Professional Documents
Culture Documents
PERSALINAN NORMAL
Pembimbing :
dr. Supratiknyo, Sp.OG
Oleh :
Agy Firstiawan Wahyosi
201510401011026
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup
dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar. Persalinan biasa atau persalinan
normal atau persalinan spontan terjadi apabila bayi lahir dengan presentasi belakang
kepala tanpa memakai alat-alat atau alat bantu serta tidak melukai ibu dan bayi, dan
umumnya berlangsung dalam waktu kurang dari 24 jam.1
Persalinan merupakan hal yang wajar dan merupakan akhir dari kehamilan.
Kedua hal tersebut merupakan proses normal dalam upaya manusia untuk
mempertahankan spesiesnya. Meskipun kehamilan adalah suatu hal fisiologis, namun
dapat banyak hal yang dapat mengakibatkan komplikasi yang beresiko terhadap ibu
maupun janin.
Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) dan Biro
Pusat Statistik (BPS), angka kematian ibu di dunia mencapai 515.000 per tahun
dengan kebanyakan dari jumlah tersebut didapatkan di negara berkembang. Berbagai
komplikasi berkontribusi terhadap kematian ibu, antara lain perdarahan pasca
melahirkan, infeksi kehamilan, eklampsia, persalinan yang terhambat, aborsi, dan lain
sebagainya.
Angka kematian ibu yang tinggi dapat menandakan rendahnya kualitas
pelayanan di suatu negara. Selain itu, dampak dari kematian ibu juga dapat sangat
luas, baik secara materi maupun imateril. Kematian seorang ibu dapat menjadi suatu
kedukaan yang sangat mendalam bagi keluarga dekatnya. Hal ini menunjukan
pentingnya peran para tenaga medis untuk mampu memberikan layanan yang baik
bagi para calon ibu untuk mengurangi kemungkinan timbulnya komplikasi yang
merugikan.1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Definisi
Persalinan adalah suatu proses pengeluaran janin yang viable dari dalam
uterus melalui vagina kedunia luar. Persalinan dimulai dengan munculnya HIS
persalinan. Menjelang persalinan terjadi perubahan-perubahan yang sifatnya
fisiologis yang pada ibu/maternal yang nantinya berperan mendukung proses
persalinan. Berikut akan dibahas proses dalam persalinan normal.1
2.2 Teori Persalinan
Sebab-sebab dimulainya persalinan belum diketahui secara jelas. Terdapat
beberapa
teori
yang
mencoba
menerangkan
mengenai
awitan
persalinan,
diantaranya:2
1. Penurunan kadar progesteron.
Progesteron menimbulkan relaksasi otot-otot rahim, sebaliknya
estrogen meningkatkan ketegangan otot rahim. Selama kehamilan, terdapat
keseimbangan antara kadar progesteron dan estrogen di dalam darah , tetapi
pada akhir kehamilan kadar progesteron menurun sehingga timbul his 2.
2. Teori oksitosin.
Pada akhir kehamilan kadar oksitosin bertambah. Oleh karena itu,
timbul kontraksi otot-otot rahim.2
3. Keregangan otot-otot.
Apabila dinding kandung kencing dan lambung teregang karena isinya
bertambah, timbul kontraksi untuk mengeluarkan isinya. Demikian pula
dengan rahim, seiring dengan majunya kehamilan, otot-otot rahim makin
teregang dan rentan2.
4. Pengaruh janin.
Hipofisis dan kelenjar suprarenal janin rupanya memegang peranan.
Hal ini tampak pada kehamilan dengan janin anensefalus dan hipoplasia
adrenal sehingga kehamilan sering lebih lama dari biasanya.2
5. Teori prostaglandin.
Prostaglandin yang dihasilkan oleh desidua diduga menjadi salah satu
sebab
permulaan
persalinan.
