besar. Biasanya kematian
terjadi sangat dini. Koriokarsinoma lebih jarang terjadi paskamola parsial jika
dibandingkan dengan paskamola komplit.2,5
II.7. GAMBARAN KLINIS
Mola hidatidosa diketahui dari perdarahan pervaginam, pembesaran uterus,
anemia, hiperemesis atau keluarnya gelembung mola sebelum adanya USG dan
pemeriksaan -hCG sehingga pertolongan yang diberikan sudah sangat terlambat.2,12

Mola hidatidosa komplit adalah suatu kehamilan, walaupun bentuknya patologis.


Oleh karena itu, pada bulan-bulan pertama, tanda-tandanya tidak berbeda dengan
kehamilan biasa, yaitu dimulai dengan amenorea, mual dan muntah. Ada beberapa
laporan yang mengatakan bahwa pada mola hidatidosa komplit, lebih sering terjadi
hiperemesis dimana keluhannya lebih hebat dari kehamilan biasa.4
Kemudian perkembangannya mulai berbeda. Pada kehamilan biasa pembesaran
uterus terjadi melalui dua fase, yaitu fase aktif, sebagai akibat pengaruh hormonal, dan
fase pasif, akibat pembesaran hasil kehamilan (anak, plasenta dan air ketuban). Pada
mola hidatidosa komplit tidak demikian. Vili korialis yang mengalami degenerasi
hidropik, berkembang dengan cepat, mengisi seluruh kavum uteri. Akibatnya uterus ikut
membesar dengan cepat pula, sehingga ukuran uterus lebih besar dari tuanya kehamilan
atau lamanya amenorea.4,5,12
Pada kehamilan biasa, segmen bawah rahim baru terbentuk pada kehamilan yang
sudah besar (trimester ketiga). Pada mola hidatidosa komplit, karena pengisian kavum
uteri oleh gelembung mola berlangsung cepat, maka pembentukan segmen bawah rahim,
sudah terjadi pada kehamilan yang lebih muda (24 minggu). Menurut Acosta Sison,
segmen bawah rahim ini terbentuk berupa penonjolan, yang disebut ballooning, dan
merupakan ciri khas dari mola hidatidosa komplit. Ballooning dapat diraba pada
pemeriksaan dalam sebagai penonjolan segmen bawah rahim ke arah depan, dengan
konsistensi yang lunak.4
Kemudian, karena kehamilan ini abnormal, badan akan berusaha untuk
mengeluarkannya, terjadilah perdarahan per vaginam. Bedanya dengan abortus biasa
adalah pada abortus biasa besar uterus sesuai dengan lamanya amenorea. Perdarahan
pada mola hidatidosa komplit dapat berupa bercak-bercak sedikit, intermiten, atau
sekaligus banyak sehingga menyebabkan syok hipovolemik. Adakalanya perdarahan ini
disertai dengan keluarnya gelembung mola sehingga mempermudah diagnosis. Pada
beberapa tahun yang lalu, perdarahan yang banyak ini bisa diikuti dengan kematian. 12
Disamping uterus yang lebih besar, pada mola hidatidosa komplit ditemukan pula
dua hal lain yang berbeda bila dibandingkan kehamilan biasa yaitu : 4,5
I.

Kadar hCG (human choriogonadotropin).

Seperti diketahui hCG dihasilkan oleh sel sinsitiotrofoblas sejak mulai implantasi.
Pada kehamilan biasa, kadarnya naik terus sampai usia kehamilan 60-80 hari, untuk
kemudian turun lagi setelah umur kehamilan 85 hari. Pada puncaknya, kadar hCG dapat
mencapai 600.000 mIU/ml. Selanjutnya, sampai kehamilan aterm, kadar hCG rata-rata
adalah 20.000 mIU/ml. Pada mola hidatidosa komplit seluruh kavum uteri diisi oleh
jaringan trofoblast. Oleh karena itu, berbeda dengan kehamilan biasa, pada mola
hidatidosa komplit tidak ada penurunan kadar hCG. Selama ada pertumbuhan sel
trofoblas dan selama gelembung mola belum keluar atau dikeluarkan, hCG akan naik
terus sampai bisa mencapai di atas 5.000.000 mIU/ml.
Hormon hCG adalah hormon glikoprotein yang dihasilkan oleh plasenta yang
mempunyai aktivitas biologis yang mirip LH. Sebagian besar hCG diproduksi diplasenta
tetapi sintesanya juga terjadi pada ginjal janin. Molekul hCG terdiri dari dua rantai asam
amino yakni dan . Rantai hCG terdiri dari 92 asam amino dan rantai hCG terdiri
dari 145 asam amino yang satu sama lain berikatan. Rantai hCG mirip dengan rantai
dari FSH, LH dan TSH yang merupakan hormon-hormon glikoprotein yang dihasilkan
oleh lobus anterior hipofisis. Pada kehamilan normal pemeriksaan terhadap -hCG
dilakukan secara kualitatif dengan menggunakan urin sebagai spesimen. Pada mola
hidatidosa umumnya kadar hCG jauh lebih tinggi daripada kadar puncak hCG pada
kehamilan normal. Cara pengukurannya bisa menggunakan Radioimmunoassay (RIA),
Immunoradiometricassay (IRMA) atau Enzyme linked immunoabsorbanassay (ELISA)
karena hasil pemeriksaan ini tidak saja mempunyai nilai diagnostik tetapi juga nilai
prognostik. Pada dua cara pertama, digunakan radioisotop sedangkan pada yang terakhir
digunakan enzim. Pemeriksaan hCG dipakai juga untuk memantau perjalanan penyakit
pada mola hidatidosa pascaevakuasi jaringan mola.5
II.

Adanya kista lutein


Sebagai akibat rangsangan yang berlebihan terhadap ovarium oleh hCG yang tinggi.

Kista yang terjadi bisa unilateral atau bilateral, dan besarnya bervariasi antara beberapa
sentimeter. Umumnya kista ini akan mengecil lagi setelah jaringan mola dievakuasi. Oleh
karena itu, kita tidak perlu mengangkatnya, walaupun ukurannya sangat besar, kecuali

10

kalau ada komplikasi seperti torsi atau ruptur. Bila memberikan keluhan mekanis, dapat
dilakukan dekompresi atau aspirasi.
Berbeda dengan mola hidatidosa komplit, mola hidatidosa parsial sama sekali
tidak ditemukan gejala maupun tanda-tanda yang khas. Kalau ada perdarahan sering
dianggap sebagai abortus biasa. Jarang sekali ditemukan mola hidatidosa parsial dengan
uterus yang melebihi tuanya kehamilan. Biasanya sama atau bahkan lebih kecil. Dalam
hal yang terakhir disebut Dying Mole.4
Mola hidatidosa parsial dapat didiagnosis secara USG bila ditemukan pada
jaringan plasenta tampak gambaran yang menyerupai kista-kista kecil disertai
peningkatan diameter transversa dari kantong janin (gambaran Swiss Cheese). Gambaran
berupa pulau-pulau yang kehitam-hitaman pada pemeriksaan USG menunjukkan adanya
perdarahan.5
Kadar -hCG juga meninggi tetapi biasanya tidak setinggi pada mola hidatidosa
komplit. Hal ini mungkin disebabkan pada mola hidatidosa parsial masih ditemukan vili
korialis normal. Kadar yang tidak terlalu tinggi ini tidak menyebabkan rangsangan
kepada ovarium. Pada mola hidatidosa parsial jarang ditemukan kista lutein serta mola
hidatidosa parsial jarang sekali disertai penyulit seperti PEB, tirotoksikosis atau emboli
paru-paru.12
Kita harus memikirkan mola hidatidosa bila ditemukan hal-hal dibawah ini: 11,12,13
1.

