You are on page 1of 38

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Darah ialah cairan yang berada dalam tubuh manusia dan memiliki fungsi yang penting.
Darah berfungsi mengirmkan zat-zat dan oksigen yang dibutuhkan oleh jaringan tubuh,
kemudian juga mengangkut bahan-bahan kimia hasil metabolisme tubuh serta sebagai
pertahanan tubuh dari agen infeksi. Di dalam darah, dapat ditemukan sel-sel yang menyusunnya.
Sel darah dibagi menjadi tiga yaitu sel darah merah /eritrosit, sel darah putih/leukosit serta
keeping darah/trombosit. Sel darah merha memiliki fungsi mengangkut oksigen karena
mengandung hemoglobin di dalamnya. Sel darah putih dapat dibagi lagi menjadi bagian-
bagiannya yang lebih spesifik lagi dan memiliki fungsi sebagai antibody melawan infeksi.
Sedangkan keeping darah atau trombosit berperan dalam pembekuan darah. Volume darah pada
tubuh manusia sekitar 6 liter atau 7-8% dari berat tubuh manusia. Tiap jenis sel darah memiliki
fungsi yang penting daam system kerja tubuh. Namun, pada sel darah juga dapat ditemukan
kelainan-kelainan, baik kuantitaif maupun kualitatif. Kuantitatif menyangkut jumlah sedangjan
kualitatif menyangkut perubahan fungsi dari sel darah tersebut. Berbagai kelainan itu dapat
membawa kepada suatu penyakit dimana salah satu cara untuk mengatasinya dengan transfuse
darah.

Transfusi darah merupakan salah satu bagian penting pelayanan kesehatan modern. Bila
digunakan dengan benar, transfusi dapat menyelamatkan jiwa pasien dan meningkatkan derajat
kesehatan. Indikasi tepat transfusi darah dan komponen darah adalah untuk mengatasi kondisi
yang menyebabkan morbiditas dan mortalitas bermakna yang tidak dapat diatasi dengan cara
lain.

Data pembanding berikut berasal dari India, didapat dari 1.585 bank darah yang telah
mendapat lisensi, 45% adalah milik pemerintah dan 23% milik swasta. Struktur manajemennya
berbeda dan tidak ada koordinasi yang efektif. Sebagian besar bank darah tersebut
mengumpulkan kurang dari 1.000 kantong darah tiap tahun. Data menunjukkan bahwa 74%
transfusi pada pasien dewasa adalah tidak tepat.

1
WHO Global Database on Blood Safety melaporkan bahwa 20% populasi dunia berada
di negara maju dan sebanyak 80% telah memakai darah donor yang aman, sedangkan 80%
populasi dunia yang berada di negara berkembang hanya 20% memakai darah donor yang aman.

WHO telah mengembangkan strategi untuk transfusi darah yang aman dan
meminimalkan risiko tranfusi. Strategi tersebut terdiri dari pelayanan transfusi darah yang
terkoordinasi secara nasional; pengumpulan darah hanya dari donor sukarela dari populasi risiko
rendah; pelaksanaan skrining terhadap semua darah donor dari penyebab infeksi, antara lain HIV,
virus hepatitis, sifilis dan lainnya, serta pelayanan laboratorium yang baik di semua aspek,
termasuk golongan darah, uji kompatibilitas, persiapan komponen, penyimpanan dan transportasi
darah/komponen darah; mengsurangi transfusi darah yang tidak perlu dengan penentuan indikasi
transfusi darah dan komponen darah yang tepat, dan indikasi cara alternatif transfusi.

Pada tahun 1998 WHO mengeluarkan rekomendasi Developing a National Policy and
Guidelines on the Clinical Use of Blood. Rekomendasi ini membantu negara anggota dalam
mengembangkan dan implementasi kebijakan nasional dan pedoman, serta menjamin kerja sama
aktif di antara pelayanan transfusi darah dan klinisi dalam mengelola pasien yang memerlukan
transfuse

2
BAB II
TINJJAUAN PUSTAKA
II.1 Darah
Darah membentuk sekitar 8% dari berat tubuh total manusia. Darah terdiri dari tiga jenis
elemen selular khusus, eritrosit (sel darah merah), leukosit (sel darah putih), dan trombosit
(keping darah) yang membentuk suspensi dalam cairan kompleks plasma darah.
1. Plasma Darah
Berikut adalah komponen Plasma darah beserta fungsinya terdiri dari:
a. Air : Medium transpor ; membawa panas
b. Elektrolit : Eksitabilitas membran ; distribusi osmotik cairan antara CES dan CIS ;
menyangga perubahan PH
c. Nutrien, Zat sisa, gas, hormon : diangkut dalam darah; gas CO2 darah berperan
dalam keseimbangan asam-basa d. Protein Plasma : secara umum, menghasilkan
efek osmotik yang penting dalam distribusi CES antara kompartemen vaskular
dan interstisium; menyangga perubahan PH - Albumin : mengangkut banyak
bahan ; berperan paling besar dalam menentukan tekanan osmotik koloid -
Globulin Alfa dan beta : mengangkut banyak bahan tak larut air; molekul
prekursor inaktif Gama : Antibodi e. Fibrinogen : Prekursor inaktif untuk jalinan
fibrin pada pembekuan darah
2. Elemen Seluler
Berikut adalah komponen elemen seluler darah beserta fungsinya terdiri dari:
a. Eritrosit : mengangkut O2 dan CO2 (terutama O2)
b. Leukosit Neutrofil : fagosit yang menelan bakteri dan debris Eosinofil :
menyerang cacing parasitik; penting dalam reaksi alergik Basofil : Mengeluarkan
Histamin, yang penting dalam reaksi alergik, dan heparin, yang membantu
membersihkan lemak dari darah Monosit : dalam transit menjadi makrofag
Limfosit : - Limfosit B : menghasilkan antibodi - Limfosit T : respon imun selular
c. Trombosit : Pembekuan darah, dan homeostas

Peran penting darah adalah


a Sebagai organ transportasi, khususnya oksigen (O2), yang dibawa dari paru-
paru dan diedarkan ke seluruh tubuh dan kemudian mengangkut sisa
pembakaran (CO2) dari jaringan untuk dibuang keluar melalui paru-paru.
Fungsi pertukaran O2 dan CO2 ini dilakukan oleh hemoglobin, yang
terkandung dalam sel darah merah. Protein plasma ikut berfungsi sebagai

3
sarana transportasi dengan mengikat berbagai materi yang bebas dalam
plasma, untuk metabolism organ-organ tubuh.
b Sebagai orgam pertahanan tubuh (imunologik), khususnya dalam menahan
invasi berbagai jenis mikroba pathogen dan antigen asing. Tranfusi darah
adalah salah satu rangkaian proses pemindahan darah donor ke dalam sirkulasi
darah resipien sebagai upaya pengobatan.Mekanisme pertahanan ini dilakukan
oleh leukosit (granulosit dan limfosit) serta protein plasma khusus
(immunoglobulin).
c Peranan darah dalam menghentikan perdarahan (mekanisme homeostasis)
sebagai upaya untuk mempertahankan volume darah apabila terjadi kerusakan
pada pembuluh darah. Fungsi ini dilakukan oleh mekanisme fibrinolisis,
khususnya jika terjadi aktifitas homeostasis yang berlebihan.3,7

Apabila terjadi pengurangan darah yang cukup bermakna dari komponen darah
korpuskuler maupun non korpuskuler akibat kelainan bawaan ataupun karena penyakit yang
didapat, yang tidak dapat diatasi oleh mekanisme homeostasis tubuh dalam waktu singkat maka
diperlukan penggantian dengan tranfusi darah, khususnya dari komponen yang diperlukan.3

II.2 Transfusi Darah

4
Tranfusi darah adalah suatu
rangkain
proses

pemindahan darah donor ke dalam sirkulasi dari resipien sebagai upaya pengobatan. Bahkan
sebagai upaya untuk menyelamatkan kehidupan. Berdasarkan asal darah yang diberikan tranfusi
dikenal 1. Homologous tranfusi (berasal dari darah orang lain), 2. Autologous tranfusi (berasal
dari diri sendiri).,2
Tujuan tranfusi darah adalah :
a Mengembalikan dan mempertahankan volume yang normal peredaran darah
b Menggantikan kekurangan komponen seluler atau kimia darah
c Meningkatkan oksigenasi jaringan
d Memperbaiki fungsi homeostasis
e Tindakan terapi khusus

