You are on page 1of 36

BAB I

STATUS PASIEN

I IDENTITAS PASIEN

Nama : Nn. DW
Usia : 22 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Pelajar
Agama : Islam
Status Pernikahan: Belum Menikah
Suku Bangsa : Jawa
Tanggal Masuk : 22 April 2016
Dirawat yang ke : Pertama
Tanggal Periksa : 2 Mei 2016
No. RM : 829958

II ANAMNESA
Autoanamnesa pada tanggal 2 Mei 2016 pukul 08.00 WIB di RSPAD Gatot Subroto
perawatan umum lantai 4.

KELUHAN UTAMA
Penurunan kesadaran 2 jam SMRS

KELUHAN TAMBAHAN
Nyeri kepala dan penglihatan ganda

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Pasien datang dengan keluhan penurunan kesadaran 2 jam SMRS. Penurunan
kesadaran terjadi secara tiba-tiba saat pasien sedang istirahat dirumah hal ini merupakan
pertama kali bagi pasien, kemudian pasien langsung dibawa ke RS Menteng Mitra Afia,
namun karena fasilitas yang tidak memadai akhirnya pasien langsung dirujuk ke RSPAD
Gatot Subroto Jakarta. Pasien tidak menginggat kejadian yang terjadi, pasien hanya
mengatakan bahwa Dia saat bangun sudah berada di RSPAD Gatot Subroto.

1
Pasien mengeluh merasa lemas seluruh badan dan nyeri kepala hebat terutama
dibagian belakang kepala. Nyeri kepala seperti diikat tali dan berlangsung terus menerus.
Pasien juga mengeluh ditengkuknya sakit. Kepala berputar dan sekitarnya disangkal
pasien. Pasien mengeluh penglihatannya ganda terutama jika melihat kearah samping
kanan. Pasien mengaku mempunyai tiga benjolan disekitar leher sebelah kiri namun
benjolan sudah tidak sakit dengan masing-masing ukuran 1x1 cm. Benjolan tersebut
sudah ada sejak satu tahun yang lalu, tidak membesar, lunak dan dapat digerakkan.
Riwayat trauma, kecelakaan, dan pernah dirawat inap di rumah sakit disangkal pasien.
Pasien juga menyangkal adanya sesak, mual, muntah, kejang, kesemutan dan kelemahan
tungkai dan lengan.
Pasien sering keluar keringat dingin terutama pada malam hari, demam hanya
sore hari, nyeri kepala yang hebat seperti diikat tali yang erat terutama di belakang
kepala, dan tidak nafsu makan sekitar satu bulan yang lalu serta penurunan berat badan
namun pasien tidak pernah mengukur berat badannya. Pasien tidak berobat kedokter dan
hanya minum obat warung.
Pasien menyangkal adanya riwayat berpergian keluar kota, penggunaan obat-
obatan ilegal, dan berhubungan seksual. Pasien mengatakan buang air besar dan buang
air kecilnya normal. Di lingkungan pasien bersih dan rapi. Pasien menyangkal adanya
riwayat alergi obat dan makanan.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


Pasien mengaku pernah mengalami hal yang sama yaitu keluar keringat dingin
pada malam hari, demam, tidak nafsu makan disertai batuk kering, lemas, dan nyerinya
benjolan yang ada pada leher kiri pasien. Pasien mengaku pernah melakukan pengobatan
OAT selama 6 bulan yang menyebabkan kencingnya berwarna merah, namun pasien
lupa nama obat yang diminum apa saja. Pasien pada saat itu tidak rutin minum obat dan
hanya pergi berobat ke dokter Puskesmas sekali saja.
- Hipertensi : Disangkal
- Diabetes Melitus : Disangkal
- Sakit Jantung : Disangkal
- Trauma Kepala : Disangkal
- Kegemukan : Disangkal

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

2
Pasien memiliki seorang adik kandung perempuan tinggal dalam satu rumah
yang berusia 19 tahun dengan riwayat minum obat rutin selama 9 bulan dan kontrol ke
dokter pada tahu 2012. Pasien menyangkal di keluarga ada mempunyai penyakit
hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung, dan asma.

RIWAYAT KELAHIRAN/ PERTUMBUHAN/ PERKEMBANGAN


Pasien lahir normal cukup bulan. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan tidak
terhambat, pasien sama dengan teman-teman seusianya.

IIIPEMERIKSAAN FISIK
STATUS INTERNUS
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Gizi : Kurang
Tanda Vital
Tekanan Darah Kanan : 100/80 mmHg
Tekanan Darah Kiri : 100/70 mmHg
Nadi Kanan : 88 x/menit
Nadi Kiri : 80 x/menit
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 36,3C
Leher : 3 benjolan kelenjar getah bening di leher kiri
dengan konsistensi lunak, mobile, nyeri tekan (-), kemerahan (-), perabaan hangat
(-), masing masing berukuran 1x1 cm
Jantung : BJ I-II, regular, Gallop (-), Murmur(-)
Paru : SN vesikuler, Rhonki (-)/(-), Wheezing(-)/(-)
Hepar : Tidak teraba membesar
Lien : Tidak teraba membesar
Ekstemitas :Akral hangat, edema (-), sianosis (-), CRT <2
STATUS PSIKIATRI
Tingkah Laku : Wajar
Perasaan Hati : Euthym
Orientasi : Baik
Jalan Pikiran : Koheren
Daya Ingat : Baik

STATUS NEUROLOGIS

3
Kesadaran : CM, E4M6V5, GCS 15
Sikap Tubuh : Berbaring terlentang
Cara Berjalan : Tidak dinilai
Gerakan Abnormal : Tidak ada

KEPALA
Bentuk : Normocephal
Simetris : Simetris
Pulsasi :Teraba pulsasi di arteri temporalis
Nyeri tekan : Tidak ada

LEHER
Sikap : Normal
Gerakan : Terbatas
Vertebra : Normal
Nyeri tekan : Tidak ada

GEJALA RANGSANG MENINGEAL


Kanan Kiri
Kaku kuduk : (+)
Laseque : >700 >700
Kerniq : >1350 >1350
Brudzinsky I : (-) (-)
Brudzinsky II : (-) (-)

NERVI CRANIALIS
N I. Olfaktorius
Daya Penghidu : Normosmia / Normosmia

N II. Optikus
Ketajaman Penglihatan : Baik / Baik
Pengenalan Warna : Baik / Baik
Lapang Pandang :Baik / Baik
Fundus : Tidak dilakukan

4
N III. Occulomotorius/ N IV. Trochlearis /N VI. Abduscen
Ptosis : (-) (-)
Strabismus : (-) (-)
Nistagmus : (-) (-)
Exopthalmus : (-) (-)
Enopthalmus : (-) (-)
Gerakan Bola Mata
Lateral : Diplopia Normal
Medial : Normal Normal
Atas Medial : Normal Normal
Bawah Medial : Normal Normal
Atas : Normal Normal
Bawah : Normal Normal

Pupil
Ukuran : 3 mm 3 mm
Bentuk : Bulat
Iso/anisokor : Isokor
Posisi : Sentral Sentral
Reflek Cahaya Langsung : (+) (+)
Reflek Cahaya Tidak Langsung : (+) (+)

N V. Trigeminus
Menggigit : (+)
Membuka Mulut : Simetris
Sensibilitas Atas :
Tengah : (+) (+)
Bawah : (+) (+)
Reflek Masseter : Baik
Reflek Zigomatikus : Baik
Reflek Kornea : Tidak dilakukan
Reflek Bersin : Tidak dilakukan