Hasil
percobaan
menunjukkan
bahwa
rahim atau bagian atas vagina. Lamanya kala uri tidak lebih dari 30 menit, dan
pelepasan plasenta hanya memakan waktu 2-3 menit.
Tanda-tanda pelepasan plasenta :
- Uterus menjadi bundar dan lebih kaku
- Keluar darah yang banyak (250 cc) dan tiba-tiba
- Memanjangnya bagian tali pusat yang lahir
- Naiknya fundus uteri karena naiknya rahim di dalam abdomen sehingga lebih
mudah digerakkan1.
Pelahiran plasenta sebaiknya tidak boleh dipaksa sebelum pelepasan plasenta
karena dapat menyebabkan inverse uterus1.
D. Kala IV (Kala Pengawasan)
Merupakan kala pengawasan selama 1 jam setelah bayi dan uri lahir untuk
mengamati keadaan ibu terutama terhadap bahaya perdarahan postpartum. 7 pokok
penting yang harus diperhatikan pada kala 4 :
1) kontraksi uterus harus baik,
2) tidak ada perdarahan pervaginam atau dari alat genital lain,
3) plasenta dan selaput ketuban harus sudah lahir lengkap,
4) kandung kencing harus kosong,
5) luka-luka di perineum harus dirawat dan tidak ada hematoma,
6) resume keadaan umum bayi, dan
7) resume keadaan umum ibu1.
2.4 DIFERENSIASI AKTIVITAS UTERUS
Selama persalinan, uterus berubah bentuk menjadi dua bagian yang berbeda.
Segmen atas yang berkontaksi secara aktif menjadi lebih tebal ketika persalinan
langsung. Bagian bawah yang pasif ini berkembang menjadi jalan lahir yang
berdinding jauh lebih tipis. Segmen bawah uterus analaog dengan ismus uterus yang
melebar dan menipis pada perempuan yang tidak hamil; segmen bawah secara
bertahap terbentuk ketika kehamilan bertambah tua dan kemudian menjadi nipis
9
sekali pada saat persalinan. Dengan palpasi abdomen, kedua segmen dapat dibedakan
ketika terjadi kontraksi, sekalipun selaput ketuban belum pecah. Segmen atas uterus
cukup kencang atau keras, sedangkan konsistensi segmen bawah uterus jauh kurang
kencang1.
Segmen atas berkontraksi mengalami retraksi dan mendorong janin keluar
sebagai respons terhadap daya dodrong kontraksi segmen atas; sedangkan segmen
bawah uterus dan serviks akan semakin lunak berdilatasi; dan dengan cara demikian
membentuk suatu saluran muskular dan fibromuskular yang menipis sehingga janin
dapat menonjol keluar.
Miometrium pada segmen atas uterus tidak berelaksasi sampai kembali ke
panjang aslinya setelah kontraksi; tetapi menjadi relatif menetap pada panjang yang
lebih pendek. Namun, tegangannya tetap sama seperti sebelum kontaksi. Bagian atas
uterus, atau segmen aktif berkontaksi ke bawah meski pada saat isinya berkurang,
sehingga tekanan miometrium tetap konstan. Efek akhirnya adalah mengencangkan
yang kendur, dengan mempertahankan kondisi menguntungkan yang diperoleh dari
ekspulsi janin dan mempertahankan otot uterus tetap menempel erat pada isi uterus.
Sebagai konsekuensi retraksi, setiap kontaksi berikutnya mulai di tempat yang
ditinggalkan oleh kontraksi sebelumnya, sehingga bagian atas rongga uterus menjadi
sedikit lebih kecil pada setiap kontraksi berikutnya. Karena pemendekan serat otot
yang terus menerus pada setiap kontraksi, segmen atas uterus yang aktif menjadi
semakin menebal di sepanjang kala pertama dan kedua persalinan dan menjadi tebal
sekali tepat setelah pelahiran janin1.
