You are on page 1of 14

Perbandingan Teori Kontrak Sosial

antara Pemikiran Thomas Hobbes dan


John Locke
Tugas Makalah Mata Kuliah Pemikiran Politik Barat

Oleh :

M. Isnan Affandi (071012002)

Departemen Ilmu Hubungan


Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu politik Universitas Airlangga
2011/2012
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan segala rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
Perbandingan Teori Kontrak Sosial antara Pemikiran Thomas Hobbes dan John
Locke dengan tepat waktu. Adapun makalah ini penulis ajukan untuk memenuhi
salah satu tugas mata kuliah Pemikiran Politik Barat (PPB). Tidak lupa Penulis
juga ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu
dalam penyelesaian makalah ini, terutama:
1. Ibu Dr. Dwi Windyastuti Budi H., Dra., M.A selaku Dosen Mata Kuliah
PPB, yang telah memberikan ilmu serta pengarahannya dalam penyusunan
makalah ini.
2. Kedua orang tua para Penulis yang telah memberikan sumbangan besar
baik berupa dukungan moral maupun dukungan materi.
3. Teman-teman HI Unair Angkatan 2010 yang telah memberikan semangat
moral serta bantuan kajian penyusunan makalah.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat
banyak kekurangan dan perlu dilakukan revisi dan perbaikan di kemudian hari.
Oleh karena itu penulis sangat mengapresiasi dan mengharapkan kritik yang
masuk maupun saran dari pihak manapun terhadap makalah ini demi
kesempurnaan makalah berikutnya.

