You are on page 1of 130

Modul Penataran Pelatih Tingkat Dasar

MODUL

PENATARAN PELATIH
OLAHRAGA

TINGKAT DASAR

KOMITE OLAHRAGA NASIONAL INDONESIA


TAHUN 2015
Modul Penataran Pelatih Tingkat Dasar

KATA SAMBUTAN

Salam Olahraga!
Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha
Esa, Modul Penataran Pelatih Olahraga Tingkat Dasar yang merupakan
produk Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Pusat untuk
mewujudkan pelatih yang memiliki: (1) pemahaman IPTEK keolahragaan,
(2) mampu menjalankan program latihan dengan baik dan benar, serta
(3) mempunyai kompetensi dalam melatih atlet guna meningkatkan
pencapaian prestasi puncak tingkat nasional dan internasional, dalam
membawa harkat dan martabat bangsa serta mengharumkan bangsa,
dapat diselesaikan penyusunannya dengan baik dan tepat waktu.
Modul Penataran ini merupakan penjabaran dari Buku Pedoman
Penataran Pelatih yang telah diterbitkan KONI Pusat sebagai pedoman
maupun acuan dasar penyampaian materi dari setiap jenjang/tingkatan
penataran pelatih olahraga: baik tingkat dasar, muda, madya, maupun
utama, terutama pada mata pelajaran yang sifatnya umum. Modul ini
diharapkan akan bermanfaat bagi Induk Organisasi Cabang Olahraga,
KONI Provinsi/Kabupaten/Kota maupun pemangku kepentingan di bidang
olahraga, untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas pelatih sesuai
dengan materi yang telah disusun oleh para praktisi di bidang kepelatihan
dengan perkembangan IPTEK keolahragaan modern.
Penataran ini sangat penting, karena berkaitan dengan penyiapan
salah satu SDM tenaga olahraga khususnya pelatih, dimana diharapkan
akan diperoleh pelatih-pelatih yang berkualitas dan berdedikasi tinggi
dengan potensi & kompetensi tinggi, yang mampu merencanakan dan
melaksanakan perubahan penampilan, potensi dan kinerja optimal atlet
guna meraih prestasi terbaik guna mengharumkan nama dan martabat
bangsa serta negara.
Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa memberikan
petunjuk dan meridhoi setiap langkah kita, demi kemajuan dan kejayaan
keolahragaan nasional.

Jakarta, September 2015


Komite Olahraga Nasional Indonesia Pusat
Ketua Umum,

Mayjen TNI (Purn) Tono Suratman

i
Modul Penataran Pelatih Tingkat Dasar

KATA PENGANTAR

Ucapan syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
selesainya proses penyusunan, penyempurnaan dan pemutakhiran
Modul Penataran Pelatih Olahraga Tingkat Dasar yang merupakan
penjabaran dari Buku Pedoman Penataran Pelatih Olahraga. Materi ini
disusun dalam bentuk modul-modul untuk mempermudah dalam
penyampaian materi secara lisan maupun praktek lapangan oleh
pemateri maupun instruktur serta untuk memberikan standar tentang
berbagai dasar keilmuaan yang menjadi kompetensi pelatih tingkat dasar
yang diakreditasi oleh KONI Pusat.
Diharapkan dengan mempelajari materi modul ini, para pelatih
dapat memahami dan mengimplementasikan berbagai prinsip-prinsip
latihan secara sistematik dengan landasan ilmiah dan menyesuaikan
dengan perkembangan IPTEK keolahragaan yang semakin pesat,
sebagai pedoman beraktivitas di lapangan.
Modul yang sederhana tapi sistematis ini, merupakan bagian yang
sangat mendasar dari materi selanjutnya dengan tingkat kompetensi
yang lebih tinggi (tingkat muda, tingkat madya, dan tingkat utama),
diharapkan mudah dipahami dan dicerna oleh para pelatih. Oleh karena
itu, modul ini disusun dengan prinsip sederhana, mudah, dan praktis
untuk diimplementasikan di kelas maupun di lapangan, disesuaikan
dengan kemampuan pelatih.
Modul ini disusun atas dasar dari Buku yang diterbitkan oleh
LANKOR dan disempurnakan oleh berbagai pihak dengan keahliannya
masing-masing, baik dari Universitas Negeri Yogyakarta, Universitas
Negeri Sebelas Maret Surakarta, Universitas Negeri Jakarta, Universitas
Negeri Malang, dan rekan-rekan dari KONI Pusat. Perlu disadari bahwa
modul ini masih jauh dari sempurna, untuk itu berbagai masukan, saran,
pendapat, dan kritik yang membangun agar lebih sempurnanya modul ini,
sangat diharapkan.
Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa memberikan
petunjuk dan meridhoi setiap langkah kita, dan diharapkan modul ini
sebagai acuan pedoman pendidikan dan pelatihan atau penataran pelatih
olahraga tingkat dasar pemangku kepentingan di bidang olahraga.

Jakarta, September 2015


Ketua Bidang Pendidikan dan Penataran
KONI Pusat

Brigjen TNI Drs. Subroto, M.M.

ii
Modul Penataran Pelatih Tingkat Dasar

DAFTAR ISI

Sambutan Ketua Umum KONI Pusat........................................................... i


Kata Pengantar ............................................................................................ ii
Daftar Isi....................................................................................................... iii
Daftar Gambar dan Tabel ........................................................................... v

MODUL I KEPEMIMPINAN DAN FALSAFAH KEPELATIHAN


OLAHRAGA ................................................................................................. 1
1. Falsafah Kepelatihan ............................................................................. 1
2. Peran Pelatih ......................................................................................... 3
3. Falsafah Latihan ................................................................................... 4
4. Anti Doping dan Narkoba ...................................................................... 4
5. Kepemimpinan dalam Kepelatihan Olahraga ....................................... 6

MODUL II TEORI DAN METODOLOGI LATIHAN ....................................... 17


1. Hukum Latihan ...................................................................................... 17
2. Prinsip Latihan ...................................................................................... 19
3. Sistematika Latihan .............................................................................. 21

MODUL III FISIOLOGI OLAHARAGA ......................................................... 26


1. Otot Rangka dan Latihan ...................................................................... 27
2. Tipe Serabut Otot ................................................................................. 29
3. Distribusi Serabut Otot .......................................................................... 31
4. Hubungan Serabut Otot Dengan Performa ........................................... 32
5. Pengaruh Latihan terhadap Tipe Serabut Otot ..................................... 35
6. Kelelahan Otot ...................................................................................... 37
7. Pengaruh Distribusi Serabut Otot ......................................................... 37
8. Kemungkinan Letak dan Penyebab Kelelahan Otot ............................. 38
9. Kelelahan pada Neuromuscular Junctions ........................................... 38
10. Kelelahan dalam Mekanisme Kontraktil ................................................ 38
11. Sistem Syaraf Pusat dan Kelelahan Otot Lokal .................................... 41
12. Sistem Energi ....................................................................................... 42
13. Perpindahan Sistem Aerobik dan Anaerobik (energi split) .................... 43

MODUL IV PSIKOLOGI OLAHRAGA .......................................................... 46


1. Motif Berprestasi ................................................................................... 48
2. Percaya diri............................................................................................ 50
3. Rasa Harga Diri .................................................................................... 52
4. Penanaman Disiplin dan Tanggung Jawab .......................................... 52
5. Penguasaan Emosi .............................................................................. 52
6. Evaluasi Diri .......................................................................................... 53

MODUL V PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN GERAK................... 56


iii
Modul Penataran Pelatih Tingkat Dasar
1. Pertumbuhan dan Perkembangan Gerak .............................................. 56
2. Peristilahan dalam Studi Perkembangan .............................................. 57
3. Teori Perkembangan ............................................................................ 57
4. Periodisasi Perkembangan ................................................................... 57
5. Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan lndividu ........................... 58
6. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Kecil ...................................... 58
7. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Besar .................................... 59
8. Pertumbuhan dan Perkembangan Adolesensi ..................................... 61
9. Penampilan pada Usia Dewasa ............................................................ 63
10. Hakekat Belajar Gerak .......................................................................... 64
11. Proses dan Kondisi Belajar Gerak ........................................................ 72

MODUL VI TEORI DAN PRAKTEK KONDISI FISIK UMUM........................ 80


1. Pengembangan Kondisi Fisik ................................................................ 80
2. Kecepatan ............................................................................................ 87
3. Daya Tahan .......................................................................................... 89
4. Fleksibilitas ........................................................................................... 90
5. Koordinasi ............................................................................................. 91

MODUL VII PERENCANAAN PROGRAM LATIHAN DASAR...................... 93


1. Program Latihan .................................................................................. 93
2. Siklus Mikro .......................................................................................... 97
3. Sesi Latihan .......................................................................................... 101
4. Unsur dan Isi/unit Latihan ...................................................................... 103
5. Implementasi Program Latihan.............................................................. 104
6. Pencatatan Hasil Latihan ...................................................................... 105
7. Tes dan Evaluasi Latihan ..................................................................... 107

MODUL VIII TES DAN KEPENGUKURAN OLAHRAGA ............................. 111


1. Tes dan Evaluasi Latihan ...................................................................... 111
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Performa Atlet................................ 121
3. Pengertian Kesegaran Jasmani (Fitnes)................................................ 122

iv
Modul Penataran Pelatih Tingkat Dasar

DAFTAR GAMBAR DAN TABEL

Daftar Gambar
Gambar 1 Dimensi Keilmuan dalam Kepelatihan Olahraga 2
Gambar 2 Anti-Doping dan Narkoba (IOC) 6
Gambar 3 Overload menghasilkan overkompensasi 18
Gambar 4 Pembebanan dan overkompensasi 18
Gambar 5 Hukum Reversibilitas kebugaran yang progresif 19
Gambar 6 Tahap latihan (adaptasi dari Bompa) 23
Gambar 7 Rasio antar indikator beban latihan 24
Gambar 8 Mikrostruktur otot rangka yang terdiri dari beberapa
miofibril, dan miofibril terdiri dari beberapa sarkomer 29
Gambar 9 Kandungan glikogen pada serabut otot ST dan FT
selama latihan lari cepat dan daya tahan 33
Gambar 10 Kontribusi sistem energi berdasarkan waktu aktifitas
(Thompson: 1991) 43
Gambar 11 Energi predominan berkaitan dengan waktu kegiatan
(Thompson: 1991) 44
Gambar 12 Perbedaan tingkat arousal yang optimal pada atlet 51
Gambar 13 Unsur dasar kemampuan fisik (Thompson:1991) 81
Gambar 14 Hubungan antar kemampuan fisik (Thompson:1991) 81
Gambar 15 Kebutuhan fisik antara pelari marathon dan tolak peluru
(Thompson:1991) 82
Gambar 16 Pembebanan pada kekuatan maksimal 83
Gambar 17 Pembebanan pada daya tahan kekuatan 84
Gambar 18 Pembebanan pada kekuatan kecepatan 84
Gambar 19 Berbagai pembebanan kekuatan (Thompson: 1991) 85
Gambar 20 Piramid tunggal dan piramid ganda 86
Gambar 21 Variasi metode piramid dalam latihan berbeban 86
Gambar 22 Proses latihan jangka panjang 94
Gambar 23 Dasar periodisasi latihan 95
Gambar 24 Garis volume dan intensitas latihan 97
Gambar 25 Periodisasi dengan kerangka waktu (bulan dan minggu) 98
Gambar 26 Pengaturan beban latihan mingguan untuk atlet pemula
(Thompson: 1991) 99
Gambar 27 Pengaturan beban mingguan untuk atlet senior (Thompson:
1991) 100
Gambar 28 Blanko siklus mikro 101
Gambar 29 Urutan beban pada sesi latihan 102
Gambar 30 Periodisasi dengan unsur latihan 104
Gambar 31 Siklus pelaksanaan latihan 105

v
Modul Penataran Pelatih Tingkat Dasar

Daftar Tabel

Tabel 1 Struktur dan Sifat-sifat Fungsional Serabut Otot ST dan


FT (Fta & FTb) 31
Tabel 2 Perubahan Biokimia Serabut Otot karena Latihan 36
Tabel 3 Kemungkinan arti-arti dari kelelahan 37
Tabel 4 Periodisasi Perkembangan Berdasarkan Usia 58
Tabel 5 Hubungan Penggunaan Metode Keseluruhan dan Bagian
dengan Kompleksitas Gerakan dan Keeratan Antar Bagian
Gerakan 76
Tabel 6 Metode Latihan Daya Tahan 90
Tabel 7 Tes untuk Kesegaran Jasmani 124

vi
Penataran tingkat dasar
MODUL I

KEPEMIMPINAN DAN FALSAFAH KEPELATIHAN OLAHRAGA

A. Deskripsi
Modul ini berisi tentang peran dan tanggung jawab, tipe kepemimpinan
serta falsafah olahraga bagi pelatih dan atlet.
Setelah mempelajari modul ini para pelatih mampu:
1. Memahami peran dan tanggung jawab seorang pelatih;
2. Mengidentifikasi tipe kepemimpinan dan falsafah kepelatihan olahraga;
3. Membandingkan berbagai tipe kepempimpinan;
4. Menjelaskan falsafah kepelatihan olahraga;
5. Menghindari kecurangan-kecurangan dalam berolahraga (penyalah
gunaan doping, pemalsuan dokumen, dll.)

B. Jumlah Jam Pelajaran: 4 JPL

C. Metode Penyajian
1. Ceramah;
2. Tanya jawab;
3. Penugasan (perorangan/kelompok);
4. Presentasi.

D. Materi
1. Falsafah Kepelatihan

Berkembangnya prestasi olahraga nasional memerlukan proses


pembinaan jangka panjang yang terencana dan terarah melalui
pengelolaan yang baik dengan dukungan dana yang memadai dan
berkecukupan serta sarana dan prasarana olahraga yang memadai. Untuk
mencapai prestasi olahraga yang optimal harus diawali dari pemassalan
olahraga, dilanjutkan dengan pembibitan calon atlet usia dini melalui
pembinaan secara berjenjang dan berkesinambungan dengan penerapan
ilmu pengetahuan dan teknologi keolahragaan.
Pencapaian prestasi bukanlah satu-satunya tujuan yang ingin dicapai
setiap atlet dalam kegiatan berolahraga. Perkembangan fisik, psikis, dan
sosial atlet merupakan aspek yang tidak kalah pentingnya untuk
diperhatikan dalam proses latihan. Oleh karena itu, pelatih perlu
memperhatikan berbagai faktor yang menjadi dasar dan prinsip dalam
latihan, agar atlet tidak menjadi korban ambisi berprestasi yang berlebihan
sehingga dapat mengorbankan sisi kehidupan yang lain.

1
Penataran tingkat dasar
Dari berbagai pendapat tentang batasan latihan olahraga yang
memiliki berbagai kesamaan, maka dalam buku ini batasan latihan
merupakan proses jangka panjang yang sistematik dan berkelanjutan
untuk meningkatkan kinerja atlet sesuai dengan cabang olahraga yang
dipilihnya. Kinerja atlet dalam hal ini tentu saja mencakup berbagai faktor
seperti: fisik, teknik, taktik, dan psikis, dalam upaya menuju pencapaian
potensi optimal atlet yang disebut dengan prestasi.
Mengingat atlet yang menjadi subjek dalam proses latihan adalah
manusia, maka pelatih tidak dapat dengan begitu saja melaksanakan
proses latihan tanpa memiliki kompetensi dasar yang baik, agar tidak
terjadi korban dalam proses latihan yang sedang berlangsung. Untuk itu
diperlukan pemahaman yang baik dan komprehensif tentang prinsip-
prinsip dasar latihan dan bagaimana melaksanakan latihan secara
sistematik dan terprogram.
Prinsip dan sistematika serta program yang baik dalam melakukan
proses latihan inilah yang memungkinkan berbagai pencapaian prestasi
terbaik dan pemecahan rekor dapat terjadi dari tahun ke tahun.
Sebaliknya, gagalnya pelatih menjalankan tugasnya dengan mengabaikan
hal tersebut di atas akan mengakibatkan para atlet mengalami
kemandegan prestasi (stagnasi dan burn out), atau keluar dari olahraga
(drop-out) yang disebabkan oleh cedera, mengalami berbagai penyakit,
atau kebosanan yang tidak teratasi, serta berbagai masalah psikologis
yang lain.
Untuk memahami dan mendalami serta mengimplementasikan
dengan lebih komprehensif proses fasilitasi atlet dalam berlatih untuk
mencapai tujuan yang diharapkan, pelatih perlu mempelajari berbagai
ilmu yang diperlukan seperti pada gambar di bawah ini.

Anatomi Fisiologi Biomekanik Statistik Nutrisi


a

Teori dan Metodologi Latihan

Psikologi Tes & pengukuran Falsafah Sejarah

Gambar 1. Dimensi Keilmuan dalam Kepelatihan Olahraga

2
Penataran tingkat dasar
Melihat gambar di atas bahwa melatih bukanlah tugas yang ringan
dan tidak boleh dilakukan secara asal-asalan. Oleh karena itu pembekalan
tentang berbagai kompetensi keilmuan diperlukan untuk memberi
bekal yang baik bagi pelatih yang memenuhi persyaratan. Pada bab-bab
selanjutnya dalam modul ini akan berisi mengenai kandungan berbagai
keilmuan di atas.
2. Peran Pelatih
Pelatih tidak hanya memiliki peran tunggal sebagai pengajar
keterampilan para atletnya, tetapi juga memiliki peran yang cukup banyak
dimana peran ini hanya dimiliki oleh profesi pelatih. Berbagai peran dalam
mengemban tugasnya dapat berupa sebagai:
a. Guru, mengajar dan mendidik atlet agar menjadi manusia yang
berilmu, cerdas, dan mampu menjadi manusia yang berkarakter,
bermoral, dan bermanfaat.
b. Instruktur, memberikan instruksi yang harus dilakukan oleh atlet dan
memberikan koreksi serta umpan balik menuju gerakan yang efisien.
c. Orangtua, pelatih perlu memberikan kasih sayang dan berbagai
nasihat serta perhatian dan perlindungan yang baik kepada atletnya,
agar merasa tentram dan nyaman dalam melaksanakan latihan.
d. Teman, sebagai teman menerima aduan dan keluhan serta
curahan hati para atletnya agar mampu memberikan solusi yang
tepat, sehingga atlet merasa percaya diri dan mengalami kemajuan
sosial yang baik.
e. Motivator, dalam proses latihan yang lama dan penuh ujian serta
tantangan, pelatih perlu memotivasi atletnya agar tetap berlatih untuk
mencapai tujuan yang diharapkan.
f. Administrator, pelatih perlu mengelola latihan dan melakukan
pencatatan berbagai peristiwa dan data yang telah dicapai baik dalam
latihan maupun pertandingan agar perkembangan atlet dapat
terpantau dengan baik.
g. Ilmuwan, pengembangan keilmuan merupakan tanggung jawab
pelatih agar tidak terjadi malpraktik dalam proses latihan. Pelatih
punya tanggung jawab untuk menjadikan pendekatan keilmuan
menjadi implementasi nyata dalam latihan.
h. Murid/siswa, proses belajar sepanjang hayat merupakan prinsip
yang harus tetap dipegang oleh pelatih agar perkembangan yang
terjadi dalam dunia kepelatihan selalu menjadi kebutuhan untuk
dipelajari dari berbagai sumber.
i. Agen jurnalist, setiap keberhasilan dan masalah yang muncul dalam
proses latihan/pertandingan menjadi tanggung jawab pelatih untuk
menyampaikan dengan tepat kepada media massa/pers.
j. Disipliner, disiplin adalah jalan pertama menuju keberhasilan,
sehingga pelatih memiliki tanggung jawab untuk menerapkan disiplin
bagi para atletnya agar mampu menghargai waktu, perilaku, dan
setiap jerih payah yang dilakukan bersama dalam rangka mencapai
karakter manusia yang baik.
3
Penataran tingkat dasar
3. Falsafah Latihan
Secara sederhana falsafah diartikan sebagai cara pandang terhadap
situasi dan kejadian dalam kehidupan kita (Thompson, 1991:11). Dengan
kegiatan olahraga kita dituntun untuk melakukan pertimbangan dan
keputusan yang sesuai dengan prinsip kehidupan yang harmonis, sesuai
dengan filosofi Nation and character building.
Kegiatan olahraga mengandung berbagai aktivitas yang melibatkan
berbagai pihak seperti atlet, pelatih, wasit, organisator, penonton, dan
pihak-pihak lain seperti media masa dan sebagainya. Semua pihak
memiliki peran sesuai dengan posisinya yang dilaksanakan untuk
menjamin kegiatan olahraga dapat berlangsung dengan harmonis dan
mencapai tujuan yang diharapkan.
Memahami filsafat berarti pelatih perlu menyadari bahwa:
a. Prestasi adalah hasil usaha keras tetapi jujur untuk mencapai potensi
optimal atlet dengan proses latihan yang tepat.
b. Pelatih memiliki berbagai peran dan kewajiban untuk
mengembangkan atlet menjadi manusia yang sehat jasmani, rohani,
mental dan spritual, bukan hanya sekedar mencapai prestasi tinggi.

Dari uraian di atas pelatih perlu menentukan pilihan falsafah yang


harus ditempuh bagi diri dan atletnya dengan berpedoman pada prinsip-
prinsip dan nilai luhur yang ada pada olahraga. Implementasi dari falsafah
yang dijiwai oleh nilai luhur tersebut adalah :
a. Kesehatan atlet adalah utama dibanding yang lainnya, sedangkan
kemenangan bukan segala-galanya.
b. Saling menghargai kawan dan lawan dalam pertandingan olahraga.
c. Menghormati peraturan dan keputusan wasit sebagai pengadil di
lapangan sekaligus memahami bahwa wasit dapat melakukan
kesalahan yang tidak disengaja.
d. Menghargai jerih payah masing-masing pihak untuk mencapai
prestasi, sehingga kecurangan dapat dihindarkan dan menempatkan
yang terbaik yang pantas mendapat kemenangan.
e. Bersama-sama menjunjung tinggi arena olahraga sebagai tempat
ibadah, sehingga yang dilakukan di arena pertandingan adalah
pengabdian pada bangsa, negara, dan Tuhan Yang Maha Esa.

4. Anti Doping dan Narkoba


Anti-Doping telah menjadi salah satu agenda utama di dalam
pembahasan dan perkembangan dunia olahraga modern. Isu ini menjadi
penting di tengah maraknya penemuan berbagai cara penggunaan doping
dalam meningkatkan performa seorang atlet.

4
Penataran tingkat dasar
Sesuai Pasal 85 UU No. 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan
Nasional (SKN), maka:
a. Doping dilarang dalam semua kegiatan olahraga;
b. Setiap Induk Organisasi Cabang Olahraga dan/atau Lembaga
Organisasi Olahraga Nasional wajib membuat peraturan doping dan
disertai sanksi;
c. Pengawasan doping sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
oleh Pemerintah.
Ada 2 (dua) pengertian doping, yaitu:
a. Adanya zat terlarang (menurut daftar WADA) di dalam tubuh seorang
atlet;
b. Penggunaan, upaya-upaya yang dilarang WADA oleh seorang atlet
untuk meningkatkan prestasinya.

Untuk mencegah pemakaian doping, harus memberi informasi


tentang makanan/minuman, suplemen, vitamin kepada pelatih dan atlet,
membuat buku-buku panduan/buletin informasi tentang doping, atlet tidak
boleh memakan obat sembarangan tanpa sepengetahuan dokter.
Penggunaan makanan/minuman yang dapat meningkatkan kemampuan
atlet dengan cara yang tidak wajar, merupakan kecurangan dan
pengkhianatan terhadap nilai-nilai luhur olahraga.
Pelatih harus memiliki prinsip untuk menjauhkan atletnya dari
penyalahgunaan doping, penggunaan narkotika dan obat-obatan
terlarang. Prinsip anti- doping dan narkoba tersebut harus menjadi
jiwa pelaku olahraga, sehingga olahraga bersih dari berbagai akibat
negatif bahan-bahan tersebut. Prinsip ini akan mampu membawa
olahraga sebagai solusi kehidupan bermasyarakat sehingga citra
olahraga akan semakin membaik dan meningkat.
Dalam upaya pencapaian prestasi olahraga yang maksimal, masih
dijumpai olahragawan melakukan tindakan tidak terpuji/tercela dengan
mengkonsumsi penggunaan zat terlarang dan/atau menggunakan metode
terlarang untuk meningkatkan kinerja fisik dalam olahraga (doping). Hal ini
merupakan penipuan dan membahayakan kesehatan atlet yang
bersangkutan. Masyarakat olahraga yang selama ini menganut prinsip-
prinsip dasar keolahragaan yang menjunjung tinggi nilai sportivitas,
menjunjung tinggi nilai moral dan kemanusiaan, mengecam keras
pemanfaatan doping dan penyalahgunaan narkoba oleh atlet.
Selain itu doping memiliki efek yang merusak atlet: kerusakan organ
tubuh dalam waktu panjang, ketergantungan yang sulit untuk diatasi, dan
menghancurkan masa depan kehidupan atlet secara keseluruhan.

5
Penataran tingkat dasar

Gambar 2. Anti-Doping dan Narkoba (IOC)

5. Kepemimpinan dalam Kepelatihan Olahraga


a. Makna Kepemimpinan
Pada hakekatnya kepemimpinan tidak hanya berkenaan
dengan jabatan formal pimpinan dalam suatu organisasi atau instansi
tertentu, tetapi juga melekat pada diri seseorang karena situasi
atau kondisi tertentu dan karakteristik profesinya harus
menggerakkan orang lain agar mau berbuat sesuatu.
Kepemimpinan secara luas dapat didefinisikan sebagai
kemampuan untuk mempengaruhi perilaku orang lain. Pemimpin
adalah seseorang yang mampu memotivasi, memberi arahan,
menggerakkan untuk berbuat, dan mengendalikan atau mengontrol
orang lain. Pemimpin memberikan tantangan kepada anggotanya
untuk mengerjakan tugas, mengatasi masalah, dan membuat
keputusan untuk mencapai sasaran atau tujuan bersama
kelompoknya.
Tanggung jawab utama pemimpin adalah mengelola sumber
daya manusia pengikutnya dalam mengatasi kendala situasional.
Untuk itu pemimpin perlu memahami kualitas personal pengikutnya,
dan untuk menjadi pemimpin yang baik tidak mungkin hanya
berlangsung sekejap, tetapi memerlukan proses panjang melalui
pengalaman yang dapat menghasilkan pertumbuhan dan
perkembangan personal.
Berkaitan dengan kualitas pemimpin, ada beberapa pendekatan
yaitu:
1) Trait Theories, menyatakan bahwa pemimpin adalah dilahirkan.
Artinya bahwa faktor bakatlah yang dibawa sejak lahir yang
menentukan seseorang dapat menjadi pemimpin yang baik atau
tidak. Sifat-sifat dasar yang diperlukan untuk menjadi pemimpin
yang baik dibawa sejak lahir, misalnya: karismatik, cerdas,
bersemangat, antusias, empatik, dan loyal.
6
Penataran tingkat dasar
2) Behavioral Theories menyatakan bahwa pemimpin tidak
dilahirkan, melainkan dapat dibentuk melalui latihan. Artinya
bahwa untuk menjadi pemimpin yang baik dapat dicapai melalui
proses pendidikan dan latihan.

Dalam perkembangannya kebanyakan orang percaya bahwa


untuk menjadi pemimpin yang baik ditentukan oleh kedua-duanya.
Faktor bakat berperan penting, tetapi hanya dapat diaktualisasikan
secara optimal melalui pendidikan dan latihan.

b. Gaya Kepemimpinan
Ada berbagai upaya yang dilakukan para ahli untuk mengenali
karakteristik pemimpin berdasarkan gaya yang ditampilkan. Pelatih
sebagai seorang pemimpin memiliki gaya tertentu yang pada
dasarnya dapat diklasifikasi berdasarkan gaya kepemimpinan pada
umumnya.
Pate dkk.(1984) mengemukakan 2 macam klasifikasi gaya
kepemimpinan, yaitu gaya kepemimpinan Autoritarian versus
Demokratis; dan gaya kepemimpinan berpusat pada orang versus
Berorientasi Tugas. Adapun karakteristik, kelebihan, dan kelemahan
setiap gaya tersebut adalah sebagai berikut:
1) Gaya Kepemimpinan Autoritarian
Mengontrol orang lain menggunakan autoritasnya.
Menggerakkan orang lain dengan cara memerintah.
Berusaha segala sesuatu berjalan sesuai kemauan sendiri.
Berbuat dengan cara tidak personal.
Menghukum anggota yang keliru atau menyimpang.
Menentukan sesuatu berdasarkan pembagian kerja.
Menetapkan bagaimana sesuatu harus dikerjakan.
Kelebihannya:
- Dapat efektif bila pemimpin berstatus jauh lebih tinggi
dibanding pengikutnya.
- Cocok untuk situasi yang memerlukan keseriusan dan
kedisiplinan.
- Cocok untuk situasi dimana pengikut kurang memiliki rasa
percaya diri dan merasa perlu perlindungan dari pemimpin.
Kelemahannya:
- Banyak peserta yang merasa tertekan.
- Tidak dapat diperoleh saran dan masukan dari pengikut yang
sebenarnya dapat bermanfaat.
2) Gaya Kepemimpinan Demokratis
Berbuat secara bersahabat dan bersifat personal.
Melibatkan semua anggota dalam perencanaan.

7
Penataran tingkat dasar
Memperbolehkan anggota saling berinteraksi tanpa harus
minta ijin.
Mau menerima saran dan masukan.
Tidak berusaha mendominasi dalam percakapan.

Kelebihannya:
- Kebanyakan pengikut merasa dihargai.
- Dapat meningkatkan kekompakan dan persatuan.
- Berpeluang lebih besar untuk menanamkan nilai-nilai
pendidikan.

Kelemahannya:
- Tidak cocok untuk situasi yang mengharuskan pengambilan
keputusan secara cepat.
- Tidak cocok untuk situasi yang memerlukan disiplin ketat
dan agresivitas dalam penyelesaian tugas.
- Penggunaan waktu kurang efisien.

3) Gaya Kepemimpinan Berpusat pada Orang


Gaya ini dapat disebut juga Kepemimpinan Berorientasi
Hubungan Baik Antar Individu. Cirinya terutama menekankan pada
pemenuhan kebutuhan personal dari pengikutnya. Gaya ini lebih
efektif untuk pengikut yang karakteristiknya:
Kebutuhan afiliasi tinggi.
Kebutuhan pencapaian rendah.
Lebih memilih hadiah intrinsik.
Kebutuhan untuk independen tinggi.
Penerimaan autoritas rendah.
Toleransi terhadap kemenduaan tinggi.

4) Gaya Kepemimpinan Berorientasi Tugas


Cirinya adalah secara eksklusif menekankan pada
penyelesaian tugas. Gaya ini lebih efektif untuk pengikut yang
memiliki karakteristik:
Kebutuhan afiliasi rendah.
Kebutuhan pencapaian tinggi.
Lebih memilih hadiah materi.
Kebutuhan untuk independen rendah.
Kemenerimaan autoritas tinggi.
Toleransi terhadap kemenduaan rendah.
Ada pendapat lain mengenai klasifikasi gaya kepemimpinan,
khususnya mengenai gaya pelatih olahraga. Berikut yang
diungkapkan dalam buku Beginning Coaching yang diterbitkan oleh
Australian Coaching Council, yang membedakan menjadi 5 gaya,
yaitu gaya: 1) Autoritarian; 2) Praktis dan cekatan; 3) Ramah dan baik
hati; 4) Bersemangat; dan 5) Gampangan dan tenang.
8
Penataran tingkat dasar
1) Pelatih Autoritarian (Autoritarian Coach)
Selalu menggunakan perintah atau komando.
Lugas dan disiplin.
Sering menggunakan hukuman.
Bersemangat bila timnya menang dan mengumpat bila timnya
kalah.
Menggunakan cara marah-marah agar dihormati.

2) Pelatih Praktis dan Cekatan (Businesslike Coach)


Tidak berorientasi pada orang-orang, tetapi berorientasi pada
tugas.
Bekerja keras, tekun dan cermat melaksanakan tugasnya.
Menggunakan sepenuh waktunya untuk memikirkan tugasnya.

3) Pelatih Ramah dan Baik Hati (Nice Guy Coach)


Selalu menggunakan pendekatan personal dan kooperatif.
Penuh perhatian dan ramah terhadap atlet.
Peduli pada masalah yang dihadapi setiap atlet.

4) Pelatih Bersemangat (Intense Coach)


Menggunakan cara marah-marah agar dihormati.
Selalu berusaha mencapai keinginannya dengan terlalu
bersemangat sehingga tampak tegang dan gelisah.
Memberikan dorongan kepada atlet dengan cara menggebu-
gebu.
Menghadapi situasi dengan sikap emosional.

5) Pelatih Gampangan dan Tenang (Easy going Coach)


Selalu bersikap gampangan, santai, dan sambil lalu dalam
menghadapi situasi.
Tidak menunjukkan keseriusan dalam menghadapi masalah.
Selalu bersikap tenang dan acuh-tak acuh dalam menghadapi
masalah.
Gaya-gaya kepemimpinan tersebut merupakan klasifikasi yang
dibuat secara ekstrim. Masing-masing gaya memiliki kelebihan dan
kelemahan dalam efektivitas kepemimpinan. Sesuai dengan
kelebihan dan kelemahannya, pada dasarnya setiap gaya dapat
efektif bila diterapkan dalam situasi dan kondisi yang tepat, dengan
kata lain bahwa untuk suatu situasi dan kondisi tertentu dibutuhkan
gaya tertentu pula agar efektif kepemimpinannya.
Dalam kenyataannya memang jarang ada pelatih yang secara
ekstrim hanya memiliki satu gaya saja, dan pada umumnya gaya
pelatih secara natural merupakan perpaduan dari gaya-gaya
tersebut, secara sengaja memadukan atau menggunakan gaya-gaya
kepemimpinan secara berganti-ganti sesuai dengan situasi dan
kondisi. Memahami karakteristik, kelebihan, dan kelemahan setiap
9
Penataran tingkat dasar
gaya kepemimpinan dapat digunakan sebagai acuan bagi pelatih
untuk mengevaluasi diri dan kemudian memformulasikan gaya
kepemimpinan yang akan digunakan untuk menghadapi situasi dan
kondisi tertentu dalam melaksanakan tugasnya.

c. Pemimpin yang Efektif


Pemimpin yang efektif adalah seseorang yang dapat menjadikan
anggotanya merasa kebutuhannya terpenuhi dan dirinya sendiri
merasa anggotanya dapat memenuhi kebutuhannya.
Efektivitas pemimpin pada dasarnya dipengaruhi oleh 3 (tiga)
faktor yang kompleks, yaitu: faktor individual pemimpin; faktor
pengikut; dan faktor kondisi lingkungan.

1) Faktor Individual Pemimpin


Kualitas individual pemimpin yang berpengaruh langsung
terhadap efektivitas pemimpin adalah:
Usia dan pengalaman.
Kompetensi teknis.
Gaya.
Posisi kontrol dalam organisasi.
Kualitas kepribadian.

2) Faktor Pengikut
Kualitas perilaku kepemimpinan yang baik memerlukan
pemahaman tentang para pengikutnya atau orang-orang yang
dipimpin. Masalah yang kompleks, apakah kepemimpinan yang
baik menyebabkan pengikutnya berbuat baik, atau sebaliknya
pengikut yang baik menyebabkan kepemimpinan menjadi efektif,
memang sulit untuk dijawab secara pasti. Namun demikian dapat
diyakini bahwa kepribadian, sifat, watak, dan perilaku pengikut
mempunyai pengaruh yang besar terhadap efektivitas pemimpin.
Beberapa sifat pengikut yang penting untuk dipertimbangkan
adalah:
Kebutuhan berafiliasi.
Kebutuhan mencapai sesuatu.
Mengharapkan hadiah (reward).
Kebutuhan untuk tidak tergantung.
Penerimaan pada autoritas.
Toleransi terhadap kemenduaan (ambiguity).

