You are on page 1of 20

INTERAKSI OBAT

ASMA

Kelompok :
Kelas : Apoteker C
Anggota :

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI


UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
CIMAHI
2016
BAB I
PENDAHULUAN

Asma merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia, baik di negara maju


maupun di negara-negara sedang berkembang. Asma adalah penyakit inflamasi
kronik saluran napas yang melibatkan berbagai sel imun terutama sel mast, eosinofil,
limposit T, makrofag, neutrofil dan sel epitel, serta meningkatnya respon saluran
napas (hipereaktivitas bronkus) terhadap berbagai stimulan. Inflamasi kronik ini akan
menyebabkan penyempitan (obstruksi) saluran napas yang reversibel, membaik
secara spontan dengan atau tanpa pengobatan. Gejala yang timbul dapat berupa batuk,
sesak nafas dan mengi. Asma dapat bersifat ringan dan tidak mengganggu aktivitas,
akan tetapi dapat bersifat menetap dan mengganggu aktivitas bahkan kegiatan harian
sehigga menurunkan kualitas hidup.
Interaksi obat merupakan salah satu drug related problems (DRPs) yang dapat
mempengaruhi outcome terapi pasien. Dengan meningkatnya kompleksitas obat-obat
yang digunakan dalam pengobatan pada saat ini, dan berkembangnya polifarmasi
maka kemungkinan terjadinya interaksi obat makin besar. Interaksi obat perlu
diperhatikan karena dapat mempengaruhi respon tubuh terhadap pengobatan.
Interaksi obat dianggap penting secara klinik jika berakibat meningkatkan
toksisitas dan atau mengurangi efektivitas obat yang berinteraksi, jadi terutama jika
menyangkut obat dengan batas keamanan yang sempit, misalnya glikosida jantung,
antikoagulan, dan obat-obat sitostatik. Demikian juga interaksi yang menyangkut
obat-obat yang biasa digunakan atau yang sering diberikan bersama tentu lebih
penting daripada obat yang jarang dipakai.
Pada makalah ini akan dibahas mengenai penyakit asma yang lebih difokuskan
pada interaksi obat apa saja yang terjadi selama pengobatan dan cara mengatasinya.
Dengan ditelusurinya interaksi antara satu obat dengan obat lain diharapkan dapat
mengurangi angka kejadian reaksi obat yang tidak diinginkan baik yang bersifat
sinergis maupun antagonis.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Asma didefinisikan sebagai gangguan inflamasi kronik pada saluran pernapasan
yang melibatkan peran banyak sel dan komponennya (The National Asthma
Education and Prevention Program, NAEPP). Pada individu yang rentan, inflamasi
menyebabkan episode berulang dari bengek, sesak nafas, sesak dada, dan batuk.
Episode ini biasanya terkait dengan obstruksi saluran udara yang sering reversibel
baik secara spontan maupun setelah pemberian penanganan. Inflamasi juga
menyebabkan hiperresponsivitas bronkus (bronchus hyperresponsiveness, BHR)
terhadap berbagai stimulus.

2.2 Etiologi
a. Alergen
Alergen adalah zat-zat tertentu bila dihisap atau di makan dapat menimbulkan
serangan asthma, misalnya debu rumah, tungau debu rumah (Dermatophago
idespteronissynus) spora jamur, bulu binatang, beberapa makanan laut dan
sebagainya.
b. Infeksi Saluran Nafas
Infeksi saluran nafas terutama oleh virus seperti influenza merupakan salah satu
factor pencetus yang paling sering menimbulkan asthma bronkiale. Diperkirakan dua
pertigapenderita asthma dewasa serangan asthmanya ditimbulkan oleh infeksi saluran
nafas.
c. Stress
Adanya stressor baik fisik maupun psikologis akan menyebabkan suatu keadaan
stress yang akan merangsang HPA axis. HPA axis yang terangsang akan
meningkatkan adeno corticotropic hormon (ACTH) dan kadar kortisol dalam darah.
Peningkatan kortisol dalam darah akan mensupresi immunoglobin A (IgA).
Penurunan IgA menyebabkan kemampuan untuk melisis sel radang menurun yang
direspon oleh tubuh sebagai suatu bentuk inflamasi pada bronchus sehingga
menimbulkan asma bronkiale.
d. Olah raga/ kegiatan jasmani yang berat
Sebagian penderita asthma bronkiale akan mendapatkan serangan asthma bila
melakukan olah raga atau aktifitas fisik yang berlebihan. Lari cepat dan bersepeda
paling mudah menimbulkan serangan asthma. Serangan asthma karena kegiatan
jasmani (Exercise induced asthma / EIA) terjadi setelah olah raga atau aktifitas fisik
yang cukup berat dan jarang serangan timbul beberapa jam setelah olah raga.
e. Obat obatan
Beberapa pasien asthma bronkiale sensitive atau alergi terhadap oba ttertentu
seperti penicillin, salisilat, beta blocker, kodein dan sebagainya.
f. Polusi udara
Pasien asthma sangat peka terhadap udara berdebu, asap pabrik/ kendaraan, asap
rokok, asap yang mengandung hasil pembakaran dan oksida foto kemikal, serta bau
yang tajam.
g. Lingkungan kerja
Diperkirakan 2 15% pasien asthma bronkiale pencetusnya adalah lingkunagn
kerja.

