You are on page 1of 41

BAB I

STATUS PASIEN

1.1 Identitas Pasien


Nama Pasien : Tn. I
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 34 th
Alamat : Surabaya
Agama : Islam
Pekerjaan : Guru
Status : Menikah
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
No. Registrasi :-
1.2 Anamnesis
Keluhan Utama : Mata Kanan Merah
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke RSU Haji Surabaya dengan keluhan mata kanan merah

sejak lima hari yang lalu. Mata kanan merah mendadak, awalnya terkena

tonjokkan teman. Pasien mengaku tertonjok pada sisi samping mata kanan, selain

di mata kanan tonjokan juga sempat mengenai hidung pasien. Keluhan mata

merah terlihat seperti darah dirasakan semakin meluas, awalnya hanya sedikit.

Mimisan dan nyeri sekitar mata hanya dialami pada hari pertama setelah trauma.

Pasien menyangkal adanya keluhan pandangan semakin kabur setelah trauma.

Selain itu pasien mengeluh sering pusing saat memakai kacamata yang sekarang,

keluhan dirasakan setahun ini. Pasien mengeluh pandangannya agak kabur dan

masih membayang saat melihat jauh menggunakan kacamatanya yang sekarang.

Penglihatan dekat masih jelas. Mata berair (-), bayangan berkabut (-), keluar

kotoran mata (-), silau (-), riwayat kemasukan benda asing disangkal. Mual

1
muntah (-). Nyeri kepala (-), pandangan sempit (-). Keluhan belum diberi obat,

hanya dikompres menggunakan es batu.


Riwayat Penyakit Dahulu :
- Belum pernah seperti ini sebelumnya
- Riwayat Kacamata (+) rabun jauh dan silinder, ukuran terakhir kacamata

(sejak 2013) OD S-2,50 dan OS S-2,00


- Riwayat Diabetes (-)
- Riwayat Hipertensi (-)

Riwayat Penyakit Keluarga :

- Tidak ada mata merah dalam keluarga


- Riwayat Kaca Mata (+)
- Riwayat Diabetes (-)
- Riwayat Hipertensi (-)

Riwayat Sosial :

- Pasien bekerja sebagai guru olahraga SMA


- Dilingkungan pekerjaan tidak ada yang mengeluh mata merah

1.3 Pemeriksaan
a. Tajam Penglihatan
VOD 0,6 F cc KM 1,0
VOS 0,3 F cc KM 1.0F
b. Tekanan Intra Okuler
OD : Tidak dilakukan
OS : Tidak dilakukan
c. Pergerakan Bola Mata

OD OS

Baik Segala Arah Baik Segala Arah


d. Segmen Anterior

2
OD OS

Edema (-), Hiperemi (-), Palpebra Edema (-), Hiperemi (-),

laserasi (-) laserasi (-)


Subconjunctiva Bleeding, Konjungtiva PCVI (-), CVI (-), edem (-)

edem (-)
Erosi (-), laserasi (-) Kornea Erosi (-), laserasi (-)

Dalam, hifema (-) Bilik Mata Dalam, hifema (-)

Depan
Kripte regular, warna Iris Kripte regular, warna

coklat, iridodialisis (-) coklat, iridodialisis (-)

Bulat, 3 mm, Reflek Pupil Bulat, 3 mm, Reflek

cahaya langsung/tak cahaya langsung/tak

langsung +/+ langsung +/+


Luksasi (-), jernih Lensa Luksasi (-), jernih

e. Segmen Posterior

OD OS
(+) Fundus Reflek (+)
Batas tegas, warna normal, Papil Nervus II Batas tegas, warna normal,

CDR 0,3 CDR 0,3


Perdarahan (-), Retina Perdarahan (-),

3
Microaneurisma(-) Microaneurisma(-)

A:V 2:3 Vaskuler A:V 2:3


R/Fovea (+) Makula R/Fovea (+)
Jernih Vitreus Jernih

f. Pemeriksaan Lain

Tidak ada

1.4 Daftar Masalah


Mata kanan merah tampak seperti darah mendadak setelah trauma tonjokan 5

hari yang lalu


Pusing dan penglihatan jauh agak kabur, serta membayang setahun ini saat

menggunakan kacamata ukuran sekarang.


Riwayat memakai kacamata jarak jauh dan silinder lupa ukuran
VOD 0,6 F cc KM 1,0
VOS 0,3 F cc KM 1.0F
OD Subconjuctiva bleeding
1.5 Diagnosis
OD Closed globe injury Type contusio zone I
Suspek ODS miopi
1.6 Planning
- Diagnostik : tidak ada
- Terapi : vasacon, resep kacamata baru (bila mata kanan sudah sembuh)
- Monitoring :
o Keluhan pasien
o Visus
o Segmen Anterior
1.7 Edukasi :
Mengedukasikan kepada pasien bahwa pasien mengalami pasien mengalami

perdarahan pada struktur bagian depan mata diakibatkan trauma tumpul yang

dialami.
Menjelaskan kepada pasien bahwa perdarahan dapat terserap atau menghilang

sendiri dalam waktu 1-2 minggu, dapat dibantu dengan kompres air es.

4
Mengedukasikan pasien untuk kontrol kacamata setelah mata merahnya

sembuh.
Mengedukasi pasien mengenai kelainan refraksi yang dialami, dan

menganjurkan pasien untuk selalu memakai kacamata setelah kontrol nanti,

dan jika membaca usahakan dengan penerangan yang cukup, posisi yang baik,

dan dengan jarak sesiku. Setiap setelah melihat komputer atau pekerjaan yang

memerlukan fokus lebih, beristirahatlah setiap 20 menit selama 20 detik,

untuk melihat dengan jarak 20 feet.


Menganjurkan pasien bila penglihatan dirasakan semakin kabur dikemudian

hari agar segera pergi ke pelayanan kesehetan untuk pemeriksaan dan

penangan lebih lanjut.