Adanya hubungan antara sifat pengikut dengan efektivitas


pemimpin secara parsial, dapat terbukti dari fakta bahwa tipe sifat
tertentu dari pengikut akan merespon dengan baik atau
sebaliknya merespon dengan buruk terhadap gaya kepemimpinan
tertentu.
10
Penataran tingkat dasar
3) Faktor Kondisi Lingkungan
Kondisi dan situasi lingkungan yang ada pada saat
pelaksanaan tugas akan berpengaruh terhadap efektif atau
tidaknya pemimpin. Beberapa faktor lingkungan yang dapat
berpengaruh adalah:
Sifat tugas.
Derajat ketertekanan (stress).
Kejelasan peran.
Ukuran kelompok.
Kendala waktu.
Ketergantungan tugas.

Ketiga faktor tersebut saling berinteraksi dalam proses


berlangsungnya aktivitas, dengan demikian masing-masing faktor
akan memberikan warna atau andil untuk menjadikan efektif atau
tidaknya kepemimpinan. Apabila faktor-faktor itu dapat berada pada
kondisi yang saling mendukung, maka akan terjadilah kepemimpinan
yang benar-benar efektif.
d. Meningkatkan Kemampuan Kepemimpinan
Pemimpin sebaiknya selalu berusaha meningkatkan
kemampuan kepemimpinannya agar semakin efektif. Agar
kepemimpinan benar-benar efektif, pemimpin perlu berusaha
menemukan berbagai kondisi lingkungan dan variabel-variabel yang
membentuk suatu situasi tertentu dan berpengaruh terhadap
keberhasilan atau kegagalan.
Ada beberapa saran yang dapat membantu seseorang untuk
meningkatkan kemampuan kepemimpinannya, yang diungkapkan
dalam buku Sport Leadership Course yang diterbitkan oleh
International Olympic Committee, yaitu:
1) Berusahalah menyadari kemampuan diri anda, dan motif-motif
yang akan berpengaruh terhadap kepemimpinan anda.
2) Berusahalah menyadari karakteristik dan minat para pengikut.
3) Berusahalah fleksibel, ubahlah gaya anda untuk menyesuaikan
dengan situasi.
4) Minggirlah, dan berikan kesempatan orang lain untuk tampil
bilamana situasinya memang mengharuskan.
5) Kenalilah bahwa keberhasilan bukan hanya karya anda sendiri,
melainkan juga atas partisipasi para pengikut, dan situasi
yang mendukung keberhasilan.
6) Memerintah dan mengawasi pelaksanaannya bukanlah
kepemimpinan. Hal itu mengabaikan pentingnya dimensi yang
disebut mempengaruhi.
7) Pendelegasian adalah penting untuk keterlibatan pengikut dan
diperlukan motivasi untuk menjaga keberlanjutan pengikut.

11
Penataran tingkat dasar
8) Berusahalah mengidentifikasi faktor-faktor kunci dalam berbagai
situasi yang akan berpengaruh terhadap usahanya
mempengaruhi orang-orang.
9) Kembangkan suatu pendekatan rencana induk dalam
kepemimpinan untuk mencapai sasaran dan tujuan secara
konsisten.
10) Berikan pengalaman berlatih bagi pemimpin masa depan.

e. Pelatih yang Dihormati


Untuk menjadi pelatih yang dihormati dan disegani, selain harus
memiliki kompetensi profesional juga perlu memiliki kompetensi
pedagogis, kompetensi kepribadian, dan kompetensi sosial.
Pelatih sebagai pemimpin, dihormati dan disegani juga karena
komitmennya terhadap tugas, kebijaksanaan atau kearifan, keadilan
dan ketepatan dalam memperlakukan orang lain.
Secara lebih operasional ada pendapat yang menjelaskan
bahwa kehormatan pelatih diperoleh karena berbuat sebagai berikut:
1) Menanamkan cita-cita atau harapan terbaik yang diinginkan.
2) Mengenakan pakaian sesuai dengan sesi yang dilaksanakan.
3) Bertanggungjawab memelihara kedisiplinan selama sesi latihan
berlangsung.
4) Percaya diri, tegas, konsisten, bersahabat, adil, dan ahli.
5) Dapat menangani pertolongan awal cedera ringan.
6) Mengorganisasi dengan baik mulai dari rencana setiap sesi
latihan, mingguan, bulanan, sampai tahunan.
7) Mampu memutuskan dan memberi argumentasi mengapa
sesuatu harus dilakukan, atau juga meminta saran dan masukan
ketika dirinya ragu-ragu.

f. Tanggung Jawab Legal Pelatih


Pelatih setidaknya memiliki 10 (sepuluh) tugas ketika
menjalankan aktivitasnya, yaitu sebagai berikut:
1) Memberikan lingkungan yang aman.
2) Aktivitas harus direncanakan secara tepat.
3) Atlet harus dievaluasi bila cedera dan kehilangan kapasitas atau
kemampuan.
4) Atlet muda harus ditangani sesuai tingkat perkembangannya.
5) Memberikan peralatan yang aman dan sesuai.
6) Atlet harus diperingatkan tentang resiko dalam cabang
olahraganya.
7) Aktivitas harus disupervisi secara baik.
8) Pelatih harus tahu pertolongan pertama pada kecelakaan.
9) Membuat aturan tertulis secara jelas mengenai latihan
dan pelaksanaan umum.
10) Pelatih harus membuat dan menyimpan catatan secara tertib.
12
Penataran tingkat dasar
g. Landasan Filosofi
Secara umum dapat dikatakan bahwa seseorang yang dalam
hidupnya memiliki landasan filosofi yang baik akan menjadikan dirinya
bijaksana dalam bertindak. Filosofi merupakan seperangkat pemandu
yang menjadikan pedoman seseorang untuk bertindak.
Filosofi seseorang terbentuk dari gagasan yang berkembang
dari pengalaman, pendapat yang diperoleh dari pengetahuan yang
dikumpulkan, dan harapan-harapan tentang masa depannya.
Demikian juga para pelatih dalam menjalani profesinya perlu
memiliki landasan filosofi yang baik dan jelas, sehingga tidak
terombang-ambing pikirannya dan dapat mengambil keputusan yang
tepat bila menghadapi masalah yang rumit.
Untuk mengembangkan filosofi kepelatihan yang diyakini
kebenarannya, dalam buku Beginning Coaching didasarkan pada:
1) Mengetahui mengapa para pelatih menjadi pelatih.
Pertimbangkan alasan-alasan para pelatih menjadi pelatih, seperti
berikut:
- Saya ingin membantu orang lain untuk berkembang.
- Saya merasa melewatkan waktu dengan baik ketika melatih.
- Saya senang dihargai.
- Saya ingin dikenal sebagai pelatih yang sukses.
- Saya senang melihat orang lain melewatkan waktu dengan
baik.
- Saya senang membantu orang lain.
- Saya senang merasa punya kekuasaan yang diperoleh dari
melatih.
- Saya senang melihat atlet makin baik.
- Saya merasa telah melakukan hal yang berharga setelah
melatih.
- Saya senang menerapkan pengalaman lampau dalam
olahraga.
Untuk setiap pelatih, alasan-alasan tersebut berlaku pada dirinya
walaupun dengan penekanan yang berbeda-beda. Mana yang
sesuai bagi dirinya dapat direnungkan.

2) Mengetahui mengapa para atlet menjadi atlet.


Pertimbangkan alasan-alasan para atlet menjadi atlet, seperti
berikut:
- Ingin berprestasi.
- Merasa memperoleh arahan.
- Mencari persahabatan.
- Merasa ikut serta dalam kelompok.
- Sekedar sensasi.

13
Penataran tingkat dasar
3) Mempertimbangkan pendapat orang lain, seperti dalam hal:
Kepentingan orangtua terhadap program olahraga antara lain:
- Keselamatan.
- Kesenangan.
- Melayani keinginan anak.
- Keterlibatan famili.
- Kesuksesan.
- Mengembangkan olahraga.
Hasil yang diharapkan administrator dari program olahraga
meliputi:
- Memperoleh penghasilan.
- Mengikuti kejuaraan.
- Pencapaian personal.
- Kepuasan melihat atlet perprestasi.
- Dapat melibatkan anak-anaknya.

4) Mengkomunikasikan filosofinya kepada pihak terkait.


Langkah menetapkan tujuan dan mengkomunikasikan
kepada fihak-fihak terkait perlu dilakukan agar semua pihak dapat
berperan dalam fungsi sebagai suatu sistem, dan masing-masing
berperan secara kompak menuju ke arah tujuan yang sama.
Karakteristik tujuan yang ditetapkan sebaiknya:
- Dapat diukur.
- Dapat diobservasi.
- Cukup menantang.
- Dapat dicapai dan dapat dipercaya.
- Berjangka pendek dan berjangka panjang.
Dengan memahami hal-hal tersebut, maka setiap pelatih
dapat mengembangkan filosofinya masing-masing sesuai dengan
pengalaman, apa yang dipahami, dan tujuan yang ingin
dicapainya.

h. Kode Etik Pelatih


Suatu profesi yang sudah mapan seharusnya memiliki
asosiasi profesi. Salah satu perangkat yang perlu diadakan oleh
asosiasi profesi adalah Kode Etik Profesi. Kode Etik Profesi
digunakan sebagai acuan norma berperilaku dan berbuat dalam
berkarya melaksanakan tugas profesionalnya. Pelatih olahraga
merupakan salah satu profesi yang sedang berkembang di Indonesia.
Kedepan perlu dipikirkan para pelatih olahraga untuk membentuk
asosiasi profesi dan mengembangkan kode etik pelatih olahraga.
Berikut dikemukakan pendapat mengenai prinsip-prinsip
seharusnya pelatih berperilaku, yang dapat diacu dalam
mengembangkan kode etik pelatih olahraga, yaitu :

14
Penataran tingkat dasar
1) Mengajarkan kepada para atlet bahwa peraturan dalam
olahraga merupakan kesepakatan bersama yang tak seorangpun
boleh tidak melaksanakan atau melanggarnya.
2) Ketika dimungkinkan, sekelompok atlet diberi kesempatan yang
masuk akal untuk sukses.
3) Hindari terjadinya atlet berbakat bermain berlebihan, atlet perlu
sama rata dan berhak mendapat waktu yang sama.
4) Pastikan bahwa peralatan dan fasilitas memenuhi standar
keselamatan dan sesuai dengan usia dan kemampuan atlet.
5) Kembangkan rasa hormat tim terhadap kemampuan lawan,
juga terhadap keputusan official dan pelatih tim lawan.
6) Ikutilah saran dokter ketika menentukan kapan atlet yang
cedera diijinkan kembali berlatih atau mengikuti kompetisi.
7) Buatlah komitmen personal untuk menjaga diri selalu
menyampaikan prinsip-prinsip pelatihan yang benar, dan prinsip-
prinsip pertumbuhan-perkembangan yang dikaitkan dengan para
atlet.

Selain hal-hal tersebut, ketika menangani atlet usia dini perlu


prinsip-prinsip sebagai berikut.
1) Dalam menggunakan waktu, energi, dan antusiasme para atlet
muda harus masuk akal atau rasional.
2) Skedul dan lamanya waktu praktik dan kompetisi harus
disesuaikan dengan tingkat kematangan anak.
3) Perlu diingat bahwa anak bermain untuk mendapat kesenangan
dan menikmatinya, dan kemenangan hanyalah bagian dari
motivasi.
4) Jangan pernah mengejek atau meneriaki atlet yang melakukan
kesalahan atau kalah dalam kompetisi.

E. Evaluasi

NO SOAL Y T
1. Tanggung jawab pelatih adalah mengusahakan
v
kemenangan atlet nya dengan segala cara.
2. Keuntungan dari gaya kepelatihan demokratis adalah
v
atlet dapat mengembangkan interaksi secara wajar.
3. Kepemimpinan otoriter tidak bisa digunakan dalam segala
v
situasi.
4. Menurut teori Trait, faktor bakat adalah yang menentukan
v
seseorang menjadi pelatih yang baik.
5. Organisasi Cabang Olahraga Nasional wajib membuat
peraturan doping meskipun tidak harus memberikan v
sanksi.
6. Gaya Kepemimpinan Otoriter cocok untuk situasi dimana
v
pengikut kurang memiliki rasa percaya diri dan merasa
15
Penataran tingkat dasar
NO SOAL Y T
perlu perlindungan dari pemimpin.
7. Salah satu kelemahan Gaya Kepemimpinan demokratis
v
adalah penggunaan waktu kurang efisien.
8. Pelatih dapat mengembangkan filosofinya sesuai dengan
v
pengalaman.
9. Filosofi merupakan seperangkat pemandu yang
v
menjadikan pelatih selalu bijaksana dalam bertindak.
10. Filosofi pelatih dapat terbentuk dari gagasan,
pengetahuan, dan harapan-harapan tentang masa v
depannya.

---------------o0o---------------

16
Penataran tingkat dasar

MODUL II

TEORI DAN METODOLOGI LATIHAN

A. Deskripsi
Modul ini berisi tentang hukum, prinsip dan sistematika latihan dalam
rangka meningkatkan keterampilan dan prestasi atlet semaksimal mungkin.
Setelah mempelajari modul ini para pelatih mampu:
1. Menjelaskan tentang tujuan latihan.
2. Menjelaskan tentang hukum latihan antara lain: overload, reversibilitas,
kekhususan.
3. Menjelaskan tentang prinsip latihan antara lain: pedagogik, individual,
keterlibatan aktif, dan variasi latihan.
4. Menjelaskan tentang sistematika latihan antara lain: pentahapan latihan
dan pembebanan latihan.

B. Jumlah Jam Pelajaran : 6 JPL

C. Metode Penyajian
1. Ceramah;
2. Tanya jawab;
3. Penugasan (perorangan/kelompok);
4. Presentasi.

D. Materi
Setiap kejadian di dalam kehidupan ini merupakan gejala alam yang
selalu mengikuti berbagai hukum atau prinsip yang mendasari terjadinya
sebab akibat (hubungan dan kausalitas), atau aksi reaksi. Proses latihan
merupakan sebuah keniscayaan yang tidak terhindarkan untuk menganut
hukum dan prinsip tertentu yang secara empirik dan keilmuan telah terbukti
dan teruji secara jelas seiring dengan berkembangnya ilmu kepelatihan. Oleh
karena itu hasil latihan tidak selalu positif dan optimal bila pembebanan tidak
diberikan dengan kaidah hukum dan prinsip-prinsip latihan yang benar.
Beberapa hukum dan prinsip latihan dimaksud sebagai berikut :
1. Hukum Latihan
a. Hukum Overload
Tubuh manusia memiliki sifat adaptasi terhadap setiap
perlakuan yang dikenakan terhadapnya, termasuk beban latihan. Bila
tubuh dengan tingkat kebugaran tertentu diberikan beban latihan
dengan tingkat intensitas yang ditetapkan, maka tubuh akan
mengadaptasi dengan rangkaian proses sebagai berikut: proses awal
17
Penataran tingkat dasar
setelah pembebanan adalah kelelahan dan memerlukan istirahat;
setelah beristirahat dengan kurun waktu tertentu maka tubuh akan
kembali bugar namun dengan tingkat kebugaran yang lebih baik
dari sebelumnya. Hal tersebut dapat dilihat pada gambar 3 di bawah
ini. Peningkatan kebugaran melalui adaptasi dari hukum overload ini
disebut dengan overkompensasi.

Gambar 3. Overload menghasilkan overkompensasi

Hukum overload juga menunjukkan bahwa pemberian beban


latihan harus sesuai untuk mendapatkan overkompensasi yang
optimal sesuai dengan bentuk dan jenis beban latihan yang diberikan.
Pada gambar 4 di bawah dapat dilihat bagaimana variasi
pembebanan dan pengaruhnya terhadap overkompensasi.

Gambar 4. Pembebanan dan overkompensasi

b. Hukum Reversibilitas
Hukum reversibilitas menuntut atlet untuk berlatih secara
berkelanjutan dan progresif. Latihan yang berkelanjutan akan
menghasilkan tingkat kebugaran yang semakin meningkat, sebaliknya
bila latihan dihentikan maka kebugaran atlet akan menurun. Gambar
5 merupakan gambaran dari hukum revesibilitas, dimana atlet
melakukan latihan secara teratur dan berkelanjutan sehingga
menghasilkan kemajuan kebugaran yang progresif.

18
Penataran tingkat dasar

Gambar 5. Hukum Reversibilitas kebugaran yang progresif

c. Hukum Kekhususan
Hukum kekhususan memberikan tuntunan bahwa beban latihan
yang diberikan kepada atlet harus sesuai dengan kebutuhan terhadap
kemampuan dan keterampilan fisik (biomotor abilities) cabang
olahraganya dan kondisi objektif dari atlet tersebut seperti umur
kronologis, dan umur perkembangannya, kemampuan fisik dan
mentalnya saat itu, serta ciri khas yang dimiliki atlet yang tidak
atau sulit diubah namun tidak mengurangi kinerjanya.
Hukum kekhususan juga memberikan tutntutan pada pelatih
untuk memahami sepenuhnya kondisi atlet terhadap cabang olahraga
yang ditekuninya, kelemahannya, kekuatannya serta peluang dan
tantangan bagi atlet yang diasuhnya untuk dapat mencapai prestasi.

2. Prinsip Latihan
a. Prinsip Pedagogik
Latihan pada dasarnya merupakan proses pendidikan yang
bertujuan untuk membantu individu dalam meningkatkan kemampuan
kognitif, afektif dan psikomotornya. Prinsip pedagogik ini
mengarahkan latihan untuk mengikuti berbagai kaidah yaitu
multilateral, pengembangan kesehatan, kebermanfaatan, kesadaran,
sistematik, dan gradual.
Prinsip pedagogik sangat penting untuk menjalankan latihan
menuju kepada perkembangan yang lengkap melalui kegiatan
multilateral pada umur tertentu, mencapai prestasi tanpa
mengorbankan kesehatan fisik maupun psikis atlet, latihan yang
bermanfaat untuk tidak hanya mengetahui dan memahami, tetapi
atlet perlu untuk mampu bagaimana menerapkan dan hidup bersama
dengan orang lain. Dengan prinsip pedagogik ini pelatih dituntut
untuk memberikan kesadaran yang penuh akan setiap beban latihan
yang diberikan kepada atlet dengan segala manfaat positif maupun
dampak negatifnya sehingga setiap latihan yang diberikan perlu
dirancang secara sistematik dan meningkat secara gradual untuk
menjamin semua unsur pedagogik dapat dicapai.

19
Penataran tingkat dasar
b. Prinsip Individual
Setiap atlet merupakan individu yang unik dan tidak ada dua
individu yang tepat sama di dunia ini. Hal ini mengandung
konsekuensi terhadap bagaimana individu tersebut mereaksi beban
latihan. Beban latihan yang sama tidak akan direaksi dengan sama
oleh atlet yang berbeda, oleh karena itu pelatih perlu memahami
setiap atlet secara individual. Individu ini juga dipengaruhi oleh
berbagai faktor seperti; faktor keturunan, umur latihan dan umur
perkembangan. Prinsip ini juga berkaitan dengan hukum
kekhususan yang berimplementasi pada latihan yang khusus bagi
setiap atlet. Hukum dan prinsip inilah yang memunculkan adanya
beban luar dan beban dalam.
Beban luar adalah beban yang diberikan dari luar atlet, misalnya
oleh pelatih diprogramkan lari 4 x 400m dengan waktu @ 90 detik.
Sedangkan beban dalam adalah beban fisiologis dan psikologis atlet
setelah mendapatkan beban luar sebagai reaksi dan adaptasi
internalnya, seperti: denyut nadi, perubahan warna kulit, dan
sebagainya. Dengan demikian kita dapat memahami bahwa dua
orang yang berbeda diberikan beban luar yang sama akan mereaksi
secara berbeda yang ditunjukkan dengan denyut jantungnya, kadar
laktat dalam darahnya, sehingga wajar bila atlet yang satu mengalami
kelelahan lebih dahulu daripada atlet yang lain. Sebaliknya bila atlet
diminta untuk berlari dengan beban dalam yang sama (denyut
nadi 160/menit) maka waktu yang dicapai (beban luar) untuk berlari
1200m akan berbeda.

c. Prinsip Keterlibatan aktif


Salah satu tugas pelatih dalam proses latihan adalah
memperlakukan atlet dengan kesempatan yang sama, oleh karena itu
pelatih perlu merancang manajemen latihannya agar setiap atlet
dapat melaksanakan kegiatannya secara optimal. Keterlibatan yang
aktif pada setiap atlet akan menghasilkan hasil yang optimal.
Keterlibatan ini berkaitan dengan hal-hal sebagai berikut:
1) Kegiatan fisik (motor density), yaitu bagaimana atlet dapat
melaksanakan aktifitas fisik dengan kesempatan yang sama pada
setiap sesi latihan.
2) Kegiatan mental dan intelektual, yaitu bagaimana atlet
dilibatkan dalam setiap pengambilan keputusan yang berkaitan
dengan penyusunan program latihan, pelaksanaan latihan dan
kompetisi dan berbagai hal yang berkaitan dengan
pengembangan kepribadian dan kedewasaan atlet.

20
Penataran tingkat dasar
d. Prinsip Variasi
Latihan merupakan proses jangka panjang, oleh karena itu
diperlukan kegembiraan dan kesenangan dalam berlatih agar tidak
terjadi kebosanan dan atlet meninggalkan latihan. Pemberian variasi
dalam latihan merupakan cara yang baik untuk memberikan
kesempatan bagi atlet untuk menikmati latihan dengan rasa senang
dan gembira. Variasi yang diberikan oleh pelatih dalam latihan dapat
berupa:
1) Tempat latihan yang berganti-ganti, misalnya di stadion, di ruang
latihan beban, di alam bebas, di pantai, bukit, tempat rekreasi,
dan sebagainya yang dapat memberikan suasana baru bagi atlet.
2) Metode latihan yang bervariasi. Untuk tujuan latihan yang sama
pelatih dapat menggunakan metode berbeda, misalnya latihan
kecepatan dapat diberikan dengan metode repetisi, namun dapat
juga dengan metode permainan. Latihan kekuatan dapat
diberikan dengan metode pembebanan (besi) dan dapat pula
dengan medicine ball, partnerwork, dan sebagainya.
3) Suasana latihan, yaitu dengan memberikan berbagai situasi
lapangan yang berbeda dengan mendatangkan klub lain untuk
berlatih bersama, atau berlatih dalam kondisi keramaian yang
ada di lapangan, dan sebaliknya.

3. Sistematika Latihan
Latihan yang baik adalah latihan yang dirancang secara
sistematis dengan mengikuti berbagai karakteristik cabang olahraganya,
ketersediaan waktunya, dan atlet yang akan dibinanya. Beberapa aspek
penting untuk menentukan sistematika latihan dapat disampaikan melalui
beberapa pendekatan sebagai berikut:
a. Pentahapan latihan
Prestasi puncak pada seorang atlet sering dicapai pada usia di
atas 20 tahun yang biasa disebut sebagai usia emas (golden age),
pada beberapa cabang olahraga bahkan prestasi puncak dapat
bertahan sampai usia mendekati 30 tahun. Dengan demikian, latihan
merupakan proses yang panjang dan lama sehingga dilakukan
secara sistematik dengan membagi menjadi beberapa tahap sebagai
berikut:
1) Tahap Latihan Dasar
Merupakan tahap latihan awal yang harus dilewati oleh atlet
muda sebelum masuk dalam spesialisasi pada satu-satunya
cabang yang akan ditekuni. Harus diakui bahwa pencarian bakat
bukanlah hal yang mudah tanpa melalui pelaksanaan aktifitas
pada berbagai gerakan motorik, kecabangan olahraga, maupun
kemampuan kondisi fisik yang sesuai. Oleh karena itu dengan
melakukan berbagai aktifitas dalam latihan dasar yang berprinsip
21
Penataran tingkat dasar
multilateral maka dimungkinkan atlet muda dapat diidentifikasi
bakatnya sejak dini. Selain itu kesamaptaan jasmani atlet pada
tingkat kebugaran yang memadai pada usia muda sangat
mendukung proses latihan untuk tahap selanjutnya.
Tujuan pada tahap latihan dasar ini adalah memberikan
landasan yang baik kepada atlet muda berkaitan dengan
aspek fisik, mekanik, psikologi dan moral sebagai prekondisi
untuk mencapai hasil yang baik melalui kemampuan
pengembangan, keterampilan, dan karakter.
Sasaran yang harus dicapai pada tahap latihan dasar
ini adalah sebagai berikut:
a) Pengembangan kondisioning dan koordinasi;
b) Pengembangan pola gerak dasar olahraga yang akan
dituju/ditekuni;
c) Kesiapan berlatih dan pembentukan kepribadian yang baik
seperti kesiapan, persahabatan, team spirit, disiplin,
kejujuran, solidaritas, kemauan dan bekerja keras untuk
berlatih;
d) Menanamkan pengalaman pada latihan dan kompetisi
dengan sikap yang baik seperti persahabatan pertama,
pertandingan kemudian;
e) Menemukan bakat atlet dan mengembangkannya kepada
arah yang benar.

2) Tahap Latihan lanjutan


Tahap lanjutan merupakan tahap penghubung dari tahap
latihan dasar menuju tahap prestasi tinggi. Pada tahap ini tujuan
latihan adalah untuk memperkuat fondasi keterampilan, kualitas
dan kemampuan fisik dan melakukan latihan yang lebih khusus
(spesialisasi) pada cabang olahraga atau nomor yang akan
ditekuni. Tahap ini dimulai pada usia sekitar 14 tahun pada
cabang-cabang olahraga tertentu.
Sasaran latihan pada tahap ini adalah:
a) Memperkuat kemauan (will power) untuk berlatih dan
menghadapi berbagai kendala psikologis dan fisik.
b) Mengembangkan harmonisasi kondisi fisik dengan
koordinasi seperti: kekuatan, kecepatan, dayatahan,
kelincahan dan mobilitas untuk menuju spesialisasi cabang
olahraga dengan pendasaran fisik yang kuat menuju ke
prestasi tinggi di kemudian hari.
c) Pengembangan latihan teknik dan taktik dengan melakukan
berbagai uji coba atau implementasi latihan dan pertandingan
dengan frekuensi yang lebih sering.

22
Penataran tingkat dasar
3) Tahap Prestasi Tinggi
Tahap ini merupakan bagian yang terakhir dari seluruh
proses latihan. Tujuan pada tahap ini adalah kemampuan atlet
untuk mengikuti kejuaraan nasional dan internasional serta
mencatatkan prestasi terbaik. Sasaran latihan pada tahap ini
adalah prestasi tinggi.

Tahap
Prestasi
Tinggi hp

Tahap spesialisasi
lanjutan

Tahap Pembinaan
dasar Multilateral

Gambar 6. Tahap latihan (adaptasi dari Bompa)

b. Pembebanan Latihan
Beban latihan dapat dilihat dari berbagai perspektif baik dari sisi
beban sebagai kombinasi dari fungsi volume, intensitas, recovery,
dapat juga ditinjau dari sisi indikator latihannya, dan dapat dilihat dari
bagian yang terkena beban dalam fungsi tubuh manusia. Di bawah
ini akan diuraikan beban latihan ditinjau dari beberapa perspektif dan
bagaimana beban tersebut secara sistematik diberikan dengan
pedomannya.
1) Unsur-unsur beban
Setiap latihan memiliki indikator latihan yaitu indikator:
fisik, teknik, taktik, dan mental. Keempat unsur latihan ini
merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Harmonisasi dari kemampuan keempat indikator tersebut akan
memberikan kontribusi yang besar terhadap prestasi. Keempat
indikator ini dapat diimplementasikan pada beban latihan dengan
indikator dan karakteristik yang berbeda, dengan kebutuhan yang
berbeda sesuai dengan cabang olahraga dan nomor-nomornya.
Misalnya nomor lompat dalam cabang olahraga atletik memiliki
kebutuhan yang sangat besar pada indikator fisik dan teknik,
namun olahraga permainan seperti bola voli memerlukan
indikator taktik yang lebih indikator. Untuk itu pelatih harus
mampu mengidentifikasi indikator unsur tersebut dengan benar.
2) Indikator Beban
Untuk menentukan beban latihan tersebut tepat atau tidak,
berat atau ringan, dapat dilihat dari tiga indikator yaitu:

23
Penataran tingkat dasar
a) Volume
Volume menunjukkan jumlah pembebanan dengan satuan
kilometer, meter, kilogram, dan waktu dalam menit atau detik.
b) Intensitas
Intensitas latihan menunjuk pada persentase beban dari
kemampuan maksimalnya, misalnya mengangkat beban
dengan 90% dari kemampuan maksimal atlet.
c) Pemulihan (recovery)
Waktu dan bentuk kegiatan yang diperlukan untuk melakukan
pulih asal setelah melakukan pembebanan, baik dalam seri,
set, maupun antar sesi.

Penempatan rasio antar indikator beban latihan sangat


menentukan keberhasilan proses latihan dan hasil pengingkatan
kinerja atlet. Pada gambar 7 di bawah ini dapat dilihat rasio beban
latihan secara umum.

Gambar 7. Rasio antar indikator beban latihan

Rasio pembebanan ini disusun sesuai dengan periode dan


fase latihannya, tujuan latihan yang akan dicapai dan berat
ringannya latihan. Misalnya: Pada Persiapan Umum biasanya
latihan memiliki ciri volume yang meningkat tapi intensitas masih
rendah. Sedangkan pada periode kompetisi intensitas yang tinggi
volume sudah menurun rendah.

E. Penugasan
Berikan contoh-contoh latihan pada cabang olahraga yang anda tekuni
berkaitan dengan pembebanan berikut ini:
1. Unsur beban: Fisik Kekuatan dengan rasio: Intensitas tinggi, volume
rendah dan pemulihan lama.
2. Unsur beban: Fisik Kekuatan dengan rasio: Intensitas rendah, volume
tinggi dan istirahat pendek.
3. Unsur beban: Teknik dasar dengan rasio: Intensitas sedang volume
sedang istirahat sedang.
24
Penataran tingkat dasar
4. Unsur beban: Teknik lanjutan dengan rasio: Intensitas tinggi volume
rendah dan pemulihan lama.
5. Contoh yang lain

F. Evaluasi

NO SOAL Y T
1. Peningkatan komponen kondisi fisik melalui adaptasi dari
v
hukum overload disebut dengan overcompentation.
2. Hukum kekhususan memberikan tuntunan bahwa beban
latihan harus menyesuaikan umur kronologis, umur
v
perkembangan, kemampuan fisik, mental, serta ciri khas
yang dimiliki atlet.
3. Beban dalam adalah beban yang diberikan oleh pelatih
kepada atlet, misalnya oleh pelatih diprogramkan lari 4 x v
400m dengan waktu @ 90 detik.
4. Tahap latihan dasar merupakan tahap penghubung
v
menuju tahap prestasi tinggi.
5. Pada cabang olahraga tertentu, tahap latihan lanjutan
dimulai pada usia sekitar 14 tahun dengan salah satu
v
sasaran latihan memperkuat kemauan (will power)
berlatih.
6. Indikator beban latihan dapat dilihat dari perspektif volume,
v
intensitas dan recovery.
7. Berlatih dalam kondisi keramaian yang ada di lapangan
dan sebaliknya, dapat dilakukan sebagai variasi suasana v
latihan.
8. Kegiatan mental dan intelektual, yaitu bagaimana atlet
dapat melaksanakan aktifitas fisik dengan kesempatan v
yang sama pada setiap sesi latihan.
9. Akibat langsung dari pembebanan adalah kelelahan. v
10. Untuk tujuan latihan yang sama, pelatih dapat
v
menggunakan metode berbeda.

---------------o0o---------------

25
Penataran tingkat dasar

MODUL III

FISIOLOGI OLAHRAGA

A. Deskripsi
Modul ini berisi tentang sistem kerja otot rangka, tipe serabut otot,
hubungan serabut otot dengan latihan, kelelahan otot, dan sistem energi
latihan.
Setelah mempelajari modul ini para pelatih mampu:
1. Menjelaskan tentang sistem kerja otot rangka.
2. Menjelaskan tentang tipe serabut otot (muscle fibers).
3. Menjelaskan hubungan serabut otot dengan latihan
4. Menjelaskan tentang penyebab terjadinya kelelahan otot terhadap atlet.
5. Mengetahui sistem energi predominan pada berbagai cabang olahraga.

B. Jumlah Jam Pelajaran : 4 JPL

C. Metode penyajian
1. Ceramah
2. Tanya jawab
3. Penugasan (perorangan/kelompok)
4. Presentasi

D. Materi
Fisiologi olahraga merupakan bagian dari anatomi, anatomi adalah
suatu ilmu yang mempelajari struktur organisme atau morfologi, sehingga kita
dapat mempelajari struktur dasar dari berbagai bagian tubuh dan
hubungan di antara mereka, sedangkan fisiologi adalah ilmu yang
mempelajari fungsi tubuh. Dalam fisiologi kita mempelajari bagaimana sistem
organ tubuh, jaringan-jaringan dan kerja sel serta bagaimana fungsi mereka
bila terintegrasi untuk mengatur lingkungan internal kita. Oleh karena fisiologi
terfokus pada fungsi dari struktur, kita tidak dapat dengan mudah memahami
fisiologi tanpa mengerti anatomi terlebih dahulu.
Fisiologi latihan mempelajari bagaimana struktur dan fungsi tubuh
kita berubah apabila kita melakukan latihan yang akut maupun latihan
yang kronis. Fisiologi olahraga merupakan aplikasi lebih jauh dari konsep
fisiologi latihan terhadap pelatihan (training) dan meningkatkan performa
berolahraga atlet. Jadi fisiologi olahraga berasal dari fisiologi latihan.
Tubuh manusia harus melakukan berbagai penyesuaian yang diperlukan
dalam serangkaian interaksi yang komplek dengan melibatkan berbagai
sistem tubuh, seperti:
1. Sistem tulang sebagai kerangka gerak dasar melalui gerakan otot;
26
Penataran tingkat dasar
2. Sistem kardiovaskluler (jantung dan pembuluh darah) mengirimkan zat-
zat gizi ke berbagai sel-sel tubuh dan mengangkut limbah hasil
metabolisme;
3. Sistem kardiovaskuler dan respiratori (jantung, pembuluh darah
dan pernafasan) secara bersama-sama menyampaikan oksigen ke
seluruh sel dalam tubuh dan membuang karbondioksid;
4. Sistem integumentari (kulit) membantu mempertahankan temperatur
tubuh dengan melakukan pertukaran panas antara tubuh dengan
lingkungan sekitarnya;
5. Sistem urinari membantu mempertahankan keseimbangan cairan
dan elektrolit dan dalam waktu yang relatif lama melakukan pengaturan/
regulasi tekanan darah;
6. Sistem pesyarafan dan endokrin (kelenjar) secara langsung
mengkoordinir seluruh kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tubuh.

Berbagai penyesuaian terjadi walaupun sampai pada tingkat seluler,


sebagai contoh: terjadinya suatu atau sekelompok otot berbagai enzim
diaktivasi dan hasil akhir dari kontraksi otot adalah energi. Jadi aktivitas fisik
merupakan suatu proses yang sangat rumit (komplek) karena melibatkan
berbagai unsur dalam tubuh.