Surabaya, November 2011

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Manusia dengan anugerah pemikiran serta akal budinya yang cemerlang
dapat mempengaruhi dinamika dunia sesuai dengan perkembangan pemikiran
serta dinamika zaman yang terus berjalan. Sebagai contohnya banyak terdapat
manusia yang dianugrahi kearifan pemikiran hingga pemikirannya mempengaruhi
dinamika dunia saat ini khususunya dunia politik. Berpijak pada kondisi
psikologis manusia, suatu produk pemikiran manusia pastilah dipengaruhi oleh
banyak hal yang turut membentuk pemikiran manusia tersebut, seperti kondisi
sosial dimana ia hidup, kapan ia hidup, kepada siapa ia berguru serta pemikiran
atau buku siapa yang ia anut. Pada mata kuliah pemikiran politik barat, banyak
diulas tokoh pemikir politik yang banyak mempengaruhi politik saat ini. Terdapat
beberapa fase lahirnya pemikiran serta pengetahuan yang membentuk dunia
seperti saat ini. Fase pertama adalah masa Yunani Kuno dengan pemikir yang
terkenal adalah Socrates, Plato dan Aristoteles. Pada masa ini, Plato dan
Aristoteles berasumsi bahwasanya suatu kekuasaan bersumber dari apa yang
disebut sebagai ilmu pengetahuan serta mengidealkan suatu bentuk pemerintahan
yang dipegang oleh beberapa kaum cendikian dengan tangan arif-nya yang biasa
disebut dengan pemerintahan Aristokrasi. Menurut kedua pemikir ini, suatu
negara dankekuasaan akan dapat dijalankan dengan baik oleh beberapa kaum
cendikiawan yang berpegang dalam operasional pemerintahannya pada kebijakan
dan kebajikan (wisdom and virtue).
Pada fase dunia selanjutnya, dunia masuk pada masa kejayaan Imperium
Romawi dimana pada akhir kekuasaannya, Eropa secara tebal diselimuti oleh
ajaran-ajaran gereja yang pada saat itu tidak ada yang berani menentang. Dengan
kondisi dunia seperti saat itu, tentunya para pemikir yang lahir dengan pemikiran
yang penuh dengan esensi religius seperti Thomas Aquinas dan Santo Agustinus.
Berpandangan tentang esensi sebuah kekuasaan, kedua filsuf Abad Pertengahan
ini berasumsi dasar bahwasanya kekuasaan yang dijalankan di dunia serta negara
sebagai wadahnya merupakan perwujudan daripada kekuasaan Tuhan di dunia.
Selain itu, pemuka agama pada saat itu merupakan perwakilan Tuhan di dunia.
Setelah masa Abad Pertengahan berakhir dengan munculnya masa kebangkitan
Reinassance, dimana pengetahuan kembali bersemi di Eropa sebagai wujud
pembebasan dari kekuasaan gereja yang cenderung dogmatis. Pengetahuan pada
masa ini berkembang sangat subur yang ditokohi oleh beberapa pemikir yang
berhasil menggunakan logikanya untuk dapat menjelaskan fenomenan politik
pada saat itu. Selain berhasil menemukan ilmu pengetahuaan berdasarkan logika,
pemikir pada zaman ini juga berani mendobrak dogma-dogma gereja yang
terkesan memenjarakan ilmu pengetahuan. Tokoh pemikir yang terkenal pada
zaman ini antara lain adalah Nichollo Machiavelli yang kebanyakan pemikirannya
dipengaruhi oleh situasi politik Italia saat itu yang antar kota saling menyerang
satu sama lain. Menurut Machivelli, manusia harus menerima realita akan
kehidupan kekuasaan yang ada. Dimana manusia selalu berpotensi untuk menjadi
jahat demi kepentingan yang ingin ia capai. Selain itu, dalam berkuasa manusia
dituntut untuk memiliki dua kepribadian yang saling bertentangan dalam rangka
mengagungkan kekuasaannya. Pemikiran Machiavelli tentang kekuasaan ini tidak
terlepasa dari realita yang ada dimana manusia cenderung jahat, tidak tahu terima
kasih, saling iri hati dan saling menjatuhkan satu sama lain.
Setelah muncul masa Reinassance dimana benih-benih kecermelangan
logika mulai dihargai, muncul fase reformasi yang mempercayai bahwasanya
kekuasaan sang penguasa berasal dari pengakuan kuasa yang dikuasai atau lebih
dikenal dengan konsep kedaulatan. Selain kekuasaan yang bersumber dari
kedaulatan rakyat, sistem negara yang berlaku hingga saat ini juga dapat terbentuk
ketika rakyat memberikan kedaulatannya dengan cara memberikan sebagian
haknya dalam bentuk kontrak sosial untuk dikelola oleh sang penguasa. Pada
masa reformasi, muncul empat teori yang menjelaskan bagaimana suatu negara
dapat terbentuk serta berasal dari manakah legitimasi yang menyokong kekuasaan
negara. Yaitu, teori ilmiah, teori ciptaan Tuhan, teori kekuatan serta teori kontrak
sosial. Teori alamiah menjelaskan negara terbentuk sebagai wujud dari kebutuhan
