You are on page 1of 6

INDONESI DARURAT KEJAHATAN SEKSUAL

(Wiwin Winiarti)

Masih segar diingatan beberapa waktu lalu kita mendengar berita soal kematian
Yuyun (14), gadis asal Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu yang diperkosa oleh 14
ABG yang sedang pesta miras, Yuyun lalu dibunuh dan jasadnya secara keji dibuang
ke jurang. Sungguh sangat tragis, dan tentunya yang lebih mengejutkan lagi adalah
karena beberapa pelaku ternyata juga masih di bawah umur. Tak lama setelah
Yuyun, sebuah berita mengejutkan datang dari Kediri, Jawa Timur. Seorang
pengusaha bernama Sony Sandra (SS) alias Koko diduga telah melakukan
pencabulan terhadap 58 anak-anak, kekerasan seksual juga terjadi di Manado,
Lampung dan Garut. Di Manado, seorang perempuan dilaporkan mengalami
pemerkosaan massal oleh 19 orang. Korban mengalami trauma berat. Di Lampung,
seorang bocah perempuan ditemukan tewas di sebuah gubug pematang sawah. Ia
diduga menjadi korban pemerkosaan sebelum dibunuh. Pelaku yang diduga dua
orang lelaki sampai kini belum ditemukan. Di Garut seorang siswi SMA kelas X
diperkosa oleh empat orang pemuda kawannya.
Dan kasus lain yang tidak kalah mengejutkan dan mengiris hati adalah pemerkosaan
dan pembunuhan dengan korban Enno Parihah (18). Jasad Enno yang ditemukan di
mes PT Polyta Global Mandiri, Tangerang, Banten, pada 13 Mei itu dalam kondisi
yang sangat mengenaskan, ada cangkul yang terlihat menancap di bagian
tubuhnya. Dan lagi-lagi, satu dari tiga orang tersangka pembunuhan yakni RAL alias
RAH alias Alim masih di bawah umur, dan kasus-kasus lainnya yang tidak tercium
oleh media sehingga tidak dblow up oleh media.
Perasaan was was campur takut kini mungkin tengah menghantui para orangtua di
Indonesia, sebuah pertanyaan pun muncul, Ada apa ini? Kenapa hampir setiap hari
kita mendengar soal kasus pemerkosaan atau pencabulan dengan korban atau
pelaku masih anak-anak?.
Indonesia makin tidak aman dan tidak ramah untuk perempuan. Mereka terus diintai
kejahatan seksual. Banyak pihak menyebut, negeri ini ada dalam kondisi darurat
kekerasan seksual. Menurut catatan Komnas Perempuan, jumlah kasus perkosaan
mengalami peningkatan. Data terakhir menunjukkan, kekerasan seksual naik ke
peringkat kedua terbanyak dari seluruh kekerasan yang menimpa perempuan.
Menurut Catatan Akhir Tahun 2015 Komnas Perempuan, bentuk kekerasan seksual
tertinggi pada ranah personal adalah perkosaan sebanyak 72% atau 2.399 kasus,
pencabulan 18% atau 601 kasus dan pelecehan seksual 5 % atau 166 kasus.
Selama 12 tahun (2001-2012) pencatatan kasus oleh Komnas Perempuan,
ditemukan setidaknya 35 perempuan di Indonesia menjadi korban kekerasan
seksual setiap harinya. Menurut catatan Komnas Perempuan, dalam 15 tahun
terakhir setiap dua jam sekali satu orang perempuan mengalami kasus perkosaan.
Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait mengatakan bahwa
Saat ini Indonesia sudah berada dalam keadaan darurat kejahatan seksual. Oleh
karena itu, hukuman atau aturan yang jelas untuk para pelaku kejahatan seksual

