You are on page 1of 24

BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN FEBRUARI 2017


UNIVERSITAS PATTIMURA

TERAPI OKSIGEN HIPERBARIK PADA STROKE

Disusun oleh:
1. Deandles Wattimury (2009-83-022)
2. Ditta Septia Wulandari (2009-83-040)

Pembimbing I : Letkol Laut (K) dr. Hisnindarsyah, SE., M.Kes


Pembimbing II : dr. Andika Agus Artanto
Pembimbing III : dr. Irwasyah

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
RUMKITAL DR. F. X. SUHARDJO LANTAMAL IX AMBON
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2017
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

1
Stroke adalah gangguan fungsional otak fokal maupun global akut, lebih
dari 24 jam, berasal dari gangguan aliran darah otak dan bukan disebabkan oleh
gangguan tumor otak, stroke sekunder karena trauma maupun infeksi.
Stroke dengan defisit neurologis yang terjadi tiba-tiba dapat disebabkan
oleh iskemia atau perdarahan otak. Stroke iskemik disebabkan oleh oklusi
pembuluh darah otak yang menyebabkan turunnya suplai oksigen dan glukosa ke
bagian otak yang mengalami oklusi. Oklusi dapat berupa trombus, embolus, atau
tromboembolus, yang menyebabkan hipoksia sampai anoksia pada salah satu
daerah percabangan pembuluh darah di otak tersebut.
Kemajuan ilmu pengetahuan dalam bidang kedokteran menghasilkan
sejumlah metode-metode baru dalam upaya penyembuhan penyakit. Salah satu
diantaranya adalah terapi oksigen hiperbarik. Sejarah awal terapi oksigen
hiperbarik berkaitan dengan dunia penyelaman (diving). Hiperbarik adalah terapi
oksigen dengan menggunakan tekanan yang tinggi. Pada awalnya terapi oksigen
hiperbarik hanya digunakan untuk mengobati decompression sickness yaitu suatu
penyakit dalam ilmu kesehatan penyelaman. Seiring dengan berjalannya waktu,
terapi oksigen hiperbarik berkembang fungsinya untuk terapi bermacam-macam
penyakit, salah satunya stroke. Mengetahui besarnya manfaat terapi oksigen
hiperbarik dalam penyembuhan penyakit diatas, maka tenaga kesehatan
khususnya di bidang kedokteran dirasakan perlu untuk mengenal dan memahami
manfaat terapi oksigen hiperbarik.
Rumah Sakit Angkatan Laut (RSAL) Dr.F.X Suhardjo merupakan rumah
sakit TNI-AL di Provinsi Maluku yang merupakan satu-satunya rumah sakit yang
dilengkapi dengan fasilitas Ruang Udara Bertekanan Tinggi (RUBT) untuk terapi
oksigen Hiperbarik. Dengan adanya fasilitas ini sudah banyak sekali kasus yang
diterapi dengan Hiperbarik oksigen termasuk penyakit akibat menyelam dan
penyakit lainnya seperti stroke.
BAB II
LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien

2
Nama : Tn. JN
Umur : 74 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Swasta
Agama : Kristen
Status : Menikah
Alamat : Tanah tinggi
Tanggal masuk RS : 13 Februari 2017
Tanggal pemeriksaan : 14 Februari 2017

B. Anamnesis (Autoanamnesis)
1. Keluhan utama
Lemah badan kanan
2. Anamnesis terpimpin
Anamnesis sistematis
Pasien datang dengan keluhan lemah badan kanan yang dialami 5
bulan SMRS. Awalnya pasien merasa berat pada anggota gerak dan
lama- kalamaan semakin sulit digerakan. Pasien mengaku tidak merasa
keram, tebal ataupun nyeri pada bagian tubuh yang lemah. Pasien juga
mengatakan pernah mengalami kesulitan berbicara, tapi dalam
beberapa bulan keluhan membaik. Keluhan ini mulai dirasakan pasien
setelah 1 bulan semenjak kematian istri pasien. Keluhan disertai
kesulitan tidur, mual-muntah (-), nyeri kepala (-), pusing (-).BAB/
BAK lancar normal.
Riwayat pengobatan: Pasien pernah berkonsultasi di Spesialis saraf
dan beberapa kali melakukan fisioterapi.
Riwayat penyakit dahulu : Hipertensi, DM, Asma, disangkal.
Riwayat penyakit keluarga: tidak ada keluarga pasien yang mengalami
keluhan yang sama.
Riwayat kebiasaan: Merokok (+), Minum alcohol (+).
C. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Tampak sakit sedang