manusia dalam merealisasikan sifat kemanusiaannya. Keluarga dan desa juga
merupakan bentuk realisasi sifat manusia yang lebih rendah tingkatnya dari
negara. Dimana dalam keluarga, manusia dapat memenuhi kebutuhannya yang
bersifat fisik karena keluarga memang menyediakannya. Dalam taraf desa,
manusia mencoba merealisasikan hasratnya sosialnya yang mendorongnya dalam
berkawan, bersosialisasi serta bermasyarakat. Pada taraf yang lebih tinggi, negara
sebagai perwujudan dari hasrat manusia untuk merealisasikan kehendak
berpolitiknya dengan yang lain yang hasrat ini tidak dapat terpenuhi secara
sempurna dalam keluarga dan desa. Dengan didirikannya suatu negara, menurut
teori ini, manusia telah mampu menunjukkan menjadi manusia seutuhnya dengan
merealisasikan hasratnya di berbagai bidang.
Selanjutnya teori terbentuknya negara sebagai ciptaan Tuhan menjelaskan
bagaimana suatu negara didirikan dengan kepercayaan bahwasanya merupakan
ciptaan Tuhan dan seorang penguasa merupakan seorang yang ditunjuk Tuhan
sebagai perwakilannya di dunia. Menurut teori ini, biarpun seorang penguasa
mempunyai kekuasaan, sumber kekuasaan tetaplah berasal dari Tuhan sehingga
seorang penguasa hanya perlu mempertanggungjawabkan kekuasaannya hanya
pada Tuhan dan bukan pada yang ia kuasai (mandat Tuhan). Teori ini banyak
dipercaya pada kerajaan Monarki Absolut pada Abad Pertengahan. Sangat berbeda
dengan teori ciptaan Tuhan, teori kekuatan menjelaskan bahwasanya terbentuknya
suatu negara dan perolehan kekuasaan berasal dari kekuatan itu sendiri. Dimana
dalam mencapai kekuasaan, dilakukan dengan penaklukan atas daerah lain yang
memaksakan kehendaknya. Karena kekuatan menurut teori ini mengabsahkan
adanya kekuasaan dan kewenangan atas dasar kekuatan. Kemudian yang terakhir
serta yang akan dibahas lebih mendalam pada makalah ini adalah teori kontrak
sosial yang menyatakan bahwasanya pendirian suatu negara serta perolehan
kekuasaan berasal dari kesepakatan, perjanjian dan kontrak rakyat pada sang
penguasa yang kemudian mendirikan suatu negara.
Pada dasarnya dari keempat teori yang ada, biarpun terdapat banyak
perbedaan dalam argumen mengenai kekuasaan dan negara, terdapat kesamaan
inti pembahasan yang berupa manusia sebagai tokoh kunci dari adanya negara dan
kekuasaan. Tetapi dari keempat teori yang ada, teori kontrak sosial lah yang paling
baik dan paling relevan bila diterapkan pada sistem kemasyarakatan pada
umumnya, karena manusia menjadi tokoh sentral dalam sebuah sistem. Manusia
lah yang membuat dan menentukan suatu sistem serta menjalankannya. Terdapat
tiga teori sebagai pilar utama sebgaai penjelasan dari Teori Kontrak Sosial yang
akan dibahas pada makalah ini, Yakni Thomas Hobbes, John Locke serta J. J.
Rosseau yang juga memiliki perbedaan pandangan dalam menjelaskan teori ini.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimanakan ulasan lebih lanjut tentang Teori Kontrak Sosial ?
1.2.2 Bagaimana perbandingan Teori Kontrak Sosial menurut Thomas Hobbes
dan John Locke ?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Mampu memberikan ulasan lebih lanjut tentang apa yang disebut dengan
Teori Kontrak Sosial.
1.3.2 Mampu membandingkan antara Teori Kontrak Sosial menurut Thomas
Hobbes dan John Locke.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Teori Kontrak Sosial
Sebuah teori muncul pada abad pencerahan yang secara eksplisit
menjelaskan bagaimana suatu negara terbentuk serta berasal dari manakah
kekuasaan yang muncul sebagai penjalan dari adanya negara. Teori ini dapat
dikatakan merupakan teori yang paling relevan untuk menjelaskan bagaimana
suatu negara yang diidealkan dapat terbentuk. Karena teori ini menjelaskan
perolehan kedaulatan dan legitimasi rakyat oleh suatu negara didapat dari adanya
kesepakatan atau perjanjian antara sang penguasa dan yang dikuasai, dimana yang
dikuasai menyerahkan beberapa hak yang dimilikinya untuk diatur oleh sang
penguasa demi terbentuknya suatu negara yang diidamkan. Teori kontrak sosial
muncul dan berkembang dengan sangat dipengaruhi oleh perkembangan yang ada
pada abad Pencerahan dimana pada masa ini ditandai dengan munculnya
rasionalisme dan humanisme pemikiran manusia yang ajaran ini menenmpatkan
manusia sebagai penentu sistem (subyek sistem) serta pengatur dinamikan
kehidupan. Dengan munculnya pemikiran seperti ini, menandai mulai munculnya