harus segera diberlakukan supaya predator anak-anak mendapatkan hukuman yang


setimpal, dan juga tidak ada lagi kasus serupa,. (Bintang.com.).
Ragam Penyebab
Banyak faktor yang membuat angka kejahatan seksual meningkat di Indonesia. Di
antara pemicunya adalah membludaknya konten pornografi. Meski Pemerintah telah
memberlakukan UU ITE, termasuk memblokir konten pornografi, keefektifan dan
keseriusannya masih dipertanyakan. Hingga 2016 Indonesia masih dibanjiri konten
pornografi, khususnya lewat dunia maya. Medsos menjadi sarana penyebaran
pornografi yang sulit dibendung. Pornografi diakui telah banyak memicu tindakan
kejahatan seksual, termasuk perkosaan, seperti kasus di Rejang Lebong, Bengkulu.
Mensos Khofifah Indar Parawansa pada tahun lalu mengatakan, Indonesia sudah
masuk kategori darurat pornografi. Nilai belanja pornografi di Indonesia telah
tembus angka Rp 50 triliun!
Minuman keras dan narkoba juga menjadi faktor penyebab kejahatan seksual.
Dalam banyak kasus, pelaku kejahatan seksual berada dalam pengaruh minuman
keras. Banyak korban yang mengalami kejahatan seksual juga setelah dicekoki
minuman keras atau narkoba. Kasus di Bengkulu, Manado dan Garut adalah
contohnya.
Karena itu banyak kalangan meminta Pemerintah memberantas peredaran miras.
KPAI menyebut miras adalah mata rantai kejahatan khususnya di tingkat remaja.
Menteri Sosial menyebut bahwa selain pornografi, minuman keras juga menjadi
pemicu kejahatan seksual. Ia pun meminta agar Pemerintah mengontrol ketat
peredaran minuman keras. Apalagi konsumi miras di Tanah Air terus meningkat
apalagi di kalangan usia muda. Menurut catatan Gerakan Nasional Anti Minuman
Keras (GeNAM) jumlah remaja yang gemar mengkonsumi miras pada tahun 2014
naik menjadi 23%, atau sekitar 14 juta anak muda.
Maraknya kejahatan seksual juga dipicu semakin bebasnya masyarakat dalam
perilaku seksual. Hari ini banyak perempuan tidak lagi merasa malu
mempertontonkan auratnya di tempat-tempat publik. Memang, ada sebagian kecil
orang yang mencoba menyangkal pakaian minim perempuan memicu pelecehan
seksual. Namun, berbagai riset dan fakta menunjukkan bahwa hal itu memang
menjadi pemciu dorongan seksual bagi kaum pria. Memang yang kemudian disasar
menjadi korban bisa siapa saja, termasuk bisa saja perempuan berkerudung dan
berhijab. Namun, awalnya di antaranya dipicu oleh penampilan kaum Hawa yang
mengumbar aurat.
Pergaulan bebas antara pria dan wanita juga sudah sedemikian bebas. Berita
selingkuh dan seks bebas menjadi menu media sehari-hari. Banyak
penginapan/hotel menyediakan jasa short time untuk kencan pasangan, tak peduli
pasangan sah atau tidak.
Celakanya lagi, sistem hukum yang semestinya bisa memberikan efek jera dan
melindungi masyarakat justru tumpul. Dari berbagai kasus kejahatan dan kekerasan
seksual, pelaku sering mendapatkan sanksi yang jauh dari keadilan. Dalam Pasal
285 KUHP, hukuman bagi pelaku pemerkosaan paling lama dua belas tahun.
Hukuman ini dianggap masih terlalu ringan. Apalagi di pengadilan para pemerkosa
2