3
Status gizi : Kesan baik
Kesadaran : Kompos mentis (GCS E4M6V5)
Tanda Vital
Tekanan darah :130/80 mmHg
HR : 80 x/menit, regular
Pernapasan : 18x/menit
Suhu : 36,5 C

1. Kepala : Bentuk normosefal, wajah simetris, deformitas (-)


a. Mata : Eksoftalmus (-), endoftalmus (-), ptosis (-), refleks kornea
(+/+), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-).
b. Telinga : Pendengaran kesan normal, tofi (-/-), deformitas (-),
serumen (-/-), nyeri tekan prosesus mastoideus (-/-).
c. Hidung : Rinorea (-/-), deformitas (-), deviasi septum nasal (-),
pernafasan cuping hidung (-).
d. Mulut : Bibir pucat (-), perdarahan gusi (-), tonsil T1-T1, faring
normal, hiperemis (-), lidah bersih. Leher : Pembesaran kelenjar
getah bening (-), pembesaran kelenjar gondok (-).
2. Dada
a. Paru
a.Inspeksi ; Gerakan napas simetris (kiri-kanan), bentuk simetris,
venektasi (-), pelebaran sela iga (-), benjolan (-), jaringan parut
(-).
b. Palpasi : tidak ada pergeseran trakea, nyeri tekan (-),
fremitus taktil normal (tidak meningkat maupun berkurang).
c.Perkusi: paru kiri dan kanan sonor, batas bawah paru belakang
setinggi torakal X dan batas kanan lebih tinggi 1 jari dari batas
kiri.
d. Auskultasi : Bunyi pernapasan : vesikuler kiri-kanan.
Bunyi tambahan : ronki -/-, wheezing -/-
b. Jantung
a.Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat.
b. Palpasi : Iktus kordis teraba pada ICS V sejajar
midklavikula sinistra, kuat angkat (+), thrill (-).

4
c.Perkusi : Pinggang jantung di ICS III dekstra, batas jantung di
linea sternalis dekstra, batas kiri jantung di linea midklavikula
sinistra.
d. Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni regular normal,
murmur (-), gallop (-) Perut.
3. Abdomen
a. Inspeksi : Datar, supel, jaringan parut (-)
b. Palpasi : Nyeri tekan (-), hepatomegali (-), splenomegali (-).
c. Perkusi : Timpani.
d. Auskultasi : Peristaltik usus normal 6 kali/menit
4. Punggung
a. Inspeksi : Skoliosis (-), lordosis (-), kifosis (-), massa (-)
b. Palpasi : Nyeri tekan (-).
c. Nyeri ketok : CVA (-/-)
d. Auskultasi : Vesikuler.
e. Gerakan : Simetris kiri kanan
5. Alat genitalia : Tidak Diperiksa
6. Anus dan rektum : Tidak Diperiksa
7. Ekstremitas : Edema (-/-), akral hangat, sianosis (-/-), atrofi otot (-/-),
deformitas (-).

D. Pemeriksan Neurologis
Pemeriksaan nervus kranialis
1. N. I (Olfactorius)
Dextra Sinistra Keterangan
Daya pembau Normal Normal

2. N. II (Opticus)
Dextra Sinistra Keterangan
Ketajaman penglihatan Normal Normal
Lapangan pandang Normal Normal
Funduskopi Tidak diperiksa

3. N. III, IV, VI
Dextra Sinistra Keterangan
Celah kelopak Normal Normal
mata
Ptosis (-) (-)

5
Eksoftalmus (-) (-)
Ptosis bola mata (-) (-)
Pupil
Ukuran/bentuk 3 mm/bulat 3 mm/bulat
Isokor/anisokor Isokor Isokor
Refleks cahaya +/+ +/+
langsung/tak
langsung
Refleks akomodasi Normal Normal
Gerakan bola mata
(-) (-)
Parese ke arah
(-) (-)
Nistagmus
4. N. V (Trigeminus)
Dextra Sinistra Keteranga
n
Sensibilitas
Normal Normal
NV1
Normal Normal
NV2 Normal Normal
NV3
Motorik
Inspeksi/palpasi Simetris Simetris
(Istirahat/menggigit)
Refleks dagu/masseter Normal Normal
Refleks kornea + +

5. N. VIII (Vestibulokoklearis)
Dextra Sinistra Keterangan
Pendengaran Normal Normal
Test rinne/weber tidak dilakukan
Tes Swabach tidak dilakukan
Fungsi vestibuler tidak dilakukan