kesadaran bahwa manusia merupakan sumber kekuasaan yang menginsyaratkan
bahwasanya sudah sejak lama manusia berhasrat untuk menciptakan, mengelola
serta memilihara kehidupan sosial politik dengan kuat dan gagasan ini masih
sangat dipertahankan dengan benar hingga saat ini.
Bila kita tilik secara komprehensif, kemuculan Abad Pencerahan
merupakan sebuah kritik serta perbaikan atas zaman sebelumnya dimana ilmu
pengetahuan serta gagasan yang muncul pada Renaissance tidaklah murni lahir
pada zaman ini. Beberapa pemikiran yang dikatakan muncul pertama kali pada
abad Renaissance sudah ada sejak abad pertengahan, hanya saja mengalami
beberapa pembaharuan dan penegasan. Termasuk Teori Kontrak Sosial yang pada
zaman sebelumnya sudah sedikit diulas secara samar oleh Thomas Aquinas. Pada
masa Reinassance, nilai-nilai kebebasan (liberal) sangat dijunjung tinggi sehingga
melahirkan banyak pemikiran yang dijadikan landasar berpikir filsuf pada saat itu.
Dalam penjelasan tentang terbentuknya sebuah negara dimana didapatkannya
sumber kekuasaan dari rakyat dengan cara adanya kesepakatan penyerahan
sebagian hak yang dimiliki yang dikuasai pada sang penguasa yang pada akhirnya
disebut sebagai Teori Kontrak Sosial, terdapat kesamaan gagasan antara Thomas
Hobbes, John Locke dan Rosseau. Tetapi dalam fase analisis mereka, terdapat
beberapa perbedaan dalam konsep kontrak sosial yang disebabkan oleh beberapa
faktor walaupun sama-sama mendasarkan analisisnya pada manusia sebagai
subyek serta sumber kekuasaan negara. Perbedaan analisis yang muncul
disebabkan oleh langkah analisis mereka tentang bagaimana kewenangan itu
diambil, siapa yang mengambil dari apa atau siapa serta bagaimana penggunanaan
kewenangan tersebut hingga pada akhirnya perbedaan analisis yang dihasilkan
bersifat sangat fundamental.
Selain terdapat perbedaan dari segi analisis teori kontrak sosial, hasil
pemikiran yang dihasilkan oleh para pemikir juga sangat dipengaruhi oleh latar
belakang kondisi sosial yang membentuk pemikirannya serta kepentingan-
kepentingan pemikir yang diidealkan pada latar belakang sosial yang telah
dirundungnya. Pemikiran Thomas Hobbes (1588-1679) terutama tentang teori
kontrak sosial sangat dipengaruhi oleh kondisi sosial Inggris semasa ia hidup yang
penuh dengan Perang Saudara yang disebabkan oleh masalah agama, sipil serta
pertentangan antara pihak kerajaan dan parlemen. Menurutnya, Perang Saudara
yang terjadi di Inggris sebagai produk dari lemahnya kekuasaan Kerajaan yang
diakibatkan oleh terpecah-pecahnya kekuasaan dengan parlemen. Oleh karena
Hobbes menginginkan kerajaan yang stabil dengan adanya kekuasaan kerajaan
yang absolut serta mempunyai ikatan karir dan politik, Hobbes berpihak pada
kerajaan. Dan menganggap keberadaan parlemen sengan pemisahan kekuasaan
serta demokrasi sebagai penghancur kestabilan serta penyebab perang saudara.
Dalam menghasilkan pemikiran mengenai teori kontrak sosial, John Locke
(1632-1704) banyak juga dipengaruhi oleh kondisi politik semasa ia hidup yang
berada di bawah kekuasaan kerajaan despotik. Walaupun setengah abad lebih
muda dari Thomas Hobbes, pemikiran kedua filsuf ini sangatlah jauh berbeda.
Locke hidup pada masa banyak terjadi konflik agama dan sipil sebagai
konsekuensi dari bentuk kerajaan yang despotik serta gencar-gencar
dijalankannya ajaran monarki absolut Thomas Hobbes sebagai jalan
mempersatukan rakyat. Dengan demikian Locke berasumsi bahwasanya penguasa
absolut tidak lain adalah manusia yang selalu berpotensi terpengaruhi oleh sifat
pemikiran kotor manusia pada umumnya serta dapat memperburuk kondisi. Tetapi
Locke juga hidup di tengah-tengah tumbuh suburnya gagasan liberalisme
sehingga melawan bentuk monarkhi absolut. Dan lebih berpihak pada pada
parlemen karena persamaan persepsi dan juga ikatan karir yang pada saat itu
bertentangan dengan kerajaan. Oleh karena itu, John Locke dijuluki sebagai
Bapak Liberalisme karena mennetang adanya kekuasaan monarkhi absolut dan
mendukung adanya kebebasan individu.
Secara umum, terdapat persamaan keberangkatan asumsi yang masing-
masing diajukan oleh Hobbes dan Locke yang walaupun demikian tetap
menghasilkan pemikiran tentang kontrak sosial yang berbeda. Persamaan itu
adalah mereka berdua sama-sama memulai analisisnya dari konsep kodrat
manusia, kemudian konsep kondisi ilmiah, hak alamiah serta hukum alamiah.

