Professional Documents
Culture Documents
Oleh :
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Manusia dengan anugerah pemikiran serta akal budinya yang cemerlang
dapat mempengaruhi dinamika dunia sesuai dengan perkembangan pemikiran
serta dinamika zaman yang terus berjalan. Sebagai contohnya banyak terdapat
manusia yang dianugrahi kearifan pemikiran hingga pemikirannya mempengaruhi
dinamika dunia saat ini khususunya dunia politik. Berpijak pada kondisi
psikologis manusia, suatu produk pemikiran manusia pastilah dipengaruhi oleh
banyak hal yang turut membentuk pemikiran manusia tersebut, seperti kondisi
sosial dimana ia hidup, kapan ia hidup, kepada siapa ia berguru serta pemikiran
atau buku siapa yang ia anut. Pada mata kuliah pemikiran politik barat, banyak
diulas tokoh pemikir politik yang banyak mempengaruhi politik saat ini. Terdapat
beberapa fase lahirnya pemikiran serta pengetahuan yang membentuk dunia
seperti saat ini. Fase pertama adalah masa Yunani Kuno dengan pemikir yang
terkenal adalah Socrates, Plato dan Aristoteles. Pada masa ini, Plato dan
Aristoteles berasumsi bahwasanya suatu kekuasaan bersumber dari apa yang
disebut sebagai ilmu pengetahuan serta mengidealkan suatu bentuk pemerintahan
yang dipegang oleh beberapa kaum cendikian dengan tangan arif-nya yang biasa
disebut dengan pemerintahan Aristokrasi. Menurut kedua pemikir ini, suatu
negara dankekuasaan akan dapat dijalankan dengan baik oleh beberapa kaum
cendikiawan yang berpegang dalam operasional pemerintahannya pada kebijakan
dan kebajikan (wisdom and virtue).
Pada fase dunia selanjutnya, dunia masuk pada masa kejayaan Imperium
Romawi dimana pada akhir kekuasaannya, Eropa secara tebal diselimuti oleh
ajaran-ajaran gereja yang pada saat itu tidak ada yang berani menentang. Dengan
kondisi dunia seperti saat itu, tentunya para pemikir yang lahir dengan pemikiran
yang penuh dengan esensi religius seperti Thomas Aquinas dan Santo Agustinus.
Berpandangan tentang esensi sebuah kekuasaan, kedua filsuf Abad Pertengahan
ini berasumsi dasar bahwasanya kekuasaan yang dijalankan di dunia serta negara
sebagai wadahnya merupakan perwujudan daripada kekuasaan Tuhan di dunia.
Selain itu, pemuka agama pada saat itu merupakan perwakilan Tuhan di dunia.
Setelah masa Abad Pertengahan berakhir dengan munculnya masa kebangkitan
Reinassance, dimana pengetahuan kembali bersemi di Eropa sebagai wujud
pembebasan dari kekuasaan gereja yang cenderung dogmatis. Pengetahuan pada
masa ini berkembang sangat subur yang ditokohi oleh beberapa pemikir yang
berhasil menggunakan logikanya untuk dapat menjelaskan fenomenan politik
pada saat itu. Selain berhasil menemukan ilmu pengetahuaan berdasarkan logika,
pemikir pada zaman ini juga berani mendobrak dogma-dogma gereja yang
terkesan memenjarakan ilmu pengetahuan. Tokoh pemikir yang terkenal pada
zaman ini antara lain adalah Nichollo Machiavelli yang kebanyakan pemikirannya
dipengaruhi oleh situasi politik Italia saat itu yang antar kota saling menyerang
satu sama lain. Menurut Machivelli, manusia harus menerima realita akan
kehidupan kekuasaan yang ada. Dimana manusia selalu berpotensi untuk menjadi
jahat demi kepentingan yang ingin ia capai. Selain itu, dalam berkuasa manusia
dituntut untuk memiliki dua kepribadian yang saling bertentangan dalam rangka
mengagungkan kekuasaannya. Pemikiran Machiavelli tentang kekuasaan ini tidak
terlepasa dari realita yang ada dimana manusia cenderung jahat, tidak tahu terima
kasih, saling iri hati dan saling menjatuhkan satu sama lain.
