Professional Documents
Culture Documents
oleh :
Muhammad Kautsar
14712080
Pembimbing:
dr. Endra Dwi Cahyana, Sp.PD
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
2016
Identitas Pasien
Nama : Tn. P
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 75 tahun
Alamat : Giripurwo 01/11 Wonogiri
Pekerjaan : Pensiunan PNS (Perawat)
Anamnesis
Anamnesis diberikan oleh pasien (autoanamnesis)
Keluhan Utama:
Lemas
Kebiasaan:
- Pasien sering mengkonsumsi obat-obatan anti nyeri seperti asam mefenamat dan natrium
diclofenak untuk meredakan nyeri punggung.
- Pasien tidak memiliki kebiaaan merokok maupun minum-minuman beralkohol
Pemeriksaan Fisik
Tanda vital:
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Frekuensi nadi : 88 kali/menit
Frekuensi nafas : 20 kali/menit
Suhu : 36,5oC
Keadaan umum:
Kesadaran : Sedang, Compos mentis
Tinggi badan : 162 cm
Berat badan : 55 kg
IMT : 28,06
Status gizi : overweight
Kepala:
Mata : konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (+/+)
Mulut : sianosis (-), faring hiperemis (-)
Leher: pembesaran limfonodi (-/-), JVP (5+4) cm H2O
Pemeriksaan Penunjang
Hasil Darah Rutin
Hemoglobin : 6,8 g/dL
Leukosit : 12,5 x 103 / mm3
Trombosit : 260 x 103 / mm3
Hematokrit : 19,0 %
Kasil Kimia Darah
GDS : 109 mg/dL
Ureum : 53 mg/dL
Kreatinin : 0,99 mg/dL
SGOT : 117 U/L
SGPT : 94 U/L
Diagnosis
Anemia berat
Melena, Hematemesis, Dyspepsia, Vomitus dd - ulkus gaster
- ulkus duonenum
- varises esofagus
Ikterik dd airoaia hepar
Penatalaksanaan
- Rawat inap
- Transfusi PRC 2 colf
- IVFD Ringer asetat 20 tpm
- Injeksi Ceftriaxon 1 g / 12 jam
- Injeksi Asam Tranexamat 500 mg / 12 jam
- Injeksi Ranitidin 50 mg / 12 jam
- Injeksi Omeprazole 40 mg / 12 jam
- Syrup Sukralfat 3 x 2 cth
- Tablet Curcuma 2 x 1 tablet
Plan:
- Esofagogastroduodenoskopi + pemeriksaan cairan lambung
- USG Abdomen
- Kimia darah (HbsAg, albumin dan globulin)
Prognosis
Ad vitam: dubia et bonam
Ad functionam: dubia ad malam
PEMBAHASAN
I. Sirosis Hepatis
A. Definisi
Sirosis didefinisikan sebagai proses difus yang di karakteristikan oleh fibrosis dan
perubahan struktur hepar normal menjadi penuh nodule yang tidak normal. Sirosis hati
adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya pembentukan
jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan
nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Pada
sirosis dini biasanya hati membesar, teraba kenyal, tepi tumpul, dan terasa nyeri bila
ditekan.
Sirosis hepatis dapat terdiri atas sirosis hepatis ringan hingga parah. Sirosis
hepatis ringan dapat memperbaiki fungsi hati dengan sendirinya, sehingga hati dapat
bekerja secara normal kembali. Sedangkan pada sirosis hepatis parah, jaringan parut
yang terlalu banyak telah membuat fungsi hati tidak dapat berfungsi dengan normal.
Beberapa penyebab sirosis hepatis adalah virus, obat-obatan tertentu, ataupun penyakit
autoimun hati. Cara penyembuhan terbaik bagi sirosis hepatis adalah dengan
melakukan pencangkokan hati.
B. Klasifikasi
Alkoholisme dan malnutrisi adalah dua faktor pencetus utama untuk sirosis
Laennec. Sisrosis pascanekrotik akibat hepatotoksin adalah sirosis yang paling sering
dijumpai. Ada tiga jenis sirosis hati, yaitu:
1. Sirosis portal Laennec disebabkan oleh alkoholisme dan malnutrisi. Pada tahap
awal sirosis ini, hepar membesar dan mengeras. Namun, pada tahap akhir, hepar
mengecil dan nodular. Pada sirosis tipe ini yang paling sering ditemukan di
negara Barat.