2.2 Teori Kontrak Sosial dalam Perspektif Thomas Hobbes

Pada banyak pemikirannya, pemikiran Thomas Hobbes banyak


dipengaruhi oleh pemikir pendahulunya seperti Frans Bacon, mulai dari
pemikirannya tentang otoritarianisme hingga filsafat pengetahuan yang hanya
bersumber dari sesuatu yang bersifat indrawi yang kemudian dianggap sebagai
kebenaran mutlak. Semua pemikiran dari Thomas Hobbes terkumpul dalam
bukunya yang berjudul Leviathan. Menurut Hobbes, pada dasarnya dalam
kondisi alamiah, sebelum terbentuknya suatu negara dan kekuasaan superior,
manusia cenderung bertindak sebebas mungkin dan berusaha mempertahankannya
dnegan cara menguasai orang lain. Kehendak untuk dapat memepertahankan
kebebasan mereka pada dasarnya didorong oleh kehendak mereka untuk
menyelamatkan diri mereka masing-masing. Dengan adanya persaingan untuk
dapat menyelamatkan diri mereka masing-masing, konflik antar manusia tidak
dapat dihindari. Oleh karena itu menurut Hobbes, kondisi manusia secara alami
tidak ada yang namanya kepemilikan, keadilan ataupun ketidakadilan, dan yang
ada hanyalah peperangan, kekuatan dan penipuan dalam usaha menyelamatkan
diri mereka masing-masing. Dengan sama-sama terdapat keinginan dan
keengganan dalam diri manusia, hal ini dapat mengontrol manusia dalam setipa
tindakan yang ia lakukan. Keinginan atau hasrat yang dimaksud Hobbes adalah
kekuasaan, kekayaan, pengetahuan dan kehormatan, keengganan yang dimaksud
adalah hidup sengsara dan mati. Dalam rangka melakukan tindakan yang
berdasarkan keinginan dan kengganan, manusia dituntut untuk mengganakan
kekuatan yang ia miliki untuk dapat mencapainya. Dimana dengan banyaknya
manusia yang juga mempunyai kehendak yang sama, akan menimbulkan benturan
kepentingan (clash of interest) yang pada akhirnya akan memunculkan konflik.

Dengan semakin kompleksnya persaingan antar manusia yang terjadi,


semakin meningkatkan keengganan manusia untuk sengsara dan mati. Sehingga
pada kondisi alamiah, manusia dengan akalnya berusaha untuk saling
menghindari peperangan yang terjadi sebagai akibat benturan power dan
kepentingan dengan menciptakan suatu kondisi artifisial (buatan). Dengan
masuknya manusia dalam kondisi artifisial, manusia masuk pula dalam kondisi
sipil. Yakni dengan cara setiap anggota masyarakat saling membuat kesepakatan
untuk melepaskan hak-hak mereka dan kemudian disalurkan pada beberapa orang
atau lembaga untuk dapat dijalankan dengan baik tanpa menimbulkan benturan.
Dan untuk dapat menjalankan tugasnya dengan baik, beberapa orang atau lembaga
ini perlu diberikan hak sepenuhnya untuk dapat menggunakan kekuatan
masyarakat. Dengan kondisi seperti itu, sekarang beberapa orang atau lembaga
ituah yang memegang kedaulatan rakyat yang bertugas untuk menciptakan serta
menjaga keselamatan masyarakat. Setelah diberikannya kedaulatan pada pihak
tersebut, tidak ada alasan lagi untuk mencabut kewenangan atas hak yang sudah
diberikan karena tindakan demikian merupakan langkah yang paling logis untuk
menghindarkan mereka pada kondisi perang yang saling menjatuhkan. Hanya
saja, pemegang kedaulatan berhak penuh untuk menjaga serta menciptakan
perdamaian. Dengan kondisi yang seperti ini, pemegang kedaulatan tidak dapat
lagi diganggu gugat walaupun oleh masyarakat sendiri. Karena masyarakatlah
yang mengikatkan diri mereka pada pemegang kekuasaan dan ini bukanlah
kesepakatan antara yang memerintah dan yang diperintah (kekuasaan absolut atau
otoritarian).