Relaksasi segmen bawah uterus bukan merupakan relaksasi sempurna, tapi
lebih merupakan lawan retraksi. Serabut-serabut segmen bawah menjadi teregang
pada setiap kontaksi segmen atas, dan sesudahnya tidak kembali ke panjang
sebelumnya tetapi relatif tetap mempertahankan panjangnya yang lebih panjang;
namun tegangan pada dasarnya tetap sama seperti sebelumnya. Otot-otot masih
menunjukkan tonus. Ketika persalinan maju, pemanjangn berturut-turut segmen
bawah uterus diikuti dengan pemendekan, normalnya hanya beberapa milimeter pada
bagian yang paling tipis. Sebagai akibat menipisnya segmen bawah uterus dan
10
bersamaan dengan menebalnya segmen atas, batas antara keduanya ditandai oleh
suatu lingkaran pada permukaan dalam uterus, yang disebut sebagai cincin retraksi
fisiologik. Jika pemendekan segmen bawah uterus terlalu tipis, seperti pada partus
macet, cincin ini sangat menonjol sehingga membentuk cincin retraksi patologik.
Ini merupakan kondisi abnormal yang juga disebut sebagai cincin Bandl. Adanya
suatu gradien aktivitas fisiologik yang semakin mengecil dari fundus sampai serviks
dapat diketahui dari pengukuran bagian atas dan bawah uterus pada persalinan
normal1.
2.5 PERUBAHAN BENTUK UTERUS
Setiap kontraksi menghasilkan pemanjangan uterus berbentuk ovoid disertai
pengurangan diameter horisontal. Dengan perubahan bentuk ini, ada efek-efek
penting pada persalinan. Pertama, pengurangan diameter horisontal menimbulkan
pelurusan kolumna vetebralis janin, dengan menekankan kutub atasnya rapat-rapat
terhadap fundus uteri, sementara kutub bawah didorong lebih jauh ke bawah dan
menuju ke panggul. Pemanjangan janin berbentuk ovoid yang ditimbulkannya
diperkirakan telah mencapai antara 5 sampai 10 cm: tekanan yang diberikan dengan
cara ini dikenal sebagai tekanan sumbu janin. Kedua, dengan memanjangnya uterus,
serabut longitudinal ditarik tegang dan karena segmen bawah dan serviks merupakan
satu-satunya bagian uterus yang fleksibel, bagian ini ditarik ke atas pada kutub bawah
janin. Efek ini merupakan faktor yang penting untuk dilatasi serviks pada otot-otot
segmen bawah dan serviks1.
11
Gambar: uterus saat persalinan pervaginam. Segmen atas uterus yang aktif
beretraksi di sekeliling janin karena janin turun melalui jalan lahir. Di dalam segmen
bawah yang pasif, tonus miometrium jauh lebih kecil1
2.6 GAYA-GAYA TEMBAHAN PADA PERSALINAN
Setelah serviks berdilatasi penuh, gaya yang paling penting pada proses
ekspulsi janin adalah gaya yang dihasilkan oleh tekanan intraabdominal ibu yang
meninggi. Gaya ini terbentuk oleh kontraksi otot-otot abdomen secara bersamaan
melalui upaya pernapasa paksa dengan glotis tertutup. Gaya ini disebut mengejan.
Sifat gaya yang ditimbulkan sama dengan gaya yang terjadi pada defikasi, tapi
intensitasnya biasanya lebih besar. Dilatasi serviks yang sebagian besar adalah hasil
dari kontraksi uterus yang bekerja pada serviks yang melunak berlangsung secara
normal, tapi ekspulsi bayi dapat terlaksana dengan lebih mudah kalau ibu diminta
mengejan, dan dapat melakukan perintah tersebut selama terjadi kontraksi uterus.
