Professional Documents
Culture Documents
Pengertian
Meningioma adalah adalah tumor pada meningens, yang merupakan selaput
pelindung otak dan medulla spinalis. Meningioma dapat timbul pada tempat yang
melindungi otak dan medulla spinalis. Meningioma dapat timbul pada tempat manapun
dibagian otak maupun medulla spinalis, tetapi umumnya terjadi di hemisfer otak semua
lobusnya. Kebanyakan mengioma bersifat jinak (benign). Mardjono, 2003)
Kraniotomi adalah mencakup pada pembukaan tengkorak melalui pembedahan untuk
meningkatkan akses pada struktur intracranial. Prosedur ini dilakukan untuk
menghilangkan tumor, mengurangi tekanan intrakranial, mengevaluasi bekuan darah dan
mengontrol haemoragi. (Brunner & Studdarth, 2002)
Klasifikasi tumor otak
Berdasarkan jenis tumor:
a. Jinak
1. Acoustic neuroma
2. Meningioma
Sebagian besar tumor bersifat jinak, berkapsul, dan tidak menginfiltrasi jaringan
sekitarnya tetapi menekan struktur yang berada di bawahnya. Pasien usia tua
sering terkena dan perempuan lebih sering terkena dari pada laki-laki. Tumor ini
sering kali memiliki banyak pembuluh darah sehingga mampu menyerap isotop
radioaktif saat dilakukan pemeriksaan CT scan otak.
3. Pituitary adenoma
4. Astrocytoma (grade I)
b. Malignant
1. Astrocytoma (grade 2,3,4)
2. Oligodendroglioma
Tumor ini dapat timbul sebagai gangguan kejang parsial yang dapat muncul
hingga 10 tahun.Secara klinis bersifat agresif dan menyebabkan simptomatologi
bermakna akibat peningkatan tekanan intrakranial dan merupakan keganasan
pada manusia yang paling bersifat kemosensitif.
3. Apendymoma
Tumor ganas yang jarang terjadi dan berasal dari hubungan erat pada ependim
yang menutup ventrikel.Pada fosa posterior paling sering terjadi tetapi dapat
terjadi di setiap bagian fosaventrikularis.Tumor ini lebih sering terjadi pada anakanak daripada dewasa. Dua faktor utama yang mempengaruhi keberhasilan
reseksi tumor dan kemampuan bertahan hidup jangka panjang adalah usia dan
letak anatomi tumor. Makin muda usia pasien maka makin buruk progmosisnya.
Berdasarkan lokasi
a. Tumor supratentorial
Hemisfer otak, terbagi lagi :
1. Glioma :
a)
Glioblastomamultiforme
Tumor ini dapat timbul dimana saja tetapi paling sering terjadi di hemisfer
otak dan sering menyebar kesisi kontra lateral melalui korpuskolosum.
b) Astroscytoma
c) Oligodendroglioma
Merupakan lesi yang tumbuh lambat menyerupai astrositoma tetapi terdiri
dari sel-sel oligodendroglia.Tumor relative avaskuler dan cenderung
mengalami klasifikasi biasanya dijumpai pada hemisfer otak orang dewasa
muda.
2. Meningioma
Meningioma merupakan tumor terpenting yang berasal dari meningen, sel-sel
mesotel, dan sel-sel jaringan penyambung araknoid dan dura.
Tumor ini umumnya berbentuk bulat atau oval dengan perlekatanduramater yang
lebar (broad base) berbatas tegas karena adanya psedokapsul dari membran
araknoid. Pada kompartemensupratentorium tumbuh sekitar 90%, terletak dekat
dengan tulang dan kadang disertai reaksi tulang berupa hiperostosis. Karena
merupakan massa ekstraaksial lokasi meningioma disebut sesuai dengan tempat
perlekatannya pada duramater, seperti Falk (25%), Sphenoid ridge (20%),
Konveksitas (20%), Olfactory groove (10%), Tuberculumsellae (10%),
Konveksitasserebellum (5%), dan Cerebello-Pontine angle. Karena tumbuh
lambat defisit neurologik yang terjadi juga berkembang lambat (disebabkan oleh
pendesakan struktur otak di sekitar tumor atau letak timbulnya tumor). Pada
meningioma konveksitas 70% ada di regiofrontalis dan asimptomatik sampai
berukuran besar sekali. Sedangkan di basis kranii sekitar sellaturcika
(tuberkulumsellae, planumsphenoidalis, sisi medial sphenoid ridge) tumor akan
segera mendesak saraf optik dan menyebabkan gangguan visus yang progresif.
b. Tumor infratentorial
1. Schwanomaakustikus
2. Tumor metastasisc
Lesi-lesi metastasis menyebabkan sekitar 5 % 10 % dari seluruh tumor otak
dan dapat berasal dari setiap tempat primer.Tumor primer paling sering berasal
dari paru-paru dan payudara.Namun neoplasma dari saluran kemih kelamin,
saluran cerna, tulang dan tiroid dapat juga bermetastasis ke otak.