Pada intinya, pandangan Hobbes menyatakan bahwasanya kekuasaan yang


tertib dan kuat dalah kekuasaan yang berada dibawah satu orang yang diberikan
kedauloatan oleh rakyatnya. Dimana setelah rakyatnya memberikan hak-haknya
pada sang penguasa, rakyat tidak dapat lagi menarik hak tersebut apalagi
mendapatkan hak tersebut kecuali sang penguasa memberikannya. Dengan
kondisi yang demikian, rakyat akan tertib karena takut akan kekuasaan di luar
kontrak yang dijalankan karena rakyat tidak dapat menggangu-gugat. Dan kondisi
inti inilah yang sebenarnya oleh Hobbes disebut sebagai Kontrak Sosial. Hal ini
sangat mungkin dijalankan untuk menghindari perang antar manusia karena
menurutnya manusia senantiasa berhasrat untuk bebas dengan menguasai yang
lain. Kondisi pemerintahan yang absolut seperti ini, oleh Hobbes dianggap
mampu mengatasi konflik internal yang terjadi di Inggris.

2.3 Teori Kontrak Sosial dalam Perspektif John Locke

Sebagai pakar serta penaruh pondasi demokrasi dan liberal, John Locke
sukses menancapkan banyak pemikirannya di Inggris serta menginspirasi banyak
Founding Fathers Amerika. Sama halnya dengan Thomas Hobbes, ia memulai
pemikirannya dengan apa yang disebut sebagai kondisi alamiah (state of nature),
dimana manusia pada dasarnya memiliki kebebasan serta kemerdekaan dan hidup
bersama tanpa adanya otoritas politik. Yang berarti bahwasanya manusia bebas
dari segala macam otoritas dan kekuatan prioritas di muka bumi. Seperti halnya
Thomas hobbes yang terinspirasi oleh pemikiran Frans Bacon tentang
otoritarianisme yang memang semasa hidupnya merupakan bentuk solusi
kekuasaan yang paling sesuai, John Locke juga terinspirasi oleh pemikiraan Sir
Robert Filmer (1588-1653) dan Rene Descrates tentang teori ciptaan Tuhan akan
kebajikan kodrati yang terdapat pada diri manusia dalam kondisi alamiah. Dalam
hal ini, manusia lahir secara alamiah dan hidup secara bebas dan tidak saling
mengacau berdasarkan kebajikan kodrati. Kebajikan kodrati yang dimaksud
adalah larangan untuk merusak dan menghapuskan kehidupan, kebebasan, dan
harta milik orang lain.

Berbeda dengan kondisi alamiah yang diungkapkan oleh Thomas Hobbes,


menurut John Locke manusia sudah terlahir dengan keadaan kodrati yang dapat
hidup dengan manusia lain secara damai karena terdapat pengaturan dan hukum
alamiah yang disadari manusia serta manusia mempunyai akal sebagai pembeda
mana yang baik dan yang brurk bagi pergaulan dengan sesamanya. Tetapi kondisi
seperti ini bukan berarti selalu mulus dan tanpa masalah. Menurut Locke, masalah
akan muncul ketika terdapat beberapa orang dengan tindakannya yang terbiasa
didorong oleh kepentingan individu yang dapat merusak pengaturan dan hukum
alamiah menjadi kacau. Selain itu, pihak yang dirugikan atas pelanggaran tersebut
tidak punya cukup power untuk memberi sangsi pada si pelanggar. Seperti halnya
Hobbes, akan terjadi kondisi tidak aman sepenuhnya karena pemegang kekuasaan
belum tentu bisa menjaga keamanan. John Locke juga menjelaskan bagaimana
cara manusia agar keluar dari kondisi yang tidak aman dengan menciptakan
kondisi artifisial dengan cara diadakannya kontrak sosial. Dimana dalam kontrak
sosial Locke, kewenangan yang akan diberikan pada calon pemegang kewenangan
tidak diberikan seluruhnya melainkan hanya sebagian saja. Hubungan diantara
pemeberi kewenangan dan pemegang kewenangan tidak hanya sebatas hubungan
kontraktual saja, melainkan juga hubungan saling kepercayaan.