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Trauma tumpul bola mata

Trauma tumpul merupakan trauma pada mata yang diakibatkan benda yang

keras atau benda tidak keras dengan ujung tumpul, dimana benda tersebut dapat

mengenai mata dengan kencang atau lambat sehingga terjadi kerusakan pada jaringan

bola mata atau daerah sekitarnya. 3,4 Trauma tumpul biasanya terjadi karena

kecelakaan di rumah, kekerasan, ledakan, cedera olahraga, dan kecelakaan lalu

lintas.5 Trauma tumpul dapat bersifat Coupe maupun Counter Coupe, yaitu terjadinya

tekanan akibat trauma diteruskan pada arah horisontal di sisi yang berseberangan

sehingga jika tekanan benda mengenai bola mata akan diteruskan sampai dengan

makula.6

5
Gambar 2.1. Gambar anatomi bola mata

Trauma tumpul, meskipun dari luar tidak tampak adanya kerusakan yang

berat, tetapi transfer energi yang dihasilkan dapat memberi konsekuensi cedera yang

fatal. Kerusakan yang terjadi bergantung kekuatan dan arah gaya, sehingga

memberikan dampak bagi setiap jaringan sesuai sumbu arah trauma.

Trauma okuli tumpul dapat berupa non-peroforasi, perforasi, laserasi, maupun

ruptur. Menurut Birmingham Eye Trauma Terminology definisi trauma pada mata

dapat didasarkan pada tabel berikut: 7

Tabel 2.1. Definisi trauma Okuli menurut BETT

6
Menurut BETT klasifikasi trauma okuli dapat digambarkan menurut bagan

berikut:7

7
Menurut klasifikasi BETT trauma okuli dibedakan menjadi closed globe dan

open globe. Closed globe adalah trauma yang hanya menembus sebagian kornea,

sedangkan open globe adalah trauma yang menembus seluruh kornea hingga masuk

lebih dalam lagi. Selanjutnya closed globe injury dibedakan menjadi contusio dan

lamellar laceration. Sedangkan open globe injury dibedakan menjadi rupture dan

laceration yang dibedakan lagi menjadi penetrating, IOFB, dan perforating.7

8
klasifikasi trauma okuli closed globe berdasarkan BETT :

1 Type

Contusio
Lamellar laceration
Superficial foreign body
Mixed

2 Grade (visual acuity)

>20/40

20/50 to 20/100

19/100 to 5/200

4/200 to light preception

NLP

3 Pupil

9
Positive, RAPD in injured eye

Negative, RAPD in injured eye

4 Zone

I. external (limited to bulbar conjuctiva, sclera, cornea)

II. Anterior segment (includes structures of the anterior segment and the pars plicata)

III. Posterior segment (all internal structures posterior to the posterior lens capsule)

Trauma tumpul dapat menimbulkan kerusakan jaringan dari palpebra sampai

dengan saraf optikus berupa:

kerusakan molekuler,

reaksi vaskuler, dan

robekan jaringan.

2.2 Kerusakan jaringan mata akibat trauma tumpul

2.2.1. Orbita

Trauma tumpul orbita yang kuat dapat menyebabkan bola mata terdorong dan

menimbulkan fraktur orbita. Fraktur orbita sering merupakan perluasan fraktur dari

maksila yang diklasifikasikan menurut Le Fort, dan fraktur tripod pada zygoma yang

akan mengenai dasar orbita.1

Pada soft-tissue dapat menyebabkan perdarahan disertai enoftalmus dan

paralisis otot-otot ekstraokular yang secara klinis tampak sebagai strabismus.

10
Diplopia dapat disebabkan kerusakan neuromuskular langsung atau edema isi orbita.

Dapat pula terjadi penjepitan otot rektus inferior orbita dan jaringan di sekitarnya.

Apabila terjadi penjepitan, maka gerakan pasif mata oleh forseps menjadi terbatas.1

Prinsip penanganan trauma tumpul bola mata adalah apabila tampak jelas

adanya ruptur bola mata, maka manipulasi lebih lanjut harus dihindari sampai pasien

mendapat anestesi umum. Sebelum pembedahan, tidak boleh diberikan sikloplegik

atau antibiotik topikal karena kemungkinan toksisitas obat akan meningkat pada

jaringan intraokular yang terpajan. Antibiotik dapat diberikan secara parenteral

spektrum luas dan pakaikan pelindung fox pada mata. Analgetik, antiemetik, dan

antitoksin tetanus diberikan sesuai kebutuhan. Induksi anestesi umum harus

menghindari substansi yang dapat menghambat depolarisasi neuromuskular, karena

dapat meningkatkan secara transien tekanan bola mata, sehingga dapat memicu

terjadinya herniasi isi intraokular.1

Gambar 2.3. Fraktur orbita pada mata kanan

11
Gambar 2,4. Tanda fraktur orbita

2.2.2. Palpebra

Meskipun bergantung kekuatan trauma, trauma tumpul yang mengenai mata

dapat berdampak pada palpebra, berupa edema palpebra, perdarahan subkutis, dan

erosi palpebra.8

Hematom palpebra merupakan pembengkakan atau penimbunan darah

di bawah kulit kelopak akibat pecahnya pembuluh darah palpebra. Biasanya terjadi

pada trauma tumpul kelopak mata. Bila perdarahan terletak lebih dalam mengenai

kedua kelopak dan berbentuk kaca mata hitam yg sedang dipakai,disebut hematom

kaca mata. Bisa terjadi akibat pecahnya arteri oftalmika yang merupakan tanda

fraktur basis kranii. Dapat diberikan kompres dingin untuk menghentikan perdarahan

