Professional Documents
Culture Documents
van Bemmelen
26
yang terletak di antara Amerika Utara dan Selatan, meskipun dalam banyak hal
menunjukkan adanya persamaan, tidak menunjukkan persamaan dalam aspek
perubahan bentuk dan struktur geologinya. Berbagai gejala geologi terpenting
yang terdapat di kawasan ini telah menarik perhatian para ahli. Gejala dimaksud
adalah sebagai berikut:
1. Sistem-Sistem Pegunungan
Di Hindia Timur dapat dipelajari jalinan sistem Pegunungan Tethys dengan
rangkaian kepulauan Pasifik bagian barat dan sistem Pegunungan Sirkum
Australia. Gugusan kepulauan ini merupakan daerah batas antara pusat benua
Asia yang termasuk belahan Utara dan tanah besar Gondwana dari belahan
selatan. Pada gugusan kepulauan ini, kedua daerah dipertemukan oleh proses
yang aktif dari pembentukan pegunungan.
Seseorang mungkin mengenal daerah yang kurang lebih sudah mantab
(stabil) yaitu Daerah Dangkalan Sunda di bagian barat laut, dan Dangkalan
Sahul di bagian tenggara. Daerah Sunda dikelilingi oleh Sistem Pegunungan
Sirkum Sunda, yang memotong rangkaian Sistem Pegunungan Sirkum
Australia.
Sistem Sirkum Sunda terdiri dari dua bagian yang utama; bagian utaranya
(Kepulauan Filipina) termasuk ke dalam rangkaian kepulauan sepanjang
Samudra Pasifik bagian barat; bagian selatannya membentuk sebagian dari
pegunungan besar, yang membentang dari Maluku Selatan sampai ke lembah
Brahmaputra di Assam.
Sistem Pegunungan Sunda ini panjangnya 7.000 km; bila dilihat dengan
urutan teratur terbentuk oleh Busur Banda di bagian Timur sepanjang
Kepulauan Sunda Kecil, Jawa, Sumatra, Andaman dan Nikobar ke Arakan
Yoma di Birma, di situ berjumpa dengan Sistem Himalaya dengan sudut
perpotongan yang tajam.
Sistem Pegunungan Sunda adalah salah satu dari rangkaian pegunungan
besar di dunia, panjangnya kurang lebih sama dengan Cordillera de los Andes
di Amerika Selatan. Pegunungan Sunda terdiri dari dua jalur busur pegunungan
yang sejajar, yaitu rangkaian kepulauan dan pegunungan bawah laut. Busur
dalam-nya bersifat vulkanis sedang busur luar-nya tidak.
Sistem sirkum Australia terbentang sepanjang sumbu sentral Irian, dan
selanjutnya sepanjang gugusan kepulauan itu ke Australia bagian timur terus ke
Selandia Baru. Dari sini mungkin membujur sepanjang jalur bawah laut di antara
Australian dan Antarktika (ambang Macquari) ke Kerguelen, dan muncul di
bagian selatan Samudra Indonesia. Sebuah cabang yang tidak jelas dari
ambang menengah (sedang) di Samudra Indonesia membentang ke arah utara
melalui pulau-pulau Cocos ke pulau Christmas di sebelah selatan Jawa. Bagian
antara pulau Christmas dan Irian tertutup oleh jalur sistem Pegunungan Sunda
tersebut di atas.
Satuan geotektonik lainnya dibentuk oleh sistem pegunungan yang
membujur dari Halmahera dan sekitarnya melalui bagian utara Irian ke gugusan
Selandia Baru.
27
2. Basin-Basin Samudra
Laut tengah Austral Asia di bagian timur laut dan baratdaya dibatasi oleh
basin-basin laut, yaitu basin Laut Cina Selatan, basin Filipina, basin Karolina
pada tepi Samudra Pasifik dan basin Indo-Australia pada tepi Samudra
Indonesia. Basin-basin itu dalamnya antara 4.000 6.000 m. Diduga basin-
basin tersebut semula bukanlah laut, akan tetapi adalah tanah batas antara Asia
dan Australia yang tenggelam.
