You are on page 1of 32

REFERAT RESPONSI

PERSALINAN NORMAL

Pembimbing :
dr. Supratiknyo, Sp.OG

Oleh :
Agy Firstiawan Wahyosi
201510401011026

SMF ILMU KANDUNGAN DAN KEBIDANAN


RSU HAJI SURABAYA
UNIVERSITAS MUHAMMADYAH MALANG
2016

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ...................................................................................................2


BAB 1 PENDAHULUAN...............................................................................3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA......................................................................5
2.1 Definisi.........................................................................................5
2.2 Teori Persalinan............................................................................5
2.3 Kala Persalinan.............................................................................7
2.4 Diferensiasi Aktifitas Uterus........................................................10
2.5 Perubahan Bentuk Uterus.............................................................11
2.6 Gaya Tambahan Pada Persalinan Normal.....................................12
2.7 Perubahan Pada Serviks................................................................13
2.8 Pendataran Serviks.......................................................................13
2.9 Dilatasi Serviks.............................................................................15
2.10 Pola Dilatasi Serviks...................................................................15
2.11 Pola Penurunan Janin..................................................................16
2.12 Kriteria Persalinan Normal.........................................................17
2.13 Ketuban Pecah............................................................................18
2.14 Pelepasan Plasenta......................................................................18
2.15 Ekstrusi Plasenta.........................................................................19
2.16 Mekanisme Persalinan Normal...................................................20
BAB 3 TINJAUAN KASUS...........................................................................24
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................33
2

BAB I
PENDAHULUAN
Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup
dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar. Persalinan biasa atau persalinan
normal atau persalinan spontan terjadi apabila bayi lahir dengan presentasi belakang
kepala tanpa memakai alat-alat atau alat bantu serta tidak melukai ibu dan bayi, dan
umumnya berlangsung dalam waktu kurang dari 24 jam.1
Persalinan merupakan hal yang wajar dan merupakan akhir dari kehamilan.
Kedua hal tersebut merupakan proses normal dalam upaya manusia untuk
mempertahankan spesiesnya. Meskipun kehamilan adalah suatu hal fisiologis, namun
dapat banyak hal yang dapat mengakibatkan komplikasi yang beresiko terhadap ibu
maupun janin.
Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) dan Biro
Pusat Statistik (BPS), angka kematian ibu di dunia mencapai 515.000 per tahun
dengan kebanyakan dari jumlah tersebut didapatkan di negara berkembang. Berbagai
komplikasi berkontribusi terhadap kematian ibu, antara lain perdarahan pasca
melahirkan, infeksi kehamilan, eklampsia, persalinan yang terhambat, aborsi, dan lain
sebagainya.
Angka kematian ibu yang tinggi dapat menandakan rendahnya kualitas
pelayanan di suatu negara. Selain itu, dampak dari kematian ibu juga dapat sangat
luas, baik secara materi maupun imateril. Kematian seorang ibu dapat menjadi suatu
kedukaan yang sangat mendalam bagi keluarga dekatnya. Hal ini menunjukan
pentingnya peran para tenaga medis untuk mampu memberikan layanan yang baik
bagi para calon ibu untuk mengurangi kemungkinan timbulnya komplikasi yang
merugikan.1

Berdasarkan hal tersebut, pentinglah bagi tenaga kesehatan, khususnya dokter


umum untuk mengerti dan memahami langkah-langkah persalinan normal. Dokter
umum yang mengabdi di daerah terpencil dimana layanan kesehatan masih terbatas
menjadi sangat penting karena besar kemungkinan mereka menjadi jujukan utama
bagi para ibu hamil dan merupakan suatu tantangan tersendiri untuk mengurangi
angka kematian ibu di Indonesia.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Definisi
Persalinan adalah suatu proses pengeluaran janin yang viable dari dalam

uterus melalui vagina kedunia luar. Persalinan dimulai dengan munculnya HIS
persalinan. Menjelang persalinan terjadi perubahan-perubahan yang sifatnya
fisiologis yang pada ibu/maternal yang nantinya berperan mendukung proses
persalinan. Berikut akan dibahas proses dalam persalinan normal.1
2.2 Teori Persalinan
Sebab-sebab dimulainya persalinan belum diketahui secara jelas. Terdapat
beberapa

teori

yang

mencoba

menerangkan

mengenai

awitan

persalinan,

diantaranya:2
1. Penurunan kadar progesteron.
Progesteron menimbulkan relaksasi otot-otot rahim, sebaliknya
estrogen meningkatkan ketegangan otot rahim. Selama kehamilan, terdapat
keseimbangan antara kadar progesteron dan estrogen di dalam darah , tetapi
pada akhir kehamilan kadar progesteron menurun sehingga timbul his 2.
2. Teori oksitosin.
Pada akhir kehamilan kadar oksitosin bertambah. Oleh karena itu,
timbul kontraksi otot-otot rahim.2
3. Keregangan otot-otot.
Apabila dinding kandung kencing dan lambung teregang karena isinya
bertambah, timbul kontraksi untuk mengeluarkan isinya. Demikian pula
dengan rahim, seiring dengan majunya kehamilan, otot-otot rahim makin
teregang dan rentan2.

4. Pengaruh janin.
Hipofisis dan kelenjar suprarenal janin rupanya memegang peranan.
Hal ini tampak pada kehamilan dengan janin anensefalus dan hipoplasia
adrenal sehingga kehamilan sering lebih lama dari biasanya.2
5. Teori prostaglandin.
Prostaglandin yang dihasilkan oleh desidua diduga menjadi salah satu
sebab

permulaan

persalinan.