2.3 Prevalensi
Data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebanyak 100-157 juta penduduk
di dunia sebagai penyandang Asma dan terus bertambah sebanyak 187 ribu orang per
tahun dengan episode kejadian perorang bisa 3 6 kali pertahun. gambaran di tahun
2013 dengan menggunakan unit analisis Individu menunjukkan bahwa secara
Nasional 4,5 % Penduduk Indonesia menderita penyakit Asma. Jika saat ini penduduk
Indonesia sebesar 252.124.458 jiwa maka terdapat 11.345.600 jiwa yang menderita
Asma. Suatu kondisi yang cukup mengejutkan. Terdapat 18 Provinsi yang
prosentasenya melebihi angka Nasional, dengan tertinggi di Provinsi Sulawesi
Tengah (7.8%) atau secara absolut sebanyak 7.8 % x 2.839.290 = 221.464 jiwa.
2.4 Patofisiologi
1) Karakteristik utama asma meliputi obstruksi saluran udara dalam berbagai
tingkatan (terkait dengan bronkospasmus, edema dan hipersekresi), BHR, dan
inflamasi saluran udara.
2) Serangan asma mendadak disebabkan oleh faktor yang tidak diketahui maupun
yang diketahui, seperti paparan terhadap alergen, virus, atau polutan dalam
maupun luar rumah, dan masing-masing faktor ini dapat menginduksi respon
inflamasi.
3) Alergen yang terhirup menyebabkan reaksi alergi fase awal ditandai dengan
aktivasi sel yang menghasilkan antibodi IgE yang spesifik alergen. Terdapat
aktivasi yang cepat dari sel mast dan makrofag pada saluran udara, yang
membebaskan mediator proinflamasi seperti histamin dan eikosanoid yang
menginduksi kontraksi otot polos saluran udara, sekresi mukus, vasodilatasi, dan
eksudasi plasma pada saluran udara. Kebocoran plasma protein menginduksi
penebalan dan pembengkakan dinding saluran udara serta penyempitan
lumennya disertai dengan sulitnya pengeluaran mukus.
4) Reaksi inflamasi fase akhir terjadi 6 sampai 9 jam setelah serangan alergen dan
melibatkan aktivasi eosinofil, limfosit T, basofil, neutrofil dan makrofag.
5) Eosinofil bermigrasi ke dalam saluran udara dan membebaskan mediator
inflamasi (leukotrien dan protein granul), mediator sitotoksik, dan sitokin.
6) Aktivasi limfosit T menyebabkan pembebasan sitokin dari sel T-helper tipe 2
(TH2) yang memperantarai inflamasi alergik (interleukin [IL]-4, IL-5, IL-6, IL-9,
dan IL-13). Sebaliknya, sel T helper tipe 1 (TH 1) menghasilkan IL-2 dan
interferon gamma yang penting untuk mekanisme pertahanan selular. Inflamasi
asmatik alergik dapat ditimbulkan oleh ketidakseimbangan antara sel TH 1 dan
TH2.
7) Degranulasi sel mast sebagai respon terhadap alergen mengakibatkan
pembebasan mediator, seperti histamin; faktor kemotaksis eosinofil dan neutrofil;
leukotrien C4, D4 dan E4; prostaglandin; dan faktor pengaktivasi platelet (PAF).
Histamin mampu menginduksi kontriksi otot polos, bronkospasmus dan berperan
dalam edema mukosa serta sekresi mukus.
8) Makrofag alveolar membebaskan sejumlah mediator inflamasi, termasuk PAF
dan leukotrien B4, C4 dan D4. Produksi faktor khemotaktik neutrofil dan
eosinofil memperkuat proses inflamasi.
9) Neutrofil juga merupakan sumber mediator (PAF, prostaglandin, trombok-san,
dan leukotrien) yang berkontribusi pada BHR dan inflamasi saluran udara.
10) Sel epitel bronkial juga bepartisipasi dalam inflamasi dengan membebaskan
eikosanoid, peptidase, protein matriks, sitokin dan nitrit oksida. Pengikisan epitel
mengakibatkan peningkatan responsibilitas dan perubahan permeabilitas mukosa
saluran udara, pengurangan faktor relaksan yang berasal dari mukosa, dan
kehilangan enzim yang bertanggung jawab untuk penguraian neuropeptida
inflamasi.
11) Proses inflamasi eksudatif dan pengikisan sel epitel ke dalam lumen jalur udara
merusak transport mukosiliar. Kelenjar bronkus menjadi berukuran besar, dan sel
goblet meningkat baik ukuran maupun jumlahnya, yang menunjukkan suatu
peningkatan produksi mukus. Mukus yang dikeluarkan oleh penderita asma
cenderung memiliki viskositas tinggi.
12) Saluran udara dipersarafi oleh saraf para simpatik, simpatik, dan saraf inhibisi
nonadrenergik. Tonus istirahat normal otot polos saluran udara dipelihara oleh
aktivitas eferen vagal, bronkokontriksi dapat diperantarai oleh stimulasi vagal
pada bronchi berukuran kecil. Semua otot polos saluran udara mengandung
reseptor beta adrenergik yang tidak dipersyarafi sehingga menyebabkan
bronkodilatasi. Pentingnya reseptor alfa adrenergik dalam asma tidak diketahui.
Sistem saraf nonadrenergik, nonkolinergik pada trakea dan bronki dapat
memperkuat inflamasi pada asma dengan melepaskan nitrit oksida.