Meskipun
tekanan
intraabdominal
yang
tinggi
diperlukan
untuk
menyelesaikan persalinan spontan, tenaga ini akan sia-sia sampai serviks membuka
lengkap. Secara spesifik, tenaga ini merupakan bantuan tambahan yang diperlukan
oleh kontraksi-kontraksi uterus pada kala dua persalinan, tetapi mengejan hanya
membantu sedikit pada kala satu selain menimbulkan kelelahan belaka. Tekanan
intaabdominal mungkin juga penting pada kala tiga persalinan, terutama bila ibu yang
12
melahirkan tidak diawasi. Setelah plasenta lepas, ekspulsi spontan plasenta dapat
dibantu oleh tekanan intraabdominal ibu yang meningkat1.
2.7 PERUBAHAN-PERUBAHAN PADA SERVIKS
Tenaga yang efektif pada kala satu persalinan adalah kontraksi uterus, yang
selanjutnya akan menghasilkan tekanan hidrostatik ke seluruh selaput ketuban
terhadap serviks dan segmen bawah uterus. Bila selaput ketuban sudah pecah, bagian
terbawah janin dipaksa langsung mendesak serviks dan segmen bawah uterus.
Sebagai akibat kegiatan daya dorong ini, terjadi dua perubahan mendasar-pendataran
dan dilatasi-pada serviks yang sudah melunak1.
Untuk lewatnya rata-rata kepala janin aterem melalui serviks, saluran serviks
harus dilebarkan sampai berdiameter sekitar 10 cm; pada saat ini serviks dikatakan
telah membuka lengkap. Mungkin tidak terdapat penurunan janin selama pendataran
serviks, tapi paling sering bagian terbawah janin mulai turun sedikit ketika sampai
pada kala dua persalinan. Penurunan bagian terbawah janin terjadi secara khas agak
lambat pada nulipara. Namun pada multipara, khususnya yang paritasnya tinggi,
penurunan biasanya berlangsung sangat cepat1.
2.8 PENDATARAN SERVIKS
Obliterasi atau pendataran serviks adalah pemendekan saluran serviks dari
sepanjang sekitar 2 cm menjadi hanya berupa muara melingkar dengan tepi hampir
setipis kertas. Proses ini disebut sebagai pendataran (effacement) dan terjadi dari atas
ke bawah. Serabut-serabut otot setinggi os serviks internum ditarik ke atas, atau
dipendekkan, menuju segmen bawah uterus, sementara kondisi os eksternum untuk
sementara tetap tidak berubah. Pinggir os internum ditarik ke atas beberapa
sentimeter sampai menjadi bagian (baik secara anatomik maupun fungsional) dari
segmen bawah uterus. Pemendekan dapat dibandingkan sengan suatu proses
pembentukan terowongan yang mengubah seluruh panjang sebuah tabung yang
sempit menjadi corong yang sangat tumpul dan mengembang dengan lubang keluar
melingkar kecil. Pendataran menyebabkan ekspulsi sumbat mukus ketika saluran
13
serviks memendek.1
14
lengkap, kala dua persalinan mulai; setelah itu hanya progresivitas turunnya bagian
terbawah janin merupakan satu-satunya alat ukur yang tersedia untuk menilai
kemajuan persalinan1.
2.11 POLA PENURUNAN JANIN
Pada banyak nulipara, masuknya bagian kepala janin ke pintu atas panggul
telah tercapai sebelum persalinan mulai, dan penurunan janin lebih jauh tidak akan
terjadi sampai awal persalinan. Sementara itu, pada multipara masuknya kepala janin
ke pintu atas panggul mula-mula tidak begitu sempurna, penurunan lebih jauh akan
terjadi pada kala satu persalinan. Dalam pola penurunan pada persalinan normal,
terbentuknya kurva hiperbolik yang khas ketika station pada kepala janin diplot pada
suatu fungsi durasi persalinan. Dalam pola penurunan aktif biasanya terjadi setelah
dilatasi serviks sudah maju untuk beberapa lama. Pada nulipara, kecepatan turun
biasanya bertambah cepat selama fase lerang maksimum dilatasi serviks. Pada waktu
ini, kecepatan turun bertambah sampai maksimum, dan laju penurunan maksimal ini
dipertahankan sampai bagian terbawah janin mencapai dasar perineum2.