Hasil

percobaan

menunjukkan

bahwa

prostaglandin E dan F yang diberikan secara intravena, intra dan ekstraamnial


menimbulkan kontraksi myiometrium pada setiap umur kehamilan. Hal ini
juga disokong dengan adanya kadar prostaglandin yang tinggi, baik dalam air
ketuban maupun darah perifer pada ibu-ibu hamil sebelum melahirkan atau
selama persalinan.
Sebenarnya, sebab-sebab dimulainya partus sampai kini masih
merupakan teori-teori yang kompleks, secara umum dapat dikelompokkan
pula sebagai berikut : (1). Faktor-faktor humoral, pengaruh prostaglandin,
struktur uterus, sirkulasi uterus, pengaruh saraf dan nutrisi disebut sebagai
faktor faktor yang mengakibatkan partus mulai. (2). Perubahan biokimia dan
biofisika juga berperan dimana terjadi penurunan kadar hormon estrogen dan
progesteron. Seperti diketahui progesteron merupakan penenang bagi otot-otot
uterus. (3) Plasenta juga menjadi tua dengan lamanya kehamilan. Vili koriales
mengalami perubahan sehingga kadar estrogen dan progesteron menurun. (4)
Gangguan sirkulasi uteroplasenter juga terjadi dimana keadaan uterus yang
terus membesar dan menjadi tegang mengakibatkan iskemia otot-otot uterus.2

2.3 Kala Persalinan


Mekanisme persalinan terdiri dari 4 kala, yaitu :
Kala I: Kala pendataran dan dilatasi serviks, dimulai ketika telah tercapai kontraksi
uterus yang cukup untuk menghasilkan pendataran dan dilatasi serviks, dan
berakhir ketika serviks sudah membuka lengkap (sekitar 10 cm)
Kala II: Kala pengeluaran janin (ekspulsi janin), dimulai ketika dilatasi serviks sudah
lengkap, dan berakhir ketika janin sudah lahir.
Kala III : Waktu untuk pelepasan dan ekspulsi plasenta
Kala IV: Satu jam setelah plasenta lahir lengkap1
A. Kala I (Kala Pembukaan)
Pada kala pembukaan, his belum begitu kuat, datangnya setiap 10-15 menit
dan tidak seberapa mengganggu ibu, sehingga ibu seringkali masih dapat berjalan.
Lambat laun his bertambah kuat, interval menjadi lebih pendek, kontraksi juga
menjadi lebih kuat dan lebih lama. Lendir berdarah bertambah banyak.
Secara klinis dapat dikatakan partus dimulai apabila timbul his dan wanita
tersebut mengeluarkan lendir yang bersemu darah (bloody show). Lendir yang
bersemu darah ini berasal dari lendir kanalis servikalis mulai membuka atau
mendatar. Proses membukanya serviks sebagai akibat his dibagi dalam 2 fase :
1. Fase laten : Berlangsung selama 8 jam. Pembukaan terjadi sangat lambat
sampai mencapai ukuran diameter 3 cm
2. Fase aktif : Dibagi dalam 3 fase lagi yakni:
- Fase akselerasi: dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm tadi menjadi 4 cm
- Fase dilatasi maksimal: dalam waktu 2 jam pembukaan berlangsung
sangat cepat, dari 4cm, menjadi 9 cm
- Fase deselerasi: pembukaan menjadi lambat kembali. Dalam waktu 2 jam
pembukaan dari 9 cm menjadi lengkap.
- Fase-fase tersebut dijumpai pada primigravida. Pada multigravida pun
terjadi demikian, akan tetapi fase laten, fase aktif, dan fase deselerasi
terjadi lebih pendek.1
7

Mekanisme membukanya serviks berbeda pada primigravida dan multigravida.


Pada yang pertama, ostium uteri internum akan membuka lebih dulu, sehingga
serviks akan mendatar dan menipis. Baru kemudian ostium uteri eksternum
membuka. Sedangkan pada multigravida ostium uteri internum sudah sedikit terbuka.
Kala I selesai apabila pembukaan serviks uteri telah lengkap. Pada primigravida kala
I berlangsung kira-kira 14 jam, sedangkan pada multipara kira-kira 7 jam.1
B. Kala II (Kala Pengeluaran Janin)
Fase ini dimulai ketika dilatasi serviks lengkap dan berakhir dengan pelahiran
janin. Durasi sekira 50 menit untuk nulipara dan sekitar 20 menit multipara, tetapi
sangat bervariasi. Pada kala II his menjadi lebih kuat dan lebih cepat, kontraksi
selama 50-100 detik, kira-kira tiap 2-3 menit. Karena biasanya kepala janin sudah
masuk di ruang panggul, maka pada his dirasakan tekanan pada otot-otot dasar
panggul, yaitu secara reflektoris menimbulkan rasa mengedan. Ibu merasa pula :1
1. Tekanan pada rectum
2. Hendak buang air besar
3. Perineum mulai menonjol dan melebar
4. Anus membuka
5. Labia mulai membuka dan tidak lama kemudian kepala janin tampak dalam vulva
pada waktu his.
Dengan his dan kekuatan mengedan maksimal kepala janin dilahirkan dengan
suboksiput di bawah simfisis dan dahi, muka, dan dagu melewati perineum. Setelah
istirahat sebentar, his mulai lagi untuk mengeluarkan badan dan anggota bayi1.
C. Kala III (Kala Pengeluaran Uri)
Terdiri dari 2 fase, yaitu: (1) fase ekstrusi, (2) fase ekspulsi. Setelah anak lahir,
his berhenti sebentar, tetapi timbul lagi setelah beberapa menit. His ini dinamakan his
pelepasan uri yang berfungsi melepaskan uri, sehingga terletak pada segmen bawah