N VII. Fasialis

5
Pasif
Kerutan kulit dahi : Simetris kanan kiri
Kedipan mata : Simetris kanan kiri
Lipatan nasolabial : Simetris kanan kiri
Sudut mulut : Simetris kanan kiri
Aktif
Mengerutkan dahi : Simetris kanan kiri
Mengerutkan alis : Simetris kanan kiri
Menutup mata : Simetris kanan kiri
Meringis : Simetris kanan kiri
Menggembungkan pipi : Simetris kanan kiri
Gerakan bersiul :Dapat dilakukan
Daya pengecapan lidah 2/3 depan : Baik
Hiperlakrimasi : (-)
Lidah kering : (-)

N VIII. Vestibulocochlearis
Mendengan suara gesekan jari tangan : (+) / (+)
Mendengar detik jam arloji : (+) / (+)
Tes swabach : Tidak dilakukan
Tes rinne : Tidak dilakukan
Tes webber : Tidak dilakukan

N IX. Glosopharingeus
Arcus pharynx : Simetris
Posisi uvula : Ditengah
Daya pengecapan lidah 1/3 belakang : Tidak dilakukan
Reflek muntah : Tidak dilakukan

N X. Vagus
Denyut nadi : Kuat angkat, reguler
Arcus pharynx : Simetris
Bersuara : Baik
Menelan : Baik

N XI. Accesorius

6
Memalingkan kepala : Bebas
Sikap bahu : Simetris kanan kiri
Mengangkat bahu : Bebas

N XII. Hipoglosus
Menjulurkan lidah : Baik
Kekuatan lidah : Cukup
Atrofi lidah : Tidak ada
Artikulasi : Jelas
Tremor lidah : Tidak ada

SISTEM MOTORIK
Trofi : Normotrofi Normotrofi
Normotrofi Normotrofi
Gerakan : Bebas Bebas
Bebas Bebas
Kekuatan : 5555 5555
5555 5555
Tonus : Normotonus Normotonus
Normotonus Normotonus

SISTEM REFLEKS
REFLEKS FISIOLOGIS
Refleks Tendon : Kanan Kiri
Refleks Biseps : (++) (++)
Refleks Triseps : (++) (++)
Refleks Patella : (++) (++)
Refleks Archilles : (++) (++)
Refleks Periosteum : Tidak dilakukan
Refleks Permukaan :
Dinding perut : Simetris
Cremaster : Tidak dilakukan
Spinchter Anii : Tidak dilakukan

7
Refleks Patologis : kanan kiri
Hoffman Trommer : (-) (-)
Babinski : (-) (-)
Chaddock : (-) (-)
Openheim : (-) (-)
Gordon : (-) (-)
Schaefer : (-) (-)
Rosolimo : (-) (-)
Mendel Bechterew : (-) (-)
Klonus paha : (-) (-)
Klonus kaki : (-) (-)

SISTEM SENSIBILITAS
Eksteroseptif
Nyeri : (+) / (+)
Suhu : Tidak dilakukan
Taktil : (+) / (+)
Proprioseptif
Vibrasi : (+) / (+)
Posisi : (+) / (+)
Tekan dalam : (+) / (+)

KOORDINASI DAN KESEIMBANGAN


Tes Romberg : Tidak dapat dilakukan
Tes Tandem : Tidak dapat dilakukan
Tes Fukuda : Tidak dapat dilakukan
Disdiadokinesis : Tidak dapat dilakukan
Reboun phenomenon : Tidak dapat dilakukan
Dismetri : Tidak dapat dilakukan
Tes telunjuk hidung : Dilakukan dengan baik
Tes telunjuk telunjuk : Dilakukan dengan baik
Tes tumit lutut : Tidak dapat dilakukan

8
FUNGSI OTONOM
Miksi
Inkontinensia : (-)
Retensi : (-)
Anuria : (-)
Defekasi
Inkontinensia : (-)
Retensi : (-)

FUNGSI LUHUR
Fungsi bahasa : Baik
Fungsi emosi : Baik
Fungsi orientasi : Baik
Fungsi memori : Baik
Fungsi kognisi : Baik

IV PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium

Hasil pemeriksaan laboratorium klinik


Jenis Pemeriksaan Nilai Rujukan 22/4/2016 27/4/2016 28/4/2016
Darah rutin
Hemoglobin 13 18 gr/dL 12.6 12.7
Hematokrit 40 52 % 36 38
Eritrosit 4.3 6.0 juta/uL 4.9 5.0
Leukosit 4800 10800 /uL 10990 7640
Trombosit 150000 400000 /uL 295000 318000
Hitung Jenis:
- Basofil 01% 0

9
- Eosinophil 13% 0
- Batang 26% 2
- Segmen 50 70 % 79
- Limfosit 20 40 % 16
- Monosit 28% 3
MCV 80 96 fl 74 77
MCH 27 32 pg 26 25
MCHC 32 36 gr/dL 35 33
RDW 11,5 14,5 % 13.60

Kimia Klinik
Bilirubin Total < 1,5 mg/dL 1.46
Bilirubin Direk < 0.3 mg/dL 0.42
Bilirubin Indirek < 1.1 mg/dL 1.04
SGOT (AST) <35 U/L 16 25
SGPT (ALT) <40 U/L 15 24
Protein Total 6 8.5 g/dL 7.6
Albumin 3.5 5.0 g/dL 3.8
Globulin 2.5 3.5 g/dL 3.8
Kolesterol Total < 200 mg/dL 175
Trigliserida < 160 mg/dL 165
Kolesterol HDL > 35 mg/dL 62
Kolesterol LDL < 100 mg/dL 80
Ureum 20 50 mg/dL 25 24
Kreatinin 0.5 1.5 mg/dL 0.7 0.6
Glukosa Sewaktu < 140 mg/dL 114
Natrium 135 147 mEq/L 124 130 133
Kalium 3.5 5.0 mEq/L 4.4 4.3 4.0
Klorida 95 105 mEq/L 90 97 101

Hasil pemeriksaan laboratorium klinik tanggal 23 April 2016


Jenis Pemeriksaan Nilai Rujukan Saat Ini
Anti HIV Penyaring Non Reaktif Non Reaktif Reagen SD

Hasil pemeriksaan laboratorium klinik tanggal 29 April 2016

Jenis Pemeriksaan Nilai Rujukan Saat ini


Kimia Klinik
Glukosa Darah Sewaktu <140 mg/dL 88

Cairan Tubuh
Analisa Cairan Liquor
Kejernihan
Putih agak
- Warna Jernih

10
- Berat Jenis 1.005 1.015 keruh
- pH 1.020
- None Negatif 8.0
- Pandy Negatif Positif
- Jumlah Sel 0 30 /uL Positif
- Hit. Sel PMN 06% 236
- Hit. Sel MN 50 80 % 14
- Glukosa 50 80 mg/dL 86
- Protein 15 45 mg/dL 62
- Klorida 118 130 mEq/L 143.0
104

Foto thoraks AP pada tanggal 23 April 2016

Kesan: Infiltrat granuler yang tersebar di kedua lapangan paru DD/ interstisial pneumonia,
TB milier.

