You are on page 1of 6

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009

CEMARAN Staphylococcus aureus PADA DAGING AYAM


DAN OLAHANNYA
(The Staphylococcus aureus Contamination of
Chicken Meat and Its Products)
SITI CHOTIAH

Balai Besar Penelitian Veteriner, Jl. R.E. Martadinata No. 30, Bogor 16114

ABSTRACT

Food-borne disease is of major concern worldwide, and bacteria are the causative agents of two thirds of
its disease out breaks. Among the predominant bacteria involved in these disease, Staphylococcus aureus is a
leading cause of gastroenteritis resulting form the consumption of contaminated food. Staphylococcal food
poisoning is due to the absorption of staphylococcal heat stabile enterotoxins preformed in the food. Foods
that are often associated with staphylococcal food poisoning include meat and meat product. Chicken meat
and its products are of animal protein resources was popular in Indonesian peoples, and the price is more
chiefly. A study of S. aureus bacteria contamination in chicken meat and its products was conducted to give
information of contamination level. Therefore the consumers will be thoroughly to choose chicken meat at the
market and the seller will be more carefully to manage of their business. Ninety four samples from traditional
market and supermarket in Bandung and Bekasi, and Slaughter House in Bogor were isolated, identified and
countered to S. aureus bacteria. The result was showed that 41, 33.3, and 0% of chickens carcasses from
traditional market in Bandung and Bekasi, supermarket in Bandung and Bekasi, and RPA Bogor respectively
were contaminated by S. aureus. The level of contamination was higher in traditional market than in
supermarket, and almost of contamination level has been over of National Standard Threshold.
Key Words: Contamination, Staphylococcus Aureus, Chicken Carcas, Market

ABSTRAK

Penyakit asal pangan telah menjadi perhatian utama di seluruh dunia dan dua pertiga dari letupan
penyakit yang terjadi disebabkan oleh agen bakteri. Diantara bakteri yang sering disebut sebagai penyebab
terjadinya penyakit adalah Staphylococcus aureus, merupakan penyebab utama dari gastroenteritis akibat
mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi. Keracunan makanan akibat staphylococcal ini disebabkan oleh
terserapnya enterotoksin tahan panas yang dihasilkan oleh bakteri tersebut dalam makanan. Makanan yang
sering dikaitkan dengan keracunan asal staphilococcal termasuk diantaranya daging dan produk olahannya.
Daging ayam dan produk olahannya merupakan sumber protein hewani yang sangat popular di masyarakat
Indonesia dan harganyapun relatif murah. Suatu studi tentang cemaran bakteri S. aureus pada daging ayam
dan olahannya telah dilakukan dengan tujuan untuk memberikan informasi tingkat cemarannya. Sehingga
konsumen akan lebih teliti dalam memilih daging ayam yang ada di pasaran dan pedagang agar lebih berhati-
hati dalam menangani dagangannya. Sebanyak 94 sampel karkas ayam dan produk olahannya dari pasar
tradisional dan supermarket di Bandung, Bekasi, dan dari Rumah Potong ayam di Bogor telah dilakukan
isolasi, identifikasi dan perhitungan bakteri S. Aureus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 41,
33,3 dan 0% sampel karkas ayam masing-masing dari pasar tradisional di Bandung dan Bekasi, pasar
swalayan di Bandung dan Bekasi, dan Rumah Potong Ayam di Bogor telah tercemar bakteri S. aureus.
Tingkat cemaran di pasar tradisional lebih tinggi dibandingkan dengan di pasar swalayan dan sebagian besar
sudah melampaui ambang batas Standar Nasional.
Kata Kunci: Cemaran, Staphylococcus Aureus, Karkas Ayam, Pasar