2.12 KRITERIA PERSALINAN NORMAL
Friedman dalam penelitiannya mengembangkan konsep tiga bagian fungsional
persalinan yaitu persiapan, dilatasi, dan pelvik untuk menemukan bahwa bagian
persiapan dalam persalinan mungkin sensitif terhadap sedasi dan analgesi konduksi.
Meskipun terjadi dilatasi serviks kecil pada waktu ini, terjadi perubahan besar pada
matriks ekstraselular (kolagen dan komponen-komponen jaringan ikat lainnya) pada
serviks2.
Bagian dilatasi persalinan, sewaktu terjadi dilatasi dengan laju yang paling
cepat, pada prinsipnya tidak terpengaruh oleh sedasi atau analgesi konduksi2.
Bagian pelvik persalinan mulai bersamaan dengan fase deselarasi serviks.
Mekanisme-mekanisme klasik persalinan, yang melibatkan pergerakan-pergerakan
utama janin, terutama terjadi selama bagian pelvik persalinan ini. Awal bagian pelvik
ini jarang dapat dipisahkan secara klinis dari bagian dilatasi persalinan. Selain itu,
16
kecepatan dilatasi serviks tidak selalu berkurang ketika telah dicapai dilatasi lengkap;
bahkan mungkin malah lebih cepat2.
bidang
tempat
implantasi
plasenta.
Agar
plasenta
dapat
mengakomodasikan diri terhadap permukaan yang mengecil ini, organ ini membesar
ketebalannya, tetapi elastisitas plasenta terbatas, plasenta terpaksa menekuk.
Tegangan yang dihasilkannya menyebabkan lapisan desidua yang paling lemah
lapisan spongiosa, atau desidua spongiosa mengalah, dan pemisahan terjadi di tempat
ini. Oleh karena itu, terjadi pelepasan plasenta dan mengecilnya ukuran tempat
implantasi di bawahnya. Pada seksio sesarea fenomena ini mungkin dapat diamati
langsung bila plasenta berimplantasi di posterior2.
Pemisahan plasenta amat dipermudah oleh sifat struktur desidua spongiosa
yang longgar. Ketika pemisahan berlangsung, terbentuk hematoma di antara plasenta
yang sedang terpisah dan desidua yang tersisisa. Pembentukan hematoma biasanya
merupakan akibat, bukan penyebab dari pemisahan tersebut. Namun hematoma dapat
mempercepat proses pemisahan2.
Karena pemisahan plasenta melalui lapisan spongiosa desidua, bagian dari
desidua tersebut dibuang bersama plasenta, sementara sisanya tetap menempel pada
miometrium. Jumlah jaringan desidua yang tertinggal di tempat plasenta bervariasi.
Pemisahan plasenta biasanya terjadi dalam beberapa menit setelah pelahiran.
Kadangkala pemisahan dimulai sebelum kala tiga persalinan, yang mungkin
menjelaskan terjadinya kasus-kasus deselerasi denyut jantung janin tepat sebelum
ekspulsi janin2.
2.15 EKSTRUSI PLASENTA
Setelah plasenta terpisah dari tempat implantasinya, tekanan yang diberikan
padanya oleh dinding uterus menyebabkan organ ini menggelincir turun menuju ke
segmen bawah uterus atau bagian atas vagina. Pada beberapa kasus, plasenta dapat
terdorong keluar akibat meningginya tekanan abdomen. Metode artifisial yang biasa
digunakan untuk menyelesaikan pelahiran plasenta adalah bergantian menekan dan
menaikkan fundus, sambil melakukan traksi ringan pada pusat.
