BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi dan Fisiologi Otak
2.1.1. Anatomi Otak
Otak terletak dalam rongga kranium (tengkorak), terdiri atas semua bagian
Sistem Saraf Pusat (SSP) diatas korda spinalis. Secara anatomis terdiri dari
cerebrum (otak besar), cerebellum (otak kecil), brainstem ( batang otak) dan
limbic system (sistem limbik).15,16
Cerebrum merupakan bagian terbesar dan teratas dari otak yang terdiri dari
dua bagian, yaitu hemisfer kiri dan hemisfer kanan. Otak besar terdiri atas corteks
(permukaan otak), ganglia basalis, dan sistem limbik. Kedua hemisfer kiri dan
kanan dihubungkan oleh serabut padat yang disebut dengan corpus calosum.
Setiap hemisfer dibagi atas 4 lobus, yaitu lobus frontalis (daerah dahi), lobus
oksipitialis (terletak paling belakang), lobus parietalis dan lobus temporalis.15,17
Cerebellum berada pada bagian bawah dan belakang tengkorak dan melekat
pada otak tengah. Hipotalamus mempunyai beberapa pusat (nuklei) dan Thalamus
suatu struktur kompleks tempat integrasi sinyal sensori dan memancarkannya ke
struktur otak diatasnya, terutama ke korteks serebri.16
Brainsteam (batang otak) terletak diujung atas korda spinalis, berhubungan
banyak dengan korda spinalis. Batang otak terdiri atas diensefalon ( bagian batang
otak paling atas terdapat diantara cerebellum dengan mesencephalon,
mesencephalon (otak tengah), pons varoli ( terletak di depan cerebellum diantara
otak tengah dan medulla oblongata), dan medulla oblongata (bagian dari batang
Universitas Sumatera Utara
otak yang paling bawah yang menghubungkan pons varoli dengan medula
spinalis.16,18
Sistem limbik terletak di bagian tengah otak yang bekerja dalam kaitan
ekspresi perilaku instinktif, emosi dan hasrat-hasrat dan merupakan bagian otak
yang paling sensitif terhadap serangan.17
Gambar 2.1.Anatomi Otak Normal
2.1.2. Fisiologi Otak
Otak memiliki kurang lebih 15 miliar neuron yang membangun substansia
alba dan substansia grisea. Otak merupakan organ yang sangat kompleks dan
sensitife. Fungsinya sebagai pengendali dan pengatur seluruh aktivitas, seperti :
gerakan motorik, sensasi, berpikir, dan emosi. Sel-sel otak bekerja bersama- sama
dan berkomunikasi melalui signal-signal listrik. Kadang- kadang dapat terjadi
cetusan listrik yang berlebihan dan tidak teratur dari sekelompok sel yang
menghasilkan serangan.19
Darah merupakan sarana transportasi oksigen, nutrisi, dan bahan-bahan lain
yang sangat diperlukan untuk mempertahankan fungsi penting jaringan otak dan
Universitas Sumatera Utara
mengangkat sisa metabolit. Kehilangan kesadaran terjadi bila aliran darah ke otak
berhenti 10 detik atau kurang. Kerusakan jaringan otak yang permanen terjadi bila
aliran darah ke otak berhenti dalam waktu 5 menit.18,20
2.2. Epilepsi
Epilepsi menurut World Health Organization (WHO) merupakan gangguan
kronik otak yang menunjukkan gejala berupa serangan yang berulang - ulang yang
terjadi akibat adanya ketidaknormalan kerja sementara, sebagian, dan seluruh
jaringan otak karena cetusan listrik pada neuron (sel syaraf).9
Epilepsi dikenal sebagai salah satu penyakit tertua di dunia (2000 tahun SM)
dan menempati urutan kedua dari penyakit syaraf setelah gangguan peredaran
darah otak.20 Epilepsi ditandai dengan perubahan mendadak dan selintas dalam
fungsi otak, biasanya dengan gejala motorik, sensorik, otonom atau psikis.