682
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009

PENDAHULUAN Tujun penelitian ini adalah untuk


mengetahui tingkat cemaran bakteri S. aureus
Menuju persaingan pasar bebas pada era pada produk ternak asal ayam yang dijual di
globalisasi 2020, produk hasil ternak harus beberapa pasar tradisional dan swalayan di
mampu bersaing bukan saja didalam negeri Bekasi dan Bandung, serta di rumah porong
(dengan produk impor) akan tetapi mampu ayam di Bogor. Sehingga konsumen akan lebih
merebut pasar internasional. Masyarakat teliti dalam memilih karkas ayam yang ada di
konsumen dewasa ini semakin menuntut pasaran dan bagi pedagang agar lebih berhati-
persyaratan mutu produk hasil ternak yang hati dalam menangni proses transportasi,
terjamin baik, bahkan di luar negeri di negara- penyimpanan dan pemasaran sehingga dapat
negara maju konsumen telah menuntut adanya menyediakan karkas ayam yang ASUH.
jaminan mutu sejak awal proses produksi
hingga produk ditangan konsumen (from farm
MATERI DAN METODE
to table). Untuk menghadapi tantangan itu
maka produk tersebut harus bebas cemaran
baik mikroba patogen maupun cemaran lainnya Pengumpulan sampel di lapangan
sehingga aman, sehat, utuh dan halal (ASUH)
untuk dikonsumsi. Sebanyak 94 sampel bahan pangan asal
Di Indonesia, ayam merupakan sumber ayam dan olahannya yang terdiri dari 67
protein hewani yang sangat populer sampel karkas ayam (potongan dada,
dimasyarakat dan harganyapun lebih punggung, paha dan sayap), 13 sampel bahan
terjangkau dibandingkan dengan daging sapi pangan olahan asal daging ayam (sosis dan
dan lainnya. Akan tetapi proses penanganan ayam goreng), 10 sampel air cucian karkas
daging ayam dari mulai pascapanen, ayam utuh dari Rumah Potong ayam (RPA), 4
pengolahan hasil, distribusi, pasar dan sampai ulas meja tempat ayam diproses di RPA
di konsumen masih sangat kurang dalam diambil secara aseptis. Sampel diambil secara
menjaga sanitasi higiene produk tersebut. random dari masing-masing dua pasar
Bakteri Staphylococcus aureus yang selalu tradisional dan pasar swalayan di Bandung dan
berada di lingkungan bahkan pada tubuh masing-masing satu pasar tradisional dan pasar
manusia akan menjadi mudah untuk swalayan di Bekasi, serta dari rumah potong
mencemarinya. ayam (RPA) di Bogor.
S. aureus merupakan bakteri penyebab food
poisoning yang dapat menimbulkan terjadinya Isolasi, deteksi dan penghitungan jumlah
gastroenteritis akibat mengkonsumsi makanan cemaran Staphylococcus aureus
yang mengandung satu atau lebih enterotoksin
yang dihasilkannya. Toksin yang dihasilkan Mula-mula sampel secara aseptis ditimbang
bersifat tahan dalam suhu tinggi, meskipun sebanyak 10 gram (untuk sampel bentuk
bakteri mati dengan pemanasan namun toksin padat), dihaluskan dengan stomacher 80
yang dihasilkan tidak akan rusak (STEHULAK, selama 30 detik dan dibuat suspensi dengan
1998) dan masih dapat bertahan meskipun penambahan 0,1% buffered peptone water
dengan pendinginan ataupun pembekuan sebanyak 90 ml sehingga konsentrasi menjadi
(ALBRECHT dan SUMMER, 1995). Bakteri 10-1. Sedangkan sampel yang berupa cairan,
tersebut merupakan bakteri yang selalu ada di sampel diencerkan dalam Na Cl fisiologis steril
mana-mana, seperti udara, debu, air buangan, sehingga konsentrasi menjadi 10-1. Suspensi
air, susu, makanan dan peralatan makan, tersebut kemudian diencerkan berseri kelipatan
lingkungan, tubuh manusia dan hewan seperti 10. Pada penelitian ini untuk mendeteksi dan
kulit, rambut/bulu dan saluran pernafasan. menentukan jumlah bakteri S. aureus
Manusia dan hewan merupakan sumber utama digunakan 2 metode:
infeksi. Tingkat keberadaan bakteri ini bahkan 1. Selective Enrichment (AOAC, 1987;
lebih tinggi pada mereka yang berhubungan LANCETTE dan LANIER, 1987). Siapkan
dengan individu yang sakit dan lingkungan untuk masing-masing pengenceran, tiga
rumah sakit. tabung yang berisikan 1 ml medium kaldu
Trypticase Soy ditambahkan 10% NaCI dan