6. N. IX (Glosofaringeus)
Dextra Sinistra Keterangan
Arkus faring Normal Normal
Daya perasa Normal Normal

7. N. X (Vagus)
Dextra Sinistra Keterangan

6
Arkus faring Normal Normal
Dysfonia - -

8. N. XI (Aksesorius)
Dextra Sinistra Keterangan
Memalingkan kepala Normal Normal
dengan/tanpa tahanan
Angkat bahu 3 5

9. N.XII (Hipoglosus):
Dextra Sinistra Keterangan
Deviasi lidah (-) (-)
Atrofi (-) (-)
Tremor (-) (-)
Ataksia (-) (-)

Pemeriksaaan Motorik
Dextra sinistra Keterangan
Ekstremitas Atas.
Kekuatan
Distal 3 5
Proksimal 3 5
Tonus Normal Normal
Trofi Eutrofi Eutrofi
Ger. Involunter - -
Ekstremitas Bawah
Kekuatan
Distal 4 5
Proksimal 4 5
Tonus Normal Normal
Trofi Eutrofi Eutrofi
Ger. Involunter - -

Pemeriksaan Sensorik

7
Dextra sinistra Keterangan
Raba + +
Nyeri + +
Suhu + +

E. Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan

F. Diagnosis Kerja
Hemiparesa dextra ec. Suspect stroke iskemik.

G. Penatalaksanaan
- Rencana 1 sesi HBOT berdasarkan tabel klinis Kind Wall modifikasi
Guritno.
- Konsul Neurologi
- Konsul fisioterapi

H. Prognosis
Ad fungsionam : Dubia
Ad sanasionam : Dubia
Ad vitam : Bonam

I. Follow up
Tanggal/Jam Hasil Pemeriksaan, Analisa, Dan Tindak Lanjut
Catatan Perkembangan
S (Subjektif), O (Objektif), A P (Planning)
(Assessment)
14/02/2017 S: lemah badan kanan (+), - HBOT (Hari ke 2)
susah tidur (+). tabel klinis Kind Wall
O: GCS : E4M6V5 modifikasi Guritno.
- Konsul Sp.S
TD : 130/80 mmHg
HR : 80 x/menit

8
P: 18 x/menit
S: 36,60C
Motorik :
Ekstremitas Atas.
Kekuatan
Distal : D : 3, S: 5
Proksimal : D : 3, S: 5
Kekuatan mengankat bahu :
tidak simetris
D : 3, S: 5
Ekstremitas Bawah.
Kekuatan
Distal : D : 4, S: 5
Proksimal : D : 4, S: 5
Sensorik :
Raba : +/+
Nyeri : +/+
15/02/2017 S: lemah badan kanan (+), - HBOT (Hari ke 3)
susah tidur (+). tabel klinis Kind Wall
O: GCS : E4M6V5 modifikasi Guritno.
TD : 130/70 mmHg
HR : 74 x/menit
P: 18 x/menit
S: 36,50C
Motorik :
Ekstremitas Atas.
Kekuatan
Distal : D : 3, S: 5
Proksimal : D : 3, S: 5
Kekuatan mengankat bahu :
tidak simetris

9
D : 3, S: 5
Ekstremitas Bawah.
Kekuatan
Distal : D : 4, S: 5
Proksimal : D : 4, S: 5
Sensorik :
Raba : +/+
Nyeri : +/+
16/02/2017 S: lemah badan kanan (+), - HBOT (Hari ke 4)
susah tidur (+) berkurang. tabel klinis Kind Wall
O: GCS : E4M6V5 modifikasi Guritno.
TD : 140/80 mmHg
HR : 80 x/menit
P: 18 x/menit
S: 36,50C
Motorik :
Ekstremitas Atas.
Kekuatan
Distal : D : 3, S: 5
Proksimal : D : 3, S: 5
Kekuatan mengankat bahu :
tidak Simetris
D : 4, S: 5
Ekstremitas Bawah.
Kekuatan
Distal : D : 4, S: 5
Proksimal : D : 4, S: 5
Sensorik :
Raba : +/+
Nyeri : +/+

10
BAB III
DISKUSI

Pasien laki-laki umur 74 tahun datang Pasien datang dengan keluhan


lemah badan kanan yang dialami 5 bulan SMRS. Awalnya pasien merasa berat
pada anggota gerak dan lama- kalamaan semakin sulit digerakan. Pasien mengaku
tidak merasa keram, tebal ataupun nyeri pada bagian tubuh yang lemah. Pasien
juga mengatakan pernah mengalami kesulitan berbicara, tapi dalam beberapa
bulan keluhan membaik. Keluhan ini mulai dirasakan pasien setelah 1 bulan
semenjak kematian istri pasien. Keluhan disertai kesulitan tidur, : Pasien pernah
berkonsultasi di Spesialis saraf dan beberapa kali melakukan fisioterapi. Pada
pemeriksaan fisik ditemuan kesadaran kompos mentis, GCS E4V5M6. Tekanan
darah 130/80 mmHg, nadi 80 x/menit, pernapasan 18x/menit, suhu 36,50C.