Tranfusi darah dalam klinik


Darah dan berbagai komponen- komponen darah, dengan kemajuan teknologi
kedokteran, dapat dipisah- pisahkan dengan suatu proses dan ditransfusikan secara terpisah
sesuai kebutuhan.3 Darah dapat pula disimpan dalam bentuk komponen- komponen darah yaitu:

5
eritrosit, leukosit, trombosit, plasma dan factor- factor pembekuan darah dengan proses tertentu
yaitu dengan Refrigerated Centrifuge.4,
Pemberian komponen-komponen darah yang diperlukan saja lebih dibenarkan
dibandingkan dengan pemberian darah lengkap (whole blood). Dasar pemikiran penggunaan
komponen darah: (1)lebih efisien, ekonomis, memperkecil reaksi transfusi, (2)lebih rasional,
karena (a)darah terdiri dari komponen seluler maupun plasma yang fungsinya sangat beragam,
serta merupakan materi biologis yang bersifat multiantigenik, sehingga pemberiannya harus
memenuhi syarat- syarat variasi antigen minimal dan kompatibilitas yang baik, (b) transfusi
selain merupakan live saving therapy tetapi juga replacement therapy sehingga darah yang
diberikan haruslah safety blood. Kelebihan terapi komponen dibandingkan dengan terapi darah
lengkap: (1)disediakan dalam bentuk konsentrat sehingga mengurangi volume transfusi,
(2)resiko reaksi imunologik lebih kecil, (3)pengawetan, (4)penularan penyakit lebih kecil,
(5)aggregate trombosit dan leukosit dapat dihindari, (6)pasien akan memerlukan komponen yang
diperlukan saja, (7)masalah logistic lebih mudah, (8)pengawasan mutu lebih sederhana.4

Indikasi tranfusi darah


Secara garis besar Indikasi Tranfusi darah merah adalah :
a. Transfusi sel darah merah hampir selalu diindikasikan pada kadar Hemoglobin
(Hb) <7 g/dl, terutama pada anemia akut. Transfusi dapat ditunda jika pasien
asimptomatik dan/atau penyakitnya memiliki terapi spesifik lain, maka batas
kadar Hb yang lebih rendah dapat diterima.
b. Transfusi sel darah merah dapat dilakukan pada kadar Hb 7-10 g/dl apabila
ditemukan hipoksia atau hipoksemia yang bermakna secara klinis dan
laboratorium.
c. Transfusi tidak dilakukan bila kadar Hb 10 g/dl, kecuali bila ada indikasi
tertentu, misalnya penyakit yang membutuhkan kapasitas transport oksigen lebih
tinggi (contoh: penyakit paru obstruktif kronik berat dan penyakit jantung
iskemik berat).
d. Transfusi pada neonatus dengan gejala hipoksia dilakukan pada kadar Hb 11
g/dL; bila tidak ada gejala batas ini dapat diturunkan hingga 7 g/dL (seperti pada
anemia bayi prematur). Jika terdapat penyakit jantung atau paru atau yang sedang
membutuhkan suplementasi oksigen batas untuk memberi transfusi adalah Hb
13 g/dL.

6
Transfusi satu unit darah lengkap (whole blood) atau sel darah merah pada pasien
dewasa berat badan 70 kg yang tidak mengalami perdarahan dapat meningkatkan hematokrit
kira-kira 3% atau kadar Hb sebanyak 1 g/dl. Tetapi, kadar Hb bukan satu-satunya faktor penentu
untuk transfusi sel darah merah. Faktor lain yang harus menjadi pertimbangan adalah kondisi
pasien, tanda dan gejala hipoksia, kehilangan darah, risiko anemia karena penyakit yang diderita
oleh pasien dan risiko transfusi. Banyak transfusi sel darah merah dilakukan pada kehilangan
darah ringan atau sedang, padahal kehilangan darah itu sendiri tidak menyebabkan
peningkatan morbiditas dan mortalitas perioperatif. Meniadakan transfusi tidak menyebabkan
keluaran (outcome) perioperatif yang lebih buruk.

Beberapa faktor spesifik yang perlu menjadi pertimbangan transfuse adalah:


a. Pasien dengan riwayat menderita penyakit kardiopulmonal perlu transfusi pada batas
kadar Hb yang lebih tinggi
b. Volume darah yang hilang selama masa perioperatif baik pada operasi darurat maupun
elektif, dapat dinilai secara klinis dan dapat dikoreksi dengan penggantian volume yang
tepat.
c. Konsumsi oksigen, dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor penyebab antara lain adalah
demam, anestesia dan menggigil. Jika kebutuhan oksigen meningkat maka kebutuhan
untuk transfusi sel darah merah juga meningkat.

Skrining dan prosedur pelaksanaan tranfusi darah


Transfusi darah merupakan jalur ideal bagi penularan penyebab infeksi tertentu dari
donor kepada resipien. Untuk mengurangi potensi transmisi penyakit melalui transfusi darah,
diperlukan serangkaian skrining terhadap faktor-faktor risiko yang dimulai dari riwayat medis
sampai beberapa tes spesifik. Tujuan utama skrining adalah untuk memastikan agar persediaan
darah yang ada sedapat mungkin bebas dari penyebab infeksi dengan cara melacaknya sebelum
darah tersebut ditransfusikan

Untuk skrining donor darah yang aman:


Pemeriksaan harus dilakukan secara individual (tiap individual bag atau
satu unit plasma) dan tidak boleh dilakukan secara pooled plasma.
Jenis pemeriksaan yang digunakan sesuai dengan standard WHO, dalam
hal ini meliputi pemeriksaan atas sifilis, hepatitis B, hepatitis C dan HIV.

7
Metode tes dapat menggunakan Rapid test, Automated test maupun ELISA
hanya bila sensitivitasnya >99%.
Banyak laporan mengenai kesalahan tatalaksana tranfusi, misalnya kesalahan pemberian
darah milik pasien lain. Untuk menghindari berbagai kesalahan, maka perlu diperhatikan :
a Identitas pasien harus dicocokan secara lisan maupun tulisan
b Identitas dan jumlah darah dalam kemasan dicocokkan dengan formulir
permintaan darah
c Tekanan darah, frekuensi denyut jantung dan suhu harus diperiksa sebelumnya,
serta diulang secara rutin.
d Observasi ketat, terutama pada 15 menit pertama setelah tranfusi darah dimulai.
Sebaiknya 1 unit darah diberikan dalam waktu 1-2 jam tergantung status
kardiovaskuler dan dianjurkan tidak lebih dari 4 jam mengingat kemungkinan
proliferasi bakteri pada suhu kamar.2

II.3 Sediaan Darah Untuk Tranfusi


Macam-macam komponen darah
Untuk kepentingan tranfusi, tersedia berbagai produk darah, seperti yang tercantum dalam table
2.1.

Tabel 2.1 Karakteristik darah dan komponen-komponen darah

8
9
10
11
12
A. Darah lengkap (whole blood)

Darah lengkap mempunyai komponen utama yaitu eritrosit, darah lengkap juga
mempunyai kandungan trombosit dan faktor pembekuan labil (V, VIII). Volume darah sesuai

13
kantong darah yang dipakai yaitu antara lain 250 ml, 350 ml, 450 ml. Dapat bertahan dalam
suhu 42C. Darah lengkap berguna untuk meningkatkan jumlah eritrosit dan plasma secara
bersamaan. Hb meningkat 0,90,12 g/dl dan Ht meningkat 3-4 % post transfusi 450 ml darah
lengkap. Tranfusi darah lengkap hanya untuk mengatasi perdarahan akut dan masif,
meningkatkan dan mempertahankan proses pembekuan. Darah lengkap diberikan dengan
golongan ABO dan Rh yang diketahui. Dosis pada pediatrik rata-rata 20 ml/kg, diikuti
dengan volume yang diperlukan untuk stabilisasi.