1. Otot Rangka dan Latihan


Mengerti akan fisiologi, struktur, dan fungsi otot rangka merupakan
dasar untuk mengerti lebih lanjut tentang bagaimana tubuh dapat
menyesuaikan terhadap latihan fisik. Otot-otot tubuh merupakan alat,
energi yang tersimpan secara kimiawi diubah menjadi pekerjaan mekanik.
Dalam hubungan ini jumlah pekerjaan mekanik yang dilakukan itu
menentukan berapa jumlah energi yang harus diubah dari yang tersimpan
secara kimiawi. Di dalam suatu sistem tertutup seperti suatu otot yang
berkontraksi, perubahan-perubahan kimiawi di pihak lain harus seimbang.
Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih banyak panas yang
dihasilkan dari pada yang diakibatkan oleh proses-proses kimiawi yang
kita kenal.
Olahraga sangat penting untuk otot-otot rangka, karena:
a. Tanpa kontraksi otot sudah barang tentu tidak akan terjadi suatu
gerakan.
b. Suatu gerakan dapat berlangsung secara kontinyu dalam waktu
tertentu, tergantung kepada tingkatan usaha dan besarnya kelelahan
otot.
c. Karena otot-otot rangka mengkonsumsi sebagian besar (terbanyak)
oksigen dan paling banyak membutuhkan darah selama latihan berat
(heavy exercise), maka dari bagian-bagian tubuh lainnya, seperti hati,
ginjal, pencernaan dan lain jaringan dipengaruhi oleh apa yang
terjadi di dalam otot rangka.
27
Penataran tingkat dasar
Otot-otot rangka atau yang dikendalikan oleh kehendak kita,
dinamakan juga otot-otot bergaris, kesatuan-kesatuan jaringan otot yang
terkecil adalah serabut-serabut otot (musscle fibers) merupakan
sebuah sel yang panjang dan mengandung banyak inti.
Di dalam tubuh manusia, diperkirakan terdapat 270 juta serabut-
serabut otot bergaris (Thibodeau, 1987). Mereka mendapat pesyarafan
dari syaraf-syaraf kranial atau spinal, dan dikontrol secara sadar. Jenis
otot ini mengandung baik akhiran-akhiran syaraf nyeri, maupun
proprioseptor-proprioseptor. Fungsi utamanya ialah untuk gerakan-
gerakan tubuh dan untuk mempertahankan sikap tubuh.
Suatu otot mempunyai parenchima yang terdiri dari serabut-serabut
otot dan satu stroma (jaringan dasar) jaringan ikat. Tiap-tiap serabut
dikelilingi oleh suatu jaringan halus yang terdiri dari serabut-serabut
jaringan ikat retikuler dan beberapa serabut lolagen dan elastis yang
dikenal sebagai endomysium dan ini yang memisahkan tiap-tiap sel dari
sel-sel lainnya. Penghubung-penghubung otot dengan tulang atau kulit,
dan tempat-tempat melekat mereka disebut sebagai origo dan insertio.
Pada waktu otot berkontraksi origo tidak ikut bergerak, sehingga
dinamakan juga punctum fixum. Insertio adalah bagian otot rangka,
ujung ototnya melekat dengan perantaraan tendo, yang bergerak
bilamana otot berkontraksi. Oleh karena itu maka insertio disebut juga
sebagai punctum mobile (Lihat gambar 8, gambar struktur otot).

28
Penataran tingkat dasar

Gambar 8. Mikrostruktur otot rangka yang terdiri dari beberapa miofibril,


dan miofibril terdiri dari beberapa sarkomer

2. Tipe Serabut Otot


Beberapa tahun yang lalu, para ahli anatomi dan ahli histologi
mengklasifikasikan otot menjadi dua macam, yaitu otot merah dan otot
putih sesuai dengan warna yang dominan yang terkandung dalam
serabut otot. Berdasarkan pengklasifikasian ini, maka serabut otot merah
lebih cocok atau sesuai untuk kegiatan yang berlangsung dalam waktu
yang lama, kontraksi yang lambat, untuk menyanggah postural,
pekerjaan-pekerjaan otot untuk melawan gaya tarik bumi, sedangkan otot
putih sangat banyak ditemukan pada otot-otot flekstor (otot yang
digunakan untuk menekuk).
Seiring dengan perkembangan teknologi, pengelompokan tipe
serabut otot menjadi lebih teliti, sehingga hasil pengujian di laboraturium
dapat membantu kita untuk mengerti, mengapa seseorang digolongkan
sebagai tipe olahragawan daya tahan, sedangkan yang lain digolongkan
29
Penataran tingkat dasar
sebagai olahragawan yang mengutamakan kecepatan dan atau kekuatan.
Selanjutnya, Herbert A. de Vries (1994) mengatakan bahwa jenis
serabut otot setidak-tidaknya diklasifikasikan berdasarkan empat cara
pendekatan yang berbeda:
a. pengelihatan secara anatomis merah dan putih.
b. fungsi otot cepat dan lambat atau cepat lelah dan tahan
terhadap kelelahan.
c. kandungan biokimia tinggi atau rendahnya kapasitas aerobik, dan
d. sifat-sifat secara hitokimia jenis atau sifat enzim yang terkandung
di dalamnya.

Gollnick, P.D., dkk., (1972) mengatakan, bahwa sebutan dan


pembagian jenis serabut otot bermacam-macam. Misalnya tipe otot
olahragawan daya tahan disebut juga: tipe aerobik, tipe I, merah, tonik,
slow twitch (ST) atau slow- oxidative (SO), sedangkan tipe otot untuk
olahragawan yang mengutamakan kecepatan dan atau kekuatan disebut
juga: tipe anaerobik, tipe II, putih, fasik, fast-twitch (FT) atau fast-
glycolytic (FG).
Dengan mengidentifikasi ketiga jenis/tipe serabut otot itu akan lebih
jelas bagi kita, bagaimana prinsip-prinsip energi yang dihasilkan oleh ST
(oksidatif), Fta (oksidatif glikolitik), dan FTb (glikotik). Sistem ini
memberikan suatu rentangan kontinum metabolisme di dalam otot. Yang
paling penting dari pandangan fisiologi olahraga, bahwa masing-masing
tipe serabut otot mempunyai respon yang berbeda-beda terhadap latihan.
Dengan alasan ini, beberapa ahli fisiologi olahraga membagi dan
mengklasifikasikan struktur dan sifat-sifat fungsi antara serabut otot ST
dan FT, dan masing-masing dari mereka saling melengkapi, sehingga
dapat disimpulkan seperti yang terlihat pada Tabel 1.

Tipe Serabut Otot


Sifat-sifat
ST FTa FTb
Aspek-aspek Persyaratan
Ukuran syaraf motorik kecil besar besar
Ambang pengerahan syaraf motorik rendah tinggi tinggi
Kecepatan konduksi syaraf motorik lambat cepat cepat

Aspek Struktural
Diameter serabut otot kecil besar besar
Afnitas troponin terhadap Kalsium jelek baik baik
Pengembangan Retikulum Sarkoplasma jelek baik baik
Kepadatan Mitokhondria tinggi tinggi tinggi
Kepadatan Kapiler tinggi menengah rendah
Kandungan Mioglobin tinggi menengah rendah
Energi Dasar
Timbunan fosfokreatin rendah tinggi tinggi
Timbunan glikogen rendah tinggi tinggi
30
Penataran tingkat dasar
Tipe Serabut Otot
Sifat-sifat
ST FTa FTb
Timbunan trigliserida tinggi menengah rendah
Aspek Enzimatik
Tipe miosin lambat cepat cepat
Aktivitas miosin ATPase rendah tinggi tinggi
Aktivitas enzim glikolitik rendah tinggi tinggi
Aktivitas enzim oksidatif tinggi tinggi rendah
Aspek Fungsional
Kekuatan kontraksi rendah tinggi tinggi
Waktu kontraksi lambat cepat cepat
Waktu relaksasi lambat cepat cepat
Produksi tenaga rendah tinggi tinggi
Efisien energi tinggi rendah rendah
Daya tahan tinggi rendah rendah
Elastisitas rendah tinggi tinggi
Persentase pada Tungkai
Pelari jarak jauh 80 14 5
Pelari jarak pendek 23 48 28

Tabel 1. Struktur dan Sifat-sifat Fungsional


Serabut Otot ST dan FT (Fta & FTb)

3. Distribusi Serabut Otot


Fox E. L.L dkk., (1989) mengatakan, bahwa setelah manusia
dilahirkan ke dunia, distribusi antara serabut otot ST dan FT sangat
bervariasi. Setelah berumur satu tahun, lebih dari 50% serabut otot terdiri
dari serabut otot ST. Setelah itu, tidak tejadi perubahan yang besar di
dalam distribusi serabut otot, tetapi akan terjadi perubahan di dalam
ukurannya. Tidak seperti pada orang dewasa, ukuran serabut otot sangat
bervariasi, tidak terjadi perubahan yang besar di dalam distribusi serabut
otot, tetapi akan terjadi perubahan di dalam ukurannya. Pada anak-anak
walaupun terjadi perubahan di dalam ukurannya, akan tetapi tidak
bervariasi.
Pertanyaan yang sering timbul mengenai distribusi tipe serabut otot
di antara olahragawan dan hubungan antara persentase serabut otot ST
dengan VO2max adalah:
a. Apakah latihan dapat menyebabkan perubahan persentase distribusi
serabut otot ST dan FT?
b. Apakah peningkatan VO2max dapat dipengaruhi oleh latihan yang
secara genetik dibatasi oleh persentase serabut otot ST yang
dibawanya sejak lahir?

Jawaban dari pertanyaan yang pertama adalah: latihan tidak akan


dapat merubah distribusi persentase serabut otot ST dan FT, kecuali
apabila dilakukan cross innervation, artinya syaraf yang semula
31
Penataran tingkat dasar
menginervasi serabut otot ST, kemudian ditransplantasikan ke serabut
otot FT ditransplantasikan ke serabut otot ST. Karena syaraf motorik ke
otot mempunyai efek pengaruh (influential effect) atau disebut juga
trophic effect terhadap kemampuan fungsional serabut otot. Dalam
pembahasan selanjutnya, akan dibahas tentang pengaruh latihan
terhadap peningkatan ukuran dan kapasitas fungsional masing-masing
tipe serabut otot. Akan tetapi latihan tidak dapat mengkonversi jenis
serabut otot yang satu menjadi jenis serabut otot yang lain (Junusul Hairy,
1987).
Jawaban yang kedua, memang telah diketahui bahwa distribusi
serabut otot dan besarnya VO2max dibatasi oleh faktor genetik yang
dibawanya sejak lahir. Tetapi bagaimanapun juga, bahwa VO2max
olahragawan yang lebih besar daripada non olahragawan dengan
serabut otot ST di atas 40%. Ini dapat diinterprestasikan, bahwa latihan
dapat meningkatkan VO2max jauh lebih besar dari pada persentase
kandungan serabut ST yang dimiliki. Jadi kalau dijawab langsung dari
pertanyaan yang kedua itu tidak. Karena persentase distribusi serabut
otot ST yang dibawanya sejak lahir, tidak sepenuhnya membatasi atau
mempengaruhi besarnya peningkatan VO2max yang disebabkan oleh
latihan.

4. Hubungan Serabut Otot Dengan Performa


Serabut otot FT yang memiliki sifat kontraksi yang cepat karena
memiliki aktifitas m-ATPase (miosin-ATPase), sedangkan serabut otot ST
sebaliknya. Perbandingan kecepatan waktu kontraksi antara serabut
otot FT dan ST, yaitu 2 : 1 (0,05 detik : 0,10 detik) dan waktu relaksasi
kedua-duanya proporsional. Tetapi serabut ST di dalam penggunaan
energi lebih efisien, sehingga sangat baik untuk kegiatan yang
memerlukan waktu yang lama, lebih efisien di dalam aktivitas isometrik
(Gregor, R. J., 1979). Oleh karena itu, maka proporsi dari serabut-serabut
otot ST dan FT harus merupakan suatu faktor penting di dalam
mempertimbangkan kemampuan suatu otot untuk mempertahankan
kontraksi-kontraksi yang berkelanjutan.
Serabut otot ST memiliki lebih banyak kalogen, sehingga kurang
elastis dan lebih kaku dari pada serabut otot FT. Keadaan demikian
bukan berarti menghambat fungsi serabut, tetapi karena memang sifat
serabut otot FT banyak membantu fungsi serabut otot FT di dalam
menghasilkan tenaga (force) kontraksi yang cepat dan kuat tanpa
mengalami hambatan yang berarti, karena serabut otot FT memiliki sifat
komplayen yang lebih tinggi (higher compliance).
Signifikansi fungsional karakteristik biokimia dan fisiologis yang
berbeda pada serabut otot ST dan FT, selama latihan ditunjukkan oleh
fakta bahwa serabut FT teristimewa dikerahkan untuk kegiatan dalam
waktu yang pendek, intensitas yang tinggi, seperti pada lari cepat,
sedangkan serabut otot ST dikerahkan untuk kegiatan-kegiatan yang
32
Penataran tingkat dasar
berlangsung dalam waktu lama atau segala kegiatan yang bersifat daya
tahan (Gollnick, P. D., dkk., 1973). Hal ini seperti terlihat pada gambar 2
(hal 17) yang menunjukkan kandungan glikogen pada kedua tipe serabut
otot manusia selama latihan lari cepat dan latihan daya tahan.
Kandungan glikogen pada serabut otot FT selama latihan lari cepat,
terjadi penurunan yang sangat cepat dan sampai jumlah yang sangat
besar, tetapi pada serabut otot ST penurunan yang sangat cepat dan
dalam jumlah sangat besar, terjadi selama latihan daya tahan.
Satu faktor lagi yang perlu mendapat perhatian pada gambar 4,
level glikogen awal tidak membatasi/mempengaruhi latihan lari cepat,
karena pada saat kelelahan dicapai, kandungan glikogen pada kedua tipe
serabut otot tetap banyak. Sebaliknya, glikogen pada serabut otot ST,
dihabiskan dalam waktu dua jam pada saat melakukan latihan daya
tahan yang melelahkan. Dalam hal ini, level glikogen awal sangat
mempengaruhi performa. Agar lebih jelas, perhatikan dengan seksama
pembahasan selanjutnya.
Vollestad, dkk., (1984) dari hasil penelitian yang mereka lakukan,
pembuktian bahwa pengosongan/pengurasan glikogen otot berturut-turut
dilakukan oleh: serabut otot ST, FTa dan FTb. Orang coba berlatih pada
tingkatan 75% dari konsumsi oksigen maksimalnya (VO2max) pada
treadmil atau sepeda ergometer (stationary ergocycle) sampai mereka
kelelahan. Sampel otot diambil dengan cara biopsi pada otot quadriceps
lateralis. Ternyata, kandungan glikogen pada kombinasi serabut otot FTa
dan FTb pada waktu istirahat 16% lebih besar dari pada serabut otot ST.
Yang lebih mengherankan lagi adalah pada serabut otot ST dan FTa
menunjukkan laju pengosongan glikogen yang sama sejak latihan
dimulai. Hal ini merupakan indikasi bahwa kedua serabut otot ST dan
FTa dikerahkan bersama-sama.

Gambar 9. Kandungan glikogen pada serabut otot ST dan FT selama latihan


lari cepat dan daya tahan

Kandungan glikogen pada serabut otot FTa dan FTb, dan FTb saja,
pertama-tama tidak berubah. Kemudian, terjadi penurunan pada
kombinasi serabut otot FTa dan FTb dan akhirnya pada serabut otot FTb.
Hal ini menunjukkan perbedaan kekuatan ambang pada penggunaan
serabut otot. Secara singkat, bahwa intensitas latihan mampu
33
Penataran tingkat dasar
mengerahkan lebih dulu serabut otot ST dan FTa. Walaupun intensitas
latihan tetap dipertahankan pada 75% dari VO2max, pengaruh kelelahan
memerlukan pengerahan serabut otot FTb, sehingga latihan tetap dapat
dilanjutkan.
Penemuan ini tidak bertentangan dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh ahli sebelumnya, yang pada umumnya serabut otot ST
dikerahkan selama latihan dengan intensitas yang rendah dan serabut
otot FT selama latihan dengan intensitas yang tinggi. Yang lebih penting,
hasil-hasil dari penemuan itu menunjukkan bahwa serabut otot ST
selalu dikerahkan pada permulaan latihan yang tergantung kepada
intensitas, durasi, atau kelelahan yang terjadi, baru kemudian FTa dan
FTb ikut berperan. Untuk latihan dengan intensitas moderat, pengerahan
serabut otot adalah berturut-turut ST dan FTa, baru kemudian serabut
otot FTb dipergunakan, apabila kegiatan tersebut dilanjutkan.
Untuk latihan dengan intensitas yang tinggi, serabut otot ST, FTa
dan FTb dikerahkan dengan lebih cepat, tetapi pada kegiatan yang
memerlukan kegiatan habis-habisan (all-out power), seluruh serabut otot
dikerahkan dalam waktu yang secepat mungkin (Gollnick, P. D., dkk.,
1974., dan Vollestad, N. K., dkk., 1984). Banyak penelitian dilakukan
mengenai sifat-sifat tipe serabut otot olahragawan yang dengan
cemerlang memenangkan suatu kejuaraan besar, baik olahraga yang
bersifat kecepatan (lari cepat), dan olahraga yang bersifat daya tahan
(lari jarak jauh). Dalam laporan-laporan yang disampaikan sebagai
hasil penelitian menunjukkan bahwa, olahragawan cepat memiliki
persentase serabut otot FT yang lebih tinggi dan pada olahragawan daya
tahan memiliki persentase ST yang lebih tinggi. Begitu juga hasil-hasil
penelitian tentang profil enzim anaerobik lebih besar pada pelari cepat
dan enzim aerobik lebih besar pada olahragawan daya tahan.
Tetapi harus diingat, bahwa keberhasilan di dalam suatu kejuaraan
tidak hanya ditentukan oleh kandungan serabut-serabut otot yang
dimilikinya, tetapi juga harus dilihat atau ditinjau dan faktor-faktor yang
mendukung.
Bagaimana tentang perbedaan komposisi dan ukuran otot
olahragawan laki-laki dan perempuan? Costill, D. L., dkk., (1976), dan
Prince, F. P., dkk., (1977) menemukan tidak ada perbedaan distribusi
serabut otot atau sifat-sifat histokimia antara kedua jenis kelamin.
Umumnya, persentase serabut otot ST dan enzim-enzimnya sama tinggi
dengan persentase serabut otot FT dan enzim-enzimnya pada pelari
cepat dan pelari jarak jauh, baik laki-laki maupun perempuan. Penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Gregor, R. J., dkk., (1979) terhadap
olahragawan elit wanita (atletik) tentang komposisi tipe serabut otot,
secara proposional sama dengan pria, akan tetapi pada wanita ukuran
relatif serabut otot ST tehadap serabut otot FT cenderung lebih besar dari
pria.

34
Penataran tingkat dasar
Kecenderungan ukuran otot, bagaimanapun juga, pada nomor-
nomor tertentu, sama antara pria dan wanita, yaitu: nomor-nomor yang
memerlukan power yang besar dan kurang daya tahan menghubungkan
dengan ukuran relatif, lebih besar pada serabut otot FT. Hubungan di
dalam ukuran relatif ada, karena serabut otot FT lebih kecil pada
olahragawan yang mempunyai spesialisasi nomor daya tahan, dan
ukuran serabut otot ST nya sama untuk tipe olahragawan yang berbeda
(Gregor, R. J., dkk., 1979). Kesimpulannya, distribusi serabut otot dan
sifat-sifat enzimatik otot yang dimiliki antara wanita dan pria adalah sama.

5. Pengaruh Latihan terhadap Tipe Serabut Otot


Dengan melakukan latihan secara teratur dan berkelanjutan,
mempunyai pengaruh yang besar terhadap tipe serabut otot, walaupun
pengaruh tersebut tidak terjadi pada tingkatan yang sama, baik pada
serabut otot Slow-Twitch (ST) maupun pada serabut otot Fast-Twitch
(FT). Dengan kata lain, latihan-latihan tertentu dapat memberikan
rangsangan terhadap serabut-serabut otot Slow-Twitch dan Fast-Twitch.
Perubahan-perubahan yang terjadi disebabkan latihan, adalah sebagai
berikut:
- Perubahan pada kapasitas aerobik
Walaupun serabut otot FT pada umumnya mempunyai kapasitas
oksidatif yang lebih rendah dari pada serabut otot ST, tetapi dengan
latihan, kapasitas oksidatif kedua tipe serabut otot sama-sama
meningkat (Baldwin, K., dkk., 1972 dan Gollnick, P. D., dkk., 1972).
Ini berarti bahwa sifat-sifat yang membedakan kapasitas oksidatif
antara kedua tipe serabut otot tidak dapat berubah karena latihan
yang dilakukan. Dengan kata lain, serabut otot ST selalu memiliki
kapasitas aerobik yang lebih tinggi dari pada serabut otot FT, baik
sebelum maupun setelah melakukan latihan.
Perubahan kapasitas glikolitik, kelihatannya lebih spesifik, yaitu
terjadi peningkatan kapasitas glikolitik pada serabut otot FT (Fink,
W., dkk.,1975, dan Gollnick, P.D., dkk., 1973).

- Perubahan tidak terjadi pada tingkatan yang sama


Perubahan pada serabut otot ST dan FT tidak semuanya terjadi
pada tingkatan yang sama. Rangsangan tertentu mengenai
perubahan pada serabut otot ST dan FT tergantung pada tipe, durasi,
dan intensitas latihan (Costill, D. L., dkk., 1976, dan Gollnick, P.D.,
dkk., 1972). Peningkatan ukuran serabut otot terutama disebabkan
oleh meningkatnya ukuran diameter dan jumlah miofibril didalam sel
otot (mitokhondria, retikulum sarkoplasma, dan sebagainya)
meningkat secara proposional. Kedua tipe serabut otot mengalami
hipertrofi selama melakukan latihan beban, akan tetapi peningkatan
yang lebih besar terjadi pada serabut otot yang tahan terhadap
kelelahan, dan disertai oleh meningkatnya kapasitas otot untuk
35
Penataran tingkat dasar
menghasilkan ATP melalui oksidasi foforilasi, sehingga serabut otot
ST menempati daerah terbesar pada otot olahragawan daya tahan
dari pada serabut otot FT. Begitu juga sebaliknya, serabut otot FT
menempati daerah terbesar pada otot olahragawan lari cepat
(sprinter), tolak peluru, ataupun pada lempar cakram.

- Latihan tidak dapat mengkonversi serabut otot


Telah banyak dibuktikan, bahwa dengan latihan serabut otot
ST dan FT tidak dapat dikonversikan satu sama lain (Eriksson, B.,
dkk., 1973, dan Saltin, B., dkk., 1976). Dengan latihan aerobik terjadi
konversi secara bertahap pada tipe serabut otot FTb (fast-glicolitic)
menjadi FTa (fast-oxidatipe-glicilitic), tetapi tidak terjadi perubahan
yang mencolok pada perbandingan antara tipe serabut otot ST dan
FT.
Perubahan-perubahan biokimia yang disebabkan oleh
latihan pada serabut otot seperti terlihat dalam Tabel 2 di bawah ini.

Perubahan Biokimia pada Serabut Otot yang Disebabkan oleh Latihan

Perubahan Aerobik
- Meningkatnya kandungan glikogen.
- Meningkatnya oksidasi glikogen.
- Meningkatnya jumlah dan ukuran mitokhondria.
- Meningkatnya aktivitas enzim siklus krebs dan ETS (elektron transports
system).
- Meningkatnya simpanan glikogen otot.
- Meningkatnya oksidasi lemak.
- Meningkatnya simpanan trigliserida otot.
- Meningkatnya persediaan lemak sebagai bahan bakar.
- Meningkatnya aktivitas enzim yang terlibat di dalam aktivitas transport, dan
pemecahan asam lemak.
Perubahan Anaerobik
- Meningkatnya kapasitas sistem ATP-PC.
- Meningkatnya simpanan ATP dan PC dalam otot.
- Meningkatnya aktivitas enzim yang membentuk dan memecah ATP (ATP
turn over enzymes).
- Meningkatnya kapasitas glikolitik.

Perubahan Relatif Serabut Otot ST dan FT


- Meningkatnya kapasitas aerobik pada kedua tipe serabut otot.
- Meningkatnya kapasitas glikogen (FT lebih besar dari pada ST).
- Hipertrofi tergantung kepda bentuk latihan: FT dengan latihan.
- Kecepatan dan kekuatan: ST dengan latihan daya tahan.
- Pada kedua tipe serabut otot tidak dapat saling dikonversikan.

Tabel 2. Perubahan Biokimia Serabut Otot karena Latihan


36
Penataran tingkat dasar
6. Kelelahan Otot

Walaupun telah banyak dilakukan penelitian terhadap kelelahan


otot, namun tidak satupun dari hasil penelitian itu yang secara pasti
menemukan letak dan penyebab kelelahan itu sendiri. Sebetulnya
bermacam-macam pengertian dari kata kelelahan (lelah) seperti tampak
pada Tabel 3 di bawah ini. Dalam penulisan ini, kelelahan otot adalah
ketidakmampuan otot untuk mempertahankan tenaga yang diperlukan
atau yang diharapkan. Pembahasan ini dimulai dari pengaruh distribusi
tipe serabut otot terhadap kelelahan dan kemudian akan dilanjutkan
kepada kemungkinan letak dan penyebab kelelahan otot itu sendiri.

Kemungkinan Arti-arti dari Kelelahan


Definisi
1. Lemahnya performa intelektual.
2. Lemahnya performa motorik.
3. Meningkatnya aktivitas EMG (electromyography) di dalam suatu
performa.
4. Rendahnya frekuensi power spektrum EMG.
5. Kegagalan menghasilkan tenaga (force).
Persepsi yang membingungkan
1. Meningkatnya suatu usaha untuk mempertahankan tenaga.
2. Perasaan tidak enak atau rasa nyeri karena kegiatan otot.
3. Merasa lemah/tidak mampu untuk menghasilkan tenaga.

Tabel 3. Kemungkinan arti-arti dari kelelahan

7. Pengaruh Distribusi Serabut Otot


Pada halaman-halaman sebelumnya telah diterangkan, bahwa
serabut-serabut otot FT lebih mudah lelah dari pada serabut-serabut otot
ST. Pada manusia, satu di antara sekian banyak cara memperoleh
informasi kelelahan otot dapat dicapai dengan pencatatan menurunnya
puncak tegangan pada kelompok otot setelah melakukan sejumlah
ulangan kontraksi yang sangat cepat. Menurunnya puncak tegangan otot,
dapat diambil sebagai ukuran terjadinya kelelahan.
Dari hasil penelitian disampaikan, bahwa kelelahan otot (merupakan
indikasi dari besarnya penurunan puncak tegangan) terbesar terjadi pada:
a. Persentase distribusi terbesar serabut-serabut otot FT di dalam otot.
b. Daerah terbesar serabut otot FT pada otot.
Karena perbedaan-perbedaan secara biokimiawi dan fisiologis
antara serabut otot ST dan FT pada sebelumnya - seperti yang akan
dibicarakan berikutnya dan merupakan hal yang sangat penting di dalam
membantu memahami beberapa penyebab kelelahan otot.

37
Penataran tingkat dasar
8. Kemungkinan Letak dan Penyebab Kelelahan Otot
Di dalam tubuh, otot atau sekelompok otot dapat mengalami
kelelahan, karena kegagalan salah satu atau keseluruhan perbedaan
mekanisme neuromuskuler yang terlibat didalam kontraksi otot.
Sebagai contoh, kegagalan otot untuk berkontraksi secara sadar, dapat
terjadi karena:
a. Syaraf motorik yang menyarafi serabut-serabut otot didalam kesatuan
motorik untuk mengirikan rangsangan-rangsangan persyarafan
(nervous impulses).
b. Persimpangan neuromuskuler (neuromuscular junction)
memancarkan rangsangan-rangsangan persyarafan dari syaraf
motorik ke serabut- serabut otot.
c. Mekanisme kontraksi itu sendiri untuk menghasilkan tenaga, dan
d. Sistem syaraf pusat, seperti otak dan spinal cord memulai dan
memancarkan rangsangan-rangsangan persyarafan ke otot.
Kebanyakan penelitian mengenai kelelahan otot lokal tercurah
kepada neuromuscular junction, mekanisme kontraktil, dan sistem syaraf
pusat, sedangkan penelitian yang dilakukan terhadap kemungkinan syaraf
motorik sebagai letak dan penyebab kelelahan tidak begitu banyak.

9. Kelelahan pada Neuromuscular Junctions


Menurut Clamann, H. P., dkk., (1979), dan komi, P. V., dkk., (1979)
banyak bukti-bukti yang mendukung dan menentang bahwa, kelelahan
otot lokal disebabkan oleh kegagalan neuromuscular Junctions. Bentuk
kelelahan ini nampaknya lebih umum terjadi pada satuan motorik FT, dan
boleh dianggap sebagian terbesar kelelahan dari serabut-serabut otot FT
jika dibandingkan dengan serabut-serabut otot ST. Kegagalan
neuromuscular junctions untuk memancarkan rangsangan-rangsangan
persyaratan ke serabut-serabut otot adalah faktor terbesar yang
menyebabkan penurunan pengiriman bahan- bahan kimia, asetilkolin dari
akhiran syaraf (nerve ending).
10. Kelelahan dalam Mekanisme Kontraktil
Beberapa faktor yang terlibat di dalam kelelahan itu adalah
mekanisme kontraktil itu sendiri. Beberapa diantaranya adalah:
a. Penumpukan asam laktat
Terjadinya kelelahan otot yang disebabkan oleh penumpukan
asam laktat telah lama dicurigai. Bagaimanapun juga, baru
belakangan ini orang menentukan hubungan antara penumpukan
asam laktat pada intramuskuler dengan menurunnya antara puncak
tegangan (ukuran dari kelelahan). Padahal kedudukan di antara
hubungan itu sendiri tidak dapat mengakhiri pembuktiannya, bahwa
asam laktat yang menyebabkan kelelahan, memberikan bantuan
yang agak besar, sehingga melemahkan pendapat tersebut (Fox, E.
L., 1989). Sebagai contoh: eksperimen yang bersifat klasik, yang
38
Penataran tingkat dasar
dilakukan oleh sekelompok peneliti 50 tahun yang lalu, dari
dugaannya dikatakan bahwa asam laktat menyebabkan kelelahan
otot, sedangkan penumpukan asam laktat itu sendiri tidak pernah
diukur.
Penumpukan asam laktat di dalam otot manusia (vastus
lateralis) digambarkan sebagai rasio konsentrasi di dalam serabut-
serabut otot FT dan ST, ini berarti bahwa rasio meningkat, asam
laktat di produksi lebih banyak lagi di dalam serabut-serabut FT jika
dibandingkan dengan di dalam serabut-serabut ST. Kemampuan
terbesar untuk membentuk asam laktat inilah mungkin salah satu
faktor yang turut menentukan tingginya kapasitas performa
anaerobik (anaerobic perfomance capasity) dari serabut-serabut FT.
Juga perlu mendapat perhatian bahwa rasio asam laktat pada ST :
FT meningkat, puncak tegangan otot menurun. Ini dapat
diinterprestasikan bahwa besarnya kelelahan pada serabut FT
berhubungan dengan besarnya kemampuan mereka untuk
membentuk asam laktat.
Pendapat bahwa penumpukan asam laktat menyertai di dalam
proses kelelahan selanjutnya, menurut Strauss,R.H.,(1979)
diperkuat fakta bahwa oleh karena dua mekanisme maka asam
laktat menghalang-halangi fungsi otot. Kedua mekanisme tersebut
tergantung kepada efek asam laktat pada ph intraseluler atau
konsentrasi ion hidrogen (H+).
Dengan meningkatnya konsentrasi asam laktat, konsentrasi H+
meningkat, dan ph menurun. Di lain pihak, peningkatan konsentrasi
ion H+ menghalang- halangi proses rangkaian ekstasi oleh
menurunnya sejumlah kalsium (Ca+) yang dikeluarkan dari
retikulum sarkoplasma dan gangguan kapasitas mengikat Ca+
troponin. Di lain pihak peningkatan konsentrasi ion H+ juga
menghambat kegiatan fosfofruktokinase, yaitu enzim kunci yang
terlibat didalam anaerobik glikosis. Demikian lambatnya hambatan
glikosis, sehingga mengurangi penyediaan ATP untuk energi.
b. Pengosongan Penyimpanan ATP dan PC
Karena ATP merupakan sumber energi secara langsung untuk
kontraksi otot, dan PC dipergunakan untuk resintis ATP secepatnya,
pengosongan fosfagen intraseluler mengakibatkan kelelahan.
Sebagaimana penyelidikan terhadap manusia telah disimpulkan,
bahwa kelelahan tidak berasal dari rendahnya konsentrasi fosfagen di
dalam otot (Fox, E. L., dkk., 1989). Suatu kesimpulan yang sama
telah diperoleh dari hasil penelitian terhadap otot katak yang
dipotong pada otot sartorius nya.
Hasil penelitian tersebut menuturkan, bahwa penurunan yang
paling besar di dalam konsentrasi ATP dan PC terjadi pada dua menit
pertama kontraksi otot, sebelum penurunan pada puncak tegangan
39
Penataran tingkat dasar
otot. Ketika otot telah mencapai puncak kelelahan (setelah 15 menit
kontraksi) masih tersisa 76% konsentrasi ATP waktu istirahat yang
tersedia untuk otot. Tambahan pula bahwa konsentrasi ATP dan PC
mengikat sangat cepat sekali di dalam beberapa menit pertama pada
masa pulih asal (recovery). Selanjutnya sebagai indikasi terpakainya
fosfagen dan kelelahan otot tidak mempunyai korelasi yang
tinggi. Meskipun keterangan terdahulu yang menyatakan, bahwa
kemungkinan ATP dan PC tetap terlibat di dalam proses kelelahan
tidak dapat sepenuhnya ditinggalkan (Fox, E. L., dkk., 1989, dan
Strauss, R. H.,1979).
Sebagai contoh, telah diingatkan bahwa selama kegiatan
kontraksi, konsentrasi ATP di daerah miofibril mungkin lebih
berkurang dari pada di dalam otot keseluruhan. Oleh karena itu,
ATP menjadi terbatas di dalam mekanisme kontraktil, walaupun
hanya terjadi penurunan yang moderat dari jumlah total ATP di dalam
otot. Kemungkinan yang lain adalah bahwa hasil energi didalam
pemecahan ATP lebih sedikit dari jumlah ATP yang tersedia di dalam
batas-batas untuk kontraksi otot (Holloszy, J. O., 1984, dan deVries,
H. A., 1986).
Sebagai contoh, sejumlah energi dilepaskan bila satu molekul
ATP dipecah menjadi ADP + Pi dan pernah dihitung untuk
menurunkan hampir 15% dari 12,9 kilokalori (kcal) pada waktu
istirahat dan sampai serendah 11,0 kcal setelah latihan yang
melelahkan (Lamb, D. R., 1984). Alasan dari penurunan ini mungkin
dihubungkan dengan peningkatan konsentrasi ion H+ dalam jumlah
kecil sampai besar didalam intraseluler, dan merupakan penyebab
utama dari penumpukan asam laktat (Stegemann, 1981).
c. Pengosongan Simpanan Glikogen Otot
Sebelumnya telah disinggung bahwa selama latihan yang lama
(umpamanya 30 menit 4 jam), simpanan glikogen otot di dalam
beberapa serabut otot (terutama serabut otot ST), hampir seluruhnya
dikosongkan atau dikuras. Karena pengosongan glikogen demikian
hebatnya, sehingga menyebabkan kelelahan kontraktil. Ini pemikiran
yang benar, walaupun asam lemak bebas (free fatty acid) dan
glikogen (dari hati) lebih dari cukup yang masih tersedia sebagai
bahan bakar untuk serabut-serabut otot (Bigland, B. Ritchie,
dkk.,1986, dan Strauss, R. H., 1979). Kelihatannya, bahan-bahan
bakar lainnya tidak dapat sepenuhnya menutupi kebutuhan energi
serabut-serabut otot yang glikogennya terkuras (Newsholme, E. A.,
1984)
Seperti halnya dengan asam laktat dan kelelahan, hubungan
sebab akibat antara pengosongan glikogen otot dan kelelahan otot
tidak dapat ditentukan dengan tegas (Astrand, P. O., 1986). Faktor-
faktor lain yang berhubungan dengan kelelahan selama periode

40
Penataran tingkat dasar
latihan yang lama (Fox, E. L., dkk., 1989) meliputi:
1) Rendahnya tingkatan/level glukose darah, menyebabkan
pengosongan cadangan glikogen hati.
2) Kelelahan otot lokal disebabkan karena pengosongan
cadangan glikogen otot.
3) Kekeringan (dehidrasi) dan kurang elektrolit, menyebabkan
termperatur tubuh meningkat.
4) Rasa jenuh.
d. Faktor-faktor Lain
Beberapa faktor lain sebagai tambahan, tetapi kurang
diperhatikan, yang mungkin mempunyai andil terhadap kelelahan otot
adalah kurangnya oksigen dan tidak memadainya aliran darah di
serabut-serabut otot.

