You are on page 1of 6

BAB III

DISKUSI

Telah dirawat seorang pasien perempuan usia 39 tahun di bangsal Mata RSUP Dr. M.

Djamil Padang sejak tanggal 19 September 2016. Pasien rujukan dari RSUD Solok.

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, didapatkan diagnosis kerja ulkus kornea

sentral OS e.c. sup. virus, dengan diagnosis banding ulkus kornea sentral OS e.c. bakteri dan

ulkus kornea sentral OS e.c jamur.

Ulkus kornea adalah keadaan patologik kornea yang ditandai oleh adanya infiltrat

supuratif disertai defek kornea, diskontinuitas jaringan kornea yang dapat terjadi mulai dari

lapisan epitel hingga stroma. Ulkus dapat terjadi pada kornea bagian tepi yang disebut

dengan ulkus kornea marginal, maupun kornea bagian tengah yang disebut dengan ulkus

kornea sentral. Pada kasus ini, terjadi ulkus kornea sentralis pada mata kiri. Ulkus kornea

sentralis sering disebabkan oleh infeksi virus, bakteri, dan jamur. Ulkus kornea yang

disebabkan oleh virus, bakteri, dan jamur dapat dibedakan dari anamnesis, pemeriksaan fisik,

dan pemeriksaan penunjang.

Poin anamnesis dan gejala yang dapat digali pada ulkus kornea adalah mata merah,

berair, pandangan kabur, silau (fotofobia), nyeri pada mata, merasa ada benda asing di mata,

muncul bintik putih pada kornea, riwayat pemakaian lensa kontak, dan riwayat trauma pada

mata. Faktor predsposisi yang paling sering di negara maju adalah pemakaian lensa kontak,

yang berhubungan dengan keratitis pseudomonas dan keratitis acanathamoebae. Pengunaan

obat-obat lokal dan sistemik secara sembarangan yang semakin luas telah meningkatkan

insidens ulkus kornea oleh bakteri oportunis, jamur, dan virus.


Pada ulkus yang disebabkan oleh bakteri, biasanya ditemukan keluhan kelopak mata

lengket setiap bangun pagi, mata silau, merah, berair, dan daya penglihatan yang menurun.

Ulkus kornea akibat bakteri oportunistik seperti Streptococcus aureus, Staphylococcus

epidermidis, dan Streptococcus alfa-hemolyticus menimbulkan ulkus indolen yang cenderung

menyebar perlahan dan superfisial. Ulkus kornea pneumokokal timbul 24-48 jam setelah

inokulasi pada kornea yang mengalami abrasi. Ulkus kornea akibat Pseudomonas terasa

sangat nyeri, cenderung cepat menyebar ke segala arah, dan dapat menyebabkan perforasi

dalam 48-72 jam setelah inokulasi bakteri pada kornea. Ulkus kornea Pseudomonas biasanya

berhubungan dengan penggunaan lensa kontak lunak atau penggunaan obat tetes mata yang

terkontaminasi.

Ulkus kornea jamur lebih jarang terjadi dibandingkan ulkus kornea bakterial.

Sebagian besar ulkus kornea jamur disebabkan oleh organisme oportunis, seperti Candida,

Aspergillus, Penicillinum, Cephalosporium, Fusarium, dan lain-lain. Poin anamnesis yang

penting untuk ulkus kornea akibat jamur adalah riwayat trauma mata oleh tanaman, ranting

pohon, daun, atau bagian tumbuh-tumbuhan lainnya, riwayat pekerjaan sebagai petani,

riwayat pemakaian antibiotik dan kortikosteroid yang tidak tepat, dan riwayat penyakit yang

menurunkan sistem imun tubuh seperti HIV/AIDS. Jamur membutuhkan waktu yang lebih

lama dibandingkan bakteri atau virus untuk dapat menimbulkan ulkus pada kornea. Ulkus

kornea akibat jamur dapat timbul bila stroma kornea dimasuki organisme dalam jumlah yang

sangat banyak, dalam waktu lama, dan saat kondisi pertahanan tubuh yang rendah sehingga

keluhan biasanya timbul 5 hingga 3 minggu setelah terinfeksi jamur.