Anamnesis
Wanita mengeluh :
a. Terlambat haid
b. Adanya perdarahan pervaginam
c. Perut merasa lebih besar dari lamanya amenorea
d. Walaupun perut besar, tidak merasa adanya pergerakan anak.

2.

Klinis Ginekologis
Pada pemeriksaan ditemukan:
a. Uterus lebih besar dari tuanya kehamilan
b.

3.

Tidak ditemukan tanda pasti kehamilan(BJA, balotemen, gerakan anak).

Laboratorium

11

Kadar hCG lebih tinggi dari normal.


4.

USG 3,13,15,17
Tampak gambaran vesikuler dikavum uteri.
Pada mola hidatidosa komplit kita mendapatkan gambaran diantaranya :
-

tidak ada janin atau embrio

tidak ada cairan ketuban

gambaran vili korialis mengalami degenerasi hidropik ( gambaran badai salju)

ditemukan kista lutein

Gambar 5. Mola hidatidosa komplit 10

Pada mola hidatidosa parsial kita mendapatkan gambaran diantaranya :


-

ditemukan janin atau embrio, bisa hidup tapi mengalami pertumbuhan yang
terhambat

ditemukan cairan ketuban

tampak gambaran yang menyerupai kista-kista kecil disertai peningkatan


diameter transversa dari kantong janin (gambaran Swiss Cheese).

tidak ada kista lutein

Gambar 6. Mola hidatidosa parsial 18

12

Diagnosis pasti ditentukan oleh hasil pemeriksaan Patologi Anatomi, yang secara
mikroskopis tampak sebagai berikut : proliferasi trofoblas, stroma vili korialis yang
edema yang tidak mengandung pembuluh darah (tanpa vaskularisasi), disertai hiperplasia
dari sel sitotrofoblas dan sel sinsitiotrofoblas.19
Beberapa pakar menganggap bahwa dengan melihat gambaran PA-nya,
dapat diprediksikan apakah mola hidatidosa komplit itu akan mengalami transformasi
keganasan atau tidak. Antara lain dikatakan, kalau ditemukan proliferasi sel-sel trofoblas
yang berlebihan, kemungkinan terjadinya keganasan lebih besar.19
Gambar 7. Mola hidatidosa komplit

20

13

Pada mola hidatidosa parsial biasanya diagnosis dibuat secara tidak sengaja
setelah dilakukan tindakan dan diperkuat dengan hasil pemeriksaan PA dimana
ditemukan gambaran khas sebagai berikut :
1. Vili korialis dari berbagai ukuran dengan degenerasi hidropik, kavitasi dan
hiperplasi trofoblas disertai dengan vili korialis yang normal..
2. Scalloping yang berlebihan dari vili
3. Inklusi stroma trofoblas yang menonjol
4. Ditemukan embrio atau janin.
Gambar 8. Mola hidatidosa parsial 21

Tabel 1. Perbedaan gambaran mola hidatidosa komplit dan mola hidatidosa parsial 1,3,5,22
Gambaran
Karyotipe
Gambaran patologis
Embrio
Amnion
Vili korialis
Edem viliosa
Proliferasi trofoblas

Mola hidatidosa komplit


46 xx atau 46 xy
tidak ada
tidak ada
bundar
difus
variabel, ringan
sampai berlebihan

Gambaran klinik

14

Mola hidatidosa parsial


69 xxx atau 69 xxy
ada
ada
berlekuk
umumnya fokal
variabel, fokal ringan
sampai sedang

Diagnosis
Ukuran uterus
Kista Lutein
Penyulit

kehamilan mola
50 % membesar
sering

missed abortion
jarang
jarang

Laboratorium:
-hCG

sangat tinggi

> normal

II.8. KOMPLIKASI
Seperti pada kehamilan biasa, mola hidatidosa komplit juga dapat disertai
komplikasi yaitu perdarahan, preeklampsia, tirotoksikosis dan emboli paru-paru
sedangkan penyulit lanjut berupa terjadinya tumor trofoblas gestasional paskamola. 5
Perdarahan merupakan komplikasi yang sering mengancam akibat terlambatnya
diagnosis mola ditegakkan. Biasanya terjadi pada negara-negara yang pelayanan obstetri
yang jelek.4
Preeklampsia pada mola hidatidosa komplit tidak berbeda dengan kehamilan
biasa, bisa ringan, berat bahkan sampai eklampsia. Hanya saja pada mola hidatidosa
komplit terjadi lebih dini. Menurut Pritchard, bila ditemukan preeklampsia pada uterus
sebesar atau lebih 24 minggu, harus dicurigai adanya mola hidatidosa. Cara
penanganannya, disamping evakuasi jaringan mola, tidak berbeda pada preeklampsia
akibat kehamilan biasa. 3,4
Sudah lama diketahui bahwa pada mola hidatidosa komplit kadang-kadang
ditemukan perubahan pada kelenjar tiroid, baik anatomis maupun fungsional, tetapi
biasanya tidak disertai gejala klinis tirotoksikosis. Laporan tentang tirotoksikosis pada
mola hidatidosa komplit sudah ada sejak 1960, tetapi sejak tahun 1970-an, perhatian
terhadap penyulit ini makin meningkat. Di Indonesia, baru dilaporkan oleh Suyono dkk.
(Semarang) pada tahun 1976 dan Martaadisoebrata (Bandung) pada tahun 1980.
Kelainannya bisa berupa hipertiroidisme biokimia saja, dimana kadar hormon Thyroxyne
(T4) dan Triiodothyronine (T3) meningkat dan TSH menurun atau disertai gejala klinis
yang disebut tirotoksikosis. Hershman menganggap bahwa hiperfungsi tiroid ini
disebabkan adanya stimulator yang dibentuk didalam sel trofoblas yang disebut molar
thyrotropin. Tetapi sekarang para pakar menganggap bahwa yang menjadi stimulatornya
tidak lain adalah kadar hCG yang tinggi. 3

15

Gejala klinis tirotoksikosis pada mola, ternyata berbeda dengan graves disease,
terutama

dalam

kecepatan

perkembangannya.