11. Sistem Syaraf Pusat dan Kelelahan Otot Lokal


Mungkin penelitian yang terakhir, tentang peranan komponen
sistem syaraf pusat terhadap kelelahan otot lokal, yang dilakukan
oleh Erling, dkk., (Astrand, P. O., dkk., 1986). Dia dan kawan-kawan
menampilkan dengan sangat cermat seri-seri eksperimennya,
bagaimana ulangan-ulangan masa kerja yang melelahkan yang terdiri
dari mengangkat beban yang dilakukannya secara berirama oleh
gerakan-gerakan menekuk siku atau jari tengah. Istirahat selama 2
menit pada akhir kelelahan atau istirahat penuh (kelompok kontrol) atau
ketika fisik sedang aktif secara berganti-ganti diselingi istirahat diantara
masa kerja.
Periode-periode istirahat aktif, terdiri dari kegiatan apa yang
dinamakan sebagai pengalihan kegiatan seperti menampilkan
kegiatan fisik dengan tanpa melelahkan otot. Salah satu dari
eksperimen-eksperimen tersebut menampilkan sejumlah performa yang
mempergunakan pengalihan kegiatan selama periode istirahat. Ternyata
orang coba menunjukkan performanya 22% lebih besar dari pada
mempergunakan istirahat total (complete rest).
Eksperimen-eksperimen selanjutnya didalam seri-seri yang sama
pada studi tersebut menunjukkan hasil sama yang dicapai bila:
a. Pengalihan kegiatan dilakukan secara simultan dengan masa-
masa kerja yang melelahkan
b. Sirkulasi darah ke otot yang terlibat di dalam latihan-latihan
yang melelahkan dan latihan yang dialihkan terserap.
c. Pekerjaan mental dipakai sebagai pengalihan kegiatan.
b. Pekerjaan yang melelahkan dilakukan dengan membandingkan
antara mata terbuka dengan mata tertutup. Menurut Trauss, R.
H., (1979) lebih banyak kerja yang dilakukan dengan mata terbuka.
Hasil ini menyimpulkan bahwa pulih asal dari kelelahan otot lokal
adalah dipengaruhi oleh faktor sistem syaraf dan tidak tergantung
kepada aliran darah lokal.
41
Penataran tingkat dasar
Secara fisiologis, mekanisme kerja demikian ini bagaimana dapat
terjadi? Walaupun mekanisme ini tidak diketahui secara pasti, namun
diperkirakan bahwa kelelahan otot, tempat terjadinya gangguan di
dalam daerah sekitarnya mengembalikan sinyal/isyarat ke sistem syaraf
pusat (otak) melalui syaraf sensoris. Dalam putaran ini, otak
mengirimkan sinyal penghambat ke sel-sel syaraf di dalam sistem
motorik, dan menyebabkan menurunnya kerja otot. Selama istirahat,
total daerah yang mendapat gangguan cenderung untuk menyimpan
kembali sinyal tersebut didalam otot, dan kelelahan secara berangsur-
angsur menjadi berkurang, atau tidak tampak. Kalau pengalihan
kegiatan dilakukan selama periode istirahat, sinyal yang lain dari perifer
atau dari otak itu sendiri akan mengenai (berasal dari kata kena) daerah
fasilitator otak. Sebagai akibatnya, implus-implus fasilitator akan
dikirimkan ke sistem motorik, menyebabkan performa otot lebih baik
atau mempercepat pulih asal dari kelelahan.
Daerah yang di dalam mekanisme kontraktil ototnya terganggu,
maka mulailah semua kejadian-kejadian seperti: penumpukan asam
laktat, pengosongan ATP PC dan glikogen otot dan itu merupakan
faktor-faktor penyebab terjadinya kelelahan atau menurunnya performa
otot.

12. Sistem Energi


Semua kegiatan manusia dapat diamati melalui gerakan-gerakan
yang dilakukan merupakan aplikasi energi yang disebut energi kinetik.
Energi tersebut berasal dari energi kimia melalui makanan ke dalam
tubuh yang dibentuk energi yang dinamai energi potensial.
Secara simpel energi yang bekerja dari tubuh manusia dalam
kegiatannya terbagai menjadi dua macam sistem yaitu:
a. Sistem energi aerobik.
b. Sistem energi anaerobik.
Manusia pada dasarnya dapat menggunakan salah satu sistem
energi tersebut atau kombinasi dari kedua sistem. Walaupun pada
kenyataannya atlet sering menggunakan gabungan dari kedua sistem
dimana salah satu energi memiliki porsi yang seimbang atau dominan
sehingga cabang atau event olahraga tersebut memiliki sistem energi
predominan pada sistem tertentu.
Sistem energi aerobik, merupakan sistem energi dalam otot
yang dalam kerjanya memerlukan oksigen. Sistem ini biasanya bekerja
pada aktivitas atau gerakan olahraga dengan intensitas yang rendah ke
sedang namun dengan durasi yang lama, seperti: lari jarak jauh, balap
sepeda, dan sebagainya.
Sistem energi anaerobic, merupakan sistem energi otot yang
dalam kerjanya tidak memerlukan oksigen. Sistem ini dibagi menjadi dua
jenis yaitu:
42
Penataran tingkat dasar
a. Sistem anaerobik alaktik, dimana merupakan pengunaan energi awal
untuk bergerak atau start, sehingga sering disebut Start up
system (Thompson, 1991:2.15). Sistem ini memiliki kerja dengan
intensitas yang tinggi dengan waktu yang sangat singkat (1-5
detik) dan tidak menghasilkan zat buang seperti asam laktat,
sehingga disebut anaerobik alaktik.
b. Sistem anaerobik laktat, adalah sistem energi tanpa
menggunakan oksigen tetapi menghasilkan zat buang atau asam
laktat, sehingga disebut sistem anaerobik laktat. Sistem ini bekerja
dengan intensitas yang tinggi dalam waktu yang relatif lebih lama
dibanding dengan sistem energi alaktik (6 detik sampai 2 menit).

Dari sistem energi di atas kita dapat memahami bahwa setiap


cabang olahraga memiliki sistem energi predominan yang berbeda,
dimana implementasinya dalam melatih harus menjadi pertimbangan
bagaimana kita memberikan beban latihan yang tepat untuk cabang
olahraga yang memiliki sistem energi predominan tertentu.

13. Perpindahan Sistem Aerobik dan Anaerobik (energi split)


Perpindahan sistem energi, menentukan seberapa besar sumbangan
sistem energi aerobik atau anaerobik berperan pada saat atlet melakukan
kegiatan. Pada gambar di bawah ditunjukkan bagaimana kontribusi sistem
energi berlangsung berdasarkan waktu bila atlet melakukan kegiatan
tanpa istirahat.

Gambar 10. Kontribusi sistem energi berdasarkan waktu aktifitas


(Thompson: 1991)

43
Penataran tingkat dasar
Dari gambar di atas dapat lebih diilustrasikan pada gambar di
bawah ini.

Gambar 11. Energi predominan berkaitan dengan waktu kegiatan (Thompson:


1991)

Dari gambar di atas nampak bahwa setelah 2 menit terjadi


perpindahan predominan energi dari anaerobik ke sistem aerobik dimana
peran sistem aerobik menjadi semakin lama semakin dominan. Kegiatan
dengan menggunakan oksigen ini merupakan kegiatan dominan
dalam kehidupan manusia dari lahir hingga dewasa. Oleh karena itu
dinyatakan bahwa kegiatan aerobik merupakan kegiatan yang sehat.
Fungsi jantung dan paru-paru sangat berperan dimana oksigen dan
bahan bakar dibawa ke otot melalui darah. Kegiatan ini tahan terhadap
kelelahan karena dilaksanakan dengan intensitas yang relatif rendah.
Latihan untuk aerobik disarankan berdurasi tidak kurang dari 20 menit
(Thompson: 1991). Latihan aerobik dapat dilakukan dengan lari jauh
maupun sistem pembagian/ pemecahan jarak dengan interval yang
intensitasnya lebih tinggi. Untuk mendeteksi intensitas dan istirahat
latihan aerobik dapat digunakan denyut nadi.
Sistem energi anaerobik dalam aplikasi aktifitas di lapangan
dilakukan dengan intensitas yang relatif tinggi dan volume rendah. Pada
sistem energi alaktik peran energi awal (ATP-PC) sangat besar. Istirahat
diperlukan sampai tubuh membentuk ATP yang baru. Sedangkan
pada tahap selanjutnya dimana produksi asam laktat berlangsung atlet
memerlukan waktu yang lebih untuk memulai latihan selanjutnya sampai
kadar asam laktat dalam darah kembali normal. Penggunaan denyut nadi
sebagai parameter latihan pada sistem energi anaerobik tidak dapat
dipakai sebagai patokan.

E. Penugasan
Identifikasi beberapa hal di bawah ini sesuai dengan cabang olahraga anda:
1. Jenis serabut otot yang manakah (cepat atau lambat) yang diperlukan
secara dominan pada cabang olahraga anda, dan sistem energi yang
mana?
44
Penataran tingkat dasar
2. Uraikan teknik cabang olahraga anda menjadi beberapa gerakan teknik
dasar dan identifikasikan otot-otot dominan yang bekerja pada gerakan
tersebut.

F. Evaluasi

NO SOAL Y T
1. Otot-otot rangka mengkonsumsi sebagian besar oksigen
dan paling banyak membutuhkan darah selama latihan v
berat (heavy exercise).
2. Serabut otot putih lebih cocok atau sesuai untuk kegiatan
yang berlangsung dalam waktu yang lama dan kontraksi v
yang lambat.
3. Latihan tidak akan dapat merubah persentase serabut otot
v
merah dan putih.
4. Ukuran serabut otot dapat ditingkatkan dengan latihan
v
beban.
5. Kelelahan dapat diartikan lemahnya performa intelektual,
v
motorik, dan kegagalan menghasilkan tenaga.
6. Terjadinya kelelahan otot banyak disebabkan oleh
v
penumpukan asam laktat.
7. Sistem energi aerobik dalam kerjanya tidak memerlukan
oksigen dan bekerja pada aktivitas dengan intensitas v
tinggi.
8. Gerakan start pada sprinter merupakan contoh dari
v
penggunaan sistem anaerobik alaktik.
9. Marathon merupakan contoh olahraga yang
v
menggunakan sistem energi aerobik.
10. Contoh aktivitas yang menggunakan sistem energi
anaerobik adalah aktivitas dengan intensitas yang relatif v
tinggi dan volume rendah.

---------------o0o--------------

45
Penataran tingkat dasar
MODUL IV

PSIKOLOGI OLAHRAGA

A. Deskripsi
Modul ini berisi tentang peran psikologi bagi atlet dalam upaya untuk
mempertahankan dan meningkatkan prestasi baik dalam proses latihan
maupun pada menjelang dan sesudah menghadapi suatu pertandingan.
Setelah mempelajari modul ini para pelatih mampu:
1. Menjelaskan pentingnya psikologi olahraga dalam menghadapi segala
resiko yang mungkin terjadi pada pertandingan.
2. Meningkatkan kinerja atlet, baik sebelum, masa pertandingan maupun
sesudah pertandingan.
3. Memberikan strategi dan teknik-teknik untuk mengoptimalkan
kemampuan dan keterampilan yang dimiliki atlet.
4. Menyiapkan atlet dalam kondisi optimal, rileks dan fokus menghadapi
pertandingan.

B. Jumlah Jam Pelajaran : 4 JPL

C. Metode Penyajian
1. Ceramah
2. Tanya jawab
3. Penugasan (perorangan/kelompok)
4. Presentasi

D. Materi
Para atlet banyak yang mengalami rasa cemas ketika akan menghadapi
suatu pertandingan atau pada saat pertandingan, perasaan cemas mudah
timbul apabila atlet tidak dipersiapkan untuk menghadapi tekanan, dilanda
ketakutan akan gagal yang berlebihan. Sukses atau gagal pada hakekatnya
lebih banyak ditentukan oleh perasaan atlet itu sendiri. Atlet yang kalah tidak
selalu merasa gagal apabila ia sudah merasa berbuat sebaik-baiknya atau
dapat memecahkan rekornya sendiri, meskipun masih harus mengakui
keunggulan lawan. Kalah dan merasa gagal akan melanda si atlet bila ia
menetapkan harapannya lebih tinggi dari kemampuannya atau kurang
memperhitungkan kekuatan lawan.
Zeigarnik effect sangat dipengaruhi situasi. Dalam olahraga, situasi waktu
atlet mengalami kekalahan termasuk situasi penonton yang mencemoohkan,
media masa yang mencaci-maki, dll. Juga situasi kejiwaan atlet itu sendiri
yang mungkin merasa harus menang tapi ternyata diluar dugaan harus
menelan kekalahan yang menyakitkan.

46
Penataran tingkat dasar
Untuk mencegah terjadinya hal tersebut di atas, pelatih perlu membuat
program latihan dengan psikologi olahraga yang bertujuan untuk
mempersiapkan para atlet untuk mengahadapi segala resiko yang mungkin
terjadi dalam menghadapi suatu pertandingan maupun perlombaan. Psikologi
otahraga mempunyai peran yang sangat panting bagi atlet untuk
meningkatkan kinerja baik sebelum, masa pertandingan maupun pasca
pertandingan, hal ini terkait dengan situasi bila mengalami kemenangan atau
kegagalan sudah siap untuk menghadapinya dengan baik.
Peran psikologi olahraga bagi atlet sangat penting dalam upaya untuk
mempertahankan dan meningkatkan prestasi baik dalam proses latihan
maupun pada menjelang dan sesudah menghadapi pertandingan. Pelatih
harus pandai mengatur strategi dan jeli membaca situasi perkembangan
perilaku atlet selama mengikuti proses latilan, kadangkala atlet akan merasa
bosan, jenuh dan mungkin akan mengalami kekecewaan terhadap apa yang
telah dililakukan. Hal ini bisa mengakibatkan atlet mengalami berbagai
masalah secara psikis, maka peran pelatih sebagai orang tua kedua sangat
dibutuhkan untuk memulihkan tekanan mental yang dihadapi atlet.
Seperti kita ketahui salah satu kompetensi seorang pelatih sebelum
menyatakan siap menjadi seorang pelatih adalah menguasai dan memahami
betul tentang psikologi olahraga, sebab salah satu tugas penting pelatih dan
pskilogi olahraga adalah memberikan strategi dan teknik-teknik untuk
mengoptimalkan kemampuan dan keterampilan yang dimiliki, baik saat berlatih
maupun bertanding. Mengetahui potensi diri bukanlah satu-satunya yang
harus dipelajari oleh atlet melainkan juga oleh orang yang bukan atlet.
Penting bagi pelatih untuk mengetahui bahwa penampilan buruk atlet
selama kompetisi adalah konsekuensi dari konsekuensi yang belebihan dan
kurang optimalnya kemampuan dan keterampilan yang dimiliki. Hal ini
merupakan salah satu tugas dan fungsi pelatih dalam menanamkan dan
memberikan perlakuan secara psikologi kepada atlet baik semasa latihan
maupun menjelang kompetisi dan pasca kompetisi.
Gejala umum psikologi yang dimiliki oleh para atlet selama
mempersiapkan proses latihan, selama pertandingan dan pasca pertandingan
meliputi berbagai hal sebagai berikut:
- Bosan (Bored)
- Cemas
- Demam Lapangan (Nervous)
- Tegang (Stress)
- Percaya Diri (Self Confidence)
- Senang (Fun)
- Puas (Satisfy)
- Bangga (Proud)
- Kecewa (Disappointed)

47
Penataran tingkat dasar
Hal-hal tersebut di atas akan dialami oleh para atlet, maka peran pelatih
sangat penting dalam mengeloladan mengaturstrategi agar gejala umum
psikologi di atas dapat diminimalisir dan dikendalikan menjadi hal positif yang
akan mendukung proses latihan menuju suatu kompetisi.
Tujuan dari tulisan ini adalah sebagai bahan pegangan dan pertimbangan
serta informasi bagi para pelatih ketika menangani atlet dalam mempersiapkan
proses latihan menuju kompetisi. Tekanan yang meningkat dalam kompetisi
dapat menyebabkan atlet bereaksi secara mental dan fisik. Reaksi itu dapat
secara negatif mempengaruhi kemampuan pencapaian prestasi mereka.
Mereka bisa menjadi sangat tegang dan jadi pemarah, detak jantung
bertambah cepat, muncul keringat dingin, kecemasan berlebihan saat
kompetisi dan tidak fokus ke pertandingan.
Salah satu tugas penting pelatih adalah mengatasi berbagai hal negatif di
atas. Makin kompetitifnya persaingan membuat psikologi olahraga semakin
berperan berkembang. Atlet dituntut bisa mengatasi berbagai tekanan untuk
mempertahankan prestasi. Salah satu hal yang dipelajari adalah bagaimana
pelatih mampu membawa atlet rileks menghadapi pertandingan dan fokus
tanpa kekuatiran. Psikologi olahraga menjadi obat mujarab dalam
memenangkan pertandingan, khususnya melawan ketakutan pada diri sendiri.

1. Motif Berprestasi
Motivasi muncul karena adanya sumber yang mendorong manusia
untuk berusaha. Sumber motivasi ada dua yaitu motivasi yang berasal
dari dalam manusia itu sendiri (instrinsik) dan motivasi yang berasal dari
luar manusia (ekstrinsik) atau sering disebut juga sebagai faktor internal
dan eksternal. Motivasi instrinsik adalah dorongan untuk berbuat berasal
dari dalam diri yang bersangkutan, sedangkan motivasi ekstrinsik adalah
dorongan untuk berbuat lebih disebabkan oleh pengaruh dari luar
individu.
Motivasi berprestasi adalah suatu dorongan yang dimiliki seseorang
untuk mewujudkan hasil kerja yang melebihi hasil kerja orang lain.
Dorongan itu merupakan tenaga dari dalam diri manusia yang
menyebabkannya berbuat sesuatu. Besarnya dorongan untuk berprestasi
tergantung pada besarnya harapan yang ingin dicapai, kuatnya potensi
yang menimbulkan motivasi, kepuasan yang ingin dicapai. Ketiga
komponen inilah yang menimbulkan motivasi. Motivasi berprestasi
merupakan hasil interaksi antara usaha, kepuasan, dan ganjaran.
Teori kebutuhan mengemukakan bahwa salah satu kebutuhan
manusia adalah kebutuhan berprestasi. Manusia yang memiliki motivasi
berprestasi tinggi, memerlukan pekerjaan yang membuatnya puas,
memanfaatkan peluang untuk tumbuh kembang, senang apabila dapat
merubah tantangan menjadi kesempatan menginginkan otonomi dalam
pelaksanaan tugas, selalu mengharapkan terbuka terhadap masukan.
Orang yang memiliki motivasi berprestasi tinggi akan dipaksa untuk lebih
sering dan lebih dulu mengatasi persoalan sendiri daripada orang lain
48
Penataran tingkat dasar
yang memiliki motivasi berprestasi rendah. Lebih lanjut dikemukakan pula
bahwa kebutuhan akan prestasi adalah keinginan untuk mengungguli
atau berhasil dalam situasi persaingan.
Prinsip tentang motivasi berprestasi adalah setiap orang memiliki
motivasi berprestasi, tetapi hanya beberapa yang konsisten lebih terarah
pada prestasi itu daripada orang lain. Orang yang memiliki motivasi
berprestasi tinggi cenderung untuk bertingkah laku sebagai berikut: (1)
jika ditantang akan berusaha makin keras untuk menghasilkan sesuatu
lebih baik; (2) jika berhasil memenangkan persaingan dengan mencapai
standar yang ditentukan akan merasa puas; (3) lebih suka pada
pekerjaan dengan tingkat resiko moderat; (4) apabila menerima umpan
balik yang cepat dan tepat akan menunjukkan aktivitas kerja yang lebih
giat, (5) menyadari bahwa pencapaian prestasi besar itu diperoleh dalam
waktu singkat dan dengan mudah, sehingga secara mental akan lebih
suka berusaha dan bertarung secara gigih; (6) apabila menghadapi
rintangan, segera memikirkan alternatif cara untuk mengatasinya; (7)
lebih senang memilih rekan yang terbukti ahli, meskipun pribadinya
belum dikenalnya secara jelas; (8) tidak memperhatikan orang lain
terhadap dirinya melainkan lebih memperhatikan usaha untuk mengatasi
rintangan, (9) akan bersungguh-sungguh terlibat dalam tugasnya dan
tidak berhenti memikirkan tugasnya sampai selesai.
Karakter motivasi berprestasi memiliki empat komponen dasar yaitu;
keinginan, kepuasan, keyakinan dan usaha keras. Situasi yang
mendorong munculnya motivasi berprestasi adalah komponen dasar
keinginan dan kepuasan. Hal ini terjadi apabila ada standar kualitas,
situasi bersaing dan ada keinginan untuk bekerja cepat dan baik.
Keinginan untuk bekerja keras hingga berhasil merupakan
gambaran dari komponen dasar usaha keras. Hal ini mencerminkan
tanggung jawab dari seorang yang memiliki motivasi berprestasi tinggi.
Lebih lanjut situasi yang mendukung komponen dasar 'keyakinan diri'
adalah terselesaikannya tugas yang mempunyai tingkat kesulitan
moderat dan resiko yang timbul diperkirakan dapat diatasi, sehingga
memberikan peluang bekerja dengan rekan yang kompeten, memberikan
peluang untuk mendapat umpan balik.
Dengan demikian konstruksi motivasi berprestasi adalah: (a)
keinginan; (b) kepuasan; (c) usaha keras; dan (d) keyakinan diri. Kempat
indikator tersebut mengandung standar kualitas, situasi persaingan,
keinginan bekerja lebih cepat dan baik, bertanggung jawab, berani
menerima tantangan dan suka memecahkan masalah.
Dalam olahraga, seorang atlet akan lebih sering membandingkan
prestasinya dengan atlet lainnya. Untuk dapat maju atau meningkat,
modal utama bagi atlet adalah harus memiliki keinginan untuk berprestasi
lebih baik, keinginan atau motifasi berprestasi inilah yang akan
mendorong atlet untuk selalu berusaha memecahkan rekor dan

49
Penataran tingkat dasar
mencapai prestasi setinggi-tingginya. Untuk mengembangkan motivasi
atlet secara mendalam kiranya perlu diketahui sifat-sifat motif sebagai
berikut:
a. Merupakan sumber penggerak dan pendorong dari dalam diri
subyek, yang terorganisasi.
b. Terarah pada tujuan tertentu secara selektif.
c. Untuk mendapat kepuasan atau menghindari hal-hal yang tidak
menyenangkan.
d. Dapat disadari atau tidak disadari.
e. lkut menentukan pola kegiatan.
f. Bersifat dinamik.
g. Merupakan ekspresi dari suatu emosi atau afeksi.
h. Ada hubungan dengan unsur kognitif dan konatif.
Motivasi merupakan determinan sikap dan kinerjanya. Strategi
dalam memelihara motivasi dalam proses latihan menuju suatu
kompetisi.

2. Percaya diri
Rasa percaya diri adalah hasil dari perbandingan tujuan dan
kemampuan yang dimiliki atlet akan memiliki self confidence jika mereka
mempercayai kemampuan untuk mencapai tujuan (You only achieve
what you believe). Rasa percaya diri seorang atlet dapat dilihat. dari
kegigihannya mengejar sesuatu ketika perencanaan meleset dari
perkiraan dan antusiasme yang ditunjukkan. Jika menemukan hal itu,
bersikaplah positif. Sebagai pelatih, harus menunjukkan rasa tanggung
jawab baik saat sukses maupun gagal.
Untuk meningkatkan rasa percaya diri, seorang atlet dapat
menggunakan mental imagary untuk memvisualisasikan penampilan
primanya untuk mengingat dan merasakannya kembali, membayangkan
berbagai skenario dan bagaimana bisa menggunakan skenario strategi
untuk bisa meraih hasil yang ditargetkan. Dan untuk dapat berprestasi
harus ada kepercayaan pada diri atlet bahwa ia sanggup dan mampu
untuk mencapai prestasi yang diinginkan.Jelas bahwa percaya diri sendiri
merupakanmodal utama untuk berprestasi Cratty (1973) mengemukakan
bahwa atlet pada umumnya lebih sering menghadapi situasi tegang
dibandingkan bukan atlet. Ketegangan dapat menimbulkan rasa cemas
(anxiety) dan dalam hal ini dibutuhkan kepercayaan diri untuk dapat
mengatasi keadaan tersebut.
Kepercayaan pada diri sendiri merupakan hal yang sangat penting
dalam pembinaan mental atlet. Percaya pada diri sendiri akan
menimbulkan rasa aman. Kepercayaan pada diri sendiri biasanya
berhubungan dengan "emotional security", makin mantap kepercayaan
pada diri sendiri maka makin mantap pula emotional security-nya, hal ini
akan terlihat pada sikap dan tingkah laku yang tidak mudah bimbang,
tenang, tegas dan sebagainya.
50
Penataran tingkat dasar
Sukses yang pernah dicapai seseorang atlet akan menumbuhkan
rasa percaya diri oleh karena itu perlu sekali atlet-pemula mendapat
kesempatan mengenyam kemenangan. Suatu kekalahan juga tidak harus
mengakibatkan kerugian pada usaha menanamkan rasa percaya diri
pada diri sendiri. Hal ini tergantung pada kemampuan pelatih dan
pembina dalam mengadakan pendekatan dan teknik menimbulkan
motivasi, misalnya menunjukkan kelemahan dan kelebihan lawan, di
samping itu juga menunjukkan rasa puas atas hasil yang dicapai atlet.
Over confidence atau rasa percaya diri pada diri sendiri yang
berlebihan juga dapat terjadi pada diri atlet, misalnya pada atlet yang
mempunyai sifat terlalu optimis dan kebetulan selalu menang bertanding
di daerahnya. Over confidence berhubungan erat dengan sifat-sifat
kepribadian atlet yang bersangkutan. Segi negatif yang sering terjadi
pada atlet Over confidence sering menganggap enteng lawan. Karena
harapan sukses terlalu tinggi maka apabila mengalami kekalahan, atlet
yang bersangkutan akan lebih mudah mengalami frustasi.
Perasaan kurang percaya pada diri sendiri jelas merupakan
tumpuan yang lemah untuk mencapai prestasi setinggi-tingginya. Kurang
percaya pada diri sendiri berarti meragukan kemampuan sendiri. Hal ini
merupakan bibit ketegangan pada waktu menghadapi pertandingan atau
menghadapi lawan yang seimbang dan ketegangan tersebut jelas
merupakan bibit kekalahan. Kegagalan yang dialami atlet yang kurang
percaya diri akan mudah menimbulkan putus asa dan apabila dituntut
untuk mencapai prestasi yang lebih tinggi tetapi tidak berhasil, akan
dapat menyebabkan timbulnya frustasi. Menurut Robert N. Singer (1984)
menghadapi atlet yang kurang percaya diri sendiri (lack of confidence),
pelatih dapat membantu atlet merasakan identitas dirinya (sense of
identity), yaitu memahami keadaan yang terjadi pada dirinya.
Berkaitan dengan hal tersebut di atas diperlukan pengelolaan
kecemasan (arousal) agar terjadi titik optimal antara kekhawatiran dan
keyakinan untuk rnenang sehingga atlet merasa adanya getaran fisik
maupun psikis yang optimal untuk dapat mencapai performa yang baik.
Di bawah ini digambarkan dua orang atlet dengan perbedaan titik optimal
arousalnya.

Gambar 12. Perbedaan tingkat arousal yang optimal pada atlet


51
Penataran tingkat dasar
Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa setiap atlet memiliki tingkat
getaran optimal yang berbeda untuk mencapai prestasi terbaiknya. Atlet
A memiliki tingkat arousal yang lebih rendah dibanding atlet B untuk
mencapai performa optimalnya.

3. Rasa Harga Diri


Menurut Maslow (1970), harga diri yang merupakan kebutuhan
individu berhubunagn dengan motif atau kebutuhan berprestasi dan
kepercayaandiri sendiri, di samping itujuga berkaitandengan status,
pengakuan, reputasiyang menimbulkanperasaan untuk menghargai diri
sendiri. Kebutuhan akan harga diri tidak akan terpenuhi atau terpuaskan
tanpa adanya orang lain. Menurut Alderman (1974) kebutuhan harga diri
dapat dipenuhi melalui hubungan interpersonal dengan orang lain (pelatih,
sesama atlet dan penonton).
Rasa harga diri dapat dibina melalui ketergantungan atlet dalam
kelompok-kelompok olahraga yang dipandang elit para atlet atau oleh
masyarakat, misalnya dalam olahraga bela diri, rasa harga diri ditimbulkan
dengan adanya tingkatan kelas atau kelompok yang diberi tanda dengan
sabuk yang warnanya berbeda-beda.

4. Penanaman Disiplin dan Tanggung Jawab


Disiplin adalah sikap atau kesediaan psikologis untuk menempati
atau mendukung nilai-nilai atau norma yang berlaku. Atlet yang disiplin
akan berusaha menepati ketentuan, tertib dan biasanya patuh pada
pembuat peraturan (pelatih dan pembina). Disiplin atlet bila dikembangkan
lebih lanjut dapat menimbulkan kesadaran yang mendalam untuk menepati
segala bentuk nllai-nilai, meskipun tidak ada yang mengawasi, bahkan
akhirnya juga akan mematuhi rencana-rencana yang dibuatnya sesuai
dengan pengetahuan tentang hal-hal yang dianggap baik. Kesadaran yang
timbul dari dalam diri tanpa adanya pengawasan. dari orang lain
menimbulkan disiplin diri sendiri.
Atlet yang memiliki disiplin diri sadar untuk melakukan latihan sendiri
tanpa ada yang memerintah dan mengawasi. la sudah mempunyai rasa
tanggungjawab untuk menepati dan mendukung nilai-nilaiyang dianggap
baik dan tepat untuk dilakukan. Sikap untuk menepati dan mendukung
nilai-nilai adalah sikap yang megandung tanggung jawab untuk
kelangsungan nilai-nilai tersebut direndahkan oleh orang lain. Dalam
jangka waktu lama maka tanggung jawab untuk mendukung nilai-nilai
tersebut dapat dikembangkan menjadi sikap dalam menghadapi nilai-nilai
dalam kehidupan sehari--hari.

5. Penguasaan Emosi
Penguasaan emosi dilakukan dengan latihan untuk menjaga
stabilitas emosional menghindarkandiri dari rasa jemu (boredom),
kelelahan mental (mental fatique) dan mengontrol gejala-gejala fisiologis
52
Penataran tingkat dasar
yang terjadi sebagai akibat terjadinya fluktuasi emosional. Latihan
penguasaan emosi atau emotional control sangat penting bagi setiap atlet.
Karena fluktuasi emosional akan sangat berpengaruh pada proses
fisiologis dan kondisi mental secara keseluruhan sehingga jelas akan
berpengaruh terhadap penampilan dan kinerja atlet.
Latihan penguasaan emosional dapat dilakukan antara lain dengan:
a. Latihan meningkatkan kesadaran dan penguasan fisik, yang dikenal
dengan body awareness. Latihan ini biasanya dilakukan untuk
mengetahui dan John D. Lawter (1972) mengemukakan bahwa dalam
keadaan overstress mendiagnosa pengaruh psikologis terhadap
perubahan sisiologis. Salah satu cara yang cukup terkenal adalah
dengan biofeedback.
b. Meningkatkan stabilltas emosional, yaitu dengan latihan penguasaan
diri untuk meredam kemarahan, rasa tidak puas atas keputusan wasit
sehingga dapat menguasai ketegangan ototnya, meskipun dalam
keadaan tidak puas atau terganggu stabilitas emosinya.
c. Menghindarkan rasa jemu (boredom) dan kelelahan mental (mental
fatique) dapat dilakukan dengan latihan relaksasi, membiarkan atlet
dapat mengisi waktu luang dengan baik, menciptakan berbagai variasi.
Fluktuasi emosional juga akan mempengaruhi aspek-aspek kejiawaan
yang lain (kognisi dan konasi) dan kematangan emosional akan
mempengaruhi stabilitas psikis atlet. Seorang atlet yang dapat
mengendalikan emosi atau dapat menguasai diri dalam situasi
pertandingan yang penuh ketegangan akan dapat menunjukkan
prestasi yang tinggi. Threshold yaitu tingkatan batas ambang
ketegangan akan terjadi interferensi (gangguan) dalam penampilan
seorang atlet. Keadaan ini dapat ditimbulkan oleh permainan yang
seimbang dan wasit yang berat sebelah atau penonton yang dianggap
merupakan lawan. Dalam keadaan semacam ini kematangan emosi
atlet akan diuji, mungkin permainannya menjadi agak kacau untuk
sementara atau menjadi kacau sama sekali untuk kemudian diakhiri
dengan kekalahan.

6. Evaluasi Diri
Evaluasi diri dimaksudkan sebagai usaha atlet untuk mengenali
keadaan yang terjadi pada dirinya sendiri. Hal ini dilakukan agar atlet
dapat mengetahui kelemahan dan kelebihan dirinya pada saat yang lalu
maupun saat ini. Dengan bekal pengetahuan akan keadaan dirinya maka
atlet dapat memasang target latihan maupun target pertandingan dan cara
mengukurnya. Kegunaan lainnya adalah untuk mengevaluasi hai-hal yang
telah dilakukannya sehingga memungkinkan untuk mengulangi
penampilan terbaik dan mencegah terulangnya penampilan buruk.

53
Penataran tingkat dasar
Oleh karena itu pelatih perlu menginstruksikan atletnya untuk
memiliki buku catatan harian mengenai latihan dan pertandingan. Atlet
untuk menuliskan kelemahan dan kelebihan diri sendiri baik dari segi fisik,
teknik maupun mental. Koreksi diperlukan jika menurut pelatih ada hal-hal
yang tidak sesuai atau ada yang kurang. Biasakan agar atlet mengisi buku
tersebut dengan teratur. Ajak atlet untuk menuliskan di dalam bukunya hal-
hal yang intinya sebagai berikut: target jangka panjang, menengah dan
pendek dalam latihan dan pertandingan. Sesuatu yang dilakukan dan
dipikirkan sebelum latihan atau pertandingan, suatu gerakan atau
penampilan yang mengesankan, catatan mengenai kelemahan dan
kelebihan lawan yang akan dihadapi dan strategi menghadapinya, hasil
dan jalannya pertandingan, hasil yang mengganggu emosi atau membuat
penampilan jadi buruk, penghargaan yang didapat atas suatu
keberhasilan. Menuju suatu kompetisi yang dipersiapkan dengan
perencanaan dan persiapan yang baik akan menghasilkan sesuatu yang
sesuai dengan target dan tujuan.
Oleh karena itu, pelatih harus dapat mengoptimalkan dan
memberdayakan psikologi olahraga dalam suatu proses latihan,
pertandingan dan pasca pertandingan agar atlet dapat mengoptimalkan
kemampuan dan keterampilan yang dimiliki menjadi hal positif.
Hal-hal tersebut di atas merupakan alternatif dan bahan bagi para
pelatih ketika menangani para atlet yang akan menjalani proses latihan
pertandingan dan pasca pertandingan.