2.5 Klasifikasi
Klasifikasi asma berdasarkan berat penyakit
APE = arus puncak ekspirasi
FEV1= volume ekspirasi paksa dalam 1 detik

Derajat asma Gejala Fungsi Paru


Intermiten Siang hari 2 kali per minggu Variabilitas APE <
Malam hari 2 kali per bulan 20%
Serangan singkat VEP180% nilai
Tidak ada gejala antar serangan prediksi
Intensitas serangan bervarias APE 80% nilai
terbaik
Persisten Ringan Siang hari > 2 kali per minggu, tetapi < Variabilitas APE 20 -
1 kali per hari 30%
Malam hari > 2 kali per minggu, VEP1 80% nilai
tetapi < 1 kali per hari prediksi
Malam hari > 2 kali per bulan APE 80% nilai
Serangan dapat terbaik
mempengaruhi aktifitas
Persisten Sedang siang hari ada gejala ariabilitas APE > 30%
Malam hari > 1 kali per minggu VEP160-80% nilai
Serangan mempengaruhi prediksi
aktifitas APE 60-80% nilai
Serangan 2 kali per minggu terbaik
Serangan berlangsung
berhari-hari
Sehari-hari menggunakan
inhalasi 2-agonis short acting
Persisten Berat Siang hari terus menerus ada Variabilitas APE >
gejala 30%
Setiap malam hari sering VEP160% nilai
timbul gejala prediksi
Aktifitas fisik terbatas APE 60% nilai
Sering timbul serangan terbaik

2.6 Manifestasi Klinik


a. Asma Kronik
1) Asma klasik ditandai dengan dispnea yang disertai dengan bengek, tetapi
gambaran klinik asma beragam. Pasien dapat mengeluhkan sempit dada, batuk
(terutama pada malam hari), atau bunyi saat bernafas. Hal ini sering terjadi
saat latihan fisik tetapi dapat terjadi secara spontan atau berhubungan dengan
alergen tertentu.
2) Tanda-tandanya termasuk bunyi saat ekspirasi dengan pemeriksaan auskultasi,
batuk kering yang berulang, atau tanda atopi.
3) Asma dapat bervariasi dari gejala harian kronik sampai gejala yang berselang.
Terdapat keparahan dan remisi berulang, dan interval antargejala dapat
mingguan, bulanan, atau tahunan.
4) Keparahan ditentukan oleh fungsi paru-paru dan gejala sebelum terapi
disamping jumlah obat yang diperlukan untuk mengontrol gejala. Pasien dapat
menunjukkan gejala berselang ringan yang tidak memerlukan pengobatan atau
hanya penggunaan sewaktu-waktu agonis beta inhalasi kerja cepat, pasien
dapat juga menunjukkan gejala asma kronik walau sedang menjalani
pengobatan berganda.
b. Asma Parah Akut
1) Asma yang tidak terkontrol dapat berlanjut menjadi keadaan akut ketika
inflamasi, edema saluran udara, akumulasi mukus berlebihan, dan
bronkospasmus parah menyebabkan penyempitan saluran udara yang serius
yang tidak responsif terhadap terapi bronkhodilator biasa.
2) Pasien mungkin mengalami kecemasan dan mengeluhkan dispnea parah, nafas
pendek, sesak dada, atau rasa terbakar. Mereka mungkin hanya dapat
mengatakan beberapa kata dalam satu nafas. Gejala tidak responsif terhadap
penanganan yang biasa.
3) Tanda termasuk bunyi yang terdengar dengan auskultasi saat inspirasi dan
ekspirasi, batuk kering yang berulang, takhipnea, kulit pucat atau kebiruan
dan dada yang mengembang disertai dengan retraksi interkostal dan
supraklavilar. Bunyi nafas dapat hilang bila obstruksi sangat parah.