rahim atau bagian atas vagina. Lamanya kala uri tidak lebih dari 30 menit, dan
pelepasan plasenta hanya memakan waktu 2-3 menit.
Tanda-tanda pelepasan plasenta :
- Uterus menjadi bundar dan lebih kaku
- Keluar darah yang banyak (250 cc) dan tiba-tiba
- Memanjangnya bagian tali pusat yang lahir
- Naiknya fundus uteri karena naiknya rahim di dalam abdomen sehingga lebih
mudah digerakkan1.
Pelahiran plasenta sebaiknya tidak boleh dipaksa sebelum pelepasan plasenta
karena dapat menyebabkan inverse uterus1.
D. Kala IV (Kala Pengawasan)
Merupakan kala pengawasan selama 1 jam setelah bayi dan uri lahir untuk
mengamati keadaan ibu terutama terhadap bahaya perdarahan postpartum. 7 pokok
penting yang harus diperhatikan pada kala 4 :
1) kontraksi uterus harus baik,
2) tidak ada perdarahan pervaginam atau dari alat genital lain,
3) plasenta dan selaput ketuban harus sudah lahir lengkap,
4) kandung kencing harus kosong,
5) luka-luka di perineum harus dirawat dan tidak ada hematoma,
6) resume keadaan umum bayi, dan
7) resume keadaan umum ibu1.
2.4 DIFERENSIASI AKTIVITAS UTERUS
Selama persalinan, uterus berubah bentuk menjadi dua bagian yang berbeda.
Segmen atas yang berkontaksi secara aktif menjadi lebih tebal ketika persalinan
langsung. Bagian bawah yang pasif ini berkembang menjadi jalan lahir yang
berdinding jauh lebih tipis. Segmen bawah uterus analaog dengan ismus uterus yang
melebar dan menipis pada perempuan yang tidak hamil; segmen bawah secara
bertahap terbentuk ketika kehamilan bertambah tua dan kemudian menjadi nipis
9

sekali pada saat persalinan. Dengan palpasi abdomen, kedua segmen dapat dibedakan
ketika terjadi kontraksi, sekalipun selaput ketuban belum pecah. Segmen atas uterus
cukup kencang atau keras, sedangkan konsistensi segmen bawah uterus jauh kurang
kencang1.
Segmen atas berkontraksi mengalami retraksi dan mendorong janin keluar
sebagai respons terhadap daya dodrong kontraksi segmen atas; sedangkan segmen
bawah uterus dan serviks akan semakin lunak berdilatasi; dan dengan cara demikian
membentuk suatu saluran muskular dan fibromuskular yang menipis sehingga janin
dapat menonjol keluar.
Miometrium pada segmen atas uterus tidak berelaksasi sampai kembali ke
panjang aslinya setelah kontraksi; tetapi menjadi relatif menetap pada panjang yang
lebih pendek. Namun, tegangannya tetap sama seperti sebelum kontaksi. Bagian atas
uterus, atau segmen aktif berkontaksi ke bawah meski pada saat isinya berkurang,
sehingga tekanan miometrium tetap konstan. Efek akhirnya adalah mengencangkan
yang kendur, dengan mempertahankan kondisi menguntungkan yang diperoleh dari
ekspulsi janin dan mempertahankan otot uterus tetap menempel erat pada isi uterus.
Sebagai konsekuensi retraksi, setiap kontaksi berikutnya mulai di tempat yang
ditinggalkan oleh kontraksi sebelumnya, sehingga bagian atas rongga uterus menjadi
sedikit lebih kecil pada setiap kontraksi berikutnya. Karena pemendekan serat otot
yang terus menerus pada setiap kontraksi, segmen atas uterus yang aktif menjadi
semakin menebal di sepanjang kala pertama dan kedua persalinan dan menjadi tebal
sekali tepat setelah pelahiran janin1.
Relaksasi segmen bawah uterus bukan merupakan relaksasi sempurna, tapi
lebih merupakan lawan retraksi. Serabut-serabut segmen bawah menjadi teregang
pada setiap kontaksi segmen atas, dan sesudahnya tidak kembali ke panjang
sebelumnya tetapi relatif tetap mempertahankan panjangnya yang lebih panjang;
namun tegangan pada dasarnya tetap sama seperti sebelumnya. Otot-otot masih
menunjukkan tonus. Ketika persalinan maju, pemanjangn berturut-turut segmen
bawah uterus diikuti dengan pemendekan, normalnya hanya beberapa milimeter pada
bagian yang paling tipis. Sebagai akibat menipisnya segmen bawah uterus dan
10

bersamaan dengan menebalnya segmen atas, batas antara keduanya ditandai oleh
suatu lingkaran pada permukaan dalam uterus, yang disebut sebagai cincin retraksi
fisiologik. Jika pemendekan segmen bawah uterus terlalu tipis, seperti pada partus
macet, cincin ini sangat menonjol sehingga membentuk cincin retraksi patologik.
Ini merupakan kondisi abnormal yang juga disebut sebagai cincin Bandl. Adanya
suatu gradien aktivitas fisiologik yang semakin mengecil dari fundus sampai serviks
dapat diketahui dari pengukuran bagian atas dan bawah uterus pada persalinan
normal1.
2.5 PERUBAHAN BENTUK UTERUS
Setiap kontraksi menghasilkan pemanjangan uterus berbentuk ovoid disertai
pengurangan diameter horisontal. Dengan perubahan bentuk ini, ada efek-efek
penting pada persalinan. Pertama, pengurangan diameter horisontal menimbulkan
pelurusan kolumna vetebralis janin, dengan menekankan kutub atasnya rapat-rapat
terhadap fundus uteri, sementara kutub bawah didorong lebih jauh ke bawah dan
menuju ke panggul. Pemanjangan janin berbentuk ovoid yang ditimbulkannya
diperkirakan telah mencapai antara 5 sampai 10 cm: tekanan yang diberikan dengan
cara ini dikenal sebagai tekanan sumbu janin. Kedua, dengan memanjangnya uterus,
serabut longitudinal ditarik tegang dan karena segmen bawah dan serviks merupakan
satu-satunya bagian uterus yang fleksibel, bagian ini ditarik ke atas pada kutub bawah
janin. Efek ini merupakan faktor yang penting untuk dilatasi serviks pada otot-otot
segmen bawah dan serviks1.