Indikasi :

1. Exchange transfusion pada neonatus

2. Pasien dengan perdarahan masif dan telah kehilangan lebih dari 25% dari
volume darah total.
Rumus kebutuhan whole blood

6 x Hb (Hb normal -Hb pasien) x BB

Ket :

-Hb normal : Hb yang diharapkan atau Hb normal

-Hb pasien : Hb pasien saat ini

Darah lengkap ada 3 macam. Yaitu :

1. Darah Segar
Yaitu darah yang baru diambil dari donor sampai 6 jam sesudah pengambilan.
Keuntungan pemakaian darah segar ialah faktor pembekuannya masih lengkap
termasuk faktor labil (V dan VIII) dan fungsi eritrosit masih relatif baik.
Kerugiannya sulit diperoleh dalam waktu yang tepat karena untuk pemeriksaan

14
golongan, reaksi silang dan transportasi diperlukan waktu lebih dari 4 jam dan
resiko penularan penyakit relatif banyak.
2. Darah Baru
Yaitu darah yang disimpan antara 6 jam sampai 6 hari sesudah diambil dari donor.
Faktor pembekuan disini sudah hampir habis, dan juga dapat terjadi peningkatan
kadar kalium, amonia, dan asam laktat.
3. Darah Simpan
Darah yang disimpan lebih dari 6 hari sampai 35 hari. Keuntungannya mudah
tersedia setiap saat, bahaya penularan lues dan sitomegalovirus hilang. Sedang
kerugiaannya ialah faktor pembekuan terutama faktor V dan VIII sudah habis.
Kemampuan transportasi oksigen oleh eritrosit menurun yang disebabkan karena
afinitas Hb terhadap oksigen yang tinggi, sehingga oksigen sukar dilepas ke
jaringan. Hal ini disebabkan oleh penurunan kadar 2,3 DPG. Kadar kalium,
amonia, dan asam laktat tinggi.

B. Sel darah merah

Packed red cell

Packed red cell diperoleh dari pemisahan atau pengeluaran plasma secara tertutup
atau septik sedemikian rupa sehingga hematokrit menjadi 70-80%. Volume tergantung
kantong darah yang dipakai yaitu 150-300 ml. Suhu simpan 42C. Lama simpan darah
24 jam dengan sistem terbuka.(3)

Packed cells merupakan komponen yang terdiri dari eritrosit yang telah
dipekatkan dengan memisahkan komponen-komponen yang lain. Packed cells banyak
dipakai dalam pengobatan anemia terutama talasemia, anemia aplastik, leukemia dan
anemia karena keganasan lainnya. Pemberian transfusi bertujuan untuk memperbaiki
oksigenasi jaringan dan alat-alat tubuh. Biasanya tercapai bila kadar Hb sudah di atas 8 g
%.

Untuk menaikkan kadar Hb sebanyak 1 gr/dl diperlukan PRC 4 ml/kgBB atau 1


unit dapat menaikkan kadar hematokrit 3-5 %. Diberikan selama 2 sampai 4 jam dengan
kecepatan 1-2 mL/menit, dengan golongan darah ABO dan Rh yang diketahui.

15
Kebutuhan darah (ml) :

3 x Hb (Hb normal -Hb pasien) x BB

Ket :

-Hb normal : Hb yang diharapkan atau Hb normal

-Hb pasien : Hb pasien saat ini

Tujuan transfusi PRC adalah untuk menaikkan Hb pasien tanpa menaikkan volume
darah secara nyata. Keuntungan menggunakan PRC dibandingkan dengan darah jenuh
adalah:
1. Mengurangi kemungkinan penularan penyakit
2. Mengurangi kemungkinan reaksi imunologis
3. Volume darah yang diberikan lebih sedikit sehingga kemungkinan overload
berkurang
4. Komponen darah lainnya dapat diberikan pada pasien lain.

Indikasi: :
1. Kehilangan darah >20% dan volume darah lebih dari 1000 ml.
2. Hemoglobin <8 gr/dl.
3. Hemoglobin <10 gr/dl dengan penyakit-penyakit utama : (misalnya
empisema, atau penyakit jantung iskemik)
4. Hemoglobin <12 gr/dl dan tergantung pada ventilator.

Dapat disebutkan bahwa :


Hb sekitar 5 adalah CRITICAL
Hb sekitar 8 adalah TOLERABLE
Hb sekitar 10 adalah OPTIMAL

16
Transfusi mulai diberikan pada saat Hb CRITICAL dan dihentikan setelah
mencapai batas TOLERABLE atau OPTIMAL

1. Frozen Wash Concentrated Red Blood Cells (Sel Darah Merah Pekat Beku yang
Dicuci)
Diberikan untuk penderita yang mempunyai antibodi terhadap sel darah merah
yang menetap.
2. Washed red cell
Washed red cell diperoleh dengan mencuci packed red cell 2-3 kali dengan saline,
sisa plasma terbuang habis. Berguna untuk penderita yang tak bisa diberi human
plasma. Kelemahan washed red cell yaitu bahaya infeksi sekunder yang terjadi
selama proses serta masa simpan yang pendek (4-6 jam). Washed red cell dipakai
dalam pengobatan aquired hemolytic anemia dan exchange transfusion.(3)
Indikasi washed red cell:
C. Untuk penderita yang memiliki riwayat alergi,
D. Pasien dengan defisiensi IgA
E. Pasien dengan paroxysmal nocturnal haemoglobnuria (PNH)
3. Darah merah pekat miskin leukosit
Kandungan utama eritrosit, suhu simpan 42C, berguna untuk meningkatkan
jumlah eritrosit pada pasien yang sering memerlukan transfusi. Manfaat
komponen darah ini untuk mengurangi reaksi panas dan alergi.(6)

C. White Blood Cells (WBC atau leukosit)


Komponen ini terdiri dari darah lengkap dengan isi seperti PRC, plasma
dihilangkan 80 % , biasanya tersedia dalam volume 150 ml. Dalam pemberian perlu
diketahui golongan darah ABO dan sistem Rh. Apabila diresepkan berikan dipenhidramin.
Berikan antipiretik, karena komponen ini bisa menyebabkan demam dan dingin. Untuk
pencegahan infeksi, berikan tranfusi dan disambung dengan antibiotik.
Indikasi :
Pasien sepsis yang tidak berespon dengan antibiotik (khususnya untuk pasien
dengan kultur darah positif, demam persisten /38,3 C dan granulositopenia).

D. Trombosit

17
Pemberian trombosit seringkali diperlukan pada kasus perdarahan yang disebabkan
oleh kekurangan trombosit. Pemberian trombosit yang berulang-ulang dapat menyebabkan
pembentukan thrombocyte antibody pada penderita. (3) Transfusi trombosit terbukti
bermanfaat menghentikan perdarahan karena trombositopenia. Komponen trombosit
mempunyai masa simpan sampai dengan 3 hari.(2)

Indikasi pemberian trombosit ialah :

1. Setiap perdarahan spontan atau suatu operasi besar dengan jumlah


trombositnya kurang dari 50.000/mm3. Misalnya perdarahan pada
trombocytopenic purpura, leukemia, anemia aplastik, demam berdarah, DIC
dan aplasia sumsum tulang karena pemberian sitostatika terhadap tumor
ganas.
2. Profilaksis dilakukan bila hitung trombosit <50.000/uL pada pasien yang akan
menjalani operasi, prosedur invasif lainnya atau sesudah transfusi masif.

3. Splenektomi pada hipersplenisme penderita talasemia maupun hipertensi


portal juga memerlukan pemberian suspensi trombosit prabedah.
Rumus Transfusi Trombosit
4. Transfui massif dengan trombositopenia dilusi
5. Kelainan congenital dari fungsi trombosit.

BB x 1/13 x 0.3

Macam-macam sediaan:

1. Platelet Rich Plasma (plasma kaya trombosit)

Platelet Rich Plasma dibuat dengan cara pemisahan plasma dari darah segar.
Penyimpanan 34C sebaiknya 24 jam.

2. Platelet Concentrate (trombosit pekat)

18
Kandungan utama yaitu trombosit, volume 50 ml dengan suhu simpan
202C. Berguna untuk meningkatkan jumlah trombosit. Peningkatan post
transfusi pada dewasa rata-rata 5.000-10.000/ul. Efek samping berupa urtikaria,
menggigil, demam, alloimunisasi Antigen trombosit donor.(6)

Dibuat dengan cara melakukan pemusingan (centrifugasi) lagi pada


Platelet Rich Plasma, sehingga diperoleh endapan yang merupakan pletelet
concentrate dan kemudian memisahkannya dari plasma yang diatas yang berupa
Platelet Poor Plasma. Masa simpan 48-72 jam.(3)

E. Komponen Plasma dan Derivatnya

Plasma darah bermanfaat untuk memperbaiki volume dari sirkulasi darah


(hypovolemia, luka bakar), menggantikan protein yang terbuang seperti albumin pada
nephrotic syndrom dan cirhosis hepatis, menggantikan dan memperbaiki jumlah faktor-faktor
tertentu dari plasma seperti globulin.(3)

Macam sediaan plasma adalah:

1. Plasma cair

Diperoleh dengan memisahkan plasma dari whole blood pada pembuatan


packed red cell.