2.7 Diagnosa Klinik


Diagnosis klinis asma sering ditegakkan oleh gejala berupa sesak episodik,
mengi, batuk dan dada sakit/sempit. Pengukuran fungsi paru digunakan untuk menilai
berat keterbatasan arus udara dan reversibilitas yang dapat membantu diagnosis.
Mengukur status alergi dapat membantu identifikasi faktor risiko. Pada penderita
dengan gejala konsisten tetapi fungsi paru normal, pengukuran respons dapat
membantu diagnosis. Asma diklasifikasikan menurut derajat berat, namun hal itu
dapat berubah dengan waktu. Untuk membantu penanganan klinis, dianjurkan
klasifikasi asma menurut ambang kontrol.
Umumnya penderita asma sulit menilai beratnya gejala dan persepsi mengenai
asmanya , demikian pula dokter tidak selalu akurat dalam menilai dispnea dan mengi;
sehingga dibutuhkan pemeriksaan objektif yaitu faal paru antara lain untuk
menyamakan persepsi dokter dan penderita, dan parameter objektif menilai berat
asma. Pengukuran faal paru digunakan untuk menilai:
Obstruksi jalan napas
Reversibiliti kelainan faal paru
Variabiliti faal paru, sebagai penilaian tidak langsung hiperesponsif jalan napas
Banyak parameter dan metode untuk menilai faal paru, tetapi yang telah diterima
secara luas (standar) dan mungkin dilakukan adalah pemeriksaan spirometri dan arus
puncak ekspirasi (APE).
a. Spirometri
Pengukuran volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan kapasiti vital
paksa (KVP) dilakukan dengan manuver ekspirasi paksa melalui prosedur yang
standar. Pemeriksaan itu sangat bergantung kepada kemampuan penderita
sehingga dibutuhkan instruksi operator yang jelas dan kooperasi penderita.
Untuk mendapatkan nilai yang akurat, diambil nilai tertinggi dari 2-3 nilai
yang reproducible dan acceptable. Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai
rasio VEP1/ KVP < 75% atau VEP1 < 80% nilai prediksi.
Manfaat pemeriksaan spirometri dalam diagnosis asma:
Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio VEP 1/ KVP < 75% atau
VEP1 < 80% nilai prediksi.
Reversibiliti, yaitu perbaikan VEP1 15% secara spontan, atau setelah
inhalasi bronkodilator (uji bronkodilator), atau setelah pemberian
bronkodilator oral 10-14 hari, atau setelah pemberian kortikosteroid
(inhalasi/ oral) 2 minggu. Reversibiliti ini dapat membantu diagnosis asma
Menilai derajat berat asma
b. Arus Puncak Ekspirasi (APE)
Nilai APE dapat diperoleh melalui pemeriksaan spirometri atau pemeriksaan
yang lebih sederhana yaitu dengan alat peak expiratory flow meter (PEF meter)
yang relatif sangat murah, mudah dibawa, terbuat dari plastik dan mungkin
tersedia di berbagai tingkat layanan kesehatan termasuk puskesmas ataupun
instalasi gawat darurat. Alat PEF meter relatif mudah digunakan/ dipahami baik
oleh dokter maupun penderita, sebaiknya digunakan penderita di rumah sehari-
hari untuk memantau kondisi asmanya. Manuver pemeriksaan APE dengan
ekspirasi paksa membutuhkan koperasi penderita dan instruksi yang jelas.