11
kekuatan motorik ekstermitas atas kanan (3) dan kiri (5), ekstremitas bawah
Kanan (4) dan kiri (5). Daya angkat bahu kanan (4) dan kiri (5). Pada pasien tidak
dilakukan pemeriksaan penunjang.

A. STROKE
a. Defenisi
Stroke adalah gangguan fungsional otak fokal maupun global akut, lebih
dari 24 jam, berasal dari gangguan aliran darah otak dan bukan disebabkan oleh
gangguan peredaran darah otak sepintas, tumor otak, stroke sekunder karena
trauma maupun infeksi

b. Klasifikasi

Stroke diklasifikasikan sebagai berikut:4


1. Berdasarkan kelainan patologis
a. Stroke hemoragik
1) Perdarahan intrasereberal
2) Perdarahan ekstrasereberal

b. Stroke non hemoragik


1) Stroke akibat trombosis sereberi
2) Emboli sereberi

c. Faktor Risiko
Faktor resiko stroke dapat dibedakan menjadi faktor resiko yang bisa
dikendalikan dan tidak dapat dikendalikan.5
Tabel 1. Faktor resiko stroke.5
Tidak bisa
Bisa dikendalikan
dikendalikan

Hipertensi Umur
Merokok Jenis kelamin
Diabetes Herediter

12
Fibrilasi atrium Ras
Stenosis karotis asimtomatik
Terapi hormon pasca menopause
Kontrasepsi oral
Inaktivitas fisik
Obesitas
Penyakit kardiovaskuler (penyakit jantung
koroner dan pembuluh darah tepi)

d. Etiologi
Stroke iskemik dapat disebabkan tiga antara lain: kelainan vaskular,
kelainan jantung, dan kelainan darah.6

Tabel 2. Etiologi stroke iskemik.6

Hipertensi, khususnya yang tidak terkontrol merupakan penyebab utama


perdarahan intrasereberal. Penyebab lain adalah pecahnya aneurisma, malformasi
arterivena, angioma kavernosa, alkoholisme, diskrasia darah, terapi antikoagulan,
dan angiopati amiloid. Sedangkan perdarahan subaraknoid, sebagian besar kasus
disebabkan oleh pecahnya aneurisma pada percabangan arteri-arteri besar.
Penyebab lain adalah malformasi arteri-vena atau tumor.

e. Tanda dan gejala

13
Serangan stroke jenis apapun akan menimbulkan defisit neurologis yang
bersifat akut. Hal ini meliputi :1
Hemidefisit motorik
Hemidefisit sensorik
Penurunan kesadaran
Kelumpuhan nervus fasialis (VII) dan hipoglosus (XII) yang bersifat sentral
Gangguan fungsi luhur seperti kesulitan berbahasa (afasia) dan gangguan
fungsi intelektual (demensia).

f. Patofisiologi
Pada stroke iskemik turunnya aliran darah fokal akan mengganggu
metabolisme dan fungsi neuron. Iskemik neuron adalah proses biokimia aktif
yang berkembang dengan berjalannya waktu. Berkurangnya kadar oksigen dan
glukosa menyebabkan berkurangnya energi yang diperlukan untuk memelihara
potensial membran dan gradien ion transmembran. Kalium akan bocor keluar dari
dalam sel yang akan menyebabkan depolarisasi dan selanjutnya menyebabkan
masuknya ion kalsium ke dalam sel dan juga menstimulasi pelepasan glutamat.
Aktivitas glutamat pada celah sinaps menstimulasi reseptor asam amino
eksitatorik yang akan berpasangan dengan kanal kalsium dan natrium. Hal ini
akan menghasilkan masuknya natrium pada neuron post sinaps dan dendrit yang
akan menyebabkan depolarisasi dan edema sitotoksik. Asidosis memiliki
kontribusi terhadap overload kalsium dengan cara mengaktivasi kanal ion yang
sensitif kondisi asam. Influks kalsium akan menyebabkan aktivasi enzim yang
tergantung kalsium seperti protease, lipase, dan nuklease dimana enzim ini dan
produk metaboliknya seperti eicosanoids dan sitoskeleton menyebabkan kematian
sel.2
Bila terjadinya iskemik inkomplit maka sel tersebut akan hidup lebih lama
seperti yang ada pada sekitar infark yang disebut sebagai area penumbra. Terdapat
berbagai proses biologi yang menyebabkan kematian sel neuron di area ini. Proses
ini antara lain kematian sel terprogram (apoptosis). Apoptosis dapat terjadi oleh
aktivasi protein famili Bcl-2 dan caspase. Apabila aliran darah pada daerah