dan menghilangkan rasa sakit. Bila telah lama, untuk memudahkan absorpsi darah

dapat di lakukan kompres hangat pada kelopak mata. 3,4

12
Trauma tumpul dapat pula menimbulkan luka laserasi pada palpebra. Bila

luka ini hebat dan disertai dengan edema yang hebat pula.8

Gambar 2.5. Laserasi palpebra

2.2.3. Konjungtiva

Edema Konjungtiva

Jaringan konjungtiva akan terjadi kemotik. Kemotik konjungtiva yang berat

dapat mengakibatkan palpebra tidak menutup sehingga bertambah rangsangan

terhadap konjungtiva. Dapat diberikan dekongestan untuk mencegah pembendungan

cairan di dalam selaput lendir konjungtiva. 3,4

Hematoma Subkonjungtiva

Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah yang terdapat pada atau dibawah

konjungtiva (arteri konjungtiva dan arteri episklera). Pecahnya pembuluh darah ini

akibat batuk rejan, trauma tumpul basis kranii atau pada keadaan pembuluh darah

yang rentan dan mudah pecah misalnya pada usia lanjut, hipertensi, arteriskerosis.

Pemeriksaan Funduskopi diperlukan bila tekanan bola mata rendah dengan

pupil lonjong disertai tajam penglihatan yang menurun dan hematoma

13
subkonjungtiva maka sebaiknya dilakukan eksplorasi bola mata untuk mencari

kemungkinan adanya ruptur bulbus okuli. Pengobatan dini dilakukan kompres

hangat, Perdarahan subkonjungtiva akan hilang atau diabsorpsi dalam 1 2 minggu

tanpa diobati. 3,4,6

Perdarahan subkonjungtiva biasanya tidak memerlukan pengobatan.

Pengobatan dini pada perdarahan subkonjungtiva ialah dengan kompres dingin.

Perdarahan subkonjungtiva akan hilang atau diabsorpsi dalam 1- 2 minggu tanpa

diobati. 3

Pada bentuk-bentuk berat yang menyebabkan kelainan dari kornea, dapat

dilakukan sayatan dari konjungtiva untuk drainase dari perdarahan. Pemberian air

mata buatan juga dapat membantu pada pasien yang simtomatis. Dari anamnesis dan

pemeriksaan fisik, dicari penyebab utamanya, kemudian terapi dilakukan sesuai

dengan penyebabnya. Tetapi untuk mencegah perdarahan yang semakin meluas

beberapa dokter memberikan vasacon (vasokonstriktor) dan multivitamin. Air mata

buatan untuk iritasi ringan dan mengobati faktor risikonya untuk mencegah risiko

perdarahan berulang.17

Perdarahan subkonjungtiva harus segera dirujuk ke spesialis mata jika

ditemukan kondisi berikut ini :

1. Nyeri yang berhubungan dengan perdarahan.


2. Terdapat perubahan penglihatan (pandangan kabur, ganda atau kesulitan

untuk melihat)
3. Terdapat riwayat gangguan perdarahan
4. Riwayat hipertensi
5. Riwayat trauma pada mata.

14
Gambar 2.6. Hematoma Subkonjungtiva

2.2.4. Sklera

Ruptur sklera ditandai oleh adanya khemosis konjungtiva, hifema total, bilik

depan yang dalam, tekanan bola mata yang sangat rendah, dan pergerakan bola mata

terhambat terutama ke arah tempat ruptur. Ruptur sklera dapat terjadi karena trauma

langsung mengenai sklera sampai perforasi, namun dapat pula terjadi pada trauma tak

langsung.9

Gambar 2.7. Perdarahan subkonjungtiva disertai robekan sklera

Penanganan robekan sklera, jika robekannya kecil, sekitar robekan didiatermi

dan robekannya dijahit. Pada robekan yang besar, lebih baik dilakukan enukleasi

15
bulbi, untuk hindarkan oftalmia simpatika. Robekan ini biasanya terletak dibagian

atas.9

2.2.5 Koroid dan korpus vitreus

Kontusio dan konkusio bola mata menyebabkan vitreus menekan koroid ke

belakang dan dikembalikan lagi ke depan dengan cepat (contra-coup) sehingga dapat

menyebabkan edema, perdarahan, dan robekan stroma koroid. Bila perdarahan hanya

sedikit, maka tidak akan menimbulkan perdarahan vitreus. Perdarahan dapat terjadi di

subretina dan suprakoroid. Akibat perdarahan dan eksudasi di ruang suprakoriud,

dapat terjadi pelepasan koroid dari sklera.8

Ruptur koroid secara oftalmoskopik terlihat sebagai garis putih berbatas tegas,

biasanya terletak anterior dari ekuator dan ruptur ini sering terjadi pada membran

Bruch. Kontusio juga dapat menyebabkan reaksi inflamasi, nekrosis, dan degenerasi

koroid.8

16
Gambar 2.8. Perdarahan vitreus

2.2.6. Kornea

Trauma tumpul dapat mengenai membran descemet yang mengakibatkan

edema kornea. Pasien merasa penglihatan kabur dan terlihat pelangi disekitar

sumber cahaya yang dilihat. Kornea akan terlihat keruh dengan uji plasido yang

positif. Edema kornea ynag berat akan dapat mengakibatkan masuknya serbukan

sel radang dan neovaskularisasi kedalam jaringan stroma kornea. Pengobatan

diberikan NaCl, glukosa dan larutan albumin. Bila terdapat peningkatan tekanan

bola mata maka diberikan asetazolamida.3,4

17
Gambar 2.9. Edem kornea

Erosi Kornea

Akibat gesekan keras kornea dapat mengalami erosi. Erosi kornea merupakan

keadaan terkelupasnya epitel kornea yang dapat diakibatkan oleh gesekan keras.