2.8 Faktor Resiko


Risiko berkembangnya asma merupakan interaksi antara faktor pejamu (host)
dan faktor lingkungan. Faktor pejamu tersebut adalah:
- predisposisi genetik asma
- alergi
- hipereaktifitas bronkus
- jenis kelamin
- ras/etnik
Faktor lingkungan dibagi 2, yaitu:
1) Faktor lingkungan yang mempengaruhi individu dengan predisposisi asma untuk
berkembang menjadi asma adalah:
Alergen di dalam maupun di luar ruangan, seperti mite domestik, alergen
binatang, alergen kecoa, jamur, tepung sari bunga
Sensitisasi (bahan) lingkungan kerja
Asap rokok
Polusi udara di luar maupun di dalam ruangan
infeksi pernapasan (virus)
Diet
Status sosioekonomi
Besarnya keluarga
Obesitas
2) Faktor lingkungan yang menyebabkan eksaserbasi dan/atau menyebabkan gejala
asma menetap adalah:
Alergen di dalam maupun di luar ruangan
Polusi udara di luar maupun di dalam ruangan
Infeksi pernapasan
Olahraga dan hiperventilasi
Perubahan cuaca
Makanan, additif (pengawet, penyedap, pewarna makanan) obat-obatan,
seperti asetil salisilat
Ekspresi emosi yang berlebihan
Asap rokok
Iritan antara lain parfum, bau-bauan yang merangsang

2.9 Terapi
a. Terapi Non Farmakologi
Terapi tanpa obat pada pasien asma meliputi pencegahan terhadap pemicu
serangan, misalnya debu, polusi, merokok, olahraga, perubahan temperatur secara
ekstrim. Oleh karena itu, edukasi kepada pasien mengenai berbagai cara mencegah
dan mengatasi serangan asma menjadi program utama dalam terapi non farmakologi.
b. Terapi Farmakologi
1) Agonis 2
Obat pilihan kedua untuk pencegahan bronkospasma yang diinduksi dan dapat
digunakan bersama Agonis 2 dalam kasus yang lebih parah. Merupakan
bronkodilator yang paling efektif. Stimulasi reseptor 2 adrenergik mengaktivasi
adenil siklase, yang menghasilkan peningkatan AMP siklik intraselular. Hal ini
menyebabkan relaksasi otot polos, stabilisasi membrane sel mast dan stimulasi otot
seklet.

Salbutamol (albuterol)

Indikasi : Asma bronchial, bronchitis asmatis dan emfisema


Pulmonum
Kontraindikasi :
Hipersensitifitas
Efek Samping :
Mual, sakit kepala, palpitasi, tremor, vasodilatasi
peripheral, takikardia dan hipokalemia yang timbul
Perhatian :
setelah pemberian dosis tunggal
Hati-hati pemberian pada pasien tirotoksikosis,
wanita hamil dan menyusui pemberian bersama-sama
Sediaan yang Beredar : dengan derivat xantin, steroid dan diuretic,hindari
anak diusia < 6 tahun, diabetes melitus
Ascolen (Heroic), Ventolin (Glaxo Wellcome)

Metaproterenol

Indikasi : Asma bronchial, bronchitis kronis emfisema


Kontraindikasi : Tirotoksikosis, stenosis aorta subvavular, takiaritmia
dan terapi zat hambat
Sediaan yang Beredar :
Alupent (Boehringer Ingelheim)

Terbutalin

Indikasi : Asma bronchial, emfisema, bronchitis kronik


Kontraindikasi : Hipersensitifitas, tirotoksikosis
Efek Samping : Tremor dan palpitasi
Perhatian : Hati-hati pada hipertensi, gangguan kardiovaskular,
diabetes mellitus dan riwayat kejang.
Sediaan yang Beredar :
Asmabet (Mahakam Beta Farma), Lasmalin (Lapi)

Formoterol

Indikasi : Pengobatan regulat asma untuk dewasa & anak-anak


>12 th
Kontraindikasi :
Hipersensitifitas
Efek Samping :
Sakit kepala, palpitasi, tremor, takikardia, kram otot
Perhatian :
Dosis dikurangi sedikit demi sedikit sebelum
Sediaan yang Beredar : dihentikan selama eksaserbasiAsmabet (Mahakam
Symbicort (AstraZeneca)

2) Kostikostiroid
Kortikostiroid meningkatkan jumlah reseptor 2 adrenergik dan meningkatkan
respon reseptor terhadap stimulant 2 adrenergik yang mengakibatkan penurunan
produksi mucus dan hipersekresi, mengurangi hiperresponsi-vitas bronkus serta
mencegah dan mengembalikan perbaikan jalur nafas.
Beklometason dipropionat

Indikasi : Asma yang tidak terkontrol hanya dengan


bronkodilator, tidak terkontrol dengan natrium
Kontraindikasi : kromoglikolat sebagai tambahan bronkodilator
Efek Samping : Hipersensitifitas
Penekan fungsi adrenal dilaporkan terjadi pada orang
dewasa yang menerima lebih dari 1500 mg per hari,
pada beberapa pasien terjadi infeksi mulut kardidiasis
Sediaan yang Beredar :
pada mulut dan tenggorokan, serak, batuk luka pada
tenggorokan
Becloment (Easyhaler Alpharma)