MRI kepala tanpa kontras tanggal 22 April 2016

11
Kesan :
- Multipel fokal edema tersebut pada hemisfer cerebri kanan kiri, kemungkinan adanya
fokus-fokus abses diantaranya belum dapat disingkirkan.
- Infark lakunar DD/ abses kecil di pons kanan dan ganglia basalis kiri.

V RESUME
ANAMNESIS
Pasien perempuan berusia 22 tahun, datang dengan keluhan penurunan
kesadaran 2 jam SMRS. Pasien merasakan cephalgia hebat terutama di Os. Oksipital,
febris, malaise, dan penglihatan diplopia. Satu bulan yang lalu pasien merasa febris
terutama tinggi pada malam hari, malaise, cephalgia, keluar keringat dingin malam hari,
penurunan berat badan, dan tiga benjolan di leher kirinya mulai terasa sakit dan pasien
hanya konsumi obat warung. Pasien mengaku mempunyai 3 benjolan di daerah leher kiri
dengan masing-masing ukuran 1x1 cm dengan konsistensi lunak dan mobile serta
benjolan terasa nyeri saat ditekan sejak satu tahun yang lalu. Pasien pernah terapi OAT
selama 6 bulan namun tidak rutin minum obat dan kontrol ke dokter sejak satu tahun
yang lalu. Dikeluarag pasien yaitu adik perempuan pasien yang berusia 19 tahun pernah
terapi OAT selama 9 bulan dengan rutin minum obat dan kontrol ke dokter.

12
PEMERIKSAAN FISIK
Status Internus :
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Gizi : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
TD kanan : 100 /80 mmHg
TD kiri : 100/70 mmHg
Nadi kanan : 88 kali/ menit
Nadi kiri : 80 kali/ menit
Pernapasan : 20 kali/ menit
Suhu : 36,3C
Leher : 3 benjolan kelenjar getah bening di leher kiri dengan
konsistensi lunak, mobile, nyeri tekan (-), kemerahan (-), perabaan hangat (-), masing
masing berukuran 1x1 cm.

Status Psikiatris : Eutym dan koheren

Status Neurologi
Kesadaran : Compos Mentis E4M6V5 GCS 15
Leher : Gerakan terbatas
Tanda Rangsang Meningeal : Kaku kuduk (+)
Laseque >700 / >700
Kerniq >1350 / >1350
Nervus Cranialis : Parese musculus rektus lateralis dextra (N.VI)
Sistem Motorik : Dalam batas normal
Sistem Refleks : Refleks Fisiologis : (++) / (++)
Refleks Patologis : (-) / (-)
Sensibilitas : Baik
Fungsi Otonom : Baik (inkotinensia urin (-), anuria (-) konstipasi (-) )
Fungsi Luhur : Baik

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Jenis Pemeriksaan Nilai Rujukan Saat ini
Kimia Klinik

13
Glukosa Darah Sewaktu <140 mg/dL 88

Cairan Tubuh
Analisa Cairan Liquor
Kejernihan
Putih agak keruh
- Warna Jernih 1.020
- Berat Jenis 1.005 1.015 8.0
- pH Positif
- None Negatif Positif
- Pandy Negatif 236
- Jumlah Sel 0 30 /uL 14
- Hit. Sel PMN 06% 86
- Hit. Sel MN 50 80 % 62
- Glukosa 50 80 mg/dL 143.0
- Protein 15 45 mg/dL 104
- Klorida 118 130 mEq/L

VI DIAGNOSIS
Diagnosis Klinis : Riwayat penurunan kesadaran, cephalgia, parese musculus
rectus lateralis dextra N. VI
Diagnosis Topis : Meningen
Diagnosis Etiologi : Meningitis Tuberkulosis
Riwayat Limfadenitis Tuberkulosis

VII PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
- Injeksi dexametason 3 x 1 ampul
- Injeksi ranitidine 2 x 1 ampul
- Injeksi streptomisin 1 x 750 mg
- Rifampicin 1 x 450 mg
- INH 1 x 300 mg
- Pirazinamid 1 x 1000 mg
Non Medikamentosa
- Tirah baring
- Teratur dan rutin minum obat setiap hari
- Makan dan minum yang teratur dan bergizi

VIII PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : Dubia ad bonam

14
Quo ad sanam : Dubia ad bonam
Quo ad cosmeticum : Bonam

15
BAB II
ANALISA KASUS

Anamnesis

Pasien perempuan berusia 22 tahun dengan keluhan penuruna kesadaran 2 jam SMRS.
Penurunan kesadaran terjadi secara tiba-tiba hal ini merupakan pertama kali bagi pasien,
sehingga menyingkirkan gejala epilepsi. Terjadinya penurunan kesadaran harus dipikirkan
beberapa penyebabnya, adanya penurunan kesadaran gunakan istilah semenite, yaitu:
1. S : Sirkulasi
Meliputi stroke dan penyakit jantung.
2. E : Ensefalitis
Dengan tetap mempertimbangkan adanya infeksi sistemik atau sepsis yang melatar
belakangi atau munculnya secara bersamaan. Atau infeksi sistem saraf pusat lainnya
seperti meningitis.
3. M : Metabolik
Seperti hiperglikemia, hipoglikemia, hipoksia, uremia, koma hepatikum
4. E: Elektrolit
Seperti diare atau muntah yang berlebih
5. N : Neoplasma
Tumor otak bak primer maupun metastasis
6. I : Intoksikasi
Intoksikasi berbagai macam obat maupun bahan kimia dapat menyebabkan penurunan
kesadaran
7. T : Trauma
Terutama trauma kapitis seperti komusio, kontusio, perdarahan epidural, perdarahan
subdural, dapat pula trauma abdomen dan dada
8. E : Epilepsi
Pada status epilepticus dapat menyebabkan penurunan kesadaran.
Keluhan juga disertai dengan lemas, demam, nyeri kepala yang hebat seperti diikat
tali di bagian belakang kepala, dan penglihatan ganda. Diagnosis infeksi SSP ditegakkan
dengan ditemukan tanda-tanda infeksi, misalnya demam. Tanda dan gejala dari infeksi sistem
saraf pusat yang spesifik diantaranya adalah penurunan tingkat kesadaran, kontak yang
menurun ditandai dengan ketidakmampuan pasien untuk merespons dengan baik lingkungan
sekitarnya. jika curiga adanya infeksi sistem saraf pusat maka harus dapat ditentukan
diagnosis banding antara infeksi bakteri, jamur, parasit, atau virus. Pasien menyangkal
adanya riwayat berpergian keluar kota, penggunaan obat-obatan ilegal, dan berhubungan
seksual.