2. Sirosis poscanekrotik. Terjadi nekrosis yang berat pada sirosis ini karena
hepatotoksin biasanya berasal dar hepatitis virus akut yang sebelumnya terjadi.
Hepar mengecil dengan banyak nodul dan jaringan fibrosa.
3. Sirosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati di sekitar
saluran empedu. Tipe ini biasanya terjadi akibat obstruksi empedu yang kronis
dan infeksi (kolangitis), insidensnya lebih rendah dari pada insidens sirosis
Laennec dan sirosis poscanekrotik.
C. Patofisiologi
Meskipun ada beberapa faktor yang terlibat dalam etiologi sirosis, mengonsumsi
minuman beralkohol dianggap sebagai faktor penyebab yang utama. Selain pada
peminum alkohol, penurunan asupan protein juga dapat menimbulkan kerusakan pada
hati. Namun demikian, sirosis juga pernah terjadi pada individu yang tidak memiliki
kebiasaan minum dan pada individu yang dietnya normal tapi dengan konsumsi alkohol
yang tinggi.
Faktor lainnya termasuk pajanan zat kimia tertentu (karbon tetraklorida, naftalen,
terklorinasi, arsen atau fosfor) atau infeksi skistosomiastis yang menular. Jumlah laki-
laki penderita sirosis adalah dua kali lebih banyak dari pada wanita, dan mayoritas
pasien sirosis berusia 40 hingga 60 tahun.
Sirosis Laennec merupakan penyakit yang ditandai oleh episode nekrosis yang
melibatkan sel-sel hati dan kadang-kadang berulang di sepanjang perjalanan penyakit
tersebut. Sel-sel hati yang dihancurkan itu secara berangsur-angsur digantikan oleh
jaringan parut, akhirnya jumlah jaringan parut melampaui jumlah jaringan hati yang
masih berfungsi. Jaringan-jaringan normal yang masih tersisa dan jaringan hati hasil
regenerasi dapat menonjol dari bagian-bagian yang berkonstriksi sehingga hati yang
sirotik memperlihatkan gambaran mirip paku sol sepatu berkelapa besar dalam (hobnail
appearance) yang khas. Sirosis Hepatis biasanya memiliki awitan yang insidius dan
perjalanan penyakit yang sangat panjang sehingga kadang-kadang melewati rentang
waktu 30 tahun atau lebih.
Sirosis Pasca Nekrotik (Hepatitis dari Virus tipe B dan C). Infeksi hepatitis virus
tipe B dan C menimbulkan peradangan sel hati. Peradangan ini menyebabkan nekrosis
meliputi daerah yang luas (hepatoseluler), terjadi kolaps lobulus ati dan ini memacu
timbulnya jaringan parut disertai terbentuknya septa fibrosa difus dan nodu sel hati,
walaupun etiologinya berbeda, gambaran histologi sirosis hati sama atau hampir sama,
septa bisa dibentuk dari sel reikulum penyangga yang kolaps dan berubah jadi parut.
Jaringan parut ini dapat meghubungkan daerah porta dan sentra.
Sirosis Billier (Obstruksi Billiaris Pascahepatik). Kerusakan sel hati yang dimulai
sekitar duktus biliaris akan menimbulkan pola sirosis yang dikenal sebagai sirosis
biliaris. Penyebabnya oleh karena obstruksi biliaris pascahepatik. Terjadi stasis empedu
menyebabkan penumpukan empedu di dalam massa hati dan kerusakan sel-sel hati.
Hati akan membesar keras, bergranula halus. Ikterus merupakan bagian awal dari dan
utama dari sindrom ini.