11

Gambar: uterus saat persalinan pervaginam. Segmen atas uterus yang aktif
beretraksi di sekeliling janin karena janin turun melalui jalan lahir. Di dalam segmen
bawah yang pasif, tonus miometrium jauh lebih kecil1
2.6 GAYA-GAYA TEMBAHAN PADA PERSALINAN
Setelah serviks berdilatasi penuh, gaya yang paling penting pada proses
ekspulsi janin adalah gaya yang dihasilkan oleh tekanan intraabdominal ibu yang
meninggi. Gaya ini terbentuk oleh kontraksi otot-otot abdomen secara bersamaan
melalui upaya pernapasa paksa dengan glotis tertutup. Gaya ini disebut mengejan.
Sifat gaya yang ditimbulkan sama dengan gaya yang terjadi pada defikasi, tapi
intensitasnya biasanya lebih besar. Dilatasi serviks yang sebagian besar adalah hasil
dari kontraksi uterus yang bekerja pada serviks yang melunak berlangsung secara
normal, tapi ekspulsi bayi dapat terlaksana dengan lebih mudah kalau ibu diminta
mengejan, dan dapat melakukan perintah tersebut selama terjadi kontraksi uterus.
Meskipun

tekanan

intraabdominal

yang

tinggi

diperlukan

untuk

menyelesaikan persalinan spontan, tenaga ini akan sia-sia sampai serviks membuka
lengkap. Secara spesifik, tenaga ini merupakan bantuan tambahan yang diperlukan
oleh kontraksi-kontraksi uterus pada kala dua persalinan, tetapi mengejan hanya
membantu sedikit pada kala satu selain menimbulkan kelelahan belaka. Tekanan
intaabdominal mungkin juga penting pada kala tiga persalinan, terutama bila ibu yang

12

melahirkan tidak diawasi. Setelah plasenta lepas, ekspulsi spontan plasenta dapat
dibantu oleh tekanan intraabdominal ibu yang meningkat1.
2.7 PERUBAHAN-PERUBAHAN PADA SERVIKS
Tenaga yang efektif pada kala satu persalinan adalah kontraksi uterus, yang
selanjutnya akan menghasilkan tekanan hidrostatik ke seluruh selaput ketuban
terhadap serviks dan segmen bawah uterus. Bila selaput ketuban sudah pecah, bagian
terbawah janin dipaksa langsung mendesak serviks dan segmen bawah uterus.
Sebagai akibat kegiatan daya dorong ini, terjadi dua perubahan mendasar-pendataran
dan dilatasi-pada serviks yang sudah melunak1.
Untuk lewatnya rata-rata kepala janin aterem melalui serviks, saluran serviks
harus dilebarkan sampai berdiameter sekitar 10 cm; pada saat ini serviks dikatakan
telah membuka lengkap. Mungkin tidak terdapat penurunan janin selama pendataran
serviks, tapi paling sering bagian terbawah janin mulai turun sedikit ketika sampai
pada kala dua persalinan. Penurunan bagian terbawah janin terjadi secara khas agak
lambat pada nulipara. Namun pada multipara, khususnya yang paritasnya tinggi,
penurunan biasanya berlangsung sangat cepat1.
2.8 PENDATARAN SERVIKS
Obliterasi atau pendataran serviks adalah pemendekan saluran serviks dari
sepanjang sekitar 2 cm menjadi hanya berupa muara melingkar dengan tepi hampir
setipis kertas. Proses ini disebut sebagai pendataran (effacement) dan terjadi dari atas
ke bawah. Serabut-serabut otot setinggi os serviks internum ditarik ke atas, atau
dipendekkan, menuju segmen bawah uterus, sementara kondisi os eksternum untuk
sementara tetap tidak berubah. Pinggir os internum ditarik ke atas beberapa
sentimeter sampai menjadi bagian (baik secara anatomik maupun fungsional) dari
segmen bawah uterus. Pemendekan dapat dibandingkan sengan suatu proses
pembentukan terowongan yang mengubah seluruh panjang sebuah tabung yang
sempit menjadi corong yang sangat tumpul dan mengembang dengan lubang keluar
melingkar kecil. Pendataran menyebabkan ekspulsi sumbat mukus ketika saluran
13

serviks memendek.1

2.9 DILATASI SERVIKS


Jika dibandingkan dengan korpus uteri, segmen bawah uterus dan serviks
merupakan daerah yang resistensinya lebih kecil. Ketika kontraksi uterus
menimbulkan tekanan pada selaput ketuban, tekanan hidrostatik kantong amnion
akan melebarkan saluran serviks. Bila selaput ketuban sudah pecah, tekanan pada
bagian bawah janin terhadap serviks dan segmen bawah uterus juga sama efektifnya.
Selaput ketuban yang pecah dini tidak mengurangi dilatasi serviks selama bagian
terbawah janin berada pada posisi meneruskan tekanan terhadap serviks dan segmen
bawah uterus1.

14

POLA-POLA PERUBAHAN PADA PERSALINAN


2.10 POLA DILATASI SERVIKS
Menurut Friedman, selain dilatasi serviks dan turunnya janin, tidak ada ciri
klinis pada ibu melahirkan yang tampaknya bermanfaat untuk menilai kemajuan
persalinan1.
Pola dilatasi serviks yang terjadi selama berlangsungnya persalinan normal
mempunyai bentuk kurva sigmoid. Dua fase dilatasi serviks adalah fase laten dan fase
aktif. Fase aktif dibagi lagi menjadi fase akselerasi, fase lereng maksimum, dan fase
deselerasi1.
Lamanya fase laten lebih bervariasi dan rentan terhadap perubahan oleh
faktor-faktor luar, dan oleh sedasi (pemanjangan fase laten). Lamanya fase laten kecil
hubungannya dengan perjalanan proses persalinan berikutnya, sementara ciri-ciri fase
akselerasi biasanya mempunyai nilai prediktif yang lebih besar terhadap hasil akhir
persalinan tersebut. Lengkapnya dilatasi serviks pada fase aktif persalinan dihasilkan
oleh retraksi serviks di sekeliling bagian terbawah janin. Setelah dilatasi serviks
15