Kegoyangan (ayunan) vertikal blok-blok yang luas pada permukaan bumi itu
mencapai garis tengah ribuan kilometer, memungkinkan bagi bahan-bahan
endapan mengendap pada laut-laut yang dalam dan/atau pengangkatannya
membentuk plato-plato kontinen. Gerak epirogenetik semacam itu adalah jenis
lain yang meluas lebih jauh dan pada penggelombangan kulit bumi atau Pis de
fond membentuk rangkaian pegunungan dan laut-laut yang dalam.
Selanjutnya berlangsunglah proses pembentukan pegunungan
(orogenetik). Gerak epirogenetik dan orogenetik adalah efek atau hasil kekuatan
(tenaga) endogen bumi; yang kedua-duanya masih aktif di Kepulauan
Indonesia, dengan menimbulkan bentukan-bentukan yang aktual disertai
gempabumi normal ataupun hyposentrum dalam, usaha-usaha mencapai
kesetimbangan gayaberat (gravitasi), dan aktivitas-aktivitas vulkanisme. (Lihat
Teori Geo-synclinal di bagian II di depan).
3. Gempabumi
Jalur-jalur pegunungan yang membatasi blok-blok Dangkalan Sunda dan
Sahul merupakan daerah yang paling goyah (seismis, bergempa) di dunia. Di
Indonesia mengalami kejadian gempa rata-rata dalam setahun 500 kali.
Hyposentrum terdalam yang terdapat di Laut Flores (720 km), termasuk yang
terdalam di antara hyposentrum di Indonesia.
5. Volkanisme
28
Busur-busur-dalam dari sistem orogen di Kepulauan Indonesia ditandai oleh
aktivitas volkanisme yang kuat. Jumlah volkan-volkan yang masih aktif di
kawasan ini (sekurang-kurangnya 117 buah) adalah lebih banyak daripada di
daerah vulkanik lain di dunia. Selama lebih dari 20 tahun the Netherland Indies
Volcanological Survey telah mengumpulkan data secara sistematis pada
orogenesis volkanisme ini. Teknik dan manajemen organisasinya tiada banding-
nya, yang dipakai oleh penyelidik-penyelidik volkan Indonesia dalam penga-
matan yang kontinyu, dan diperlengkapi dengan terowongan yang kuat sebagai
tempat berlindung. Di daerah ini terdapat aktivitas volkanik yang pernah terjadi
di semua tingkatan perkembangan geologi. Intrusi hipoabisal dan abisal dari
batuan beku dapat ditemukan dan dipelajari.
6. Keadaan Reliefnya
Perbedaan tinggi antara puncak-puncak rangkaian pegunungan dan titik-
titik dasar lubuk-lubuk laut-dalam yang membatasi jalur orogenesis (orogenic
belt) pada waktu ini adalah yang terbesar. Emden Deep yang dalamnya
-10.830 m pada Palung Filipina, adalah laut terdalam yang pernah diukur.
Pegunungan Wilhelmina (Pegunungan Jayawijaya) di Irian dengan puncaknya
G. Cartensz (5.030 m) lebih tinggi dari batas salju abadi di daerah tropis
(ekuator, 4.300 m d.p.l.).
29
dari permukaan bumi yang sebahagian berlangsung cepat (orogenesis)
sebagian lagi lambat (epirogenesis). Intrusi magma pada beberapa tempat telah
menembus sedimen ini dan mengubah tekstur dan strukturnya, kadang-kadang
bahkan sampai sedemikian meningkat, sehingga keaslian eksogen dari sedimen
itu praktis menjadi sulit dijelaskan. Schist kristalin dari basement complex,
sering merupakan batuan poly-methamorfis yang menggambarkan adanya lebih
dari satu siklus pembentukan pegunungan * ). Pada beberapa daerah, betuan-
batuan Tertier telah mencapai periode phyllitis.