3. Hemangioblastoma
Neoplasma yang terdiri dari unsur-unsur vaskulerembriologis yang paling sering
dijumpai dalam serebelum.
B. Etiologi
Faktor-faktor terpenting sebagai penyebab meningioma adalah trauma, kehamilan, dan
virus. Pada penyelidikan dilaporkan 1/3 dari meningioma mengalami trauma. Pada beberapa
kasus ada hubungan langsung antara tempat terjadinya trauma dengan tempat timbulnya tumor.
Sehingga disimpulkan bahwa penyebab timbulnya meningioma adalah trauma. Beberapa
penyelidikan berpendapat hanya sedikit bukti yang menunjukkan adanya hubungan antara
meningioma dengan trauma.
Penyebab tumor masih sangat sedikit yang diketahui. Meningioma sedikit lebih banyak
pada
wanita.
Neurofibroma.
Neurilema
dan
glioma
sering
berhubungan
dengan
C. Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya meningioma sampai saat ini masih belum jelas. Kaskade
eikosanoid diduga memainkan peranan dalam tumorogenesis dan perkembangan edema
peritumoral. Dari lokalisasinya Sebagian besar meningioma terletak di daerah supratentorial.
Insidens ini meningkat terutama ada daerah yang mengandung granulatio Pacchioni. Lokalisasi
terbanyak pada daerah parasagital dan yang paling sedikit pada fossa posterior.
Tumor otak menyebabkan timbulnya ganguan neurologik progresif. Gejala-gejalanya
timbul dalam rangkaian kesatuan sehingga menekankan pentingnya anamnesis dalam
D. Manifestasi Klinis
Menurut lokasi tumor:
a. Lobus Frontalis
Gangguan mental / gangguan kepribadian ringan: depresi, bingung, tingkah laku aneh,
sulit memberi argumentasi/menilai benar atau tidak, hemipresis, ataksia, dan
gangguan bicara.
b. Kortekpresentalis Posterior
Kelemahan/kelumpuhan pada otot-otot wajah, lidah dan jari
c. Lobus parasentralis
organ dalam melalui insisi. Faktor penyebab dehisensi atau eviserasi adalah infeksi
luka, kesalahan menutup waktu pembedahan.
E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik yang diperlukan pada klien dengan post craniotomy meliputi halhal yang dibawah ini:
a. Pemeriksaan tengkorak dengan sinar X, CT scan atau MRI dapat dengan cermat
mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan
jaringan otak. Untuk mengetahui adanya infark/iskemia jangan dilakukan pada 24-72
jam setelah injuri.
b. Angiografi serebral
Menunjukkan anomaly sirkulasi cerebral, seperti: perubahan jaringan otak sekunder
menjadi oedema, perdarahan, trauma.
c. EEG berkala
Electroencephalogram (EEG) adalah suatu test untuk mendeteksi kelainan aktivitas
elektrik otak.
d. Foto rontgen, mendeteksi perdarahan struktur tulang (fraktur) perubahan struktur garis
(perdarahan/edema), fragmen tulang.
e. PET (Post Emission Tomograph), mendeteksi perubahan aktivitas metabolism otak
f. Kadar Elektrolit, untuk mengoreksi keseimbangan elektrolit sebagai peningkatan
tekanan intracranial
g. Skrining toksikologi, untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan
penurunan kesadaran.
h. Analisa Gas Darah
Adalah suatu test diagnostic untuk menentukan status respirasi. Status respirsi dapat
digambarkan melalui pemeriksaan AGD ini adalah oksigenasi dan status asam basa.