683
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009

1% sodium pyruvate. Tambahkan 1 ml dilanjutkan dengan uji ANOVA one way untuk
sampel yang telah diencerkan kedalam mengetahui perbedaan tingkat pencemarannya.
masing-masing kelompok tabung diatas,
dan diinkubasikan selama 48 jam pada suhu
35C. Pindahkan 1 loop penuh dari setiap HASIL DAN PEMBAIIASAN
tabung yang menunjukan adanya
pertumbuhan bakteri kedalam masing- Pemeriksaan sampel karkas ayam yang
masing cawan petri yang berisikan medium berasal dari pasar tradisional di Bandung dan
agar Baird Parker dan dinkubasikan selama Bekasi, Jawa Barat menunjukkan sebanyak
48 jam pada suhu 35C. Sebelum 41% dari sampel yang diperiksa tercemar
dipindahkan isi tabung di vortex terlebih bakteri S. aureus dengan rentangan nilai
dahulu. Setiap cawan petri yang MPN/gram mulai dari 93 sampai dengan
menunjukan adanya pertumbuhan bakteri > 1100 atau 102 s/d 6 x 106 CFU/g (Tabel 1).
tersangka S. aureus, diambil beberapa Bila dibandingkan dengan batas maksimal
koloni dan dilakukan uji katalase, cemaran mikroba menurut Standar Nasional
koagulase, clumping factor dan Indonesia (SNI) No:01-6366-2000 yaitu 102
diidentifikasi menurut BARROW dan CFU/gram (BADAN STANDAR NASIONAL,
FELTHAM (2003). Tabung yang 2000), 93,8% dari sampel karkas ayam yang
menunjukkan adanya pertumbuhan bakteri tercemar bakteri S. aureus sudah melampaui
S. aureus di catat dan dicocokan dengan ambang batas.
tabel most probable number (MPN) Demikian juga hasil pemeriksaan sampel
menurut VANDERZANT dan SPLITTSTOESSER karkas ayam yang diambil di pasar swalayan di
(1992) untuk menentukan nilai MPN/gram. dua kota tersebut diatas menunjukkan 33,3%
2. Surface Planting (AOAC, 1984), pada saat dari sampel yang diperiksa tercemar bakteri S.
yang bersamaan sebanyak 0,5 ml masing- aureus dengan rentangan nilai MPN/g mulai
masing pengenceran 10-3, 10-4 dan10-5 dari 93 s/d >1100 atau 12 sampai dengan 1,8 x
disebarkan diseluruh permukaan medium 107 CFU/g (Tabel 2). Sebanyak 66,7% dari
agar Baird Parker dan dinkubasikan selama sampel karkas ayam yang tercemar bakteri S.
48 jam pada suhu 35C. Sebelum aureus sudah melampaui ambang batas
dipindahkan isi tabung di vortex terlebih maksimal cemaran mikroba menurut Standar
dahulu. Setiap cawan petri yang Nasional Indonesia (SNI) No:01-6366-2000
menunjukan adanya pertumbuhan bakteri (BADAN STANDAR NASIONAL, 2000).
tersangka S. aureus, diambil beberapa Pada penelitian ini ternyata karkas ayam
koloni dan dilakukan uji katalase, yang dijual di pasar tradisionil dan pasar
koagulase, clumping factor dan swalayan masing-masing sebanyak 41% dan
diidentifikasi menurut BARROW dan 33,3% dari sampel yang diperiksa telah
FELTHAM (2003). Hitung jumlah koloni S. tercemar bakteri S. aureus dan tingkat
Aureus yang tumbuh pada cawan petri yang cemarannya sudah melampaui ambang batas
berisi biakan pada pengenceran tertinggi. maksimal cemaran mikroba yang telah
Tentukan jumlah colony forming unit ditetapkan. Tingkat cemaran tertinggi
(CFU)/gram atau ml dengan mengalikan didapatkan dari pasar tradisional yang berbeda
jumlah koloni tersebut dengan 2 kali faktor bermakna dengan pasar swalayan (P <0,05).
pengenceran. Pencemaran dapat terjadi karena cara
penanganan di tempat pemrosesan kurang
memperhatikan sanitasi. Menurut HARMAYANI
Analisa data et al. (1996) menyebutkan karkas ayam yang
digunakan sebagai bahan sate pada suatu
Data yang diperoleh dari hasil penelitian industri jasa boga telah tercemar bakteri S.
dianalisis secara deskriptif dan dibandingkan aureus sebanyak 1,6 x 106 CFU/g.
dengan Standar Nasional Indonesia No: 01- Cemaran bakteri S. aureus dapat terjadi
6366-2000 untuk daging ayam dan 01-3020- pada berbagai tahapan pemrosesan karkas
1995 untuk bahan pangan olahan, kemudian ayam di RPA, misalnya pada saat penerimaan
dan penggantungan ayam, penyembelihan,