Selain itu, Locke juga menyatakan bahwasanya kondisi masyarakat sipil


merupakan kondisi murni bentukan atas kepercayaan masyarakat dan sama sekali
bukan ketetapan otoritas suci Tuhan. Tugas negara dalam kontrak sosial John
locke adalah untuk melindungi serta menjaga hak milik warga negara. Suatu
pemerintahan baru dapat dijalankan atas dasar persetuuan dari masyarakat dan
bukan hak suci pemegang kekuasaan. Kesempatan dan kewenangan warga negara
sangat diberikan kesempatan seluas mungkin untuk dapat menurunkan atau
menarik kembali kewenangan yang diberikan kepada wakil mereka di
pemerintahan karena melakukan banyak penyelewengan dalam mengemban
tugas. Dalam kontrak sosial John Locke, terdapat tiga hubugan kepercayaan
pokok, yaitu yang memberi kepercayaan (trustor), yang diberi kepercayaan
(trustee) dan yang merasakan manfaat dari kepercayaan tersebut (beneficiary).
Diantara trustor dan trustee harus beneficiery, sedangkan trustee dan beneficiery
tidak terdapat hubungan apapun, hanya saja trustee menerima obligasi dari
beneficiery secara sepihak. Dalam hubungan kepercayaan diatas sangatlah
nampak bahwasanya dalam kontrak sosial John Locke, kewenangan yang
dipasrahkan pada trustee sangatlah terbatas dan dapat saja sewaktu-waktu ditarik
kembali.

Dari penjelasan tentang kontrak sosial John Locke tersebut, sangatlah jelas
disebutkan bahwasanya sumber kewenangan yang diberikan trustor pada trustee
tidak lain adalah kewengan dari masyarakat itu sendiri. Dimana kepatuhan politik
masyarakat akan berjalan ketika kewenangan masih dipercayakan pada trustee.
Sehingga pemerintah tidak mempunyai cukup kewenangan untuk dapat
memerintah rakyat serta menjalankan fungsi kenegaraan. Dalam kontrak sosial
Locke terdapat beberapa sifat kontrak sosil yang perlu dicatat. Pertama, prinsip di
balik yang menggerakkan persetujuan bukanlah rasa takut akan kehancuran, akan
tetapi keinginan menghindari dari gangguan keadaan alamiah. Kedua, indivudu
tidak menyerahkan hak-hak alamiahnya pada kelompok tersebut hak-hak
subtansial akan tetapi hanya hak untuk melakukan hukum alam. Ketiga, hak yang
diserahkan oleh individu bukan pada seorang atau kelompok tertentu tetapi
kepada seluruh komunitas.

BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Dari ulasan panjang mengenai kontrak sosial menurut Thomas Hobbes dan
John Locke, dapat disimpukan bahwasanya masing-masing perspektif tentang
kontrak sosial telah memberikan banyak sumbangsih vital bagi terbentuknya suatu
negara dengan sistem politik yang dianutnya meskipun dengan segala kelebihan
dan kekurangannya masing-masing. Selain itu, kontrak sosial yang diungkapkan
oleh kedua tokoh ini juga banyak dianut negara-negara besar di dunia seperti
Amerika. Dimana tidak akan mungkin untuk dapat menggunakan salah satu
perspektif secara independen dan stagnan dalam satu sistem politik, karena
kontrak sosial dijalankan sesuai dengan porsi perkembangan zaman yang ada
menuntut fleksibilitas kebijakan. Seperti halnya Amerika yang secara jelas
berkiblat pada Teori Kontrak Sosial John Locke, banyak juga tindakan yang
diambil tokoh-tokoh penting Amerika yang condong pada Teori Kontrak Sosial
Thomas Hobbes, seperti Presiden Abraham Lincoln, Woodrow Wilson, Franklin
Delano Roosevelt, dan Richard Nixon.

Daftar Pustaka
Hart, Michael H. 1978. Seratus Tokoh Paling Berpengaruh dalam Sejarah.
Jakarta Pusat : PT. Dunia Pustaka Jaya.
Russel, Bertrand. 2004. Sejarah Filsafat Barat dan Kitannya dengan
Kondisi Sosio-Politik dari Zaman Kuno hingga Sekarang. Yogyakarta :
Pustaka Pelajar
Suhelmi, Ahmad. 2001. Pemikiran Politik Barat. Jakarta : Gramedia
Pustaka Utama.
Syam, Firdaus. 2007. Pemikiran Politik Barat Sejarah, Filsafat, Ideologi
dan Pengaruhnya terhadap Dunia ke-3. Jakarta : Bumi Aksara.

You might also like