Pada

mola

hidatidosa

komplit,

perkembangannya sangat cepat . Dari status eutiroid sampai krisis tiroid dapat
berlangsung dalam beberapa jam saja dan menyebabkan kematian karena payah jantung.3
Pemicu tirotoksikosis pada mola adalah tingginya kadar hCG, pada kadar hCG
< 100.000 mIU/ml stimulasi tiroid hCG tidak tampak tetapi pada kadar yang sangat tinggi
hal ini sangat nyata. Gambaran tiorotoksikosis pada mola tidak selalu jelas dan terdapat
beberapa tingkat tirotoksikosis yaitu overt tirotoksikosis (kadar hormon tiroid bebas
sangat tinggi tetapi kadar TSH sangat rendah), tirotoksikosis klinis (sama dengan overt
tirotoksikosis tapi disertai gambaran klinis), tirotoksikosis subklinis (bila TSH < 0,10
mIU/mldan hormon tiroid normal).5
Diagnosis tirotoksikosis pada mola hidatidosa komplit dipersulit karena sering
disertai adanya penyulit-penyulit lain, seperti preeklampsia, payah jantung, emboli paruparu, dan anemia yang masing-masing dapat memberikan gejala seperti tirotoksikosis.
Maka dignosis tirotoksikosis pada mola sangat penting dan perlu ditanggulangi dahulu
sebelum dilakukan evakuasi jaringan molanya karena bila tidak dilakukan, upaya
evakuasi jaringan mola dapat menimbulkan kematian penderita akibat krisis tiroid atau
payah jantung.5
Adanya tirotoksikosis pada penderita mola dapat diduga bila terdapat gejala-gejala : 11

Nadi istirahat 100/menit tanpa sebab-sebab lain yang jelas

Tremor

Besar uterus > 24 minggu


Dinegara maju, dimana penggunaan USG sudah merupakan hal yang rutin,

diagnosis mola hidatidosa komplit sudah dapat dibuat pada uterus yang kecil dengan
gambaran badai salju sehingga penyulit seperti preeklampsia dan tirotoksikosia sudah
jarang ditemukan. Dengan mengunakan alat USG yang resolusinya lebih baik gambaran
yang tampak bukan gambaran badai salju melainkan gambaran jaringan vesikuler yang
memperlihatkan gelembung-gelembung mola dari berbagai ukuran.5
Di RSHS Bandung, antara 1971 sampai 1994, prevalensinya berkisar antara 3,1
sampai 9,3%. Semuanya ditentukan secara klinis, bukan secara biokimia. Pada kurun

16

waktu 5 tahun, antara 1998 2002, jumlah kasus tirotoksikosis berdasarkan biokimia dan
klinik ternyata lebih tinggi, yaitu 24,7%.
Gambaran klinis penderita mola hidatidosa komplit di Indonesia sering tidak
menguntungkan karena penderita datang terlambat. Hal ini disebabkan oleh faktor
ketidaktahuan, ketidak mampuan dan ketidak terjangkauan dari masyarakat. Jadi,
progresifitas dari penyakit mola hidatidosa komplit di Indonesia tidak semata-mata
disebabkan oleh faktor biologis klinis saja, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan
sosial seperti pendidikan, ekonomi dan budaya. Tidak jarang mereka datang ke rumah
sakit dalam keadaan syok hipovolemik, preeklampsia berat atau tirotoksikosis. Keadaan
semacam ini mengakibatkan prognosis yang buruk, baik berupa morbiditas, mortalitas,
maupun kemungkinan terjadinya keganasan pasca mola hidatidosa komplit. Dinegara
maju, disamping insidensinya yang rendah, sudah tidak lagi ditemukan kematian karena
mola hidatidosa.4

BAB III
PENATALAKSANAAN MOLA HIDATIDOSA
Terapi terdiri dari empat tahap, yaitu:3, 4,5,11,12
1. Perbaikan keadaan umum
2. Evakuasi jaringan
3. Profilaksis
4. Follow up

17

1. Perbaikan Keadaan Umum


Setelah diagnosis mola hidatidosa ditegakkan, diupayakan untuk melakukan evakuasi
jaringan mola. Sebelum dilakukan tindakan evakuasi jaringan mola, keadaan umum
penderita harus distabilkan dahulu, dicari dahulu ada tidaknya penyulit berupa
tirotoksikosis, preeklamsia dan lainnya yang dapat memperburuk prognosis penderita.
Upaya evakuasi baru dilakukan bila penyulit sudah dapat diatasi.. Tergantung pada
bentuk penyulitnya, dapat diberikan:
1. Tranfusi darah, untuk mengatasi syok hipovolemik.
2. Antihipertensi/konvulsi, seperti pada Terapi Preeklampsia/eklampsia
3. Obat antitiroid bekerjasama dengan Bagian Penyakit Dalam.
Tindakan yang dilakukan sebelum penderita dalam keadaan stabil dapat merangsang
terjadinya syok ireversibel, eklampsia atau krisis tiroid, yang tidak mustahil diikuti
dengan kematian.
2.Evakuasi jaringan mola hidatidosa
Dapat dilakukan dengan berbagai cara :
a. Kuretase tajam
b. Keretase vakum
Kuretase dilakukan 2 kali dengan interval 1-2 minggu, mula-mula dilakukan
kuretase vakum dengan pemberian transfusi darah. Kuretase ke 2 dilakukan dengan
menggunakan sendok kuret 2 minggu setelah kuretase vakum dan jaringannya dikirim
untuk pemeriksaan Patologi Anatomi. Dewasa ini karena ukuran uterus pada kasuskasus mola hidatidosa tidak terlalu besar, kuretase dengan sendok kuret dilakukan
segera setelah pengosongan uterus dengan kuret vakum.
Penggunaan kuret vakum untuk pengosongan isi uterus juga dianjurkan oleh
WHO. Tujuan penggunaan sendok kuret adalah agar jaringan miometrium yang
ditumbuhi jaringan mola ikut terbawa sehingga pemeriksaan PA disamping dapat
diketahui ada tidaknya proliferasi trofoblas yang berlebihan sekaligus juga dapat
diketahui ada tidaknya infiltrasi jaringan mola ke miometrium.
c. Histerektomi

18

Histerektomi dilakukan pada kasus mola resiko tinggi yang sudah mempunyai
cukup anak. Tujuannya adalah disamping sebagai upaya untuk mengurangi
kemungkinan timbulnya keganasan sekaligus bila kemudian timbul koriokarsinoma
maka derajat skor prognostiknya akan rendah sehingga sitostatika yang doperlukan
akan lebih sederhana dan kurang toksik serta biaya lebih ringan.
Kriteria mola hidatidosa resiko tinggi :

Ukuran uterus > 20 minggu

Umur penderita > 35 tahun

Gambaran PA memperlihatkan gambaran proliferasi trofoblas berlebihan

-hCG praevakuasi 100.000 mIU/ml (RIA/IRMA)

3. Profilaksis
Kemoterapi diberikan pada penderita mola resiko tinggi.Caranya :
1. MTX 20 mg/hari IM dan asam folat 5 mg/hari IM yang diberikan 12 jam setelah
pemberian MTX (selama 5 hari berturut-turut). Profilaksis dengan tablet MTX
dianggap tidak bermanfaat. Asam folat adalah antidotum dari MTX.
2. Actinomycin D 0,5 mg/hari IV diberikan selama 5 hari berturut-turut. Tidak perlu
antidotum.
Ada pendapat yang mengatakan bahwa bila setelah diberikan profilaksis
sitostatika terjadi juga keganasan, pengobatannya lebih sukar. Oleh karena itu, banyak
pakar yang tidak setuju dengan pemberian profilaksis ini. Disamping alasan diatas
mereka mengatakan juga bahwa sitostatika sering memberikan efek samping yang
membahayakan. Dengan follow up yang baik, kita dapat membuat diagnosis keganasan
secara dini sehingga kemoterapi yang diberikan secara kuratif akan dapat mengobatinya
secara efektif.
Beberapa negara berkembang masih memberikan kemoterapi dengan kriteria : 5,11
- Kadar -hCG turun sangat lambat
- Kadar -hCG mula-mula menunjukkan penurunan tetapi kemudian naik lagi
- Kadar -hCG mula-mula menurun tetapi mendatar mendatar dan tidak turun lagi.