Pasien merasa sakit sekali akibat erosi merusak kornea yang mempunyai serat

sensibel yang banyak, mata berair, blefarospasme, fotofobia dan penglihatan akan

terganggu oleh media kornea yang keruh. Pada kornea akan terlihat suatu defek epitel

kornea yang bila diberi pewarnaan fluoresein akan berwarna hijau. Anestesi topikal

dapat diberikan untuk memeriksa tajam penglihatan dan menghilangkan rasa sakit,

pemberiannnya harus hati hati karena dapat menambah kerusakan epitel. Epitel

yang terkelupas atau terlipat sebaiknya dilepas atau dikupas. Untuk mencegah infeksi

bakteri diberikan antibiotika, akibat rangsangan yang mengakibatkan spasme siliar

maka diberikan sikloplegik aksi pendek seperti tropikamida. 3,4,8

18
Gambar 2.10. Erosi kornea dengan fluorescein, iluminasi lampu putih

Gambar 2.11. Erosi kornea dengan fluorescein, iluminasi lampu biru

Pada kornea juga bisa terjadi laserasi.

Gambar 2.12. Laserasi kornea

19
2.2.7. Uvea

Segera setelah trauma, akan terjadi miosis dan akan kembali normal bila

trauma ringan. Bila trauma cukup kuat, maka miosis akan segera diikuti dengan

iridoplegi dan spasme akomodasi sementara. Dilatasi pupil biasanya diikuti dengan

paralisis otot akomodasi, yang dapat menetap bila kerusakannya cukup hebat.

Penderita umumnya mengeluh kesulitan melihat dekat dan harus dibantu dengan

kacamata.8

Iridodialis adalah disinsersi dari akar iris dan badan siliar, biasanya bersamaan

dengan terjadinya hifema. Pasien akan melihat ganda dengan satu matanya, pupil

terlihat menonjol. Sebaiknya dilakukan pembedahan dengan melakukan reposisi

pangkal iris yang terlepas. 3,4

Gambar 2.13. Iridodialisis

Iridoplegia merupakan kelumpuhan otot sfingter pupil sehingga pupil menjadi

lebar atau midriasis, pasien sukar melihat dekat karena gangguan akomodasi, silau

akibat gangguan pengaturan masuknya sinar pada pupil. Pupil terlihat tidak sama

20
besar dan bentuknya ireguler, disertai lambat atau tidak adanya refleks cahaya, dapat

permanen atau sementara. Pasien sebaiknya istirahat untuk mencegah terjadinya

kelelahan sfingter dan pemberian roborantia.3,4

Trauma tumpul dapat merobek pembuluh darah iris atau badan siliar. Gaya-

gaya kontusif akan merobek pembuluh darah iris dan merusak sudut kamar okuli

anterior. Tetapi dapat juga terjadi secara spontan atau pada patologi vaskuler okuler.

Darah ini dapat bergerak dalam kamera anterior, mengotori permukaan dalam kornea.

Iris atau korpus siliaris yang mengalami inkarserasi dan terpajan kurang dari 24 jam

dapat dimasukkan ke dalam bola mata dengan viskoelastik.8

Gambar 2.14. Robekan Iris

Gambar 2.15. Prolaps Iris

21
Konkusio dapat pula menyebabkan perubahan vaskular berupa vasokonstriksi

yang segera diikuti dengan vasodilatasi, eksudasi, dan hiperemia. Eksudasi kadang-

kadang hebat sehingga timbul iritis. Perdarahan pada jaringan iris dapat pula terjadi

dan dapat dilihat melalui deposit-deposit pigmen hemosiderin. Kerusakan vaskular

iris, akar iris, dan korpus siliaris dapat menyebabkan terkumpulnya darah di kamera

okuli anterior, yang disebut hifema.10

Hifema adalah terkumpulnya darah dalam bilik depan bola mata (camera oculi

anterior). Hifema biasanya disebabkan trauma tumpul pada mata yang merobek

pembuluh darah iris atau badan siliar. Gaya-gaya kontusif akan merobek pembuluh

darah iris dan merusak sudut camera oculi anterior (COA). Tetapi dapat juga terjadi

secara spontan atau pada patologi vaskuler ocular. Darah ini dapat bergerak dalam

kamera anterior, mengotori permukaan dalam kornea. Inflamasi yang parah pada iris,

sel darah yang abnormal dan kanker mungkin juga bisa menyebabkan perdarahan

pada bilik depan mata. Kadang-kadang pembuluh darah baru yang terbentuk pada

kornea pasca bedah katarak dapat pecah sehingga timbul hifema.6,11

Perdarahan dapat terjadi segera sesudah trauma yang disebut perdarahan

primer. Perdarahan primer dapat sedikit dapat pula banyak. Perdarahan sekunder

biasanya timbul pada hari ke 5 setelah trauma. Perdarahannya biasanya lebih hebat

daripada yang primer. Oleh karena itu seseorang dengan hifema harus dirawat

sedikitnya 5 hari. Dikatakan perdarahan sekunder ini terjadi karena resorpsi dari

bekuan darah terjadi terlalu cepat sehingga pembuluh darah tak mendapat waktu yang

cukup untuk regenerasi kembali. 4,6

22
Perdarahan spontan dapat terjadi pada mata dengan rubeosis iridis, tumor pada

iris, retinoblastoma, dan kelainan darah. Hifema spontan pada anak sebaiknya

dipikirkan kemungkinan leukemia dan retinoblastoma.4

Pada penyembuhan darah pada hifema dikeluarkan dari COA dalam bentuk

sel darah merah melalui sudut COA menuju kanal Schiem sedangkan sisanya akan

diabsorbsi melalui permukaan iris. Penyerapan pada iris dipercepat dengan adanya

enzim fibrinolitik di daerah ini. Sebagian hifema dikeluarkan setelah terurai dalam

bentuk hemosiderin. Bila terdapat penumpukan dari hemosiderin ini, dapat masuk ke

dalam lapisan kornea, menyebabkan kornea menjadi bewarna kuning dan disebut

hemosiderosis atau imbibisio kornea, yang hanya dapat ditolong dengan keratoplasti.

