You are on page 1of 19

DAFTAR ISI

BAB I....................................................................................................................... 2
PENDAHULUAN....................................................................................................... 2
BAB II...................................................................................................................... 3
TINJAUAN PUSTAKA................................................................................................. 3
2.1 Tanaman.................................................................................................... 3
Tinjauan Tanaman (Psidium guajava)............................................................3
2.2 Golongan senyawa.................................................................................... 4
2.3 Cara melakukan identifikasi Golongan Senyawa.......................................7
BAB III................................................................................................................... 12
PROSEDUR KERJA................................................................................................. 12
3.1 Prosedur Kerja............................................................................................. 12
BAB IV.................................................................................................................. 15
HASIL.................................................................................................................... 15
4.1 Dokumentasi gambar..................................................................................15
BAB V..................................................................................................................... 2
PEMBAHASAN......................................................................................................... 2
BAB VI PENUTUP..................................................................................................... 3
6.1 Kesimpulan.................................................................................................... 3
6.1 Saran............................................................................................................ 3
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................... 4

1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Judul
Fraksinasi dengan kromatografi kolom

1.2 Tujuan
Mahasiwa mampu melakukan fraksinasi suatu ekstrak menggunakan kromatografi kolom

BAB II
2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman

Tinjauan Tanaman (Psidium guajava)


Klasifikasi
Nama Species : Psidium guajava
Familia : Myrtaceae
Nama Daerah : Jambu biji, Jambu klutuk
Simplisia : Tanin 9-12%, minyak atsiri, minyak lemak, asam malat
Penggunaan : Antidiare

Kandungan
Mengandung Tanin 9-12%, minyak atsiri, minyak lemak, asam malat

Tinjauan Kromatografi
Kromatografi kolom merupakan suatu metode pemisahan preparatif. Metode
ini memungkinkan untuk melakukan pemisahan suatu sampel yang berupa campuran dengan
berat beberapa gram. Pada prinsipnya kromatografi kolom adalah suatu teknik pemisahan
yang didasarkan pada peristiwa adsorpsi. Sampel yang biasanya berupa larutan pekat
diletakkan pada ujung atas kolom. Komponen tunggal yang ada pada sampel dijerap oleh fase
diam yang telah dibentuk atau biasa digunakan silica gel yang terdapat pada kolom, namun
apabila dialirkan pelarut secara kontinyu maka akan terjadi migrasi senyawa dan senyawa
tersebut terbawa oleh pelarut sesuai dengan polaritasnya. Kecepatan eluasi sebaiknya dibuat
konstan. Jika kecepatan eluasi terlalu kecil maka senyawa-senyawa akan terdifusi ke dalam
eluen dan akan menyebabkan pita makin melebar yang akibatnya pemisahan tidak dapat
berlangsung dengan baik. Dan apabila kecepatan eluasi terlalu besar maka pemisahan kurang
baik dan tidak berdasarkan tingkat polaritasnya sehingga akan diperoleh fraksi yang sama dan
menyebabkan fase diam cepat menjadi kering dan dikhawatirkan terjadi cracking. Permukaan
adsorben harus benar-benar horizontal, hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya cacat
yang dapat terjadi selama proses eluasi berjalan.