16
Gejala penglihatan ganda terutama saat melihat kearah samping kanan menandakan
adanya gangguan yang bisa disebabkan oleh vaskuler, trauma, tekanan intrakranial tinggi,
mastoiditis, meningitis, dan sarcoidosis. Namun pasien menyangkal adanya riwayat
kecelakaan serta kelemahan dan kesemutan pada tungkai dan lengan, sehingga
menyingkirkan adanya riwayat stroke, neoplasma, ataupun trauma.
Pasien mengatakan lemas, sering keluar keringat dingin terutama pada malam hari,
demam hanya sore hari, nyeri kepala, dan tidak nafsu makan sekitar satu bulan yang lalu.
Pasien mengalami penurunan berat badan namun pasien tidak pernah mengukur berat
badannya. Pasien tidak memeriksakan keadaannya kedokter dan hanya minum obat warung,
menandakan bahwa pasien kurang peduli dengan keadaannya sendiri. Pasien mengaku pernah
melakukan pengobatan OAT dengan minum obat tidak rutin selama 6 bulan yang
menyebabkan kencingnya berwarna merah, namun pasien lupa nama obat yang diminum apa
saja. Gejala yang dirasakan pasien sejak satu tahun yang lalu mengarah ke penyakit
Tuberkulosis. Penyebab utama penyakit Tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculosis.
Mycobacterium tuberculosis menyebar lewat pembuluh darah atau kelenjar getah bening.
Pasien mengaku mempunyai tiga benjolan disekitar leher sebelah kiri dengan masing-masing
ukuran 1x1 cm. Benjolan tersebut sudah ada sejak satu tahun yang lalu, tidak membesar,
lunak dan dapat digerakkan. Satu tahun yang lalu, pasien mengaku pernah mengalami hal
yang sama disertai batuk kering, lemas, dan nyeri benjolan yang ada pada leher kiri pasien,
hal tersebut menandakan adanya pembesaran ke lenjar getah bening yaitu limfadenopati.
Penyebaran penyakit Tuberkulosis melalui udara yang sudah tercemar dengan bakteri
Mycobacterium tuberculosis menyebar terutama saat penderita batuk atau bersin, bakteri ini
sering masuk dan terakumulasi di dalam paru-paru maka akan menyebabkan terjadinya
perkembangbiakan menjadi lebih banyak dan yang paling utama terjadi pada mereka yang
memiliki sistem pertahan tubuh yang lemas. Keluarga pasien yaitu adiknya perempuan yang
berusia 19 tahun memiliki riwayat pengobatan OAT selama 9 bulan dengan rutin minum obat
dan kontrol ke dokter.
Dari anamnesis dapat ditentukan dugaan diagnosis sementara yaitu meningitis
Tuberkulosis, ensefalitis, dan abses serebri serta adanya riwayat limfadenitis Tuberkulosis
sehingga perlu dilakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang untuk menentukan
diagnois kerja. Agar dapat menegakkan diagnosis yang baik terutama pada infeksi sistem
saraf pusat, dibutuhkan beberapa hal penting, yaitu: pemeriksaan klinis yang baik,
pemeriksaan laboratorium khususnya analisis cairan serebrospinalis, pemeriksaan pencitraan
meliputi foto rontgen thorax, CT scan atau MRI.

17
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada pasien dengan tanda-tanda vital dalam batas normal dan GCS
15 ditemukan adanya 3 benjolan kelenjar getah bening di leher kiri dengan konsistensi lunak,
mobile, nyeri tekan (-), kemerahan (-), perabaan hangat (-), masing masing berukuran 1x1 cm
dan pada leher gerakan terbatas menunjang adanya pembesaran kelenjar getah bening yang
diakibatkan adanya bakteri Mycobacterium tuberculosis. Pada tanda rangsang meningeal
kaku kuduk (+), Laseque >700 / >700, dan Kerniq >1350 / >1350 menunjukan bahwa adanya
peradangan pada selaput otak atau di rongga subaracnoid yang disebut meningen. Meningen
Merupakan yang merupakan selaput atau membran yang terdiri dari connective tissue yang
melapisi dan melindungi otak, terdiri dari tiga bagian yaitu duramater yang terletak paling
luardiikuti araknoid dan piamater. Diantara duramater dan araknoid terdapat ruang subdural
sedangkan antara araknoid dan piamater terdapat ruang subaraknoid. Ruang subaraknoid
berisi cairan serebrospinalis (LCS). Cairan ini mengalir melalui sistem ventrikel dan
kemudian masuk ke ruang subaranknoid yang mengelilingi otak dan medulla spinalis.
Peningkatan volume cairan serebrospinalis bermanifestasi sebagai peningkatan tekanan LCS
dan pembesaran ventrikel sehingga pada pemeriksaan penunjang perlu dilakukan
pemeriksaan cairan serebrospinalis.
Pada pemeriksaan nervus canialis didapatkan kelumpuhan lesi N.VI yang
menyebabkan parese musculus rektus lateralis, jadi melirik kearah luar dextra terganggu pada
mata yang terlibat, yang mengakibatkan diplopia. Saraf ini panjang jalannya melalui
intracranial, yang membuat rawan terhadap gangguan meningitis, fraktur dasar tulang
tengkorak, tumor otak, dan lesi di sinus kavernosus. Kelumpuhan abdusen dapat terjadi pada
tekanan intrakranial yang tinggi, dan dengan demikian tidak mempunyai nilai lokalisasi.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan dugaan diagnosis sementara yaitu meningitis
Tuberkulosis, ensefalitis, dan abses cerebri.

Pemeriksaan Penunjang
Dari hasil pemeriksaan laboratorium tidak didapatkan faktor penyerta lain yang dapat
menimbulkan keluhan pada pasien. Pada tanggal 22 April 2016 dilakukan pemeriksaan MRI
kepala tanpa kontras untuk melihat apakah ada abses otak, namun pemeriksaan ini tidak
mutlak pada meningitis dan ensefalitis, didpatkan hasil dengan kesan multipel fokal edema
tersebut pada hemisfer cerebri kanan kiri, kemungkinan adanya fokus-fokus abses

18
diantaranya belum dapat disingkirkan, dan infark lakunar DD/ abses kecil di pons kanan dan
ganglia basalis kiri.
Kemudian pada tanggal 23 April 2016 dilakukan pemeriksaan foto thorax AP untuk
mencari sumber infeksi primer seperti abses pada paru, pneumonia, atau TB milier,
didapatkan hasil dengan kesan infiltrat granuler yang tersebar di kedua lapangan paru DD/
interstisial pneumonia, TB milier.
Pada tanggal 29 April 2016 dilakukan pemeriksaan lumbal pungsi (LP) untuk menilai
cairan serebrospinalis agar mendukung diagnosa pasti meningitis tuberculosis, didapatkan
hasil warna putih agak keruh, none poitif, pandy positif, jumlah sel meningkat dengan hasil
236/uL, sel PMN meningkat dengan hasil 14%, sel MN normal dengan 86%, glukosa normal
62 mg/dL, protein meningkat dengan 143.0 mg/dL, klorida menurun 104 mEq/L. Dari hasil
cairan serebrospinalis maka dapat ditegakkan dengan pasti diagnose pasien yaitu meningitis
tuberkulosa. Perlu diketahui bahwa sebelum melakukan pungsi lumbal pasien harus
melakukan pemeriksaan neuroimaging dengan tujuan menentukan ada atau tidaknya
kontraindikasi pungsi lumbal, identifikasi tempat atau organ yang mungkin merupakan
sumber infeksi, dan menentukan tempat infeksi SSP. Penurunan kesadaran yang disertai
defisit neurologi fokal yang jelas sangat mungkin berhubungan dengan lesi fokal di otak,
sehingga jila dilakukan LP dapat meningkatkan resiko herniasi otak.
Lumbal pungsi merupakan tindakan medis yang paling sering dikerjakan untuk
menegakkan diagnosis insfeksi SSP, khususnya meningitis dan ensefalitis. Adanya demam,
nyeri kepala, dan penurunan kesadaran merupakan indikasi untuk melakukan LP. Resiko
kematian akibat herniasi otak setelah tindakan LP dapat diminimalisir dengan melakukan
pemeriksaan CT scan terlebih dahulu pada keadaan-keadaan: papilledema yang nyata,
penurunan kesdaran yang dalam atau yang memburuk dengan cepat, didapatkannya defisit
neurologi fokal, termasuk adanya kejang parsial, dan kecurigaan lesi desak ruang intracranial.
Kontraindikasi tindakan LP adalah: infeksi local di punggung bawah tempat akan dilakukan
LP, syok akibat berbagai sebab, koagulapati (riwayat penggunaan antikoagulan atau adanya
tanda DIC), dan jumlah trombosit <50000 pada pemeriksaan darah tepi.