19

Penderita dengan kriteria diatas diberikan MTX dosis rendah yakni 50 mg, MTX
selang sehari selama 5 kali ditambah asam folat 12 mg yang diberikan 30 jam setelah
pemberian MTX. Regimen ini diulang setiap 7 sampai 10 hari.
4. Follow up Paskaevakuasi
Seperti diketahui 15-20 % dari penderita pasca mola hidatidosa komplit bisa
mengalami transformasi keganasan. Masa laten terjadinya keganasan sangat bervariasi.
Menurut Hertig keganasan bisa terjadi dalam waktu 1 minggu sampai 3 tahun
pascaevakuasi maka diberlakukan follow up ketat. Pada penderita mola resiko rendah
follow up mulai dilakukan 2 minggu pascaevakuasi dan pada mola resiko tinggi dimulai
2 minggu setelah mendapat kemoterapi profilaksis.5,6,12
Tujuan dari follow up ada dua :4
1. Melihat apakah proses involusi berjalan secara normal baik anatomis, laboratoris
maupun fungsional seperti involusi uterus, turunnya kadar -hCG dan kembali
fungsi haid.
2. Menentukan adanya transformasi keganasan terutama pada tingkat yang sangat
dini.
Pada umumnya para pakar sepakat bahwa lama follow up berlangsung selama
satu tahun tetapi ada juga yang sampai dua tahun. Follow up dilakukan sebagai berikut :

Mulai minggu ke-2 sampai minggu ke-12 paskaevakuasi jaringan mola, penderita
dianjurkan follow up setiap 2 minggu :
Pemeriksaan yang dilakukan adalah :
-

Pemeriksaan -hCG dengan cara RIA/EIA

Pemeriksaan klinis meliputi pemeriksaan


-

besar dan involusi uterus

ada tidaknya perdarahan (pervaginam atau hemoptoe)

ada tidaknya tanda-tanda metastasis (paru-paru, dll)5

Bila pada setiap kali follow up kadar -hCG menurun dan kurvanya mengikuti
pola kurva regresi -hCG RIA yang sama dengan pola kurva regresi -hCG normal dan
secara klinis tidak ada tanda-tanda pertumbuhan baru jaringan trofoblas maka follow up

20

dilakukan dengan pola yang sama sampai minggu ke-12 paskaevakuasi jaringan mola dan
bila pada minggu ke-12 kadar -hCG 5 m IU/ml dilanjutkan dengan follow up tahap
berikutnya. 23
Kurva regresi -hCG 23

Kriteria diagnosis adanya pertumbuhan baru jaringan trofoblas dengan


pemeriksaan -hCG yaitu :
-

Kadar -hCG 1000 mIU/ml pada minggu ke-4

Kadar -hCG 100 mIU/ml pada minggu ke-6

Kadar -hCG

30 mIU/ml pada minggu ke-8

Bila -hCG melebihi batas-batas diatas atau secara klinis ditemukan tanda-tanda
pertumbuhan baru jaringan trofoblas maka selanjutnya penderita dikelola sebagai tumor
trofoblas gestasional. Sebaliknya bila kadar -hCG mengikuti pola kurva regresi yang
normal dan tidak terdapat pertumbuhan baru jaringan trofoblas secara klinik maka follow
up dilanjutkan sebagai berikut :

Mulai bulan ke-4 sampai bulan ke-6, follow up dilakukan setiap bulan dengan tata
cara follow up yang sama dengan sebelumnya. Pada bulan ke-6 dilakukan torak foto
AP untuk menyingkirkan metastasis di paru-paru.
21

Mulai bulan 8 sampai bulan ke-12 dianjurkan follow up setiap 2 bulan. Bulan ke-12
dilakukan lagi torak foto AP.4,5
Follow up dihentikan bila sebelum satu tahun wanita sudah hamil normal lagi atau

bila setelah setahun tidak ada keluhan, uterus dan kadar -hCG dalam batas normal serta
fungsi haid sudah normal kembali.
Selama follow up pasien dianjurkan menggunakan KB kondom supaya tidak
hamil dahulu karena dapat menimbulkan salah interpretasi. Pemakaian IUD tidak
dianjurkan karena efek samping perdarahan akan menyulitkan diagnosis adanya
pertumbuhan baru jaringan trofoblas sedangkan penggunaan KB hormonal tidak
dianjurkan karena dampaknya terhadap timbulnya Tumor Trofoblas Gestasional
paskamola masih kontroversial sehingga penggunaan KB kondom dianggap lebih aman.5
Salah satu ciri adanya keganasan adalah meningginya kembali kadar -hCG
sedangkan pada kehamilan -hCG yang tadinya normal akan meninggi kembali. Dalam
keadaan seperti ini kadang-kadang kita ragu apakah kenaikan kadar -hCG ini
disebabkan oleh kehamilannya atau proses keganasan.5
Tujuan follow up terutama mendeteksi adanya keganasan secara dini sering tidak
tercapai karena ada dua kendala besar yaitu :
1. Ketidakpatuhan penderita
2. Sarana pemerikasaan -hCG hanya ada dipusat dan mahal
III. 2 PROGNOSIS
Setelah dilakukan evakuasi jaringan mola secara lengkap sebagian besar penderita
mola hidatidosa akan sehat kembali kecuali 15-20 % yang mungkin akan menjadi mola
invasif dan sekitar 2-3 % kasus akan berkembang menjadi koriokarsinoma. Umumnya
yang menjadi ganas adalah mereka yang termasuk golongan resiko tinggi seperti : umur
diatas 35 tahun, besar uterus diatas 20 minggu, kadar
gambaran PA yang mencurigakan.3,4,5,11
III.2 Kehamilan Paskamola

22

-hCG diatas 10 5 mIU/ml,

Pada umumnya derajat kesuburan paska-mola hidatidosa komplit tidak berubah.