E. Penugasan
Kasus 1
Seorang atlet yang mengalami gangguan motivasi, diskusikan dan temukan
alternatif solusi pemecahannya.
Kasus 2
Seorang atlet yang kehilangan kepercayaan diri dan penuh rasa tegang dan
khawatir menghadapi pertandingan, diskusikan dan temukan alternatif solusi
pemecahannya.
Kasus 3
Seorang atlet muda sangat berbakat yang temperamental dan tidak dapat
mengendalikan emosi dalam pertandingan sehingga sering mendapatkan
peringatan wasit, diskusikan dan temukan alternatif solusi dan jalan terbaik
untuk mengoptimalkan dia.

F. Evaluasi

NO SOAL Y T
1. Salah satu kompetensi seorang pelatih sebelum menyatakan
v
siap menjadi seorang pelatih adalah menguasai dan
54
Penataran tingkat dasar
NO SOAL Y T
memahami betul tentang psikologi olahraga.
2. Salah satu tugas penting pelatih adalah memberikan strategi
dan teknik-teknik untuk mengoptimalkan kemampuan dan v
keterampilan atlet, baik saat berlatih maupun bertanding.
3. Peran pelatih kurang penting dalam merancang strategi agar
gejala umum seperti cemas, demam lapangan, tegang, v
kecewa dapat diminimalisir.
4. Latihan penguasaan emosi sangat penting bagi setiap
atlet, karena akan sangat berpengaruh pada proses
v
fisiologis dan kondisi mental secara keseluruhan, sehingga
akan berpengaruh terhadap penampilan dan kinerja atlet.
5. Rasa percaya diri seorang atlet dapat dilihat dari
kegigihannya mengejar sesuatu ketika perencanaan
v
meleset, maka sebagai pelatih harus menunjukkan rasa
tanggung jawab baik saat sukses maupun gagal.
6. Atlet yang memiliki disiplin diri sadar untuk melakukan
latihan sendiri tanpa ada yang memerintah dan mengawasi,
atlet sudah mempunyai rasa tanggung jawab untuk menepati v
dan mendukung nilai-nilai yang dianggap baik dan tepat
untuk dilakukan.
7. Evaluasi diri untuk mengenali keadaan yang terjadi pada
atlet dapat mengetahui kelemahan dan kelebihan dirinya v
pada saat yang lalu maupun saat ini.
8. Pelatih perlu menginstruksikan atletnya untuk memiliki buku
v
catatan harian mengenai latihan dan pertandingan.
9. Atlet yang memiliki motivasi berprestasi tinggi akan dipaksa
untuk lebih sering dan lebih dulu mengatasi persoalan sendiri
v
daripada orang lain yang memiliki motivasi berprestasi
rendah.
10. Untuk dapat berprestasi optimal, seorang atlet tidak harus
v
memiliki motivasi interinstik yang tinggi.

---------------o0o---------------

55
Penataran tingkat dasar
MODUL V

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN GERAK

A. Deskripsi
Modul ini berisi tentang pengertian, teori-teori pertumbuhan dan
perkembangan gerak yang diperlukan pelatih agar mampu melaksanakan
tugasnya secara profesional.
Setelah mempelajari modul ini para pelatih mampu:
1. Menjelaskan beberapa teori pertumbuhan dan perkembangan gerak.
2. Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan gerak.
3. Menjelaskan konsep gerakan tubuh, pengertian dan klasifikasi
keterampilan gerak, serta unsur-unsur yang membentuk gerakan terampil.
4. Menjelaskan proses dan kondisi belajar gerak.
5. Menjelaskan prinsip-prinsip pengelolaan pembelajaran gerak dalam
olahraga.

B. Jumlah Jam Pelajaran: 8 JPL

C. Metode penyajian
1. Ceramah
2. Tanya jawab
3. Penugasan (Perorangan/kelompok)
4. Presentasi

D. Materi
1. Pertumbuhan dan Perkembangan Gerak
Pokok bahasan pada modul ini tentang teori pertumbuhan dan
perkembangan, terutama mengenai kecenderungan sifat pertumbuhan
fisik dan perkembangan gerak yang terjadi pada diri manusia pada
umumnya sejalan dengan bertambahnya usia. Selain itu juga disajikan
tentang kebutuhan akan aktivitas fisik pada setiap fase perkembangan
agar terjadi pertumbuhan dan perkembangan yang baik. Sajian materi ajar
disesuai dengan keperluan pelatih olahraga, oleh karena yang disajikan
diutamakan tentang pertumbuhan dan perkembangan mulai masa anak-
anak dan adolesensi. Bahasan tentang usia dewasa dan usia lanjut hanya
sepintas saja.
Pengetahuan tentang teori pertumbuhan dan perkembangan gerak
merupakan sebagian landasan ilmiah yang sangat diperlukan oleh pelatih
olahraga agar dapat melaksanakan tugasnya secara profesional. Dengan
memahami sifat pertumbuhan dan perkembangan pada setiap fase
perkembangan, akan memberikan kemungkinan bagi pelatih untuk
56
Penataran tingkat dasar
memberi perlakuan para atletnya dengan lebih baik. Oleh karena itu para
pelatih perlu memahami bahasan yang disajikan dalam naskah ini.

2. Peristilahan dalam Studi Perkembangan


a. Pertumbuhan (growth): peningkatan ukuran tubuh, sebagai hasil
penyempurnaan bagian-bagian tubuh.
b. Perkembangan (development): peningkatan kapasitas fungsi dan
kemampuan kerja organ-organ tubuh.
c. Kematangan (maturation): peningkatan atau kemajuan yang bersifat
kualitatif dalam hal perkembangan biologis.
d. Penuaan (aging): proses penurunan kualitas organik yang diakibatkan
karena bertambah usia.

3. Teori Perkembangan
a. Teori Kematangan (Maturational Theory):
1) Perubahan biologis yang terjadi pada diri manu menunjukkan
perkembangan yang teratur mengikuti tahap urutan tertentu.
2) Kecepatan perkembangan pada setiap tahap tidak sama pada
setiap individu.
3) Faktor internal lebih menentukan dibanding faktor eksternal dalam
mempengaruhi perkembangan individu.

b. Teori Keperilakuan (Behavioral Theory):


1) lndividu tidak bersifat pasif, tetapi bersifat reaktif terhadap
lingkungan.
2) Faktor ekstemal lebih menentukan dibanding faktor internal dalam
mempengaruhi perkembangan individu.

c. Teori Kognitif (Cognitive Theory):


1) lndividu dapat mempengaruhi lingkungan, dan lingkun dapat
mempengaruhi individu, atau antara individu dan lingkungan
berinteraksi.
2) Proses perkembangan individu dipengaruhi oleh pertumbuhan
biologis, pengalaman, hubungan sosial dan sikap orang dewasa
terutama orangtuanya, serta sifat umum manusia yang cenderung
mencari keseimbangan dengan lingkungan dan dalam dirinya
sendiri.
4. Periodisasi Perkembangan
Berdasarkan kecenderungan sifat perkembangan yang terjadi pada
individu pada umumnya, sepanjang hidup manusia dapat diidentifikasi
periodisasi fase-fase perkembangan yang disajikan dalam tabel berikut:

57
Penataran tingkat dasar
Fase Perkembangan Batasan Usia

Fase sebelum lahir Selama 9 buIan 10 hari


1. Awal Saat pembuahan sampai 2 minggu
2. Embrio 2 sampai 8 minggu
3. Janin 8 minggu sampai rnenjelang lahir bayi

Bayi Saat lahir sampai 1 atau 2 tahun


Neonatal Saat lahir sampai 4 minggu
Anak kecil 1 atau 2 sampai 6 tahun
Anak besar perempuan 6 sampai 10 tahun
Anak besar laki-laki 6 sampai 12 tahun
Adolesensi perempuan 10 sampai 18 tahun
Adolesensi laki-laki 12 sampai 20 tahun
Dewasa Muda 18/20 sampai 40 tahun
Dewasa Madya 40 sampai 60 tahun
Dewasa Tua (usia lanjut) lebih dari 60 tahun

Tabel 4. Periodisasi Perkembangan Berdasarkan Usia

5. Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan lndividu


a. Faktor yang mempengaruhi perkembangan janin yaitu kondisi ibu yang
mengandungnya, baik itu gizi, aktivitas fisik, kondisi emosi, penyakit
yang diidap, maupun konsumsi obat-obatan, minuman beralkohol,
rokok, dll.
b. Faktor yang mempengaruhi perkembangan sesudah lahir, antara lain
keturunan atau genetik, gizi, aktivitas fisik, horman pertumbuhan,
penyakit, musim dan iklim, suku bangsa atau ras, kondisi sosial-
ekonomi, kondisi psiko-sosial, kecenderungan sekular (dari masa ke
masa).

6. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Kecil


a. Pertumbuhan fisik
1) Secara proporsional pertumbuhan relatif melambat dibanding
masa bayi.
2) Jaringan tulang tumbuh lebih cepat dibanding jaringan otot. Kaki
dan tangan tumbuh lebih cepat dibanding togok.
3) Laki-laki dan perempuan relatif masih seimbang.

b. Perkembangan kemampuan fisik


1) Kemampuan gerak dasar semakin baik.
2) Fungsi pengungkit pada kaki dan tangan mulai meningkat sejalan
dengan pertumbuhan memanjangnya.
58
Penataran tingkat dasar
3) Mulai dapat menghayati dan menyadari konsep dasar obyek,
ruang, waktu, gaya, dan hubungan sebab akibat.

c. Minat melakukan aktivitas fisik


1) lngin selalu aktif bergerak.
2) Umumnya menyenangi gerak berirama.
3) Suka meniru-niru gerakan.
4) Selalu ingin tahu dan imajinatif.
5) Suka menjelajah dan mencoba-coba dalam beraktivitas.
6) Bersifat individualistik dan egosentrik dalam beraktivitas.
7) Suka gaduh saat bermain.

d. Aktivitas yang diperlukan


1) Gerakan yang dapat merangsang otot kaki, lengan, dan bahu.
2) Permainan sederhana yang dilakukan dalam waktu relatif singkat.
3) Menirukan gerakan-gerakan binatang atau gerakan lain.
4) Aktivitas kelompok dengan teman sebaya.
5) Aktivitas menggunakan sarana dengan berbagai ukuran dan
bentuk.

7. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Besar


a. Pertumbuhan fisik
1) Secara proporsional pertumbuhan relatif melambat disbanding
pada pada anak kecil dan bayi.
2) Kaki dan tangan tumbuh relatif lebih pesat dibanding togok.
3) Pada usia 10-14 tahun umumnya perempuan cenderung lebih
tinggi dan sesudahnya laki-laki menjadi lebih tinggi.
4) Proporsi bentuk tubuh laki-laki dan perempuan mulai ada
perbedaan.
5) Kecenderungan tumbuh kearah tipe tubuh tertentu mulai tampak.
b. Perkembangan kemampuan fisik
Kemampuan fisik yang menonjol perkembangannya adalah:
kekuatan, fleksibilitas, dan keseimbangan.
1) Perkembangan Kekuatan:
a) Peningkatan terpesat perempuan dicapai 2 tahun lebih awal.
b) Laki-laki menjadi sedikit lebih kuat.
c) Perkembangan simetris antara kanan dan kiri, tetapi umumnya
bagian kanan sedikit lebih kuat, kecuali yang kidal bagian kiri
sedikit lebih kuat.
2) Perkembangan fleksibilitas:
a) Perempuan meningkat sampai usia 12 tahun, laki-laki masih
meningkat sesudah usia 12 tahun.
b) Tidak ada hubungan fleksibilitas satu sendi dengan sendi lain.
59
Penataran tingkat dasar
3) Perkembangan keseimbangan:
a) Terjadi pada usia antara 6-16 tahun.
b) Mulai usia 8 tahun keseimbangan dinamik laki-laki cenderung
lebih baik.

c. Perkembangan Koordinasi dan Penguasaan Gerak Dasar


1) Perkembangan koordinasi gerak: berkembang dengan baik.
2) Perkembangan penguasaan gerak dasar:
a) Terjadi penyempurnaan kemampuan gerak dasar.
b) Mekanika gerak makin baik.
c) Kontrol dan kelancaran gerak meningkat.
d) Pola gerak makin bervariasi.
e) Gerakan makin bertenaga.

Penguasaan gerak dasar berkembang dengan baik bila


memperoleh kesempatan yang cukup untuk melakukannya. Gerakan-
gerakan berikut umumnya sudah dapat dilakukan seperti bentuk
gerakan orang dewasa, hanya masih kurang bertenaga, antara lain
berjalan, berlari, mendaki atau memanjat, meloncat, berjingkat,
mencongklang, mengguling, lompat tali, menyepak, melempar,
menangkap, memukul, memantul-mantul bola, dan berenang.

d. Minat Melakukan Aktivitas Fisik


1) Sifat sosial-psikologis pada usia 6-9 tahun:
a) lmajinatif.
b) Senang suara dan gerak berirama.
c) Senang mengulang-ulang aktivitas tertentu.
d) Senang aktivitas kompetitif.
e) Rasa ingin tahunya besar.
f) Selalu memikirkan apa yang dibutuhkan dan diinginkan.
g) Lebih menyenangi aktivitas kelompok dengan teman sebaya
dan sama jenis daripada aktivitas individual.
h) Mulai berminat melakukan permainan yang menggunakan
peraturan, tetapi yang sederhana.
i) Cenderung membandingkan dirinya dengan teman, dan
mudah rendah diri bila merasa ada kekurangan dan
mengalami kegagalan.
j) Mudah gembira karena pujian, dan mudah kecewa karena
kritik.
k) Senang menirukan idolanya.
l) Selalu menginginkan persetujuan dari orang dewasa
mengenai apa yang dilakukan.
2) Sifat sosial-psikologis pada usia 10-12 tahun:
a) Senang kegiatan yang aktif.
b) Minat melakukan olahraga kompetitif meningkat.
60
Penataran tingkat dasar
c) Minat melakukan permainan terorganisasi meningkat.
d) Rasa bangganya tinggi atas keterampilan yang dikuasai dan
cenderung berusaha memperoleh kebanggaan.
e) Selalu menarik perhatian orang dewasa, dan akan berusaha
keras bila memperoleh dorongan orang dewasa.
f) Mempercayai orang dewasa dan selalu berusaha memperoleh
persetujuan akan apa yang dilakukan.
g) Merasa sangat puas bila mencapai sesuatu dan sangat
kecewa bila gagal.
h) Cenderung memuja orang yang dianggapnya pahlawan.
i) Kondisi emosinya belum stabil, mudah gembira dan mudah
sedih.
j) Mulai memahami arti waktu, dan ingin mencapai sesuatu tepat
waktu.

e. Aktivitas yang Diperlukan Anak Besar


1) Aktivitas keterampilan yang bertujuan:
a) Bermain dalam situasi berlomba atau bertanding.
b) Aktivitas pengujian diri.
c) Aktivitas menggunakan alat.
d) Pengenalan cabang-cabang olahraga yang sederhana.
e) Berlatih melakukan gerakan-gerakan keterampilan.

2) Aktivitas beregu:
a) Permainan atau perlombaan beregu.
b) Menari berkelompok membentuk formasi tertentu.

3) Aktivitas Mencoba-coba:
a) Menyelesaikan tugas dengan cara dan kemampuan masing-
masing.
b) Melakukan gerak bebas dan tari kreatif.

4) Aktivitas latihan fisik dan keberanian:


a) Latihan kemampuan fisik yang berunsur gerak: jalan, lari,
lompat, loncat, lempar, tangkap, sepak, panjat, mengguling,
mengulur, dan melipat tubuh.
b) Permainan kombatif: perang-perangan, kejar-kejaran. Latihan
relaksasi.

8. Pertumbuhan dan Perkembangan Adolesensi


a. Pertumbuhan Fisik
1) Pertumbuhan Ukuran Tubuh:
a) Pada awalnya mengalami percepatan, kemudian melambat
dan berhenti.
b) Laki-laki cerderung menjadi relatif lebih tinggi dan lebih besar.
61
Penataran tingkat dasar
c) Togok laki-laki relatif tumbuh lebih pesat dibanding kaki dan
tangan, bahu melebar, dada makin bidang.
d) Pinggul perempuan melebar dan membesar, buah dada
membesar.
e) Tipe tubuh tiap individu makin jelas.
2) Perkembangan jaringan tubuh: Laki-laki makin berotot. Perempuan
makin berlemak.
3) Perkembangan Seksual:
a) Terjadi pematangan organ reproduksi.
b) Merupakan masa puber yaitu berkembangnya kegairahan
seksual.
c) Awai masa puber perempuan terjadi 2 tahun lebih awal dari
laki-laki.
d) Perempuan mulai menstruasi, tumbuh buah dada, tumbuh
rambut kelamin dan ketiak.
e) Laki-laki mulai mimpi sampai keluarsperma, tumbuh jakun,
tumbuh kumis, rambut kelamin dan ketiak.
f) Larynk melebar disertai suara menjadi lebih besar.

4) Perubahan Fisiologis:
a) Penurunan denyut nadi bazal.
b) Penurunan temperatur tubuh bazal.
c) Peningkatan tekanan darah sistolik.
d) Peningkatan volume pernafasan, kapasitas vital, dan kapasitas
pernafasan maksimum.

b. Perkembangan Kemampuan Fisik


1) Perkembangan yang menonjol: kekuatan, kecepatan, ketahanan
kardiovaskular.
2) Laki-laki lebih besar peningkatannya.

c. Perkembangan Kemampuan Gerak


1) Laki-laki mengalami perkembangan lebih besar dibanding
perempuan.
2) Laki-laki terus meningkat kemampuan gerak yang memerlukan
kekuatan, kecepatan, kelincahan, dan ketahanan.

d. Aktivitas yang Diperlukan


1) Masa adolesensi merupakan masa yang baik untuk meningkatkan
pertumbuhan ukuran tubuh, kemampuan fisik, dan
penyempurnaan keterampilan gerak melalui kegiatan olahraga.
2) Olahraga perorangan, berpasangan, beregu.
3) Olahraga aerobik dan fitnes.

62
Penataran tingkat dasar
Program olahraga pada masa pertumbuhan perlu
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
1) Pertimbangan Fisiologis:
a) Olahraga untuk meningkatkan volume jantung, volume paru-
paru, jumlah haemoglobin, volume darah, ambilan oksigen
maksimum (V02 Max), pertumbuhan organ tubuh, proses
metabolisme.
b) Pada masa adolesensi adaptasi sistem peredaran darah dan
pernafasan dalam berolahraga sangat baik, sehingga efektif
untuk meningkatkan prestasi olahraga.
2) Pertimbangan Kesehatan:
a) Olahraga hendaknya dapat memberi rangsangan
perkembangan semua organ tubuh secara proporsional dan
merata.
b) Olahraga dilakukan dalam berbagai bentuk gerakan yang
melibatkan otot-otot secara merata.
c) Latihan beban untuk meningkatkan kekuatan melalui kontraksi
isometrik sebaiknya tidak dilakukan karena dapat berpengaruh
negatif terhadap perkembangan skeletal, jaringan pengikat,
dan persendian.
d) Program latihan untuk usia kurang dari 10 tahun sebaiknya
ditekankan pada pengembangan koordinasi neuromuskular,
kemudian sesudahnya berangsur-angsur pada peningkatan
kemampuan aerobik dan anaerobik.
e) Pada usia 12-14 tahun ditingkatkan pembinaan ketahanan
secara bertahap, dan sesudahnya ditingkatkan latihan
kekuatan dan kecepatan sejalan dengan tingkat kematangan
skeletal.

9. Penampilan pada Usia Dewasa


a. Puncak prestasi fisik dan gerak
1) Ukuran tubuh, kemampuan fisik, dan keterampilan gerak pada
umumnya mencapai puncaknya pada usia dewasa muda.
2) Perbedaan antara laki-laki dan perempuan sangat nyata.
3) Perbedaan antar individu dipengaruhi oleh faktor bawaan dan
lingkungan masing-masing.
4) Kemampuan fisik dan keterampilan gerak dapat ditingkatkan dan
dipertahankan dalarn jangka waktu tertentu pada usia dewasa
muda.
5) Prestasi puncak pada olahraga yang sangat memerlukan
fleksibilitas sudah dapat dicapai sebelum usia dewasa.
6) Prestasi puncak pada olahraga yang sangat memerlukan
kekuatan, kecepatan, dan ketahanan umumnya dicapai pada usia
dewasa muda.

63
Penataran tingkat dasar
7) Usia 20-30 tahun dapat dikatakan sebagai usia prestasi puncak,
walaupun ada yang mencapai sebelum atau sesudahnya, tetapi
jumlahnya sedikit.
8) Kekuatan maksimal baik laki-laki maupun perempuan umumnya
dicapai pada usia 21-25 tahun.
9) Daya tahan fisik maksimal umumnya dicapai sesudah usia
pencapaian kekuatan maksimal.
10) Prestasi puncak dalam olahraga dapat dipertahankan sementara
waktu lamanya berprestasi dipengaruhi oleh faktor-faktor
kebiasaan hidup, lingkungan, dan latihan.
b. Penurunan kemampuan karena penuaan
1) Penurunan kemampuan terjadi karena penurunan kualitas fungsi
organ-organ tubuh.
2) Mulainya terjadi penurunan kualitas fungsi setiap organ tubuh tidak
secara bersamaan, dan tidak sama pada setiap individu.

c. Aktivitas fisik bagi orang dewasa dan usia tua


1) Bermanfaat mula-mula untuk meningkatkan kemampuan fisik,
kemudian untuk mempertahankan kondisi puncak yang dicapai
selama mungkin, dan akhirnya untuk memperlambat penurunan
kemampuan.
2) Untuk menjaga kondisi fisik yang baik diperlukan olahraga secara
teratur.

10. Hakekat Belajar Gerak


Pengetahuan tentang teori belajar gerak merupakan sebagian dari
landasan ilmiah yang diperlukan oleh pelatih olahraga untuk dapat
melaksanakan tugasnya secara profesional.
Dalam materi ini disajikan bahasan tentang kajian belajar gerak
yang berupa teori-teori dalam bentuk konsep-konsep dan prinsip-prinsip.
Berdasarkan pertimbangan kesesuaian dengan forum penyajiannya,
maka kajian dibatasi pada hal-hal yang bersifat mendasar yang sangat
diperlukan oleh para pelatih olahraga tingkat dasar dalam menjalankan
tugas profesionalnya.
Setelah mempelajari naskah ini diharapkan pelatih mampu:
- Menjelaskan pengertian belajar gerak, ranah gerak, dan kedudukan
belajar gerak dalam berolahraga.
- Menjelaskan konsep gerakan tubuh, pengertian dan klasifikasi
keterampilan gerak, serta unsur-unsur yang membentuk gerakan
terampil.
- Menjelaskan proses dan kondisi belajar gerak.
- Menjelaskan prinsip-prinsip pengelolaan pembelajaran gerak dalam
olahraga.

64
Penataran tingkat dasar

a. Pengertian Belajar Gerak


Belajar gerak adalah belajar yang diwujudkan melalui respon-
respon muscular dan diekspresikan dalam gerakan tubuh.
Dalam belajar gerak, yang dipelajari adalah pola-pola gerak
tertentu, misalnya gerakan-gerakan olahraga. Pelajar berusaha
mengetahui atau memahami suatu gerakan kemudian berusaha
melakukan atau mewujudkan konsep gerakan itu dalam gerakan
tubuh dengan mengaktifkan sistem penggerak tubuhnya. Proses
belajar gerak berupa kegiatan mengamati gerakan dan kemudian
mencoba melakukan berulang-ulang, menerapkan pola-pola gerak
tertentu sesuai situasi yang ada. Pada tingkatan tertentu pelajar dapat
menciptakan pola-pola gerak baru untuk tujuan-tujuan tertentu.
Belajar gerak melibatkan ranah kognitif, afektif, psikomotor.
Ranah kognitif berkenaan dengan perilaku berpikir. Ranah afektif
berkenaan dengan perilaku emosi dan perasaan. Ranah psikomotor
berkenaan dengan perilaku gerak tubuh.

b. Ranah Gerak Tubuh


Ranah gerak tubuh (domain psikomotor) adalah elemen
atau unsur yang tercakup dalam gerak tubuh.
Gerak tubuh merupakan salah satu kemampuan manusia
untuk menjalani hidupnya. Gerak tubuh dapat diklasifikasi menjadi
beberapa ranah (domain). Anita J. Harrow (1972) mengklasifikasi
menjadi 6 ranah, yaitu:
1) Gerak refleks
2) Gerak dasar fundamental
3) Kemampuan perseptual
4) Kemampuan fisik
5) Gerak keterampilan
6) Komunikasi non-diskursif
Keenam ranah tersebut merupakan suatu kesatuan yang
membentuk gerakan tubuh manusia, yang merupakan suatu urutan
mulai dari yang bersifat bawaan sejak lahir, sampai yang tarafnya
paling tinggi yang memerlukan proses belajar untuk dapat
menguasainya.
1) Gerak refleks
Gerak refleks adalah respon gerak atau aksi yang terjadi
secara spontan tanpa kemauan sadar atau tanpa dipikir lebih
dahulu, yang ditimbulkan oleh suatu stimulus.
Gerak refleks merupakan kemampuan gerak yang:
a) Dimiliki oleh setiap orang
b) Bersifat bawaan.
c) Tidak perlu dipelajari untuk mampu melakukan.
65
Penataran tingkat dasar
d) Bersifat prerekuisit terhadap perkembangan kemampuan
gerak tubuh yang bertaraf lebih tinggi. Misalnya refleks
postural (refleks untuk memelihara tegaknya tubuh)
merupakan prasarat untuk berkembangnya kemampuan
berjalan, berlari, meloncat, dsb.)

2) Gerak dasar fundamental


Gerak dasar fundamental adalah gerakan-gerakan dasar
yang berkembangnya terjadi sejalan dengan pertumbuhan tubuh
dan tingkat kematangan pada masa pertumbuhan.
Kemampuan gerak dasar fundamental:
a) Ada yang mulai bisa dilakukan pada masa bayi dan ada yang
mulai pada masa anak-anak.
b) Semakin sempurna penguasaannya pada masa sesudahnya.
c) Dapat ditingkatkan kualitasnya melalui latihan atau
melakukannya berulang-ulang.
Gerak dasar fundamental dapat diklasifikasi menjadi 3 jenis, yaitu:
a) Gerak lokomotor, yaitu gerak berpindah dari satu tempat ke
tempat lain. Misalnya: merangkak, berjalan, berlari, meloncat,
melompat.
b) Gerak non-lokomotor, adalah gerak yang berporos pada
persendian tertentu. Misalnya: menekuk siku, mengayun
lengan, menekuk lutut, mengayun kaki, menekuk leher,
memilin tubuh.
c) Gerak manipulatif, adalah gerak memanipulasi atau
memainkan suatu obyek dengan menggunakan tangan, kaki,
atau bagian tubuh yang lain. Misalnya: memukul bola,
menyepak bola, menggiring bola, melempar sasaran.

3) Kemampuan perseptual
Kemampuan perseptual adalah kemampuan
menginterpretasi stimulus yang diterima oleh organ indera.
Kemampuan perseptual berguna untuk memahami segala
sesuatu yang ada disekitar, sehingga seseorang mampu berbuat
atau melakukan tindakan tertentu sesuai dengan situasi yang
dihadapi. Misalnya ketika seseorang sedang bermain bola, ia
dapat melihat bola dan memahami situasi bolanya, sehingga ia
dapat memainkan bola sesuai dengan situasinya.
Kemampuan perseptual yang erat hubungannya dengan olah
gerak tubuh ada 5 macam, yaitu:
a) Kemampuan persepsi kinestetik;
b) Kemampuan persepsi visual;
c) Kemampuan persepsi auditori;
d) Kemampuan persepsi taktil;
66
Penataran tingkat dasar
e) Kemampuan koordinasi.
Kemampuan persepsi kinestetik adalah kemampuan
mengiterpretasi rasa posisi dan gerak tubuh atau bagian tubuh,
merupakan fungsi dari indera yang berada pada otot, sendi, dan
tendon, yang berguna untuk merasakan posisi dan gerakan
yang benar dan yang salah, sehingga memungkinkan seseorang
mampu meningkatkan keterampilan geraknya.
Kemampuan persepsi visual adalah kemampuan
menginterpretasi stimulus yang diterima oleh mata sehingga
mengerti tentang apa yang dilihat, merupakan fungsi dari indera
penglihat, dan berguna untuk mengenali obyek yang dilihat,
sehingga memungkinkan seseorang merespon terhadap obyek
yang dihadapi.
Kemampuan persepsi auditori adalah kemampuan
menginterpretasi stimulus yang diterima oleh telinga, sehingga
mengerti tentang apa yang didengar, merupakan fungsi dari
indera pendengar, berguna untuk mengenali suara yang didengar,
sehingga memungkinkan seseorang merespon makna suara yang
didengar.
Kemampuan persepsi taktil adalah kemampuan
menginterpretasi stimulus yang diterima oleh indera peraba atau
sentuhan pada kulit, merupakan fungsi dari indera peraba
yang berada pada permukaan kulit, berguna untuk mengenali
keadaan suatu obyek yang diraba, dipegang, atau menyentuh
kulitnya, sehingga memungkinkan seseorang merespon atau
memanipulasi suatu obyek yang diraba.
Kemampuan koordinasi adalah kemampuan memadukan
persepsi atau pengertian yang diperoleh dalam
penginterpretasian stimulus oleh beberapa kemampuan
perseptual kedalam pola gerak tertentu yang sinkron dan
terintegrasi, merupakan fungsi dari sistem syaraf pusat dan sistim
penggerak tubuh, berguna untuk memadukan respon organ-organ
tubuh dalam mengantisipasi stimulus yang diterima, sehingga
memungkinkan seseorang mengembangkan keteramplan
geraknya.

4) Kemampuan fisik
Kemampuan fisik atau kemampuan biomotor adalah
kemampuan fungsi sistem organ-organ tubuh dalam melakukan
aktivitas fisik.
Kemampuan fisik sangat diperlukan untuk mendukung
pelaksanaan gerak tubuh, dan membentuk gerakan yang
terampil. Kemampuan fisik dibedakan menjadi 4 macam, yaitu:

67
Penataran tingkat dasar
a) Ketahanan (endurance);
b) Kekuatan (strength);
c) Kecepatan (speed);
d) Fleksibilitas (flexibility);
e) Kelincahan (agility).
Kemampuan biomotor ini dikaji lebih dalam pada modul
tersendiri (Pengembangan Kondisi fisik).

5) Gerak keterampilan
Gerak keterampilan adalah gerak yang mengikuti pola
atau bentuk tertentu yang memerlukan koordinasi dan kontrol
sebagian atau seluruh tubuh, yang dapat dikuasai melalui proses
belajar.
Seseorang yang mampu melakukan gerakan keterampilan
dengan efektif dan efisien dapat disebut terampil. Dikatakan
efisien jika tenaga yang dikeluarkan dalam melaksanakan
gerakan sekecil mungkin, tanpa mengeluarkan tenaga yang tidak
perlu dikeluarkan. Dikatakan efektif jika pelaksanaan gerakan
sesuai dengan kemauan atau tujuan yang ingin dicapai.

Gerak keterampilan dapat diklasifikasi menjadi 3 macam, yaitu:


a) Keterampilan adaptif sederhana adalah keterampilan yang
dihasilkan dari penyesuaian gerak dasar fundamental
dengan situasi atau kondisi tertentu pada saat melakukan
gerakan. Misalnya berlari melewati bermacam-macam
rintangan.
b) Keterampilan adaptif terpadu adalah keterampilan yang
dihasilkan dari perpaduan antara gerak dasar fundamental
dengan penggunaan perlengkapan atau alat tertentu.
Misalnya memukul bola menggunakan raket.
c) Keterampilan adaptif kompleks adalah keterampilan yang
memerlukan penguasaan bentuk gerakan dan koordinasi
banyak bagian tubuh. Misalnya melakukan smes bola dalam
bolavoli.
Di dalam mempelajari keterampilan gerak cabang-cabang
olahraga, pelajar atau atlet dapat dikategorikan menjadi 4 tingkat,
yaitu:
a) Tingkat pemula (beginner);
b) Tingkat madya (intermediate);
c) Tingkat lanjut (advance);
d) Tingkat mahir (highly skilled).
Batasan setiap tingkat pada dasarnya tidak begitu jelas,
dan hanya bersifat taksiran. Hanya orang yang ahli di bidang
keterampilan gerak bersangkutan yang mampu menaksir secara
baik.
68
Penataran tingkat dasar
6) Komunikasi non-diskursif
Komunikasi non-diskursif adalah komunikasi melalui perilaku
gerak tubuh. Perilaku gerak tubuh yang bersifat komunikatif dapat
diklasifikasi menjadi:
a) Gerak ekspresif, adalah gerak yang bertujuan
mengkomunikasikan suatu pesan. Misalnya mengacungkan
tangan mengepal ke atas sambil meloncat untuk menyatakan
kepuasan atau kegembiraan.
b) Gerak interpretif, adalah gerak tubuh yang memancarkan
nilai keindahan atau mengandung makna tertentu.
(1) Gerak estetik adalah gerak yang menampilkan nuansa
keindahan.
(2) Gerak kreatif adalah gerak yang diciptakan dengan
muatan makna tertentu. Gerakan balet merupakan contoh
dari gerak interpretif.

c. Belajar gerak dalam berolahraga


Berolahraga pada dasarnya mengandung unsur pengerahan
kemampuan fisik dan upaya menampilkan gerakan yang terampil
dalam upaya mencapai prestasi yang tinggi. Prestasi olahraga yang
tinggi memerlukan dukungan kemampuan fisik yang baik dan
kemampuan atau keterampilan gerak yang baik pula, di samping
kemampuan mental dan emosi.
Latihan fisik merupakan bagian olahraga yang berkenaan
dengan upaya meningkatkan kemampuan fisik. Teori-teori Physical
Training dan Physical Conditioning dapat menjadi landasan ilmiah
dalam latihan fisik.
Belajar gerak merupakan sebagian dari upaya meningkatkan
prestasi olahraga yang berkenaan dengan peningkatan kualitas gerak
tubuh. Teori-teori belajar gerak dapat digunakan sebagai landasan
ilmiahnya.
1) Keterampilan Gerak
Keterampilan gerak merupakan perwujudan dari kebenaran
mekanika tubuh yang berpengaruh terhadap efisiensi
penggunaan tenaga dan efektivitas pencapaian tujuan. Untuk
mencapai prestasi olahraga yang tinggi, pembinaan keterampilan
gerak sama pentingnya dengan pembinaan kemampuan fisik.
a) Pengertian Keterampilan Gerak
Keterampilan gerak adalah kemampuan melakukan
gerakan secara efisien dan efektif, sebagai hasil dari kontrol
dan koordinasi bagian-bagian tubuh yang terlibat dalam
gerakan.

69
Penataran tingkat dasar
Keterampilan gerak:
(1) Diperoleh dari proses belajar gerak.
(2) Untuk mencapai tingkat keterampilan tertentu
memerlukan waktu yang lamanya tidak sama pada setiap
individu, tergantung pada bakat yang dimiliki.
(3) Makin kompleks gerakan yang dipelajari, makin lama
waktu belajar yang diperlukan.

b) Klasifikasi Keterampilan Gerak


Keterampilan gerak dapat dikaji berdasarkan
karakteristik gerakan dan faktor-faktor yang mempengaruhi,
dan dapat diklasifikasi berdasarkan beberapa sudut pandang,
yaitu:
(1) Klasifikasi berdasarkan keterlibatan kelompok otot
tertentu.
(2) Klasifikasi berdasarkan kompleksitas rangkaian gerakan.
(3) Klasifikasi berdasarkan perbedaan titik awal dan akhir
gerakan.
(4) Klasifikasi berdasarkan stabilitas lingkungan.