Setelah muncul masa Reinassance dimana benih-benih kecermelangan
logika mulai dihargai, muncul fase reformasi yang mempercayai bahwasanya
kekuasaan sang penguasa berasal dari pengakuan kuasa yang dikuasai atau lebih
dikenal dengan konsep kedaulatan. Selain kekuasaan yang bersumber dari
kedaulatan rakyat, sistem negara yang berlaku hingga saat ini juga dapat terbentuk
ketika rakyat memberikan kedaulatannya dengan cara memberikan sebagian
haknya dalam bentuk kontrak sosial untuk dikelola oleh sang penguasa. Pada
masa reformasi, muncul empat teori yang menjelaskan bagaimana suatu negara
dapat terbentuk serta berasal dari manakah legitimasi yang menyokong kekuasaan
negara. Yaitu, teori ilmiah, teori ciptaan Tuhan, teori kekuatan serta teori kontrak
sosial. Teori alamiah menjelaskan negara terbentuk sebagai wujud dari kebutuhan
manusia dalam merealisasikan sifat kemanusiaannya. Keluarga dan desa juga
merupakan bentuk realisasi sifat manusia yang lebih rendah tingkatnya dari
negara. Dimana dalam keluarga, manusia dapat memenuhi kebutuhannya yang
bersifat fisik karena keluarga memang menyediakannya. Dalam taraf desa,
manusia mencoba merealisasikan hasratnya sosialnya yang mendorongnya dalam
berkawan, bersosialisasi serta bermasyarakat. Pada taraf yang lebih tinggi, negara
sebagai perwujudan dari hasrat manusia untuk merealisasikan kehendak
berpolitiknya dengan yang lain yang hasrat ini tidak dapat terpenuhi secara
sempurna dalam keluarga dan desa. Dengan didirikannya suatu negara, menurut
teori ini, manusia telah mampu menunjukkan menjadi manusia seutuhnya dengan
merealisasikan hasratnya di berbagai bidang.
Selanjutnya teori terbentuknya negara sebagai ciptaan Tuhan menjelaskan
bagaimana suatu negara didirikan dengan kepercayaan bahwasanya merupakan
ciptaan Tuhan dan seorang penguasa merupakan seorang yang ditunjuk Tuhan
sebagai perwakilannya di dunia. Menurut teori ini, biarpun seorang penguasa
mempunyai kekuasaan, sumber kekuasaan tetaplah berasal dari Tuhan sehingga
seorang penguasa hanya perlu mempertanggungjawabkan kekuasaannya hanya
pada Tuhan dan bukan pada yang ia kuasai (mandat Tuhan). Teori ini banyak
dipercaya pada kerajaan Monarki Absolut pada Abad Pertengahan. Sangat berbeda
dengan teori ciptaan Tuhan, teori kekuatan menjelaskan bahwasanya terbentuknya
suatu negara dan perolehan kekuasaan berasal dari kekuatan itu sendiri. Dimana
dalam mencapai kekuasaan, dilakukan dengan penaklukan atas daerah lain yang
memaksakan kehendaknya. Karena kekuatan menurut teori ini mengabsahkan
adanya kekuasaan dan kewenangan atas dasar kekuatan. Kemudian yang terakhir
serta yang akan dibahas lebih mendalam pada makalah ini adalah teori kontrak
sosial yang menyatakan bahwasanya pendirian suatu negara serta perolehan
kekuasaan berasal dari kesepakatan, perjanjian dan kontrak rakyat pada sang
penguasa yang kemudian mendirikan suatu negara.