Bila tidak menggunakan kontrasepsi mereka akan hamil segera setelah haidnya normal
kembali. Proses kehamilan, persalinan maupun masa nifasnya tidak berbeda.4
III.3 Mola Hidatidosa Berulang
Wanita yang pernah mendapat mola hidatidosa komplit dapat mengalami lagi.
Pengulangan itu bisa berturut-turut atau diselingi oleh kehamilan non-mola hidatidosa
komplit seperti kehamilan normal atau abortus. Wanita yang hamil paska mola hidatidosa
komplit harus segera memeriksakan diri apakah kehamilannya itu normal atau mola
hidatidosa komplit lagi. 4

BAB IV
KESIMPULAN

Mola Hidatidosa adalah kehamilan abnormal dimana hampir seluruh villi korialisnya

23

mengalami perubahan hidrofobik. Konseptus tidak berkembang seperti layaknya


kehamilan normal. Angka kejadian mola hidatidosa lebih tinggi di Asia, Afrika dan
Amerika Latin, disamping dipengaruhi oleh ras, juga dipengaruhi oleh keadaan nutrisi
( tingkat gizi) yang digambarkan dari tingkat sosioekonomi.
Mola hidatidosa secara garis besar diklasifikasikan pada dua kelompok, terbagi menjadi :
a. Mola hidatidosa sempurna (Complete Mola Hidatidosa)
b. Mola hidatidosa parsial ( Partial Mole).
Perdarahan pervaginam dari bercak sampai perdarahan berat merupakan gejala utama
dari mola hidatidosa yang sering dijumpai secara klinis.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan Anamnesa, Pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang
ultrasound yang sangat membantu dalam pencitraan dan penegakan diagnostik,
laboratorium, radiologik dan histopatologik.
Penatalaksanaan Mola Hidatidosa secara umum meliputi :
a. Evakuasi : Kuret atau kuret isap (AVM)
b. Pengawasan lanjut : Periksa ulang selama 2-3 tahun
c. Terapi profilaksis : Pemberian Metotreksat (MTX).

DAFTAR PUSTAKA
1. Silverberg S. Classification and Pathology of Gestational Trophoblastic Disease in
Atlas of Tumor Pathology. 1992
2. Ainbinder Steven, Berek S J, Epidemiology and pathologi of gestational Trofoblastic
disease. UpTo Date. Vol.10. No.2. www.uptodate.com.2002

24

3. Cunningham et al: Gestational Trofoblastis Tumor, Disease and Abnormalitas of the


plasenta, William Obstetric, 21th edition, Papleton & Lange Company, 2001: 836,
843-45.
4. Martaadisoebrata D.Buku Pedoman Pengelolaan Penyakit Trofoblas Gestasional. EGC
Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta. 2005.
5. Bratakoesoema D. Penyakit Trofoblas Gestasional dalam Buku Acuan Onkologi
Ginekologi. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. 2006.
6. Vaisbuch A. Uncommon Causes of Twinning : Complete Hydatiform Mole with
Coexistent Twin in Multiple Pregnancy. Second Edition. Taylor & Francis
Group.2005
7. Joewarini. Pendekatan Morfologi Pola Jaringan dan Morfofungsi Sel Trofoblas Pada
Mola Hidatidosa.Diakses dari http://www.Unaiir .com.2005
8. Saifuddin AB. Mola Hidatidosa dalam Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. 2001
9. Hydatiform Mole. Diakses dari http://www.meddean.luc.edu
10. Hill L. Placental Abnormalities.Diagnostic Ultrasound Aplied to Obstetrics and
Gynecology. Second Edition. Lippincott Company. 1989
11. Chen P. Hydatiform mole. Diakses dari http://www.nlm.nih.gov/medlineplus.2004
12. Moore L, Hydatiform Mole.Diakses dari http://www.emedicine.com.2006
13. Merck.Hydatiform mole. The Female Reproductive System Merck Manual Home
Edition. Diakses dari http://www.merck.com.2003
14. Seckl MJ. Management of Gestasional Trofoblastic Disease in Gynecologic Cancer.
Elsevier Churchill Livingstone. 2004
15. Hill A. Molar Pregnancy.Obgyn net. Diakses dari http://home.mpinet.net/dahmd
16. Ainbinder Steven, Berek S J, Clinical manifestation and diagnosis of gestational
Trofoblastic disease.Up To Date.Vol10.No.2 www.uptodate.com.2002
17. Chudliegh T, Problem of early pregnancy. Obstetri Ultrasound. 3rd edition. Elsevier
Churchill Livingstone. 2004
18. Avrech OM. Diakses dari http://www.thefetus.net

25

19. Novak, Hydatiform Mole and Choriocarcnoma in Novaks Gynecologic and Obstetri
Pathology. Eight Edition.W.B. Saunders Company.1979
20. L. Bovicelli et all. Prenatal diagnosis of a complete mole coexisting with a
dischorionic twin pregnancy. Human Reproductive. Vol 19, no.5. 1231-1234, May
2004.
21. Diakses dari http://www.scielo.br
22. Soper J, Gestational Trophoblastic Disease. American College of Obstetricians and
Gynecologist Vol.108, no. 1, July 2006.
23. Berkowitz, R.S, Goldstein, D.P Gestational Trofoblast Disease, Principles and
Practise of Gynecologic oncology, 3 th edition, edited by Hoskins WJ, Lippincott
William & Wilkins Company, Philadelphia, 2000:1123-26, 1129-31.

LAPORAN KASUS
A. Anamnese
Ny. R, 50 thn, G10P9A0, Batak, Kristen, SD,Petani, i/d Tn.S, 51 thn, Batak, Kristen,SD,
Petani datang ke RSPM tgl. 02/11/2014 pukul 10.30 wib dengan :
KU

: Perut membesar

26

Telaah

: Hal ini telah dialami pasien sejak 3 bulan ini, awalnya kecil dan semakin
lama semakin membesar. Riwayat nyeri perut (-), riwayat perut dikusuk
(-), riwayat minum jamu-jamuan (-), riwayat perdarahan dari kemaluan
(+), riwayat keluar jaringan seperti mata ikan (+), riwayat penurunan
nafsu makan dan berat badan (-), riwayat tekanan darah tinggi tidak
jelas,riwayat mual muntah (+),riwayat campur berdarah (-).
BAB dan BAK (+) Normal. Pasien merupakan rujukan dari RS
Sidikalang dengan diagnosa susp. Mola hidatidosa

RPT

: Hipertensi (-), Asma (-), DM (-)

RPO

: (-)

HPHT

: ? 7 2014

TTP

: ? 4 2015

ANC

: Bidan 1 x

Riwayat Persalinan :
1. , Aterm, ? gr, PSP, Bidan, Klinik, 28 tahun, sehat
2. , Aterm, ? gr, PSP, Bidan, Klinik, 27 tahun, sehat
3. , Aterm, ? gr, PSP, Bidan, Klinik, 25 tahun, sehat
4. , Aterm, ? gr, PSP, Bidan, Klinik, 24 tahun, sehat
5. , Aterm, ? gr, PSP, Bidan, Klinik, 23 tahun, sehat
6. , Aterm, ? gr, PSP, Bidan, Klinik, 21 tahun, sehat
7. , exit
8. , Aterm, ? gr, PSP, Bidan, Klinik, 19 tahun, sehat
9. , Aterm, ? gr, PSP, Bidan, Klinik, 18 tahun, sehat
10. Hamil ini
B. Pemeriksaan Umum
1. Status Presents
Sens.

: Compos Mentis

Anemis

(-)

TD

: 180/100 mmHg

Ikterus

(-)

HR

: 92 x/i

Dyspnoe

(-)

27

Nadi

: 22 x/i

Cyanosis

(-)

Temp.

: 36,5 0C

Oedem

(-)

2. Status Lokalisata
Kepala

: Mata : Conjuntiva palpebra inferior anemis (-)

Thorax

: SP : Vesikuler
ST : (-)

Abdomen

: membesar simetris, peristaltik (+) N

TFU

: setentang pusat.

