Professional Documents
Culture Documents
Ilmu kimia adalah ilmu yang mempelajari tentang materi dan sifatnya, perubahan
materi, dan energi yang menyertai perubahan tersebut (Silberberg, 2009: 4). Ilmu kimia
tergolong sebagai mata pelajaran yang sulit dipahami. Pinarba dan Canpolat (dalam
nder 2006:167) menyatakan bahwa ilmu kimia dianggap sebagai mata pelajaran yang
sulit baik oleh siswa maupun guru. Johnstone (dalam Taber, 2013:157) juga
berpendapat bahwa untuk dapat memahami konsep kimia dengan benar, siswa harus
bisa mendeskripsikan dan mengkaitkan aspek makroskopik (eksperimen), mikroskopik
(atom, molekul, ion), dan simbolik (simbol, rumus, perhitungan) sehingga hal ini
menyebabkan mata pelajaran kimia menjadi sangat kompleks.
Agar pembelajaran kimia dapat berlangsung dengan baik, maka pengajar perlu
mengarahkan siswa untuk dapat memahami kimia pada aspek makroskopik,
mikroskopik dan simbolik. Namun pembelajaran kimia di SMA lebih dominan pada
perhitungan (aspek simbolik) dibandingkan pada pembelajaran konsep (aspek
makroskopik dan mikroskopik. Adanya ketidaksetimbangan pemahaman siswa pada
aspek makroskopik, mikroskopik, dan simbolik maka dapat menyebabkan siswa
mengalami kesulitan dalam memahami konsep kimia secara utuh bahkan pada konsep
yang paling dasar. Jika siswa kurang memahami konsep dasar tertentu, maka siswa
tersebut akan mengalami kesulitan dalam memahami konsep-konsep yang lebih
kompleks. Apabila pemahaman yang kurang pada materi yang dipelajari ini terus
tahap pengumpulan data. Jenis data yang dibutuhkan dalam penelitian adalah data
pemahaman konsep dan miskonsepsi yang dialami siswa. Data yang terkumpul
selanjutnya dianalisis. Analisis data yang dilakukan bertujuan untuk memberikan makna
terhadap data yang telah dikumpulkan dari penelitian. Teknik analisis deskriptif
digunakan untuk menentukan jenis-jenis miskonsepsi pada masing-masing konsep
sehingga dapat diketahui tingkat pemahaman konsep siswa.
Penentuan pemahaman siswa pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan
didasarkan pada persentase pilihan jawaban dan alasan yang benar pada tiap siswa,
sedangkan jenis-jenis miskonsepsi dan jumlah siswa yang mengalaminya didadasarkan
pada kekonsistenan jawaban siswa pada soal-soal dengan konsep sejenis.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pemahaman Siswa pada Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan
Pemahaman siswa pada kelarutan dan hasil kali kelarutan disajikan pada Tabel 1
berikut.
Tabel 1 Pemahaman Siswa pada Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan
Pemahaman
Sangat Baik
Baik
Cukup
Rendah
Sangat Rendah
Jawaban
Siswa (%)
38,2
26,9
9,2
Ratarata (%)
24,8
yang sangat rendah pada konsep kesetimbangan garam sukar larut disebabkan karena
siswa tidak memahami konsep kesetimbangan kimia.
2.
Konsep Kelarutan
Pemahaman pada konsep kelarutan disajikan pada Tabel 3 berikut
Jawaban
Siswa (%)
18,4
40,8
62,5
21,1
Rata-rata
(%)
35,7
Jumlah
siswa (%)
Rata-rata
(%)
40,2
59,2
56,6
52,0
4.
Konsep Pengendapan
Pemahaman siswa pada konsep pengendapan disajikan pada Tabel 5 berikut.