Pada dasarnya dari keempat teori yang ada, biarpun terdapat banyak
perbedaan dalam argumen mengenai kekuasaan dan negara, terdapat kesamaan
inti pembahasan yang berupa manusia sebagai tokoh kunci dari adanya negara dan
kekuasaan. Tetapi dari keempat teori yang ada, teori kontrak sosial lah yang paling
baik dan paling relevan bila diterapkan pada sistem kemasyarakatan pada
umumnya, karena manusia menjadi tokoh sentral dalam sebuah sistem. Manusia
lah yang membuat dan menentukan suatu sistem serta menjalankannya. Terdapat
tiga teori sebagai pilar utama sebgaai penjelasan dari Teori Kontrak Sosial yang
akan dibahas pada makalah ini, Yakni Thomas Hobbes, John Locke serta J. J.
Rosseau yang juga memiliki perbedaan pandangan dalam menjelaskan teori ini.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimanakan ulasan lebih lanjut tentang Teori Kontrak Sosial ?
1.2.2 Bagaimana perbandingan Teori Kontrak Sosial menurut Thomas Hobbes
dan John Locke ?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Mampu memberikan ulasan lebih lanjut tentang apa yang disebut dengan
Teori Kontrak Sosial.
1.3.2 Mampu membandingkan antara Teori Kontrak Sosial menurut Thomas
Hobbes dan John Locke.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Teori Kontrak Sosial
Sebuah teori muncul pada abad pencerahan yang secara eksplisit
menjelaskan bagaimana suatu negara terbentuk serta berasal dari manakah
kekuasaan yang muncul sebagai penjalan dari adanya negara. Teori ini dapat
dikatakan merupakan teori yang paling relevan untuk menjelaskan bagaimana
suatu negara yang diidealkan dapat terbentuk. Karena teori ini menjelaskan
perolehan kedaulatan dan legitimasi rakyat oleh suatu negara didapat dari adanya
kesepakatan atau perjanjian antara sang penguasa dan yang dikuasai, dimana yang
dikuasai menyerahkan beberapa hak yang dimilikinya untuk diatur oleh sang
penguasa demi terbentuknya suatu negara yang diidamkan. Teori kontrak sosial
muncul dan berkembang dengan sangat dipengaruhi oleh perkembangan yang ada
pada abad Pencerahan dimana pada masa ini ditandai dengan munculnya
rasionalisme dan humanisme pemikiran manusia yang ajaran ini menenmpatkan
manusia sebagai penentu sistem (subyek sistem) serta pengatur dinamikan
kehidupan. Dengan munculnya pemikiran seperti ini, menandai mulai munculnya
kesadaran bahwa manusia merupakan sumber kekuasaan yang menginsyaratkan
bahwasanya sudah sejak lama manusia berhasrat untuk menciptakan, mengelola
serta memilihara kehidupan sosial politik dengan kuat dan gagasan ini masih
sangat dipertahankan dengan benar hingga saat ini.
Bila kita tilik secara komprehensif, kemuculan Abad Pencerahan
merupakan sebuah kritik serta perbaikan atas zaman sebelumnya dimana ilmu
pengetahuan serta gagasan yang muncul pada Renaissance tidaklah murni lahir
pada zaman ini. Beberapa pemikiran yang dikatakan muncul pertama kali pada
abad Renaissance sudah ada sejak abad pertengahan, hanya saja mengalami
beberapa pembaharuan dan penegasan. Termasuk Teori Kontrak Sosial yang pada
zaman sebelumnya sudah sedikit diulas secara samar oleh Thomas Aquinas. Pada
masa Reinassance, nilai-nilai kebebasan (liberal) sangat dijunjung tinggi sehingga
melahirkan banyak pemikiran yang dijadikan landasar berpikir filsuf pada saat itu.
Dalam penjelasan tentang terbentuknya sebuah negara dimana didapatkannya
sumber kekuasaan dari rakyat dengan cara adanya kesepakatan penyerahan
sebagian hak yang dimiliki yang dikuasai pada sang penguasa yang pada akhirnya
disebut sebagai Teori Kontrak Sosial, terdapat kesamaan gagasan antara Thomas
Hobbes, John Locke dan Rosseau. Tetapi dalam fase analisis mereka, terdapat
beberapa perbedaan dalam konsep kontrak sosial yang disebabkan oleh beberapa
faktor walaupun sama-sama mendasarkan analisisnya pada manusia sebagai
subyek serta sumber kekuasaan negara. Perbedaan analisis yang muncul
disebabkan oleh langkah analisis mereka tentang bagaimana kewenangan itu
diambil, siapa yang mengambil dari apa atau siapa serta bagaimana penggunanaan
kewenangan tersebut hingga pada akhirnya perbedaan analisis yang dihasilkan
bersifat sangat fundamental.