1. Plasma kering (lyoplylized plasma)

Diperoleh dengan mengeringkan plasma beku dan lebih tahan lama (3 tahun).

Berikut adalah macam-macam komponen plasma dan derivatnya:


a. Fresh Frozen Plasma

Dibuat dengan cara pemisahan plasma dari darah segar dan langsung
dibekukan pada suhu -60C. Pemakaian yang paling baik untuk menghentikan
perdarahan (hemostasis).(3)

19
Kandungan utama berupa plasma dan faktor pembekuan, dengan volume
150-220 ml. Suhu simpan -18C atau lebih rendah dengan lama simpan 1 tahun.
Berguna untuk meningkatkan faktor pembekuan bila faktor pembekuan
pekat/kriopresipitat tidak ada. Ditransfusikan dalam waktu 4 jam setelah
dicairkan. Fresh frozen plasma (FFP) mengandung semua protein plasma (faktor
pembekuan), terutama faktor V dan VII. FFP biasa diberikan setelah transfusi
darah masif, setelah terapi warfarin dan koagulopati pada penyakit hepar. Setiap
unit FFP biasanya dapat menaikan masing-masing kadar faktor pembekuan
sebesar 2-3% pada orang dewasa. Sama dengan PRC, saat hendak diberikan pada
pasien perlu dihangatkan terlebih dahulu sesuai suhu tubuh.

Pemberian dilakukan secara cepat, pada pemberian FFP dalam jumlah besar
diperlukan koreksi adanya hypokalsemia, karena asam sitrat dalam FFP mengikat
kalsium. Perlu dilakukan pencocokan golongan darah ABO dan system Rh.

Indikasi :

- Mengganti defisiensi faktor IX (hemofilia B) dan faktor inhibitor koagulasi baik


yang didapat atau bawaan bila tidak tersedia konsentrat faktor spesifik atau
kombinasi
- Neutralisasi hemostasis setelah terapi warfarin bila terdapat perdarahan yang
mengancam nyawa.
- Adanya perdarahan dengan parameter koagulasi yang abnormal setelah transfusi
massif
- Defisiensi vitamin K
- Pasien dengan penyakit hati dan mengalami defisiensi faktor pembekuan

b. Cryopresipitate

Komponen utama yang terdapat di dalamnya adalah faktor VIII, faktor


pembekuan XIII, fibrinogen, fibrinectin. Penggunaannya ialah untuk
menghentikan perdarahan karena kurangnya faktor VIII di dalam darah penderita
hemofili A.

20
Cara pemberian ialah dengan menyuntikkan intravena langsung, tidak
melalui tetesan infus, pemberian segera setelah komponen mencair, sebab
komponen ini tidak tahan pada suhu kamar. (2)

Suhu simpan -18C atau lebih rendah dengan lama simpan 1 tahun,
ditransfusikan dalam waktu 6 jam setelah dicairkan. Efek samping berupa demam,
alergi. Satu kantong (30 ml) mengadung 75-80 unit faktor VIII, 150-200 mg
fibrinogen, faktor von wilebrand, faktor XIII
Indikasi :

- Hemophilia A
- Profilaksis pada pasien dengan defisiensi fibrinogen yang akan menjalani
prosedur invasif dan terapi pada pasien yang mengalami perdarahan
- Perdarahan akibat gangguan faktor koagulasi
- Penyakit von wilebrand

Rumus Kebutuhan Cryopresipitate :

0.5x Hb (Hb normal -Hb pasien) x BB

c. Albumin

Dibuat dari plasma, setelah gamma globulin, AHF dan fibrinogen dipisahkan dari
plasma. Kemurnian 96-98%. Dalam pemakaian diencerkan sampai menjadi cairan 5%
atau 20% 100 ml albumin 20% mempunyai tekanan osmotik sama dengan 400 ml plasma
biasa

Rumus Kebutuhan Albumin

albumin x BB x 0.8

21
II.3 Transfusi Pada Anak
Transfusi darah memang merupakan upaya untuk menyelamatkan kehidupan dalam
banyak hal, dalam bidang pediatri misalnya dalam perawatan neonatus prematur, anak dengan
keganasan, anak dengan kelainan defisiensi atau kelainan komponen darah, dan transplantasi
organ. Namun transfusi bukanlah tanpa risiko, meskipun telah dilakukan berbagai upaya untuk
memperlancar tindakan transfusi, namun efek samping, reaksi transfusi, atau infeksi akibat
transfusi tetap mungkin terjadi. Maka bila diingat dan dipahami mengenai keamanannya,
indikasinya perlu diperketat. Apabila memungkinkan, masih perlu dicari alternatif lain untuk
mengurangi penggunaan transfusi darah. Pemberian komponen-komponen darah yang
diperlukan saja lebih dibenarkan dibandingkan dengan pemberian darah lengkap (whole blood).
Prinsip ini lebih ditekankan lagi di bidang ilmu kesehatan anak karena bayi maupun anak
yang sedang tumbuh sebaiknya tidak diganggu sistem imunologisnya dengan pemberian antigen-
antigen yang tidak diperlukan. Prinsip dukungan transfusi darah bagi anak dan remaja serupa
dengan bagi orang dewasa, tetapi neonatus dan bayi mempunyai berbagai aspek khusus.

1 Transfusi Eritrosit
Eritrosit adalah komponen darah yang paling sering ditransfusikan. Eritrosit diberikan
untuk meningkatkan kapasitas oksigen dan mempertahankan oksigenasi jaringan. 1 Transfusi
sel darah merah merupakan komponen pilihan untuk mengobati anemia dengan tujuan utama
adalah memperbaiki oksigenisasi jaringan.2Pada anemia akut, penurunan nilai Hb dibawah 6
g/dl atau kehilangan darah dengan cepat >30% - 40% volume darah, maka umumnya
pengobatan terbaik adalah dengan transfusi sel darah merah(SDM).2,3Pada anemia kronik
seperti thalassemia atau anemia sel sabit, transfusi SDM dimaksudkan untuk mencegah
komplikasi akut maupun kronik. SDM juga diindikasikan pada anemia kronik yang tidak
responsive terhadap obat- obatan farmakologik.5,.1
Transfusi SDM pra- bedah perlu dipertimbangkan pada pasien yang akan menjalani
pembedahan segera (darurat), bila kadar Hb < 6g/dL>Ada juga yang menyebutkan, jika
kadar Hb <10gr/dl,>3Transfusi tukar merupakan jenis transfusi darah yang secara khusus
dilakukan pada neonatus, dapat dilakukan dengan darah lengkap segar, dapat pula dengan sel
darah merah pekat(SDMP) / mampat(SDMM). 4,5

22
Transfusi tukar ini diindikasikan terutama pada neonatus dengan ABO incompatibility
atau hiperbilirubinemia yang tidak memberikan respon adekuat dengan terapi sinar. Indikasi
yang lebih jarang adalah DIC / pengeluaran toksin seperti pada sepsis.
Biasanya satu/ dua volume darah diganti. 3Faktor-faktor lain yang perlu
dipertimbangkan dalam memberikan transfusi selain kadar Hb adalah: (1)Gejala, tanda, dan
kapasitas vital dan fungsional penderita, (2)Ada atau tidaknya penyakit kardiorespirasi atau
susunan saraf pusat, (3)Penyebab dan antisipasi anemia, (4)Ada atau tidaknya terapi
alternatif lain1Pedoman untuk transfusi pada anak dan remaja serupa dengan pada dewasa
(lihat tabel 3.2) Untuk neonatus, tidak ada indikasi transfusi eritrosit yang jelas disepakati,
biasanya, pada neonatus eritrosit diberikan untuk mempertahankan Hb, berdasarkan status
klinisnya4,3
Pilihan produk eritrosit untuk anak dan remaja adalah suspensi standar eritrosit yang
dipisahkan dari darah lengkap dengan pemusingan dan disimpan dalam
antikoagulan/medium pengawet pada nilai hematokrit kira-kira 60%. Dosis biasa adalah 10
15 ml/Kg, tetapi volume transfusi sangat bervariasi, tergantung pada keadaan klinis
(misalnya perdarahan terus menerus atau hemolisis). Untuk neonatus, produk pilihan adalah
konsentrat PRC (Ht 70 90%) yang diinfuskan perlahan-lahan (2 4 jam) dengan dosis kira-
kira 15 ml/KgBB.5
Kebutuhan darah (ml)= BB(kg)x6x(Hb target-Hb tercatat). Dibagian Ilmu Kesehatan
Anak FKUI-RSCM Jakarta, dosis tranfusi didasarkan atas makin anemis seorang resipien,
maka sedikit jumlah darah yang diberikan per et mal dalam suatu seri tranfusi darah dan
makin lambat pula jumlah tetesan yang diberikan, untuk menghindari komplikasi gagal
jantung. Di bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM Jakarta, dosis yang dipergunakan
untuk menaikkan Hb adalah dengan menggunakan modifikais rumus empiris sebagai berikut
:Bila yang digunakan sel darah merah pekat (packed red cells), maka kebutuhannya adalah
2/3 dari darah lengkap, menjadi:

BB (kg) x 4 x (Hb diinginkan - Hb tercatat)


Untuk anemia yang bukan karena perdarahan, maka teknis pemberiannya adalah
dengan tetesan. Makin rendah Hb awal makin lambat tetesannya dan makin sedikit volume
sel darah merah yang diberikan. Jika menggunakan packed red cells untuk anemia, lihat tabel
2.2

23
Tabel 2.2. Dosis PRC untuk transfuse

2 Tranfusi Suspensi Trombosit


Suspensi trombosit dapat diperoleh dari 1 unit darah lengkap segar donor tunggal, atau
dari darah donor dengan cara/ melalui tromboferesis. Komponen ini masih mengandung
sedikit sel darah merah, leukosit, dan plasma. Komponen ini ditransfusikan dengan tujuan
menghentikan perdarahan karena trombositopenia, atau untuk mencegah perdarahan yang
berlebihan pada pasien dengan trombositopenia yang akan mendapatkan tindakan invasive.5

Berikut adalah indikasi transfuse trombosit pada anak dan bayi:

Trombosit <10x109/L dan perdarahan


Trombosit <10x109/L dan prosedur invasif
Trombosit <20x109/L dan kegagalan sumsum tulang dengan faktor risiko
perdarahan tambahan
Defek trombosit kumulatif dan perdarahan atau prosedur invasive

Bayi berusia < 4 bulan

Trombosit <100x109/L dan perdarahan


Trombosit <50x109/L dan prosedur invasif
Trombosit <20x109/L dan secara klinis stabil
Trombosit <100x109/L dan secara klinis tidak stabil

Transfusi trombosit harus diberikan kepada penderita dengan angka trombosit


<50x109/L, jika ada perdarahan atau direncanakan untuk mengalami prosedur invasif.
Penelitian pada penderita trombositopenia dengan gagal sumsum tulang menunjukkan
bahwa perdarahan spontan meningkat tajam jika trombosit turun menjadi <20>9/L. Dengan

24
alasan ini maka banyak dokter anak menganjurkan transfusi trombosit profilaksis untuk
mempertahankan trombosit >20 x109/L pada anak dengan trombositopenia karena gagal
sumsum tulang. Pemberian komponen ini sebagai profilaksis pada pasien tanpa perdarahan
terutama menjadi kontroversi bidang onkologi pediatric. Angka tersebut juga menimbulkan
kontroversi karena banyak ahli memilih transfusi pada batas 5-10x10 9/L untuk penderita
tanpa komplikasi. Meskipun demikian, transfusi dengan komponen ini mutlak diperlukan
oleh pasien leukemia akut yang sedang menjalani kemoterapi, dan mengalami
trombositopenia berat (trombosit <>2 , dengan perkiraan setiap unit trombosit akan dapat
meningkatkan jumlah trombosit sebesar 10.000/m2. 1,2,3
3 Tranfusi Plasma Segar Beku (fresh frozen plasma)
Plasma segar beku adalah bagian cair dari darah lengkap yang dipisahkan kemudian
dibekukan dalam waktu 8 jam setelah pengambilan darah. Hingga sekarang, komponen ini
masih diberikan untuk defisiensi berbagai factor pembekuan. (Bila ada/ tersedia, harus
diberikan factor pembekuan yang spesifik sesuai dengan defisiensinya).3,4
Plasma beku segar ditransfusikan untuk mengganti kekurangan protein plasma yang
secara klinis nyata, dan defisiensi faktor pembekuan II, V, VII, X dan XI. Kebutuhan akan
plasma beku segar bervariasi menurut faktor spesifik yang akan diganti.3
Komponen ini dapat diberikan pada trauma dengan perdarahan hebat atau renjatan
(syok), penyakit hati berat, imunodefisiensi tanpa ketersediaan preparat khusus, dan pada
bayi dengan enteropati disertai kehilangan protein (protein losing enteropathy). Meskipun
demikian, penggunaan komponen ini sekarang semakin berkurang. Dan bila diperlukan,
maka dosisnya 20-40 ml/ kgBB/hari.
Indikasi lain transfusi plasma beku segar adalah sebagai cairan pengganti selama
penggantian plasma pada penderita dengan purpura trombotik trombositopenik atau keadaan
lain dimana plasma beku segar diharapkan bermanfaat, misalnya tukar plasma pada
penderita dengan perdarahan dan koagulopati berat. Transfusi plasma beku segar tidak lagi
dianjurkan untuk penderita dengan hemofilia A atau B yang berat, karena sudah tersedia
konsentrat faktor VIII dan IX yang lebih aman. Plasma beku segar tidak dianjurkan untuk
koreksi hipovolemia atau sebagai terapi pengganti imunoglobulin karena ada alternatif yang
lebih aman, seperti larutan albumin atau imunoglobulin intravena. 1Pada neonatus, transfusi
plasma beku segar memerlukan pertimbangan khusus. Indikasi transfusi plasma beku segar
untuk neonatus meliputi: (1)Mengembalikan kadar eritrosit agar mirip darah lengkap untuk

25
kepentingan transfusi masif, misalnya pada transfusi tukar atau bedah jantung;
(2)Perdarahan akibat defisiensi vitamin K; (3)Koagulasi intravaskuler diseminata (DIC)
dengan perdarahan; (4)Perdarahan pada defisiensi faktor koagulasi kongenital bila terapi
yang lebih spesifik tidak tersedia atau tidak memadai.4

Indikasi transfuse FFP pada bayi, anak dan remaja:

Defisiensi faktor pembekuan darah yang berat dan perdarahan


Defisiensi faktor pembekuan dan prosedur invasif
Pembalikan darurat efek warfarin
Koagulopati pengenceran dan perdarahan
Penggantian protein antikoagulan (antitrombin-III, Protein C, dll)
Cairan pengganti tukar plasma untuk purpura trombotik trombositopenik

4 Konsentrat factor VIII (factor anti hemofilia A)


Komponen ini merupakan preparat kering yang mengandung konsentrat factor VIII,
prokoagulan, yang diperoleh dari kumpulan (pooled) plasma dari sekitar 2000-30.000 donor.
Hasil dimurnikan dengan teknik monoclonal, dan dilakukan penonaktifan virus melalui
misalnya pemanasan (heattreated). Pengemasan dalam botol berisi 250 dan 1.000 unit. Dosis
pemberian sama dengan kriopresipitat. 1,4
5 Kompleks factor IX
Komponen ini disebut juga kompleks protrombin, mengandung factor pembekuan
yang tergantung vitamin K, yang disintesis di hati, seperti factor VII, IX, X, serta protrombin.
Sebagian ada pula yang mengandung proteinC. Komponen ini biasanya digunakan untuk
pengobatan hemofilia B. Kadang diberikan pada hemofilia yang mengandung inhibitor factor
VIII dan pada beberapa kasus defisiensi factor VII dan X. Dosis yang dianjurkan adalah 80-
100 unit/kgBB setiap 24 jam.2,3

6 Albumin
Albumin merupakan protein plasma yang dapat diperoleh dengan cara fraksionisasi
Cohn. Larutan 5% albumin bersifat isoosmotik dengan plasma, dan dapat segera
meningkatkan volume darah. Komponen ini digunakan juga untuk hipoproteinemia (terutama
hipoalbuminemia), luka bakar hebat, pancreatitis, dan neonatus dengan hiperbilirubinemia.
Dosis disesuaikan dengan kebutuhan, misal pada neonatus hiperbilirubinemia perlu 1-
3g/kgBB dalam bentuk larutan albumin 5%.2,5

26
7 Imunoglobulin
Komponen ini merupakan konsentrat larutan materi zat anti dari plasma, dan yang
baku diperoleh dari kumpulan sejumlah besar plasma. Komponen yang hiperimun didapat
dari donor dengan titer tinggi terhadap penyakit seperti varisela, rubella, hepatitisB, atau
rhesus. Biasanya diberikan untuk mengatasi imunodefisiensi, pengobatan infeksi virus
tertentu, atau infeksi bakteri yang tidak dapat diatasi hanya dengan antibiotika dan lain-lain.
Dosis yang digunakan adalah 1-3 ml/kgBB.