Keadaan ini sering disertai dengan perubahan dalam kesadaran.21
Aura adalah perasaan- perasaan yang dialami penderita epilepsi yang tidak
biasanya dialami sebelum terjadinya serangan atau kejang. Dalam pemeriksaan,
adanya aura perlu diketahui secara sistematik. Bentuk- bentuk aura yang dapat
terjadi adalah seperti : sensasi aneh di dalam perut, dada atau kepala, perasaan
kesemutan, halusinasi atau ilusi, vertigo, kesulitan untuk menemukan kata-kata,
de javu, serta perasaan takut atau cemas yang luar biasa.19
Kedaduratan serangan epilepsi merupakan beratnya serangan yang terjadi
pada penderita. Tingkat kedaduratan serangan epilepsi terdiri dari serangan
pertama, serangan akut berulang, breakthrough seizure, dan status epileptikus.19
Universitas Sumatera Utara
Status Epileptikus (SE) adalah suatu kondisi/keadaan spesifik oleh karena
adanya serangan epilepsi yang sering, berulang, berkelanjutan, dan
berkepanjangan.22 Keadaan status epileptikus dapat menimbulkan ancaman
kerusakan sel-sel neuron yang meluas dan permanen sampai terjadi kematian
akibat hipoksia jaringan otak , hipertensi, dan peningkatan tekanan intrakranial.
Kematian bisa terjadi karena serangan yang sering dan berulang berkisar 3-25%
yang telah dilaporkan.23
Kematian mendadak yang tak terduga pada epilepsi atau sudden unexpected
death in epilepsy (SUDEP) menjadi masalah yang serius. Diperkirakan SUDEP
terjadi pasca kejang pertama, aritma jantung yang tidak baik, dan serangan
pernafasan yang terganggu akibat kejang.24
Gambar 2.2. Gambar Otak Penderita Epilepsi
Universitas Sumatera Utara
2.3. Klasifikasi Serangan Epilepsi19
2.3.1. Serangan Epilepsi Umum Primer
Serangan epilepsi umum primer adalah kejang yang sejak awal seluruh otak
terlibat secara bersamaan. Serangan muncul karena hilangnya kesadaran,
kemudian diikuti gejala lainnya yang bervariasi. Jenis-jenis serangan epilepsi
umum dibedakan oleh ada atau tidak adanya aktivitas motorik yang khas.19
a. Absence(Petit Mal)
Pada serangan petit mal, penderita mungkin mempunyai serangan minor
atau abortif tanpa disertai dengan gerakan jatuh atau konvulsi pada tubuh.
Serangan kekososongan yang klasik ditandai dengan ekspresi bengong mendadak
(kekosongan singkat) dan terhentinya aktivitas motorik, kadang-kadang disertai
hilangnya tonus otot. Kondisi ini umumnya dimulai pada masa kanak-kanak
(onset puncak pada usia 4-8 tahun, lebih sering pada anak perempuan).25 Serangan
ini hanya berlangsung 2-10 detik.26 Serangan ini bisa menghilang waktu remaja
atau berganti dengan serangan tonik-klonik. 23,26
Serangan absence sering dihubungkan dengan keadaan umum, serangan
tonic-klonik, tetapi pasien biasanya tidak mempunyai masalah kelainan syaraf dan
mempunyai respon yang baik pada pengobatan yang spesifik dengan
anticonvulsant.27
Universitas Sumatera Utara
b. Serangan Tonik-Klonik (Grand Mal)
Istilah serangan tonik - klonik mengacu pada beberapa jenis gerakan tubuh,
yang secara tiba-tiba kejang. Tonik merupakan anggota badan dan klonik,
merupakan mengacu pada sentakan yang berirama.28
Suatu aura dapat menandai terjadinya serangan yang segera akan datang.