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medikamentosa diberikan dexametason 3 x 1 ampul IV. Pemberian
dexametason bertujuan untuk menurunkan angka kematian, namun tidak mengurangi sequele
meningitis jika sudah terbentuk defisit neurologi fokal pada perjalanan klinis. Ranitidine 2 x
1 ampul iv diberikan untuk mencegah terjadinya iritasi lambung karena merupakan salah satu

19
efek samping dari pemberian dexametason. INH 1 x 300 mg po, rifampisin 1 x 450 mg po,
dan pirazinamid 1 x 1000 mg po merupakan pengobatan untuk Tuberkulosis ekstraparu,
walaupun sebenarnya terapi meningitis TB memerlukan obat yang dapat menembus sawar
darah otak ( blood brain barrier/ BBB) dengan lebih baik. Rifampisin dan INH merupakan
obat yang dapat menembus BBB dengan cukup baik, namun pirazinamid tidak terlalu baik
penetrasinya. Pengobatan streptomisin 1 x 750 mg iv diberikan pada pasien yang mempunyai
riwayat pengobatan TB sebelumnya.
Pada penatalaksanaan nonmedikamentosa pasien dianjurkan untuk tirah baring karena
pasien masih lemas, minum obat rutin dan teratur terutama obat OAT setiap harinya dan
makan dan minum yang teratur dan bergizi karena gizi pasien kurang dan terlihat kurus.

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

20
ANATOMI DAN FISIOLOGI
Meningen
Merupakan selaput atau membran yang terdiri dari connective tissue yang melapisi
dan melindungi otak, terdiri dari tiga bagian yaitu:1
1. Duramater
Duramater atau dibentuk dari jaringan ikat fibrous. Secara konvensional duramater ini
terdiri dari dua lapis , yaitu lapisan endosteal dan lapisan meningeal. Kedua lapisan ini
melekat dengan rapat, kecuali sepanjang tempat-tempat tertentu, terpisah dan membentuk
sinus-sinus venosus.
Lapisan endosteal sebenarnya merupakan lapisan periosteum yang menutupi
permukaan dalam tulang cranium.
Lapisan meningeal merupakan lapisan duramater yang sebenarnya, sering disebut
dengan kranial duramater. Terdiri dari jaringan fibrous yang padat dan kuat yang
membungkus otak dan melanjutkan diri menjadi duramater spinalis setelah melewati
foramen magnum yang berakhir sampai segmen kedua dari tulang sakrum.
Lapisan meningeal membentuk empat septum ke dalam, membagi rongga kranium
menjadi ruang-ruang yang saling berhubungan dengan bebas dan menampung bagian-
bagian otak. Fungsi septum ini adalah untuk menahan pergeseran otak.
Falx cerebri adalah lipatan duramater berbentuk bulan sabit yang terletak pada
garis tengah diantara kedua hemisfer serebri. Ujung bagian anterior melekat pada
crista galli. Bagian posterior melebar, menyatu dengan permukaan atas tentorium
serebeli.
Tentorium cerebelli adalah lipatan duramater berbentuk bulan sabit yang menutupi
fossa cranii posterior. Septum ini menutupi permukaan atas serebelum dan
menopang lobus oksipitalis serebri.
Falx cerebelli adalah lipatan duramater kecil yang melekat pada protuberantia
oksipitalis interna.
Diaphragma sellae adalah lipatan sirkuler kecil dari duramater yang menutupi
sella turcica dan fossa pituitary pada os sphenoidais. Diaragma ini memisahkan
pituitary gland dari hipotalamus dan chiasma opticum. Pada bagian tengah
terdapat lubang yang dilalui oleh tangkai hipofisis.

21
Gambar 1. Septum Otak

Pada duramater terdapat banyak ujung-ujung saraf sensorik, dan peka terhadap
regangan sehingga jika terjadi stimulasi pada ujung-saraf ini dapat menimbulkan sakit kepala
yang hebat. 3

2. Araknoid
Lapisan ini merupakan suatu membran yang impermeable halus, yang menutupi otak
dan terletak diantara piamater dan duramater. Membran ini dipisahkan dari duramater oleh
ruang potensial yaitu spatium subdurale, dan dari piamater oleh cavum subarachnoid yang
berisi cerebrospinal fluid.1

3. Piamater
Lapisan piamater berhubungan erat dengan otak dan sumsum tulang belakang,
mengikuti tiap sulcus dan gyrus. Piamater ini merupakan lapisan dengan banyak pembuluh
darah dan terdiri dari jaringan penyambung yang halus serta dilalui pembuluh darah yang
memberi nutrisi pada jaringan saraf. Astrosit susunan saraf pusat mempunyai ujung-ujung
yang berakhir sebagai end feet dalam piamater untuk membentuk selaput pia-glia. Selaput ini
berfungsi untuk mencegah masuknya bahan-bahan yang merugikan kedalam susunan saraf
pusat.1

Ruang Epidural

22
Ruang epidural adalah ruang dimana di antara lapisan luar dura dan tulang tengkorak
yang terdapat jaringan ikat yang mengandung kapiler halus.

Ruang Subdural
Ruang subdural merupakan ruangan diantara lapisan dalam duramater dan araknoid yang
mengandung sedikit cairan.

Gambar 2. Kulit Kepala, Tengkorak dan Lapisan Meningen

Cerebrospinal Fluid (CSF)


CSF merupakan suatu cairan bening dan hampir bebas protein. Cairan yang mirip air
ini dapat ditemukan pada rongga subaraknoid dan dalam susunan ventrikel.1
1. Pembentukan CSF
Cairan serebrospinal dihasilkan oleh sekresi dari plexus choroidalis dari cerebral
ventrikel. Plexus choroidalis adalah struktur yang secara fungsional kompleks dan
khusus mensekresi , mendialisa dan menyerap CSF. Lapisan epitel plexus choroidalis
merupakan bagian penting bagi pengangkutan transeluler zat pelarut dan zat larut dari
pembuluh koroid ke CSF ventrikel.
2.
Sirkulasi Cerebrospinal Fluid
Setelah disekresi oleh plexus choroidalis pada ventrikel lateral CSF mengalir melalui
interventricular foramina dan masuk ke ventrikel ke tiga. Selanjutnya CSF mengalir
melewati aquaductus Sylvii dan menuju ventrikel keempat dan kemudian memasuki
ruang subaraknoid dan cisterna melalui foramen Magendie pada bagian medial
aperture ventrikel empat dan foramen Luscka pada bagian lateral aperture ventrikel