II.4Transfusi Darah Autologus


Transfusi jenis ini menggunakan darah pasien sendiri, yang dikumpulkan terlebih dahulu,
untuk kemudian ditransfusikan lagi. Hal ini sebagai pilihan jika pasien memiliki zat anti dan tak
ada satu pun golongan darah yang cocok, juga jika pasien berkeberatan menerima donor orang
lain. Meski demikian, tetap saja tidak lepas sama sekali dari efek samping dan reaksi transfusi
seperti terjadinya infeksi.4,5

II.5 Komplikasi Tranfusi Darah


Tidak semua reaksi transfusi dapat dicegah. Ada langkah-langkah tertentu yang perlu
dilakukan untuk mencegah terjadinya reaksi transfusi, walaupun demikian tetap diperlukan
kewaspadaan dan kesiapan untuk mengatasi setiap reaksi transfusi yang mungkin terjadi. Ada
beberapa jenis reaksi transfusi dan gejalanya bermacam-macam serta dapat saling tumpang
tindih. Oleh karena itu, apabila terjadi reaksi transfusi, maka langkah umum yang pertama kali
dilakukan adalah menghentikan transfusi, tetap memasang infus untuk pemberian cairan NaCl
0,9% dan segera memberitahu dokter jaga dan bank darah.2

1. Reaksi Akut

Reaksi akut adalah reaksi yang terjadi selama transfusi atau dalam 24 jam
setelah transfusi. Reaksi akut dapat dibagi menjadi tiga kategori yaitu ringan, sedang-
berat dan reaksi yang membahayakan nyawa. Reaksi ringan ditandai dengan
timbulnya pruritus, urtikaria dan rash. Reaksi ringan ini disebabkan oleh
hipersensitivitas ringan. Reaksi sedang-berat ditandai dengan adanya gejala gelisah,
lemah, pruritus, palpitasi, dispnea ringan dan nyeri kepala. Pada pemeriksaan fisis
dapat ditemukan adanya warna kemerahan di kulit, urtikaria, demam, takikardia,
kaku otot. Reaksi sedang-berat biasanya disebabkan oleh hipersensitivitas sedang-

27
berat, demam akibat reaksi transfusi non-hemolitik (antibodi terhadap leukosit,
protein, trombosit), kontaminasi pirogen dan/atau bakteri.1 Pada reaksi yang
membahayakan nyawa ditemukan gejala gelisah, nyeri dada, nyeri di sekitar tempat
masuknya infus, napas pendek, nyeri punggung, nyeri kepala, dan dispnea. Terdapat
pula tanda-tanda kaku otot, demam, lemah, hipotensi (turun 20% tekanan darah
sistolik), takikardia (naik 20%), hemoglobinuria dan perdarahan yang tidak jelas.
Reaksi ini disebabkan oleh hemolisis intravaskular akut, kontaminasi bakteri, syok
septik, kelebihan cairan, anafilaksis dan gagal paru akut akibat transfusi.

Hemolisis intravaskular akut


Reaksi hemolisis intravaskular akut adalah reaksi yang disebabkan
inkompatibilitas sel darah merah. Antibodi dalam plasma pasien akan melisiskan sel
darah merah yang inkompatibel. Meskipun volume darah inkompatibel hanya sedikit
(10-50 ml) namun sudah dapat menyebabkan reaksi berat. Semakin banyak volume
darah yang inkompatibel maka akan semakin meningkatkan risiko.
Penyebab terbanyak adalah inkompatibilitas ABO. Hal ini biasanya terjadi akibat
kesalahan dalam permintaan darah, pengambilan contoh darah dari pasien ke tabung
yang belum diberikan label, kesalahan pemberian label pada tabung dan
ketidaktelitian memeriksa identitas pasien sebelum transfusi. Selain itu penyebab
lainnya adalah adanya antibodi dalam plasma pasien melawan antigen golongan darah
lain (selain golongan darah ABO) dari darah yang ditransfusikan, seperti sistem Idd,
Kell atau DuffyJika pasien sadar, gejala dan tanda biasanya timbul dalam beberapa
menit awal transfusi, kadang-kadang timbul jika telah diberikan kurang dari 10 ml.
Jika pasien tidak sadar atau dalam anestesia, hipotensi atau perdarahan yang tidak
terkontrol mungkin merupakan satu-satunya tanda inkompatibilitas transfusi.
Pengawasan pasien dilakukan sejak awal transfusi dari setiap unit darah.

Kelebihan cairan

Kelebihan cairan menyebabkan gagal jantung dan edema paru. Hal ini dapat
terjadi bila terlalu banyak cairan yang ditransfusikan, transfusi terlalu cepat, atau
penurunan fungsi ginjal. Kelebihan cairan terutama terjadi pada pasien dengan
anemia kronik dan memiliki penyakit dasar kardiovaskular.

28
Reaksi anafilaksis

Risiko meningkat sesuai dengan kecepatan transfusi. Sitokin dalam plasma


merupakan salah satu penyebab bronkokonstriksi dan vasokonstriksi pada resipien
tertentu. Selain itu, defisiensi IgA dapat menyebabkan reaksi anafilaksis sangat berat.
Hal itu dapat disebabkan produk darah yang banyak mengandung IgA. Reaksi ini
terjadi dalam beberapa menit awal transfusi dan ditandai dengan syok (kolaps
kardiovaskular), distress pernapasan dan tanpa demam. Anafilaksis dapat berakibat
fatal bila tidak ditangani dengan cepat dan agresif.

Cedera paru akut akibat transfusi (Transfusion-associated acute lung injury =


TRALI)

Cedera paru akut disebabkan oleh plasma donor yang mengandung antibodi yang
melawan leukosit pasien. Kegagalan fungsi paru biasanya timbul dalam 1-4 jam sejak
awal transfusi, dengan gambaran foto toraks kesuraman yang difus. Tidak ada terapi
spesifik, namun diperlukan bantuan pernapasan di ruang rawat intensif.

2. Reaksi Lambat
Reaksi hemolitik lambat
Reaksi hemolitik lambat timbul 5-10 hari setelah transfusi dengan gejala dan
tanda demam, anemia, ikterik dan hemoglobinuria. Reaksi hemolitik lambat yang
berat dan mengancam nyawa disertai syok, gagal ginjal dan DIC jarang terjadi.
Pencegahan dilakukan dengan pemeriksaan laboratorium antibodi sel darah merah
dalam plasma pasien dan pemilihan sel darah kompatibel dengan antibodi tersebut.1,3,4

Purpura pasca transfusi

Purpura pasca transfusi merupakan komplikasi yang jarang tetapi potensial


membahayakan pada transfusi sel darah merah atau trombosit. Hal ini disebabkan
adanya antibodi langsung yang melawan antigen spesifik trombosit pada resipien.
Lebih banyak terjadi pada wanita. Gejala dan tanda yang timbul adalah perdarahan
dan adanya trombositopenia berat akut 5-10 hari setelah transfusi yang biasanya
terjadi bila hitung trombosit <100.000/uL. Penatalaksanaan penting terutama bila
hitung trombosit 50.000/uL dan perdarahan yang tidak terlihat dengan hitung

29
trombosit 20.000/uL. Pencegahan dilakukan dengan memberikan trombosit yang
kompatibel dengan antibodi pasien

Penyakit graft-versus-host
Komplikasi ini jarang terjadi namun potensial membahayakan. Biasanya terjadi
pada pasien imunodefisiensi, terutama pasien dengan transplantasi sumsum tulang;
dan pasien imunokompeten yang diberi transfusi dari individu yang memiliki tipe
jaringan kompatibel (HLA: human leucocyte antigen), biasanya yang memiliki
hubungan darah. Gejala dan tanda, seperti demam, rash kulit dan deskuamasi, diare,
hepatitis, pansitopenia, biasanya timbul 10-12 hari setelah transfusi. Tidak ada terapi
spesifik, terapi hanya bersifat suportif.1,3

Kelebihan besi
Pasien yang bergantung pada transfusi berulang dalam jangka waktu panjang akan
mengalami akumulasi besi dalam tubuhnya (hemosiderosis). Biasanya ditandai
dengan gagal organ (jantung dan hati). Tidak ada mekanisme fisiologis untuk
menghilangkan kelebihan besi. Obat pengikat besi seperti desferioksamin, diberikan
untuk meminimalkan akumulasi besi dan mempertahankan kadar serum feritin <2.000
mg/l.1