Aura biasanya khas bagi penderita per individu dan dapat terdiri dari rasa mual
atau baal, dan suatu kilatan dari daya ingat. Penderita mungkin menjerit dan
sering mengalami cedera tubuh. Tahap klonik menyusul dengan ditandai gerakan
konvulsi, dan ritmik pada tubuh.26 Serangan ini yang paling sering dijumpai pada
umur diatas balita. Kejang tonik ini berlangsung kurang lebih 1-2 menit.29
c. Serangan Mioklonik
Pada serangan mioklinik ditandai oleh kontraksi otot-otot tubuh secara
cepat, mendadak, sinkron dan bilateral atau kadang-kadang hanya mengenal
kelompok otot tertentu.20 Serangan terjadi sekali atau berulang-ulang dan muncul
saat penderita jatuh tertidur.29 Penderita sendiri melaporkan bahwa mereka tidak
menyadari adanya serangan tersebut dan mereka hanya menemukan bahwa
dirinya berada dalam posisi yang tidak biasa.21
Patologis dari serangan mioklinik pada umumnya sering dilihat dari
gangguan metabolisme, penyakit degeneratif central nervous system (CNS) atau
cedera di kepala. Serangan mioklinik biasanya berdampingan dengan gangguan
serangan umum dan penderitanya adalah remaja.22 Serangan ini juga dapat terjadi
pada anak-anak dengan epileptik enchepalophati, contohnya Lennox-Gastaut
syndrom.24
Universitas Sumatera Utara
d. Serangan Atonik
Pada epilepsi atonik ditandai dengan kehilangan tonus otot secara
20
mendadak. Pada keadaan ini otot-otot seluruh tubuh mendadak melemas
sehingga penderita terjatuh. Hal ini sangat berbahaya karena memiliki resiko
besar mengalami cedera kepala karena jatuhnya penderita. Kesadaran tetap dapat
baik atau menurun sebentar.22 Biasanya muncul pada umur 2-5 tahun, serangan
berlangsung selama 10-60 detik.19
e. Serangan Tonik
Serangan tonik ditandai dengan adanya kekakuan bilateral secara mendadak
pada tubuh, lengan, dan tungkai. Serangan berlangsung kurang dari 20 detik,
kemudian muncul lebih sering pada saat penderita tidur. Dijumpai terutama pada
anak berusia muda, biasanya berhubungan dengan gangguan metabolik atau
defisit neurologis.19
2.3.2. Serangan Parsial
Serangan epilepsi parsial merupakan serangan yang berasal dari daerah
tertentu dalam otak.20
a. Serangan Epilepsi Parsial Sederhana
Serangan epilepsi parsial sederhana timbul karena adanya suatu muatan
yang lepas dari area motorik korteks serebri secara unilateral. Serangan ini
bersifat kejang ritmis (klonis) pada salah satu anggota tubuh, yang kemudian
dapat menjalar ke seluruh tubuh.20
Jenis ini tidak disertai gangguan atau penurunan kesadaran. Selama
serangan berlangsung, penderita tetap sadar dan mampu untuk menjawab
Universitas Sumatera Utara
pertanyaan ataupun melaksanakan perintah dan kemudian penderita akan
mengingat selama serangan berlangsung.13 Manifestasi klinis biasanya
berhubungan dengan area otak tertentu yang terlibat, yaitu manifestasi motorik,
sensorik, otonomik dan psikis. Serangan berlangsung sekitar 30 detik atau
kurang.19
b. Serangan Epilepsi Parsial Kompleks (Lobus Temporalis, Psikomotor)
Serangan epilepsi parsial kompleks terjadi karena adanya gangguan
kesadaran dan gejala psikis atau adanya gangguan fungsi luhur, contohnya seperti:
de-javu, ilusi, halusinasi, otomatisme (mengunyah-unyah, menelan, gerakan-