2.2 Golongan senyawa


A. Daun Jambu Biji

3
Daun jambu biji mengandung total minyak 6% dan minyak atsiri 0,365%
[Burkill, 1997], 3,15% resin, 8,5% tannin, dan lain-lain. Komposisi utama minyak atsiri yaitu
-pinene, -pinene limonene, menthol, terpenyl acetate,isopropyl alcohol, longicyclene,
caryophyllene, -bisabolene, caryophyllene oxide, -copanene, farnesene, humulene,
selinene, cardinene and curcumene [Zakaria,1994]. Minyak atsiri dari daun jambu biji
juga mengandung nerolidiol, -sitosterol,ursolic, crategolic, dan guayavolic acids. Selain itu
juga mengandung minyak atsiri yang kaya akan cineol dan empat triterpenic acids sebaik
ketiga jenis flavonoid yaitu; quercetin, 3-L-4-4-arabinofuranoside (avicularin) dan 3-L-
4-pyranoside dengan aktivitas anti bakteri yang tinggi [Oliver-Bever, 1986].
Selain minyak atsiri, daun mengandung, nerolidiol, -sitosterol, ursolat,
krategolat, dan asam guayavolat, daun juga mengandung minyak lemak 6%, dan avikularin.
Lima konstituen termasuk satu asam baru pentacyclic triterpenoid asam guajanoat dan
empat senyawa -sitosterol yang dikenal sebagai uvaol, asamoleanolat, dan asam
ursolat telah diisolasi dari daun jambu biji.
B. Polifenol
Salah satu kelompok senyawa yang banyak memberikan manfaat bagi manusia adalah
polifenol. Senyawa yang termasuk kedalam polifenol ini adalah semua senyawa yang
memiliki struktur dasar berupa fenol. Polifenol adalah kelompok zat kimia yang ditemukan
pada tumbuhan. Zat ini memiliki tanda khas yakni memiliki banyak gugus fenol dalam
molekulnya. Fenol sendiri merupkan struktur yang terbentuk dari benzena tersubtitusi dengan
gugus OH. Gugus OH yang terkandung merupakan aktivator yang kuat dalam reaksi
subtitusi aromatik elektrofilik (Fessenden,1982).
Fenol Polifenol dapat diklasifikasikan menjadi beberpa jenis berdasarkan unit basanya
(Wikipedia.com) antara lain Asam Galia, Asam Sinamat, dan Flavon. Selain itu senyawa-
senyawa polifenol jika berdasarkan komponen penyusun fenolnya dapat dibagi menjadi
Fenol, pyrocatechol, pirogallol, resorsinol, floroglucinol, dan hidroquinon.
Klasifikasi polifenol Berdasarkan Unit basa.
Polifenol jika diklasifikasikan berdasarkan unit basanya di bagi menjadi 3 kelompok
besar yaitu asam galic, polivenol, Flavon, asam sinamat.
1. Asam Galic
Senyawa ini memiliki struktur benzen yang tersubtitusi dengan 3 gugus OH dan satu
gugus Karboksilat. Contohnya seperti jenis hydrolyzabletannins yang merupakan jenis
tanin yang dapat larut di dalam airmembentuk asam gallic dan asam protocatechuic
dan gula. Contoh jenisini adalah gallotanin (Anonim, 2009).

Senyawa ini tidak terlalu berperan didalam tumbuhan tetapi cukup memberikan
sumbangan manfaat bagi manusia khususnya dalam bidang kesehatan. Senyawa jenis
4
ini telah diteliti dapat menghambat tumor, anti-virus, anti oksidasi, anti deabetes
(Hayashi et.al. 2002) dan anti cacing (Moriet.al, 2000).

2. Flavon.
Jenis polifenol ini yang paling banyak terdapat dialam. Contoh senyawa ini adalah
epicatechin dan epigalocatechin, senyawa ini terkandung di dalam teh yang memiliki
fungsi sebagai antioksidan.epicatechin epigalocatechin

3. Asam sinamat
Senyawa jenis ini memliki struktur umum asam sinamat. Salah satu contoh jenis ini
adalah lignin. Lignin banyak terdapat pada tumbuhan sebagai penyusun dinding sel.
Senyawa ini berupa polimer yang memiliki struktur kompleks dan berat molekul lebih
dari 10.000 monomer pada lignin disebut monolignols.

C. Tanin
Tannin merupakan salah satu contoh senyawa polifenol. Tannin terdapat luas dalam
tumbuhan berpembuluh dan terdapat khsus dalam jaringan kayu pada angiospermae. Secara
kimia terdapat dua jenis tannin, yaitu tannin-terkondensasi atau flavolan dan tannin
terhidrolisiskan.

Struktur Proanthocyanidin (golongan tannin)

Tannin-terkondensasi terdapat dalam paku-pakuan, gymnospermae, dan angiospermae.


Sedangkan tannin terhidrolisiskan penyebarannya terbatas pada tumbuhan berkeping
dua (Harborne, 1987). Tannin seringkali dilaporkan sebagai mikromolekul yang
mengganggu bioassay dan seringkali berikatan tidak spesifik pada berbagai protein
termasuk beragai jenis reseptor sehingga menjadi sukar larut air. Namun, beberapa
aktivitas cukup penting juga dilaporkan pada tannin, yaitu dapat menghambat,
menghentikan pedarahan dan mengobati luka bakar.