Supresi imun
Transfusi darah dapat mengubah sistem imun resipien dalam beberapa cara, dan
hal ini menjadi perhatian karena adanya pendapat yang menyatakan bahwa angka
rekurensi tumor dapat meningkat. Selain itu juga terdapat pendapat yang menyatakan
bahwa transfusi darah meningkatkan risiko infeksi pasca bedah karena menurunnya
respons imun: sampai saat ini, penelitian klinis gagal membuktikan hal ini.1
Busch dkk18 (1993) melakukan randomized trial terhadap 475 pasien kanker
kolorektal. Penelitian membandingkan prognosis antara pasien kanker kolorektal
yang dilakukan transfusi autolog dengan transfusi allogenik. Didapatkan hasil bahwa
risiko rekurensi meningkat secara bermakna pada pasien yang dilakukan transfusi
darah, baik allogenik maupun autolog, bila dibandingkan dengan yang tidak

30
dilakukan transfusi; risiko relatif rekurensi adalah 2,1 dan 1,8; angka tersebut tidak
berbeda bermakna satu dengan yang lain. Jensen dkk19 melakukan penelitian
randomized prospektif terhadap 197 pasien yang akan menjalani operasi elektif
kolorektal. Fungsi sel natural killer diteliti sebelum operasi, tiga, tujuh dan 30 hari
pasca operasi pada 60 pasien. Didapatkan hasil bahwa fungsi sel natural killer
mengalami ketidakseimbangan secara bermakna (p<0,001) sampai 30 hari pasca
operasi pada pasien yang dilakukan transfusi darah lengkap. Data di atas merupakan
satu kasus kuat yang menentang penggunaan transfusi darah lengkap pada pasien
yang akan menjalani operasi kolorektal elektif. Penelitian tentang hubungan antara
transfusi darah perioperatif dan rekurensi tumor padat telah menimbulkan
kontroversi. Analisis pada pasien yang dilakukan transfusi menyatakan bahwa
rekurensi berhubungan dengan transfusi darah lengkap namun tidak demikian halnya
dengan transfusi konsentrat sel darah merah. Analisis selanjutnya dilakukan pada
pasien dengan kanker kolon, rektum, serviks dan prostat untuk menentukan apakah
terdapat perbedaan antara pasien yang menerima darah lengkap, sel darah merah, atau
tidak dilakukan transfusi. Pasien yang menerima 1 unit darah lengkap didapatkan
keluaran yang jauh lebih buruk dibandingkan dengan pasien yang tidak dilakukan
transfusi (p<0,001). Sebaliknya, pasien yang hanya menerima sel darah merah
mengalami rekurensi progresif dan angka kematiannya meningkat sesuai dengan
jumlah transfusi; hal ini menggambarkan adanya hubungan dengan jumlah transfusi.
Berdasarkan analisis multivarian, transfusi darah 3 unit darah lengkap berhubungan
bermakna dengan rekurensi tumor yang lebih cepat (p=0,003) dan kematian akibat
kanker (p=0,02). Transfusi 3 unit konsentrat sel darah merah tidak meningkatkan
risiko rekurensi dibandingkan dengan pasien yang tidak menerima transfusi (p=0,05).
Perbedaan nyata terlihat antara pasien yang menerima beberapa unit sel darah merah
dan dibandingkan dengan pasien yang menerima satu unit darah lengkap, hal tersebut
sesuai dengan hipotesis bahwa transfusi plasma darah simpan menyebabkan rekurensi
tumor lebih awal pada beberapa kasus.20 Agarwal dkk21 (1993) menganalisis data
5.366 pasien yang dirawat di rumah sakit selama >2 hari pada 8 rumah sakit selama 2
tahun untuk menentukan apakah transfusi darah mempengaruhi terjadinya infeksi
setelah trauma. Dinyatakan bahwa insidens infeksi berhubungan bermakna dengan

31
mekanisme cedera. Hasil analisis regresi logistik bertahap menunjukkan bahwa
jumlah darah yang diterima dan skor tingkat keparahan cedera merupakan dua
variabel prediktor infeksi yang bermakna. Meskipun pasien sudah dikelompokkan
berdasarkan derajat keparahan, ternyata angka infeksi meningkat secara bermakna
sesuai dengan jumlah darah yang ditransfusikan. Transfusi darah pada pasien cedera
merupakan variabel prediktor bebas penting akan terjadinya infeksi. Hal ini tidak
dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin atau mekanisme dasar yang mempengaruhi
tingkat keparahan cedera Moore dkk22 dalam penelitian kohort prospektif terhadap
513 pasien trauma yang dirawat di ICU dengan kriteria usia >16 tahun, skor
keparahan trauma >15 dan bertahan hidup >48 jam menyimpulkan bahwa transfusi
darah merupakan faktor risiko untuk terjadinya gagal organ multipel (multiple organ
failure = MOF) yang tidak bergantung pada indeks syok lainnya. Zallen dkk23
melakukan studi kohort prospektif terhadap 63 pasien yang berisiko menderita MOF
pasca trauma untuk mengetahui apakah umur PRC yang ditransfusikan merupakan
faktor risiko timbulnya MOF pasca trauma. Dalam penelitian ini terdapat 23 pasien
yang diidentifikasi menderita MOF dan menerima 6-20 unit PRC dalam 12 jam
pertama setelah trauma. Umur PRC yang ditransfusikan pada 6 jam pertama dicatat
dan dilakukan regresi logistik multipel terhadap pasien yang menderita MOF maupun
tidak. Disimpulkan bahwa umur PRC yang ditransfusikan pada 6 jam pertama
merupakan faktor risiko tidak bergantung (independent) atas terjadinya MOF.

Penyakit Creutzfeldt-Jacob

Pasien yang berisiko terinfeksi penyakit Creutzfeldt-Jacob seperti pasien dengan


riwayat graft durameter atau kornea, injeksi hormon pertumbuhan atau gonadotropin
yang berasal dari otak manusia atau ada riwayat keluarga kandung garis keturunan
pertama yang menderita penyakit Creutzfeldt-Jacob secara permanen tidak boleh
menyumbangkan darah. Hal ini dilakukan meskipun penularan penyakit Creutzfeld-
Jacobs melalui transfusi belum pernah dilaporkan. Riwayat transfusi darah telah
dilaporkan pada 16 dari 202 pasien dengan penyakit Creutzfeldt-Jacob, angka ini
sama dengan yang terdapat pada kelompok kontrol.

Penularan penyakit Infeksi

32
1 Hepatitis virus
Penularan virus hepatitis merupakan salah satu bahaya/ resiko besar
pada transfusi darah. Diperkirakan 5-10 % resipien transfusi darah
menunjukkan kenaikan kadar enzim transaminase, yang merupakan bukti
infeksi virus hepatitis. Sekitar 90% kejadian hepatitis pasca transfusi
disebabkan oleh virus hepatitis non A non B. Meski sekarang ini sebagian besar
hepatitis pasca transfusi ini dapat dicegah melalui seleksi donor yang baik dan
ketat, serta penapisan virus hepatitis B dan C, kasus tertular masih tetap terjadi.
Perkiraan resiko penularan hepatitis B sekitar 1 dari 200.000 dan hepatitis C
lebih besar yaitu sekitar 1:10.000. 2,3
2 AIDS (Acquired Immune Deficiency syndrome)
Penularan retrovirus HIV telah diketahui dapat terjadi melalui transfusi
darah, yaitu dengan rasio 1:670.000, meski telah diupayakan penyaringan
donor yang baik dan ketat.
3 Infeksi CMV
Penularan CMV terutama berbahaya bagi neonatus yang lahir premature
atau pasien dengan imunodefisiensi. Biasanya virus ini menetap di leukosit
danor, hingga penyingkiran leukosit merupakan cara efektif mencegah atau
mengurangi kemungkinan infeksi virus ini. Transfusi sel darah merah rendah
leukosit merupakan hal terbaik mencegah CMV ini.2,3

Pencemaran oleh bakteri juga mungkin terjadi saat pengumpulan darah yang akan
ditransfusikan. Pasien yang terinfeksi ini dapat mengalami reaksi transfusi akut, bahkan sampai
mungkin renjatan. Keadaan ini perlu ditangani seperti pada RTHA ditambah dengan pemberian
antibiotic yang adekuat.