gerakan tertentu,), dan jamais-vu (tidak kenal dengan peristiwa yang pernah
dialami).25,26 Berlangsung selama 1-3 menit. Sekitar 50% penderita terlebih
dahulu mengalami aura. Aura yang paling sering muncul adalah rasa takut,
perasaan mual, perasaan aneh atau baal, gangguan visual dan kedutan pada wajah
atau jari-jari.30
Epilepsi kompleks parsial timbul dari lobus temporal sekitar 60%, sekitar
30% dari lobus frontal dan sekitar 10% dari daerah kortikal lainnya.24
c. Serangan Epilepsi Umum Sekunder
Serangan epilepsi umum sekunder merupakan serangan parsial yang
berkembang menjadi serangan umum. Serangan umum sekunder terjadi melalui
beberapa tahapan refleksi dari penyebaran cetusan ke berbagai area otak yang
berbeda, seperti serangan parsial berlanjut menjadi serangan parsial kompleks dan
kemudian berkembang menjadi serangan umum sekunder ( tonik-klonik).19,29
Universitas Sumatera Utara
2.3.3. Epilepsi Tak Tergolongkan
Tidak semua jenis kejang dapat diklasifikasikan seperti epilepsi parsial dan
epilepsi umum. Epilepsi tak tergolongkan khususnya terjadi pada masa neonatus
dan bayi.27
2.4. Penyebab Epilepsi20,24
a. Idiopatik (Penyebab tidak diketahui)
Epilepsi idiopatik seringkali menunjukkan predisposisi genetik.28
Penyebabnya tidak diketahui meliputi 50% dari penderita epilepsi anak, biasanya
pada usia lebih dari 3 tahun.20
b. Simtomatik (Penyebab diketahui)
b.1 Kelainan Kongenital
Kelainan kongenital dapat terjadi karena kromosom ab-normal, radiasi,
obat-obat teratogenik, infeksi intrapartum oleh toksoplasma, cytomegalovirus,
rubela dan treponema. Biasanya terjadi pada kelompok usis 0-6 bulan.6
b.2. Infeksi
Risiko akibat serangan epilepsi bervariasi sesuai dengan tipe infeksi yang
terjadi pada sistem saraf pusat, seperti meningitis, ensefalitis, dan terjadinya abses
serta infeksi lainnya.6
Epilepsi dapat terjadi karena adanya infeksi virus, bakteri, parasit dan abses
otak yang frekuensinya sampai 32%. Sering terjadi pada kelompok anak-anak
sampai remaja.20
Universitas Sumatera Utara
b.3. Trauma Kepala
Trauma kepala merupakan penyebab terjadinya epilepsi yang paling
banyak.6 Trauma kepala dapat menyebabkan kerusakan pada otak. Kejang-kejang
dapat timbul pada saat terjadi cedera kepala atau baru terjadi 2-3 tahun
kemudian.31
b.4. Tumor
Tumor otak adalah massa sel-sel tidak normal yang tersebar di dalam otak.
Tumor yang menyerang otak bisa berupa sel primer (berasal dari otak ), central
nervous system, selaput pembungkus otak (selaput meningen) atau metastatis
(penyebaran ke otak dari bagian tubuh lain). Tumor otak sering terjadi pada usia
muda. 32
b.5.Gangguan Vaskular
Penderita epilepsi oleh karena gangguan vaskular lebih sering diderita oleh
lansia (lanjut usia). Penyebabnya karena adanya serangan stroke yang
mengganggu pembuluh darah di otak atau peredaran darah di otak yang dapat
menimbulkan kejang. 31
b.6. Gangguan Metabolik
Serangan epilepsi dapat terjadi dengan adanya gangguan pada konsentrasi
serum glukose, kalsium, magnesium, potassium, dan sodium.6 Gangguan
metabolik, hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia,dan defisiensi piridoksin.