F. Penatalaksanaan
Adapun penatalaksanaan post operasi craniotomy mencakup:
a. Mengurangi edema serebral
Pemberian manitol, yang meningkatkan osmolalitas serum dan menarik air bebas dari
area otak. Cairan ini kemudian disekresikan melalui dieresis osmotic. Deksametason
dapat diberikan melalui intravena setiap 6 jam selama 24 jam sampai 72 jam,
selanjutnya dosisnya dikurangi secara bertahap.
b. Meredakan nyeri dan mencegah kejang
Asetaminofen biasanya diberikan selama suhu diatas 37,5 C dan untuk nyeri. Sering
kali pasien mengalami sakit kepala setelah craniotomy, biasanya sebagai akibat saraf
kulit kepala diregangkan dan diiritsi selama pembedahan. Kodein diberikan lewat
parenteral, biasanya cukup untuk menghilangkan sakit kepala.
c. Memantau TIK. Kateter ventrikel atau beberapa tipe drainase sering dipasang pada
pasien yang menjalani pembedahan untuk tumor fossa posterior.
Penatalaksanaan Pokok:
a. Perbaiki dan jaga jalan nafas
b. Yakinkan bahwa ventilasi dan oksigenasi adekuat
c. Lakukan pembedahan segera jika terdapat tanda-tanda penting dari hematoma (< 4
jam)
d. Pertahankan normovolemik dan normotensi untuk mempertahankan aliran darah ke
serebral.
e. Terapi cedera cepat jika terjadi peningkatan TIK dan ulangi CT Scan jika terjadi
kemunduruan secara klinis.
f. Terapi cedera-cedera lainnya dengan tepat
g. Awasi adanya komplikasi-komplikasi sistemik.
- Pendarahann sistem pencernaan
- DIC
- Edema paru neurogenik
- Abnormallitas hormone endokrin
h. Perawatan Secara Umum:
- Baringkan pasien dengan posisi kepala ditinggikan 15 - 30 ganti posisi secara
-
berkala
Observasi GCS/respon pupil tiap jam
Lakukan suction minimal 1 kali tiap shift dan sesuai kebutuhan
Beri analgesic sesuai kebutuhan
Berikan nutrisi yang adekuat
Hilangkan infeksi
Profilaksis untuk kejang
i. Ventilasi
- Mode control SIM V dengan RR yang dibutuhkan untuk memberi dukungan
-
secara penuh. Tujuan diberikan ventilator: PO2 > 80 mmHg, PCO2 < 35 mmHg
Hiperventilasi (PCO2 < 35)
Acute: menurunnya aliran darah serebral, menurunnya tekanan darah intracranial
4-8 jam: ditoleransi
> 8 jam: berulang, meningkatnya tekanan intracranial jika PCO2 meningkat
Kronik: akibatnya sangat buruk karena hal tersebut mengakibatkan menurunnya
intracranial
Gunakan 10 cm H2O jika : paru-paru colaps, FIO2 50%
intracranial
- Dapat menaikkan pemberian sedative atau lognocain sebelum suction dilakukan
j. Sirkulasi
- Peratahankan tekanan darah dalam batas normal
- Pertahankan normovolemik = jangan batasi cairan kecuali terjadi SIADH
- Hindari pemberian dextrose pada terapi cairan
- Kontrol tekanan darah
- Tekanan Perfusi Serebral (CPP)
CPP = MAP-ICP
- Hasil yang diharapkan CPP > 60
- Jika tekanan intrakranial pasien tidak diketahui pertahankan MAP 90 mmHg.
G. Pengkajian Primer
a. Airway
Perlu dikaji apakah ada sumbatan/benda asing, massa leher, tonsil yang membesar yang dapat
menghambat jalan napas pasien.
b. Breathing
Kaji apakah terjadi perubahan pola nafas, adanya bunyi napas tambahan, stridor, tersedak,
ronkhi, mengi, positif.
c. Circulation
Pantau adanya perubahan tekanan darah atau perubahan frekuensi jantung dan klasifikasi
perdarahan yang terjadi.
d. Disability
Yang dikaji adalah tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil. Dalam mengkaji dapat
menggunakan GCS maupun AVPU. Biasanya pasien mengalami kehilangan kesadaran
sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo, sirkope, tinitus, kehilangan pendengaran, baal
pada ekstremitas. perubahan dalam penglihatan, gangguan pengecapan dan juga penciuman.
Selain itu juga kehilangan penginderaan seperti pengecapan, penciuman, pendengaran, sangat
sensitif terhadap sentuhan dan getaran, kehilangan sensasi sebagian tubuh, kesulitan dalam
menentukan posisi tubuh
e. Exposure
Kaji adanya jejas atau luka lain di seluruh tubuh pasien, ukur suhu tubuh pasien.