Tannin mampu membuat lapisan pelindung luka dan ginjal. Kemampuan mengikat ion
besi dengan menghasilkan warna larutan biru kehitaman atau hijau kehitaman menjadi
dasar analisis kualitatif tannin terhidrolisis atau tannin galat (Saifudin dkk., 2011).
5
Tannin dapat pula dideteksi dengan sinar UV pendek berupa bercak lembayung yang
bereaksi positif dengan setiap pereaksi fenol baku (Harborne, 1987).
D. Alkaloid
Adalah suatu golongan senyawa yang tersebar luas hampir pada semua jenis
tumbuhan. Semua alkaloid mengandung paling sedikit satu atom nitrogen yang
biasanya bersifat basa dan membentuk cincin heterosiklik (Harborne, 1984).
Alkaloid dapat ditemukan pada biji, daun, ranting dan kulit kayu dari tumbuh-
tumbuhan. Kadar alkaloid dari tumbuhan dapat mencapai 10-15%. Alkaloid
kebanyakan bersifat racun, tetapi ada pula yang sangat berguna dalam pengobatan.
Alkaloid merupakan senyawa tanpa warna, sering kali bersifat optik aktif, kebanyakan
berbentuk kristal tetapi hanya sedikit yang berupa cairan (misalnya nikotin) pada suhu
kamar (Sabirin, et al.,1994).
Suatu cara mengklasifikasi alkaloid adalah didasarkan pada jenis cincin
heterosiklik nitrogen yang terikat. Menurut klasifikasi ini alkaloid dibedakan
menjadi ; pirolidin, piperidin, isoquinolin, quinolin, dan indol..
E. Flavonoid
Flavonoid adalah kelompok senyawa fenol terbesar yang ditemukan di alam
terutama pada jaringan tumbuhan tinggi. Senyawa ini merupakan produk metabolik
sekunder yang terjadi dari sel dan terakumulasi dari tubuh tumbuhan sebagai zat racun
(Robinson, 1991).
Senyawa flavonoid mempunyai kerangka dasar karbon dalam inti dasarnya yang
tersusun dalam konfigurasi C6 - C3 C6. Susunan tersebut dapat menghasilkan tiga
struktur yaitu: 1,3-diarilpropana (flavonoid), 1,2-diarilpropana (isoflavonoid), 2,2-
diarilpropana (neoflavonoid).
Menurut Markham (1982), flavonoid merupakan senyawa polar karena
mempunyai gugus hidroksil yang tak tersulih, atau suatu gula, sehingga flavonoid
cukup larut dalam pelarut polar seperti etanol, metanol, butanol dan air. Flavonoid
umumnya terikat pada gula sebagai glukosida dan aglikon flavonoid. Uji warna yang
penting dalam larutan alkohol ialah direduksi dengan serbuk Mg dan HCl pekat.
Diantara flavonoid hanya flavalon yang menghasilkan warna merah ceri kuat
(Harborne,1984).
F. Terpenoid
Semua terpenoid berasal dari molekul isoprena, CH2=C(CH3)-CH=CH2 dan
kerangka karbonya dibangun oleh penyambungan dua atau lebih satuan C5 ini.
Walaupun demikian, secara biosintesis senyawa yang berperan adalah isopentil
pirofosfat, CH2=C(CH3)-(CH)2OPP, yang terbentuk dari asetat melalui asam
mevalonat, CH2OHCH2C(OH,CH3)-CH2CH2COOH. Isopentil piropospat terdapat
dalam sel hidup dan berkesinambungan dengan isomernya, dimetilalil piropospat,
(CH3)2C=CHCH2OPP.
Berdasarkan kenyataan ini, terpenoid dikelompokan dalam 5 bagian:
Monoterpen terdiri dari dua unit C5 atau 10 atam karbon.
Siskuisterpen terdiri dari tiga unit C5 atau 15 atom karbon
Diterpen terdiri dari empat unit C5 atau 20 atom karbon
Triterpen terdiri dari enam unit C5 atau 30 atom karbon
Tetraterpen terdiri dari delapan unit C5 atau 40 atom karbon
6
Secara kimia, terpenoid umumnya larut dalam lemak dan terdapat didalam
sitoplasma sel tumbuhan. Biasanya diekstraksi memakai petrolium eter, eter atau
kloroform dan dapat dipisahkan secara kromatografi pada silika gel dengan pelarut
ini (Harborne,1987).
Steroid adalah terpenoid yang kerangka dasarnya terbentuk dari sistem cincin
siklopentana prehidrofenantrena. Steroid merupakan golongan senyawa metabolik
sekunder yang banyak dimanfaatkan sebagai obat. Hormon steroid pada umumnya
diperoleh dari senyawa-senyawa steroid alam terutama dalam tumbuhan (Djamal,
1988).
Menurut Harborne (1984), saponin adalah glikosida triterpen dan sterol. Saponin
merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti sabun, serta dapat dideteksi
berdasarkan kemampuannya membentuk busa yang stabil dalam air dan
menghomolisis sel darah merah. Dari segi pemanfaatan, saponin sangat ekonomis
sebagai bahan baku pembuatan hormon steroid, tetapi saponin kadang-kadang dapat
menyebabkan keracunan pada ternak (Robinson, 1991).

2.3 Cara melakukan identifikasi Golongan Senyawa


1. Polifenol
a) Larutan ekstrak/Larutan uji ditambahkan dengan FeCl3 terjadi perubahan
warna menjadi hijau biru hingga hitam.
b) Uji kromatografi lapis tipis dengan menggunakan pereaksi FeCl3. Jika timbul
warna warna hitam maka menunjukkan bahwa sampel positif mengandung
polifenol.