Selain terdapat perbedaan dari segi analisis teori kontrak sosial, hasil
pemikiran yang dihasilkan oleh para pemikir juga sangat dipengaruhi oleh latar
belakang kondisi sosial yang membentuk pemikirannya serta kepentingan-
kepentingan pemikir yang diidealkan pada latar belakang sosial yang telah
dirundungnya. Pemikiran Thomas Hobbes (1588-1679) terutama tentang teori
kontrak sosial sangat dipengaruhi oleh kondisi sosial Inggris semasa ia hidup yang
penuh dengan Perang Saudara yang disebabkan oleh masalah agama, sipil serta
pertentangan antara pihak kerajaan dan parlemen. Menurutnya, Perang Saudara
yang terjadi di Inggris sebagai produk dari lemahnya kekuasaan Kerajaan yang
diakibatkan oleh terpecah-pecahnya kekuasaan dengan parlemen. Oleh karena
Hobbes menginginkan kerajaan yang stabil dengan adanya kekuasaan kerajaan
yang absolut serta mempunyai ikatan karir dan politik, Hobbes berpihak pada
kerajaan. Dan menganggap keberadaan parlemen sengan pemisahan kekuasaan
serta demokrasi sebagai penghancur kestabilan serta penyebab perang saudara.
Dalam menghasilkan pemikiran mengenai teori kontrak sosial, John Locke
(1632-1704) banyak juga dipengaruhi oleh kondisi politik semasa ia hidup yang
berada di bawah kekuasaan kerajaan despotik. Walaupun setengah abad lebih
muda dari Thomas Hobbes, pemikiran kedua filsuf ini sangatlah jauh berbeda.
Locke hidup pada masa banyak terjadi konflik agama dan sipil sebagai
konsekuensi dari bentuk kerajaan yang despotik serta gencar-gencar
dijalankannya ajaran monarki absolut Thomas Hobbes sebagai jalan
mempersatukan rakyat. Dengan demikian Locke berasumsi bahwasanya penguasa
absolut tidak lain adalah manusia yang selalu berpotensi terpengaruhi oleh sifat
pemikiran kotor manusia pada umumnya serta dapat memperburuk kondisi. Tetapi
Locke juga hidup di tengah-tengah tumbuh suburnya gagasan liberalisme
sehingga melawan bentuk monarkhi absolut. Dan lebih berpihak pada pada
parlemen karena persamaan persepsi dan juga ikatan karir yang pada saat itu
bertentangan dengan kerajaan. Oleh karena itu, John Locke dijuluki sebagai
Bapak Liberalisme karena mennetang adanya kekuasaan monarkhi absolut dan
mendukung adanya kebebasan individu.
Secara umum, terdapat persamaan keberangkatan asumsi yang masing-
masing diajukan oleh Hobbes dan Locke yang walaupun demikian tetap
menghasilkan pemikiran tentang kontrak sosial yang berbeda. Persamaan itu
adalah mereka berdua sama-sama memulai analisisnya dari konsep kodrat
manusia, kemudian konsep kondisi ilmiah, hak alamiah serta hukum alamiah.