P/v

: (-)

DJJ

: (-)

3. Status Ginekologis
Inspekulo : portio licin, lividae (+), darah (-), F/A (-).
VT

: Cx sacral, tertutup, parametrium lemas, adnexa dbn, CD tidak menonjol

ST

: darah (-)

C. Pemeriksaan Penunjang
1. Ultrasonografi
Hasil USG
Pemeriksaan secara TVS/TAS :
-

KK terisi.

Uterus AF lebih besar dari biasa, tidak terukur kaliper.

28

Tampak gambaran hyperechoic dan hypoechoic intrauteri


Gambaran honey comb appearance(+).

Kedua Adneksa dalam batas normal.


Cairan bebas (-).

Kes. : Mola Hidatidosa

2. Laboratorium
a. Darah Rutin

: Hb

: 10,9 gr/dl

T3: 0,64 mg/dl

Leukosit

: 6,3 x 103 /mm3

T4: 7,56 mg/dl

Hematokrit

: 31,2 %

TSH : 1,0027 mg/dl

Trombosit

: 127x 103 /mm3

HCG : 10500 mIU/ml

SGOT

: 52 U/L

Ureum : 17 mg/dl

SGPT
Albumin

: 22 U/L
: 2,7 gr/dl

Creatinin : 0,7 mg/dl


PT: 13,4 C:11,2

Na/K/Cl

: 134/2,7/106

INR: 1,06

KGD ad random : 92 mg/dl

APT: 43,8 C:31,2

b.Urin : test kehamilan (+)


D. Diagnosa

: Molahidatidosa + Hipertensi

E. Terapi

: -IVFD RL 20 gtt/menit
-Inj. Ondancetron 1 amp (k/p)
-Nifedipin 4 x10 mg

F. Rencana

: - EKG
- Foto Thorax
- Konsul interna dan kardiologi
- Cek darah Rutin, KGD ad Random, HST, LFT, RFT,
elektrolit.
- Cek T3, T4, TSH, HCG kuantitatif serum di jam WH

29

Lapor supervisor dr. Roy Yustin, SpOG.K ACC


Foto Thorax

: Kardiomegali

EKG

: Sinus Rithim

Konsul Kardiologi

: Toleransi operasi: Low Risk

Konsul Interna

: Amlodipin 1x10 mg

Laporan TAH + BSO a/i Mola Hidatidosa


- Ibu dibaringkan di meja operasi dengan posisi litotomi dengan infus terpasang baik.
- Dibawah spinal anestesi dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik pada dinding
abdomen,kemudian ditutup dengan doek steril kecuali lapangan operasi.

30

- Dilakukan insisi phanenseil,mulai kutis, subkutis, fascia digunting ke kiri dan ke


kanan,otot dikuakkan secara tumpul, peritoneum di gunting ke atas dan ke bawah ,
tampak uterus sebesar kepala bayi, diputuskan TAH + BSO.
-Ligamentum Rotundum keduanya diklem gunting hecting, ligamentum ovari propii
keduanya diklem gunting hecting, plica vesico uterina dibebaskan, blass disisihkan
sejauh mungkin ke arah caudal. Arteri Uterina kiri dan kanan diklem gunting hecting.
Ligamentum cardinale keduanya diklem gunting hecting, ligamentum Sacrouterina
keduanya diklem gunting hecting
-Uterus dipancung setinggi portio, dijahit jelujur & interuppted,kontrol perdarahan
terkontrol
- Luka operasi ditutup lapis demi lapis.
-KU ibu post op : stabil
Terapi post op :
- IVFD RL 20 IU 20 gtt/i
- Inj. Ceftriaxone 1 gr / 12 jam/iv
-Inj. Gentamycin 80 mg / 8 jam
-Inj. Ketorolac 30 mg / 8 jam
- Inj. Transamin 500 mg / 8 jam
- Inj. Ranitidin 50 mg / 12 jam
Rencana :
-Histopatologi jaringan
-Cek darah rutin 6 jam post transfusi

Follow Up

31

I
Hari ke
Hari ke
IV
03/11/2014
Tanggal
Tanggal
06/11/2014
Mual muntah
KU
KU
Nyeri bekas operasi
S.Presents
CM
Sens.
S.Presents
140/100
mmHg
TD
Sens.
CM
88 x/i
HR
TDRR
160/100
20mmHg
x/i
HR T
8036,8
x/i C
RR
20 x/i
Status
T
36,3 C
Lokalisata
Status
Abdomen
Membesar simetris
Lokalisata
TFU
Setentang pusat
P/V
(-)
Abdomen
Soepel,Peristaltik(+)
BAK
(+) N
Tertutup verban,kesan
BAB
(+) N
L/O
kering
Molahidatidosa +
Diagnosa
Hipertensi
P/V
(-)
- IVFDuop
RL 80cc/jam
20 gtt/i
BAK
via kateter
BAB
(+) N
- Inj. Ondancetron
1
Terapi
Flatus
(+)
amp (k/p)
Diagnosa Post-Nifedipin
TAH+BSO4x10
a/i mg
molahidatidosa + H1
- USG konfirmasi
Terapi
- IVFD
RL 20 gtt/i
Supervisor
-Inj,-Ceftriaxone
1 gr/12
Cek darah lengkap
jam
-Inj. Gentamicin 80 mg/8
jam Hasil USG
konfirmasi supv:
-Inj.Ketorolac
30 mg/8
kesan:
Rencana
jam Molahidatidosa
-Inj.Ranitidin 50 mg/12
jam
-Amlodipin 1x10 mg
-Captopril 2x12,5 mg

II

III

V
04/11/2014

VI
05/11/2014

07/11/2014
Mual muntah
Nyeri bekas operasi,
mual
CMmuntah
180/100 mmHg
86 CM
x/i
160/90
20 x/immHg
80 Cx/i
36,8
18 x/i
36,8 C

08/11/2014
Mual muntah
CM
160/100 mmHg
86 x/iCM
160/90
24
x/i mmHg
84 x/i
37,2 C
20 x/i
37,2 C

Membesar simetris
Membesar simetris
Setentang pusat
Setentang pusat
(-)
(-)
Soepel,Peristaltik(+)
Soepel,Peristaltik(+)
(+) N
(+) N
Tertutup
Tertutup
(+)verban,kesan
N
(+) Nverban,kesan
kering
kering
Molahidatidosa +
Molahidatidosa +
Hipertensi
Hipertensi
(-)
(-)
-via
IVFD
RL uop
20 gtt/i
RL 20uop
gtt/i75cc/jam
kateter
75cc/jam- IVFD
via kateter
(+) N 1
(+) N 1
- Inj. Ondancetron
- Inj. Ondancetron
(+)
amp (k/p) (+)
amp (k/p)
Post TAH+BSO
a/i
Post TAH+BSO
-Nifedipin
4x10 mg
-Nifedipin
4x10 mg a/i
molahidatidosa + H2
molahidatidosa + H3
Histerektomi tgl
operasi histerektomi
IVFD
RL
20
gtt/i
- IVFD RL 20 gtt/i
5/11/2014
Hasil lab:
Hasil
lab:
-Inj, Ceftriaxone
1 gr/12 -Inj, Ceftriaxone 1 gr/12
Hb/L/Ht/PLT:
T3/T4/TSH:1,28/8,28
jam
jam
12,9/12200/36.3/
/0,22.
-Inj.Ketorolac 30 mg/8
-Inj.Ketorolac 30 mg/8
HCG serum 624.393 117000
jam
jam
mlU/ml.
konsul
-Inj. Ondansetron
-Inj. Ondansetron
4 mg/
Jawaban
konsul 4 mg/Jawaban
anestesi
ACC
12 jam
12 jam
Interna:toleransi
tindakan anestesi
op.high
risk.
-Nifedipin 3x10 mg
-Nifedipin
3x10
dengan
GA ETT
& mg
Persiapan op:
PRC3x25
1 bagmg
-Captopril 2x12,5 mg persiapan
-Captopril
sio,puasa,konsul
anestesi,persiapan
PRC 2 bag