2. Tanin
a) Larutan uji ditambahkan dengan sedikit larutan gelatin dan larutan NaCl. Jika
terjadi endapan putih sampel positif mengandung tanin.
b) Larutan ekstrak/Larutan uji ditambahkan dengan FeCl3 terjadi perubahan
warna menjadi hijau kehitaman.

3. Alkaloid
1) Pereaksi Mayer
Pereaksi Mayer ini mengandung Kalium Tetraiodomerkurat dan paling
banyak digunakan untuk mengidentifikasi alkaloid karena pereaksi ini
memberikan endapan dengan semua alkaloid. Adanya endapan positif
mengandung alkaloid
2) Pereaksi Wagner
Pereaksi wagner ini mengandung iodium dalam Kalium Iodida.
Pereaksi ini juga paling sering digunakan untuk mengidentifikasi senyawa
golongan alkaloid. Adanya endapan positif mengandung alkaloid

4. Saponin dan Terpenoid


Reaksi Uji Buih
Pada metode identifikasi menggunakan uji buih yaitu dengan cara
mencampur sampel dengan air suling. kocok selama 30 detik. Jika terjadi buih
7
yang stabil selama lebih dari 30 menit dengan tinggi 3 cm diatas permukaan
larutan pada tabung reaksi maka ekstrak yang kita uji mengandung saponin
Reaksi Uji Salkwoski
Pada uji Salkoswki, sampel IIC ditambahakan 1-2 mL H2SO4 pekat
melalui dinding tabung reaksi. Tujuan penambahan ini untuk memutuskan
ikatan gula pada senyawa. Jika ikatan gula terlepas maka adanya steroid bebas
pada sampel akan ditandai dengan adanya cincin yang berwarna merah.

5. Flavonoid
Uji bate-smith dan metclaft
Sampel ditambah dengan 0,5 mL HCl pekat untuk menghidrolisis dan
memutus ikatan glikosoda. Hidrolisis ini untuk menghidrolisis antosianin
menjadi aglikon antosianin, yaitu antosianidin. Kemudian larutan tersebut
dipanaskan diatas penangas air untuk mempercepat terjadinya hidrolisis.
Setelah itu, diamati perubahan warna yang terjadi. Apabila didapatkan warna
merah. Hal itu menunjukkan bahwa sampel mengandung leukoantosianin.
Uji wilstater,
Larutan IIIC ditambah 0,5 mL HCl pekat dan 4 potong magnesium.
Penambahan ini untuk reaksi reduksi menjadikan suatu flavonol, flavanon,
flavonon dan xanton. Penambahan asam akan menyebabkan perubahan warna
ketika reduksi berlangsung. Kemudian larutan tersebut diencerkan dengan air
suling dan ditambah dengan butanol sehingga terbentuk 2 lapisan antara
larutan fase butanol yang ada pada bagian bawah. Diamati warna yang terjadi
diantara kedua cairan (pada tiap lapisan).

Cara kerja kromatografi kolom adalah komponen tunggal ditahan pada fasa diam
berupa adsorben karena telah terikat. Ketika eluen dialirkan, maka senyawa akan melakukan
migrasi, terbawa oleh eluen sesuai dengan kesesuaian kepolaran. Masing-masing senyawa
dalam komponen mempunyai kecepatan yang berbeda-beda dalam melewati kolom. Selama
proses berlangsung, akan didapatkan beberapa fraksi. Masing-masing fraksi kemungkinan
mengandung senyawa yang berbeda. Untuk mengujinya, fraksi hasil kromatografi kolom
dapat diamati menggunakan KLT. Fraksi dengan Rf yang mirip, kemungkinan mengandung
senyawa yang sama. Fraksi dapat diamati lebih lanjut meggunakan spektroskopi.
Kromatografi kolom atau tabung untuk pengaliran karena gaya tarik bumi (gravitasi) atau
system bertekanan rendah biasanya terbuat dari kaca yang dilengkapi keran jenis tertentu pada
bagian bawahnya untuk mengatur aliran pelarut. Persyaratan penting dalam penggunaan KLT
adalah bahwa zat atau campuran zat yang akan dianalisis harus larut dalam pelarut atau
campuran pelarut. Jenis-jenis kromatografi antara lain :

1. Kromatografi padatan cair (LSC)


Teknik ini tergantung pada teradsorpsinya zat padat pada adsorben yang polar seperti
silika gel atau alumina. Kromatografi lapisan tipis (TLC) adalah salah satu bentuk dari LSC.
Sebagian besar dari KCKT sekarang ini dibuat untuk mencapai partikel-partikel
microparticulate lebih kecil dari 20. Teknik ini biasanya digunakan untuk zat padat yang

8
mudah larut dalam pelarut organik dan tidak terionisasi. Teknik ini terutama sangat kuat untuk
pemisahan isomer-isomer.