*)
Menurut Bemmelen, untuk sampai kepada bentuknya sekarang, Landas Kontinen Sunda
telah mengalami delapan kali pembentukan daratan, atau orogenesa. Di bagian Indonesia
Timur, kejadian hampir sama dengan bagian Barat. Kontinen Asal di bagian Timur adalah
yang oleh van Bemmelen disebut Central Banda Basin, atau yang kini kita kenal dengan
Laut Banda. Berbeda dengan di bagian barat, pada Banda System ini, terdapat hanya
tujuh tahap (phase), dibandingkan dengan delapan tahap (phase) seperti yang terdapat
pada Sunda System.
Fosil fauna dan flora telah dilaporkan oleh sejumlah besar ahli paleontologi
internasional; misalnya, fauna foraminifera (oleh Douville, Rutten, Tan Sin Hok,
van der Vlerk, Umbgrove, Leroy dsb.) Maluku (Martin, Oostingh, dsb.),
Vertebrata (Dubois, von Kuningswald, Hooijer, dsb.), fauna Perm dan
Mesozoicum di Timor, Misool, Seram, Buru, dsb. (Wanner, dll.), flora
Permocarbon Sumatra dan Irian (Jongmans).
Kesimpulan
Jelaslah, bahwa sejak awal sejarah geologi Kepulauan Indonesia, gejala
aktivitas tenaga endogen sangat aktif. Selanjutnya, laporan-laporan para ahli
(Eropa) dari berbagai bidang ilmu yang berkaitan dengan orogenesis di
gugusan kepulauan antara Asia dan Australia ini mencerminkan betapa
menariknya perhatian mereka untuk melakukan penelitian di kawasan ini.
Karena itu, Kepulauan Indonesia merupakan obyek yang sangat penting
dan menarik perhatian bagi studi-studi tektogenesis dalam kaitannya dengan
gelaja endogen yang menantang untuk dianalisis; seperti aktivitas magma
(vulkanisme dalam arti luas), gempabumi, dan penyimpangan keseimbangan
isostatik.
Sesungguhnya dapat diharapkan bahwa semua cabang ilmu geologi akan
dapat diterapkan di daerah ini, karena semua gejala geologi dapat ditemukan di
sini. Hindia Timur merupakan medan penelitian yang penting bagi lahirnya
kensep-konsep dan teori baru dalam menjawab problem-problem yang
mendasar mengenai evaluasi geologi di planet bumi ini; sebagaimana telah
dinyatakan oleh Cloos (1936).
III. I K L I M
Seluruh Wilayah Kepulauan Indonesia terletak di daerah tropis dan pada
bagian iklim musim Indo Australia, yang memiliki karakteristik temperatur
30
tinggi, udaranya sangat lembab dengan hujan yang lebat. Rata-rata penyinaran
matahari di dataran-dataran pantai 50 70 %.
Karena pengaruh benua Asia (di utara katulistiwa) dan Australia (di selatan
Katulistiwa), daerah ini merupakan daerah iklim musim yang paling nyata di
dunia.
Pada bagian tenggara Kepulauan Indonesia, iklimnya lebih kering,
disebabkan oleh pengaruh anti-siklon dingin dari Australia. Karena itu, savana
terdapat pada bagian timur Kepulauan Sunda Kecil. * )
*)
Pengaruh anti-siklon dingin dari Australia sebagai faktor penyebab iklim yang lebih kering
pada bagian tenggara Kepulauan Indonsia, seperti yang dikemukakan oleh van Bemmelen,
mungkin dapat dipertimbangkan. Akan tetapi juga, lebih besar daripada faktor tersebut,
adalah kenyataan mengenai arah angin muson barat pembawa uap air (hujan) dari
Samudra Hindia terhadap kedudukan pegunungan di Pulau Jawa, Bali dan Kepulauan
Nusa Tenggara yang berderet-deret dari barat ke timur, yang hanya diselingi oleh selat-
selat sempit. Kondisi ini terkait dengan dalil mengenai terbentuknya hujan orografis dan
daerah bayangan hujan; bahwa pantai (lereng) barat cenderung membentuk hujan orografis
sedangkan pada daerah pantai (lereng) bagian sebelah timurnya merupakan daerah-
daerah bayangan hujan. Jika wilayah Jawa Barat dianggap sebagai kawasan lereng pantai
barat dari deretan pulau-pulau tersebut, maka wilayah bagian ujung timurnya merupakan
daerah bayangan hujan. Data statistik juga telah menunjukkan bahwa curah hujan makin ke
timur makin rendah.