Jumlah
siswa (%)
Rata-rata
(%)
34,9
34,9
Jumlah
siswa (%)
Rata-rata
(%)
23,0
37,5
21,6
15,2
10,5
Tabel 7 Persentase Jawaban Benar Siswa pada Konsep Hubungan Ksp dengan pH Larutan
Konsep
Konsep Hubungan Ksp dengan pH Larutan
Menghitung nilai Ksp jika diketahui pH
Menghitung nilai kelarutan jika diketahui pH
Menghitung nilai pH jika diketahui kelarutan
Jumlah
siswa (%)
20,4
15,2
23,7
Rata-rata
(%)
19,8
Tabel 8. Persentase Jawaban Benar Siswa pada Konsep Pengaruh Penambahan Garam yang Sukar
Larut terhadap Kelarutan Garam tersebut
Konsep
Konsep Pengaruh Penambahan Zat yang Sama terhadap
Kelarutan
Kecenderungan nilai Ksp terhadap penambahan garam yang
sama
Kecenderungan nilai kelarutan dan Ksp terhadap penambahan
garam yang sama
Jumlah
siswa (%)
Rata-rata
(%)
6,6
6,6
6,6
C. Miskonsepsi yang Dialami Siswa pada Konsep Kelarutan dan Hasil Kali
Kelarutan
Pada bagian ini dipaparkan data jawaban siswa yang konsisten salah
(miskonsepsi) yang telah diidentifikasi untuk masing-masing konsep.
1.
Konsep Kelarutan
Dalam penelitian ini sebanyak 21,1% siswa beranggapan bahwa nilai kelarutan
dihitung dari molaritas garam pada kondisi larut dan sebanyak 17,1% siswa
beranggapan bahwa nilai kelarutan dihitung dari mol garam pada kondisi jenuh. Konsep
yang benar menurut Jespersen, Brady dan Hyslop (2011:833) bahwa kelarutan adalah
jumlah mol garam yang larut pada satu liter pelarut dan menghasilkan larutan jenuh.
Jadi, nilai kelarutan dapat dihitung dari molaritas garam pada kondisi tepat jenuh.
Miskonsepsi lainnya yaitu pada saat kesetimbangan konsentrasi ion yang
dihasilkan sama dengan konsentrasi garam dimiliki oleh 23,7% siswa. Mereka
beranggapan bahwa keadaan setimbang berarti antara garam dan ion-ionnya dalam
keadaan yang sama sehingga memiliki konsentrasi yang sama pula. Miskonsepsi ini
sesuai dengan hasil penelitian nder dan Geban (2006:169) yang menyatakan bahwa
konsentrasi ion yang dihasilkan sama dengan konsentrasi garam pada saat
kesetimbangan. Hackling dan Garnet (dalam Quilez, 2004) juga melaporkan
miskonsepsi yang sama pada kesetimbangan kimia yaitu siswa menganggap konsentrasi
reaktan sama dengan konsentrasi produk pada keadaan setimbang. Konsep yang benar
adalah pada saat kesetimbangan, konsentrasi ion-ionnya dan konsentrasi garam
(kelarutan garam) dapat ditentukan dari perbandingan mol pada sistem kesetimbangan.
Miskonsepsi lain yang ditemukan adalah tentang hubungan nilai Ksp dengan
kelarutan. Peneliti memberikan pertanyaan tentang urutan kelarutan pada garam yang
memiliki jumlah ion sama berdasarkan nilai Ksp yang diberikan. Sebanyak 18,4% siswa
menyatakan bahwa pada garam yang memiliki jumlah ion yang sama, semakin besar
nilai Ksp maka nilai kelarutannya semakin kecil karena nilai Ksp berbanding terbalik
dengan nilai kelarutan. Konsep yang benar adalah bahwa pada garam yang memiliki
jumlah ion yang sama, semakin besar nilai Ksp maka nilai kelarutannya semakin besar
pula. Ksp merupakan hasil kali konsentrasi ion-ion garam dipangkatkan dengan
koefisiennya, sedangkan kelarutan garam dapat diperoleh dari perbandingan mol ion-ion
garam tersebut. Jika nilai Ksp semakin besar maka konsentrasi ion-ion garam tersebut
semakin besar sehingga nilai kelarutan garam juga besar.