Imbibisio kornea dapat dipercepat terjadinya oleh hifema yang penuh disertai

glaukoma.4

Rakusin membagi hifema menjadi:11

- Hifema tingkat I : perdarahan mengisi bagian bilik depan mata

- Hifema tingkat II : perdarahan mengisi bagian bilik depan mata

- Hifema tingkat III : perdarahan mengisi bagian bilik depan mata

- Hifema tingkat IV : perdarahan mengisi penuh bilik depan mata

Sumber lain, membagi hifema menjadi:9,10

- Hifema tingkat I : bila perdarahan kurang dari 1/3 bilik depan mata.
- Hifema tingkat II : bila perdarahan antara 1/3 sampai 1/2 bilik depan

mata.
- Hifema Tingkat III : bila perdarahan lebih dari 1/2 bilik depan mata.
- Hifema tingkat IV : total hifema

23
Gambaran klinik dari penderita dengan hifema traumatik adalah: perdarahan

pada bilik depan bola mata (diperiksa dengan flashlight) kadang-kadang ditemukan

gangguan tajam penglihatan, ditemukan adanya tanda-tanda iritasi dari conjunctiva

dan pericorneal, penderita mengeluh nyeri pada mata, fotofobia (tidak tahan terhadap

sinar), sering disertai blepharospasme, kemungkinan disertai gangguan umum yaitu

lethargia, disorientasi, somnolen.11

Pasien akan mengeluh nyeri pada mata disertai dengan mata yang berair.

Penglihatan pasien akan sangat menurun. Terdapat penumpukan darah yang terlihat

dengan mata telanjang bila jumlahnya cukup banyak. Bila pasien duduk, hifema akan

terlihat terkumpul di bagian bawah bilik mata depan, dan hifema dapat memenuhi

seluruh ruang bilik mata depan. Selain itu, dapat terjadi peningkatan tekanan intra

ocular, sebuah keadaan yang harus diperhatikan untuk menghindari terjadinya

glaukoma.4

24
Gambar 2.16. Hifema

Pada hifema, bila telah jelas darah telah mengisis 5% kamera anterior, maka

pasien harus tirah baring dan diberikan tetes steroid dan sikloplegik pada mata yang

sakit selama 5 hari. Mata diperiksa secara berkala untuk mencari adanya perdarahan

sekunder, glaukoma, atau bercak darah di kornea akibat pigmentasi hemosiderin.

Penanganan trauma tumpul dengan hifema, yaitu:11

25
A. Perawatan konservatif / tanpa operasi

1. Tirah baring sempurna (bed rest total)

Penderita ditidurkan dalam keadaan terlentang dengan posisi kepala diangkat

(diberi alas bantal) dengan elevasi kepala 30 - 45. Hal ini akan mengurangi tekanan

darah pada pembuluh darah iris serta memudahkan kita mengevaluasi jumlah

perdarahannya. Ada banyak pendapat dari banyak ahli mengenai tirah baring

sempurna ini sebagai tindakan pertama yang harus dikerjakan bila menemui kasus

traumatik hifema. Bahkan Darr dan Rakusin menunjukkan bahwa dengan tirah baring

sempurna absorbsi dari hifema dipercepat dan sangat mengurangi timbulnya

komplikasi perdarahan sekunder.

Istirahat total ini harus dipertahankan minimal 5 hari mengingat kemungkinan

perdarahan sekunder. Hal ini sering sukar dilakukan, terlebih-lebih pada anak-anak,

sehingga kalau perlu harus diikat tangan dan kakinya ke tempat tidur dan pengawasan

dilakukan dengan sabar.

2. Bebat mata

Mengenai pemakaian bebat mata, masih belum ada persesuaian pendapat di

antara para ahli. Edward- Layden lebih condong untuk menggunakan bebat mata pada

mata yang terkena trauma saja, untuk mengurangi pergerakan bola mata yang sakit.

Selanjutnya dikatakan bahwa pemakaian bebat pada kedua mata akan menyebabkan

penderita gelisah, cemas dan merasa tak enak, dengan akibat penderita (matanya)

tidak istirahat Akhirnya Rakusin mengatakan bahwa dalam pengamatannya tidak

26
ditemukan adanya pengaruh yang menonjol dari pemakaian bebat atau tidak terhadap

absorbsi, timbuInya komplikasi maupun prognosa bagi tajam penglihatannya

3. Pemakaian obat-obatan

Pemberian obat-obatan pada penderita dengan traumatik hifema tidaklah

mutlak, tapi cukup berguna untuk menghentikan perdarahan, mempercepat

absorbsinya dan menekan komplikasi yang timbul. Untuk maksud di atas digunakan

obat-obatan seperti :

(a) Koagulansia

Golongan obat koagulansia ini dapat diberikan secara oral maupun parenteral,

berguna untuk menekan/menghentikan perdarahan, Misalnya: Anaroxil, Adona AC,

Coagulen, Transamin, vit K dan vit C.

Pada hifema yang baru dan terisi darah segar diberi obat anti fibrinolitik

(Dipasaran obat ini dikenal sebagai transamine/ transamic acid) sehingga bekuan

darah tidak terlalu cepat diserap dan pembuluh darah diberi kesempatan untuk

memperbaiki diri dahulu sampai sembuh. Dengan demikian diharapkan terjadinya

perdarahan sekunder dapat dihindarkan. Pemberiannya 4 kali 250 mg dan hanya kira-

kira 5 hari jangan melewati satu minggu oleh karena dapat timbulkan gangguan

transportasi cairan COA dan terjadinya glaukoma juga imbibisio kornea. Selama

pemberiannya jangan lupa pengukuran tekanan intra okular.

(b) Midriatika Miotika

27
Masih banyak perdebatan mengenai penggunaan obat-obat golongan

midriatika atau miotika, karena masing-masing obat mempunyai keuntungan dan

kerugian sendiri-sendiri: Miotika memang akan mempercepat absorbsi, tapi

meningkatkan kongesti dan midriatika akan mengistirahatkan perdarahan. Gombos

menganjurkan pemberian midriatika bila didapatkan komplikasi iridiocyclitis.