Berdasarkan keterlibatan kelompok otot tertentu,


keterampilan gerak dapat dikategorikan menjadi 2, yaitu:
(1) Keterampilan gerak agam/agal (gross motor skill), yaitu
keterampilan gerak yang melibatkan kelompok otot besar
sebagai penggerak utamanya. Misalnya gerakan
meloncat, menendang, memukul.
(2) Keterampilan gerak halus (fine motor skill) adalah pada
keterampilan gerak yang melibatkan kelompok otot halus
sebagai penggerak utamanya, Misalnya gerakan menarik
pelatuk senapan, melepas anak panah dalam memanah.

Berdasarkan kompleksitas rangkaian gerakan,


keterampilan gerak dapat dikategorikan menjadi 2, yaitu:
(1) Keterampilan sederhana, adalah keterampilan gerak yang
hanya terdiri atas 1 atau 2 elemen gerak saja. Misalnya
menangkap bola, melempar bola, menendang bola.
(2) Keterampilan kompleks adalah keterampilan gerak yang
terdiri atas beberapa elemen gerak yang harus
dikoordinasikan menjadi satu rangkaian gerak. Misalnya
menyemes bolavoli, mendribel dan menembak ke ring
basket, rangkaian gerak senam lantai, loncat indah
Berdasarkan perbedaan titik awal dan akhir gerakan,
keterampilan gerak dapat dikategorikan menjadi 3 yaitu:
(1) Keterampilan gerak diskret, adalah keterampilan gerak
yang satuan geraknya dapat ditandai dengan jelas
awal dan akhirnya. Misalnya gerak melempar bola.

70
Penataran tingkat dasar
(2) Keterampilan gerak serial, adalah keterampilan gerak
diskret yang dilakukan berulang-ulang, misalnya gerak
guling depan beberapa kali berturut-turut.
(3) Keterampilan gerak kontinyu, adalah keterampilan gerak
yang merupakan rangkaian gerakan yang dilakukan
secara berlanjut, misalnya gerakan berenang.
Berdasarkan stabilitas lingkungan, keterampilan gerak
dapat dikategikan menjadi 2 yaitu:
(1) Keterampilan gerak tertutup adalah keterampilan gerak
yang dilakukan pada lingkungan yang stabil dan dapat
diprediksi, dilakukan karena stimulus dari dalam diri
pelaku, tanpa dipengaruhi stimulus dari luar. Misalnya
berjalan, berlari, melempar.
(2) Keterampilan gerak terbuka adalah keterampilan gerak
yang dilakukan dalam kondisi yang terus berubah-ubah,
dilakukan selain karena stimulus dari dalam juga
dipengaruhi oleh stimulus dari luar. Misalnya bermain
sepakbola, bertinju.
d. Kemampuan yang membentuk keterampilan gerak
Diperlukan berbagai macam kemampuan agar seseorang
mampu melakukan keterampilan gerak yang baik. Secara garis besar
dapat dikemukakan ada 3 kelompok kemampuan yang diperlukan
yaitu: 1) kemampuan fisik; 2) kemampuan mental; dan 3) kemampuan
emosi.
1) Kemampuan fisik:
a) Kekuatan dan power
b) Ketahanan
c) Kecepatan dan kelincahan
d) Fleksibilitas
e) Ketajaman indera

2) Kemampuan mental:
a) Memahami keterampilan yang akan dilakukan
b) Kecepatan memahami stimulus
c) Kecepatan membuat keputusan
d) Memahami hubungan jarak (spasial)
e) Menaksir obyek yang bergerak
f) Menaksir irama
g) Mengingat rasa gerak (memori kinestetik)
h) Memahami mekanika gerakan
i) Berkonsentrasi

3) Kemampuan emosi:
a) Ketiadaan faktor emosi yang mengganggu
b) Adanya kebutuhan dan keinginan belajar atau melakukan
71
Penataran tingkat dasar
gerakan
c) Memiliki sikap positif terhadap prestasi
d) Memiliki kontrol diri

Keterlibatan setiap unsur kemampuan yang mendukung


keterampilan gerak tersebut tidak sama intenstitasnya pada setiap
macam keterampilan gerak yang dilakukan. Intensitas keterlibatan
sangat tergantung pada pola dan karakteristik gerak keterampilan
yang dilakukan.
11. Proses dan Kondisi Belajar Gerak
a. Proses belajar gerak
Belajar gerak sebagai suatu aktivitas berlangsung dalam suatu
proses untuk mencapai tujuan belajar. Pencapaian tujuan belajar
gerak selalu melalui tahapan atau fase-fase belajar yang dapat
diidentifikasi ada 3 fase belajar yaitu: fase kognitif atau fase awal;
fase asosiatif atau fase menengah; dan fase otonom atau fase akhir.
1) Fase kognitif atau fase awal
Pada fase kognitif atlet berusaha memahami ide atau
konsep gerakan melalui mendengarkan penjelasan atau melihat
contoh gerakan. Agar konsep gerak yang difahami atlet adalah
benar, perlu sajian model gerakan yang benar dan dapat
diamati dengan jelas oleh atlet. Berdasarkan pemahaman konsep
gerakan yang diperoleh, atlet kemudian berfikir dalam bentuk
rencana gerak dan urutan rangkaian gerakan yang akan
dilakukan.
Rencana gerak tersebut kemudian dilaksanakan dalam
kegiatan mempraktekkan gerakan. Saat awal mempraktekkan
gerakan, aktivitas kognitif masih mendominasi proses
pelaksanaan gerak. Pikiran tentang konsep gerak masih lebih
dominan dibanding memikirkan pelaksanaan geraknya, sehingga
respon geraknya masih belum benar dan belum lancar.

2) Fase asosiatif atau fase menengah


Setelah atlet mempraktekkan gerakan berulang-ulang,
proses belajar gerak akan memasuki fase asosiatif yaitu fase
dimana dalam melaksanakan keterampilan gerak, konsep gerak
yang ada dalam pikiran sudah semakin mudah dilaksanakan
dalam respon geraknya. Aktivitas kognitif sudah berasosiasi
secara baik dengan respon geraknya, sehingga atlet semakin
mudah dan benar dalam melaksanakan konsep gerakan. Atlet
semakin menguasai keterampilan gerak yang dipelajari. Dengan
mengulang-ulang praktek gerak, atlet akan mencapai fase
otonom.

72
Penataran tingkat dasar
3) Fase otonom atau fase akhir
Fase otonom merupakan puncak pencapaian keterampilan
gerak. Pelajar mampu melakukan gerakan keterampilan secara
otonom dan otomatis. Gerakan yang otonom adalah gerakan
dapat dilakukan walaupun pada saat yang bersamaan pelaku
melakukan aktivitas kognitif selain gerak yang dilakukan.
Misalnya pemain bolavoli dapat menyemes dengan baik sambil
memperhatikan posisi pengeblok dan mencari daerah yang
kosong. Sedangkan gerakan yang otomatis adalah gerakan yang
dilakukan seolah-olah dengan sendirinya. Misalnya pesilat yang
spontan menangkis ketika ada serangan.
Gerak yang otonom dan otomatis dapat terbentuk melalui
proses berlatih atau praktik berulang-ulang dalam jangka waktu
relatif lama.

b. Kondisi belajar gerak


Kondisi belajar gerak adalah suatu persyaratan yang
diperlukan agar terjadi proses belajar gerak. Kondisi belajar gerak
ada 2 yaitu kondisi internal dan kondisi eksternal.
1) Kondisi internal, adalah persyaratan yang harus ada dalam diri
atlet, yaitu mengingat bagian-bagian gerakan dan mengingat
rangkaian gerakan.
2) Kondisi eksternal, adalah persyaratan yang merupakan stimulus
dari luar diri pelajar yang diperlukan agar terjadi proses belajar,
meliputi 4 hal yaitu:
a) Pemberian penjelasan gerakan atau instruksi verbal:
(1) Diberikan oleh pelatih
(2) Disampaikan secara singkat dan jelas, menggunakan
bahasa yang mudah dimengerti.
(3) Mengenai unsur-unsur pokok tentang gerakan, urutan
gerakan, dan kunci-kunci cara melaksanakan.
(4) Untuk gerakan yang berbahaya, disampaikan faktor
bahayanya dan cara menghindari.

b) Pemberian contoh gerakan


(1) Dilakukan langsung oleh pelatih, menggunakan model
orang lain (model hidup), atau rekaman video kaset.
(2) Diatur agar mudah diamati pelajar.
(3) Ditunjukkan unsur-unsur pokok dan urutannya.
(4) Dilakukan beberapa kali.

c) Instruksi mempraktikkan gerakan


(1) Pelatih memberikan kesempatan mempraktikkan gerakan
sampai pelajar menunjukkan peningkatan dan menguasai
gerakan.
73
Penataran tingkat dasar
(2) Peningkatan penguasaan gerakan dapat ditandai dengan
indikator: gerakan makin lancar, makin halus, makin
terkontrol, kesalahan berkurang, penampilan terbaik makin
konsisten.
(3) Pemberian kesempatan praktik dengan memperhatikan
prinsip-prinsip: pengaturan giliran, pengaturan waktu aktif
dan waktu istirahat, praktik bervariasi, beban belajar
meningkat, pemberian motivasi dan semangat.

d) Pemberian umpan-balik
(1) Umpan-balik adalah informasi yang diperoleh pelajar
setelah praktik gerak, sudah benar atau masih salah, dan
kesalahan yang dilakukan.
(2) Umpan-balik dapat dibedakan menjadi 2 yaitu umpan-balik
internal dan umpan-balik eksternal.
(3) Umpan-balik internal berasal dari diri pelajar sendiri,
yaitu umpan-balik kinestetik yang berbentuk rasa gerak.
(4) Umpan-balik eksternal berasal dari luar diri pelajar, yaitu
dari pelatih, dari teman latihan, atau hasil pelaksanaan
gerakan yang direkam atau dapat dilihat langsung.
(5) Umpan-balik yang diberikan oleh pelatih dapat
disampaikan secara klasikal dan secara individual di sela-
sela waktu praktik.
(6) Umpan-balik secara klasikal diberikan bila kebanyakan
pelajar melakukan kesalahan yang sama.
(7) Umpan-balik secara individual diberikan kepada pelajar
yang melakukan kesalahan tertentu.
(8) Pemberian umpan-balik jangan terlalu banyak menyita
waktu, karena dapat mengganggu kesempatan praktik.

c. Strategi pembelajaran gerak


Strategi pembelajaran gerak adalah semua daya upaya
untuk menyiasati proses belajar gerak agar berlangsung dengan
baik dan dapat mencapai tujuan belajar. Ada banyak daya upaya
yang dapat dilakukan, dan beberapa yang paling penting adalah
dalam bentuk:
1) Pengaturan urutan materi belajar
Urutan materi belajar sangat menentukan keberhasilan
pencapaian tujuan belajar. Urutan yang baik dapat
mempermudah penguasaan gerakan. Beberapa pertimbangan
dalam menentukan urutan adalah sebagai berikut.
a) Tingkat kesulitan gerakan
b) Tingkat kompleksitas gerakan
c) Intensitas penggunaan daya fisik
d) Kemungkinan terjadi transfer positif

74
Penataran tingkat dasar
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, materi
belajar sebaiknya dengan urutan:
- Dari yang mudah ke yang semakin sulit
- Dari yang sederhana ke yang semakin kompleks
- Dari yang ringan ke yang semakin berat
- Ditahapkan berdasarkan keserupaan karakteristik stimulus
dan respon gerakan, sehingga dapat terjadi transfer positif
Transfer positif adalah terjadinya pengaruh penguasaan
gerakan yang telah dipelajari sebelumnya dapat mempermudah
penguasaan gerakan yang dipelajari kemudian. Transfer positif
dapat terjadi bila gerakan yang sedang dipelajari memiliki
karakteristik stimulus dan respon yang serupa dengan gerakan
yang dipelajari sebelumnya, atau setidak-tidaknya serupa
responnya. Kebalikan transfer positif adalah transfer negatif yang
berarti penguasaan gerakan sebelumnya mempersulit
penguasaan gerakan sesudahnya.

2) Pengaturan waktu belajar


Pemanfaatan waktu belajar yang baik akan meningkatkan
efisiensi pencapaian tujuan. Oleh karena itu pemanfaatan waktu
harus diatur dengan baik. Dalam satu sesi belajar, waktu perlu
diatur penggunaannya secara tepat untuk 4 macam kondisi
eksternal dalam belajar gerak, yaitu untuk penjelasan, pemberian
contoh, kesempatan praktik, dan pemberian umpan-balik. Porsi
terbesar waktu belajar harus digunakan untuk praktek. Namun
demikian harus memperhatikan faktor kelelahan dalam praktek.
Untuk itu perlu perlu diatur waktu aktif dan waktu istirahat yang
proporsional.
Ada 2 macam model praktek yang mempertimbangkan waktu
aktif dan waktu istirahat yaitu:
a) Praktik padat (massed practise);
b) Praktik terdistribusi (distributed practise).
Dalam praktek padat pelajar mempraktekkan gerakan terus-
menerus tanpa istirahat sampai waktu habis. Sedangkan dalam
praktek terdistribusi pelajar memprakeikkan gerakan diselang-
seling dengan waktu istirahat. Untuk menguasai keterampilan
gerak, pada umumnya praktik terdistribusi lebih efektif dibanding
praktek padat.
3) Pengaturan lingkungan belajar
Lingkungan belajar perlu diatur sebaik-baiknya agar proses
belajar gerak dapat berlangsung dengan baik. Pengaturan
lingkungan belajar perlu mempertimbangkan:
a) Kesesuaian dengan bentuk kegiatan
b) Keleluasaan untuk bergerak

75
Penataran tingkat dasar
c) Keselamatan pelajar
d) Kemenarikan
e) Kenyamanan

4) Metode mengajar
Metode mengajar atau cara-cara dan prosedur dalam
mengajarkan suatu materi belajar gerak perlu dipilih sesuai
dengan karakteristik materi belajar dan tujuan yang ingin
dicapai. Ada beberapa metode mengajar yang dapat dipilih,
diantaranya yang penting adalah:
a) Metode keseluruhan dan bagian
Metode keseluruhan merupakan pendekatan mengajar
dimana materi belajar yang berupa rangkaian beberapa
gerakan diajarkan secara keseluruhan sekaligus. Pelajar
mempraktekkan gerakan secara keseluruhan juga.
Metode bagian merupakan pendekatan mengajar dimana
materi belajar yang berupa rangkaian beberapa gerakan
diajarkan secara bertahap bagian demi bagian. Pelajar
mempraktikkan gerakan bagian demi bagian.
Pemilihan penggunaan kedua metode tersebut
didasarkan pada pertimbangan kompleksitas gerakan dan
keeratan hubungan antar bagian gerakan.
Semakin kompleks atau semakin banyak bagian
rangkaian gerakan, cenderung cocok menggunakan metode
bagian. Sedangkan semakin erat hubungan antar bagian
dalam rangka rangkaian gerakan, cenderung lebih cocok
menggunakan metode keseluruhan.
Dalam prakteknya, kedua metode tersebut digunakan
secara kombinasi. Pertimbangan pengkombinasiannya dapat
digambarkan dalam tabel berikut.

Keeratan Hubungan Antar Bagian Gerakan


Tinggi Sedang Rendah
Metode keseluruhan Kombinasi dua metode Metode bagian
Rendah Sedang Tinggi
Kompleksitas gerakan

Tabel 5. Hubungan Penggunaan Metode Keseluruhan dan Bagian dengan


Kompleksitas Gerakan dan Keeratan Antar Bagian Gerakan

Tabel di atas dapat digunakan oleh pelatih untuk


panduan dalam mempertimbangkan metode mana yang
sebaiknya digunakan.
76
Penataran tingkat dasar
Pengembangan penerapan dari metode bagian dan
metode keseluruhan dapat dikenal dengan apa yang
disebut Metode Progresif. Dalam metode progresif, bagian-
bagian rangkaian gerakan diajarkan mulai dari bagian
pertama. Sesudah dikuasai bagian pertama kemudian
ditambah dengan bagian kedua, ketiga, dan seterusnya
sampai merupakan rangkaian gerakan keseluruhan.
b) Metode drill dan pemecahan masalah
Metode drill adalah cara pendekatan dalam mengajar
dimana pelajar diberi instruksi untuk melakukan gerakan
tertentu berulang-ulang sesuai dengan petunjuk yang
diberikan. Guru terus mengontrol secara ketat apakah
petunjuk yang diberikan dilaksanakan oleh pelajar. Metode ini
merupakan pendekatan yang berorientasi pada guru. Metode
drill cocok untuk belajar gerak yang tujuannya untuk
menguasai bentuk gerak keterampilan yang bersifat baku.
Metode pemecahan masalah adalah cara pendekatan
dalam mengajar dimana pelatih menyampaikan tujuan belajar
gerak dan memberi gambaran tentang gerakan keterampilan
yang harus dikuasai, kemudian pelajar melakukan praktik
sesuai dengan kreativitasnya masing-masing. Pelajar diberi
kebebasan berusaha seluas-luasnya. Guru memantau
kegiatan pelajar yang berusaha, dan memberikan konsultasi.
Metode ini merupakan pendekatan yang berorientasi pada
pelajar. Metode pemecahan masalah cocok untuk belajar
gerak yang tujuannya untuk meningkatkan kreativitas,
inisiatif, kemampuan mengambil keputusan, kemandirian
mengeksplorasi dan mengembangkan keunikan gerak tubuh.
c) Metode ketepatan dan kecepatan
Metode ketepatan adalah cara pendekatan dalam
mengajar dimana dalam mempelajari gerak keterampilan
baru lebih mengutamakan ketepatan gerak. Misalnya dalam
belajar memukul bola dalam tenis, guru menginstruksikan
yang penting bola masuk (ketepatan), tidak perlu keras
(kecepatan).
Metode kecepatan adalah cara pendekatan dalam
mengajar dimana dalam mempelajari gerak keterampilan baru
lebih mengutamakan kecepatan gerak. Misalnya juga dalam
belajar memukul bola dalam tenis, guru menginstruksikan
yang penting pukulan keras (kecepatan), tidak masuk tidak
apa-apa (ketepatan).
Pemilihan pendekatan mana dari keduanya yang
sebaiknya dilakukan sangan ditentukan oleh karakteristik
gerakan yang dipelajari, yaitu sebagai berikut:
77
Penataran tingkat dasar
(1) Metode ketepatan sesuai digunakan untuk mempelajari
gerakan dimana faktor momentum atau kelajuan tidak
merupakan faktor prasarat benarnya gerakan. Misalnya
dalam mempelajari gerakan renang gaya tertentu, yang
penting benarnya dulu, dan baru kemudian meningkatkan
kecepatan.
(2) Metode kecepatan sesuai digunakan untuk
mempelajari gerakan dimana momentum atau kelajuan
gerak merupakan faktor prasarat benarnya gerakan.
Misalnya dalam mempelajari gerakan salto, kecepatan
gerak sangat diperlukan untuk keberhasilannya.
Dalam kebanyakan cabang olahraga misalnya tenis,
bulutangkis, bolavoli, sepakbola, banyak gerak keterampilan
dimana faktor ketepatan dan kecepatan merupakan hal yang
sangat penting untuk keberhasilan dalam pertandingan.
Untuk itu pelatih perlu mengkombinasikan kedua pendekatan
tersebut secara tepat. Pelatih harus menentukan kapan
sebaiknya menggunakan pendekatan ketepatan dan kapan
pendekatan kecepatan, atau mana yang harus didahulukan
penggunaannya.
Ada penelitian yang menyimpulkan bahwa dalam
mempelajari gerakan keterampilan dimana faktor ketepatan
dan kecepatan sama pentingnya, pendekatan ketepatan yang
terlalu ketat pada awal belajar dapat merugikan
perkembangan efektivitas gerakan. Misalnya dalam pukulan
tenis, meningkatkan pukulan yang tepat tetapi lambat menjadi
pukulan yang tepat dan cepat, lebih sulit dibanding
meningkatkan pukulan yang cepat tetapi kurang tepat menjadi
pukulan yang cepat dan tepat.

F. Penugasan
Sesuai dengan cabang olahraga yang anda tekuni, diskusikan
permasalahan berikut ini:
1. Bagaimana melatihkan teknik gerakan dasar olahraga pada atlet pada usia
kanak-kanak (kecil dan besar)?
2. Buatlah lomba atau pertandingan yang sesuai dengan usia pertumbuhan
dan perkembangan anak, dari masa anak besar sampai pada masa
adolesensi.
G. Evaluasi

NO SOAL Y T
1. Pada fase awal belajar gerak, pelatih sebaiknya memberi
umpan balik hanya pada saat atlet selesai melakukan v
gerakan.

78
Penataran tingkat dasar
NO SOAL Y T
2. Gerakan pertama yang dikuasai manusia adalah gerak
v
reflek.
3. Berdasarkan banyaknya elemen gerak, keterampilan gerak
dapat diklasifikasi menjadi 2, yaitu: keterampilan tertutup dan v
keterampilan terbuka.
4. Keterampilan tertutup adalah keterampilan gerak yang
v
dilakukan dalam lingkungan yang stabil dan dapat diprediksi.
5. Praktik lama tetapi tidak sering (praktik padat) akan
menghasilkan peningkatan lebih baik daripada praktik v
singkat tetapi sering (praktik terdistribusi).
6. Sesuai dengan fase kognitif seorang pelatih dapat
menggunakan video slow motion, hal ini bertujuan agar v
konsep gerak dipahami atlet secara benar.
7. Berdasarkan kondisi lingkungan, keterampilan gerak dapat
diklasifikasi menjadi 2 yaitu: keterampilan sederhana dan v
keterampilan kompleks.
8. Teori kematangan menyatakan faktor internal lebih
menentukan dibanding faktor eksternal dalam v
mempengaruhi perkembangan individu.
9. Pada masa adolesensi (remaja), adaptasi sistem peredaran
darah dan pernafasan dalam berolahraga sangat baik, v
sehingga efektif untuk meningkatkan prestasi olahraga.
10. Program latihan untuk usia lebih dari 12 tahun sebaiknya
ditekankan pada pengembangan koordinasi neuromuskular,
v
kemudian berangsur-angsur pada peningkatan kemampuan
aerobik dan anaerobik.

---------------o0o---------------

79
Penataran tingkat dasar
MODUL VI

TEORI DAN PRAKTEK KONDISI FISIK UMUM

A. Deskripsi
Modul ini berisi tentang dasar-dasar kemampuan kondisi fisik umum dan
bagaimana mengembangkannya.
Setelah mempelajari modul ini para pelatih mampu:
1. Menyebutkan berbagai macam dasar kemampuan kondisi fisik.
2. Mengidentifikasi kebutuhan kemampuan kondisi fisik sesuai dengan
cabang olahraga.
3. Menerangkan dan mempraktikkan metode pengembangan kondisi fisik.
4. Membandingkan berbagai metode peningkatan kondisi fisik.

B. Jumlah Jam Pelajaran : 6 JPL

C. Metode penyajian
1. Ceramah
2. Tanya jawab
3. Penugasan (perorangan/kelompok)
4. Praktik lapangan

D. Materi
1. Pengembangan Kondisi Fisik
a. Kesegaran jasmani (fitness)
Salah satu tujuan utama dalam latihan adalah meningkatkan
kesegaran jasmani. Kesegaran jasmani itu sendiri memiliki arti:
kemampuan individu dalam menghadapi tugas sehari-hari tanpa
adanya kelelahan yang berarti. Jadi antara individu satu dengan yang
lain memiliki kebutuhan tingkat kesegaran jasmani yang berbeda.
Seorang atlet nasional jelas memerlukan tingkat kesegaran jasmani
yang lebih tinggi dibanding dengan dengan pekerja kantor.
b. Unsur-unsur kesegaran jasmani
Unsur kesegaran jasmani disamping kesehatan secara medis
adalah kemampuan biomotor atau kondisi fisik. Dasar utama dari
unsur kondisi fisik menurut Thompson ada 5 yaitu: kecepatan,
kekuatan, daya tahan, koordinasi dan fleksibilitas.

80
Penataran tingkat dasar

Gambar 13. Unsur dasar kemampuan fisik (Thompson:1991)


Dalam aktivitas olahraga selalu terjadi kebutuhan yang
kompleks dan terkait antara satu dengan yang lain, sehingga terjadi
inter-relasi antara unsur-unsur kondisi fisik di atas sebagai berikut:
1) Kecepatan dengan daya tahan menjadi daya tahan kecepatan
(speed endurance).
2) Kecepatan dan kekuatan menjadi kekuatan kecepatan (power).
3) Kekuatan dengan daya tahan menjadi daya tahan kekuatan
(strength endurance).
4) Unsur-unsur fisik lain yang merupakan pengembangan dari unsur
di atas seperti kecepatan mengubah arah/kecepatan koordinasi
(kelincahan) atau kecepatan singkat (quickness).

Gambar.14. Hubungan antar kemampuan fisik (Thompson:1991)

81
Penataran tingkat dasar

Dalam proses latihan, setiap cabang olahraga memerlukan


dasar kemampuan kondisi fisik dasar sama yang disebut dengan
Persiapan Fisik Umum (PFU). Namun pada tahap berikutnya setiap
cabang memerlukan kemampuan kondisi fisik sesuai dengan ciri dan
sifat kebutuhan kondisi fisiknya yaitu pada Persiapan Fisik Khusus
(PFK). Dibawah ini contoh dua nomor dalam cabang olahraga atletik
yang memiliki kebutuhan kondisi fisik yang berbeda.

Gambar 15. Kebutuhan Fisik antara Pelari Marathon dan Tolak Peluru
(Thompson:1991)

Dari gambar di atas jelas bahwa kondisi fisik yang sangat


dibutuhkan pada tolak peluru tidak dibutuhkan oleh marathon
seperti kekuatan. Sebaliknya dayatahan sangat diperlukan oleh
pelari marathon tetapi tidak terlalu diperlukan oleh petolak peluru.

c. Kondisi fisik dan pengembangannya


Untuk memahami secara lebih mendalam masing-masing
kemampuan kondisi fisik dan bagaimana mengembangkannya akan
dibahas masing- masing unsur berikut ini.
1) Kekuatan
Kekuatan adalah kemampuan untuk melawan tahanan/
resistan atau beban fisik baik dari luar maupun dari badannya
sendiri.
Kekuatan dibagi menjadi beberapa jenis yaitu: a) Kekuatan
Maksimal (Maximal Strength); b) Daya Tahan Kekuatan (Strength
Endurance); dan c) Kekuatan kecepatan (Power/Speed Strength).

82
Penataran tingkat dasar
a) Kekuatan maksimal
Kekuatan maksimal adalah kemampuan untuk melawan
tahanan secara maksimal. Batasan ini tidak diperhitungkan
seberapa cepat gerakan untuk melawan tahanan tersebut
tetapi seberapa besar tahanan yang dapat dilawan.
Untuk melatih kekuatan maksimal ada beberapa
metode yang dapat digunakan, namun pada prinsipnya
adalah menggunakan beban dengan intensitas yang tinggi
(berat) dan pengulangan/ repetisi yang sedikit.

beban berat repetisi sedikit

Gambar 16. Pembebanan pada Kekuatan Maksimal

b) Daya tahan kekuatan


Daya tahan kekuatan adalah kemampuan untuk
melawan tahanan/ beban dalam waktu yang lama.
Batasan ini menunjuk pada lamanya waktu atau lamanya
pengulangan secara simultan dalam melawan beban
tersebut.
Untuk mengembangkan daya tahan kekuatan dapat
digunakan berbagai metode yang pada dasarnya adalah
menggunakan beban dengan intensitas yang kecil (ringan)
dan pengulangan yang banyak.

83
Penataran tingkat dasar

beban repetisi
ringan banyak

Gambar 17. Pembebanan pada Daya Tahan Kekuatan

c) Kekuatan kecepatan (power)


Kekuatan kecepatan atau power adalah kemampuan
untuk melawan tahanan/beban dengan gerakan yang cepat
dan eksplosif. Batasan ini merujuk pada kemampuan
melakukan gerakan dengan cepat, sehingga bila tahanan
yang dihadapi tidak mampu digerakkan dengan cepat, maka
kekuatan kecepatan akan berubah menjadi kekuatan
eksplosif.
Kekuatan eksplosif merupakan aplikasi usaha yang
cepat untuk melawan tahanan, namun bebannya cukup berat
sehingga gerak yang dihasilkan dan tampak terlihat bebannya
tidak bergerak dengan cepat.

beban repetisi
sedang cepat

Gambar 18. Pembebanan pada kekuatan kecepatan


84
Penataran tingkat dasar

Bila ketiga ilustrasi tersebut digabungkan menjadi satu,


maka nampak perbedaan bagaimana mengembangkan jenis
kekuatan yang satu dengan kekuatan yang lain.

beban repetisi beban repetisi beban repetisi


berat sedikit ringan banyak sedang cepat

Gambar 19. Berbagai Pembebanan Kekuatan (Thompson: 1991)


Berdasarkan aturan pembebanan latihan kekuatan di
atas, pelatih dapat menggunakan berbagai metode latihan
kekuatan yang disesuaikan aturan pembebanannya dengan
kaidah di atas. Ada beberapa metode latihan kekuatan
dengan beban yang dapat digunakan yaitu:
(1) Metode set blok, yaitu melakukan latihan kekuatan
dengan beban yang dilakukan dengan jenis gerakan
latihan yang tetap dengan beban dan repetisi tertentu
sesuai dengan tujuan latihan. Misalnya atlet melakukan
latihan squat dengan dosis: 3 x 3 x 120 kg (90%).
Artinya atlet mengangkat beban seberat 120 kg (90%
kemampuan maksimal) dilakukan tiga kali repetisi dan
sebanyak tiga set. Setelah melakukan latihan tersebut,
atlet melakukan latihan dengan teknik angkatan yang lain,
misalnya Chess-press.

(2) Metode Piramid


Metode piramid merupakan salah satu sistem latihan
kekuatan yang dipandang memiliki efek paling baik
dalam peningkatan kekuatan. Pada sistem ini atlet
mengangkat beban dari intensitas yang lebih rendah
dengan ulangan banyak kemudian secara berangsur
menuju ke intensitas yang lebih tinggi dengan ulangan
sedikit. Ada beberapa variasi dalam sistem piramid ini
yaitu: piramid tunggal, piramid ganda, piramid
terpancung, dan piramid skewed. Adapun
85
Penataran tingkat dasar
pelaksanaannya dapat dilihat pada diagram di bawah ini.
(Bompa,1993)

piramid tunggal piramid ganda

4x
3x
1x 100% 2x

1x
23 x 95%

1x

3-4 x 90%
2x
3x
6 x 85%
4x

Gambar 20. Piramid Tunggal dan Piramid Ganda

piramid terpancung piramid skewed

95%
90% 4X
90%

80% 6X 85% 80%


80%

70% 8X

Gambar 21. Variasi Metode Piramid dalam latihan berbeban

(3) Superset
Sistem ini dilakukan seperti pada sistem set, tetapi
setiap satu set dengan satu gerakan pada otot agonis,
kemudian diikuti satu set yang lain pada otot
antagonisnya. Misalnya setelah melakukan squat diikuti
leg-curl.
(4) Split routines
Pada sistem ini, atlet melakukan latihan untuk
bagian otot tertentu pada satu sesi latihan, kemudian
pada sesi latihan yang lain melakukan latihan untuk
86
Penataran tingkat dasar
bagian otot yang lain. Misalnya: Untuk hari Senin atlet
melakukan latihan untuk otot-otot lengan dan bahu
dan hari Kamis untuk otot-otot tungkai, dst.
(5) Multi poundage dan burn out
Kedua sistem latihan ini memiliki kemiripan
dimana pada dasarnya atlet mengangkat beban dari
intensitas tinggi dan ulangan sedikit dilanjutkan dengan
penurunan intensitas dengan ulangan makin banyak.
Pada multi poundage repetisi tidak dibatasi dengan
bilangan tetapi sampai atlet lelah, sedangkan pada burn
out ulangan sampai 20 kali. Bila dicermati kedua sistem
ini sebenarnya kebalikan dari pelaksanaan sistem
piramid, sehingga ada yang menyebut piramid terbalik.
(6) Metode sirkuit
Metode sirkuit atau circuit training adalah latihan
dengan menggunakan beberapa pos exercise yang
disusun sedemikian rupa sehingga dapat meningkatkan
kekuatan secara menyeluruh pada tubuh atlet.
Pos-pos pada sirkuit diatur dengan urutan yang
bergantian antara tubuh bagian bawah dan atas, agonis
dan antagonisnya sedemikian rupa sehingga tidak ada
kelelahan yang terakumulasi pada otot lokal tertentu. Hal
ini memungkinkan atlet untuk melaksanakan seluruh pos
latihan sesuai dengan dosis yang telah ditetapkan.

(7) Plyometrics
Plyometrics adalah metode latihan untuk kekuatan
kecepatan (power) dengan menggunakan beban utama
badan atlet itu sendiri yang bertujuan untuk
menghubungkan kekuatan maksimal yang telah dimiliki
oleh atlet ke dalam aplikasi gerakan cepat dan kuat
(powerful) sesuai dengan sifat cabang olahraga tertentu.
Plyometrics dilakukan dengan melakukan gerakan
lompat-lompat dengan satu atau dua kaki, baik tanpa
rintangan maupun dengan rintangan. Kaidah latihan
dengan plyometrics adalah sebagai berikut:
(a) Dilakukan untuk atlet dewasa.
(b) Dilaksanakan setelah fase latihan kekuatan maksimal.
(c) Kontak anggota badan dengan tanah (landasan)
harus sesingkat mungkin untuk mendapatkan hasil
latihan yang efektif.
(d) Waktu pelaksanaan (durasi) tidak lebih dari 5 detik
(sejauh atlet mampu melakukan kontak tanah dengan
cepat).
87
Penataran tingkat dasar
(e) Pelaksanaan lebih dari 5 detik ditujukan untuk daya
tahan-kekuatan-kecepatan (Power endurance) bagi
cabang-cabang olahraga tertentu yang memiliki
kebutuhan khusus.

2. Kecepatan

Kecepatan adalah kemampuan untuk berpindah tempat/bergerak


pada seluruh tubuh atau bagian dari tubuh dalam waktu yang singkat.
Kecepatan dibagi menjadi beberapa jenis yaitu:
a. Kecepatan maksimal
b. Kecepatan optimal
c. Daya tahan kecepatan
d. Kecepatan reaksi
e. Quickness
f. Kelincahan

Kecepatan maksimal, adalah fase dimana gerak mencapai pada titik


kecepatan penuh setelah didahului dengan percepatan. Misalnya pada
pelari sprint dari balok start atlet melakukan percepatan, setelah 20
sampai 30 meter atlet mulai masuk pada fase kecepatan maksimal
selama waktu tertentu tergantung dari kemampuan atlet. Sistem energi
yang digunakan untuk kecepatan maksimal adalah sistem energi
anaerobic alaktik (ATP-PC). Oleh karena itu untuk melatih kecepatan
maksimal adalah dengan memberikan lari dengan jarak antara 30 meter
sampai 50 meter sesuai dengan kemampuan fisik atlet. Jarak di atas
50 meter akan ditempuh lebih dari 5 detik dimana sistem energi telah
berubah menjadi an-aerobik laktik dan ini disebut dengan dayatahan
kecepatan.
Kecepatan optimal, adalah kemampuan mengembangkan kecepatan
maksimal tapi terkontrol. Contoh dari penggunaan kecepatan optimal ini
adalah awalan pada nomor lompat di atletik. Untuk melatih kecepatan
optimal ini diperlukan beberapa ciri yaitu: lari dengan irama yang baik
sesuai dengan cabang olahraga yang dituju, memerlukan keakuratan
antara jarak dengan langkah dan datangnya atau tempat objek yang akan
dituju, misalnya seorang pemain basket harus berlari menerima dan
mendrible bola untuk menuju pada gerakan lay-up.
Daya tahan kecepatan, adalah kemampuan untuk bergerak cepat
dalam waktu yang cukup lama tanpa mengalami kelelahan. Latihan
dayatahan kecepatan biasanya dalam bentuk lari atau bergerak cepat
dalam waktu berkisar antara 6 sampai 120 detik tergantung dari
kebutuhan cabang olahraganya dengan metode repetisi atau
pengulangan. Sistem energi yang digunakan adalah an-aerobik lactik,
sehingga latihan ini memerlukan pemulihan yang cukup lama untuk
masuk pada repetisi atau set selanjutnya. Daya tahan kecepatan ini
disebut juga dengan dayatahan an-aerobik.