Hipokalsemia dapat disebabkan oleh asfiksia diabetes, prematuritas, bersamaan
dengan hipomagnesemia. Hiponatremia dapat ditemukan pada asfiksia. Defesiensi
Universitas Sumatera Utara
piridoksin pada kelainan genetik atau penyakit metabolisme disertai peningkatan
piridoksin.20
2.5. Pencetus Epilepsi Dengan Riwayat Epilepsi 19,31
a. Kurang tidur
Kurang tidur dapat mengganggu aktivitas dari sel-sel otak sehingga dapat
mencetuskan serangan. Diduga bahwa kurang tidur dapat menurunkan ambang
serangan yang kemudian memudahkan terjadinya serangan. Disamping
memudahkan terjadinya serangan, kurang tidur dapat memperberat dan
memperlama serangan.
b. Stres Emosional
Stres dapat meningkatkan frekuensi serangan. Stres fisik yang berat juga
dapat menimbulkan serangan. Stres dan cemas dapat memicu terjadinya
hiperventilasi. Pada penderita tertentu hiperventilasi merupakan faktor pencetus
terjadinya serangan. Penderita dapat lupa minum obat karena sedang dilanda stres.
Sementara itu stres dapat mengubah konstelasi hormon misalnya meningkatkan
kadar kortisol, peningkatan ini berpengaruh terhadap ambang serangan.
c. Obat-obat tertentu
Beberapa obat dapat menimbulkan serangan seperti penggunaan obat-obat
antidepresan trisiklik, obat tidur, dan fenotiasin. Menghentikan obat-obat
penenang secara mendadak seperti barbiturat dan valium dapat mencetuskan
kejang.
d. Alkohol
Universitas Sumatera Utara
Alkohol dapat menghilangkan faktor penghambat terjadinya serangan.
Biasanya peminum alkohol mengalami kurang tidur sehingga memperburuk
keadaannya. Penghentian minum alkohol secara mendadak dapat menimbulkan
serangan.
e.Perubahan hormonal
Pada masa haid dapat terjadi perubahan siklus hormon (peningkatan kadar
estrogen) dan stres, hal ini diduga merupakan pencetus terjadinya serangan.
Hampir setengah dari wanita yang menderita epilepsi melaporkan adanya
peningkatan serangan pada saat menjelang, selama, dan sesudah menstruasi.
Sebagian besar dari mereka mengalami peningkatan (kuantitas dan kualitas)
serangan pada periode perimenstrual dan fase folikular. Hormon steroid dapat
menembus blood-brain barrier dengan mudah. Sel-sel otak dapat dipengaruhi
estrogen dan progesteron secara langsung.
f. Terlalu lelah
Terlalu lelah atau stres fisik dapat menimbulkan hiperventilasi dimana
terjadi peningkatan kadar CO2 dalam darah yang mengakibatkan terjadinya
penciutan pembuluh darah otak yang dapat merangsang terjadinya serangan
epilepsi.
g. Fotosensitif
Ada sebagian kecil penyandang epilepsi yang sensitif terhadap
kerlipan/kilatan sinar (flashing lights) pada kisaran antara 10-15 Hz. Cahaya yang
Universitas Sumatera Utara
mampu merangsang terjadinya serangan adalah cahaya yang berkedip-kedip atau
yang menyilaukan.
2.6. Diagnosis
2.6.1. Diagnosis Epilepsi20
Untuk diagnosis sindrom epilepsi diperlukan data tipe kejang, data EEG.
Sering penderita datang tidak dalam keadaan kejang, sehingga gambaran kejang
sebagian besar berdasarkan pada anamnesis. Pemeriksaan dengan EEG dapat menangkap
aktivitas yang abnormal. Kelainan EEG yang mempunyai korelasi yang tinggi
dengan kejang epilepsi adalah aktivitas epileptiform, yaitu berupa gelombang
runcing, gelombang paku, runcing lambat, paku lambat. Rekaman pertama kali dapat
normal pada 30-40% pada penderita dengan kejang epileptik, sehingga perlu diulang.