Akhirnya Rakusin membuktikan bahwa pemberian midriatika dan miotika bersama-

sama dengan interval 30 menit sebanyak dua kali sehari akan mengurangi perdarahan

sekunder dibanding pemakaian salah satu obat saja. Darr menentangnya dengan tanpa

menggunakan kedua golongan obat tersebut pada pengobatan hifema traumatik.

(c) Ocular Hypotensive Drug

Semua para ahli menganjurkan pemberian acetazolamide (Diamox) secara

oral sebanyak 3x sehari bilamana ditemukan adanya kenaikan tekanan intraokuler.

Bahkan Gombos dan Yasuna menganjurkan juga pemakaian intravena urea, manitol

dan gliserin untuk menurunkan tekanan intraokuler, walaupun ditegaskan bahwa cara

ini tidak rutin.

Pada hifema yang penuh dengan kenaikan tekanan intra okular, berilah

diamox, glyserin, nilai selama 24 jam :

Bila tekanan intra okular tetap tinggi atau turun, tetapi tetap diatas normal,

lakukan parasentesa yaitu pengeluaran drah melalui sayatan di kornea

Bila tekanan intra okular turun sampai normal, diamox terus diberikan dan

dievaluasi setiap hari

28
Bila tetap normal tekanan intra okularnya dan darahnya masih ada sampai hari ke 5-9

lakukan juga parasentesa

(d) Kortikosteroid dan Antibiotika

Pemberian hidrokortison 0,5% secara topikal akan mengurangi komplikasi

iritis dan perdarahan sekunder dibanding dengan antibiotika. Yasuna menganjurkan

pemberian prednison 40 mg/hari secara oral segera setelah terjadinya hifema

traumatik guna mengurangi perdarahan sekunder.

(e) Obat-obat lain

Sedativa diberikan bilamana penderita gelisah. Diberikan analgetika bilamana

timbul rasa nyeri.

B. Perawatan operasi

Perawatan cara ini akan dikerjakan bilamana ditemukan glaukoma sekunder,

tanda imbibisi kornea atau hemosiderosis kornea dan tidak ada pengurangan dari

tingginya hifema dengan perawatan non-operasi selama 3 - 5 hari.

Tindakan operasi yang dikerjakan adalah:

1. Paracentesa : mengeluarkan cairan/darah dari bilik depan bola mata melalui lubang

yang kecil di limbus. Parasentese dilakukan bila TIO tidak turun dengan diamox

atau jika darah masih tetap terdapat dalam bilik mata depan pada hari 5-9.

2. Melakukan irigasi bilik depan bola mata dengan larutan fisiologik,

29
3. Dengan cara seperti melakukan ekstraksi katarak dengan membuka corneo-

scleralnya sebesar 120.

2.2.8 Lensa

Dislokasi Lensa

Dislokasi lensa terjadi karena putusnya zonula zinii yang akan mengakibatkan

kedudukan lensa terganggu. Bila zoluna ziniii putus maka lensa akan mengalami

luksasi ke depan (luksasi anterior) atau luksasi ke belakang (luksasi posterior).3,4,13

30
Gambar 2.17. Dislokasi Lensa

Subluksasi Lensa

Terjadi akibat putusnya sebagian zonula zinii sehingga lensa berpindah

tempat, subluksasi lensa dapat juga terjadi spontan akibat pasien menderita kelainan

pada zonula zinii yang rapuh (Sindrom Marphan). Akibat pegangan lensa pada zonula

31
zinii tidak ada maka lensa yang elastis akan menjadi cembung, dan mata akan

menjadi lebih miopi. Lensa yang menjadi sangat cembung mendorong iris kedepan

sehingga sudut bilik mata tertutup, bila sudut bilik mata menjadi sempit maka mudah

terjadi glaukoma sekunder.3,4

Pada subluksasi biasanya dilakukan dengan koreksi terbaik sehingga tidak

timbul keluhan diplopia. Bila terdapat penyulit glaukoma maka dilakukan ekstraksi

lensa pada orang tua sedang pada orang muda dilakukan ekstraksi linear atau

ekstraksi lensa ekstrakapsuler.3

Luksasi lensa anterior

Bila seluruh zonula zinii disekitar ekuator putus maka lensa dapat masuk

kedalam bilik mata depan sehingga akan terjadi gangguan pengaliran keluar cairan

bilik mata yang dapat mengakibatkan glaukoma kongestif akut. Pasien akan

mengeluh penglihatan menurun mendadak, disertai rasa sakit yang sangat, muntah,

mata merah dengan blefarospasme. Pada pemeriksaan fisik terdapat injeksi siliar yang

berat, edema kornea, lensa didalam bilik m a t a depan, iris terdorong kebelakang

dengan pupil yang lebar, tekanan bola mata yang tinggi.3,4

Pada luksasi lensa anterior: harus dilakukan pengeluaran lensa yang terletak

didalam bilik mata depan. Tekanan bola mata sudah harus terkontrol baik sebelum

lensa dikeluarkan. Pembedahan lensa yang telah mengalami subluksasi atau luksasi

seringkali karena sering disertai penyulit pasca bedah, karena itu diperlukan persiapan

yang baik.3

Luksasi lensa posterior

32
Akibat putusnya zonula zinii diseluruh lingkaran ekuator sehingga lensa jatuh

kedalam badan kaca dan tenggelam dibawah polus posterior fundus okuli. Pasien

mengeluh adanya skotoma pada lapang pandangannya akibat lensa yang mengganggu

kampus. Mata akan menunjukkan gejala mata tanpa lensa , pasien akan melihat

normal dengan lensa + 12,0 dioptri untuk jauh , bilik mata depan dalam dan

iris tremulans.3,4

Katarak Trauma

Katarak akibat cedera pada mata dapat akibat trauma perforasi atau pun tumpul

yang terlihat sesudah beberapa hari ataupun beberapa tahun. Pada trauma tumpul

akan terlihat katarak subkapsular anterior ataupun posterior. Kontusio lensa

menimbulkan katarak seperti bintang, dan dapat pula dalam bentuk katarak tercetak