32

Rencana

Tanggal
Rencana

- Cek HCG
HCG serum >15000
06/11/2014

- Cek HCG kuantitatif


post histerektomi

07/11/2014
-PA jaringan

08/11/2014

-Konsul interna untuk


hipertensi
-Aff kateter
Jawaban konsul interna:
Nifedipin 1x10 mg
Captopril 3x25mg
Alprazolam 1x0,5
(malam)
HCG serum >15000

33

- HCG : 25135 mlU/ml

mg

VII

VIII

IX

09/11/2014

10/11/2014

11/11/2014

Mual muntah (-)

Mual muntah (-)

luka operasi basah

CM
160/90 mmHg
88 x/i
20 x/i
36,3 C

CM
170/100 mmHg
82 x/i
20 x/i
36,6 C

CM
180/100 mmHg
80 x/i
24 x/i
36 C

Abdomen

Soepel,Peristaltik(+)N

Soepel,Peristaltik(+)N

Soepel,Peristaltik(+)N

L/O

Tertutup verban,kesan
kering

Tertutup verban,kesan
basah

Tertutup verban,kesan
basah

P/V
BAK
BAB

(-)
(+)
(-)

(-)
(+)
(+)

(-)
(+)
(-)

Hari ke
Tanggal
KU
S.Presents
Sens.
TD
HR
RR
T
Status
Lokalisata

Diagnosa

Terapi

Post TAH+BSO a/i


molahidatidosa + H4

Post TAH+BSO a/i


molahidatidosa + H5

Post TAH+BSO a/i


molahidatidosa + H6

- Cefadroxil 2x500 mg

- Cefadroxil 3x500 mg

-Cefadroxil 3x500 mg

-Asam mefenamat 3x500


mg

-Asam mefenamat
3x500 mg

-Asam mefenamat
3x 500 mg

-Ranitidin 2x1

-B comp 2x1

-B comp 2x1

-B comp 2x1

-Nifedipin 3x10 mg

-Nifedipin 3x10 mg

-Nifedipin 3x10 mg

-Captopril 3x12,5 mg

-Captopril 3x12,5 mg

- susul hasil HCG post


TAH+BSO
-susul hasil PA jaringan
-kontrol poli interna

Hasil lab albumin: 3,0


g/dl

-Captopril 3x12,5 mg
Rencana

34

-cek albumin

Tanggal
Rencana

09/11/2014
-

10/11/2014
-

11/11/2014
Hasil pemeriksaan PA:
-servik uterus:Nabothyan
cyst
-Massa di lumen uterus:
complete hydatiform
mole
-Tuba falopii I & II:
dalam batas normal
-Ovarium I & II: dalam
batas normal

35

XI

XII

12/11/2014

13/11/2014

14/11/2014

CM
140/90 mmHg
80 x/i
20 x/i
36,7 C

CM
130/70 mmHg
80 x/i
22 x/i
36,6 C

CM
140/90 mmHg
88 x/i
20 x/i
36,7 C

Abdomen

Soepel,Peristaltik(+)N

Soepel,Peristaltik(+)N

Soepel,Peristaltik(+)N

L/O

Tertutup verban,kesan
basah

Tertutup verban,kesan
basah

Tertutup verban,kesan
basah

P/V
BAK
BAB

(-)
(+)
(-)

(-)
(+)
(+)

(-)
(+)
(+)

Hari ke
Tanggal
KU
S.Presents
Sens.
TD
HR
RR
T
Status
Lokalisata

Diagnosa
Terapi

Post TAH+BSO a/i


molahidatidosa + H7

Post TAH+BSO a/i


molahidatidosa + H8

Post TAH+BSO a/i


molahidatidosa + H9

- Cefadroxil 2x500 mg

- Cefadroxil 3x500 mg
aff

-IVFD RL 20 gtt/i

-Asam mefenamat 3x500


mg
-B comp 2x1
-Nifedipin 3x10 mg
-Captopril 3x12,5 mg

-IVFD RL 20 gtt/i

-Inj.Meropenem
1gr/8jam

-Inj.Meropenem
1gr/8jam

-Drip metronidazol 500


mg/8 jam

-Drip metronidazol 500


mg/8 jam

-B comp 2x1

-Asam mefenamat
3x500 mg

-Captopril 3x12,5 mg

-B comp 2x1

36

-Nifedipin 3x10 mg

-Nifedipin 3x10 mg
-Captopril 3x12,5 mg

Tanggal
Rencana

12/11/2024
-GV per hari

13/11/2014
-GV per hari

14/11/2014
-GV per hari

-Verban dikompres dengan NaCl 0,9

-Verban dikompres

gram %/3 jam

dengan NaCl 0,9 gram

-cek darah lengkap

%/3 jam

-kultur pus luka operasi


Hasil lab:
Hb/L/Ht/PLT: 9,5/8000/29,4/217000
Kultur dan resistensi:
Amikacin,Ampicillin,Cefotaxime,
Chloramfenicol,Gentamicyn,
Merorenem tidak ada pertumbuhan
bakteri

37

XIII

XIV

XV

15/11/2014

16/11/2014

17/11/2014

CM
160/90 mmHg
80 x/i
18 x/i
36,5 C

CM
130/80 mmHg
80 x/i
18 x/i
37 C

CM
140/90 mmHg
88 x/i
20 x/i
36,7 C

Abdomen

Soepel,Peristaltik(+)N

Soepel,Peristaltik(+)N

Soepel,Peristaltik(+)N

L/O

Tertutup verban,kesan
basah

Tertutup verban,kesan
basah

Tertutup verban,kesan
basah

P/V
BAK
BAB

(-)
(+)
(+)

(-)
(+)
(+)

(-)
(+)
(+)