Perhatikan peta arah angin muson di Indonesia, pegunungan, dan teori hujan orografis.
Suhu rata-rata tahunan pada permukaan laut sedikit di atas 26 0C (78,8 0F)
dan rata-rata kelembaban udara 80%. Bagian dataran yang luas di sepanjang
pantai Surabaya mempunyai suhu rata-rata 26.4 0C dan Manila 26,6 0C sehingga
kota itu merupakan kota yang terpanas. Suhu rata-rata di beberapa daerah
pantai adalah 26,2 0C, Jakarta 25,8 0C, Makassar dan Manado 25,7 0C,
Balikpapan dan Medan 25,2 0C.
Suhu rata-rata di daerah pegunungan lebih rendah; misalnya Bandung (730
m d.p.l.) 22,1 0C, dan Tosari (1.715 m d.p.l.) 15,9 0C.
Suhu udara makin turun sebesar 5,5 0C 6 0C untuk setiap kenaikan
(vertikal) tinggi tempat 1.000 m dari permukaan laut.
Jika suhu udara rata-rata pada ketinggian 0 m (muka laut) adalah 26,2 0C, sebagai contoh,
maka suhu di kota Malino (Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan) pada ketinggian 1.050 m
d.p.l., secara matematis sederhana dapat ditentukan sbt:
1.050
26,2 0C ( 1.000 X 5,7 0C ) = 20,45 0C
Di mana: 1.050 adalah angka ketinggian tempat Malino (1.050 m dari permukaan laut); angka
1.000 dan 5,7 adalah angka tetap (mutlak). Angka 1.000 dapat pula diganti dengan angka
100 dengan catatan angka 5,7 diganti menjadi 0,57.
Dengan demikian, garis batas daerah salju (0 0C) di daerah Katulistiwa (tropis) dapat
ditentukan; yaitu di atas 4.300 m d.p.l..
Perlu pula dicatat bahwa fluktuasi (elastisitas) nilai suhu rata-rata lebih dipengaruhi oleh
faktor perubahan suhu waktu siang dan waktu malam hari; dan juga, oleh faktor gerak DKAT
(Daerah Konvergensi Antar Tropik), yaitu ekuator termal, atau wilayah muka bumi yang
suhunya paling tinggi pada suatu saat karena pemanasan matahari; sesuai dengan gerak
semu matahari, bolak-balik, di antara garis balik utara dan garis balik selatan.
31
Angka-angka statistik tahun 1934 menunjukkan mayoritas rata-rata hujan
lebih dari 2.000 mm. Kota Palu di Sulawesi Tengah mempunyai rata-rata curah
hujan yang terendah (557 mm), sementara di Tenjo Jawa Tengah mempunyai
curah hujan rata-rata setahun 7.026 mm.*)
*) Sebagai catatan: Kota Palu terletak dalam lembah Palu, sebuah depresi / graben yang
memanjang arah utara selatan yang diapit oleh dua deretan pegunungan/horst.
Lembah atau graben ini tetap menjadi daerah bayangan hujan, baik pada muson barat
maupun pada muson timur. Sementara Tenjo adalah tempat tinggi di lereng selatan
Pegunungan Serayu Jawa Tengah; terbuka bagi terbentuknya hujan orgrafis yang
dibawa oleh angin muson baratdaya dan tenggara dari Samudra Hindia.
Catatan: Angin di Indonesia terdiri atas 4 musim dalam setahun. Dua angin muson
(tenggara/timur dan barat daya/barat; dan dua musim angin pancaroba). Masing-masing
berlangsung selama 3 bulan.