18
19
kepala janin yang eksentrik atau tidak simetris dengan sumbu lebih mendekati
subocciput, maka tahanan di jaringan dibawahnya terhadap kepala yang akan
menurun mengakibatkan kepala mengadakan fleksi di dalam rongga panggul. Dengan
fleksi kepala janin memasuki rongga panggul dengan ukuran yang paling kecil, yakni
dengan diameter suboccipito-bregmatica (9,5 cm) dan dengan sirkumferensia
suboccipito-bregmatica (32 cm). sampai di dasar panggul kepala janin berada di
dalam keadaan fleksi maksimal1.
Kepala yang sedang turun menemui diafragma pelvis yang berjalan dari
belakang atas ke bawah depan. Akibat kombinasi elastisitas diafragma pelvis dan
tekanan intrauterine disebabkan oleh his yang berulang-ulang, kepala mengadakan
rotasi, disebut dengan putaran paksi dalam. Di dalam hal mengadakan putaran paksi
ubun-ubun kecil akan berputar kearah depan sehingga di dasar panggul ubun-ubun
kecil berada dibawah simfisis1.
tampak. Perineum menjadi semakin lebar dan tipis, anus membuka dinding rectum.
Dengan kekuatan his bersama dengan kekuatan mengedan, berturut-turut tampak
bregma, dahi, muka dan akhirnya dagu. Sesudah kepala lahir, kepala segera
mengadakan rotasi, yang disebut putaran paksi luar1.
22
BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1
3.2
Identitas Penderita
Nama Istri
: Ny. RR
Umur
: 31 tahun
Suku
: Jawa
Pendidikan
: SMA
Pekerjaan
Agama
: Islam
Alamat
Status
: Menikah
MRS
Nama Suami
: Tn. D
Umur
: 34 tahun
Agama
: Islam
Suku
: Jawa
Pendidikan
: S1
Pekerjaan
: Swasta
Anamnesa
1. Keluhan Utama :
Kenceng-kenceng.
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Penderita datang ke RSU Haji dengan keluhan kenceng-kenceng di
daerah perutnya sejak siang jam 15.00 (23-08-2016) . Kenceng-kenceng
dirasakan di perut bagian bawah serta panggul. Mula-mula kenceng-kenceng
hanya sebentar dan jarang, + 1x dalam 10 menit. Kemudian pada pukul 21.00
23
kenceng- kenceng terasa makin sering muncul dan semakin kuat, disertai
keluarnya lendir bercampur darah sehingga penderita merasa khawatir dan
setelah merasa semakin nyeri, penderita diantar keluarganya ke UGD RS haji.
Penderita rutin kontrol ke dr kandungan tiap 1 bulan sekali sejak awal
kehamilan hingga bulan ke-8, dan setelah itu kontrol setiap 2 minggu sekali.
Penderita mulai merasakan gerakan janin pada saat umur kehamilan 16
minggu, gerakan janin aktif.
Penderita tidak mengeluhkan bengkak pada kedua kakinya. Tidak ada
keluhan nyeri kepala, nyeri ulu hati (-), badan terasa lemas (-), mata berkunangkunang (-), pandangan kabur (-). Penderita tidak pernah mengalami perdarahan
sebelum dan selama kehamilan. Penderita juga tidak pernah minum jamujamuan.
: disangkal
Diabetes mellitus
: disangkal
Asma
: disangkal
Alergi
: disangkal
Diabetes mellitus
: disangkal
Asma
: disangkal
Alergi
: disangkal
5. Riwayat Haid
Menarche
: 13 tahun
Siklus
: 35 hari, teratur
Lama
: 5-7 hari
Dismenorhea
: (-)
24
HPHT
: 10-12-2015
TP
: 17-09-2016
Usia Kehamilan
: 37-38 minggu
6. Riwayat Perkawinan
Menikah
: 1 kali
Lama menikah
: 8 tahun
Pemeriksaan Fisik
a. Vital sign
Tinggi badan
: 160 cm
Berat badan
: 60 kg
BMI
: 23.4 (Normal)
Kesadaran
: Compos Mentis
A/ I/C/D
:-/-/-/-
Tekanan darah
: 120/80mmHg
Nadi
: 84 x / menit
Suhu (axiller)
: 36,5 C
RR
: 20 x / menit
25
b. Status Generalis
Kepala : Oedem kelopak mata - / Konjunctiva anemis - / Sclera icterus - / Leher
Cor
Abdomen
: Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Ekstremitas : Akral hangat +/+/+/+, Edem -/-/-/-, Cyanosis (-), CRT < 2 detik
c. Status obstetri
TFU
: 30 cm
Letak janin
Inspeksi
Luka bekas operasi
: (-)
Striae Albicans
: (+)
Linea nigra
: (+)
Palpasi
Leopold 1 : Teraba bagian janin bulat, lunak, kesan bokong. TFU 30 cm.