sering mendapat vonis yang ringan. Malah ada pelaku pemerkosaan hanya dihukum
4 tahun. Hukuman itu bisa lebih ringan lagi bila pelakunya masih di bawah umur (di
bawah 18 tahun), berstatus pelajar dan berkelakuan baik selama masa tahanan.
Ditambah lagi, selama ini tindakan yang ada lebih fokus pada tindakan kuratif,
bukan preventif atau berusaha mencegah terjadinya kejahatan dan kekerasan
seksual.
Pro kontra pun terjadi terhadap hukuman apa yang akan dberikan terhadap pelaku
kejahatan seksual ini. Sebagian orang mengatakan pelaku kejahatan sesksual ini
harus dihukum mati, sebagian lagi mengatakan tidak usah dihukum mati cukup di
beri hukuman penjara seumur hidup saja atau hukuman kebiri saja, dengan dalil
kemanusiaan.
Namun Presiden Joko Widodo (Jokowi) akhirnya menyetujui penerbitan Peraturan
pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) tentang hukuman kebiri untuk pelaku
kejahatan seksual terhadap anak. Presiden Joko Widodo akhirnya menandatangani
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2016
tentang perubahan kedua Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak.
Deputi 6 Kesra Kemenko Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan, Sujatmiko
menjelaskan pada media, kalau kebiri pada manusia atau pemerkosa anak,
dilakukan dengan cara menyuntikkan bahan kimia di bagian kelamin. Penyuntikan
ini berefek pada matinya sel kelamin manusia.
Teknik penyuntikan, caranya, siapa yang menyuntik, suntikannya apa, itu
Kementerian Kesehatan akan mengeluarkan PP, ujar Deputi 6 Kesra Kemenko
Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan, Sujatmiko.
Hal ini tentusaja berbeda dengan pengebirian Anjing yang selama ini sudah sering
dikenal. yaitu dengan cara kastrasi tertutup atau terbuka. Jika tertutup pengebirian
dengan cara mengikat saluran yang menuju testes, sehingga sel-sel jantan.
sementara itu kastrasi terbuka. Melalui cara ini, anjing dikebiri dengan melakukan
pembedahan untuk mengeluarkan testes anjing, yang kemudian dipotong.
Menurut Sujatmiko, Perppu Kebiri yang ditandantangani Presiden Jokowi merupakan
hasil revisi kedua atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Dia
mengatakan, ada dua pasal yang diubah. Yakni, pasal 81 dan 82. Pasal 81 tentang
kekerasan seksual, sedangkan pasal 82 tentang pencabulan, terang dia, Kamis
(25/5).
Pada pasal 81 disebutkan, pemberatan hukuman berupa penambahan
sepertiga dari ancaman hukuman hanya berlaku bagi orang tertentu.
Dia juga menjelaskan kalau hukuman itu juga berlaku apabila korban lebih dari satu.
Kemudian, ada tiga jenis hukuman tambahan yang bisa dipilih hakim. Yakni,
pengumuman identitas pelaku, kebiri kimia, dan pemasangan alat pendeteksi
elektronik.
Namun, kebiri kimia hanya diberlakukan untuk pemerkosa. Untuk pelaku pencabulan
anak, pilihannya diganti rehabilitasi.
Pelaku pencabulan juga tidak akan
mendapatkan hukuman mati atau seumur hidup. Melainkan, penambahan sepertiga
dari ancaman hukuman maksimal. Hukuman tambahan berupa kebiri kimia dan alat
3