IV. D E N U D A S I
Faktor utama yang menyebabkan cepatnya proses denudasi ialah
iklim-iklim tropis dan proses pembentukan pegunungan yang begitu aktif.
Proses pembentukan pegunungan (orogenesis, gaya asal dalam, endogen); dan ketika dasar
laut telah muncul di atas permukaan laut, memberikan peluang bagi faktor-faktor gaya asal
luar (eksogen: unsur-unsur cuaca/iklim, sungai, gelombang, dan gletser) dan gravitasi
(masswasting) bekerja efektif dalam hal proses pelapukan, erosi, abrasi dan ablasi. Garis 0
meter atau bidang muka laut adalah garis batas erosi umum. Pengendapan di danau atau
sungai masih merupakan pengendapan sementara.
I Made Sandy (1985) membuat kategori, bahwa semua wilayah daratan adalah wilayah erosi,
dan wilayah laut adalah wilayah endapan.
Suhu yang tinggi (= tropis = panas) dan kelembaban yang tinggi (iklim laut
tropis) menyebabkan cepatnya proses pelapukan, pencucian tanah dan erosi.
Laju proses denudasi dipercepat oleh faktor pengangkatan pegunungan dan /
atau oleh faktor sedimen-sedimen yang tak terkonsolideer (batuan yang tidak
kompak, rapuh). Rutten (1917; 1938) mengumpulkan data dari sungai-sungai di
Jawa dan Sumatra, dan menemukan realitas denudasi tahunan yang jauh lebih
besar daripada sungai-sungai di Eropa dan Amerika Utara. Banyak basin-basin
_____________________________
*) Sungai Serayu di Jawa Tengah mempunyai muatan lumpur 7 kg dalam setiap 1 m 3 air sungai
yang diukur dekat Mandiraja (Bantar), sebuah desa antara Banjarnegara dan Banyumas.
Jumlahnya mencapai 10.000 ton per annum. Jumlah materi yang hancur dalam setiap tahun
dalam air sungai itu sekitar 1.300.000 ton. Denudasi di daerah-daerah penangkap hujan
(catchment area) di bagian sebelah bawah Mandiraja diperkirakan 1,6 mm tiap tahun.
32
(cekungan-cekungan) daerah aliran menunjukkan nilai (angka-angka) lebih dari
1 mm per annum *) dan dalam satu hal, contoh, Sungai Pengaron dekat
Semarang menunjukkan angka 4 mm; luas daerah aliran Sungai Pengaron
hanya 40 km2.
Di sini, kecepatan denudasi setiap hari rata-rata 1 mm; adalah sebanding
dengan kecepatan denudasi Sungai Marne (di mana?) dalam 2 abad. Daerah
erosi yang sangat hebat seperti di Jawa tersebut, disebut stervende landen
(diyeng lands).
Van Dyk dan Vogelzang (1948) telah melaporkan beberapa data mengenai
salah satu dari diyeng lands ini, yaitu pada cekungan daerah aliran Ci Lutung
pada lereng baratdaya gunung Careme di Jawa Barat.
Ternyata pula bahwa penebangan hutan yang makin intensif dan pembasmian
rumput sesudah tahun 1917 menyebabkan penggandaan erosi tanah yang
sangat hebat. Dalam kondisi ini terdapat lapisan tanah yag setebal 10 cm telah
dipindahkan dari seluruh daerah itu dalam waktu 50 tahun. Tetapi erosi itu
lebih banyak terjadi pada bahan-bahan yang mudah terkikis (erosi-selektif),
seperti tanah lempung mergel miosen. Menurut Rutten (1917), dapat
diperkirakan bahwa tingkat erosi pada tanah-tanah ini lebih dari 10 kali lipat
dibandingkan dengan tanah vulkanis.
Cekungan Ci Lutung terdiri dari 34% batuan vulkanik Kuarter, 60% breksi
Miosen, batu pasir dan lempung Mergel (Verbeek).
Mungkin perkiraan itulah yang tepat, karena 90% hasil erosi berasal dari
deposit Miosen, yang terdapat pada hampir bagian dari seluruh daerahnya.