33
BAB III

RINGKASAN

1 Transfusi darah adalah suatu rangkaian proses pemindahan darah donor ke dalam
sirkulasi darah resipien sebagai upaya pengobatan, pemikiran dasar pada transfusi
adalah cairan intravaskuler dapat diganti atau disegarkan dengan cairan pengganti yang
sesuai dari luar tubuh.
2 Peran penting darah adalah
a Sebagai organ transportasi, khususnya oksigen (O2), yang dibawa dari paru-paru dan
diedarkan ke seluruh tubuh dan kemudian mengangkut sisa pembakaran (CO2) dari
jaringan untuk dibuang keluar melalui paru-paru.
b Sebagai orgam pertahanan tubuh (imunologik), khususnya dalam menahan invasi
berbagai jenis mikroba pathogen dan antigen asing.
c Peranan darah dalam menghentikan perdarahan (mekanisme homeostasis) sebagai
upaya untuk mempertahankan volume darah apabila terjadi kerusakan pada pembuluh
darah.

3 Tujuan transfusi darah adalah:

(1)mengembalikan dan mempertahankan volume yang normal peredaran darah,


(2)mengganti kekurangan komponen seluler atau kimia darah, (3)meningkatkan
oksigenasi jaringan, (4)memperbaiki fungsi homeostasis, (5)tindakan terapi khusus.

4 Untuk skrining donor darah yang aman:

Pemeriksaan harus dilakukan secara individual (tiap individual bag atau satu unit
plasma) dan tidak boleh dilakukan secara pooled plasma.
Jenis pemeriksaan yang digunakan sesuai dengan standard WHO, dalam hal ini
meliputi pemeriksaan atas sifilis, hepatitis B, hepatitis C dan HIV.
Metode tes dapat menggunakan Rapid test, Automated test maupun ELISA hanya
bila sensitivitasnya >99%.
5 Beberapa faktor spesifik yang perlu menjadi pertimbangan transfuse adalah:
Pasien dengan riwayat menderita penyakit kardiopulmonal perlu
transfusi pada batas kadar Hb yang lebih tinggi

34
Volume darah yang hilang selama masa perioperatif baik pada operasi
darurat maupun elektif, dapat dinilai secara klinis dan dapat dikoreksi
dengan penggantian volume yang tepat.
Konsumsi oksigen, dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor penyebab
antara lain adalah demam, anestesia dan menggigil. Jika kebutuhan
oksigen meningkat maka kebutuhan untuk transfusi sel darah merah juga
meningkat.
6 Indikasi tiap sediaan darah untuk transfuse berbeda-beda
Sel darah merah
Transfusi sel darah merah hampir selalu diindikasikan pada kadar Hemoglobin
(Hb) <7 g/dl, terutama pada anemia akut. Transfusi dapat ditunda jika pasien
asimptomatik dan/atau penyakitnya memiliki terapi spesifik lain, maka batas
kadar Hb yang lebih rendah dapat diterima.
Transfusi sel darah merah dapat dilakukan pada kadar Hb 7-10 g/dl apabila
ditemukan hipoksia atau hipoksemia yang bermakna secara klinis dan
laboratorium.
Transfusi tidak dilakukan bila kadar Hb 10 g/dl, kecuali bila ada indikasi
tertentu, misalnya penyakit yang membutuhkan kapasitas transport oksigen lebih
tinggi (contoh: penyakit paru obstruktif kronik berat dan penyakit jantung iskemik
berat).
Transfusi pada neonatus dengan gejala hipoksia dilakukan pada kadar Hb 11
g/dL; bila tidak ada gejala batas ini dapat diturunkan mencapai 7 g/dL (seperti
pada anemia bayi prematur). Jika terdapat penyakit jantung atau paru atau yang
sedang membutuhkan suplementasi oksigen batas untuk dilakukan transfusi
adalah Hb 13 g/dL.
Trombosit
Trombosit diberikan untuk mengatasi perdarahan pada pasien dengan
trombositopenia bila hitung trombosit <50.000/uL, bila terdapat perdarahan
mikrovaskular difus batasnya menjadi <100.000/uL. Pada kasus DHF dan DIC
supaya merujuk pada penatalaksanaan masing-masing.
Profilaksis dilakukan bila hitung trombosit <50.000/uL pada pasien yang akan
menjalani operasi, prosedur invasif lainnya atau sesudah transfusi masif.
Pasien dengan kelainan fungsi trombosit yang mengalami perdarahan.

35
Plasma beku segar
Mengganti defisiensi faktor IX (hemofilia B) dan faktor inhibitor koagulasi baik
yang didapat atau bawaan bila tidak tersedia konsentrat faktor spesifik atau
kombinasi.
Neutralisasi hemostasis setelah terapi warfarin bila terdapat perdarahan yang
mengancam nyawa.
Adanya perdarahan dengan parameter koagulasi yang abnormal setelah transfusi
masif atau operasi pintasan jantung atau pada pasien dengan penyakit hati.
Kriopresipitat
Profilaksis pada pasien dengan defisiensi fibrinogen yang akan menjalani
prosedur invasif dan terapi pada pasien yang mengalami perdarahan.
Pasien dengan hemofilia A dan penyakit von Willebrand yang mengalami
perdarahan atau yang tidak responsif terhadap pemberian desmopresin asetat atau
akan menjalani operasi.
7 Prinsip dukungan transfusi darah bagi anak dan remaja serupa dengan bagi orang
dewasa, tetapi neonatus dan bayi mempunyai berbagai aspek khusus.

8 Reaksi akut adalah reaksi yang terjadi selama transfusi atau dalam 24 jam setelah
transfusi. Reaksi akut dapat dibagi menjadi tiga kategori yaitu ringan, sedang-berat dan
reaksi yang membahayakan nyawa. Reaksi ringan ditandai dengan timbulnya pruritus,
urtikaria dan rash. Reaksi ringan ini disebabkan oleh hipersensitivitas ringan. Reaksi
sedang-berat ditandai dengan adanya gejala gelisah, lemah, pruritus, palpitasi, dispnea
ringan dan nyeri kepala

9 Reaksi lambat adalah reaksi yang timbul 5-10 hari setelah transfuse. Adapun yang
trmasuk reaksi lambat adalah reaksi hemolitik lambat, purpura pasca transfuse,
Penyakit graft-versus-host, kelebihan besi, supresi imun, bahkan bisa terjadi penularan
infeksi baik virus, bakteri maupun parasit.

Transfusi darah merupakan bentuk terapi yang dapat menyelamatkan jiwa. Berbagai
bentuk upaya telah dan hampir dapat dipastikan akan dilaksanakan, agar transfusi menjadi
makin aman, dengan resiko yang makin kecil. Meskipun demikian, transfusi darah belum
dapat menghilangkan secara mutlak resiko dan efek sampingnya. 3 Untuk itulah indikasi
transfusi haruslah ditegakkan dengan sangat hati- hati, karena setiap transfusi yang tanpa

36
indikasi adalah suatu kontraindikasi. Maka untuk memutuskan apakah seorang pasien
memerlukan transfusi atau tidak, harus mempertimbangkan keadaan pasien menyeluruh.
Pada pemberian transfusi sebaiknya diberikan komponen yang diperlukan secara spesifik
untuk mengurangi resiko terjadinya reaksi transfusi. Indikasi untuk pelaksanaan transfusi
didasari oleh penilaian secara klinis dan hasil pemeriksaan laboratorium.3

DAFTAR PUSTAKA

1. WHO. The clinical use of blood: handbook. Geneva, 2002. Didapat dari URL:
http://www.who.int/bct/Main_areas_of_work/Resource_Centre/CUB/English/Handbo
ok.pdf.
2. The transfusion trigger updated: current indication for red cell therapy. Blood Bulletin
2003;6. Didapat dari: URL: http://www.psbc.org
3. Sudarmanto B, Mudrik T, AG Sumantri, Transfusi Darah dan Transplantasi dalam
Buku Ajar Hematologi- Onkologi Anak, 2005, Jakarta, Balai Penerbit IDAI, halaman:
217-225

37
4. Hoffbrand, A.V. Kapita selekta Hematologi; oleh A.V Hoffbrand dan J.E. Pettit; alih
bahasa, Iyan Darmawan. Ed.2.-Jakarta:EGC 1996
5. Strauss RG, Transfusi Darah dan Komponen Darah, dalam Nelson Ilmu Kesehatan
Anak (Nelson Textbook of Pediatrics), 1996, Jakarta, EGC, volume 2, Edisi 15,
halaman: 1727-1732

38

You might also like