Ulkus kornea akibat virus dapat disebabkan oleh berbagai macam virus, mulai dari

adenovirus, virus Herpes simpleks, dan virus herpes zoster. Poin anamnesis khas pada ulkus

kornea yang disebabkan oleh virus adalah adanya riwayat penyakit infeksi virus, seperti cacar

(varicella), herpes zoster, atau herpes simpleks. Gejala yang timbul pada infeksi herpes
biasanya menenai satu mata dan sering berulang. Kambuhnya penyakit ini diakibatkan oleh

stress, lelah, atau terpajan sinar ultraviolet. Gejala yang timbul akibat virus herpes simpleks

biasanya bermanifestasi dengan gejala ringan dan disertai hipestesia sensibilitas kornea

sehingga pasien terlambat berkonsultasi. Infeksi herpes zoster pada mata memberikan gejala

berupa bula-bula yang timbul pada satu sisi kepala, rasa sakit pada daerah yang terkena, dan

badan berasa hangat.

Dari anamnesis pada kasus ini, ditemukan keluhan utama pasien adalah mata merah

dan nyeri sejak 2 minggu sebelum berobat ke RS. Pasien juga mengeluhkan mata berair,

pandangan kabur, sangat silau, dan muncul bintik putih di tengah bagian hitam mata sejak 5

hari sebelum berobat ke RS. Tidak ada riwayat pemakaian lensa kontak pada pasien ini.

Riwayat trauma pada mata, riwayat pemakaian obat kortikosteroid lama, dan riwayat

penyakit infeksi virus (cacar, herpes zoster, maupun herpes simpleks) disangkal oleh pasien.

Pasien merasakan nyeri pada mata, tidak ada keluhan demam maupun bula pada kepala

sehingga kemungkinan ulkus tidak disebabkan oleh virus herpes simplaks atau herpes zoster.

Bintik putih yang merupakan ulkus kornea pada pasien ini muncul 9 hari sebelum pasien

berobat, sehingga ulkus mungkin tidak disebabkan oleh Pseudomonas atau pneumokokal,

atau jamur. Hanya saja, pada pasien ada riwayat mencuci mata dengan air daun sirih sehingga

ada kecenderungan ulkus disebabkan oleh jamur, namun masih belum dapat menyingkirkan

kemungkinan ulkus disebabkan oleh bakteri dan virus.

Literatur menyebutkan tanda yang dapat ditemukan adalah edema palpebral, injeksi

siliar dan konjungtiva, adanya infiltrat, hilangnya sebagian jaringan kornea, hipopion, edema

stromal, dan inflamasi sekitar infiltrasi. Pada kasus berat ditemukan peningkatan tekanan

intraokuler. Ulkus kornea yang disebabkan jamur dan bakteri akan terdapat defek epitel yang

dikelilingi leukosit polimorfonuklear (PMN), sedangkan infeksi yang disebabkan virus

memperlihatkan reaksi hipersensitivitas di sekitarnya. Tanda yang dapat menyertai adalah


terdapat penipisan kornea lipatan Descemet, hipopion, hifema, dan sinekia posterior. Bakteri

kokus gram positif seperti Staphylococcus aureus dan Streptococcus pneumoni akan

memberikan gambaran ulkus kotor, terbatas, berbentuk bulat atau lonjong, dan berwarna

putih abu-abu atau kekuningan. Daerah kornea yang tidak terkena akan tetap berwarna jernih

dan tidak terlihat infiltrasi sel radang. Ulkus yang disebabkan pseudomonas melebar dengan

cepat dan berwarna kuning kehijauan (purulen). Ulkus yang disebabkan oleh jamur

memperlihatkan gambaran infiltrat berwarna abu-abu yang dikelilingi infiltrat halus di

sekitarnya (lesi satelit) dan hipopion dengan permukaan cembung karena berisi hifa. Ulkus

yang disebabkan oleh virus berwarna putih, berbentuk dendritik, dan bisa tidak disertai

dengan hipopion.