Sejak dalam keadaan seperti itu usaha pencegahan boleh dikatakan berhasil,
karena kehilangan lapisan tanah yang baik untuk pertanian hanya 10 cm dalam
jangka waktu 35 tahun.
Jumlah lumpur yang terangkut oleh air sungai tidak dapat ditentukan,
namun ternyata bahwa tingkat erosi keseluruhan tidak begitu tinggi (hebat).
Memang banjir yang kuat dapat menyebabkan pembinasaan tanah, seperti
yang terjadi selama banjir di Jawa dalam tahun 1861 (Klinkert, 1917). Curah
hujan di Jawa 60 kali lebih hebat daripada di Jerman, dan 11 kali lebih hebat
33
daripada kebanyakan daerah hujan di bagian tenggara Amerika Serikat
Amerika Utara (Von Kooten, 1917 dalam Coster, 1938). Karena itu, transportasi
bahan oleh air maksimum pada sungai-sungai di Jawa dan khususnya sungai-
sungai yang lebih kecil, jauh lebih besar daripada di tempat-tempat lain di dunia,
yang curah hujannya kurang lebat.
1. Pencucian Tanah
Curah hujan sebesar 1 sampai 7 meter per tahun di Indonesia besar
pengaruhnya terhadap tanah dan vegetasi. Air hujan yang melimpah tidak
hanya membasahi tanah, tetapi juga mencuci kesuburan tanah. Semua unsur
tanah yang terbawa air, diangkut ke tempat-tempat yang rendah, ke sungai-
sungai dan akhirnya ke laut.
Proses seperti ini juga terdapat di tempat-tempat yang amat basah di zona
sedang, tetapi di sana proses kerjanya lambat; pertama, karena curah hujan
rendah; kedua, karena temperatur rendah. Kedua faktor ini memperkecil proses
pelarutan.
34
Di antara substansi-substansi yang terlarut terdapat unsur yang berguna
bagi makanan tumbuh-tumbuhan. Karena itu tanah di daerah tropis tetap miskin,
hal mana telah dikemukakan olh Mohr dalam berbagai publikasinya. Akhirnya
vegetasi hampir tidak mungkin tumbuh subur, seperti pada tanah-tanah
aluminium laterit di pulau Bantan, seperti yang telah dikemukaan oleh penulis
(Mohr, 1940).
2. Peremajaan Tanah
Untunglah terdapat banyak faktor, bahkan sangat banyak, yang mengham-
bat dan bahkan menahan proses-proses yang merugikan itu. Di daerah rendah,
lumpur yang dibawa banjir bahkan memperkaya tanah. Hal ini berarti
pengunduran atau pencegahan terhadap pengrusakan; tetapi ada faktor radikal
yang setiap saat dapat menyebabkan perubahan pokok dalam keseluruhan
situasi tersebut, yaitu aktivitas-aktivitas vulkan muda, pengeluaran debu yang
banyak, pasir dan batu di sekelilingnya.
Di mulai pada kawasan-kawasan di sekitar pusat erupsi, dan lereng-lereng
pegunungan yang mengalami penghancuran tadi kemudian tertimbun oleh
bahan-bahan hasil erupsi; dan daerah itu akan cepat tertutup oleh vegetasi.
Contoh, seperti yang terjadi sesudah letusan Krakatau dalam tahun 1883
(Backer, 1929; Docters van Leeumen, 1936), dan letusan G. Kelud dalam tahun
1902 dan 1919. Bila tidak segera tertimbun oleh hasil-hasil erupsi lagi, maka
tanah yang baru di daerah itu akan tetap subur selama berabad-abad, yang
akhirnya akan menjadi miskin akibat pencucian oleh hujan tropis.
Pendapat Mohr kelihatan begitu pesimis, sebab tidak hanya terjadi
pencucian terhadap kesuburan tanah, akan tetapi juga erosi akan berlangsung
terus sampai mendalam dan disertai dengan proses pelapukan dan
penghanyutan lapisan-lapisan tanah.