2.6.2. Diagnosis Banding24,27
a. Sinkope
Sinkope adalah keadaan kehilangan kesadaran sepintas akibat kekurangan aliran
darah ke dalam otak dan anoksia. Penyebabnya ialah tekanan darah menurun
mendadak, biasanya ketika penderita sedang berdiri.
b. Gangguan Jantung
Gangguan fungsi dan irama jantung dapat timbul dalam serangan-serangan yang
mungkin pula mengakibatkan pingsan.
c. Gangguan Sepintas Peredaran Darah Otak
Gangguan sepintas peredaran darah dalam batang otak dengan macam-macam
sebab dapat mengakibatkan timbulnya serangan pingsan. Pada keadaan ini
Universitas Sumatera Utara
dijumpai kelainan-kelainan neurologis seperti diplopia, disartria, ataksis dan
lain-lain.
d. Hipoglikemia
Hipoglikemia didahului rasa lapar, tremor, dan mulut kering.
e. Histeria
Kejang fungsional atau psikologis sering terdapat pada wanita terutama antara 7-
15 tahun.Timbulnya serangan sering berhubungan dengan stres.
f. Narkolepsi
Pada narkolepsi terjadi serangan-serangan perasaan mengantuk yang tidak dapat
dikendalikan. Serangan tidur bersifat mendadak, tak tertahankan, dan
kemudian tampak segar kembali.33
g. Paralisis Tidur
Paralisis tidur biasanya terjadi menjelang tidur atau bangun dan sering didahului
halusinasi auditoris atau visual. Serangan ini sering menakutkan penderita
karena ia dapat bernapas, menggerakkan mata, namun tidak dapat bergerak.
2.7. Epidemiologi
2.7.1 Distribusi dan Frekuensi
a. Orang
Pada tahun 2009 jumlah kematian karena epilepsi di Inggris dan Wales lebih
banyak pada usia dibawah 25 tahun sekitar 11%, dan di Inggris Raya jumlah
kematian penderita epilepsi sebanyak 1.150 orang, laki-laki 56% dan perempuan
44%.6
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan penelitian Vera Marpaung di RSU Pirngadi Medan selama
Januari- Juni 2001, menunjukkan penderita epilepsi pada laki- laki sebesar 33,9%
dan perempuan sebesar 66,61% dengan kelompok umur paling banyak adalah 16
23 tahun ( 35,3%).34 Berdasarkan penelitian Shinta pada tahun 2008 di RSUD
Dr.Moewardi Surakarta menunjukkan penderita epilepsi pada laki laki sebesar 45,3
% dan perempuan 54,7%, dengan kelompok umur yang paling banyak adalah 7- 14
tahun.35 Penelitian dari Meiti Frida di RS Dr.M.Djamal Padang selama Januari
Maret menunjukkan penderita epilepsi pada laki laki sebesar 42 % dan perempuan
58 %, dengan kelompok umur yang paling banyak adalah 20 30 tahun sebesar
32%.36
b. Tempat
Berdasarkan laporan Pan American Health Organization (PAHO) tahun 2000
2010 rata rata kematian pada penderita epilepsi di Amerika Latin dan Kariba
sebesar 38,9 % dan di Amerika Utara sebesar 11,1%.37 Pada tahun 2010 penderita
epilepsi di Wales sebesar 2,8%, dan di Scotlandia sebesar 4,5 %.6
Berdasarkan penelitian dari Muis Abdul,dkk di RSUP Adam Malik Medan
selama tahun 2004 April 2005, menunjukkan penderita epilepsi sebanyak 42 orang
dengan laki laki 52,4% dan perempuan 47,6%.38 Hasil penelitian Irawaty Hawani
dkk di RSCM Jakarta selama Agustus Desember 2005, penderita epilepsi
sebanyak 145 orang.39 Hasil penelitian dari Tri Budi Raharjo di RSUP Dr. Kariadi
Semarang selama Maret Desember 2006, penderita epilepsi sebanyak 42 orang