Berdasarkan pemeriksaan fisik, pemeriksaan visus dengan Snellen Chart, dan

pemeriksaan dengan Slit Lamp pada mata kiri ditemukan visus menurun (4/60), palpebra

edem, konjungtiva hiperemis, serta terdapat injeksi konjungtiva dan injeksi siliar. Pada

kornea mata kiri ditemukan ulkus sentral, diameter 4-5mm, dengan kedalaman 1/3 stroma

anterior. COA cukup dalam, papil edem, pupil mata kiri semimidriasis (6-8mm), lensa

bening, dan tekanan bola mata dalam batas normal. Ulkus pada kasus ini berwarna putih,

dengan daerah sekitar ulkus jernih, tidak terdapat infiltrasi sel radang. Ulkus cenderung

berbentuk bulat dengan pinggir ireguler. Pada kasus ini tidak ditemukan hipopion. Dengan

demikian gambaran ulkus lebih cenderung mengarah kepada infeksi virus atau bakteri.

Pada ulkus kornea, terjadi penurunan visus akibat gangguan pada media refraksi yaitu

kornea. Korena disebut juga dengan jendela mata sebab cahaya yang masuk ke mata akan

diteruskan oleh kornea. Bila kornea mengalami ulkus, maka cahaya yang masuk akan

terhalang oleh ulkus tersebut sehingga terjadi penurunan visus.


Untuk memastikan penyebab ulkus, dapat dilakukan beberapa pemeriksaan penunjang

sebagai berikut ini:

1. Tes fluorosensi, yaitu dengan meneteskan fluorosensi topikal yang bersifat nontoksik

dan larut dalam air. Flurosensi yang terkumpul pada defek epitel akan berdifusi ke dalam

stroma kornea dan menyebabkan pewarnaan hijau pada kamera okuli anterior. Tes ini dapat

membuktikan karakteristik ulkus dendritic pada infeksi HSV.


2. Kultur dengan media agar darah, saborauds dextrose agar tanpa cyclohexamide untuk

jamur, dan trigikolat untuk bakteri.


3. Kerokan kornea, yaitu dilakukan pengerokan kornea dari dasar dan tepi ulkus dengan

spatula kimura, dilakukan pewarnaan KOH, lalu dilihat apakah ada hifa atau pseudohifa yang

menandakan adanya jamur.


4. Pemeriksaan dengan pulasan Papanicolau untuk melihat adanya giant cell yang

menandakan infeksi virus.


5. Biopsi jaringan kornea dan diwarnai dengan periodic acid Schiff untuk melihat

acanthamoeba.

Pengobatan pada ulkus kornea tergantung etiologinnya. Secara umum, diberikan obat

tetes mata yang mengandung antibiotik, antivirus, antijamur, siklopegik, dan mengurangi

reaksi peradangan dengan steroid. Pasien dirawat bila ada ancaman perforasi, pasien tidak

dapat memberi obat sendiri, tidak terdapat reaksi obat, perlunya obat sistopik.

Pengobatan yang diberikan kepada pasien adalah antivirus (acyclovir) topikal, sulfas

atropine sebagai sedative, dekongestif, dan melumpuhkan muskulus siliaris dan muskulus

konstriktor pupil. Dengan lumpuhnya otot tersebut, mata akan berada dalam keadaan

relaksasi dan mencegah terjadinya sinekia posterior. Selain itu, pada pasien ini direncanakan

untuk menjalani keratotomi dan Amniotic Membrane Transplant (AMT). Anti inflamasi yang

terdapat di dalam Amniotic Membrane (AM) akan membantu pemyembuhan inflamasi

kornea jika AM di tempelkan pada kornea tersebut. Amnitioc membrane mengandung growth
factor, natural inhibitor pada berbagai protease dan substansinya antiangiogenik. Jumlah

lapisan yang digunakan bergantung kepada kedalaman dari ulkus kornea, teknik pemasangan

AMT dapat dilakukan secara onlay (patch) atau inlay (graft) kemudian seluruh kornea

ditutupi dengan overlay AMT.

Prognosis quo ad vitam pada pasien ini adalah dubia ad bonam karena tanda vital

tubuh masih dalam batas normal, namun quo ad fungsional pasien ini adalah dubia sebab

ulkus kornea dapat meninggalkan bekas berupa sikatrik yang dapat menimbulkan gangguan

tajam penglihatan walaupun dengan pengobatan yang optimal.

You might also like