H. Pengkajian Sekunder
a. Pemeriksaan Fisik Head to Toe
Periksa adanya lesi, perdarahan, laserasi, memar, maupun hematom. Observasi adanya gigi
yang tanggal maupun gigi palsu. Cek adanya fraktur pada daerah servikal, dada, pelvis, tulang
belakang, dan ekstremitas.
b. Aktivitas / istirahat
Dikaji apakah pasien mengalami gangguan/keluhan dalam melakukan aktivitasnya saat
menderita suatu penyakit (dalam hal ini adalah setelah didiagnosa mengalami alergi) atau saat
menjalani perawatan di RS.
c. Sirkulasi
Riwayat penyakit jantung, polisitemia, hipotensi postural, hipertensi arterial, frekuensi nadi
yang bervariasi, disritmia, perubahan irama EKG, Bruits pada arteri karotis, femoralis, iliaka
yang abnormal
d. Integritas Ego
Perasaan tidak berdaya, putus asa, emosi yang labil, kesulitan untuk mengekspresikan diri
e. Eliminasi
Perubahan pola berkemih seperti inkontinensia urin, anuria, distensi abdomen, bising usus
f. Makanan/cairan
Kemampuan untuk makan/menelan, perubahan nafsu makan, mual muntah, kehilangan
sensasi pada lidah, pipi, tenggorokan, disfagia, adanya riwayat DM, penngkatan lemak dalam
darah, obesitas.
g. Neurosensori
Lima area pengkajian neurologik yaitu:
1. Fungsi serebral meliputi status mental, fungsi intelektual, daya pikir, status emosional,
persepsi, kemampuan motorik, kemampuan bahasa.
2. Fungsi syaraf cranial meliputi nervus cranial I sampai XII
3. Fungsi sensori meliputi sensasi taktil, sensasi nyeri dan suhu, vibrasi dan propiosepsi,
merasakan posisi, dan integrasi sensasi
4. Fungsi motorik meliputi ukuran otot, tonus otot, kekuatan otot, keseimbangan dan
koordinasi
5. Fungsi Refleks meliputi refleks brakoiradialis, patella, ankle, kontraksi abdominal, dan
babinski.
h. Nyeri / kenyamanan
Dikaji kondisi pasien yang berhubungan dengan gejala-gejala penyakitnya, misalnya pasien
merasa nyeri di perut bagian kanan atas (dikaji dengan PQRST : faktor penyebabnya,
i.
j.
kepadanya, dan apakah pasien merasa lebih aman saat ditemani keluarganya selama di RS
Interaksi social
Masalah bicara, ketidakmampuan dalam berkomunikasi
4. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan tindakan invasif (craniotomy) dan luka
insisi yang buruk.
5. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan, kerusakan neuromuskular (akibat
perdarahan otak).
6. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif, penurunan tingkat kesadaran, lama dan
tipe tindakan pembedahan.
J. Rencana Keperawatan
NO.
1.
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
HASIL
Ketidakefektifan
INTERVENSI KEPERAWATAN
pola
berhubungan
keperawatan selama 3 x 24
gangguan
dada
2. Kaji bunyi nafas setiap 2-4 jam
3. Evaluasi
nilai
AGD
sesuai
nafas
dengan
hipoksemia
(dampak
area
pembedahan di sekitar
medulla oblongata atau
pons.
dapat dipertahankan
2. Menunjukkan jalan nafas
yang paten (irama dan
frekuensi dalam rentang
normal:
18-25
x/menit
1. Kaji
frekuensi,
kedalaman,
kebutuhan
4. Gunakan oksimetri yang tersedia
untukmemantau
saturasi
oksigen
jika
tambahan)
3. Tanda-tanda vital dalam
obat depresan
7. Lakukan suction sesuai kebutuhan,
rentang normal:
TD: 120/80 -
berikan
130/90
hiperventilasi
sebelum
prosedur dilakukan
mmHg
HR: 60-100 x/menit
RR: 18-25 x/menit
t: 36-37 oC
2.