23
empat. Dari cisterna ini sebagian besar CSF mengalir ke bagian medial dan lateral
permukaan hemisfer serebri dan menuju sinus sagitalis superior pada atap kranium.
Pada ruang subaraknoid, cerebrospinal fluid merembes melalui saluran saluran pada
granulasi araknoid untuk bersatu dengan darah vena didalam sinus sagitalis posterior.
Sebagian kecil CSF mengalir kebawah menuju ruang subaraknoid medulla spinalis.
3. Absorbsi Cerebrospinal Fluid
Villi arachnoidalis merupakan tempat absorbsi CSF kedalam kedalam darah vena
pada sinus duramatris. Vili ini terdapat pada ruang subaraknoid. Antara ruang
subaraknoid dan pembuluh vena dipisahkan oleh lapisan sel yang tipis yang dibentuk
dari epitel araknoid dan endothel sinus. Pada orang dewasa dan lanjut usia villi ini
membesar dan disebut pacchionian bodies atau arachnoid granulation. Pada keadaan
ini sering terjadi kalsifikasi dan menimbulkan bekas penekanan pada calvaria.
4. Komposisi
Volume cairan serebrospinal ini pada orang dewasa normal rata-rata 135 ml. Dari
jumlah ini diperkirakan 80 ml berada dalam ventrikel dan 55 ml di dalam rongga
subaraknoid. Komposisi cairan ini terdiri dari air, sejumlah kecil protein, gas dalam
larutan (O2 dan CO2), ion natrium, kalium, kalsium, khlorida dan sedikit sel darah
putih (limfosit dan monosit) dan bahan- bahan organik lainnya.
5. Fungsi CSF
Cerebrospinal fluid mempunyai banyak fungsi. Antara lain :
mempertahankan keseimbangan external environtment dari neuron dan glia.
sebagai bantalan peredam yang melindungi otak dan medulla spinalis terhadap
benturan.
mencegah agar otak tidak menarik-narik meningen, akar saraf dan pembuluh
darah otak yang disarafi oleh saraf sensorik.
pada keadaan tertentu cairan serebrospinal ini sering diambil untuk dilakukan
analisa cairan sebagai penunjang diagnostik.

24
Gambar 3. Aliran Cairan Serebrospinal

25
DEFINISI INFEKSI SSP
Infeksi ialah invasi dan multiplikasi kuman (mikro-organisme) di dalam jaringan
tubuh. Infeksi susunan saraf ialah invasi dan multiplikasi kuman (mikro-organisme) di dalam
susunan saraf.2
Klasifikasi infeksi susunan saraf menurut organ yang terkena peradangan, tidak
memberikan pegangan klinis yang berarti. Radang pada saraf tepi dinamakan neuritis, pada
meningen disebut meningitis, pada jaringan medulla spinalis dinamakan mielitis dan pada
otak dikenal sebagai ensefalitis. Sebaliknya, pembagian menurut jenis kuman merupakan
diagnosis kausal. Infeksi Susunan saraf pusat terbagi atas :
Meningitis infeksi yang melibatkan selaput meningen otak terdiri dari :
Meningitis Purulenta yang disebabkan oleh kuman Bakteri: Pneumokokus,
stapilokokus, haemophylus influenza, sering pada orang dewasa, sedangkan
Escericia Coli sering menyerang anak-anak.
Meningitis Serosa yang disebabkan oleh Jamur, Virus, Protosoa, Parasit,
Mycobacterium Tuberculosa.
Ensefalitis yaitu infeksi yang melibatkan jaringan otak.
Mielitis yaitu infeksi yang melibatkan sumsum tulang belakang.

Tabel 1. Clinical features of Major Central Nervous System Infections

26
PATOFISIOLOGI INFEKSI SSP
Patogen biasanya dapat menginversi sistem saraf pusat melalui lokal ekstensi dari
fokus infeksi yang berdekatan seperti sinusitis atau mastoiditis dan dapat juga melalui fokus
infeksi yang jauh melalui hematogen. Kemampuan patogen untuk menyebar melalui aliran
darah tergantung pada virulensi patogen dan sistem kekebalan host. Mekanisme untuk
melewati sawar darah otak tergantung pada jenis patogen. Cara yang digunakan adalah
melalui saraf perifer pada infeksi Herpes Simplex Virus Tipe 1, Varicella-Zoster dan Rabies.
Neisseria meningitis melalui endositosis, transpotasi intraseluler pada Plasmodium
falciparum melalui eritrosit, Toxoplasma Gondii melalui makrofag dan invasi intraseslular
pada hemofilus influenza. Bagi invasi ke ruang subaraknoid, transmisi melalui pleksus
koroidius, sinus venosus atau lempeng kribrofom. Apabila memasuki ruang SSP, patogen ini
akan menyebabkan terjadinya proses peradangan yang akan melepaskan faktor komplemen
dan sitokin, infuks leukosit dan makrofag, dan juga aktivasi mikroglia dan astrosit. Gangguan
pada sawar darah otak menyebabkan cairan dan protein influk dan melewati endotelium pada
pembuluh darah dan SSP dan terjadilah edema vasogenik serebral dan juga disertai dengan
edema seluler sitotoksik dan edema intertisial. Edema serebral ini akan meninggikan tekanan
intrakranial.3,4

Gambar 4. Rute Infeksi ke SSP

27
MENINGITIS
Meningitis adalah infksi yang menyerang meningen, suatu lapisan yang berisi cairan
serebrospinal yang menyelimuti otak, otak kecul, dan sumsum tulang belakang. Meningitis
atau radang selaput otak merupakan infeksi pada cairan serebrospinal (CSS) disertai radang
pada piamater dan araknoid, ruang subaraknoid, jaringan superfisial otak dan medula spinalis.
Kuman-kuman dapat masuk ke setiap bagian ruangan subaraknoid dan dengan cepat sekali
menyebar ke bagian lain, sehingga leptomening medula spinalis terkena. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa meningitis selalu merupakan suatu proses serebrospinal.5
Meningitis adalah infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai piameter (lapisan
dalam selaput otak) dan arakhnoid serta dalam derajat yang lebih ringan mengenai jaringan
otak dan medula spinalis yang superfisial. Meningitis merupakan peradangan dari meningen
yang menyebabkan terjadinya gejala perangsangan meningen seperti sakit kepala, kaku
kuduk, fotofobia disertai peningkatan jumlah leukosit pada liquor cerebrospinal (LCS).6 pada
keadaan lebih lanjut dapat dijumpai penurunan kesadraan, kejang, hemiparesis dan lain-lain.
Pada pemeriksaan fisik tanda khas yang ditemukan untuk meningitis adalah didapatkannya
kaku kuduk. Kaku kuduk pada meningitis bakteri akut sangat nyata, sedangkan pada
meningitis subakut atau kronis lebih ringan. Pada stadium lebih lanjut, dapat dijumpai tanda
atau gejala hidrosefalus seperti nyeri kepala yang berat, muntah-muntah, kejang, papiledema.