Pembentukan pegunungan yang aktif di kepulauan ini, telah membangun
bermacam-macam relief, sehingga intrusi hipoabisal dan intrusi plutonis
tersingkap oleh erosi, terutama mineral-mineralnya dan substansi-substansi
bagi persediaan makanan (nutrisi) dan pertumbuhan vegetasi.
Walaupun demikian, ada hubungan antaraadanya vulkanisme muda
dengan kepadatan penduduk, seperti yang telah dikemukakan oleh Mohr
(1938b), ialah bahwa proses pencucian tanaha ternyata berlangsung lebih cepat
daripada proses peremajaannya. Pandangan yang berdasarkan kehidupan
ekonomi memang membenarkan bahwa aktivitas vulkanisme adalah faktor yang
penting bagi peremajaan tanah. Kepadatan penduduk di daerah itu berkisar
antara 1 sampai lebih dari 1.000 /km 2. Dengan kata lain, perbedaannya makin
menyolok. Menurut hasil sensus tahun 1930 kepadatan rata-rata di Indonesia
31,89. Untuk Jawa dengan kegiatan vulkanismenya, ternyata mencapai
kepadatan penduduk sebesar 316,11 dan di Kalimantan yang tidak ada aktivitas
tersebut kepadatannya 4,02 *).
____________________
*) Adanya tanah yang subur saja ternyata tidak cukup. Faktor-faktor lain seperti adanya dataran-
dataran yang dapat dipakai sebagai tempat tinggal dan keadaan iklim yang baik, adalah penting
(misalnya: kerapatan penduduk yang relatif rendah pada daerah vulkanis Bukit
35
Barisan dan Pegunungan Selatan Jawa, iklim kering pada bagian timur Kepulauan Sunda Kecil
yang vulkanis). Selanjutnya hanya tanah vulkanis basa yang subur dan bukan pada jenis tanah
vulkanis yang asam.
37
5. Denudasi oleh Penjalaran Tanah (Creep)
Adanya penutup yang tebal dari batuan lapuk yang basah karena air hujan
menyebabkan juga penjalaran tanah yang agak luas menuju ke dasar lembah.
Stauber (1944) menggambarkan kenyataan bahwa juga di Alpina Wildbach-
Verdebauung yang berharga lebih dari 200 juta francs Swiss pada abad yang
lalu, telah kecil efeknya terhadap gerak turuni materi penutup oleh gravitasi,
yang meluncur ke lereng-lereng yang rendah (land-slides, earth glaciers, mud-
flows). Material lepas pada sisi pegunungan sering meluncur dalam jumlah
besar ke dalam jurang-jurang dan dari sana diangkut oleh erosi sungai.
Iklim tropis basah di Kepulauan Indonesia menyebabkan terbentuknya
lapisan tanah penutup yang tebal di daerah-daerah yang rendah berupa
endapan dari hancuran batu-batuan, sedangkan di pegunungan-pegunungan
mengalami keadaan yang sebaliknya. Selanjutnya aktivitas proses
pembentukan pegunungan telah menyebabkan terbentuknya banyak relief.
Jelaslah bahwa kombinasi dari kedua faktor tersebut, merupakan pendorong
yang kuat terhadap terjadinya aliran tanah pada lereng-lereng bukit dan
pegunungan yang diikuti oleh tanah longsor yang berulang-ulang, aliran lumpur
dan yang semacam itu.
Denudasi semacam ini secara kuantitatif lebih efektif daripada erosi
permukaan yang nilainya telah diperkirakan melalui percobaan oleh Stasion
Kehutanan di Jawa.
Di daerah Karang Kobar yang terletak di Jawa Tengah, pusat pegunungan
terdiri dari hancuran batuan neogin; penjalaran lapisan permukaan begitu kuat
sehingga sawah-sawah harus diperbaiki setiap saat (Harloff, 1930; van
Bemmelen, 1937 d). Pada pulau-pulau timah Bangka dan Belitung, gejala
penjalaran ini telah dipelajari dalam hubungannya dengan formasi tambang
Kulit dan Kaksa (Adam, 1932 - 1933).