14
iskemik membaik sebelum terjadi kerusakan yang ireversibel, maka gejala dapat
timbul dalam beberapa saat, namun bila hal ini menyebabkan iskemik jaringan
otak ireversibel, maka defisit neurologis yang terjadi akan menetap.2
Pada stroke perdarahan intrasereberal terbentuk hematom, edema otak
vasogenik terbentuk disekitar clot dan secara osmotik serum protein secara aktif
keluar dari hematom. Pada pasien dengan hipertensi, darah berasal dari bifurcatio
arteri yang kecil dan bercabang-cabang yang mengalami skar dan degenerasi.2

Gambar 1. Efek dari Perfusi otak yang abnormal 7

g. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan dalam penatalaksanaan stroke
akut yaitu : 5

Pemeriksaan standar
- CT scan kepala (atau MRI)
- EKG
- Kadar gula darah
- Elektrolit serum
- Tes faal ginjal
- Darah lengkap
- Faal Hemostasis
Pemeriksaan lain
- Foto thoraks

15
- Tes faal hati
- Saturasi oksigen, analisa gas darah
- Kadar alkohol dalam darah

h. Penatalaksanaan
1. Stadium hiperakut
Tindakan pada stadium ini dilakukan di IRD dan merupakan tindakan
resusitasi serebro-kardio-pulmonal bertujuan agar kerusakan jaringan otak
tidak meluas. Pada stadium ini, pasien diberi oksigen 2 liter/menit dan cairan
kristaloid/koloid; hindari pemberian cairan dekstrosa atau salin dalam H2O.1
Dilakukan pemeriksaan CT Scan otak, EKG, foto toraks, darah perifer
lengkap dan jumlah trombosit, protrombin time/INR, APTT, glukosa darah,
kimia darah (termasuk elektrolit); jka hipoksia, dilakukan analisis gas darah.1
Tindakan lain di IRD adalah memberikan dukungan mental kepada
pasien serta memberikan penjelasan pada keluarganya agar tetap tenang.1
2. Stadium akut
Pada stadium ini, dilakukan penanganan faktor-faktor etiologik
maupun penyulit. Juga dilakukan tindakan terapi fisik, okupasi, wicara dan
psikologis serta telaah sosial untuk membantu pemulihan pasien. Penjelasan
dan edukasi kepada keluarga pasien perlu, menyangkut dampak stroke
terhadap pasien dan keluarga serta tata cara perawatan pasien yang dapat
dilakukan keluarga.1
Stroke iskemik
Terapi umum
Letakkan kepala pasien pada posisi 30, kepala dan dada pada satu
bidang; ubah posisi tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap bila
hemodinamik mulai stabil. Selanjutnya bebaskan jalan napas, beri oksigen
1-2 liter/menit sampai didapatkan hasil analisis gas darah. Jika perlu,
dilakukan intubasi. Demam diatasi dengan kompres dan antipiretik,
kemudian dicari penyebabnya; jika kandung kemih penuh, dikosongkan
(sebaiknya dengan kateter intermiten).1

16
Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid atau koloid
1500-2000mL dan elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan mengandung
glukosa atau salin isotonik. Pemberian nutrisi per oral hanya jika fungsi
menelannya baik; jika didapatkan gangguan menelan atau kesadaran
menurun, dianjurkan melalui slang nasogastrik.1
Kadar gula darah > 150 mg% harus dikoreksi sampai batas gula
darah sewaktu 150 mg% dengan insulin drip intravena kontinu selama 2-3
hari pertama. Hipoglikemia (kadar gula darah < 60 mg% atau < 80 mg%
dengan gejala) diatasi segera dengan dekstrosa 40% iv sampai kembali
normal dan harus dicari penyebabnya.1
Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian obat-
obatan sesuai gejala. Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan, kecuali
bila tekanan sistolik 220 mmHg, diastolic 120 mmHg, MAP 130
mmHg (pada 2 kali pengukuran dengan selang waktu 30 menit), atau
didapatkan infark miokard akut, gagal jantung kongestif serta gagal ginjal.
Penurunan tekanan darah maksimal adalah 20%, dan obat yang
direkomendasikan: natrium nitroprusid, penyekat reseptor alfa-beta,
penyekat ACE, atau antagonis kalsium.1
Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan sistolik 90 mmHg, diastolik
70 mmHg, diberi NaCl 0,9% 250 mL selama 1 jam, dilanjutkan
500mL selama 8 jam atau sampai hipotensi dapat diatasi. Jika belum
terkoreksi, yaitu tekanan darah sistolik masih < 90 mmHg, dapat diberi
dopamin 2-20g/kg/menit sampai tekanan darah sistolik 110 mmHg.1
Jika kejang, diberi diazepam 5-20 mg iv pelan-pelan selama 3
menit, maksimal 100 mg per hari; dilanjutkan pemberian antikonvulsan
per oral (fenitoin, karbamazepin). Jika kejang muncul setelah 2 minggu,
diberikan antikonvulsan peroral jangka panjang.1
Jika didapatkan tekanan intrakranial meningkat, diberi manitol
bolus intravena 0,25 sampai 1 gr/kgBB per menit, dan jika dicurigai
fenomena rebound atau keadaan umum memburuk, dilanjutkan 0,25
g/kgBB per 30 menit setiap 6 jam selama 3-5 hari. Harus dilakukan