2. Kromatografi partisi
Teknik ini tergantung pada partisi zat padat diantara dua pelarut yang tidak dapat
bercampur salah satu diantaranya bertindak sebagai rasa diam dan yang lainnya sebagai fasa
gerak. Fasa diam (polar atau nonpolar) dilapisi pada suatu pendukung inert dan dipak kedalam
sebuah kolom. Kemudian fasa gerak dilewatkan melalui kolom. Bentuk kromatografi partisi
ini disebut kromatografi cair cair (LLC). Bentuk kromatografi partisi ini disebut kromatografi
fase terikat (BPC = Bonded Phase Chromatography). BPC dengan cepat menjadi salah satu
bentuk yang paling populer dari KCKT. Kromatografi partisi (LLC dan BPC), disebut "fase
normal" bila fase diam lebih polar dari fase gerak dan "fase terbalik" bila fase gerak lebih
polar dari pada fase diam.

3. Kromatografi penukar ion (IEC)


Teknik ini tergantung pada penukaran (adsorpsi) ion-ion di antara fase gerak dan
tempat-tempat berion dari pengepak. Kebanyakan mesin-mesin berasal dari kopolimer divinil
benzen stiren dimana gugus-gugus fungsinya telah ditambah. Asam sulfonat dan amin
kuarterner merupakan jenis resin pilihan paling baik untuk digunakan Keduanya, fase terikat
dan resin telah digunakan. Teknik ini digunakan secara luas dalam life sciences dan dikenal
untuk pemisahan asam-asam amino. Teknik ini dapat dipakai untuk keduanya kation dan
anion.
4. Kromatografi eksklusi
Teknik ini unik karena dalam pemisahan didasarkan pada ukuran molekul dari zat
padat. Pengepak adalah suatu gel dengan permukaan berlubang-lubang sangat kecil (porous)
yang inert. Molekul-rnolekul kecil dapat masuk dalarn jaringan Dan ditahan dalam fase gerak
yang menggenang (stagnat mobile phase). Molekul-molekul yang lebih besar, tidak dapat
masuk kedalam jaringan dan lewat melalui kolom tanpa ditahan. Kromatografi eksklusi
rnernpunyai banyak nama, yang paling umum disebut permeasi gel (GPC) dan filtrasi gel.

5. Kromatografi pasangan ion (IPC)


Kromatogtafi pasangan ion sebagai penyesuaian terhadap KCKT termasuk baru,
pemakaian pertama sekali pada pertengahan tahun 1970. Diterimanya IPC sebagai metode
baru KCKT merupakan hasil kerja Schill dan kawan-kawan dan dari beberapa keuntungan
yang unik. Kadang-kadang IPC disebut juga kromatografi ekstraksi, kromatografi dengan
suatu cairan penukar ion dan paired ion chromatography (PIC). Setiap teknik-teknik ini
mempunyai dasar yang sama.
Tinjauan Konstatnta Dielektrik
n-heksana = 2.0
kloroform = 4.8
etil asetat = 6.0
methanol = 30.0
semakin tinggi nilai konstanta dielektrik suatu pelarut, maka semakin polar senyawa pelarut
tersebut.

9
2.4 Pemisahan KLT
Kromatografi lapis tipis (KLT) adalah salah satu metode pemiahan komponen
menggunakan fasa diam berupa plat dengan lapisan bahan adsorben inert. KLT merupakan
salah stu jenis kromatografi analitik. KLT sering digunakan untuk identifikasi awal, karena
banyak keuntungan menggunakan KLT, diantaranya adalah sederhana dan murah. KLT
termasuk dalam kategori kromatografi planar, selain kromatografi kertas. Dalam KLT tedapat
factor resistensi (Rf) yang dirumuskan sebagai berikut :

Nilai Rf sangat karakteristik untuk senyawa tertentu pada eluen tertentu. Hal tersebut
dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya perbedaan senyawa dalam sampel. Senyawa
yang mempunyai Rf lebih besar berarti mempunyai kepolaran yang rendah, begitu juga
sebaliknya. Hal tersebut dikarenakan fasa diam bersifat polar. Senyawa yang polar akan
tertahan kuat pada fasa diam, sehingga menghasilkan nilai Rf yang rendah. Rf KLT yang
bagus berkisar antara 0,2-0,8. Jika Rf terlalu tinggi, yang harus dilakukan adalah mengurangi
kepolaran eluen. Sebaliknya jika Rf terlalu rendah, maka kepolaran eluen harus ditambah.