Meningitis TBC
Meningitis tuberkulosis merupakan peradangan pada selaput otak (meningen) yang
disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini merupakan salah satu
bentuk komplikasi yang sering muncul pada penyakit tuberkulosis paru. Infeksi primer
muncul di paru-paru dan dapat menyebar secara limfogen dan hematogen ke berbagai daerah
tubuh di luar paru, seperti perikardium, usus, kulit, tulang, sendi, dan selaput otak.
Pembagian stadium meningitis tuberkulosis menurut Medical Research Council of
Great Britain (1948):
1) Stadium I
Penderita dengan sedikit atau tanpa gejala klinik meningitis. GCS 15, tidak
didapatkan kelumpuhan dan sadar penuh. Tanpa defisit fokal. Penderita tampak tak
sehat, suhu subfebris, nyeri kepala.
2) Stadium II

28
Selain gejala di atas bisa didapat gejala defisit neurologi fokal, GCS 11-14.
3) Stadium III
Gejala di atas disertai penurunan kesadaran, GCS 10.7

Patofisiologi
Transmisi Mycobacterium tuberkulosa pada manusia adalah melalui droplet dari dan
kepada taktus respiratorius. Patogen akan bereplikasi di paru (infeksi primer) dan pada
jaringan paru atau pada makrofag alveolar. Makrofag ini akan memusnahkan tuberkel basilii
setelah sel T teraktivasi dan ini tergantung pada sistem kekebalan tubuh. Tingkat infeksi
primer adalah selama 2-4 minggu dan tidak semestinya non-simtomatik.8
Kuman tuberkulosis yang dorman di dalam paru-paru akan aktif kembali jika terdapat
infeksi dan imunitas yang menurun. Terbentuk Fokus Rich oleh kuman tuberkulosis pada
ruang subaraknoid di hemisfer serebri. Kuman tuberkulosis menyebar secara hematogen ke
Fokus Rich yang berada di ruang subaraknoid. Meningitis tuberkulosis baru terjadi setelah
kuman tuberkulosis menyebar langsung dalam ruang subaraknoid akibat ruptur dari Fokus
Rich.
Keadaan dan luas lesi pada meningitis tuberkulosis tergantung dari jumlah dan
virulensi kuman serta keadaan kekebalan atau alergi penderita. Bilamana jumlah kuman
sedikit dan daya tahan tubuh penderita cukup baik, maka reaksi peradangan terbatas pada
daerah sekitar tuberkel perkijuan. Bilamana didapatkan reaksi hipersensitif yang hebat, maka
akan terjadi meningitis tuberkulosis yang luas disertai peradangan hebat dan nekrosis.
Gambaran patologi yang terjadi pada meningitis tuberkulosis ada 4 tipe, yaitu:
1) Disseminated milliary tubercles
Seperti pada tuberkulosis milier.
2) Focal caseous plaques
Contohnya tuberkuloma yang sering menyebabkan meningitis yang difus.
3) Acute inflammatory caseous meningitis
Terlokalisasi, disertai perkijuan dari tuberkel, biasanya di korteks difus, dengan
eksudat gelatinosa di ruang subarakhnoid
4) Meningitis proliferatif
Terlokalisasi, pada selaput otak. Difus dengan gambaran tidak jelas.
Gambaran patologi ini tidak terpisah-pisah dan mungkin terjadi bersamaan pada
setiap pasien. Gambaran patologi tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu umur, berat

29
dan lamanya sakit, respon imun pasien, lama dan respon pengobatan yang diberikan,
virulensi dan jumlah kuman juga merupakan faktor yang mempengaruhi.

Manifestasi klinik dan diagnosis


Pasien meningitis TB biasanya mempunyai perjalanan penyakit yang lebih lama dari
meningitis bakterialis. Defisit neurologi fokal seringkali ditemukan pada pemeriksaan
pertama pasien meningitis TB, bahkan dikatakan jika kita menemukan defisit neurologi fokal
pada pasien dengan gejala dan tanda meningitis, maka kecurigaan pertama adalah meningitis
TB.
Hal-hal yang disebabkan oleh toksin yang dibuat bakteri akan memberikan gejala
sindroma meningitis, yaitu:
Demam
Nyeri kepala hebat
Gangguan kesadaran
Kejang-kejang
Tanda rangsangan meningeal, berupa:
Kaku kuduk
Tes Brudzinski positif
Tes Kernig positif
Gejala klinis meningitis tuberkulosa disebabkan 4 macam efek terhadap sistem saraf
pusat yaitu:
1) Iritasi mekanik akibat eksudat meningen, menyebabkan gejala perangsangan
meningen, gangguan saraf otak dan hidrosefalus.
2) Perluasan infeksi ke dalam parenkim otak, menyebabkan gejala penurunan
kesadaran, kejang epileptik serta gejala defisit neurologi fokal.
3) Arteritis dan oklusi pembuluh darah menimbulkan gejala defisit neurologi fokal.
4) Respons alergi atau hipersensitifitas menyebabkan edema otak hebat dan tekanan
tinggi intrakranial tanpa disertai hidrosefalus.9
Gambaran klasik meningitis tuberkulosa terdiri dari:
1) Stadium Prodromal
Stadium ini berlangsung selama 1-3 minggu dan terdiri dari keluhan umum seperti:
Kenaikan suhu tubuh yang berkisar antara 38,2 38,90 C

30
Nyeri kepala
Mual dan muntah
Tidak ada nafsu makan
Penurunan berat badan
Apati dan malaise
Kaku kuduk dengan tes Brudzinski dan Kernig positif
Defisit neurologi fokal : hemiparesis dan kelumpuhan saraf otak
Gejala peningkatan tekanan intrakranial seperti edema papil, kejang kejang,
penurunan kesadaran sampai koma, posisi dekortikasi atau deserebrasi.
2) Stadium perangsangan meningen
3) Stadium kerusakan otak setempat
4) Stadium akhir atau stadium kerusakan otak difus.

Diagnosis
Kriteria diagnosis menurut Medical Research Council of Great Britain (1984):
Kelainan CSS seperti pleositosis dengan dominan limfosit, peninggian kadar protein
dan penurunan kadar gula serta natrium klorida. Pada isolasi dapat ditemukan kuman
tuberkulosis.
Kontak dengan penderita tuberkulosis positif
Tes mountox positif
Pada pemeriksaan fundus ditemukan tuberkel koroid.
Penderita dengan diagnosis tuberkulosis dan disertai demam, iritabilitas, penurunan
kesadaran sampai muntah, maka perlu dipikirkan kearah kemungkinan suatu
meningitis tuberkulosis.
Sedangkan kriteria diagnostik dari meningitis TB menurut Thwaites dkk dalam
Journal of Infectious Disease 2005 adalah:
1. Definitif :
Klinis meningitis / meningoensefalitis
Analisa CSF tidak normal
Pewarnaan BTA + pada CSS (secara mikroskopis) dan atau kultur + untuk M.
Tuberkulosis dan atau PCR TB positif.
2. Probable

31
Klinis meningitis atau meningoensefalitis
Analisa CSF tidak normal
Salah satu dari:
BTA ditemukan pada jaringan lain
Foto torak sesuai dengan TB paru aktif
3. Possible
Klinis meningitis atau meningoensefalitis
Analisa CSF tidak normal
Salah satu dari :
Riwayat TB
Sakit > 5 hari
Gangguan kesadaraan
Tanda neurologis fokal
Dominasi mononuklear pada CSS
Rasio glukosa serum dengan LCS <0,5, CSS berwarna kekuningan
(xantokrom) 10
Tabel 2. Skoring Meningtis TB10
Variabel skor
Usia (tahun)
36 2
<36 0
Leukosit darah / ml
15.000 4
<15.000 0
Riwayat nyeri (hari)
6 -5
<6 0
Leukosit CSS / ml
900 3
<900 0
% Neutrofil
75 4
<75 0
Total skor 4 suspek meningitis TB

32
Total skor >4 bukan meningitis TB

Pemeriksaan penunjang
Laboratorium
Tabel 4. Hasil Analisa LCS

Studi Pencitraan
o CT Scan harus dilakukan pada kasus yang berkaitan dengan tanda neurologis
abnormal untuk menyingkirkan lesi intrakranial atau hidrosefalus obstruktif
sebelum pungsi lumbal (LP).
o Pencitraan untuk kecurigaan meningitis viral dan ensefalitis dapat termasuk CT
Scan kepala dengan dan tanpa kontras, atau MRI otak dengan gadolinium.