17
pemantauan osmolalitas (<320 mmol); sebagai alternatif, dapat diberika
larutan hpertonik (NaCl 3%) atau furosemid.1

Terapi khusus
Ditujukan untuk reperfusi dengan pemberian antiplatelet seperti
aspirin dan antikoagulan, atau yang dianjurkan dengan trombolitik rt-PA
(recombinant tissue Plasminogen Activator). Dapat juga diberi agen
neuroproteksi, yaitu citicoline atau piracetam (jika didapatkan afasia).1

B. Terapi Oksigen Hiperbarik


Terapi oksigen hiperbarik (HBOT) adalah terapi medis dimana pasien
dalam suatu ruangan menghisap oksigen tekanan tinggi (100%) atau pada tekanan
barometer tinggi (hyperbaric chamber). Kondisi lingkungan dalam HBOT
bertekanan udara yang lebih besar dibandingkan dengan tekanan di dalam
jaringan tubuh (1 ATA). Keadaan ini dapat dialami oleh seseorang pada waktu
menyelam atau di dalam ruang udara yang bertekanan tinggi (RUBT) yang
dirancang baik untuk kasus penyelaman maupun pengobatan penyakit klinis.
Individu yang mendapat pengobatan HBOT adalah suatu keadaan individu yang
berada di dalam ruangan bertekanan tinggi (>1 ATA) dan bernafas dengan oksigen
100%. Tekanan atmosfer pada permukaan air laut sebesar 1 atm. Setiap penurunan
kedalaman 33 kaki, tekanan akan naik 1 atm. Efek fisiologis dapat dijelaskan
melalui mekanisme oksigen yang terlarut plasma. Pengangkutan oksigen ke
jaringan meningkat seiring dengan peningkatan oksigen terlarut dalam plasma.
Bahkan, kian populernya khasiat dan manfaat terapi ini, pemakaiannya telah
semakin meluas sebagai terapi kebugaran tubuh serta untuk kecantikan sebagai
terapi yang bertujuan memberikan efek tampil awet muda.8,10
Dalam kondisi normal, oksigen dibawa oleh sel darah merah keseluruh
tubuh. Tekanan udara yang tinggi, akan menyebabkan jumlah oksigen yang
dibawa oleh sel darah merah meningkat hingga 400%. Terapi ini merupakan terapi
komplementer yang dilakukan bersama dengan terapi medis konvensional.

18
a. Mekanisme Pengobatan Hiperbarik
Hyperbaric oxygen therapy (HBOT) memiliki mekanisme dengan
memodulasi nitrit okside (NO) pada sel endotel. Pada sel endotel ini HBOT juga
meningkatkan intermediet vasculer endotel growth factor (VEGF). Melalui siklus
Krebs terjadi peningkatan NADH yang memicu peningkatan fibroblast. Fibroblast
yang diperlukan untuk sintesis proteoglikan dan bersama dengan VEGF akan
memacu kolagen sintesis pada proses remodeling, salah satu tahapan dalam
penyembuhan luka.