Cara menggunakan KLT :


1. Potong plat sesuai ukuran. Biasanya, untuk satu spot menggunakan plat selebar 1 cm.
berarti jika menguji 3 sampel (3 spot) berarti menggunakan plat selebar 3 cm.
2. Buat garis dasar (base line) dibagian bawah, sekitar 0,5 cm dari ujung bawah plat, dan
garis akhir di bagian atas.
3. Menggunakan pipa kapiler, totolkan sampel cairan yang telah disiapkan sejajar, tepat
di atas base line. Jika sampel padat, larutkan pada pelarut tertentu. Keringkan totolan.
4. Dengan pipet yang berbeda, masukkan masing-masing eluen ke dalam chamber dan
campurkan.
5. Tempatkan plat pada chamber berisi eluen. Base line jangan sampai tercelup oleh
eluen. Tutuplah chamber.
6. Tunggu eluen mengelusi sampel sampai mencapai garis akhir, di sana pemisahan akan
terlihat
7. Setelah mencapai garis akhir, angkat plat dengan pinset keringkan dan ukur jarak spot.
Jika spot tidah kelihatan, amati pada lampu UV. Jika masih tak terlihat, semprot
dengan pewarna tertentu seperti kalium kromat, asam sulfat pekat dalam alcohol 96%
atau ninhidrin. Berikut ini adalah gambarnya :

2.5 Pemisahan kromatografi kolom

10
Kromatografi kolom adalah salah satu metode yang digunakan intuk pemurnian senyawa
dari campuran dengan memakai kolom. Kromatografi kolom termasuk kromatografi
preparative.
Fasa gerak atau eluen adalah campuran cairan murni. Eluen dipilih sedemikian rupa
sehingga fakror retensi senyawa berkisar antara 0,2-0,3 supaya meminimalisasi penggunaan
waktu dan jumlah eluen melewati kolom. Jenis eluen yang digunakan pada kromatografi
kolom dipilih supaya senyawa yang berbeda dapat dipisahkan secara efektif. Eluen yang
digunakan dapat dicoba terlebih dahulu menggunakan kromatografi lapis tipis. Setelah dirasa
cocok, eluen yang sama digunakan untuk mengelusi komponen dalam kolom.
Fasa diam yang digunakan dalam kromatografi kolom adalah suatu adsorben padat.
Biasanya berupa silica gel atau alumina. Dahulu juga sering digunakan bubuk selulosa. Fasa
diam berbentuk serbuk microporous untuk meningkatkan luas permukaan.
Metode yang digunakan adalah metode kering dan metode basah.
Metode basah
Pada metode basah, bubur (slurry) disiapkan dengan mencampurkan eluen pada serbuk
fasa diam dan dimasukkan secara hari-hati pada kolom. Dalam langkah ini harus benar-benar
hati-hati supaya tidak ada gelembung udara. Larutan senyawa organic dipipet dibagian atas
fasa diam kemudian eluen dituangkan pelan-pelan melewati kolom.
Cara kerja kromatografi
Komponen tunggal ditahan pada fasa diam berupa adsorben karena telah terikat ketika
eluen dialirkan, maka senyawa akan melakukan migrasi, terbawa oleh eluen sesuai dengan
kesesuaian kepolaran. Masing-masing senyawa dalam komponen mempunyai kecepatan yang
berbeda-beda dalam melewati kolom. Selama proses berlangsung, akan didapatkan beberapa
fraksi. Masing-masing fraksi kemungkinan mengandung senyawa berbeda. Untuk
mengujinya, fraksi hasil kromatografi kolom dapat diamati menggunakan KLT. Fraksi dengan
Rf yang mirip, kemungkinan mengandung senyawa yang sama. Fraksi dapat diamati lebih
lanjut menggunakan spektroskopi. Seluruh proses kromatografi kolom dapat dilihat pada
gambar :

BAB III
11
PROSEDUR KERJA
3.1 Prosedur Kerja :

1. Lakukan optimasi ekstrak dengan cara uji KLT terhadap ekstrak dengan mengganti-
2. ganti eluen sampai diperoleh pemisahan yang baik. Eluen tersebut akan digunakan
untuk fraksinasi.
3. Siapkan kurang lebih 50 gram silica gel.
4. Siapkan eluen dari butir (a) sebanyak 300 ml
5. Silica gel dimasukkan kedalam labu Erlenmeyer, kemudian ditambahkan sedikit
eluen, kocok selama 15 menit.
6. Campur butir (4) tersebut dituang kedalam kolom sampai setinggi 10 cm dari atas.
7. Tuangkan ke dalam kolom sampai penuh, tutup deengan aluminium foil, biarkan
semalam.
8. Timbang ekstrak sebanyak 1% dari jumlah silica gel yang digunakan, kemudian
ekstrak ditambahkan sedikit pelarut (etanol/methanol) ad larut dicampur denga silica
gel sama banyak, diaduk-aduk menggunakan gelas pengaduk sampai homogeny dan
kering.
9. Eluen dialirkan sampai permukaannya 0,5 cm diatas permukaan silica gel
10. Ekstrak yang sudah dikeringkan dengan silica gel, dimasukkan kedalam kolom (diatas
permukaan silica gel), lalu ditambahkan eluen kira-kira setinggi 3 cm. Eluen
dialirkan/diteteskan sambil dituangi eluen baru sampai kolom terisi penuh dengan
eluen, sementara penetesan tetep dilakukan. Kecepatan penetesan diatur.
11. Penempungan eluen setiap vial sebanyak 5 ml.
12. Dilakukan uji KLT untuk setiap kelipatan 10 vial (vial no. 1, 10, 20, 30, 40 dst). Pada
uji KLT, fase gerak yang digunakan adalah sama dengan fase gerak pada kromatografi
kolom.
13. Bila uji KLT memberikan noda yang sama, maka fraksi diantaranya dapat digabung.
14. Bila uji KLT memberikan noda yang berbeda, maka uji KLT dilakukan pada vial
diantaranya (bila vial no 10 dan 20 berbeda, maka vial no 15 dilakukan uji KLT)
15. Penetesan dihentikan bila vial terakhir sudah tidak memberikan noda pada uji KLT

