You are on page 1of 6

Analisis Hukum Tentang Kasus Ahok Penistaan Agama Islam

Redaksi Sriwijaya Aktual

Rabu, November 16, 2016 No comments

Analisis Hukum Tentang Kasus Ahok Penistaan Agama Islam

Oleh DR M Khoirul Huda SH MH


Dekan Fakultas Hukum Universitas Hang Tuah Surabaya

SriwijayaAktual.com - Kunjungan Gubernur Jakarta Basuki Tjahaya Purnama alias


Ahok pada tanggal 27 September 2016 ke Kepuluan Seribu dalam rangka sosialisasi
program pengembangan perikanan untuk peningkatkan taraf hidup warga
berbuntut panjang dengan munculnya video yang dianggap melakukan penistaan
terhadap agama Islam.

Reaksi umat dan tokoh agama luar biasa sehingga MUI mengeluarkan fatwa bahwa
Ahok telah melakukan penistaan agama dan menghina ulama . Akhirnya Ahok
sendiri minta maaf kepada umat Islam dan dua organisasi massa Islam di
Indonesia Nahdatul Ulama dan Muhammadiyah yang juga komponen MUI, juga
telah menerima permintaan maaf Ahok. MUI juga menghimbau pemerintah untuk
tetap menjalankan prosedur hukum terhadap Ahok untuk menjamin rasa keadilan
dimasyarakat.

Akan tetapi reaksi pemerintah dan penegak hukum dirasa lamban maka komponen
umat Islam melakukan Aksi Damai Bela Al-Qura'n pada 14/11/2016 (Aksi Damai
411) dengan penggalangan secara viral melalui media sosial dan telah berhasil
mengumpulkan jutaan umat Islam.

Pemerintah sudah memprediksi bahwa Aksi 411 ini akan sangat besar yang
diantasipasi oleh pemerintah dengan menyiapkan pengamanan dan pengerahan
puluhan ribu anggota kepolisian yang di back up oleh TNI serta Presiden Joko
Widodo menemui pimpinan Gerindra Prabowo Subianto untuk mendinginkan
suasana politik agar demo tidak anarkis.

Penistaan agama sebagai delik pidana telah diuji di MK dan tidak bertentangan
dengan UUD 1945. Pengujian Penistaan agama di MK pada putusan Nomor
140/PUU-VII/2009 dan Nomor 84/PUU-X/2012 terkait pengujian Pasal 156 a Jo.
Undang-Undang Nomor 1 /PNPS tahun 1965 pencegahan penyalahgunaan dan/atau
penodaan agama.

Ahok sebagai calon gubernur dalam Pilgub Jakarta jika menjadi tersangka atau
terdakwa, tidak akan kehilangan status sebagai calon gubernur. Pasal 163 UU
Nomor 10 tahun 2016 terkait pemilihan gubernur ditegaskan bahwa status
tersangka dan terdakwa tidak menghilangkan status seseorang calon gubernur.
Sedangkan dalam Pasal 163 ayat (6) dalam status tersangka, seorang gubernur
terpilih tetap harus dilantik.

Dalam status terdakwa, gubernur terpilih tetap dilantik meskipun kemudian pada
saat pelantikan itu juga diberhentikan sementara. Jika keputusan pengadilan
menetapkan gubernur terpilih menjadi terpidana berdasarkan putusan pengadilan
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka yang bersangkutan tetap
dilantik agar dapat langsung diberhentikan (Pasal 163 ayat 8) Pasal 7A perubahan
ketiga, bahwa Presiden dan /Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa
jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) atas usul Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR), baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa
pengkhianatan terhadap Negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainya,
atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai
Presiden dan / atau Wakil Presiden.

Pasal 24 C ayat (2): Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat
Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau
Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar.

Teladan:
1. Masyarakat
2. Tokoh agama
3. Tokoh Politik
4. Penegak Hukum
5. Pemerintah

Maraknya demo atas kasus ahok, bahwa kasus ahok harus dibawah ke ranah
hukum, bukan wilayah politik. Secara konstitusional presiden juga tak bisa ditekan,
apalagi dilengserkan hanya masalah ahok. Karena tidak sesuai dengan konstitusi.

Intinya bagaimana masyarakat menyerahkan proses hukum sebagaimana


panglima untuk penyelesaian soal konflik-konflik sehingga terhindar dari upayaupaya penyelesaian secara inkonstitusional. [*]

Sumber, Beritajatim

Ahok Jadi Tersangka, Aksi Unjuk Rasa, Artikel, HMI, Jawa Timur, MUI, Opini, Penista
Agama Islam

Pelaporan Ahok atas tuduhan menghina agama dan pemilih


Isyana Artharini
Wartawan BBC Indonesia
7 Oktober 2016
Kirim
Hak atas fotoYOUTUBE PEMPROV DKI
Image caption
Ahok saat bertemu dengan masyarakat Kepulauan Seribu akhir September lalu.
Meski sudah menjelaskan lewat akun Instagramnya bahwa dia tidak berniat
menghina agama, namun sejumlah ormas Islam tetap melaporkan Gubernur DKI
Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, ke polisi di dua lokasi berbeda.