Penjalaran tanah pada sisi bukit-bukit yang menuju ke arah dasar lembah
ini, juga sangat efektif di tempat-tempat yang terdiri dari sedimen-sedimen tak
terkonsolidir serta terlipat atau terangkat sampai di atas basis erosi daerah itu.
Dalam hal semacam itu, bukanlah formasi batuan yang hancur, tetapi adalah
deposit primer, yang sebenarnya mengalami pelapukan oleh tenaga-tenaga
eksogen, kemudian mengalir karena gaya beratnya sendiri.
Dalam bab mengenai perkembangan geologi dari satuan asli, akan
ditunjukkan bahwa pergeseran karena gaya berat ini adalah hal terpenting bagi
usaha mencapai kembali keseimbangan gravitasi (tektogenesa sekunder).
Peristiwa pengangkatan besar-besaran dari hasil proses erosi permukaan
melalui penjalaran tanah pada lereng-lereng bukit dan pegunungan, mengalami
peralihan secara bertahap menjadi perluasan gravitasi dan meluasnya daerah
yang terangkat. Perbedaan antara keduanya adalah proses denudasi (oleh erosi
permukaan dan penjalaran tanah) dipengaruhi oleh faktor-faktor iklim,
sedangkan gravitasi tektonik bergantung hanya kepada medan tingkat tekanan,
yang timbul karena perbedaan gerak vertikal, dan sifat fisis pada formasi-
formasi yang terangkat.
38
CATATAN, .. DIBUANG SAYANG
Sementara menulis halaman ini, muncul berita di Metro TV. Hari ini tgl. 9 April 2004 telah
terjadi gempabumi di Padang (Sumatra Barat), dengan kekuatan 5,3 skala Richter.
Episentrum di dasar laut tidak jauh dari lepas pantai sebelah barat Padang.
39
Adapun bagian yang kedua tersebut, manyangkut hubungan fisiografisnya
dengan Dangkalan Sunda akan dibahas pada bab mengenai daerah Dangkalan
Sunda, tetapi secara geologis termasuk Sistem Pegunungan Sirkum Sunda,
yang akan dibahas kemudian.
Daerah Dangkalan Sahul terdiri dari laut-laut dangkal Arafura, pulau-pulau
Aru, dan bagian selatan Papua (Merauke Suvell). Barangkali juga, laut dangkal
yang terbentang di sebelah barat Vogelkop (Kepala Burung) sampai ke Misool
boleh dimasukkan ke dalamnya. Di sebelah utara pebukitan Merauke basement
complex Pre-Tertier menghilang di bawah geosinklin Tertier Papua, yang
merupakan bagian dari Sistem Pegunungan Sirkum Australia.
40
berikan penjelasan keadaan fisiografis pada waktu itu, hal tersebut dapat
dipandang sebagai bagian kulit bumi yang kurang lebih stabil, terletak pada
tempat-tempat yang berbeda dalamnya, dan berupa dataran seperti permukaan
air laut.
JALUR-JALUR OROGENETIK
Di antara kerutan-kerutan lapisan kulit bumi ini (crustal-block) ada
rangkaian relief yang lebih kuat, berupa rangkaian pulau-pul;au karang atau
punggungan-punggungan di bawah permukaan laut (sub-marine ridges), yang
sejajar dengan palung laut dalam. Lebar massa yang tidak stabil (sedang
berproses, bergerak) ini bermacam-macam, yaitu beberapa ratus kilometer
pada ujung utara Filipina sampai lebih dari 200 km di antara Kalimantan Tengah
dan Kepulauan Aru. Jalur ini adalah jalur orogenetik yang aktif, dan sepanjang
ragkaian itu, pada waktu tersebut, telah terangkat sampai beberapa ribu meter
di atas permukaan laut, sementara basin-basin-antaranya menurun, mencapai
kedalaman 3.000 m sampai lebih dari 10.000 m (Palung Mindanao dalamnya
10.830 m).
41