Hari ke
Tanggal
KU
S.Presents
Sens.
TD
HR
RR
T
Status
Lokalisata

Diagnosa

Post TAH+BSO a/i


molahidatidosa + H10

Post TAH+BSO a/i


molahidatidosa + H11

38

Post TAH+BSO a/i


molahidatidosa + H12

Terapi

Rencana

Tanggal
Rencana

-IVFD RL 20 gtt/I

-IVFD RL 20 gtt/i

-IVFD RL 20 gtt/i

-Inj.Meropenem 1gr/8jam

-Inj.Meropenem
1gr/8jam

-Inj.Meropenem
1gr/8jam

-B comp 2x1

-Drip metronidazol 500


mg/8 jam

-Drip metronidazol 500


mg/8 jam

-Nifedipin 3x10 mg

-B comp 2x1

-B comp 2x1

-Captopril 3x12,5 mg

-Nifedipin 3x10 mg

-Nifedipin 3x10 mg

-Captopril 3x12,5 mg

-Captopril 3x12,5 mg

-GV per hari

-GV per hari

-GV per hari

-Verban dikompres

-Verban dikompres

-Verban dikompres

dengan NaCl 0,9 gram%/

dengan NaCl 0,9 gram

dengan NaCl 0,9 gram

3 jam

%/3 jam

%/3 jam

16/11/2014

17/11/2014
-GV per hari

-Drip metronidazol 500


mg/8 jam

15/11/2024

-Verban dikompres
dengan NaCl 0,9 gram
%/3 jam
Kultur dan resistensi:
Amikacin,Ampicillin,Ce
fotaxime,
Chloramfenicol,Gentami
cyn, Meroprenem
tidak ada
pertumbuhan bakteri

39

XVI

XVII

XVIII

18/11/2014

19/11/2014

20/11/2014

Nyeri bekas operasi

CM
160/100 mmHg
80 x/i
22 x/i
36,4 C

CM
160/100 mmHg
84 x/i
20 x/i
36,5 C

CM
140/100 mmHg
88x/i
20x/i
36,4 C

Abdomen

Soepel,Peristaltik(+)N

Soepel,Peristaltik(+)N

Soepel,Peristaltik(+)N

L/O

Tertutup verban,kesan
basah

Tertutup verban,kesan
basah

Tertutup verban,kesan
basah

P/V
BAK
BAB

(-)
(+)
(+)

(-)
(+)
(+)

(-)
(+)
(+)

Hari ke
Tanggal
KU
S.Presents
Sens.
TD
HR
RR
T
Status
Lokalisata

Diagnosa

Post TAH+BSO a/i


molahidatidosa +Infeksi

Post TAH+BSO a/i


Post TAH+BSO a/i
molahidatidosa + Infeksi molahidatidosa + Infeksi

40

sekunder + H13

sekunder + H14

sekunder + H15

-Inj.Meropenem 1gr/8jam

-Inj.Meropenem
1gr/8jam

-Inj.Meropenem
1gr/8jam
-Nifedipin 3x10 mg

-Nifedipin 3x10 mg

-Drip metronidazol 500


mg/8 jam

-Captopril 3x12,5 mg

-Nifedipin 3x10 mg

-B comp 2x1

-B comp 2x1

-Captopril 3x12,5 mg

-Drip metronidazol 500


mg/8 jam
Terapi

-Captopril 3x12,5 mg

-B comp 2x1

Rencana

Hari ke
Tanggal
KU
S.Presents
Sens.
TD
HR
RR
T

-GV per hari

-GV per hari

-GV per hari

-Verban dikompres

-Verban dikompres

-Verban dikompres

dengan NaCl 0,9 gram%/

dengan NaCl 0,9 gram

dengan NaCl 0,9 gram

3 jam

%/3 jam

%/3 jam

XIX

XX

XXI

21/11/2014

22/11/2014

23/11/2014

Nyeri bekas operasi

Nyeri bekas operasi

Nyeri bekas operasi

CM
140/100 mmHg
82 x/i
20 x/i
36,9 C

CM
150/100 mmHg
80 x/i
20 x/i
36,5 C

CM
140/100 mmHg
88x/i
20x/i
36,4 C

41

Status
Lokalisata
Abdomen

Soepel,Peristaltik(+)N

Soepel,Peristaltik(+)N

Soepel,Peristaltik(+)N

L/O

Tertutup verban,kesan
basah

Tertutup verban,kesan
basah

Tertutup verban,kesan
basah

P/V
BAK
BAB

(-)
(+)
(+)

(-)
(+)
(+)

(-)
(+)
(+)

Post TAH+BSO a/i


molahidatidosa +Infeksi
sekunder + H16
-Inj.Meropenem 1gr/8jam

Post TAH+BSO a/i


molahidatidosa + Infeksi
sekunder + H17
-Inj.Meropenem
1gr/8jam

Post TAH+BSO a/i


molahidatidosa + Infeksi
sekunder + H18
-Inj.Meropenem
1gr/8jam

-Drip metronidazol 500


mg/8 jam

-Drip metronidazol 500


mg/8 jam

-Nifedipin 3x10 mg

-Nifedipin 3x10 mg

-Captopril 3x12,5 mg

-Captopril 3x12,5 mg

-B comp 2x1

-B comp 2x1

-GV per hari

-GV per hari

-GV per hari

-Nebacetin powder/hari

-Nebacetin powder/hari

-Nebacetin powder/hari

Diagnosa

-Ranitidin tab 2 x 1
-Nifedipin 3x10 mg
Terapi

-Captopril 3x12,5 mg
-B comp 2x1

Rencana

Hari ke
Tanggal
KU
S.Presents
Sens.
TD
HR
RR
T

XXII
24/11/2014
Nyeri bekas operasi
CM
140/100 mmHg
88 x/i
20 x/i
36,7 C

42

Status
Lokalisata
Abdomen

Soepel,Peristaltik(+)N

L/O

Tertutup verban,kesan
kering

P/V
BAK
BAB

(-)
(+)
(+)

Diagnosa

Post TAH+BSO a/i


molahidatidosa +Infeksi
sekunder + H19
-Inj.Meropenem 1gr/8jam
-Ranitidin tab 2 x 1

Terapi

-Nifedipin 3x10 mg
-Captopril 3x12,5 mg
-B comp 2x1
-GV keringPBJ

Rencana

-PBJ kontrol PIH &


Interna tgl 27/11/2014

ANALISA KASUS
Telah dilaporkan suatu kasus molahidatidosa dimana pasien datang dengan keluhan perut
membesar. Pasien telah berusia 52 tahun dan telah menikah dengan kehamilan yang
kesepuluh kali, partus 9 kali dan belum ada riwayat keguguran. Pada pasien ini
molahidatidosa ditegakkan karena pasien memiliki riwayat perdarahan dari kemaluan dan
telah dipastikan mengalami kehamilan dengan pemeriksaan penunjang kenaikan hormon
hCG dan konfirmasi diagnostik dengan ultrasound yang ditemukan gambaran snow
storm atau honey comb appearance dengan gambaran hasil konseptus intrauterin.

43

Dari pemeriksaan fisik, pasien memiliki tinggi fundus uteri setentang pusat. Dan dari
pemeriksaan obstetrik dan auskultasi tidak dijumpai denyut jantung janin dan tandatanda pertumbuhan janin normal.
Dari penjajakan yang telah dilakukan maka ditegakkan diagnosis bahwa pasien
mengalami suatu kehamilan mola hidatidosa.
Pasien kemudian direncanakan untuk dilakukan histerektomi.
Pasien dianjurkan untuk menjalani pemeriksaan hCG kuantitatif sesuai protokol.
PERMASALAHAN :
1. Bagaimana membedakan kasus molahidatidosa dan penyakit trofoblast ganas?
2. Bagaimana follow up terhadap pasien ini pasca evakuasi mola hidatidosa?

44

You might also like