Leopold 2 : Ka: Teraba bagian kecil janin.
Ki: Teraba bentukan panjang dan keras seperti papan
Leopold 3 : Teraba bagian bulat, keras, melenting. Sudah masuk PAP
Leopold 4 : Divergent
HIS
: (+) 4x 45
26
: 7 cm
Effacement
: 75 %
Presentasi
: Kepala
Denominator
: UUK di depan
Hodge
: III
Selaput ketuban
:+
3.4
Pemeriksaan Penunjang
Hasil Lab
DL
Hb
: 11,7 g/dl
Leukosit
: 10.200/mm3
Hct
: 33,3 %
(33 - 45)
Trombosit
: 163.000/mm3
(150.000 - 440.000)
: 84
(50-140)
Kimia Klinik
GDA
imunoserologi
HBsAg
mg/dl
(12,8 - 16,8)
(4.500 - 13.500)
: (-)
3.5 Resume
Wanita 31 tahun datang dengan keluhan kenceng-kenceng sejak 7 jam
yang lalu sebelum MKB kenceng-kenceng dirasakan semakin sering dan kuat.
Penderita juga mengeluhkan adanya darah dan lendir sejak sebelum MRS.
Gerakan janin aktif. Penderita juga rutin kontrol ke dokter.
27
HPHT
: 10-12-2015
TP
: 17-09-2016
Usia Kehamilan
: 37-38 minggu
Riwayat Persalinan
1. 6 bulan / IUFD / di induksi
2. Aterm/ / Spt- B/ bidan/ 3000 gr // 4,5 thn
3. Hamil ini
Pemeriksaan Fisik :
1. Status Generalis: dbN
2. Status Obstetri :
TFU : 30 cm
His
Leopold 1
Leopold 2
Leopold 3
Leopold 4
: Divergent
HIS
: (+) 4x 45
Auskultasi
DJJ : 150 x/menit, irama teratur
Urogenital
: lendir ( + ), darah ( + )
VT
3.6
Diagnosa Kerja
GIII P11001 UK 37-38 minggu / Aterm / THIU / Letak membujur presentasi
kepala / Inpartu kala I fase aktif / UPD~N / Hodge III / TBJ: 2945gram
3.7 Planning
Diagnosis: NST, USG
Terapi: Evaluasi 3 jam pro Spt. B
Monitoring
- Observasi tanda inpartu
- Vital sign (Tensi, nadi, suhu, RR)
- Observasi CHPB dan keluhan pasien
Edukasi
-
3.8 Follow Up
Tanggal 23- 08- 2016
pk.24.00
29
HR: 84
RR: 20
Temp: 36,7C
pk.02.20
S: Pasien mengeluhkan mules
O: KU: baik, TD = 110/70, nadi = 86x/mnt, RR = 20x/mnt, t = 36,7C, Kontraksi
uterus : (+) baik, TFU : 1 jari dibawah umbilicus
A: P21002 post partus spt.B 2 jam.
P: Pro pindah ruang nifas.
Mobilisasi bertahap
Diet TKTP
P.O Asam Mefenamat 3x1
P.O Hemafort 2x1
30
31
DAFTAR PUSTAKA
32