88
Penataran tingkat dasar
Kecepatan reaksi, adalah waktu antara datangnya stimulus dengan
gerakan awal. Misalnya waktu reaksi seorang sprinter pada saat di balok
start adalah sejak pistol berbunyi (aba-aba ya!!) dengan sprinter
menjejakkan kaki ke balok start.
Untuk melatih kecepatan reaksi dapat dilakukan dengan
memberikan stimulus berupa pendengaran, penglihatan dan sentuhan
kepada atlet untuk mereaksi. Rangsang pendegaran dapat berupa
bunyi peluit, tepukan, atau suara-suara yang lain. Rangsang penglihatan
dapat berupa mengangkat tangan, melempar bola kearah atlet untuk
ditangkap atau dipukul, dan sebagainya, sedangkan rangsang sentuhan
dapat dilakukan dengan menyentuh atlet belakang agar atlet tidak bisa
melihat dan mendengar.
Pelatih dapat melakukan berbagai latihan reaksi dengan berbagai
cara seperti: variasi posisi rangsang, jarak antara posisi persiapan
dengan rangsang yang diberikan, keras lemahnya rangsang, dan
berbagai gerakan awal sebelum rangsang diberikan.
Quickness, merupakan waktu yang menghubungkan antara reaksi
dengan dimulainya gerakan menuju pada kecepatan (Martens:2004). Jadi
quickness cenderung pada gerakan akselerasi tahap awal, dimana
waktunya adalah sangat singkat antara 1 sampai 3 detik. Pengembangan
quickness dapat dilakukan dengan melakukan gerak reaktif seperti loncat
cepat, mengejar benda (bola) bergerak, bergerak cepat mengikuti
instruksi pelatih (depan, belakang, kanan, kiri) dalam satu gerakan
terputus.
Kelincahan (Agilitas) merupakan kemampuan untuk bergerak,
berhenti, dan mengubah kecepatan serta mengubah arah dengan cepat
dan tepat (Martens;2004). Untuk menjadi lincah atlet perlu kuat, cepat,
terampil, dan seimbang. Untuk mengembangkan kelincahan pelatih dapat
memberikan latihan bergerak cepat melewati tanda-tanda yang telah
dipasang sedemikian rupa. Latihan juga dapat diberikan dengan
memberikan instruksi arah yang tidak terputus (kanan-kiri-depan-
belakang). Kelincahan dapat dipandang sebagai kompleksitas dari
quickness.

3. Daya Tahan
Daya tahan adalah kemampuan untuk melakukan kegiatan dalam
jangka waktu yang lama tanpa adanya kelelahan yang berarti. Daya tahan
dibagi menjadi dua jenis yaitu:
a. Daya tahan aerobik, sering disebut juga dengan aerobic fitness
dimana dalam proses kegiatan diperlukan O2, karena dilakukan
dalam jangka yang lama seperti lari jarak jauh dan balap sepeda.
Pengembangan dayatahan aerobik dapat dilakukan dengan: lari jauh
(long-slow distance training), lari tempo, lari interval (extensive
interval), fartlek, cross country dan bentuk-bentuk latihan yang lain.
89
Penataran tingkat dasar
b. Daya tahan anaerobik, sering disebut dengan anaerobic capacity atau
kapasitas anaerobik dan dalam aplikasi cabang olahraga tertentu
disebut dengan daya tahan kecepatan. Untuk melatih kapasitas
anaerobik dapat digunakan latihan sprint (lari cepat) dengan jarak
tertentu dengan waktu di atas 5 sampai 120 detik. Metode yang
digunakan adalah: lari ulangan (repetition run), lari tempo, dan lari
interval (intensive interval). Di bawah ini disajikan tabel untuk latihan
daya tahan.

Intensitas Frekuensi/ %
Metode Latihan Durasi % aerobik
(% DNadi) Minggu anaerobik
Lari jauh 70-80% 1-2 x 95% 5%

Lari tempo 85-89% 1-2 x 20-30 80% 20%

Interval ext. 85-89% 1-2 x 2-5 (1:1) 70% 30%

Interval Int. 90-95% 1x 30-90 (1:4) 30% 70%

Fartlek 70-90% 1x 20-60 75% 25%

Repetisi (sprint) 95-100% Sesuai OR 10-15 (1:6) 5% 95%

(sumber: Martens: 2004)

Tabel 6. Metode Latihan Daya Tahan


4. Fleksibilitas
Fleksibilitas adalah kemampuan luas gerak persendian. Gerak alami
tiap persendian tergantung pada tendon, ligament, dan serabut otot yang
ada. Batas dari gerak akhir persendian disebut dengan posisi akhir atau
end position (Thompson:1991).
Untuk mengembangkan fleksibilitas dapat dilakukan dengan
penguluran (stretching). Ada dua tipe penguluran (stretching) yaitu:
stretching aktif dan stretching pasif.
a. Stretching aktif, adalah penguluran dimana atlet mengontrol gerakan.
Stretching aktif ini dapat dilakukan dengan dinamis (menggerakan
bagian yang berpangkal pada persendian), seperti memutar lengan
untuk penguluran pada bahu. Cara lain adalah dengan stretching
statis, yaitu bagian gerak diposisikan pada posisi akhir dan
diletakkan pada tempat yang telah diatur, misalnya dinding, lantai,
atau meja, dan sebagainya.
b. Stretching pasif, adalah penguluran yang dilakukan dari posisi akhir
yang dikontrol/dibantu oleh partner (teman atlet atau pelatih). Dari
penelitian yang dilakukan, stretching pasif menghasilkan peningkatan
gerak sendi yang lebih baik daripada stretching dinamis.

90
Penataran tingkat dasar
Pada pengembangannya, stretching pasif ini dikombinasi dengan
kontraksi otot sebelumnya yang disebut dengan PNF (Proprioceptive
Neuromuscular Fasilitation) dimana otot pada persendian yang akan
distretch dikontraksikan lebih dahulu, kemudian dirilekskan dan diulur.
(kontraksi-releksasi-stretching)

5. Koordinasi
Koordinasi adalah kemampuan untuk melakukan berbagai gerakan
pada berbagai tingkat kesulitan dengan cepat, tepat dan efisien. Ini berarti
bahwa atlet yang memiliki tingkat koordinasi yang baik tidak hanya
mampu melakukan keterampilan gerak dengan baik tetapi juga mampu
mengatasi tugas latihan dengan cepat.
Untuk mengembangkan koordinasi diperlukan waktu yang cukup.
Latihan gerakan koordinasi dasar seperti lari, lompat, lempar, dan
sebagainya dapat dimulai dari usia 8-11 untuk perempuan dan 8-13 untuk
laki-laki. Sampai pada usia dewasa latihan koordinasi tetap penting untuk
mempertahankan keseimbangan koordinasi karena latihan yang sudah
menjurus pada kekhususan cabang olahraga
Untuk pembahasan lebih lanjut pada latihan koordinasi dapat dilihat
pada Modul tentang Belajar Gerak.

E. Penugasan
Sesuai dengan cabang olahraga yang anda tekuni berikanlah analisis berikut
ini:
1. Kemampuan fisik yang mana yang dibutuhkan oleh cabang olahraga
anda dengan kategori (4. sangat dibutuhkan; 3. Dibutuhkan; 2. cukup
dibutuhkan; 1. kurang dibutuhkan).
2. Berikan contoh-contoh bentuk gerakan latihan kekuatan, kecepatan, dan
dayatahan yang paling cocok dengan cabang olahraga anda.
3. Buatlah sirkuit training untuk daya tahan kekuatan dengan 8 gerakan.

F. Evaluasi

NO SOAL Y T

1. Setiap cabang olahraga hanya memerlukan satu jenis


v
kemampuan kondisi fisik tertentu.
2. Semua cabang olahraga memerlukan kemampuan kondisi
v
fisik yang sama.
3. Penggabungan kemampuan kekuatan dan kecepatan biasa
v
disebut dengan power.
4. Latihan kekuatan dengan intensitas rendah dan repetisi
pengulangan yang banyak adalah untuk melatih daya tahan v
kekuatan.
91
Penataran tingkat dasar
NO SOAL Y T

5. Latihan kecepatan maksimal dapat dilakukan dengan metode


v
berlari secepat-cepatnya pada jarak 150 meter.
6. Circuit training merupakan salah satu metode untuk
v
meningkatkan daya tahan kekuatan.
7. Untuk mengetahui kemampuan dayatahan dapat dilakukan
v
dengan Test VO2max.
8. Plyometrics merupakan jenis latihan untuk meningkatkan
V
daya tahan aerobik.
9. Latihan fleksibilitas dapat dilakukan dengan peregangan
v
(stretching) aktif dan pasif.
10. Latihan koordinasi adalah latihan untuk mendasari
v
kemampuan teknik cabang olahraga.

---------------o0o---------------

92
Penataran tingkat dasar

MODUL VII

PERENCANAAN PROGRAM LATIHAN DASAR

A. Deskripsi
Modul ini berisi tentang dasar-dasar penyusunan program latihan secara
teratur, sistematis, dan terencana untuk mencapai sasaran latihan.
Setelah mempelajari modul ini diharapkan para pelatih mampu:
1. Memahami program jangka panjang, jangka menengah dan jangka
pendek.
2. Memahami fungsi dan tujuan dari fase persiapan, fase kompetisi dan fase
transisi.
3. Memahami beberapa tipe siklus mikro.
4. Melaksanakan penyusunan sesi/unit latihan

B. Jumlah Jam pelajaran : 6 JPL

C. Metode penyajian
1. Ceramah
2. Diskusi tanya jawab
3. Penugasan
4. Presentasi

D. Materi
1. Program Latihan
Pelatih mempunyai tugas yang penting dan prioritas yaitu menyusun
pogram latihan. Dengan adanya program latihan, seorang pelatih dapat
melakukan tugasnya secara teratur dan sistematis serta terencana untuk
mencapai sasaran latihan melalui tahap-tahap yang diinginkan. Tanpa
adanya program latihan, pelatih tidak akan mampu bekerja dengan baik
dan benar, diumpamakan pelatih berada ditengah hutan belantara tanpa
mengenal arah dan tujuan. Untuk itu, suatu keharusan bagi pelatih untuk
menyusun program latihan yang akan dipergunakan sebagai
panduan/pedoman dalam pelaksanaan tugasnya.
Pelatih yang masih baru, biasanya akan mengalami kesulitan untuk
menyusun program latihan, mengingat mereka tidak memiliki kemampuan
yang integral tentang ilmu pengetahuan pendukung dan pengalaman
melatih yang memadai. Oleh karena itu, materi program latihan ini akan
menyajikan proses penyusunan program latihan secara sederhana, agar
mudah dipahami dan dilaksanakan.

93
Penataran tingkat dasar
a. Program jangka panjang
Latihan merupakan proses jangka panjang, diperlukan waktu
antara 8 sampai 12 tahun bagi pelatih untuk menciptakan atlet
berprestasi nasional dan internasional. Proses pencapaian prestasi
tinggi yang membutuhkan jangka waktu pendek, hanya dapat
dicapai oleh atlet yang memiliki bakat istimewa. Para atlet yang
dilatih secara spartan mungkin dapat mencapai prestasi tinggi namun
hanya mampu bertahan dalam jangka pendek atau mungkin akan
drop-out sebelum waktunya karena cedera atau burn-out.
Dalam prinsip latihan telah dipelajari bagaimana latihan
dilakukan melalui pentahapan (dasar-lanjutan-tinggi), untuk itu perlu
perencanaan latihan secara bertahap yang memerlukan waktu relatif
panjang (8-12 tahun atau lebih) sehingga disebut dengan Program
Latihan Jangka Panjang. Gambar di bawah ini menunjukkan
bagaimana proses pentahapan latihan dan rekomendasi isi latihan
serta berbagai prekondisi dan kompetisi yang dapat diikuti oleh atlet
sesuai dengan tahap latihannya. Gambar di bawah ini diberikan
secara umum, bagi cabang-cabang olahraga tertentu memiliki
kekhususannya masing-masing.

PT/PB-PP Latihan tingkat tinggi


Tahap
(21 tahun ke atas) Kompetisi: nasional-
Prestasi
internasional
Tinggi
Akhir: Latihan pada cabang olahraga khusus.
Komp: Daerah-nasional
Tahap Spesialisasi
Awal :Latihan pada cabang
olahraga pilihan & Blok. Komp: sekolah-daerah
Sekolah/penjas/
klub (15-17 thn)

Kegembiraan, Sekolah/penjas
pengembangan
(8-14thn) Tahap Dasar
jasmani-rohani-sosial.
Pembinaan Multilateral
Komp: Festival

Gambar 22. Proses Latihan jangka Panjang

Diagram di atas menunjukkan bahwa proses latihan perlu


direncanakan dengan baik untuk menghindari terjadinya drop-out
atau meninggalkan olahraga karena beberapa sebab seperti: cedera,
latihan terlalu keras sehingga burn-out, terjadi penghentian
94
Penataran tingkat dasar
perkembangan prestasi (stagnasi) dan berbagai kebosanan serta
kejenuhan yang semuanya menyebabkan prestasi optimal/
pencapaian potensi tidak tercapai.

b. Program jangka menengah


Merupakan program yang dirancang pada tiap tahap latihan,
yaitu bagaimana pelatih mengelompokkan atlet berdasarkan pada
tahap latihannya, sehingga setiap kelompok latihan/klub memiliki atlet
dengan lapisan yang jelas. Tahapan ini menunjukkan bagaimana
proses latihan merupakan sistem yang jelas, dimana tahap yang lebih
awal merupakan batu loncatan untuk menuju tahap selanjutnya.
Tahap jangka menengah ini juga merupakan dasar dalam
menyusun struktur kompetisi, dimana pada tahap dasar kompetisi
masih bersifat kegembiraan dalam sebuah festival yang berorientasi
pada kebersamaan, sosial, dan pengenalan aturan yang sederhana.
Pada tahap lanjutan atlet sudah mulai mengikuti pertandingan resmi
pada tingkat remaja dan junior pada tataran sekolah dan perguruan
tinggi maupun klub, sedangkan pada tingkat tinggi atlet mengikuti
sistem kompetisi pada tingkat nasional dan internasional baik di
perguruan tinggi maupun pada klub dan event-event yang mewakili
negara dalam single/multi event.
c. Program jangka pendek/latihan tahunan
Program latihan jangka pendek biasanya diimplementasikan
dalam sebuah periodisasi latihan tahunan (Program Latihan
Tahunan). Program jangka pendek inilah yang menjadi ujung dalam
program latihan secara keseluruhan. Dalam program jangka pendek
yang dikenal dengan periodisasi dibagi menjadi beberapa periode
latihan yaitu: periode persiapan, periode kompetisi, dan periode
transisi. Periode persiapan dibagi menjadi dua fase yaitu fase
persiapan umum dan fase persiapan khusus, sedangkan periode
kompetisi dibagi menjadi fase prakompetisi dan fase kompetisi
utama (main competition). Sebagai visualisasi periodisasi tersebut
dapat dilihat pada diagram di bawah ini.

RINCIAN PROGRAM

Persiapan Kompetisi Transisi


Pers. Umum Pers. Khusus Pra Kompetisi Main Komp

Gambar 23. Dasar Periodisasi Latihan

95
Penataran tingkat dasar
Dari diagram di atas nampak bahwa ada periode persiapan-
kompetisi dan transisi serta fase persiapan umum, khusus, pre
kompetisi dan main kompetisi serta transisi. Rangkaian tersebut di
atas disebut satu siklus besar (macro cycle). Dalam satu tahun
(periodisasi) untuk atlet junior diharapkan hanya satu puncak, akan
tetapi untuk atlet advance dapat terdiri dari dua macro (dua puncak),
dan bahkan dapat pula terdiri dari tiga macro (tiga puncak).
Berikut diuraikan bagaimana isi masing-masing periode dalam
periodisasi tersebut:
1) Periode Persiapan
Periode persiapan adalah awal periode dimana memerlukan
waktu yang paling panjang di antara periode yang lain. Pada
periode persiapan program latihan dikembangkan melalui
pengembangan volume latihan yang bergerak dengan persentase
yang semakin naik lebih dahulu daripada intensitas latihan.
Volume meningkat dan mencapai puncaknya pada pertengahan
fase persiapan khusus dan kemudian menurun sampai pada
periode kompetisi dan transisi. Sedangkan intensitas latihan
meningkat pelan di bawah garis volume pada persiapan umum.
Pada persiapan khusus pertengahan dimana volume mulai
menurun, garis intensitas masih meningkat sehingga menjadi
sama dan kemudian lebih tinggi dari garis volume.
Latihan pada fase persiapan umum di banyak cabang
olahraga cenderung berisi mengenai teknik dasar atau perbaikan
teknik secara bagian dari kelemahan teknik yang ada pada fase
kompetisi sebelumnya. Pembinaan kondisi fisik diarahkan pada
pembinaan otot-otot seluruh tubuh dan pembinaan daya tahan
otot dan cardiovascular. Fase persiapan umum ini merupakan
fase yang mendasari fase-fase selanjutnya.
Pada fase persiapan khusus, isi latihan mulai mengarah
pada pembangunan otot khusus sesuai dengan cabang olahraga
dan sistem energi yang dominan.
Bentuk gerakan-gerakan kompetisi sudah nampak pada
fase ini sehingga atlet sudah dapat mengikuti try-out (latih
tanding) atau kejuaraan yang tidak penting sebagai sarana
evaluasi latihan.
2) Periode kompetisi
Pada periode kompetisi volume latihan semakin menurun,
namun intensitas latihan meningkat mendekati puncak. Ini berarti
bahwa latihan berorientasi pada kompetisi yang akan dihadapi.
Pada fase prekompetisi, atlet banyak melakukan uji-coba
sehingga kematangan bertanding d a n kepercayaan diri
meningkat. Fase ini menjadi pengantar ke kompetisi utama

96
Penataran tingkat dasar
dimana semua kemampuan fisik, mental, teknik, dan taktik atlet
dimunculkan secara optimal pada kompetisi utama.
3) Periode transisi
Periode transisi merupakan periode terpendek, dimana atlet
diberi kesempatan untuk melakukan regenerasi dari beban latihan
yang telah dilaksanakan selama periode dan fase sebelumnya. Isi
latihan pada periode ini biasanya istirahat aktif dengan melakukan
kegiatan gerak yang menyenangkan yang bukan menjadi cabang
olahraganya.
Untuk mengatur volume dan intensitas latihan dapat
dilakukan dengan garis volume dan intensitas pada periodisasi
berikut:

Persiapan Kompetisi Transisi


Main
Pers. Umum Pers. Khusus Pre Komp.
Komp.

Intensitas:

Gambar 24. Garis Volume dan intensitas latihan

2. Siklus Mikro
Istilah siklus mikro atau microcycle berasal dari bahasa Yunani
micros, yang artinya kecil, dan bahasa Latin cyclus yang artinya
serangkaian kejadian. Siklus mikro dilakukan tiap minggu atau 3 sampai 7
hari di dalam program pelatihan tahunan.
Siklus mikro adalah bagian dalam periode dan fase latihan yang
diimplementasikan dalam program latihan mingguan. Pelatih harus
mampu menyusun program latihan mingguan/siklus mikro sesuai dengan
periode dan fase dalam periodisasi latihan. Dalam diagram periodisasi
siklus mikro dapat dinotasikan pada bagian atas periode sebagai berikut:

97
Penataran tingkat dasar

Januari Pebruari Maret April Mei Juni


1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24

Persiapan Kompetisi Tran-


Pers. Umum Pers. Khusus Pre Komp. Main Komp. sisi

Ket: volume: Intensitas:

Gambar 25. Periodisasi dengan kerangka waktu (bulan dan minggu)

Dari gambar di atas dapat dilihat pada bulan Januari terdapat empat
minggu yaitu minggu pertama sampai dengan minggu keempat. Ini berarti
bahwa bulan Januari ada 4 siklus mikro. Sedangkan periode persiapan
dimulai pada bulan Januari dan berakhir pada bulan April minggu kedua.
Pada dasarnya siklus mikro (program latihan mingguan) terdiri
dari sesi latihan atau latihan harian. Program latihan mingguan disusun
setiap minggu dengan mempertimbangkan berbagai hal. Program latihan
mingguan bermanfaat untuk menentukan jumlah hari latihan dan jumlah
sesi latihan (frekuensi latihan). Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan
dalam menyusun program mingguan adalah sebagai berikut:
a. Usia kronologis dan usia pertumbuhan dan perkembangan anak
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam proses berlatih
adalah pertumbuhan fisik dan mental serta usia latihan (waktu yang
diperlukan untuk berlatih). Semakin cepat pertumbuhan dan
perkembangan anak, dan usia latihan yang semakin lama, hari dan
sesi latihan yang diberikan kepada siswa dapat ditingkatkan.
b. Periode dan fase
Untuk menyusun latihan mingguan perlu diketahui periode dan
fase latihan mingguan yang disusun. Periode dan fase perlu
disesuaikan dengan grafik intensitas dan volume latihannya.
c. Pengaturan beban latihan
Untuk memberikan beban secara proporsional kepada atlet perlu
memperhatikan pengaturan beban latihan. Dengan pengaturan beban
latihan yang tepat, atlet dapat mengadaptasi dan mengalami
kompensasi akibat latihan yang dilakukan. Untuk memberikan ilustrasi
pengaturan beban latihan selama seminggu dapat dilihat pada gambar
25 di bawah ini.

98
Penataran tingkat dasar

Gambar 26. Pengaturan beban latihan mingguan untuk atlet pemula


(Thompson: 1991)

Dari gambar 26 di atas menunjukkan contoh beban latihan


mingguan bagi atlet pemula yang belum berpengalaman. Bagan atas
menunjukkan latihan pada periode persiapan dengan frekuensi 4 hari
latihan per minggu. Sedangkan bagan bawah menunjukkan periode
kompetisi dengan atlet yang sama dengan 4 hari latihan.
Gambar 26 di bawah ini merupakan contoh beban latihan
mingguan bagi atlet berpengalaman. Bagan yang paling atas
menunjukkan latihan pada periode persiapan dengan frekuensi 6
hari latihan perminggu. Bagan dibawahnya menunjukkan periode
persiapan untuk atlet yang sama dengan frekuensi latihan 7 hari
perminggu. Sedangkan bagan paling bawah menunjukkan atlet
berpengalaman pada periode kompetisi dengan frekuensi 7 hari
latihan perminggu.

99
Penataran tingkat dasar

Gambar 27. Pengaturan beban mingguan untuk atlet Senior


(Thompson: 1991)

Selanjutnya rancangan beban latihan dalam satu minggu


tersebut perlu diimplementasikan dalam program latihan mingguan
dengan pola yang telah ditentukan dengan menggunakan blangko
latihan mingguan seperti berikut ini.

100
Penataran tingkat dasar
BLANGKO LATIHAN MINGGUAN

Nama Atlet : Umur / umur latihan :


Cabang / nomor : Sasaran :
Prestasi

SENIN SELASA RABU KAMIS JUMAT SABTU MINGGU

B
S
R
I
Keterangan : B: Berat, S : Sedang, R: Ringan, I: Istirahat Pelatih,

-----------------------

Gambar 28: Blanko Siklus Mikro

3. Sesi Latihan
Sesi latihan adalah beban latihan yang diberikan kepada atlet dalam
satu pertemuan yang terdiri dari satu atau lebih unit latihan. Unit-unit
latihan bisa berupa unit latihan teknik, fisik, mental atau gabungan dari
beberapa unit latihan tersebut. Beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh
para pelatih dalam menyusun sesi latihan adalah sebagai berikut:
a. Penyusunan sesi latihan harus memperhatikan grafik beban latihan
pada siklus mikro (latihan mingguan).
b. Menentukan tujuan latihan khusus pada sesi tersebut. Tujuan utama
latihan teknik dapat berbentuk latihan fisik, teknik atau latihan yang
lain. Secara rinci tujuan itu perlu diketahui untuk menentukan bentuk
latihan yang akan dilaksanakan.
c. Sesi latihan perlu disusun secara baik agar berjalan secara efektif.
Susunan sesi latihan diatur sebagai berikut:
a. Pemanasan
Bertujuan untuk meningkatkan suhu tubuh dan mempersiapkan otot
untuk melaksanakan kegiatan inti latihan. Pemanasan dilakukan
secara umum dan kemudian khusus sesuai dengan isi latihan inti
yang akan dilaksanakan.
b. Latihan inti yang dapat berisi latihan teknik, fisik saja, mental atau
latihan taktik saja, atau gabungan dari hal-hal tersebut dengan
mendahulukan latihan teknik yang diikuti dengan latihan yang lain
dengan kaidah seperti pada diagram di bawah. Pada diagram tersebut
101
Penataran tingkat dasar
dapat dilihat bila ada dua unsur latihan, maka yang letaknya di atas
didahulukan.
c. Penenangan
Bertujuan untuk menurunkan suhu tubuh ke kondisi normal dan
siap melaksanakan kegiatan normal.

Koordinasi / teknik

Kekuatan, Kecepatan,Power

Daya tahan kekuatan,daya tahan kecepatan

Kondisioning

Daya tahan umum

Gambar 29. Urutan beban pada sesi latihan


Berikut disajikan sebuah contoh sesi latihan untuk pemain bolavoli
pada periode persiapan dan fase persiapan umum.

Hari / Tanggal : Senin / 21 Januari 2006 Persiapan Umum


Cab : Bolavoli

Pemanasan : 20 Menit
1. Lari keliling lapangan voli 5 putaran dengan berbagai gerak lari (kedepan, samping,
belakang, silang, hopping, dll
2. Peregangan statis dan dinamis.

Inti : 60 menit
1. Teknik passing bawah (berpasangan 2 orang 40 pass, 3 orang 30 pass, 4
orang 20 pass)
2. Teknik spike & passing bawah (berpasangan 2 orang 30 spikes, 3 orang 25
spikes, 4 orang 20 spikes)
3. Teknik spike dengan net bola dipegang (30 spikes)
4. Bermain sederhana

Penenangan : 10 menit

102
Penataran tingkat dasar
4. Unsur dan Isi/unit Latihan
Di atas telah diuraikan dari periode, fase, siklus mikro dan sesi
latihan yang merupakan satu runtutan terminologi praktis dalam
menyusun program latihan. Namun pelatih sering mengalami hambatan
saat akan menuangkan perencanaan tersebut dalam sebuah sesi
latihan yang mengandung unit-unit latihan misalnya: unit latihan teknik
dasar, unit kekuatan, mental dan taktik, dan sebagainya.
Unit-unit latihan tersebut sebenarnya merupakan implementasi
dari unsur latihan yang perlu dirancang dalam sebuah latihan. Adapun
unsur-unsur latihan tersebut adalah: (a). fisik, (b). teknik, (c). taktik, (d).
mental. Masing-masing unsur latihan tersebut telah dibahas pada
materi tersendiri dalam buku ini. Yang akan disajikan pada bab ini
adalah bagaimana menempatkan unit latihan tersebut pada sebuah
periodisasi latihan.
Setelah kita dapat mengisi blangko periodisasi dan merancang
periode, fase, kerangka waktu dalam bulan dan minggu (mikro),
selanjutnya perlu dicantumkan unsur-unsur latihan dalam blangko
tersebut secara garis besar.
Pencantuman unsur-unsur latihan dalam blangko periodisasi
akan memudahkan pelatih dalam menyusun siklus mikro dan sesi
latihan.
Pada diagram di bawah ini dapat dilihat unsur-unsur latihan
dalam periodisasi.
Setelah unsur latihan dimasukan dalam blangko periodisasi,
maka pelatih diharapkan mampu mengisi keperluan dari masing-
masing unsur latihan sesuai dengan periode dan fase latihannya.
Dengan demikian isi latihan dapat dirancang sesuai dengan periode,
fase dalam periodisasi.
Perlu dipahami bahwa latihan bersifat khusus, baik terhadap
masing-masing atlet maupun terhadap masing-masing cabang
olahraga, oleh karena itu kebutuhan terhadap unsur dan unit latihan
bias sangat berbeda. Kebutuhan akan unsur latihan pada sprinter bias
sangat jauh berbeda dengan pelari marathon, atau permainan
sepakbola. Oleh karena itu pelatih harus mampu mengidentifikasi
kebutuhan akan unsur dan isi dalam program latihan yang
dibimbingnya.

103
Penataran tingkat dasar

Januari Februari Maret April Mei Juni


1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24

Persiapan Kompetisi
Transisi
Pers. umum Pers. khusus Pre Komp. Main Komp.

Fisik
T
T
Mental

Gambar 30. Periodisasi dengan Unsur Latihan


Periodisasi latihan tahunan dapat disusun dengan mengacu
pada hal-hal sebagai berikut:
a. Puncak Prestasi Utama (Main Peak Performance) tiap tahun.
b. Pelatih harus mengetahui puncak pertandingan yang akan diikuti
untuk mencapai prestasi tertinggi pada tahun itu.
c. Puncak Prestasi antara sebelum mencapai puncak utama adalah
kompetisi/pertandingan yang dilakukan sebagai suplemen dari
latihan untuk mengetahui keberhasilan latihan atau sebagai
kualifikasi untuk menuju perandingan utama.
d. Bila terdapat dua puncak pertandingan yang diharapkan saling
mendukung antara satu dengan yang lain maka periodisasi
latihan yang digunakan adalah dengan dua puncak.
e. Pemuncakan kinerja tersebut dituangkan dalam blangko periodisasi
latihan yang disediakan pada lampiran - 1.
f. Bila memiliki sistem kompetisi/pertandingan internasional,
penyusunan periodisasi latihan dilakukan dengan memperhatikan
kalender pertandingan tersebut.
g. Try-out yang dilaksanakan di luar jadwal di atas merupakan
pertandingan yang dilakukan berdasarkan prioritas kebutuhan dan
merupakan sarana evaluasi pada proses latihan.
5. Implementasi Program Latihan
Setelah memiliki periodisasi latihan dan siklus mikro maka pelatih
perlu melaksanakan program latihan secara konsekuen tetapi fleksibel
tergantung dari situasi dan kondisi yang terjadi di lapangan.
Pada dasarnya ada beberapa proses dalam implementasi latihan
sebagai berikut:

104
Penataran tingkat dasar

Perencanaan Pelaksanaan 1 Modifikasi

Evaluasi Pelaksanaan 2

Gambar 31 Siklus Pelaksanaan latihan

6. Pencatatan Hasil Latihan


Setiap akhir sesi latihan pelatih perlu melakukan
pencatatan untuk mengetahui sejauh mana pencapaian hasil
latihan pada sesi tersebut. Pencatatan ini bermanfaat untuk
mengetahui keberhasilan latihan dan sebagai pedoman
latihan pada minggu selanjutnya atau pada fase dan periode
yang sama untuk makro yang akan datang. Adapun tata cara
pengisian format catatan hasil latihan bisa dilakukan seperti
contoh di bawah ini.

105
Penataran tingkat dasar

CATATAN HASIL LATIHAN

Nama atlet : Aditya


Umur latihan : 3 thn
Nomor : Sprint 100m

Tanggal Unsur / Isi latihan Volume(V) / intensitas (I) Keterangan


2/1/2014 Pemanasan 10 menit (V) 90 menit
Inti : Teknik Sprint ABC 40 menit (V) 1550m ABC
Ankle (A) 10 x 15 meter = 150 m
High knee (B) 10 x 20 meter = 200 m
Heel kick (C) 10 x 20 meter = 200 m
High knee extension (D) 10 x 25 meter = 250 m
Kombinasi A-B/A-C/ABC/ ABD/ ABCD 5 x 5 x 30 meter = 750 m.
Penenangan : stretching , jogging I = 80% - irama/rythem
30 menit (V) 75% (i)
10 menit
3/1/2014 Pemanasan 10 menit
Inti : Kekuatan/Daya tahan 3 set x 8 sta x 30 detik (V)
Kekuatan 60% MR (i)

Circuit Training (8 station) 2 set x 10 gerakan x 20 detik


1. Leg curl 10 menit
2. Shoulder press
3. Sit up
4. Squat thrust
5. Squat
6. Arm curl
7. Back arch
8. Running dumble
Fleksibilitas / PNF
Penenangan :
jogging

4/1/2014 dst......

5/1/2014 dst ......

106
Penataran tingkat dasar

7. Tes dan Evaluasi Latihan

Tes dan evaluasi dilakukan setiap akhir bulan/pada masa siklus dimana pelatih
menyelesaikan sasaran latihan tertentu seperti: kekuatan, dayatahan,
kecepatan atau teknik, dan sebagainya. Tes dan evaluasi lebih rinci dapat
dilihat pada bab lain buku ini.

E. Penugasan
Sesuai dengan cabang olahraga yang anda tekuni silakan membuat sesi
latihan harian dan/atau latihan mingguan pada:
1. Periode persiapan umum
2. Periode persiapan khusus
3. Periode pra-kompetisi
4. Periode kompetisi

F. Evaluasi

NO SOAL Y T
1. Menyiapkan atlet menuju multi event nasional dan internasional
v
melalui program latihan jangka panjang 8-12 tahun.
2. Program Latihan jangka pendek adalah perencanaan latihan
v
dalam 1 tahun.
3. Fase persiapan umum adalah fase mengembangkan kemampuan
fisik dimana volume latihan tinggi dan intensitas sedang, v
sehingga di fase ini dapat melakukan uji coba.
4. Fase kompetisi adalah fase meningkatkan kemampuan
keterampilan atlet dan pengalaman bertanding, ciri yang
v
dikembangkan adalah volume latihan tinggi dan intensitas latihan
juga tinggi.
5. Fase transisi adalah fase yang cukup singkat waktunya dengan
v
tujuan untuk pemulihan.
6. Siklus mikro adalah kumpulan dari sesi latihan selama 1 minggu,
dimana pengaturan beban latihan (training load) di atur v
berdasarkan kebutuhan pada fase latihan.
7. Pemanasan adalah aktivitas untuk meningkatkan suhu tubuh
secara umum dan khusus yang bertujuan untuk mengurangi v
resiko cedera.

109
Penataran tingkat dasar

NO SOAL Y T
8. Sesi latihan yang terdiri dari latihan fisik dan teknik, dilaksanakan
v
dengan urutan latihan fisik terlebih dahulu.
9. Pendinginan atau cold down adalah salah satu bagian dari sesi
v
latihan yang kurang penting.
10. Untuk mengejar prestasi yang cepat, latihan harus disusun
v
dengan beban latihan yang berat terus setiap hari.