(imprinting) yang disebut cincin Vossius. 4,10,11

Trauma tembus akan menimbulkan katarak yang lebih cepat, perforasi kecil

akan menutup dengan cepat akibat proliferasi epitel sehingga bentuk kekeruhan

terbatas kecil. Trauma tembus besar pada lensa akan mengakibatkan terbentuknya

katarak dengan cepat disertai dengan terdapatnya masa lensa di dalam bilik mata

depan.10

Pengobatan katarak traumatik tergantung pada saat terjadinya. Bila terjadi pada

anak, sebaiknya dipertimbangkan akan kemungkinan terjadinya ambliopia. Untuk

mencegah ambliopia pada anak dapat dipasang lensa intra okular primer aau

sekunder.10,11 Pada katarak trauma bila tidak terdapat penyulit, maka dapat ditunggu

sampai mata menjadi tenang. Bila terjadi penyulit seperti glaukoma, uveitis dan lain

sebagainya maka segera dilakukan ekstraksi lensa. Penyulit uveitis dan glaukoma

33
sering dijumpai pada orang usia tua. Pada beberapa pasien dapat terbentuk cincin

Soemmering pada pupil sehingga dapat mengurangi tajam penglihatan. Keadaan ini

dapat disertai perdarahan, ablasi retina, uveitis atau salah letak lensa.3,4

2.2.9 Retina

Edema retina terutama makula sering terjadi pada kontusio dan konkusio

okuli. Bila hebat dapat meninggalkan bekas yang permanen. Edem retina bisa terjadi

pada tempat kontusio, tetapi yang paling sering terjadi mengenai sekeliling diskus

dan makula. Dapat pula terjadi nekrosis dan perdarahan retina yang pada proses

penyembuhan akan meninggalkan atrofi dan sikatrik.1

Pada trauma tumpul yang paling ditakutkan adalah terjadi edema makula atau

edema berlin. Pada edem makula, tampak retina di sekeliling makula berwarna putih

ke abu-abuan dengan bintik merah di tengahnya, menyerupai gambaran oklusi arteri

retina sentralis. Edema dapat berkembang menjadi kistik atau macular hole. Bila

edema tidak hebat, hanya akan meninggalkan pigmentasi dan atrofi. Segera setelah

trauma, terjadi vasokonstriksi yang diikuti oleh vasodilatasi, menyebabkan edema dan

perdarahan. Perdarahan dapat terjadi di retina, subhyaloid, atau bahkan dapat ke

vitreus, sehingga pada penyembuhannya menyebabkan retinopati proliferatif.3,4

34
Gambar 2.18. Edem Berlin

Robekan retina jarang terjadi pada mata sehat. Biasanya robekan retina terjadi

pada mata yang memang telah mengalami degenerasi sebelumnya, sehingga trauma

yang ringan sekalipun dapat memicu robekan. Ruptur retina sering disertai dengan

ruptur koroid. Dialisis ora serata sering terjadi pada kuadran inferotemporal atau

nasal atas, berbentuk segitiga atau tapal kuda, disertai dengan ablasio retina. Ablasio

retina pada kontusio dan konkusio dapat terjadi akibat: 8

- Kolaps bola mata yang tiba-tiba akibat ruptur

- Perdarahan koroid dan eksudasi

- Robekan retina dan koroid

- Traksi fibrosis vitreus akibat perdarahan retina atau vitreus.

- Adanya degenerasi retina sebelumnya, trauma hanya sebagai pencetus.

35
Prognosis pelepasan retina akibat trauma adalah buruk, karena adanya cedera

makula, robekan besar di retina, dan pembentukan membran fibrovaskular

intravitreus. Vitrektomi merupakan tindakan yang efektif untuk mencegah kondisi

tersebut

2.3 Diagnosis

Diagnosis dapat ditegakan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, serta

pemeriksaan penunjang.

1. Anamnesis dari trauma okuli

Pada kasus trauma ditanyakan mengenai proses trjadinya trauma, benda apa

yang mengenai mata tersebut, bagaimana arah dan datangnya benda yang

mengenai mata, apakah dari depan, samping, bawah, dan bagaimana

kecepatannya waktu mengenai mata. Perlu ditanyakan berapa besar benda

yang mengenai mata dan bahan benda tersebut apakah terbuat dari kayu, besi

atau benda lain. Apabila terjadi penurunan penglihatan, ditanyakan apakah

pengurangan penglihatan itu terjadi sebelum atau setelah terjadi kecelakaan.

Ditanyakan juga kapan terjadi trauma. Apakah trauma disertai dengan keluar

darah dan rasa sakit dan sudah mendapattkan pertolongan sebelumnya.4,12

2. Pemeriksaan fisik paska-cedera bertujuan menilai ketajaman visus dan

sebagai prosedur diagnostik, antara lain

- Visus mungkin terganggu akibat kerusakan kornea, aqueus humor, iris,

lensa dan retina.

36
- Lapangan pandang penurunan mungkin disebabkan oleh patologi vaskuler

okuler, glukoma, dan pupil

- Kerusakan ekstraokuler

- Mengukur tekanan intraokuler ( TIO ) dengan nilai normal 12-25 mmHg.