lengkap, kala dua persalinan mulai; setelah itu hanya progresivitas turunnya bagian
terbawah janin merupakan satu-satunya alat ukur yang tersedia untuk menilai
kemajuan persalinan1.
2.11 POLA PENURUNAN JANIN
Pada banyak nulipara, masuknya bagian kepala janin ke pintu atas panggul
telah tercapai sebelum persalinan mulai, dan penurunan janin lebih jauh tidak akan
terjadi sampai awal persalinan. Sementara itu, pada multipara masuknya kepala janin
ke pintu atas panggul mula-mula tidak begitu sempurna, penurunan lebih jauh akan
terjadi pada kala satu persalinan. Dalam pola penurunan pada persalinan normal,
terbentuknya kurva hiperbolik yang khas ketika station pada kepala janin diplot pada
suatu fungsi durasi persalinan. Dalam pola penurunan aktif biasanya terjadi setelah
dilatasi serviks sudah maju untuk beberapa lama. Pada nulipara, kecepatan turun
biasanya bertambah cepat selama fase lerang maksimum dilatasi serviks. Pada waktu
ini, kecepatan turun bertambah sampai maksimum, dan laju penurunan maksimal ini
dipertahankan sampai bagian terbawah janin mencapai dasar perineum2.
2.12 KRITERIA PERSALINAN NORMAL
Friedman dalam penelitiannya mengembangkan konsep tiga bagian fungsional
persalinan yaitu persiapan, dilatasi, dan pelvik untuk menemukan bahwa bagian
persiapan dalam persalinan mungkin sensitif terhadap sedasi dan analgesi konduksi.
Meskipun terjadi dilatasi serviks kecil pada waktu ini, terjadi perubahan besar pada
matriks ekstraselular (kolagen dan komponen-komponen jaringan ikat lainnya) pada
serviks2.
Bagian dilatasi persalinan, sewaktu terjadi dilatasi dengan laju yang paling
cepat, pada prinsipnya tidak terpengaruh oleh sedasi atau analgesi konduksi2.
Bagian pelvik persalinan mulai bersamaan dengan fase deselarasi serviks.
Mekanisme-mekanisme klasik persalinan, yang melibatkan pergerakan-pergerakan
utama janin, terutama terjadi selama bagian pelvik persalinan ini. Awal bagian pelvik
ini jarang dapat dipisahkan secara klinis dari bagian dilatasi persalinan. Selain itu,
16

kecepatan dilatasi serviks tidak selalu berkurang ketika telah dicapai dilatasi lengkap;
bahkan mungkin malah lebih cepat2.

2.13 KETUBAN PECAH


Pecah ketuban secara spontan paling sering terjadi sewaktu-waktu pada
persalinan aktif. Pecah ketuban secara khas tampak jelas sebagai semburan cairan
yang normalnya jernih atau sedikit keruh, hampir tidak berwarna dengan jumlah yang
bervariasi. Selaput ketuban yang masih utuh sampai bayi lahir lebih jarang
ditemukan. Jika kebetulan selaput ketuban masih utuh sampai pelahiran selesai, janin
yang lahir dibungkus oleh selaput ketuban ini, dan bagian yang membungkus kepala
bayi baru lahir kadangkala disebut sebagai caul. Pecah ketuban sebelum persalinan
mulai pada tahapan kehamilan manapun disebut sebagai ketuban pecah2.
2.14 PERLEPASAN PLASENTA
Kala 3 persalinan dimulai setelah kelahiran janin dan melibatkan perlepasan
dan ekspulsi plasenta. Setelah kelahiran plasenta dan selaput janin, persalinan aktif
selesai. Karena bayi sudah lahir, uterus secara spontan berkontraksi keras dengan isi
yang sudah kosong. Normalnya, pada saat bayi selesai dilahirkan rongga uterus
hampir terobliterasi dan organ ini berupa suatu massa otot yang hampir padat, dengan
tebal beberapa sentimerer di atas segmen bawah yang lebih tipis. Fundus uteri
17

sekarang berada di bawah batas ketinggian umbilikus2.


Penyusutan ukuran uterus yang mendadak ini selalu disertai dengan
pengurangan

bidang

tempat

implantasi

plasenta.

Agar

plasenta

dapat

mengakomodasikan diri terhadap permukaan yang mengecil ini, organ ini membesar
ketebalannya, tetapi elastisitas plasenta terbatas, plasenta terpaksa menekuk.
Tegangan yang dihasilkannya menyebabkan lapisan desidua yang paling lemah
lapisan spongiosa, atau desidua spongiosa mengalah, dan pemisahan terjadi di tempat
ini. Oleh karena itu, terjadi pelepasan plasenta dan mengecilnya ukuran tempat
implantasi di bawahnya. Pada seksio sesarea fenomena ini mungkin dapat diamati
langsung bila plasenta berimplantasi di posterior2.
Pemisahan plasenta amat dipermudah oleh sifat struktur desidua spongiosa
yang longgar. Ketika pemisahan berlangsung, terbentuk hematoma di antara plasenta
yang sedang terpisah dan desidua yang tersisisa. Pembentukan hematoma biasanya
merupakan akibat, bukan penyebab dari pemisahan tersebut. Namun hematoma dapat
mempercepat proses pemisahan2.
Karena pemisahan plasenta melalui lapisan spongiosa desidua, bagian dari
desidua tersebut dibuang bersama plasenta, sementara sisanya tetap menempel pada
miometrium. Jumlah jaringan desidua yang tertinggal di tempat plasenta bervariasi.
Pemisahan plasenta biasanya terjadi dalam beberapa menit setelah pelahiran.
Kadangkala pemisahan dimulai sebelum kala tiga persalinan, yang mungkin
menjelaskan terjadinya kasus-kasus deselerasi denyut jantung janin tepat sebelum
ekspulsi janin2.
2.15 EKSTRUSI PLASENTA
Setelah plasenta terpisah dari tempat implantasinya, tekanan yang diberikan
padanya oleh dinding uterus menyebabkan organ ini menggelincir turun menuju ke
segmen bawah uterus atau bagian atas vagina. Pada beberapa kasus, plasenta dapat
terdorong keluar akibat meningginya tekanan abdomen. Metode artifisial yang biasa
digunakan untuk menyelesaikan pelahiran plasenta adalah bergantian menekan dan
menaikkan fundus, sambil melakukan traksi ringan pada pusat.