dengan umur < 6 bulan.40
Universitas Sumatera Utara
c. Waktu
Pada tahun 2005 di Irlandia prevalensi penderita epilepsi pada wanita sekitar
8,6 per 1.000 dan pada laki-laki sekitar 9,5 per 1.000 penduduk.41 Berdasarkan
penelitian dari Husam pada tahun 2003 2007 penderita epilepsi di RSUP
Dr.Kariadi Semarang sebanyak 180 orang.42
Berdasarkan penelitian Mustika Anggiane di RSUP Fatmawati Jakarta selama
tahun 2004 2008 diperoleh pada tahun 2004 penderita epilepsi sebesar 23,7 %,
pada tahun 2005 sebesar 23,6 %, pada tahun 2006 sebesar 13,4%, pada tahun 2007
sebesar 19,9%, dan tahun 2008 sebesar 19,4 %.43
2.7.2. Faktor Risiko
a. Umur
Penyakit epilepsi dapat terjadi pada semua kelompok umur, tetapi terdapat
perbedaan yang mencolok pada kelompok umur tertentu. Terdapat 30-32,9%
penderita epilepsi mendapat serangan pertama pada usia kurang dari 4 tahun, 50-51%
terdapat pada kelompok umur kurang dari 10 tahun dan mencapai 75-83,4% pada
usia kurang dari 20 tahun, 15% penderita pada usia lebih dari 25 tahun dan kurang
dari 2% pada usia lebih dari 50 tahun.8
b. Jenis Kelamin
Di Irlandia pada tahun 2005 prevalensi penderita epilepsi lebih banyak pada
laki-laki sekitar 9,5/1000 dan pada perempuan sekitar 8,6/1000.41 Menurut WHO
pada tahun 2012, tidak ada perbedaan yang signifikan penderita epilepsi antara laki-
laki dan perempuan. Penderita epilepsi pada umumnya sedikit lebih banyak
dibandingkan dengan perempuan.9
Universitas Sumatera Utara
c. Status Sosioekonomi
Tidak ada perbedaan yang signifikan penderita epilepsi oleh karena
sosioekonomi yang tinggi dan rendah. Biasanya penderita epilepsi lebih banyak pada
orang yang memliki sosioekonomi rendah.37
d. Genetika
Berdasarkan penelitian terbaru pada epilepsi diidentifikasikan bahwa faktor
keturunan jarang terjadi. Diperkirakan terjadinya epilepsi dengan faktor penyebab
idiopatik.29 Kecenderungan timbulnya epilepsi yang diturunkan biasanya terjadi pada
masa anak- anak. Bila salah satu orang tua menderita epilepsi kemungkinan anaknya
menderita epilepsi adalah 5%.31
e. Ras atau suku bangsa
Tidak banyak perbedaan penderita penyakit epilepsi berdarkan ras.Berdasarkan
sebuah penelitian mengenai epilepsi didapatkan 1,7 kali orang dengan kulit hitam
menderita epilepsi dibandingkan dengan orang yang berkulit putih.35
f.Cedera Kepala
Cedera kepala dapat menyebabkan kerusakan pada otak. Akibat cedera dapat
menyebabkan kejang- kejang atau baru terjadi 2- 3 tahun kemudian.31 Epilepsi
banyak terjadi karena cedera kepala. Menurut WHO pada tahun 2012 cedera kepala
mempunyai resiko besar dalam terjadinya penyakit epilepsi.9 Setiap tahun di Eropa
sekitar 2 juta terjadi kasus cedera otak traumatis.20
Universitas Sumatera Utara
g.Gangguan Pada Saat Hamil
Gangguan ibu saat hamil yang dapat mempengaruhi kondisi otak anak
sehingga berisiko menderita epilepsi adalah infeksi viral, trauma abdominal, dan
hipokalsemia atau hipoglikemia.31 Epilepsi adalah masalah utama gangguan syaraf
bagi anak anak, karena kondisi otaknya yang masih rentan.41
h. Depresi
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Amerika, depresi dapat