Dalam penelitian ini juga ditemukan miskonsepsi yaitu sebanyak 25,0%
menganggap bahwa garam yang sukar larut adalah garam yang memiliki nilai kelarutan
besar sedangkan garam yang mudah larut adalah garam yang memiliki nilai kelarutan
kecil. Konsep yang benar adalah garam sukar larut memiliki nilai kelarutan kecil
sedangkan garam mudah larut memiliki nilai kelarutan besar. Kelarutan adalah
banyaknya garam yang terlarut pada sejumlah pelarut sehingga menghasilkan larutan
tepat jenuh (Jespersen, Brady dan Hyslop, 2011:833). Semakin banyak zat yang bisa
larut (atau semakin mudah suatu garam untuk larut), maka semakin besar nilai
kelarutannya. Sebaliknya, jika semakin sedikit zat yang bisa
larut (atau semakin sukar suatu garam untuk larut), maka semakin kecil nilai
kelarutannya.
3.
Konsep Pengendapan
Dalam penelitian ini sebanyak 18,4% siswa beranggapan bahwa garam yang
memiliki nilai Ksp lebih kecil akan lebih sulit mengendap karena kelarutannya kecil.
Mereka menganggap bahwa konsep mengendap sama dengan konsep melarut. Pada
konsep kelarutan yang telah dibahas sebelumnya, semakin besar nilai kelarutan garam
maka semakin mudah garam tersebut untuk larut sedangkan semakin kecil nilai
kelarutan garam maka semakin sulit garam tersebut untuk larut. Penyamaan konsep
mengendap dan kelarutan ini yang menyebabkan siswa memiliki anggapan bahwa
garam yang memiliki nilai Ksp dan nilai kelarutan kecil akan lebih sulit mengendap.
5.
tersebut sama halnya dengan penambahan ion senama. Siswa menerapkan hukum Le
Chatelier untuk menjelaskan konsep penambahan garam yang sama. Mereka
menjelaskan bahwa penambahan garam yang sama menyebabkan konsentrasi larutan
jenuh garam semakin besar sehingga kesetimbangan bergeser ke arah produk (ion-ion
garam sukar larut) sehingga kelarutan semakin besar dan Ksp semakin besar.
Miskonsepsi pada konsep pengaruh penambahan garam yang sama terhadap
kelarutan serupa juga ditemukan yaitu sebanyak 30,3% siswa beranggapan bahwa
penambahan sedikit garam yang sukar larut ke dalam larutan jenuh garam tersebut akan
menambah konsentrasi garam tersebut sehingga kelarutannya akan semakin besar dan
nilai Ksp semakin besar. Konsep yang benar adalah penambahan garam yang sama
terhadap kesetimbangan larutan jenuh garam sukar larut tidak mempengaruhi nilai
kelarutan dan nilai Ksp. Nilai Ksp selalu bernilai konstan selama suhunya juga konstan
atau tetap (Barke, 2009:160).
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan uraian hasil penelitian dan pembahasan tentang pemahaman siswa
dalam materi kelarutan dan hasil kali kelarutan pada siswa SMA kelas XI IPA dapat
disimpulkan bahwa pemahaman siswa pada konsep hasil kali kelarutan tergolong
cukup, sedangkan pemahaman siswa pada konsep kesetimbangan garam sukar larut,
kelarutan, pengendapan, dan pengaruh ion senama terhadap kelarutan, hubungan Ksp
dengan pH larutan dan pengaruh penambahan garam yang sukar larut terhadap
kelarutan garam tersebut tergolong sangat rendah.
Sedangkan miskonsepsi yang dialami siswa pada materi kelarutan dan hasil kali
kelarutan diantara siswa menganggap penambahan sedikit garam yang sukar larut ke
dalam larutan jenuh garam tersebut akan menaikkan konsentrasi larutan jenuh garam
tersebut sehingga nilai Ksp garam tersebut berubah. Selain itu siswa juga menganggap
bahwa penambahan sedikit garam yang sukar larut ke dalam larutan jenuh garam
tersebut akan menambah konsentrasi garam tersebut sehingga kelarutannya akan
semakin besar dan nilai Ksp semakin besar.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh tentang menggali pemahaman siswa
SMA pada konsep kelarutan dan hasil kali kelarutan dengan menggunakan tes
diagnostik two-tier, maka dapat dipaparkan saran-saran sebagai berikut.