18

Gambar: Plasenta, sebelum (a) dan sesudah (b) persalinan.

2.16 MEKANISME PERSALINAN NORMAL


3 faktor yang memegang peranan pada persalinan, yaitu:
1). Kekuatan-kekuatan yang ada pada ibu (misal: HIS dan mengejan)
2). Jalan lahir
3). Janinnya sendiri.
His adalah kekuatan pada ibu yang menyebabkan serviks membuka dan
mendorong janin kebawah. Pada presentasi kepala bila his sudah cukup kuat, kepala
akan turun dan mulai masuk ke dalam rongga panggul1.
Masuknya kepala melintasi pintu atas panggul dapat dalam keadaan
sinklitismus ialah bila arah sumbu kepala janin tegak lurus dengan bidang pintu atas
panggul. Dapat pula kepala masuk dalam keadaan asinklitismus, yaitu arah sumbu
kepala janin miring dengan bidang pintu atas panggul. Asinklitismus anterior menurut
Naegele ialah apabila arah sumbu kepala membuat sudut lancip ke depan dengan
pintu atas pnggul. Dapat pula asinklitismus posterior menurut Litzman; keadaan
adalah sebaliknya dari asinklitismus anterior1.
Keadaan asinklitismus anterior lebih menguntungkan daripada mekanisme
turunnya kepala dengan asinklitismus posterior karena ruang pelvis di daerah
posterior lebih luas dibandingkan dengan ruangan pelvs di daerh anterior. Hal
asinklitismus penting apabila daya akomodasi panggul agak terbatas. Akibat sumbu

19

kepala janin yang eksentrik atau tidak simetris dengan sumbu lebih mendekati
subocciput, maka tahanan di jaringan dibawahnya terhadap kepala yang akan
menurun mengakibatkan kepala mengadakan fleksi di dalam rongga panggul. Dengan
fleksi kepala janin memasuki rongga panggul dengan ukuran yang paling kecil, yakni
dengan diameter suboccipito-bregmatica (9,5 cm) dan dengan sirkumferensia
suboccipito-bregmatica (32 cm). sampai di dasar panggul kepala janin berada di
dalam keadaan fleksi maksimal1.
Kepala yang sedang turun menemui diafragma pelvis yang berjalan dari
belakang atas ke bawah depan. Akibat kombinasi elastisitas diafragma pelvis dan
tekanan intrauterine disebabkan oleh his yang berulang-ulang, kepala mengadakan
rotasi, disebut dengan putaran paksi dalam. Di dalam hal mengadakan putaran paksi
ubun-ubun kecil akan berputar kearah depan sehingga di dasar panggul ubun-ubun
kecil berada dibawah simfisis1.

Gambar: Putaran Paksi Dalam1


Sesudah kepala janin sampai di dasar panggul dan ubun-ubun kecil di bawah simfisis,
maka dengan subocciput sebagai hipomoklion, kepala mengadakan gerakan defleksi
untuk dapat dilahirkan. Pada tiap his vulva lebih membuka dan kepala janin makin
20

tampak. Perineum menjadi semakin lebar dan tipis, anus membuka dinding rectum.
Dengan kekuatan his bersama dengan kekuatan mengedan, berturut-turut tampak
bregma, dahi, muka dan akhirnya dagu. Sesudah kepala lahir, kepala segera
mengadakan rotasi, yang disebut putaran paksi luar1.

Gambar: Defleksi dan Putaran paksi luar1


Putaran paksi luar ini adalah gerakan kembali sebelum putaran paksi dalam
terjadi, untuk menyesuaikan kedudukan kepala dengan punggung anak. Bahu
melintasi pintu atas panggul dalam keadaan miring. Di dalam rongga panggul bahu
akan menyesuaikan diri dengan bentuk panggul yang dilaluinya, sehingga di dasar
panggul, apabila kepala telah dilahirkan, bahu akan berada dalam posisi depan
belakang. Demikian pula dilahirkan trochanter depan terlebih dahulu, baru kemudian
trochanter belakang. Kemudian bayi lahir seluruhnya. Bila mekanisme partus yang
fisiologis ini difahami dengan sungguh-sungguh, maka pada hal-hal yang
menyimpang dapat segera dilakukan koreksi secara manual jika mungkin, sehingga
tindakan-tindakan operasi tidak perlu dikerjakan. Apabila bayi telah lahir, segera jalan
nafas dibersihkan. Tali pusat dijepit diantara 2 cunam pada jarak 5 dan 10 cm.
kemudian digunting di antara kedua cunam tersebut, lalu diikat. Tunggul tali pusat
diberi antiseptic. Umumnya bila telah lahir lengkap, bayi segera menarik nafas dan
menangis. Resusitasi dengan jalan membersihkan dan menghisap lender pada jalan
nafas harus segera dikerjakan. Pula cairan di dalam lembung hendak dihisap untuk
mencegah aspirasi ke paru ketika bayi muntah1.
21

Gambar: Proses kelahiran bahu depan, kemudian bahu belakang


Bila bayi telah lahir, uterus mengecil. Partus berada dalam kala III (kala uri).
Walaupun bayi telah lahir, kala uri ini tidak kalah pentingnya daripada kala I dan kala
II. Kematian ibu karena perdarahan pada kala uri tidak jarang terjadi sebab pimpinan
kala III kurang cermat dikerjakan. Seperti telah dikemukakan, segara setelah bayi
lahir, his mempunyai amplitude yang kira-kira sama tingginya hanya frekuensinya
berkurang. Akibat his ini, uterus akan mengecil sehingga perlekatan plasenta dengan
dinding uterus akan terlepas. Melepasnya plasenta dari dinding uterus ini dapat
dimulai dari 1). Tengah (sentral menurut Schultze); 2). Pinggir (marginal menurut
Mathews-Duncan); 3). Kombinasi 1 dan 2. Yang terbanyak ialah menurut Schultze.
Umunya kala uri berlangsung selama 6-15 menit. Tinggi fundus uteri setelah kala III
kira-kira 2 jari di bawah pusat1.