3.2 Skema kerja

Siapkan +- Siapkan
50gram eluen 300ml
silica gel

Masukkan silika gel ke


dalam erlenmeyer, tambah
sedikit eluen, kocok 15
menit
12
Tuang campuran diatas
kedalam kolom hingga
setinggi 10cm dari atas

Timbang ekstrak
Dan tambah silica gel
1% dari silika
sama banyak, diaduk ad
gel
kering dan homogen

Tuang eluen ke dalm


kolom hingga penuh, dan
tutup dengan alumunium
Eluen dialirkan sampai Ditambah sedikit
foil
permukaannya 0,5 cm diatas etanol ad larut
permukaan silica gel

Ekstrak yg sudah kering, dimasukkan di


dalam kolom, lalu ditambah eluen 3 cm.
Eluen diteteskan sambil dituangi eluen baru
13
sampai kolom terisi penuh dengan eluen
Penampungan eluen
setap vial sebanyak 5 ml

dilakukan uji klt untuk tiap


kelipatan 10 vial.
(1,10,20,30,40,50,60,70,8
0)

Bila uji KLT memberikan noda sama, fraksinya


dapat digabung. Bila noda berbeda, maka duji
lagi pada vial diantaranya atau tengah-
tengahnya

Hasil penggabungan berdasar kemiripan


kromatogram, dihitung nilai Rfnya dan
dokumentasikan pada UV 254, UV 365 dan
visual
BAB IV
HASIL
4.1 Dokumentasi gambar

Fraksi 1 : 1,10,20,30,40,50,60,70,80
Pengamatan di panjang gelombang 365 nm

Fraksi 2 : 5,15,25,35,45,65

Pengamatan di panjang gelombang 365 nm

14
Fraksi 3 : 3,8,13,28,33,38,68

Pengamatan di panjang gelombang 365 nm


PENGABUNGAN FRAKSI

Fraksi 1 : 1-2

Fraksi 2 : 3-11

Fraksi 3 : 12-21

Fraksi 4 : 22-30

Fraksi 5 : 31-34
Fraksi 4 : 2,9,11,23,29,31,43,66
Pengamatan di panjang gelombang 365 nm Fraksi 6 : 35-44