Gangguan
jaringan
berhubungan
perfusi
cerebral
dengan
gangguan
perfusi
jaringan
dapat
penurunan
perfusi
cerebral
2. Tidak
ada
lingkunagan
atau
stimulasi
g. Ada tidaknya refleks refleks
h. Semua
gerakan
involunter
seperti kejang, kedutan atau
fungsi motorik asimetris
i. Tekanan darah
j. Frekuensi dan irama jantung
k. Frekuensi dan irama pernafasan
l. Parameter hemodinamik
5. Hindari
peningkatan
tekanan
intrathoraks,
batuk,
valsava manuver
6. Jika
ventilasi
ventilator
muntah
dikontrol
mekanik,
dan
oleh
pertahankan
menurunkan
Gangguan
persepsi
sensori
berhubungan
dengan
penurunan
kerusakan
neuromuskular
akibat
perdarahan otak
4.
bagi klien
mulai
membaik
2. Tingkat
kesadaran
nyeri
keperawatan selama 3 x 24
berhubungan
jam,
nyeri
dapat
teratasi
tindakan
pereda
nyeri
5.
Gangguan
fisik
mobilitas
berhubungan
dengan
kelemahan,
kerusakan
neuromuskular
(akibat
perdarahan otak)
nyeri
teknik
untuk
menurunkan
posisi
yang optimal
2. Mempertahankan
kekuatan
6.
dan
fungsi
Resiko
infeksi
berhubungan
dengan
keperawatan selama 3 x 24
selama
tindakan
invasif,
jam,
pertahankan
penurunan
tingkat
kesadaran,
tipe
pembedahan
lama
dan
tindakan
resiko
infeksi
dapat
pemantauan
sistem
TIK
dan
drainase
nosokomial
2. Jumlah leukosit
steril
dalam 3. Kaji gejala-gejala infeksi SSP
4. Berikan antibiotik sesuai pesanan
batas normal (4,8-10,8 x
5. Pantau dan catat adanya kebocoran
103/l)
CSS dari hidung, telinga atau daerah
tempat pemasaran pemantauan TIK
DAFTAR PUSTAKA
Batticaca, Fransisca B. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika
Denizot, Y., Armas, R., Durand, K., Robert, S., JacquesMoreau, J., dan Caire, F. 2009. Analysis of
Several PLA2 mRNA in HumanMeningiomas. Artikel Online: Hindawi Publishing
Corporation Mediators of Inflammation Volume 2009, Article ID 689430, 8 pages
Harsono. 2000. Kapita Selekta Neurologi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Herdman, T. Heather. 2011. NANDA International : Diagnosa Keperawatan ; Definisi dan Klasifikasi
2012 2014. Jakarta: EGC
Hudak, Carolyn M. 2010. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik, Edisi: 6 Volume 2. Jakarta: EGC
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 2. Jakarta: FKUI
Mardjono, M. & Sidharta, P. 2003. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universtas
Indonesia
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan.
Jakarta: Salemba Medika
Nurarif, H.A. & Kusuma, H. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &
NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: Media Action Publishing
Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Proses Penyakit, Edisi: 6 Volume 2. Jakarta:
EGC
Reeves, C. J. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika
Smeltzer, S.C. 2010. Buku Ajar Medikal Bedah Brunner-Suddarth Edisi 8. Jakarta: EGC
Weiner, Howard L. 2001. Buku Saku Neurolologi. Jakarta: EGC
Widagdo, Wahyu. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan.
Jakarta: Trans Info Media
Pembedahan
PATHWAYS
Prosedur operasi
invasif
Luka insisi
buruk
(stimulasi
Penurunan
kelembaban
luka
Merangsang
thalamus & korteks
serebri
Infasi
bakteri
Resiko Infeksi
Muncul
sensasi
nyeri
Gangguan rasa
nyaman: nyeri
Sumber:
Paraliti
s
Kelemaha
n
pergeraka
n sendi
Kontraktu
r
Gangguan
mobilitas fisik
Penurunan
tonus otot
sensori
Perubahan
persepsi
sensori
Prosedur
Aliran darah
ke otak
Kerusakan
neuromuskule
r
Trauma
jaringan
Mengaktivasi
reseptor nyeri
Melalui sistem
saraf asceden
reseptor nyeri
Perdarahan
Penekanan pada
sumsum saraf pusat
(SSP)
Gangguan
metabolism
e
Penurunan
suplay O2 ke
otak
Penekanan
pusat
pernafasan
Penekanan pada
sistem
cardiovaskuler
Asam
laktat
Hipoksia
jaringan
Penurunan
kerja organ
pernafasan
Penurunan
Cardiac Output
(COP)
Oedem
otak
Penurunan RR
Penurunan
ekspansi paru
Suplai darah
berkurang
Ketidakadekuata
n suplai O2
Penurunan
aliran darah
Gangguan
perfusi jaringan
Pola nafas
tidak
efektif