- Pemerikasaan oftalmoskopi4,12

3. Pemeriksaan penunjang

- Teknik imaging lainnya (USG, CT-scan, x-ray):mengkaji struktur internal

okuler, fraktur, edema retine, bentuk pupil dan kornea

- Darah lengkap dan laju sedimentasi LED : menunjukkan anemia

sistemik/infeksi.4

37
BAB III

PEMBAHASAN

Pada kasus ini, pasien laki-laki usia 39 tahun datang dengan keluhan mata

kanan merah pasca trauma yang dialami lima hari yang lalu. Pasien mengaku bahwa

keluhan mata merah tersebut tidak diserati dengan penurunan tajam penglihatan. Saat

mendapatkan kasus pasien pascatrauma okuli perlu diperhatikan hal-hal apa saja yang

harus digali pada saat anamnesis yaitu mengenai proses trjadinya trauma, benda apa

yang mengenai mata tersebut, bagaimana arah dan datangnya benda yang mengenai

mata, apakah dari depan, samping, bawah, dan bagaimana kecepatannya waktu

mengenai mata. Perlu ditanyakan berapa besar benda yang mengenai mata dan bahan

benda tersebut apakah terbuat dari kayu, besi atau benda lain. Apabila terjadi

penurunan penglihatan, ditanyakan apakah pengurangan penglihatan itu terjadi

sebelum atau setelah terjadi kecelakaan. Ditanyakan juga kapan terjadi trauma.

Apakah trauma disertai dengan keluar darah dan rasa sakit dan sudah mendapattkan

pertolongan sebelumnya.

Pada pasien ini mengaku bahwa mata kanan pasien ditonjok oleh temannya,

awalnya tonjokan mengenai hidung pasien, kemudian tonjokan kedua mengenai

samping mata kanan. Pasien mengalami mimisan dan nyeri bagian mata kanan hanya

sehari sesudah trauma. Pasien mengaku bahwa saat menonjok, teman tidak memakai

cincin atau benda apapun yang mengenai mata pasien. Tidak terjadi robekan pada

daerah mata, hanya terlihat merah seperti darah di daerah mata bagian depan yaitu

bagian mata yang berwarna putih. Pasien mengaku belum memberi obat apapun

38
untuk matanya, hanya dilakukan kompres menggunakan air es. Pada hasil anamnesis

dan pemeriksaan fisik tidak didapatkan tanda-tanda infeksi. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa keluhan pasien murni didapatkan dari trauma lima hari yang lalu

tersebut. Sesuai dengan klasifikasi BETT, keluhan yang dialami pasien termasuk

dalam klasifikasi closed injury contusio zone I karena keluhan hanya mengenai

sebatas konjungtiva saja.

Pada pasien pasca trauma perlu ditanyakan apakan trauma sampai

mempengaruhi visual aksis, pada trauma hebat yang mengenai lensa dapat terjadi

katrak traumatika. Pada pasien ini, tidak didapatkan keluhan pandangan berkabut,

namun pasien mengeluhkan mengenai penggunaan kacamata nya yang sekarang.

Pasien riwayat memakai kacamata sejak SMA, pasien lupa ukuran kacamata namun

hanya ingat bahwa kacamata yang dipakai adalah kacaata jarak jauh dan silinder.

Berdasarkan pemeriksaan lansometer didapatkan ukuran kacamata pasien OD S-2.00

dan OS -2.50. Pasien mengeluh pusing dan pandangannya masih membayang saat

memakai kacamata ukuran sekarang. Pada pemeriksaan visus didapatkan hasil VOD

0,6 F cc KM 1,0 dan VOS 0,3 F cc KM 1.0F. Pada pasien ini diduga ada

penambahan ukuran kacamata terutama pada mata sebelah kiri. Hal tersebut dapat

dipastikan dengan pemeriksaan objektif dengan AR dan subjektif dengan kartu

snellen nantinya jika mata sudang tenang. Namun, dari hasil anamnesis dan

pemeriksaan tajam penglihatan sementara, pasien memang memiliki kelainan refraksi

pada mata berupa astigmatisma.

39
DAFTAR PUSTAKA

1. Vaughan D, Asbury T. Oftalmologi Umum. Jilid 2. Edisi II. Yogyakarta, Widya


Medika, 2000

2. Aronson AA. Corneal Laceration. http://emedicine.medscape.com/article/798005


diakses tanggal 20 Desember 2016

3. Ilyas S, dkk. 2002. Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa
Kedokteran, Edisi Kedua. Jakarta: CV. Sagung Seto.

4. Ilyas, Sidarta. 2001. Penuntun Ilmu Penyakit Mata, edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit
FK UI.

5. Eye Injuries: Recent Data and Trends in the United States


http://www.aao.org/newsroom/guide/upload/Eye-Injuries-
BkgrnderLongVersFinal-l.pdf diakses tanggal 20 desember 2016

6. Rappon J. Primary Care Ocular Trauma Management. Pacific University, Forest


Grove, Oregon, USA.
http://www.pacificu.edu/optometry/ce/courses/21042/primarycaretraumapg1.cfm
diakses tanggal 14 Oktober 2012

7. Kuhn F. BETT: The Terminology of Ocular Trauma.


http://www.thieme.de/detailseiten/inh/9783131257710.pdf diakses tanggal 20
Desember 2016

8. Khaw PT, Shah P, Elkington AR. Injury to the eye. BMJ 2004;328:36-8

40
9. Lekuona K. Editorial : Assessing and managing eye injuries. Community eye
Health Journal 2005; 18(55): 101-16

10. Berke SJ. Post traumatic glaucoma in ophtalmology. Edisi II: Yanoff M, Duker
JS, Augsburger, Mosby, 2004.

11. Soerosa A. Perdarahan Bilik Depan Bola Mata Akibat Rudapaksa. CDK 1980; 19:
44-6

12. Blanch RJ and Scott RAH. Military ocular injury: presentation, assessment, and
management. JR Army Med Corps 155(4): 279-84.

13. Kuhn F, Zlatko S. Damage control surgery in ocular traumatology. Int. J. Care
Injured 2004; 35: 690-6.

41

You might also like