Flukason propionate

Indikasi : Terapi profilaksis terhadap asma ringan sampai


dengan berat pada dewasa dan anak-anak
Sediaan yang Beredar :
Flixotide, Seretide (Glaxo Wellcome),
Budesonida

Indikasi : Profilaksis gejala asma bronchial, pengobatan regular


asma untuk dewasa dan anak >12 tahun
Kontraindikasi :
Hipersensitifitas, TBC dan saluran infeksi saluran
Efek Samping : nafas lain disebabkan bakteri atau jamur
Sakit kepala, palpitasi, tremor, takikardia, kram otot
Sediaan yang Beredar :
dan suara parau
Cycortide (Combhipar), Symbicort (Astra Zeneca)

Efedrin HCL

Indikasi : Asma disertai rinitis alergik


Kontraindikasi : Gangguan hati, hipertensi, hipertiroid, peny. Jantung
iskemik, trombosis koroner.
Efek Samping :
Keguguran, takikardia, tremor, imsomnia.
Sediaan yang Beredar :
Asficap (Imfarmind), Erladrine (Erela)
3) Metilxantin
Metilxantin tidak efektif dalam bentuk aerosol dan harus diberikan secara
sistemik (oral atai iv). Teofilin lepas lambat lebih disukaiuntuk pemberian oral,
sedangkan bentuk konpleksnya dengan etilenidiamin (aminofilin) lebih disukai untuk
sediaan parental kerena meningkatkan kelarutannya. Sediaan IV teofilin juga tersedia.
Teofilin menghasilkan bronkodilatasi dengan menginhibisi fosfodiesterase, yang
juga dapat menghasilkan antiinflamasi dan aktivitas nonbronkodilatasi lain melalui
penurunan mediator sel mast, penurunan pelepasan protein dasar eosinofil, penurunan
proliferasi limfosit T, penurunan pelepasan sitokinin sel T, dan penurunan eksudasi
plasma. Teofilin juga mengihibisi vaskuler, meningkatkan klirens mukosiliat dan
memperkuat kontraksi diafragma yang kelelahan.
Teofilin

Indikasi : Pencegahan dan pengobatan asma bronchial, asma


bronchitis, asma kardial, emfisema paru
Kontraindikasi :
Hipersensitifitas, tukak lambung, diabetes, gastritis,
Efek Samping : gangguan hati dan ginjal
Mual, muntah, diare, sakit kepala, insomnia, palpitasi,
Perhatian :
takikardia, aritmia ventikular, ruam kulit.
Jangan menggunakan melebihi dosis yang dianjurkan
Sediaan yang Beredar : bila dalam 1 jam gejala tetap atau bertambah buruk,
segera hubungi dokter; jangan digunakan terutama.
Asmadex (Dexa Medica), Asmasolon (Westmont
Medifarma)

Aminofilin

Indikasi : Pengobatan dan pencegahan bronkokontriksi


reversible yang berhubungan dengan penyakit
Kontraindikasi : asmabronkial, emfisema dan bronchitis kronik
Sediaan yang Beredar : Hipersensitifitas terhadap xantin dan etilendiamin
Amicain (Nellco), Phyllocantin (Mahakam Beta
Farma)
4) Antikolinergik
Ipatropium bromide dan tiotropium bromide merupakan inhibitor kompetitif
reseptor muskarinik, zat ini menghasilkan bronkodilatasi hanya pada bronkokontriksi
yang dimediasi kolinergik. Antikolinergik merupakan bronkodilator efektif tetapi
tidak sekuat Agonis 2.
Inhalasi Ipatropium bromida hanya diindikasikan sebagai terapi tambahan pada
asma parah akut yang tidak merespon sepenuhya terhadap 2 saja.
Ipatropium Bromide

Indikasi : Bronkospasmus, asma bronchial, bronchitis kronik


denga atau tanpa emfisema
Kontraindikasi :
Obtruksi hipertropi kardiomiopati, takiaritmia,
kepekaan terhadap fenoterol HBr atau substansi
Perhatian :
seperti atropine.
Sebaiknya tidak digunakan selama tribulan pertama
Sediaan yang Beredar :
kehamilan, kecuali manfaat lebih besar dari resiko
Atrovent, Berodual, Combivent (Boehringer
Ingelheim)
5) Kromolin natrium dan nedokromil natrium
Kromolin natririum dan nedokromil natrium mempunyai efek-efek
menguntungkan yang diyakini merupakan hail dari stabilisasi membrane sel mast.
Mereka menginhibisi respon terhadap paparan alergan dan brospasmus yang
diinduksi tetapi tidak menyebabkan bronkodilatasi
Agen-agen ini hanya efektif bila dihirup dan tersedia sebagai obat inhalasi dosis
terukur, kromolin juga tersedia dalam sediaan nebulizer. Kromolin merupakan obat
pilihan kedua untuk pencegahan bronkospasma yang diinduksi latihan fisik dan dapat
digunakan bersama agonis 2
Kromolin Natrium