---------------o0o---------------

110
Penataran tingkat dasar

MODUL VIII

TES DAN PENGUKURAN OLAHRAGA

A. Deskripsi
Modul ini berisi tentang pemahaman tentang tes, pengukuran dan evaluasi
latihan. Setelah mempelajari modul ini diharapkan para pelatih mampu:
1. Memahami dan mengerti tentang definisi tes, pengukuran dan evalusi.
2. Memahami prinsip-prinsip evaluasi.
3. Memahami langkah-langkah dalam membuat evaluasi.
4. Memahami manfaat dan kegunaan tes dan pengukuran.
5. Memahami kriteria pemilihan tes
6. Melakukan tes dan pengukuran secara sederhana.

B. Jumlah Jam Pelajaran : 4 JPL

C. Metode penyajian
1. Ceramah.
2. Diskusi tanya jawab.
3. Penugasan.
4. Praktik

D. Materi
1. Tes dan Evaluasi Latihan
Para ahli kepelatihan berpendapat untuk menjadi pelatih yang baik, lebih
dahulu dia harus menjadi guru yang baik. Dengan kata lain dapat dikatakan:
pelatih itu sama dengan guru ditambah tugas lain atau disebut guru plus (+).
Oleh National Coaching Foundation dalam terbitannya tentang "The Coach at
Work dinyatakan, bahwa pelatih itu tidak sekedar memberi instruksi atau
mengajar atau melatih tetapi mencakup ketiga-tiganya, dan bahkan lebih dari
itu.

Pelatih = Memberi instruksi + Mengajar + Melatih + ...........

Tiga tahapan utama yang perlu dimiliki bagi setiap pelatih ialah
kemampuan: 1) menyusun program, 2) melaksanakan program, dan 3) mengkaji
hasil program. Untuk tahapan-tahapan tersebut perlu pemilikan pengetahuan,

111
Penataran tingkat dasar

pengalaman, kemampuan dan keterampilan; antara lain yang dinamakan tes,


pengukuran dan evaluasi. Seorang pelatih sedikit banyak perlu mengerti dan
menjalankan tes, pengukuran, dan valuasi. Melalui alat-alat tersebut seorang
pelatih dapat mengetahui apakah program yang disusun sesuai dengan
kebutuhan dan kemampuan anak atau tidak? Apakah pelaksanaannya lancar
atau tersendat-sendat? Masalah-masalah apa yang dihadapi? Dan apakah hasil
latihannya sesuai dengan tujuan yang diinginkan?
Dalam pelatihan, bahan latihan dan bimbingan yang diberikan kepada para
atlet pada prinsipnya lebih bersifat individual. Artinya akan tergantung dari tiap
perorangan itu sendiri. Karena setiap atlet memiliki latar belakang yang berbeda-
beda; baik fisik, mental, sosial, maupun emosional yang berpengaruh terhadap
kemampuan dan keterampilannya, untuk itu penanganannya pun harus berbeda
pula. Berangkat dari hal-hal tersebut, seorang pelatih harus mengetahui
kemampuan dan kebutuhan setiap atletnya, agar program dan latihan yang
diberikan sesuai dengan atlet masing-masing. Tes, pengukuran, dan evaluasi
merupakan salah satu jawaban untuk mengatasi hal tersebut.
a. Pengertian tentang tes, pengukuran, dan evaluasi
Antara tes, pengukuran dan evaluasi, satu dan lainnya sangat erat
kaitannya. Hal ini mengakibatkan dalam pemakaian kata dan dalam
pelaksanaan sehari-hari sering kali digunakan secara bercampur aduk
dikarenakan perbedaan yang tidak begitu tajam dan jelas.
1) Tes
Tes adalah suatu bentuk pertanyaan untuk menilai pengetahuan
atau suatu bentuk pengukuran untuk menilai kemampuan aktivitas
jasmaniah (Johnson dan Nelson). Pengertian lain, tes ialah suatu teknik
pengukuran dan evaluasi untuk mendapatkan informasi tentang
seseorang atau kelompok (Larson dan Yocom).
2) Pengukuran
Pengukuran ialah suatu alat untuk mengumpulkan data dalam
proses evaluasi dengan berbagai instrumen dan cara teknik (Johnson
dan Nelson). Pengukuran memacu kepada observasi atau pengamatan
yang hasilnya dinyatakan dalam suatu bilangan atau bersifat kuantitatif
(Remmers, Gage, dan Rummel). Sedangkan menurut Safrit:,
pengukuran ialah proses/alat yang menunjukkan suatu jumlah bilangan
tentang kemampuan yang dimiliki seseorang atau atlet. Misalkan
seseorang/atlet melakukan tembakan ke basket selama satu menit,
kekuatan otot-otot perut dalam melakukan sit-ups, mengukur kecepatan
lari dalam menempuh jarak tertentu.

112
Penataran tingkat dasar

3) Evaluasi/Penilaian
Evaluasi ialah suatu proses menilai tentang hasil-hasil pengukuran
kaitannya dengan tujuan yang dicapai. Pengukuran hanya berguna,
apabila hal itu dapat mengetahui kemajuan yang diperoleh dalam
mencapai tujuan atau sasaran (Safrit). Evaluasi ialah proses penilaian
tentang keefektifan pencapaian tujuan pendidikan (Bovard, Cozen, dan
Hagman).
Menurut Larson dan Yocom, evaluasi berkaitan dengan proses
dalam kegiatan-kegiatan pendidikan atau pelatihan. Hal ini berarti,
evaluasi mencakup keseluruhan proses termasuk materi program,
kepemimpinan, prasarana, sarana, keikutsertaan peserta dalam
pelaksanaan, pengadministrasian atau hasil. Evaluasi berkaitan dengan
bagaimana tujuan dari program tersebut tercapai.
Untuk kejelasannya, kita dapat mengatakan bahwa tes adalah satu
bentuk saja dalam pengumpulan data. Tes biasanya dilakukan secara
formal. Sedangkan pengukuran dapat dilaksanakan baik secara formal
atupun tidak formal. Tes dan pengukuran memberikan informasi
terhadap suatu tindakan yang dilakukan dengan menyisihkan waktu
tertentu.
Fungsi utama pengukuran adalah untuk mengumpulkan data;
sedangkan fungsi utama evaluasi adalah untuk perbaikan dalam
pelatihan atau pendidikan. Tegasnya, pengukuran dan evaluasi dalam
kegiatan pelatihan hanya dibenarkan apabila hasilnya adalah untuk
perbaikan proses atau hasil pelatihan.
Mengenai ruang lingkup, pengukuran lebih luas dibandingkan
dengan tes, karena tes adalah satu bentuk saja dari alat pengukuran
yang ada. Sebagai seorang pelatih, dalam mengevaluasi program
hendaknya menggunakan berbagai alat ukur yang dikuasai. Evaluasi
lebih luas dibandingkan dengan pengukuran. Dalam evaluasi, selain tes
dengan pengukuran yang dapat digunakan dalam pengumpulan data
dan informasi, juga dapat melalui wawancara, angket pertanyaan,
observasi, daftar cek atupun catatan khusus (anecdotal record). Data
yang diperoleh dari hasil pengukuran bersifat obyektif; sedangkan yang
diperoleh dari hasil wawancara, angket, observasi, daftar cek bersifat
subyektif.

113
Penataran tingkat dasar

b. Prinsip-prinsip evaluasi
Dalam mengevaluasi suatu kegiatan hendaknya mengikuti prinsip-
prinsip sebagai berikut:
1) Bertahap. Evaluasi dilakukan sejak tahapan awal sampai dengan akhir
pelaksanaan. Dan setiap tahap tersebut dievaluasi untuk mengetahui
kekuatan dan kelemahannya. Semua itu sangat berguna untuk langkah
berikutnya.
2) Bersambungan. Evaluasi dilakukan secara berencana dan mengikuti
tahapan yang berlaku dan dilakukan terus menerus untuk rnemperoleh
gambaran .tentang perubahan penampilan dan perilaku setiap atlet
sebagai hasil kegiatan latihan yang berlangsung.
3) Menyeluruh. Evaluasi dilakukan secara menyeluruh yang menyangkut
semua aspek kegiatan dan kepribadian atlet. Hal itu meliput aspek fisik,
keterarnpilan, mental, sosial maupun emosional. Dalam kegiatan
olahraga aspek fisik yang penting antara lain kesehatan, kekuatan,
kecepatan, kelincahan, dayatahan otot, dayatahan pernafasan dan lain-
lainnya. Dalam permainan sepakbola aspek keterampilan misalkan:
keterampilan menggiring bola, menembak ke gawang, mengontrol bola,
mengoperkan kepada teman. Aspek mental termasuk memiliki semangat
juang tinggi, tidak mudah patah semangat, tahan menghadapi kesulitan
dan masalah selama mengikuti kegiatan, seringkali unggul sewaktu
menghadapi saat-saat yang kritis. Aspek sosial dan emosional termasuk
kemarnpuan berkomunikasi dan kerja sama dengan teman-teman lain,
dapat menerima pendapat ataupun kritik dari teman, tidak mudah marah
yang tidak pada tempatnya, dapat menahan diri bila mendapat ejekan
orang luar dan lain-lainnya. Evaluasi bersifat menyeluruh karena hal itu
mencakup proses kegiatan maupun hasilnya.
4) Objektif. Penilaian yang objektif menggambarkan aspek-aspek
sebenarnya yang hendak diukur dan mencerminkan tingkat keberhasilan
yang sebenamya. Kebenaran diperoleh bilamana digunakan alat atau
instrumen yang cocok dan dilakukan oleh penilai atau petugas yang
berkompeten.
c. Langkah-Langkah dalam evaluasi
lstilah evaluasi pengertiannya sarna dengan penilaian. Dua kata ini
pemakaiannya saling bergantian. Pengertian langkah-langkah sama dengan
tahapan. Dalam pelaksanaan evaluasi ada empat langkah atau tahapan
yang harus dilalui, yaitu:

114
Penataran tingkat dasar

1) Menentukan tujuan
Langkah awal yang harus ditempuh ialah menentukan tujuannya.
Tujuan harus jelas untuk memberi arahan secara pasti. Tujuan itu harus
dirumuskan dengan tegas dan jelas untuk memudahkan kegiatan yang
dilakukan. Rumusan tujuan menggambarkan pula ruang lingkup yang
memberi batasan.
2) Mengumpulkan data dan informasi
Setelah tujuan ditentukan, langkah berikutnya ialah bagaimana
mengumpulkan data dan atau informasi berdasar batasan yang berlaku.
Untuk memperoleh data dan atau informasi diperlukan alat atau
instrumen yang sesuai. Untuk itu dapat menggunakan alat atau
instrumen yang tersedia; sedangkan bila belum ada hendaknya
instrumen tersebut dibuat lebih dahulu.
3) Mengolah data dan menyimpulkan hasil
Setelah data dan atau informasi terkumpul, harus diseleksi dahulu;
mana yang dapat digunakan dan mana yang harus dibuang. Hanya yang
memenuhi syarat untuk diolah. Pengolahannya berdasar sifat data dan
atau informasi. Pengolahan yang sederhana dapat dengan penghitungan
persentase. Bila data tersebut berbentuk sejumlah bilangan dapat diolah
dengan statistik.
4) Menyusun laporan
Hasil suatu evaluasi atau penilain hanya akan bermakna apabila
disusun dalam bentuk laporan tertulis. Dengan laporan tertulis akan
mudah dan dapat dibaca oleh orang lain dan disimpan sebagai dokumen
yang sewaktu-waktu dapat diperoleh kembali.
d. Kegunaan Tes dan Pengukuran
Banyak alasan, mengapa seorang pelatih perlu melakukan pengetesan
dan pengukuran. Pengukuran yang hanya sekedar untuk memperoleh data
dan atau informasi hanya akan membuang- buang waktu, tenaga, dan biaya.
Telah diutarakan di atas, bahwa tujuannya harus jelas dan tegas. Beberapa
kegunaan dan manfaat yang diperoleh bagi atlet maupun pelatih dari hasil
pengukuran, ialah:
1) Menentukan tingkat kemampuan. Pengetesan dan pengukuran
bermanfaat untuk mengetahui secara pasti kemampuan seseorang
dalam sekelompok atlet atau dilihat tingkat individu atlet itu sendiri.

115
Penataran tingkat dasar

2) Mengelompokkan sesuai kemampuan. Pengelompokan sesuai dengan


kemampuan adalah penting sekali bagi pelatih maupun atlet.
Pengelompokan kemampuan bisa terbagi atas kemampuan baik sekali,
baik, sedang, kurang, dan kurang sekali. Atas dasar pengelompokan
kemampuan, pelatih dapat memberikan jenis latihan yang sesuai dengan
kebutuhannya. Lebih-lebih bila dalam kepelatihan, penanganan terhadap
individu atau perorangan atlet harus lebih ditekankan.
3) Mendiagnose kelemahan. Selama kepelatihan selain memperhatikan
kemampuan dan keterampilan pada diri si atlet, juga perlu mengetahui
kelemahan-kelemahannya. Dengan mengetahui kelemahan seorang
atlet, pelatih akan dapat memilih dan menentukan jenis-jenis latihan yang
harus lebih ditekankan baginya. Mengetahui kelemahan secara individual
setiap atlet bukanlah merupakan hal yang mudah bagi pelatih. Tetapi hal
ini akan dapat diatasi atas dasar kesungguhan dan pengalaman.
4) Membebaskan dari program latihan tertentu. Dari hasil pengetesan,
selain dapat mengetahui tingkat kelemahan seorang atlet dapat juga
mengetahui kelebihan-kelebihannya. Dengan tingkat kemampuan sangat
tinggi atau tinggi, atlet tersebut dibebaskan dari latihan yang baginya
sudah mencapai tingkatan yang tinggi.
5) Memotivasi atlet. Pengetesan dan pengukuran juga merupakan
rangsangan atau motivasi bagi atlet. Bila ada rencana untuk dites, setiap
atlet terdorong untuk berlatih yang lebih baik dan sungguh-sungguh agar
hasil pengetesan lebih baik dibanding dengan ternan-ternan lainnya.
Rangsangan atau motivasi merupakan pendorong yang sangat penting
bagi tiap atlet.
6) Memprediksi kemampuan atlet kedepan. Dengan mengetahui hasil
pengetesan dalam situasi dan kondisi pada waktu itu, seorang pelatih
akan dapat memperkirakan kemampuan atlet di waktu mendatang.
Kemampuan atlet dapat diprediksi, bila pengukuran dilakukan beberapa
kali, dalam berbagai situasi dan kondisi serta dikaitkan dengan hasil
pengukuran atlet-atlet lainnya.
7) Menyusun norma. Untuk dapat menentukan bagaimana tingkat
kemampuan seorang atlet berdasar hasil tes yang dicapai diperlukan
adanya norma yang berlaku dalam jenis tes tersebut. Suatu norma
tersusun berdasarkan jenis kelamin pria atau wanita dan tingkat
kemampuan tertentu. Misalkan norma bagi atlet wanita untuk cabang
olahraga atletik, nomor 100 meter, tingkat propinsi.

116
Penataran tingkat dasar

8) Mengevaluasi program dan pelaksanaan latihan. Mengevaluasi program,


dan bagaimana pelaksanaan latihan berikutnya merupakan tugas yang
harus dilakukan setiap pelatih. Hal itu harus mendasarkan kepada hasil
pengetesan dan atau pengukuran. Dalam mengevaluasi hendaknya
mencakup berbagai aspek yang termasuk dalam program serta
pelaksanaannya, dengan cara mengumpulkan data dan informasi yang
benar.
9) Merevisi program dan pelaksanaan latihan. Dari hasil pengukuran dapat
diketahui hal-hal mana yang sesuai dengan rumusan tujuan yang telah
dan mana-mana yang belum sesuai dengan tujuannya. Di sini akan
terlihat kebaikan dan kelemahan-kelemahannya. Berpangkal penemuan
kelemahan, program latihan perlu diperbaiki dengan pelaksanaan yang
lebih baik.
10) Mengumpulkan data untuk penelitian. Pengetesan sangat berguna
sebagai tahapan dalam penelitian, khususnya tahapan dalam
pengumpulan data. Tahapan pengumpulan data termasuk unsur yang
sangat panting, karena penelitian yang benar, data yang terkumpul harus
pula benar.

Pelatih dalam bekerja memerlukan berbagai data dan informasi tentang


atletnya. Dalam mendapatkan data dan atau informasi dibutuhkan alat yang
disebut instrumen pengukuran. Untuk itu perlu pengertian dan kemampuan
menerapkannya. Seorang pelatih sebaiknya mempunyai pengalaman
sebagai guru.
Pengertian pengukuran lebih luas dari pada tes. Data yang diperoleh
dalam tes dan pengukuran adalah obyektif. Pengertian evaluasi lebih luas
daripada pengukuran. Alat yang digunakan dalam evaluasi hasilnya bersifat
obyektif maupun subyektif.
Dalam melaksanakan evaluasi lebih dahulu ditetapkan tujuannya
secara jelas, lalu berupaya memperoleh data dan atau informasi; selanjutnya
data dan informasi tersebut diolah, kemudian hasil dan kesimpulannya
dilaporkan.
Kegunaan melakukan pengukuran misalkan untuk mengetahui
kemampuan atletnya, untuk mengelompokkan, untuk mengetahui
kemajuannya, dan untuk perbaikan program. Kegunaan pengukuran selalu
terkait dengan tujuan melakukan pengukuran itu sendiri.

117
Penataran tingkat dasar

e. Kriteria Pemilihan Tes


Pengertian kriteria menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ialah
ukuran yang menjadi penilaian atau penetapan sesuatu. Untuk lebih
mudahnya, kriteria dalam hal ini diartikan syarat-syarat yang perlu dipenuhi
dalam memilih suatu tes atau alat ukur. Para ahli sepakat ada lima kriteria
utama yang harus dipenuhi dalam pengetesan atau pengukuran, yang
mencakup: 1) kesahihan (validitas), 2) keterandalan (reliabilitas), 3)
objektivitas, 4) norma, dan 5) tuntunan pelaksanaan baku.
1) Kesahihan (Validitas)
Suatu syarat yang sangat penting dalam memilih suatu tes atau alat
ukur ialah, tes atau alat ukur tersebut harus sahih (valid). Suatu tes
dikatakan sahih, apabila tes tersebut mengukur sesuai dengan
tujuannya. Misalnya, bila kita ingin mengukur kecepatan lari seseorang
atlet, maka alat ukurnya kecepatan lari 30 meter. Karena untuk lari 30
meter, faktor utama yang mempengaruhi dan berperan ialah faktor
kecepatan.
Dapat pula dikatakan, suatu alat ukur adalah sahih, apabila alat
ukur tersebut mengukur sesuai dengan unsur-unsur penting dan tepat
dari yang harus diukur. Bila kita ingin mengukur kemampuan seseorang
bermain bolavoli, haruslah dipilih atau ditentukan unsur-unsur penting
apa yang berpengaruh terhadap kemampuan bermain bolavoli. Yang
termasuk unsur-unsur penting antara lain: kemampuan fisik termasuk
daya eksplosif; kemampuan teknis: servis, mengumpan, smash,
memblok/membendung.
Juga dikatakan, suatu tes adalah sahih, apabila tes atau alat ukur
tersebut mengukur sesuai dengan tuntutan yang harus diukur. Tuntutan
dimaksudkan hal-hal penting yang harus dipenuhi. Dengan dernikian
penerapannya sama seperti unsur-unsur penting yang lalu. Karena suatu
tuntutan semestinya merupakan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi.
Misalkan tuntutan setiap orang untuk dapat hidup layak ialah pemenuhan
akan kebutuhan utama termasuk sandang, papan atau perumahan, dan
pangan atau makanan.
Cara yang dapat ditempuh dalam mencari atau menghitung
kesahihan atau validitas suatu tes, antara lain:
a) Melalui penilaian para ahli di bidangnya. Misalkan kita ingin
menyusun suatu rangkaian tes bolavoli. Lebih dahulu ditentukan
unsur-unsur penting yang rnencakup kemampuan fisik rnaupun
teknik-teknik dasar dalam berrnain bolavoli. Kemampuan fisik dan

118
Penataran tingkat dasar

teknik-teknik tersebut diukur, hasilnya dinyatakan dalam bentuk


penjumlahan/kuantita. Selanjutnya sampel atau para atlet diukur
kemampuan fisik dan teknis bermain bolavoli sesungguhnya. Para
ahli yang dipilih, yaitu para pelatih bolavoli, pakar bola voli menilai
kemampuan setiap pemain. Hasil dari setiap ahli dijumlahkan dan
merupakan kemampuan bermain bagi setiap atlet. Hasil pengukuran
kemampuan fisik dan teknis para pemain dikorelasikan dengan hasil
penilaian para ahli. Apabila hasil penghitungan statistik berkorelasi
tinggi, dikatakan tes atau alat ukur tersebut adalah sahih.
b) Hasil pengukuran atau tes yang akan disusun dikorelasikan dengan
tes yang sejenis dan yang sudah diakui kesahihan validitasnya.
Kembali kita ingin menyusun suatu rangkaian tes bolavoli seperti di
atas. Hasil pengukuran kemampuan fisik dan teknik-teknik telah
dilakukan. Berikutnya sampel atau sekelompok pemain yang di tes
tersebut di tes suatu rangkaian tes bolavoli yang sudah diakui
kesahihannya. Kemudian hasil tes yang akan disusun, dikorelasikan
dengan hasil pengukuran tes bolavoli yang sudah ada dan yang
sahih.
2) Keterandalan (Reliabilitas)
Keterandalan atau reliabilitas suatu alat ukur diartikan, sampai
berapa jauh alat ukur tersebut memperoleh hasil pengukuran secara ajeg
atau konsisten waktu pengukuran pertarna dengan pengukuran kedua.
Suatu alat ukur adalah andal/reliabel, apabila alat tersebut memperoleh
hasil pengukuran yang sama/ajeg antara pengukuran pertama dan
kedua. Pengertian ajeg atau konsisten ini tidak harus persis sama, dapat
pula lebih kurang sarna, yaitu hasil pengukurannya sedikit di atas atau di
bawahnya.
Salah satu cara yang dapat ditempuh dalam menghitung alau
mencari keterandalan (reliabilitas) alat ukur misalkan dengan teknik "tes
dan tes ulang" atau disebut "test-retest". Hasil pengukuran/tes pertama
dikorelasikan dengan tes kedua atau ulangannya. Bilamana koefisien
korelasinya tinggi, dikatakan bahwa tes tersebut andal atau terandalkan.
3) Objektivitas
Objektivitas suatu alat ukur diartikan, keajegan hasil suatu tes yang
diperoleh dari dua atau lebih pengetes atau tester. Pengertian keajegan
dalam hal ini setara dengan kata keseragaman. Jadi bila seorang atlet
melakukan lompat jauh, dan hasil lompatannya diukur oleh dua atau

119
Penataran tingkat dasar

lebih tester dan hasil pengukurannya ada keseragaman antara tester


satu dan lainnya, maka hasil pengukuran itu dikatakan objektif.
Baik reliabilitas maupun objektivitas pada prinsipnya mempunyai
pengertian adanya keajegan atau keseragaman hasil pengukuran.
Perbedaannya, untuk realibilitas keseragaman hasil diperoleh bila
pengukuran dilakukan oleh atlet yang sarna, pelatih yang sama, dengan
waktu pengukuran yang lain. Sedangkan objektivitas diperoleh, bila
pengukuran hasilnya seragam, dilakukan pada atlet-atlet yang sama,
waktu pengukuran yang sama, tetapi diukur oleh pelatih yang berlainan.
4) Norma
Norma ialah petunjuk atau pedoman dimana hasil suatu
pengukuran dibandingkan. Dengan adanya norma, maka seorang atlet
yang melakukan tes, hasilnya dapat diketahui berdasarkan norma yang
berlaku. Dan atlet tersebut dapat dinyatakan apakah dia termasuk
golongan yang sangat baik, baik, atau kurang. Suatu norma umumnya
digolongkan menjadi lima tingkat: ialah tingkatan sangat baik, baik,
sedang, kurang, dan sangat kurang. Untuk menyusun suatu norrna harus
mengikuti ketentuan yang berlaku dan berdasarkan sampel tertentu.
Misalkan norma yang berlaku untuk atlet wanita, yunior, tingkat propinsi.
5) Tuntunan pelaksanaan baku
Dalam setiap tes atau alat ukur harus ada tuntunan yang baku
tentang bagaimana tes itu harus dilakukan. Tuntunan atau petunjuk
tcrsebut berlaku bagi atlet yang di tes maupun pelatih yang mengetes.
Untuk tes lari cepat 40 meter, tuntunan yang harus ada misalkan: start
berdiri, setelah ada aba-aba "siaap-ya" atlet lari secepat-cepatnya,
menempuh jarak 40 meter dan melewati garis finis. Kecepatan lari
dihitung sejak dari aba- aba "ya" sampai atlet melewati garis finis; dan
dicatat sampai dengan perseratus detik, misalnya.
Dari lima kriteria utama tersebut di atas yang paling utama ialah
validitas. Selain itu kriteria tambahan atau persyaratan lain yang perlu
clipertimbangkan ialah faktor ekonomis. Baik ekonomis ditinjau dari segi
biaya, tenaga, peralatan yang diperlukan, lama waktu pengetesan juga
kemanfaatan atau kegunaan alat ukur.

Pelatih dalam memilih suatu tes sebagai alat ukur harus


memperhatikan sekurang-kurangnya tiga hal dan memenuhi tiga
kriteria/persyaratan. Pertama, alat ukur/tes itu harus valid/sahih, yaitu
rnengukur sesuai dengan tujuan yang ingin diukur. Tujuan yang harus diukur

120
Penataran tingkat dasar

mengandung arti, bahwa tes itu harus mengukur unsur-unsur penting bagi
cabang olahraga yang terkait. Kriteria kedua, tes itu harus reliabel atau
akurat. Kriteria ini berarti adanya keseragaman atau akurasi antara hasil
pengukuran pertama dengan hasil pengukuran ulangannya atau kedua.
Dengan catatan kondisi sewaktu pengetesan pertama dan sewaktu tes
kedua dalam keadaan lebih kurang sama. Kriteria ketiga ialah, tuntunan
pelaksanaan yang baku. Tuntunan yang baku ini berlaku bagi atet yang di
tes (testi) maupun bagi pelatih atau orang yang mengetes (tester).

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Performa Atlet


Dalam pelatihan faktor-faktor yang mempengaruhi performa atlet ialah
faktor fisik, teknik, taktik, dan psiko!ogis. Faktor-faktor ini sangat berkait satu
dengan lainnya. Persiapan yang matang dalam hal tersebut akan banyak
berperan dalam keberhasilan. Dalam uraian ini hanya akan dibahas persiapan
fisik.
Aspek fisik paling utama harus ditekankan/disiapkan bagi setiap atlet.
Karena hanya kondisi fisik yang prima yang memungkinkan atlet dapat berlatih
dengan intensif dan dapat mencapai prestasi tinggi. Tujuan dari latihan kondisi
fisik ialah untuk meningkatkan potensi fungsional dan mengembangkan
kemampuan motorik atlet setinggi-tingginya dalam standar tinggi.
Dalam persiapan fisik ada dua aspek yang harus dipenuhi. Pertama tahap
yang dinamakan Persiapan Fisik Umum (PFU) dan kedua tahap Persiapan
Fisik Khusus (PFK). Kalau dalam istilah asingnya disebut General Physical
Preparation (GPP) dan Specific Physical Preparation (SPP).
a) Persiapan Fisik Umum (PFU)
Tujuan utama PFU tanpa mengingat kekhususan cabang olahraga
ialah untuk meningkatkan kemampuan kerja organ-organ tubuh (kerja otot,
jantung, paru-paru, pernafasan, pencernaan dll). Makin tinggi kemampuan
kerja organ-organ tubuh, makin mudah menyesuaikan dan meningkatkan
tuntutan kebutuhan latihan fisik dan psikologik. Demikian pula, makin luas
dan kuat PFU makin tinggi tingkat kemampuan motorik/ geraknya. Bagi
anak muda atau atlet harapan PFU berlaku untuk semua cabang olahraga
tanpa mengingat/memperhatikan kekhususan cabang olahraganya.
Sedangkan bagi atlet top (elit atlet) latihannya harus disesuaikan dengan
kekhususan dan kebutuhan cabang olahraganya dan sesuai pula dengan
kebutuhan individu. PFU ini disamakan dengan Persiapan Kesegaran
Jasmani (PKJ).

121
Penataran tingkat dasar

b) Persiapan Fisik Khusus (PFK)


Persiapan Fisik Khusus/atau disebut Specific Physical Preparation
(SPP) dibina setelah dikembangkannya PFU. Tujuan utamanya ialah
melanjutkan pengembangan fisik atlet yang bersifat. fisiologis dan
metodologis. Atlet yang PFU-nya sudah mapan akan lebih mudah untuk
menaikkan taraf fungsionalnya yang lebih tinggi. Dengan kata lain, seorang
atlet yang memiliki daya tahan khusus tinggi, sudah harus memiliki daya
tahan umum sebelumnya/sebagai dasanya. Karena itu untuk mencapai
pengembangan fungsional khusus pelatih harus menekankan latihan-
latihannya mengarah atau berkait kepada teknik, taktik cabang olahraga
dan keistimewaan kebutuhan aspek psikologisnya. Pelatih harus
memperhatikan betul-betul; untuk mengembangkan atlet muda atau pemula
latihan-latihan yang berat bebannya (a heavy load exercises) dapat
menimbulkan cedera dikarenakan tulang-tuiang dan ligamenta-ligamenta
(artingan-jaringan ikat) belum kuat betul-betul, olah sebab itu latihan yang
bertujuan pengembangan secara umum harus disesuaikan dengan
pertumbuhan dan perkembangan atlet.
3. Pengertian Kesegaran Jasmani (Fitnes)
Kesegaran jasmani sebenarnya merupakan satu aspek saja dari
kesegaran total. Karena kesegaran total mencakup selain kesegaran jasmani
juga kesegaran mental, kesegaran sosial, dan kesegaran emosional. lstilah
kesegaran jasmani ada pula yang menamakan dengan kesemaptaan jasmani.
Dua istilah ini mempunyai pengertian sama. Pengertian kesegaran jasmani
ialah taraf kemampuan dan ketahanan kerja seseorang dalam melakukan suatu
tugas dalam waktu relatif lama tanpa menimbulkan kelelahan yang berarti.
Taraf kesegaran jasmani yang diperlukan bagi seseorang lain dengan
kesegaran jasmani bagi sesorang yang bekerja di sawah (seorang petani).
Taraf kesegaran jasmani yang diperlukan bagi atlet muda lebih rendah
dibanding dengan kebutuhan kesegaran jasmani bagi atlet elit. Dengan
demikian kesegaran jasmani selalu dikaitkan segar untuk tugas apa?
a. Unsur-unsur kesegaran jasmani
Menurut Larson dan Yocom unsur-unsur penting kesegaran jasmani ialah:
1) Kekebalan terhadap penyakit
Hal ini berkaitan dengan aspek medik, dan merupakan faktor
penting untuk kesegaran jasmani. Karena sempurnanya kesegaran
jasmani berarti kebal terhadap semua penyakit keturunan maupun
terjangkitnya penyakit. Kekebalan terhadap penyakit terutama
ditentukan oleh faktor keturunan, di samping karena pengaruh

122
Penataran tingkat dasar

makanan, istirahat, kebersihan, aktivitas fisik, rekreasi, pakaian.


Pemeriksaan medik penting sekali bagi setiap atlet, lebih-lebih atlet
yang mengikuti pertandingan atau kompetisi. Pemeriksaan medik bagi
olahragawan yang sekedar untuk rekreasi tidak selengkap dibanding
elit atlet yang harus berlatih lebih berat.
2) Kemampuan biomotor seperti kecepatan, dayatahan kardiovaskuler,
daya tahan otot, kekuatan, kelincahan, keseimbangan, ketepatan,
koordinasi dan fleksibilitas. Definisi dan pengembangan kemampuan
biomotor tersebut telah dibahas pada modul tersendiri tentang
Pengembangan Kondisi Fisik.
b. Butir-butir tes kesegaran jasmani

No. Komponen Kesegaran Jasmani Butir-butir tes

1. Dayatahan terhadap penyakit Pemeriksaan kesehatan

Ginning Dipping Sit-up


Berbaring/angkat kaki
2. Kekuatan dan daya tahan otot
Push-up
Meremas tangan kanan dan kiri

a. Lari 1.600 meter


Daya tahan kardio respiratori/ b. Lari 2,4 km
3.
Kardiovarkuler c. Lari 15 MenitBalke
d. Tes Bleep
a. Lari 30 meter
4. Kecepatan
b. Lari 40 meter

a. Vertical-jam
5. Power atau Kekuatan eksplosif b. Lompat jauh tanpa awalan
c. Lompat jauh
a. Lari bolak-balik
6. Kelincahan b. Lari zig-zag
c. Tes Boomerana
a. Togok fleksi kedepan
7. Fleksibilitas
b. Togok fleksi kebelakang
a. Menendang bola melambung
8. Koordinasi b. Smash bolavoli
c. Lempar-tangkap bola
a. Jalan di balok keseimbangan
9. Keseimbangan
b. Berdiri satu kaki mata terbuka/tertutup

123
Penataran tingkat dasar

a. Memanah
10. Ketepatan I Akurasi b. Menembak
c. Shot bolabasket

Tabel 7. Tes untuk Kesegaran Jasmani


E. Penugasan
1. Mengapa seorang pelatih perlu memiliki pengertian dan kemampuan
melakukan pengukuran cabang olahraga yang digeluti oleh atletnya?
2. Bagaimana pendapat kelompok, bahwa pelatih sebaiknya juga guru atau
mempunyai pengalaman sebagai guru?
3. Mengapa pelatih perlu meningkatkan motivasi kepada atlet binaannya? Dan
upaya-upaya apa yang dapat dilakukan dalam hal tersebut?
4. Coba tentukan unsur-unsur penting yang terdapat dalam cabang olahraga
pilihan anda.
5. Dari unsur-unsur penting tersebut, unsur atau unsur-unsur mana yang
sekiranya ada keajegan hasil pengukuran atau mempunyai tingkat
akurasi/reliabilitas tinggi.
6. Pilih salah satu butir tes cabang olahraga Anda dan buatlah tuntunan
pelaksanaannya sehingga merupakan petunjuk bagi testi maupun tester.
7. Mengapa kemampuan fisik mendasari keberhasilan atlet dalam
persiapan teknik dan taktik?
8. Unsur-unsur atau komponen-komponen kesegaran apa yang banyak
menunjang keberhasilan atlet dalam cabang olabraga Anda?
9. Kemampuan fisik khusus apa saja yang sekiranya banyak menunjang
keberhasilan atlet cabang olahraga Anda?

F. Evaluasi

NO SOAL Y T
Pengertian tes adalah suatu teknik pengukuran dan evaluasi
1. v
untuk mendapatkan informasi tentang kondisi atlet.
Pengukuran adalah alat untuk menilai capaian yang berkaitan
2. v
dengan tujuan yang ingin dicapai
Membandingkan hasil tes dari beberapa atlet merupakan
3. v
kegiatan evaluasi
Salah satu prinsip evaluasi adalah melakukan tes secara
4. v
periodik.

124
Penataran tingkat dasar

NO SOAL Y T
Hasil data tes dan pengukuran tidak dapat digunakan sebagai
5. v
evaluasi program latihan.
Kriteria dalam evaluasi adalah kesahihan (validitas),
6. keterandalan (reliabilitas), objektivitas, norma, dan tuntunan v
pelaksanaan baku.
Pengulangan tes yang dilakukan dengan hasil yang sama
7. menunjukan bahwa instrument yang digunakan mempunyai v
tingkat validitas yang tinggi.
Reliabilitas adalah ketika melakukan pengukuran kecepatan
8. v
dengan lari 30 meter.
Norma adalah pedoman dimana hasil suatu pengukuran
9. v
dibandingkan dengan standar tertentu.
Untuk mengetahui dayaledak/power otot tungkai dapat
10. v
dilakukan dengan tes Leg dynamometer.

---------------o0o---------------

125

You might also like