Penatalaksanaan11
Sediaan OAT:
Rifampicin : 10mg/KgBB/hari po
Isoniazid : 5mg/KgBB/hari po
Pirazinamid : 25 mg/KgBB/hari po maks 2g/hari
Ethambutol :20 mg/KgBB/hari po maks 1,2g/hari
Sterptomisin :20 mg/KgBB/hari im
Lama pemberian adalah 2 R-H-Z-E/S + 7-10 R-H-Z (2 bulan pertama diberikan
Rifampisin, INH, Prazinamid, Etambutol / Streptomisin, 7-10 bulan berikutnya diberikan

33
rifampisin, INH, Pirazinamid). Pada pemberian isoniazid berikan piridoksin 50 mg/hari untuk
mencegah neuropati perifer. Rifampisin paling sering menyebabkan hepatitis dan
streptomisin hanya diberikan pada pasien yang mempunyai riwayat pengobatan TB
sebelumnya.
Selain itu juga tersedia OAT kombo yaitu ;
Rimstar : Rifampisin 150 mg, INH 5 MG, Pirazinamid 400 mg dan Etambutol 275 mg
Combipack : Rifampisin 150 mg, INH 300 mg, Etambutol 750 mg
Kortikosteroid hanya digunakan pada pasien yang hidupnya terancam karena sumbatan
pada subarchnoid atau peningkatan TIK. Pemberian deksametason pada meningitis
tuberculosis hanya direkomendasikan untuk pasien HIV negatif, dan dexamethasone dapat
mengurangi mortalitas dari 41% menjadi 32%.
Pemberian ARV pada pada pasien HIV dengan infeksi meningitis TB, jika meningitis TB
didagnosis lebih dahulu dari diagnosis HIV, maka terapi TB didahulukan, dengan
pertimbangan jika CD4 >100: ART dapat dituda hingga selesai fase intensif penegobatan TB
(setelah 2 bulan pemberian OAT), jika CD4 <100: ART dimulai lebih awal, umumnya
dianjurkan minimal 2 minggu setelah OAT diberikan. Meskipun penelitian yang lebih baru
menemukan bahwa tidak ada perbedaan yang terlalu nyata antara kelompok pasien yang
menunda ARV dengan yang menyegerakan ARV, sampai saat ini guidelines yang dipakai
adalahseperti diatas. Jika pasien yang diketahui menderita HIV didapatkan tanda meningitis
TB, maka terapi dapat dimulai kapan saja.
Tabel 3. Dosis dan Cara Pemberian Deksametason Sesuai Derajat Meningitis TB
Meningitis TB grade I
Minggu I 0,3 mg/KgBB/hari IV
Minggu II 0,2 mg/KgBB/hari IV
Minggu III IV Mulai 4 mg/KgBB/hari PO
diturunkan 1 mg/hari tiap minggu

Meningitis TB grade II/III


Minggu I 0,4 mg/kgBB/hari iv
Minggu II 0,3 mg/kgBB/hari iv
Minggu III 0,2 mg/kgBB/hari iv
Minggu IV 0,1 mg/kgBB/hari iv
Minggu V VIII Mulai 4 mg/kgBB/hari PO
Diturunkan 1 mg/ hari tiap minggu

34
Prognosis
Penderita dengan penurunan kesadaran memiliki resiko tinggi mendapatkan sekuelae
atau resiko kematian. Adanya kejang dalan suatu episode meningitis merupakan faktor resiko
adanya sekuele neurologis atau mortalitas. Meningitis yang disebabkan oleh S. pneumoniae,
L. monocytogenes dan basil gram negatif memiliki case fatality rate lebih tinggi daripada
meningitis oleh bakteri lain. Prognosis meningitis yang disebabkan oleh patogen oportunistik
juga bergantung pada daya tahan tubuh inang.
Mortalitas secara umum 30%, namun penelitian mendapatkan tingkat kematian yang
tinggi, yaitu 50% pada minggu pertama perawatan dan 67% pada bulan pertama. Pasien yang
datang dengan stadium lebih lanjut memiliki resiko kematian yang lebih besar.
Hidrosefalus dan herniasi serebri sebagai penyebab kelanjutan perjalanan kilinis yang
seringkali menyebabkan kematian pada pasien meningitis TB. Pemasangan shunt ventrikel
sementara atau yang permanen diperkirakan dapat menurunkan angka kematian.

Kesimpulan
Meningitis merupakan suatu penyakit yang mengancam jiwa dan memberikan
sekuelae yang bernakna pada penderita. Pemberian terapi antimikroba merupakan hal penting
dalam pengobatan meningitis bakterial di samping terapi suportif dan simptomatik. Diagnosis
dapat ditegakkan dengan lumbal pungsi, CT Scan kepala baik dengan kontras, dapat juga
dengan pemeriksaan radiologi, ataupun kultur. Untuk diagnosis pastinya dilakukan
pemeriksaan cairan otak agar bisa diketahui penyebab pastinya apakah akibat infeksi virus,
bakteri, jamur, parasit atau cacing pita. Jika prosedur ini dilakukan dengan cepat dan
progresif maka bisa mengurangi kecacatan.

35
DAFTAR PUSTAKA

1) Lumongga F. Meninges Dan Cerebrospinal Fluid. Departemen Patologi Anatomi FK


USU, Medan: USU Repository, 2008. h. 1-5.
2) Mardjiono, Prof.dr. Mahar dan Sidharta, Prof.dr. Priguna. Mekanisme Infeksi
3) MayoClinic Staff. Lumbal Puncture. 20 Maret 2012. Diunduh dari : www.
Mayoclinic.org/test-procedures/lumbar-puncture/basics/, 28 Juni 2014
4) Susunan Saraf. Jakarta: Dian Rakyat. 2008. hal 303-331.
5) Fauci, Branwald, Kasper et al. Infection Disease; Harisons Principle of Internal
Medicine 17th Ed, 2008.
6) Stephen J, Mc Phee MD, William F MD, Nervous System Disorder , Lange
Pathophisiology. Mc Graww Hill, 2006.
7) Satria. Meningitis viral. [serial online] 2011 [cited 2011 Jan 27]; Available from: URL:
http://satriaperwira.wordpress.com/2010/07/06/meningitis-viral/, 28 Juni 2014.
8) Sudewi AAR, Sugianto P, Ritarwan K. Infeksi Susunan Saraf Pusat. Surabaya : Pusata
penerbitan dan percetakan Universitas Airlangga, 2011. h. 1-3; 91-101.
9) Medical Center, University of Maryland. 2011. Meningitis.Diunduh dari
http://www.umm.edu/altmed/articles/meningitis-000106.htm, 28 Juni 2014.
10) Anonym. Meningitis Bakterial. [serial online] 2011 [cited 2011 Jan 27]; Available from:
URL: http://referensikedokteran.blogspot.com/2010/07/meningitis-bakterial.html, 28
Juni 2014.
11) Ropper Ah, Brown RH. Adams and Victors Principles of Neurology. Ed 8th. USA: Mc-
Graw Hill, 2005. P. 598-600.

36

You might also like