pendeteksi elektronik diberikan dalam waktu yang terbatas, yakni dua tahun. Selain
itu, hukuman tersebut baru diberikan setelah pelaku menjalani hukuman pokok.
Dalam pandangan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menilai tidak ada
salahnya dengan hukuman kebiri. Hukuman itu merupakan salah satu bentuk
hukuman berat, bagi pelaku kejahatan seksual.
Hukuman kebiri itu salah satu bentuk hukuman berat lain. Hakim yang melihat
nanti bagaimana, ucap Menteri Lukman kepada Liputan6.com, di kantornya, Jumat
(27/5/2016).
Menag Lukman sendiri mengaku bahwa tokoh agama terbagi pandangannya seperti
pandangan mereka terhadap hukuman mati. Pendapat yang menolak mengatakan
bahwa ada prinsip menjaga jiwa (hifdzun nafs) dan menjaga keturunan (hifdzun
nasl) yang harus dijaga. Namun ada juga yang berpandangan bahwa karena
pemerkosaan
terhadap anak-anak termasuk kejahatan luar biasa, maka
pemberlakukan hukuman kebiri dimungkinkan. Menjaga jiwa itukan sesuatu yang
harus dilindungi. Tapi karena kepentingan yang lebih besar, hukuman mati
diterapkan. Kebiri itu juga kurang lebih begitu, kata Menag.
Kebiri Adalah Kesesatan Besar
Adapun pendapat Lajnah Tsaqofah Hizbut Tahrir Siddik Al Jawwi yang dikutip dari
situs resmi hibzut Tahrir kalau hukuman kebiri itu haram. Menjatuhkan hukuman
kebiri bagi pelaku pedofilia hukumnya haram, berdasarkan 3 (tiga) alasan sebagai
berikut;
Pertama, syariah Islam dengan tegas telah mengharamkan kebiri pada manusia,
tanpa ada perbedaan pendapat (khilafiyah) di kalangan fuqaha.Siddik mengutip
kitab Al Mausuah Al Fiqhiyyah dikutip pernyataan tentang tidak adanya khilafiyah
ulama mengenai haramnya kebiri Imam Ibnu Hajar Al Asqalani berkata,(Hadits
yang melarang kebiri) adalah larangan pengharaman tanpa perbedaan pendapat di
kalangan ulama, yaitu kebiri pada manusia. Jelasnya
Selanjutnya yang kedua menurutnya, syariah Islam telah menetapkan hukuman
untuk pelaku pedofilia sesuai rincian fakta perbuatannya, sehingga tidak boleh
(haram) melaksanakan jenis hukuman di luar ketentuan Syariah Islam itu. hukuman
untuk pelaku pedofilia menurutnya,
jika yang dilakukan pelaku pedofilia adalah perbuatan zina, hukumannya adalah
hukuman untuk pezina (had az zina), yaitu dirajam jika sudahmuhshan (menikah)
atau dicambuk seratus kali jika bukan muhshan; Kemudian, jika yang dilakukan
pelaku pedofilia adalah liwath (homoseksual), maka hukumannya adalah hukuman
mati, bukan yang lain; Lalu jika yang dilakukan adalah pelecehan seksual (at
taharusy al jinsi) yang tidak sampai pada perbuatan zina atau homoseksual,
hukumannya tazir.
Memang benar, hukuman untuk pelaku pedofilia yang hanya melakukan pelecehan
seksual (at taharusy al jinsi), adalah hukuman tazir, yang dapat ditentukan sendiri
jenis dan kadarnya oleh hakim (qadhi). Misalnya dicambuk 5 kali cambukan,
dipenjara selama 4 tahun, dsb. Pertanyaannya, bolehkah hakim menjadikan kebiri
sebagai hukuman tazir?
4