Indikasi : Pengobatan asma bronchial, termasuk pencegahan


asma yang diinduksi aktivitas fisik
Kontraindikasi :
Hipersensitivitas
Efek Samping :
Dapat terjadi iritasi ringan tenggorokan, mual, batuk
Sediaan yang Beredar : dan bronspasma sementara.
Intal 5 (Aventis)
6) Modifikator leukotrien
Zafirlukast dan montelukast merupakan antagonis reseptor leukotrien local yang
mengurangi proinflamasi dan efek bronkokontriksi leukotrien D4. Pada dewasa dan
anak-anak dengan asma persisten, terlihat peningkatan pada uji paru-paru, penurunan
bangun ditengah malam, penggunaan agonis 2 dan peningkatan gejala asma. Obat-
obat ini tidak digunakan pada kondisi akut parah dan harus diminum secra teratur.
Zafirlukast

Indikasi : Pengobatan asma kronik dewasa dan anak > 12 tahun


Kontraindikasi : Hipersensitivitas, pasien < 12 tahun, kerusakan hati
atau sirosis
Efek Samping :
Mual, muntah, ruam, sakit punggung, sakit kepala
Perhatian :
Dapat terjadi kenaikan serum transminase yang dapat
Dosis : menjadi bukti awal terjadi hepatotoksik
Dosis dewasa 20 mg dua kali sehari, diminum paling
tidak 1 jam sebelum atau 2 jam ssudah makan. Untuk
Sediaan yang Beredar :
anak-anak 5-11 tahun 10 mg dua kali sehari.
Accolade (Astra Zeneca)

7) Kombinasi Terapi Pengontrol


Guideline NAEPP 2002 merekomendasikan kostikostiroid hirup dengan agonis
2 hirup kerja lama untuk asma tahap 3 persisten sedang
Advair merupakan sediaan kombinasi yang mengobati inflamasi dan
bronkokontriksi asma persisten sedang hingga parah. Kombinasi flutikason (100,250,
atau 500 ucg) dengan salmeterol dosis tetap (50 g) mempunyai onset yang cepat
(dalam 1 minggu).

8) Omolizumab
Merupakan antibodi anti-IgE yang digunakan untuk pengobatan asma yang tidak
dapt ditangani dengan baik oleh kostikostiroid hirup dosis tinggi. Obat ini hanya
diindikasikan untuk pasien atropik bergantung kostikostiroid yang memerlukan
kostokostiroid oral atau dosis tinggi dengan gejala dan kadar IgE tinggi. Dosis
berkisar antara 150 mg hingga 375 mg diberikan secara subkutan dengan interval
pemberian 2-4 minggu.
9) Methotreksat
Dalam dosis rendah (15 mg/minggu) telah digunakan untuk mengurangi dosis
kostikostiroid sistemik pada pasien dengan asma parah akut bergantung pada steroid.
Perlu pemantauan terhadap fungsi hati dan paru-paru (Sukardar, Elin, Y, dkk. 2013).

2.10 Interaksi Obat


a. Agonis 2
Obat sasaran Obat penyebab Deskripsi
Epinefrin Antidepresan (jenis Gejala yang dilaporkan kelainan jantung,
siklik) sakit kepala, demam, gangguan
penglihatan.
Antipsikotropika penurunan tekanan darah yang
berbahaya.Akibatnya : pusing, lemah,
pingsan, kemungkinan terjadi kejang atau
syok.
Obat jantung pemblok Saluran bronkhus pada paru-paru kurang
beta terbuka sehingga tidak dapat
menanggulangi serangan asma, demam,
sakit kepala, gangguan penglihatan.
Obat diabetes Efek obat diabetes dapat berkurang. obat
diabetes.
Obat tekanan darah Efek obat tekanan darah tinggi dapat
tinggi diantagonis.Akibatnya : tekanan darah
tinggi tidak dapat dikendalikan dengan
baik (Captropil, klonidin, guanabenz,
hidralazin, metildopa, minoksidil,
reserpin).
Albuterol dan Diuretic Terjadi hypokalemia
salmeterol
albuterol Digoksin Kadar digoksin serum menurun
Efedrin HCl Teofilin Dapat menyebabkan toksisitas teofilin.
Akibatnya, perangsangan sistem syaraf
pusat berlebihan, disertai
gelisah,agitasi,tremor,takhikardia, palpitasi
jantung,demam, hilangnya koordinasi otot,
pernafasan yang cepat dan dangkal,
insomnia.