Terapi stroke dengan HBOT dilakukan berdasarkan table KINDWALL


Modifikasi Guritno dimana pasien akan ditekan dengan kedalaman 50 feet, dan
dilakukan 3x sesi penghirupan oksigen 100% selama 30 menit diselingi 2x sesi
istirahat masing-masing selama 5 menit sebelum naik ke permukaan.

b. Rasionalitas Penggunaan Terapi Hiperbarik Pada Stroke Iskemik


Stroke iskemik terjadi pada daerah distal dari lokasi oklusi arteri. Inti dari
daerah iskemik mengacu pada daerah yang aliran darahnya terancam sehingga

19
akan terjadi cedera seluler yang ireversibel dan jaringan yang iskemik tidak dapat
diselamatkan. Di daerah tersebut, kematian sel biasanya terjadi dalam beberapa
menit. Diseputaran daerah 'inti' terdapat area yang berkurang aliran darahnya
namun masih mendapat aliran darah dari pembuluh darah kolateral, daerah
tersebut merupakan jaringan yang berisiko terjadi infark tapi masih dapat
diselamatkan. Jaringan ini disebut sebagai 'penumbra iskemik' dan merupakan
target terapi neuroprotektif.11
Pada manusia, dari hasil pemeriksaan dengan Positron emissin
tomography (PET) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI) menunjukkan bahwa
daerah penumbra iskemik ada selama beberapa jam atau lebih setelah onset gejala.
Dengan berlalunya waktu, terjadi pengurangan volume daerah penumbra iskemik
dan mulai munculnya inti infark. Diyakini bahwa hiperoksia dapat meningkatkan
pO2 jaringan penumbra iskemik sehingga mengurangi volume daerah infark dan
defisit neurologis yang ditimbulkannya. Selain itu, penerapan HBO pada stroke
diyakini dapat meningkatkan hasil pemulihan pasca stroke.11
Hiperoksia merupakan pilihan terapi yang menarik untuk stroke akut
karena memiliki beberapa sifat ideal dari neuroprotektif. Tidak seperti kebanyakan
neuroprotektif, HBO mudah berdifusi melintasi sawar darah otak untuk mencapai
jaringan target, mudah dilakukan, ditoleransi dengan baik, dapat diberikan dalam
konsentrasi 100% tanpa efek samping yang signifikan, dan secara teoritis dapat
dikombinasikan dengan terapi stroke akut lainnya.
Sampai saat ini, beberapa uji klinis terapi HBO pada stroke iskemik yang
dilakukan secara acak telah dipublikasikan. Anderson dkk meneliti 39 pasien
stroke iskemik yang kemudian diberikan udara bertekanan atau oksigen pada 1,5
ATA selama 60 menit setiap 8 jam sebanyak 15 kali. Percobaan ini terganggu pada
awal penelitian karena analisis sementara menunjukkan kecenderungan
peningkatan nilai pemeriksaan neurologis dan volume infark yang lebih kecil di
bulan ke-4 pada sampel yang diberi udara hiperbarik. Namun penelitian ini tidak
dilanjutkan karena kesulitan logistik dan kecilnya toleransi pasien.11,13
Nigoghossian dkk meneliti secara acak 34 sampel (terdiri dari 21 laki-laki)
dengan stroke arteri serebral media yang diterapi dengan HBO atau udara

20
hiperbarik dalam 24 jam setelah onset gejala. Perawatan diberikan setiap hari
selama 40 Menit dengan tekanan 1,5 ATA selama 10 hari. Keberhasilan terapi
dinilai pada bulan ke-6 dan tahun pertama. Skor yang digunakan untuk menilai
keberhasilan terapi adalah Skor Rankin, Skor Trouillas dan skor orgogozo. Semua
sampel menerima pengobatan stroke yang standar termasuk heparin dan terapi
yang rehabilitasi. Tujuh sampel dibatalkan karena terjadi komplikasi. Dari 27
sampel yang tersisa, dengan menggunakan skor orgogozo pada tahun pertama
menunjukkan hasil yang baik pada kelompok yang menerima terapi HBO. Namun
perbandingan sebelum dan sesudah terapi pada bulan ke-6 dan tahun 1 tidak
menunjukkan hasil signifikan diukur dengan skala apapun. 11