Jawabannya, tidak boleh (haram). Sebab meski hukuman tazir dapat dipilih jenis
dan kadarnya oleh hakim, tetapi disyaratkan hukuman tazir itu telah disahkan dan
tidak dilarang oleh nash-nash syariah, baik Al Qur`an maupun As Sunnah. Jika
dilarang oleh nash syariah, haram dilaksanakan. Misalnya, hukuman membakar
dengan api. Ini haram hukumnya, karena terdapat hadits sahih yang melarangnya
(HR Bukhari)
Ketiga, dalam hal metode kebiri yang digunakan adalah metode injeksi kedua, yakni
yang diinjeksikan adalah hormon estrogen, hukumnya juga haram dari sisi lain,
karena mengakibatkan laki-laki yang dikebiri memiliki ciri-ciri fisik seperti
perempuan. Padahal Islam telah mengharamkan laki-laki menyerupai perempuan
atau sebaliknya perempuan menyerupai laki-laki.
Jadi kesimpulnya, kebiri adalah suatu kesesatan dan dosa besar yang sama sekali
tidak boleh didukung oleh umat Islam. Siapapun yang terlibat di dalam upaya
penerapan hukum kebiri itu, baik itu ahli hukum yang menyusun draft Perpu,
Presiden yang menandatangi Perpu, para menteri pengusulnya, hakim dan jaksa
yang mengadili pelaku pedofilia, termasuk para dokter atau staf medis yang
melaksanakan kebiri di rumah sakit atas perintah pengadilan, semuanya turut
memikul dosa besar di hadapan Allah. (BR.Intr.HTI).
Penerapan Syariah Solusi Nyata
Penanganan tindak kriminal semestinya dilakukan dua sisi; preventif dan kuratif.
Tanpa upaya pencegahan (preventif), apapun langkah kuratif yang dilakukan,
semisal menjatuhkan sanksi hukum yang berat, tidak akan pernah efektif.
Islam sedari awal hadir dengan syariahnya yang bisa mencegah terjadinya berbagai
tindak kriminal, termasuk kejahatan seksual.
Islam menanamkan setiap individu untuk bertakwa kepada Allah SWT, merasa takut
dengan azab-Nya yang sangat pedih. Takwa adalah pengendali pribadi yang paling
efektif. Seorang Muslim yang bertakwa, yang mengharapkan surga dan takut akan
azab Allah SWT, akan berusaha mengendalikan dirinya agar tidak melakukan tindak
kriminal dan kejahatan seksual. Bahkan ia tidak akan berzina sekalipun ada
pria/wanita yang menawari kesempatan tersebut. Ketakwaan ini akan membuat
orang menjaga kehormatan (iffah), tidak berselingkuh dan tidak melacurkan diri
meskipun terjerat kesulitan ekonomi.
Masyarakat juga akan dikondisikan untuk tidak terbawa dalam arus pergaulan yang
menciptakan rangsangan yang mengarah pada perilaku seks bebas. Kaum wanita
akan didorong untuk senantiasa berada di tengah keluarganya. Jika pun harus keluar
rumah, mereka diwajibkan menutup aurat, tidak bersolek berlebihan serta tidak
bercampur-baur dengan kaum pria seperti keadaan masyarakat sekarang;
bercampur di perkantoran, di pasar, pesta-pesta, tempat hiburan malam dan pulang
larut malam, bahkan hidup serumah meski bukan pasangan suami-istri.
Para pelajar juga dididik dengan kurikulum yang mengarahkan terbentuknya
kepribadian Islam (syakhsiyyah islamiyyah), yaitu memiliki pola pikir islami dan pola
sikap islami (aqliyyah wa nafsiyyah islamiyyah). Dengan begitu mereka memiliki
pola pergaulan yang terjaga antara pria dan wanita; mereka tidak membudayakan
5

pacaran dan perzinaan seperti yang sekarang ini justru banyak terjadi di kalangan
pelajar.
Dalam masyarakat Islam juga tidak akan dibiarkan peredaran minuman keras dan
pornografi apalagi narkoba. Berbagai hal yang merusak akal dan mendorong orang
terjatuh dalam perbuatan haram tidak akan diproduksi sekalipun ada kelompok
masyarakat yang menginginkannya. Syariah Islam tidak akan berkompromi dengan
berbagai barang haram dan merusak meskipun mendatangkan keuntungan finansial
bagi negara ataupun pengusaha.
Sebagai upaya preventif sekaligus kuratif, Islam pun mengancam setiap pelaku
kejahatan dengan ancaman keras. Pelaku pemerkosaan dapat terancam sanksi
cambuk seratus kali bila terkategori belum menikah (ghayru muhshan). Bila telah
menikah (muhshan), pelaku zina dan perkosaan dijatuhi sanksi rajam hingga mati.
Hukuman ini bisa bertambah bila pelaku melakukan serangkaian kejahatan lain
seperti menculik, menyekap korban, meracuni dengan miras atau narkoba,
mengedarkan dan menonton konten pornografi, dsb. Atas tindak kriminal itu
mereka bisa dikenakan sanksi tazr semisal penjara atau cambuk. Adapun bila
sampai terjadi pembunuhan maka sanksi qishsh akan dijatuhkan atas mereka, atau
diyat sebesar 100 ekor unta (yang 40 ekornya dalam keadaan bunting) seandainya
keluarga korban menuntut diyat dan bukan qishsh, atau berupa uang senilai 1.000
dinar atau 4,25 kg emas murni (sekitar 4.250 g x Rp 539 ribu = Rp 2,291 miliar).
Sanksi ini diberikan atas semua pelaku seandainya mereka melakukannya secara
persekongkolan. Masing-masing pelaku akan dijatuhkan sanksi yang sama satu
sama lain, sebagaimana keputusan Khalifah Umar bin Khaththab ra. yang menjadi
Ijmak Sahabat.

You might also like