Fraksi 7 : 45-65

Fraksi 8 : 66-80

Pengamatan di panjang gelombang 254 nm

Pengamatan di panjang gelombang 365 nm


Fraksi 5 : 21,22,31,32

Pengamatan di panjang gelombang 365 nm

15
BAB V
PEMBAHASAN
Fraksinasi merupakan suatu prosedur yang digunakan untuk memisahkan golongan
utama kandungan yang satu dari kandungan golongan utama yang lainnya. Fraksinasi
merupakan prosedur pemisahan komponen-komponen berdasarkan perbedaan kepolaran
tergantung dari jenis senyawa yang terkandung dalam tumbuhan. Kromatografi kolom adalah
salah satu metode yang digunakan untuk pemurnian campuran dengan memakai kolom.
Sebelum melakukan percobaan kromatografiperlu dipastikan kondisi dari eluennya, seperti
pemilihan pelarut yang cocok. Pada pemisahan menggunakan kromatografi kolom ini,
campuran yang akan dipisahkan diletakkan dibagian atas kolom yang terlebih dahulu telah
dibuat.pelarut fase gerak dibiarkan mengalir melewati kolom, karena aliran yang disebabkan
oleh gaya berat (gravitasi) atau didorong dengn tekanan. Pita senyawa larut bergerak melalui
kolom dengan laju berbeda, memisah dan dikumpulkan berupa fraksi-fraksi ketika keluar
dari kolom ( sudjadi 1986).
Pada praktikum kromatografi ini digunakan metode kromatografi kolom basah,
dimana silica gel tersebut dilarutkan terlebih dahulu atau disuspensikan didalam cairan atau
pelarutnya yang nantinya akan digunakan, kemudian dimasukkan kedalam kolom sedikit demi
sedikit dan perlahan, pastikan tidak terdapat gelembung udara yang ada di dalam kolom.
Penambahan pelarut atau eluen harus tetap dilakukan terus menerus yang fungsinya mecegah
terjadinya kerusakan atau pecahnya kolom yang diakibatkan adanya rongga udara.
Tambahkan kolom tersebut hingga batas tanda sambil keran bawah tabung dibuka. Setelah
kolom berada pada batasnya, tutp bagian bawah keran. Sambil menunggu kolom preparatif
siap untuk digunakan, maka kita persiapkan ekstrak atau campuran yang nantinya akan
dipisahkan. Pertama ekstrak dikeringkan dengan silica gel hingga berbentuk butir-butir yang
menyerupai pasir. Kemudian ditambahkan dengan eluen untuk melarutkan dan setelah itu
dimasukkan kedalam tabung diatas kolom yang telah dibuat sebelumnya. Setelah itu
ditambahkan eluen hingga batas pada tabung sekitar 3 cm.
kemudian eluen dialirkan keluar tabung melalui kran bawah, sambil eluen dialirkan
keluar kolom, penambahan eluen harus tetap dilakukan untuk mencegah keringnya kolom
didalam tabung. Jika kolom masih berwarna putih maka penambahan eluen serta pengeluaran
eluen tetap dilakukan sampai seluruh kolom sudah tidak berwarna putih seperti awalnya.
Setelah kolom kromatografi tidak berwarna maka mulai diatur kecepatan tetesan yang keluar
dari tabung kolom kromatografi tersebut, cairan yang keluar dari tabung kolom kromatografi
tersebut ditampung dalam vial yang sudah dikalibrasi sebesar 5 ml pada tiap tabungnya.
Sambil tetap ditambahkan eluen dari atas tabung hingga didapat 60 vial. Dari 60 vial tersebut
kita tutup dan diberikan lubang udara pada penutup vial tersebut, dan dibiarkan selama 3 hari.
Setelah itu fraksi dalam vial tersebut dilarutkan terlebih dahulu dengan eluennya, setelah itu
baru dilakukan uji KLT pada tiap-tiap fraksi yang sudah didapat. Dari hasil KLT tersebut
didapatkan gambaran atau nilai Rf sementara yang nantinya akan dikelompokkan lagi. Dari
fraksi yang sama kemudian fraksi-fraksi tersebut dijadikan satu dan di lakukan uji KLT untuk
yang kedua.

BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum yang dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan,
fraksinasi secara kromatografi kolom dari ekstrak tanaman Psidium guajava dengan eluen n-
heksana : etil asetat dengan perbandingan 4:1 menghasilkan 7 fraksi.
Pelarut yang digunakan pada kromatografi kolom harus dioptimasi terlebih dahulu dan
harus dilakukan penggantian pelarut secara bertahap, non polar-semi polar-polar agar
terbentuk fraksi yang beragam. harus dipilih pula eluen yang tepat untuk melakukan analisa
pada KLT.
6.1 Saran
Dalam melakukan praktikum ada banyak hal yang harus diperhatikan termasuk kolom
yang akan digunakan bocor atau tidak, serta kolom harus dijaga agar eluen tidak menguap dan
kolom menjadi kering sebab jika kolom menjadi kering, kolom tidak dapat digunakan dan
praktikan harus membuat kolom ulang.

DAFTAR PUSTAKA
Hayani, E., 2007. Pemisahan Komponen Rimpang Temu Kunci Secara Kromatografi
Kolom.Buletin Teknik Pertanian Vol. 12 No. 1.
Khopkar, S.M. 2002. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI-Press. Jakarta.
Sastrohamidjojo, Hardjono.1985. Kromatografi Edisi kedua, Liberty. Yogyakarta
Soebagio, dkk. 2000. Kimia Analitik II. JICA. Malang
Sumar Hendayana. 2010. Kimia Pemisahan. PT Remaja Rosdakarya,. Bandung.
Yazid, Estien. 2005. Kimia Fisika untuk Paramedis. Andi. Yogyakarta
Harborne. 1987. Metode Fitokimia. Penuntun cara modern menganalisis tumbuhan.
Terjemahan Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro. PenerbitITB. Bandung.
Heyne, K.1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Jilid III. Jakarta: Yayasan SaranaWana Jaya.I
Ketut Adnyana; dkk. 2004. Efek ekstrak daun jambu biji daging buah putih dan jambu biji
daging buah merah sebagai antidiare. Acta Pharmaceutica IndonesiaXXIX

You might also like