1. Melihat rendahnya persentase pemahaman sebagian besar siswa pada kelarutan dan
hasil kali kelarutan (71,1%), maka hendaknya guru memilih metode pembelajaran
yang paling sesuai dengan kondisi siswa dalam kelas. Guru juga hendaknya
memberikan soal-soal konseptual disamping soal hitungan.
2. Dengan memperhatikan banyaknya miskonsepsi pada kelarutan dan hasil kali
kelarutan yang dialami siswa, hendaknya guru memilih metode pembelajaran yang
berpusat pada siswa contohnya metode inkuiri. Selain itu, untuk mengatasi
miskonsepsi yang dialami siswa dapa digunakan strategi konflik kognitif.
3. Hendaknya guru menuntaskan pemahaman siswa pada konsep kesetimbangan
kimia dan dilanjutkan dengan pemahaman kesetimbangan ion garam sukar larut,
karena konsep tersebut sangat berpengaruh terhadap pemahaman konsep lainnya
dalam kelarutan dan hasil kali kelarutan.
4.
5.
Melihat besarnya kesalahan konsep, maka diharapkan siswa lebih aktif dalam
mengikuti pelajaran, bertanya kepada guru, dan berdiskusi dengan guru khususnya
pada konsep kesetimbangan ion garam sukar larut.
Instrumen dalam penelitian ini masih banyak memiliki kelemahan khususnya dalam
mengidentifikasi miskonsepsi siswa. Hal ini dikarenakan kurangnya kajian literatur
dan wawancara yang dilakukan pada saat penyusunan instrumen. Oleh karena itu,
disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk lebih banyak melakukan kajian
literatur dan wawancara sehingga instrumen yang dihasilkan lebih baik dalam
menggali miskonsepsi siswa.
DAFTAR RUJUKAN
Ardtej, R., dkk. 2008. Development of Two-Tier Diagnostic Test for Examination of
Thai High School Students` Understanding in Acid-Base, 103-121.
Barke, H-D., dkk. 2009. Misconception in Chemistry. Adressing Perception in
Chemical Education. Germany: Springer.
Jespersen, N. D., dkk. 2011. Chemistry: The Molecular Nature of Matter (sixth edition).
USA: Courier Kendallville.
Mc Murry dan Fay. 2003. Chemistry (fourth edition).
nder, I., Geban, . 2006. The Effect of Conceptual Change Text Oriented Instruction
on Students Understanding of The Solubility Equilibrium Concept. Journal of
Education, 30: 166-173.
Raviolo, Andres. 2001. Assesing Students Conceptual Understanding of Solubility
Equilibrium. Journal of Chemical Education, 78 (5): 629-631.
Silberberg, M. S. 2009. Chemistry The Molecular Nature of Matter and Change (fifth
edition). New York: McGraw-Hill Companies.
Taber, K. S., 2013. Revisiting the Chemistry Triplet: Drawing Upon the Nature of
Chemical Knowledge and the Psychology of Learning to Inform Chemistry
Education.Chemistry Education Research and Practice, (Online), 14: 156-168,
(http://www.rsc.org/cerp), diakses 13 Juni 2013.
Treagust, David F. 2006. Diagnostic Assessment in Science as a Means to
Improving Teaching, Learning and Retention. Makalah disajikan pada
UniServe Science Assessment Symposium Proceedings, 2006, (Online),
(http://sydney.du.au/science/uniserve_science/pubs/procs/2006/
treagust/pdf.), diakses 28 September 2011.
Tysz, C. 2009. Development of Two-Tier instrument and Assess Students`
Understanding in Chemistry. Scientific Research and Essay, 4 (6): 626-631.