Oleh tim sukses Ahok, pelaporan ini dinilai tidak akan berpengaruh terhadap para
pemilih.
Dan Ahok sendiri sudah menyatakan tidak berniat melecehkan ayat suci Alquran,
terkait pernyataannya soal surat Al Maidah dan menegaskan dia tidak suka
mempolitisasi ayat-ayat suci.
Pernyataan yang diacu gubernur petahana ini terjadi saat bertemu dengan
masyarakat di Kepulauan Seribu akhir September lalu.
Ahok: Saya tidak berniat melecehkan ayat suci Alquran
Kenapa Google menduga semuanya 'bersih karena Ahok'?
Kasus meme 'Jadi Gubernur Harus Sunat': KPUD Jakarta 'sulit' tangkal kampanye
hitam
Karena orang Jakarta sudah cerdas, akan melihat dari sisi kinerja, bagaimana yang
sudah dilakukan yang bersangkutan...
Sarifuddin Sudding
Melalui akun Instagramnya, hari Kamis (06/10), Ahok menulis, "Saat ini banyak
beredar pernyataan saya dalam rekaman video seolah saya melecehkan ayat suci
Al Quran surat Al Maidah ayat 51, pada acara pertemuan saya dengan warga Pulau
Seribu."
"Berkenaan dengan itu, saya ingin menyampaikan pernyataan saya secara utuh
melalui video yang merekam lengkap pernyataan saya tanpa dipotong. Saya tidak
berniat melecehkan ayat suci Alquran, tetapi saya tidak suka mempolitisasi ayatayat suci, baik itu Alquran, Alkitab, maupun kitab lainnya," tambahnya.
Dilaporkan ke Bareskrim
Sejauh ini, Majelis Ulama Indonesia Sumatera Selatan sudah melaporkan Ahok atas
tuduhan penistaan agama pada Kamis (06/10).
Sementara Sekretaris Jenderal DPP FPI, Habib Novel Chaidir Hasan, juga sudah
melaporkan Ahok atas tuduhan menghina agama ke Bareskrim Polri.
Ahok dilaporkan berdasarkan Pasal 156 a KUHP Jo pasal 28 ayat (2) UU No 11 tahun
2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik (ITE), dengan ancaman hukuman lima
tahun penjara.
Image caption
Populi Center mengatakan bahwa sekitar 42,5% pemilih beragama Islam memilih
pasangan Ahok-Djarot.

Bukan hanya MUI Sumsel, MUI Pusat juga berencana akan ikut melaporkan Ahok ke
Bareskrim, begitu juga dengan Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah.
Kontroversi surat Al Maidah ini juga mencuat setelah kelompok yang menamakan
diri Advokat Cinta Tanah Air melaporkan Ahok ke Badan Pengawas Pemilu DKI
Jakarta pada 27 September lalu karena gubernur petahana tersebut dianggap tidak
bisa menafsirkan Al Maidah karena merupakan non-Muslim.
Terhadap berbagai aksi pelaporan ini, salah satu juru bicara tim sukses Ahok-Djarot,
Sarifuddin Sudding mengatakan, "Masyarakat akan bisa memberikan penilaian,
apalagi kalau kita mendengar secara utuh apa yang disampaikan Pak Ahok, saya
rasa tidak ada yang salah, dari masyarakat saya rasa bukti-bukti nyata, kinerja,
yang akan dilihat."
Sudding menambahkan isu iitu tidak akan banyak membawa pengaruh.
"Karena orang Jakarta sudah cerdas, akan melihat dari sisi kinerja, bagaimana yang
sudah dilakukan yang bersangkutan, sehingga kita tidak akan menguras energi
untuk memberi tanggapan pada hal yang seperti itu".
Mereka lebih mementingkan tiga hal, pengalaman, bersih dari korupsi dan tegas.
Nona Evita
Ketika ditanya soal laporan yang diajukan polisi, Sudding mengatakan, polisi 'tidak
akan serta-merta menindaklanjuti jika tidak cukup bukti'.
Efek sementara?
Pendapat Sudding soal pemilih ini dibenarkan oleh Nona Evita, peneliti dari Populi
Center.
Lembaga polling ini pada Kamis (06/10) lalu baru mengeluarkan laporan terbaru
yang menyatakan bahwa sekitar 42,5% pemilih DKI Jakarta tidak menghiraukan isu
SARA. Menurut Nona, salah satu pertanyaan yang diajukan pada 600 responden
adalah apakah mereka yang beragama Islam akan memilih calon pemimpin nonIslam.
Hasilnya, masyarakat penganut agama Islam paling banyak memilih pasangan
Ahok-Djarot.
"Mereka lebih mementingkan tiga hal, pengalaman, bersih dari korupsi dan tegas,"
ujar Nona.
Perkembangan soal isu Ahok yang dituduh menghina agama terjadi setelah masa
survei selesai, sehingga Nona mengatakan mereka tak bisa menjawab secara pasti
seberapa besar isu ini akan berdampak pada pemilih, meski perkembangan

terhadap tuduhan Ahok menghina agaima akan tetap mereka pantau dalam putaran
survei selanjutnya.
"Efek sementara mungkin berpengaruh, tapi akan runtuh kalau misalnya akan ada
kampanye terbuka, debat terbuka. Jika nanti sudah kampanye terbuka, tidak akan
ada lagi (pembahasan) isu (pelecehan Al Quran) ini," ujar Nona.
Berbagi berita ini Tentang berbagi

You might also like