22

BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1

3.2

Identitas Penderita

Nama Istri

: Ny. RR

Umur

: 31 tahun

Suku

: Jawa

Pendidikan

: SMA

Pekerjaan

: Ibu rumah tangga

Agama

: Islam

Alamat

: Gading Indah utara, Surabaya

Status

: Menikah

MRS

: 23 Agustus 2016 (Jam 22.00)

Nama Suami

: Tn. D

Umur

: 34 tahun

Agama

: Islam

Suku

: Jawa

Pendidikan

: S1

Pekerjaan

: Swasta

Anamnesa

1. Keluhan Utama :
Kenceng-kenceng.
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Penderita datang ke RSU Haji dengan keluhan kenceng-kenceng di
daerah perutnya sejak siang jam 15.00 (23-08-2016) . Kenceng-kenceng
dirasakan di perut bagian bawah serta panggul. Mula-mula kenceng-kenceng
hanya sebentar dan jarang, + 1x dalam 10 menit. Kemudian pada pukul 21.00
23

kenceng- kenceng terasa makin sering muncul dan semakin kuat, disertai
keluarnya lendir bercampur darah sehingga penderita merasa khawatir dan
setelah merasa semakin nyeri, penderita diantar keluarganya ke UGD RS haji.
Penderita rutin kontrol ke dr kandungan tiap 1 bulan sekali sejak awal
kehamilan hingga bulan ke-8, dan setelah itu kontrol setiap 2 minggu sekali.
Penderita mulai merasakan gerakan janin pada saat umur kehamilan 16
minggu, gerakan janin aktif.
Penderita tidak mengeluhkan bengkak pada kedua kakinya. Tidak ada
keluhan nyeri kepala, nyeri ulu hati (-), badan terasa lemas (-), mata berkunangkunang (-), pandangan kabur (-). Penderita tidak pernah mengalami perdarahan
sebelum dan selama kehamilan. Penderita juga tidak pernah minum jamujamuan.

3. Riwayat Penyakit Dahulu


Hipertensi

: disangkal

Diabetes mellitus

: disangkal

Asma

: disangkal

Alergi

: disangkal

4. Riwayat Penyakit Keluarga


Hipertensi

: (+) orang tua

Diabetes mellitus

: disangkal

Asma

: disangkal

Alergi

: disangkal

5. Riwayat Haid
Menarche

: 13 tahun

Siklus

: 35 hari, teratur

Lama

: 5-7 hari

Dismenorhea

: (-)
24

HPHT

: 10-12-2015

TP

: 17-09-2016

Usia Kehamilan

: 37-38 minggu

6. Riwayat Perkawinan
Menikah

: 1 kali

Lama menikah

: 8 tahun

7. Riwayat Kehamilan dan Persalinan


1. 6 bulan / IUFD / di induksi
2. Aterm/ Spt- B/ dokter /3000 gr/ / 4,5 thn
3. Hamil ini
8. Riwayat ANC
Rutin tiap bulan di dokter, dinyatakan normal
9. Riwayat KB
- tidak pernah KB
3.3

Pemeriksaan Fisik
a. Vital sign
Tinggi badan

: 160 cm

Berat badan

: 60 kg

BMI

: 23.4 (Normal)

Kesadaran

: Compos Mentis

A/ I/C/D

:-/-/-/-

Tekanan darah

: 120/80mmHg

Nadi

: 84 x / menit

Suhu (axiller)

: 36,5 C

RR

: 20 x / menit

25

b. Status Generalis
Kepala : Oedem kelopak mata - / Konjunctiva anemis - / Sclera icterus - / Leher

: Pembesaran KGB (-)

Thorax : Bentuk normal, gerak simetris


Pulmo

: Suara nafas vesikuler, Rh - / - , Whz - / -

Cor

: S1S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

: Inspeksi

: membuncit (perut gravida)

Palpasi
Perkusi

: Nyeri Tekan (-)


: Tidak dievaluasi

Auskultasi

: Bising Usus (+) normal

Ekstremitas : Akral hangat +/+/+/+, Edem -/-/-/-, Cyanosis (-), CRT < 2 detik
c. Status obstetri
TFU

: 30 cm

Letak janin

: Letak membujur, Presentasi kepala, punggung


di sisi kiri ibu.

Inspeksi
Luka bekas operasi

: (-)

Striae Albicans

: (+)

Linea nigra

: (+)

Palpasi
Leopold 1 : Teraba bagian janin bulat, lunak, kesan bokong. TFU 30 cm.
Leopold 2 : Ka: Teraba bagian kecil janin.
Ki: Teraba bentukan panjang dan keras seperti papan
Leopold 3 : Teraba bagian bulat, keras, melenting. Sudah masuk PAP
Leopold 4 : Divergent
HIS

: (+) 4x 45
26

Taksiran Berat Janin ( TBJ ) : ( 30 11 ) x 155 gram = 2945 gram


Auskultasi
DJJ : 150 x/menit, irama teratur
a. Pemeriksaan Dalam (Vaginal Toucher)
Pembukaan

: 7 cm

Effacement

: 75 %

Presentasi

: Kepala

Denominator

: UUK di depan

Hodge

: III

Selaput ketuban

:+

3.4

Pemeriksaan Penunjang
Hasil Lab
DL

Hb

: 11,7 g/dl

Leukosit

: 10.200/mm3

Hct

: 33,3 %

(33 - 45)