684
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009

perendaman air panas dan pencabutan bulu, penggilingan atau penanganan lainnya oleh
pengeluaran jeroan, pendinginann dan peralatan maupun operator yang menjadi
pemotongan (CUNNINGHAM dan COX, 1987). sumber pencemar (CUNNINGHAM dan COX,
Pada penelitian ini ditemukan cemaran bakteri 1987).
S. aureus sebanyak 50, 0 dan 25% masing- Keracunan makanan akibat Staphylococci
masing berurutan dari sampel air cucian ayam bukan hanya disebabkan oleh tercernaknya
utuh, karkas ayam dan ulas meja tempat ayam bakteri akan tetapi enteroksin yang bersifat
diproses di RPA Bogor (Tabel 3). tahan panas yang dihasilkan oleh bakteri yang
Pada pemeriksaan sampel bahan pangan tumbuh dalam makanan pada kondisi optimal
asal daging ayam setengah jadi (sosis) maupun sebelum dikomsumsi. Oleh karena itu. tidak
jadi (ayam goreng) ditemukan sebanyak 38,5% ada atau ada dalam jumlah sedikit S. aureus
dari sampel yang diperiksa tercemar bakteri S. dalam produk makanan setelah perlakuan
aureus dengan rentangan jumlah koloni bakteri pemanasan tidak menjamin keamanan untuk
2x102 s/d 2x103 CFU/g (Tabel 4). Semua dikonsumsi, tetapi tidak adanya enterotoksin
sampel yang tercemar, tingkat pencemarannya juga harus ditunjukkan (STEWART, 2003).
melebihi persyaratan batas maksimal cemaran Walaupun spesies lain dari genus
mikroba menurut SNI No. 01-3020-1995 Staphylococcus dapat memproduksi
(BADAN STANDAR NASIONAL, 1995). Hal ini enterotoksin akan tetapi sebagian besar letupan
dapat terjadi pada tahap pengolahan/ keracunan makanan disebabkan oleh S. aureus
pemasakan, misalnya pada saat pemotongan, (STEWART, 2003).

Tabel 1. Hasil pemeriksaan sampel daging ayam yang diambil di pasar tradisional terhadap cemaran bakteri
S. aureus

Lokasi Jumlah sampel Rentangan MPN/g Rentangan CFU/g


diperiksa tercemar (%)
Bandung 23 12 (52,2) 1100 s/d >1100 4x104 s/d 6 x 106
Bekasi 16 4(25,0) 93 s/d >1100 102 s/d 2 x 106
Jumlah 39 16 (41) 93 s/d >1100 102 s/d 6 x 106

MPN = most probable number; CFU = colony forming unit

Tabel 2. Hasil pemeriksaan sampel daging ayam yang diambil di pasar swalayan terhadap cemaran bakteri
S. aureus

Jumlah sampel
Lokasi Rentangan MPN/g Rentangan CFU/g
diperiksa tercemar (%)
Bandung 8 5 (62,5) 93 s/d > 1100 20 s/d 2 x 107
Bekasi 10 1 (10) 93 12
Jumlah 18 6 (33,3) 93 s/d > 1100 12 s/d 2 x 107
BMCM = batas maksimal cemaran mikroba

Tabel 3. Hasil pemeriksaan sampel di Rumah Potong Ayam di Bogor terhadap cemaran bakteri S. aureus

.Jenis sampel Jumlah sampel Jumlah sampel tercemar (%) Rentangan CFU/g atau ml
Air cucian ayam utuh 10 5 (50) 70 s/d 4 x 102
Karkas ayam 10 0 (0) 0
Ulas meja 4 1 (25) 24
Jumlah 24 6 (25) 24 s/d 2 x 103

685
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009

Tabel 4. Hasil pemeriksaan sampel bahan pangan olahan asal daging ayam terhadap cemaran bakteri S.
aureus