meningkatkan kejadian epilepsi. Depresi dapat membuat terganggunya aliran darah
di otak yang dapat merusak sel sel syaraf.44
j. Stroke
Stroke merupakan faktor risiko epilepsi yang penting khususnya pada
kelompok lanjut usia. Pada saat onset, sekitar 2% penderita stroke mengalami
serangan. Selama 5 tahun pasca-stroke maka 11,5% dari penderita stroke mengalami
serangan tunggal atau berulang. Penderita yang mengalami stroke memiliki
kemungkinan 20 kali lebih besar untuk epilepsi .19
2.8. Pencegahan Epilepsi
2.8.1. Pencegahan Primordial45
Pencegahan primordial yaitu upaya pencegahan munculnya faktor predisposisi
terhadap epilepsi dimana belum tampak adanya faktor yang menjadi risiko. Hal yang
dapat dilakukan adalah pendidikan kepada masyarakat luas, diberi informasi
mengenai sifat, penyebab, dan cara pencegahan. Upaya ini dimaksudkan dengan
memberikan kondisi pada masyarakat yang memungkinkan pencegahan terjadinya
Universitas Sumatera Utara
epilepsi yang dapat dilakukan melalui pendekatan kepada masyarakat atau
perorangan.
2.8.2. Pencegahan Primer9
Pencegahan primer dilakukan dengan pencegahan terhadap faktor risiko yang
tampak pada individu atau masyarakat. Pencegahan Primer penyebab epilepsi adalah
sebagai berikut:
a. Mencegah terjadinya cedera di kepala.Hal ini sangat efektif untuk
mencegah terjadinya epilepsi. Misalnya dengan cara memakai alat
pelindung diri di kepala jika pekerjaan yang dilakukan beresiko untuk
mengalami cedera kepala.
b. Merawat kehamilan saat perinatal dengan baik sehingga dapat
mengurangi kasus baru epilepsi yang disebabkan oleh cedera saat lahir.
c. Mengutamakan sanitasi lingkungan agar terhindar dari bakteri atau virus
yang dapat menyerang otak.
2.8.3. Pencegahan Sekunder45,46
Pencegahan sekunder dilakukan dengan pencegahan terhadap penderita yang
mengalami suatu penyakit agar tidak memperburuk kondis individu atau masyarakat.
Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan cara:
a. Minum obat anti epilepsi (OAE) secara teratur dan taat sesuai dengan
serangan epilepsi yang diderita.
b. Menghindari faktor-faktor pencetus serangan seperti alkohol, cahaya, stres,
dan lainnya.
Universitas Sumatera Utara
c. Tidak mengemudikan kendaraan bermotor selama penderita masih minum
obat-obatan anti- konvulsan.
d. Makan dengan teratur dan istrahat yang cukup.
2.8.4. Pencegahan Tersier45
Tujuan utama adalah mencegah proses penyakit lebih lanjut dan mencegah
cacat/kelumpuhan karena penyakit epilepsi. Pencegahan tersier penyakit epilepsi
adalah :
a. Rehabilitasi medik/Terapi Antikonvulsan
b. Pembedahan. Pembedahan dilakukan untuk pasien yang gagal dengan
penatalaksanaan medis.
Universitas Sumatera Utara
2.9. Model Kerangka Konsep
Karakteristik Penderita Epilepsi
1. Sosiodemografi
Umur
Jenis Kelamin
Agama
Pendidikan
Pekerjaan
Status Perkawinan
Tempat Tinggal
2. Riwayat Keluarga
3. Riwayat Trauma Kepala
4. Klasifikasi Serangan Epilepsi
5. Frekuensi Serangan
6. Aura
7. Lama rawatan rata-rata
8. Keadaan Sewaktu Pulang
Universitas Sumatera Utara
Much more than documents.
Discover everything Scribd has to offer, including books and audiobooks from major publishers.
Cancel anytime.