Trombosit

: 163.000/mm3

(150.000 - 440.000)

: 84

(50-140)

Kimia Klinik
GDA
imunoserologi
HBsAg

mg/dl

(12,8 - 16,8)
(4.500 - 13.500)

: (-)

3.5 Resume
Wanita 31 tahun datang dengan keluhan kenceng-kenceng sejak 7 jam
yang lalu sebelum MKB kenceng-kenceng dirasakan semakin sering dan kuat.
Penderita juga mengeluhkan adanya darah dan lendir sejak sebelum MRS.
Gerakan janin aktif. Penderita juga rutin kontrol ke dokter.
27

HPHT

: 10-12-2015

TP

: 17-09-2016

Usia Kehamilan

: 37-38 minggu

Riwayat Persalinan
1. 6 bulan / IUFD / di induksi
2. Aterm/ / Spt- B/ bidan/ 3000 gr // 4,5 thn
3. Hamil ini

Pemeriksaan Fisik :
1. Status Generalis: dbN
2. Status Obstetri :
TFU : 30 cm
His

: ( + ) 4x/10 menit, durasi 40-45 detik, intensitas kuat


fundal dominan

Leopold 1

: Teraba bagian janin bulat, lunak, kesan bokong. TFU 30 cm.

Leopold 2

Ka: Teraba bagian kecil janin.


Ki: Teraba bentukan panjang dan keras seperti papan

Leopold 3

: Teraba bagian bulat, keras, melenting. Sudah masuk PAP

Leopold 4

: Divergent

HIS

: (+) 4x 45

Auskultasi
DJJ : 150 x/menit, irama teratur
Urogenital

: lendir ( + ), darah ( + )

VT

: 7 cm/ eff 75 % / presentasi belakang kepala / UUK di


depan/ Hodge III/ UPD~dbN /ketuban +
28

Taksiran Berat Janin ( TBJ ) : ( 30 11 ) x 155 gram = 2945 gram

3.6

Diagnosa Kerja
GIII P11001 UK 37-38 minggu / Aterm / THIU / Letak membujur presentasi
kepala / Inpartu kala I fase aktif / UPD~N / Hodge III / TBJ: 2945gram

3.7 Planning
Diagnosis: NST, USG
Terapi: Evaluasi 3 jam pro Spt. B
Monitoring
- Observasi tanda inpartu
- Vital sign (Tensi, nadi, suhu, RR)
- Observasi CHPB dan keluhan pasien
Edukasi
-

Menjelaskan kepada ibu bahwa sudah memasuki kala I fase aktif


dengan pembukaan 7cm dan bayi akan lahir dalam waktu dekat
(kurang lebih 3 jam).

Mengedukasikan cara mengejan yang baik kepada ibu yaitu


dengan mengatupkan

gigi, dagu didekatkan ke dada, lalu

mengejan sekuat tenaga tanpa bersuara seperti mengejan saat


BAB. Ajari ibu untuk mengejan saat terasa kenceng-kenceng saja.
-

Mengedukasikan ibu posisi melahirkan yang benar. ( McRoberts


Manuver) dimana melakukan hiperfleksi kaki ke arah perut dan
kedua tangan menahan dibawah lutut sehingga sudut inklinasi
mengecil.

3.8 Follow Up
Tanggal 23- 08- 2016
pk.24.00
29

S: Pasien mengeluh kenceng-kenceng semakin bertambah, ketuban pecah (+)


jernih
O: KU: baik, TD = 120/70, nadi = 88x/mnt, RR = 20x/mnt, t = 36,7C
His 10.4.50 kuat.
VT: 10 cm/Eff 0/Kep/UUK/Ket (-)/H III
A: GIII P11001 / 37-38 minggu / Aterm / THIU / Letak membujur presentasi kepala /
Inpartu kala II / UPD~N / Hodge III / TBJ: 2945gram
P: Ibu dipimpin mengejan
Pk. 00.15
Partus spt.B / perempuan / Berat 2900 gr / Panjang 49 cm / Apgar Score : 7-8 /
ketuban jernih/ anus (+). Inj oxytocin 1 amp IM.
pk. 00.20
Plasenta lahir lengkap, perdarahan pervaginam 200cc. TFU 1 JBP.
Episiotomy (+) perineoraphy
TD: 110/70

HR: 84

RR: 20

Temp: 36,7C

pk.02.20
S: Pasien mengeluhkan mules
O: KU: baik, TD = 110/70, nadi = 86x/mnt, RR = 20x/mnt, t = 36,7C, Kontraksi
uterus : (+) baik, TFU : 1 jari dibawah umbilicus
A: P21002 post partus spt.B 2 jam.
P: Pro pindah ruang nifas.
Mobilisasi bertahap
Diet TKTP
P.O Asam Mefenamat 3x1
P.O Hemafort 2x1
30

Edukasi vulva vaginal hygiene dan ASI eksklusif


Monitoring: keluhan/VS/Fluksus/kontraksi uterus/produksi urine

31

DAFTAR PUSTAKA

1. Keman K. Fisiologi dan mekanisme persalinan normal dalam buku Ilmu


Kebidanan. Bina Pustaka Sarwono Prawiwohardjo,Jakarta. Cetakan ketiga edisi
keempat, 2010
2. Hanifa W. Tenaga persalinan dan mekanisme persalinan, dalam buku ilmu bedah
kebidanan. Bina Pustaka Sarwono Prawiwohardjo,Jakarta. Cetakan kedelapan
edisi pertama, 2010
3. Garry Cunningham F, Leveno, K J et all. Persalinan dan pelahiran normal;.
Williams Obstetrics 21st Edition. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal 272-318,
2006
4. Hacker et al. 2010. Essential of Obstetrics and Gynecology 5th edition. Elseviers
Saunders: Pennsylvania.

32

You might also like