c. Beberapa penelitian mengenai hubungan HBOT dengan Stroke iskemik


Rusyniak dkk melakukan penelitian acak pada 33 pasien (terdiri dari 22
laki-laki) yang mengalami stroke iskemik kurang dari 24 jam dan skor NIHSS
dibawah 23 untuk diterapi dengan HBO atau terapi palsu. Kelompok terapi HBO
menerima 100% oksigen pada tekanan 2,5 ATA, dan kelompok terapi palsu
menerima 100% Oksigen pada tekanan 1,14 ATA selama 60 Menit. Tidak ada
perbedaan skor NIHSS pada kedua kelompok. Dalam 3 bulan, Skor hasil temuan
neurologis (NIHSS, Rankin, indeks Barthel dan skor Glasgow) mendapat hasil
yang lebih baik pada kelompok yang menerima terapi palsu dibandingkan dengan
kelompok yang menerima terapi oksigen hiperbarik pada semua skala kecuali
indeks Barthel. Sehingga disimpulkan bahwa terapi HBO tidak bermanfaat pada
stroke iskemik atau bahkan mungkin berbahaya pada stroke.11,13,14
Dalam meta-analisis terbaru, Bennett dkk menyimpulkan bahwa
penggunaan HBO pada stroke tidak bisa disimpulkan berdasarkan data yang ada.
Bagaimanapun uji coba yang dilakukan tersebut memiliki beberapa kekurangan.
Kurangnya efek mungkin disebabkan oleh jumlah sampel yang sedikit dan
keterlambatan dalam memulai terapi HBO. Dalam uji klinis yang dilakukan
Anderson dkk HBO diberikan hingga 2 minggu setelah onset stroke. CT scan
digunakan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya perdarahan hanya dalam
studi Rusyniak dkk. Keberhasilan yang signifikan tidak didapatkan dalam

21
percobaan apapun. Penggunaan tekanan ruang yang terlalu tinggi (2,5 ATA) dalam
studi Rusyniak dkk pernah diprotes. Selain itu, dalam uji coba ini, kelompok yang
menerima terapi palsu benar-benar menerima 100% oksigen dan bukan udara
ruangan. Karena NBO juga memiliki manfaat, sehingga validitas kelompok yang
menerima terapi palsu perlu dipertanyakan. Akhirnya, status reperfusi jaringan
tidak dinilai dalam uji coba apapun. Penelitian berikutnya harus lebih kuat dan
terapi harus diberikan segera setelah onset, harus menggunakan neuroimaging
untuk memilih sampel yang sesuai dan menilai keamanan (edema dan perdarahan)
dan efektivitas terapi, terapi HBO sesuai dosis, tekanan dan pengobatan regimen
berdasarkan bukti empiris, dan harus menggunakan skala pengukuran yang
sensitif. Efektivitas terapi HBO pada pasien dengan reperfusi jaringan harus
dipertimbangkan, dan terapi HBO harus diteliti sebagai terapi tambahan untuk
trombolisis.11,15

DAFTAR PUSTAKA

22
1. Setyopranoto I. Stroke: gejala dan penatalaksanaan. Yogyakarta: Cermin
Dunia Kedokteran; 2011.
2. Margono IS, Asriningrum, Machin A. Stroke. Dalam: Buku Ajar Ilmu
Penyakit Saraf. Surabaya: FK UNAIR; 2011.
3. Magistris F, Bazak F, Martin J, Clinical review. Intracerebral hemorrhage :
patophysiology, diagnosis and management, Canada : MUMJ; 2013
4. Israr YA. Stroke. Pekanbaru: FK UNRI; 2008.
5. IDI. Panduan praktik klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan primer. Jakarta;
2014
6. Atri A, Milligan TA, Maas MB, Safdieh JE. Ischemic stroke: patophysiology
and principles of localization. USA: Turner White; 2009.
7. Silbernagl S, Lang F. Sistem neuromuskular dan sensorik. Jakarta : EGC,
2006; p.361
8. Sahni T, Singh P, John MJ. Hyperbaric oxygen therapy : current trends and
applications. New Delhi: JAPI; 2003.
9. Oktaria S. Terapi oksigen hiperbarik. Perhimpunan Kesehatan Hiperbarik
Indonesia. Jakarta;2016
10. McDonagh MS, Carson S, Ash JS, Russman BS, Stavri PZ, Krages KP et al.
Evidence report/technology assessment: hyperbaric oxygen therapy for brain
injury, cerebral palsy, and stroke. USA: AHRQ Publication; 2003.
11. Singhal AB. A review of oxygen therapy in ischemic stroke. USA: Department
of Neurology, Massachusetts General Hospital; 2007.
12. Mu J, Krafft PR, Zhang JH. Hyperbaric oxygen therapy promotos
neurogenesis: where do we stand?. USA: Medical Gas Research; 2011.
13. Rusyniak DE, Kirk MA, May JD, Kao LW, Brizendine EJ, Julie LW et al.
Hyperbaric oxygen therapy in acute ischemic stroke: results of the hyperbaric
oxygen in acute ischemic stroke trial pilot study. Dallas: American Heart
Association; 2003
14. Jain KK. Hyperbaric oxygen in acute ischemic sroke. Dallas: American Heart
Association; 2003.

23
15. Bennett MH, Wasiak J, Schnabel A, Kranke P, French C. Hyperbaric oxygen
therapy for acute ischaemic stroke (Cochrane Review). In: The Cochrane
Library, Issue 1, 2006. Oxford: Update Software

24

You might also like