Sampel Jumlah sampel Rentangan Rentangan


lokasi Jenis Diperiksa Tercemar (%) MPN/g CFU/g

PT dan PS di Bandung sosis 5 1 (20%) 240 6 x 102


PS di Bekasi sosis 3 1 (33,3%) 150 2 x 102
RPA di Bogor ayam 5 3 (60%) 150 1 100 2 x 102 s/d 2 x 103
goreng
Jumlah 13 5 (38,5) 150 s/d 100 2 x 102 s/d 2 x 103

BMCM: batas maksimal cemaran mikroba; PT: pasar tradisional; PS: pasar swalayan; RPA: rumah potong
ayam

Menurut BERGDOLL (1990) bahwa S. BADAN STANDAR NASIONAL. 1995. Standar Nasional
Aureus 105 CFU/gram merupakan pedoman Indonesia (SNI) No. 01-3820-1995 tentang
terhadap kerawanan adanya entorotoksin tahan Sosisi Daging meliputi Sarat Mutu, Cara
panas yang dihasilkan. Namun menurut Pengambilan Contoh, Cara Uji, Syarat
Penandaan dan Cara Pengemasan.
HARMAYANI et al. (1996) pada kasusu-kasus
keracunan makanan biasanya jumlah S. aureus BADAN STANDAR NASIONAL. 2000. Standar Nasional
mencapai 108 CFU/g atau lebih. Indonesia (SNI) No. 01-6366-2000 tentang
Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Batas
Maksimum Residu dalam Bahan Makanan
KESIMPULAN Asal Hewan.
BARROW G.I. and R.K.A. FELTHAM. 2003. Cowan
Sebanyak 41, 33,3 dan 0% sampel karkas and Steel`S Manual for Identification of
ayam masing-masing berurutan berasal dari Medical Bacteria. 3nd Ed. Cambridge
pasar tradisional di Bandung dan Bekasi, pasar University Press. pp. 52 57.
swalayan di Bandung dan Bekasi dan RPA di
BERGDOLL, M.S. 1990. Staphylococcus food
Bogor tercemar bakteri S. aureus. Tingkat poisoning. In: Food-borne Disease. Academic
cemaran di pasar tradisional lebih tinggi Press, San Diego. pp. 145 168.
dibanding dengan di pasar swalayan dan
sebagian besar tingkat cemaran sudah CUNNINGHAM, F.E. and N.A. COX. 1987. The
Microbiology of Poultry Meat Products.
melampaui ambang batas Standar Nasional.
Academic Press. Inc. pp: 193 206.
Sedangkan pada produk olahan yang diperiksa
ayam goreng merupakan produk yang paling HARMAYANI, E., E. SANTOSO, T. UTAMI dan S.
tinggi cemarannya. RAHARJO. 1996. Identifikasi bahaya
kontaminasi S. aureus dan titik kendali kritis
pada pengolahan produk daging ayam dalam
DAFTAR PUSTAKA usaha jasa boga. Agrotech, Majalah Inmu dan
Teknologi Pertanian. 16(3): 7 15.
ALBRECHT, J.A. and S.S. SUMMER. 1995.
LANCETTE, G.A. and J. LANIER. 1987. Most probable
Staphylococcus aureus, Cooperative Extention,
number method for isolation and enumeration
Institute of Agriculture and Natural Resources,
of Staphylococcus aureus in foods:
University of Nebraska Lincoln.
Collaborative Study. J. Assn. Anal. Chem. 70:
AOAC. 1984. Official Methods of Analysis. 14nd 30.
Ed. Ass. Off. Chem, Washington, DC. p. 971.
STEHULAK, N. 1998. Staphylococcus aureus a most
AOAC. 1987. Changes in Methods. Staphylococcus commons cause. http://ohioline.osu.edu/hyg-
aureus in Foods. J. Assn. Off. Anal. Chem. 70: fact/5000/5564.html. (4 November 2004)
393.

686
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009

STEWART, C.M. 2003. Staphylococcus aureus and VANDERZANT, C. and D.F. SPLITTSTOESSER. 1992.
Staphylococcal Enterotoxis. In: Foodborne Compendium of methods For the
Microorganisms of Public Health Microbiological Examination of Foods. The
Significance. 6th Ed. HOCKING, A.D. (Eds.). American Public Health Association.
Australian Institute of Food Science and Washington, USA. pp. 105 120.
Technology Incorporated (NSW Branch). pp.
359 379.

687

You might also like