Sebagai pakar serta penaruh pondasi demokrasi dan liberal, John Locke
sukses menancapkan banyak pemikirannya di Inggris serta menginspirasi banyak
Founding Fathers Amerika. Sama halnya dengan Thomas Hobbes, ia memulai
pemikirannya dengan apa yang disebut sebagai kondisi alamiah (state of nature),
dimana manusia pada dasarnya memiliki kebebasan serta kemerdekaan dan hidup
bersama tanpa adanya otoritas politik. Yang berarti bahwasanya manusia bebas
dari segala macam otoritas dan kekuatan prioritas di muka bumi. Seperti halnya
Thomas hobbes yang terinspirasi oleh pemikiran Frans Bacon tentang
otoritarianisme yang memang semasa hidupnya merupakan bentuk solusi
kekuasaan yang paling sesuai, John Locke juga terinspirasi oleh pemikiraan Sir
Robert Filmer (1588-1653) dan Rene Descrates tentang teori ciptaan Tuhan akan
kebajikan kodrati yang terdapat pada diri manusia dalam kondisi alamiah. Dalam
hal ini, manusia lahir secara alamiah dan hidup secara bebas dan tidak saling
mengacau berdasarkan kebajikan kodrati. Kebajikan kodrati yang dimaksud
adalah larangan untuk merusak dan menghapuskan kehidupan, kebebasan, dan
harta milik orang lain.
Dari penjelasan tentang kontrak sosial John Locke tersebut, sangatlah jelas
disebutkan bahwasanya sumber kewenangan yang diberikan trustor pada trustee
tidak lain adalah kewengan dari masyarakat itu sendiri. Dimana kepatuhan politik
masyarakat akan berjalan ketika kewenangan masih dipercayakan pada trustee.
Sehingga pemerintah tidak mempunyai cukup kewenangan untuk dapat
memerintah rakyat serta menjalankan fungsi kenegaraan. Dalam kontrak sosial
Locke terdapat beberapa sifat kontrak sosil yang perlu dicatat. Pertama, prinsip di
balik yang menggerakkan persetujuan bukanlah rasa takut akan kehancuran, akan
tetapi keinginan menghindari dari gangguan keadaan alamiah. Kedua, indivudu
tidak menyerahkan hak-hak alamiahnya pada kelompok tersebut hak-hak
subtansial akan tetapi hanya hak untuk melakukan hukum alam. Ketiga, hak yang
diserahkan oleh individu bukan pada seorang atau kelompok tertentu tetapi
kepada seluruh komunitas.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari ulasan panjang mengenai kontrak sosial menurut Thomas Hobbes dan
John Locke, dapat disimpukan bahwasanya masing-masing perspektif tentang
kontrak sosial telah memberikan banyak sumbangsih vital bagi terbentuknya suatu
negara dengan sistem politik yang dianutnya meskipun dengan segala kelebihan
dan kekurangannya masing-masing. Selain itu, kontrak sosial yang diungkapkan
oleh kedua tokoh ini juga banyak dianut negara-negara besar di dunia seperti
Amerika. Dimana tidak akan mungkin untuk dapat menggunakan salah satu
perspektif secara independen dan stagnan dalam satu sistem politik, karena
kontrak sosial dijalankan sesuai dengan porsi perkembangan zaman yang ada
menuntut fleksibilitas kebijakan. Seperti halnya Amerika yang secara jelas
berkiblat pada Teori Kontrak Sosial John Locke, banyak juga tindakan yang
diambil tokoh-tokoh penting Amerika yang condong pada Teori Kontrak Sosial
Thomas Hobbes, seperti Presiden Abraham Lincoln, Woodrow Wilson, Franklin
Delano Roosevelt, dan Richard Nixon.
Daftar Pustaka
Hart, Michael H. 1978. Seratus Tokoh Paling Berpengaruh dalam Sejarah.
Jakarta Pusat : PT. Dunia Pustaka Jaya.
Russel, Bertrand. 2004. Sejarah Filsafat Barat dan Kitannya dengan
Kondisi Sosio-Politik dari Zaman Kuno hingga Sekarang. Yogyakarta :
Pustaka Pelajar
Suhelmi, Ahmad. 2001. Pemikiran Politik Barat. Jakarta : Gramedia
Pustaka Utama.
Syam, Firdaus. 2007. Pemikiran Politik Barat Sejarah, Filsafat, Ideologi
dan Pengaruhnya terhadap Dunia ke-3. Jakarta : Bumi Aksara.