b. Turunan Xantin (teofilin)


Obat Efek yang terjadi
Tetrasiklin Efek toksis teofilin meningkat
Ranitidin Kadar teofilin dalam plasma meningkat
Probenesid Kadar teofilin dalam plasma meningkat
Litium Kadar plasma litium menurun
Barbiturat Efek obat teofilin dapat berkurang. Akibatnya : Asma tidak
terkendali dengan baik.
Alopurinol (zyloprim) Efek obat kelompok teofilin dapat meningkat. Akibatnya :
mual, pusing, sakit kepala, mudah terangsang, thremor,
insomnia, takhikardia, aritmia jantung dan dapat juga terjadi
kejang.
Alkohol Efek obat kelompok teofilin dapat berkurang.
Akibatnya : asma tak terkendali dengan baik.
Antibiotika eritromisin Efek obat golongan teofilin dapat meningkat. Akibatnya :
mual, pusing, sakit kepala, mudah terangsang, tremor,
insomnia, aritmia jantung dan dapat juga terjadi kejang.
Vaksin influenza Terjadi efek samping yang meningkat akibat terlalu banyak
teofilin: mual, pusing, sakit kepala, mudah terangsang, tremor,
insomnia, aritmia jantung dan dapat juga terjadi kejang.

c. Antikolinergik
Pemberian bersama tiotropium dengan obat yang mengandung antikolinergik lain
(ipratropium) belum ditelaah, oleh karena itu tidak direkomendasikan.
d. Zafirlukast
Obat Penyebab Deskripsi
Aspirin Menyebabkan peningkatan kadar rata-rata plasma Zafirlukast
Eritromisin Penurunan ketersediaan hayati Zafirlukast
Teofilin Penurunan kadar plasma Zafirlukast
Interaksi obat/makanan: ketersediaan hayati zafirlukast dapat menurun bila dimakan
dengan makanan. Makanlah zafirlukast 1 jam sebelum atau 2 jam setelah makan.

DAFTAR PUSTAKA

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. ASMA, Pedoman Diagnosis dan


Penatalaksanaan di Indonesia.
http://www.klikpdpi.com/konsensus/asma/ asma.html .
Richard Harkness. 1989. Interaksi Obat. Penerjemah: Goeswin Agoes, Mathilda B.
Widianto. Bandung: Penerbit ITB.
Sukardar, Elin Y., dkk. 2013. ISO Farmakoterapi. Buku 1 dan II. Jakarta: Penerbit
ISFI.
Tjay, T.H dan Kirana Rahardja. 2010. Obat-Obat Penting, Edisi keenam. Jakarta:
Elex Media Komputindo.

Algoritma Penyakit Asma

Perkiraan Keparahan
Penentuan PEF: Nilai < 50% kemampuan terbaik atau prediksi normal
menandakan keparahan tinggi. Respon Buruk
Respon Baik
Catatan tanda dan gejala: tingkat batuk, kesulitan bernafas, nafas Tinggi
Keparahan
Keparahan Ringan
terengah-engah, dan sesak dada berhubungan dengan bertambah beratnya
PEF < 50% prediksi
PEF > 80% prediksi
keparahan. Pengunaan aksesori obat dan penarikan atau suprasternal
kemampuan
atau kemampuan
menandakan keparahan tinggi. terbaik
terbaik
Nafas tidak terengah- Nafas terengah-engah
engah atau nafas atau nafas pendek
pendek Penanganan Awal yang sangat terlihat
Respon terhadap
Agonis Respon
2 aksi pendek hirup: MDI 2-4 hirup sampai
Sedang
dengan +kortikosteroid
3kali
agonispenanganan
2 bertahan dengan interval 20 menit atau penanganan sekalioral dengan
hinggaa 4 jam
nebulizer. Keparahan Sedang Ulangi agonis 2
Agonis 2 PEF 50% prediksi secepatnya
dilanjutkan setia 3- atau kemampuan Jika derita parah
4 jam selama 24-48 terbaik dan tidak responsif,
jam Nafas terengah-engah panggil perawat
Untuk pasien atau nafas pendek dan masukkan ke
dengan persisten bagian gawat
kortikosteroid +kortikosteroid darurat,
inhaler, dosis Kontak
oral klinis segera pertimbangan
digandakan untuk
Kontak klinis untuk (Hari ini) untuk
Lanjutkan agonis untuk
Bawa memanggil
ke bagian gawat
7-10 hari.
instruksi lebih lanjut 2 instruksi ambulans
darurat

You might also like