E. Komplikasi
Pada sirosis hepatis terdapat beberapa komplikas yang akan dialami oleh si
penderita, diantaranya yaitu:
1. Edema dan ascites
Karena efek gaya berat ketika berdiri atau duduk, maka kelebihan garam dan air
berakumulasi dalam jaringan dibawah kulit pergelangan kaki dan kaki. Akumulasi
cairan ini disebut edema atau pitting edema (pitting edema merujuk pada fakta bahwa
menekan sebuah ujung jari dengan kuat pada suatu pergelangan atau kaki yang
mengalami edema akan menyebabkan suatu lekukan pada kulit yang berlangsung untuk
beberapa waktu setelah pelepasan dari tekanan). Ketika sirosis memburuk dan lebih
banyak garam dan air yang tertahan, cairan juga mungkin berakumulasi dalam rongga
perut antara dinding perut dan organ-organ perut. Akumulasi cairan ini
disebut ascites yang menyebabkan pembengkakkan perut, ketidaknyamanan perut, dan
berat badan yang meningkat.
4. Hepatic encephalopathy
Adalah suatu keadaan dimana unsure-unsur racun berakumulasi secara cukup
dalam darah sehingga fungsi dari otak menjadi terganggu. Tidur pada siang hari
daripada pada malam hari (berbanding terbalik dengan pola tidur yang normal)
merupakan gejala yang paling dini dari hepatic encephalopathy. Gejala-gejala lainnya
adalah cepat marah, ketidakmampuan untuk berkonsentrasi atau melakukan
perhitungan, kehilangan memori, kebingungan atau tingkat kesadaran yang tertekan
(dapat mengakibatkan keparahan pada penyakit ini bahkan dapat menimbulkan
kematian).
5. Hepatorenal syndrome
Adalah suatu komplikasi yang serius dimana fungsi dari ginjal-ginjal berkurang.
Fungsi yang berkurang disebabkan oleh perubahan-perubahan cara darah mengalir
melalui ginjal. Hepatorenal syndrome didefinisikan sebagai kegagalan yang progresif
dari ginjal-ginjal untuk membersihkan unsur-unsur dari darah dan menghasilkan
jumlah-jumlah urine yang memadai. Ada dua tipe dari hepatorenal syndrome, yaitu
yang terjadi secara berangsur-angsur melalui waktu berbulan-bulan dan yang terjadi
secara cepat melalui waktu dari satu atau dua minggu.
6. Hepatopulmonary syndrome
Pasien dapat mengalami kesulitan bernapas karena hormon-hormon tertentu yang
dilepas pada sirosis telah berlanjut dan menyebabkan paru-paru berfungsi secara
abnormal. Darah yang mengalir melalui paru-paru dilangsir sekitar alveoli dan tidak
dapat mengambil cukup oksigen dari udara didalam alveoli. Akibatnya pasien
mengalami sesak napas, terutama dengan pengerahan tenaga.
7. Hypersplenism
Adalah istilah yang berhubungan dengan suatu jumlah sel darah merah yang
rendah (anemia), jumlah sel darah putih yang rendah (leucopenia), dan/atau suatu
jumlah platelet yang rendah (thrombocytopenia). Anemia dapat menyebabkan
kelemahan, leucopenia dapat menjurus pada infeksi-infeksi, dan thrombocytopenia
dapat mengganggu pembekuan darah dan berakibat pada perdarahan yang
berkepanjangan (lama).
F. Diagnosis
Diagnosis penyakit Sirosis Hepatis ditegakkan dengan kriteria soebandiri: bila
terjadi 5 dari 7:
1. Spider nevi
2. Venectasi/vena kolateral
3. Ascites (dengan atau tanpa edema kaki)
4. Splenomegali
5. Varises oesophagus (hematemesis melena)
6. Ratio albumin: globulin terbalik
7. Palmar eritem
G. Penatalaksanaan
Tatalaksana sirosis kompensata adalah:
1. Alkohol dan bahan-bahan hepatotoksik dihentikan
2. Hepatitis B: IFN alfa SC 3 MIU 3 kali seminggu selama 6 bulan,
3. Lamivudin
4. Hepatitis C kronik: IFN + Ribavirin
A. Definisi
Ulkus peptikum terjadi pada mukosa gastroduodenal karena jaringan ini tidak
dapat menahan kerja asam lambung pencernaan(asam hidrochlorida dan pepsin). Erosi
yang terjadi berkaitan dengan peningkatan konsentrasi dan kerja asam peptin, atau
berkenaan dengan penurunan pertahanan normal dari mukosa. Mukosa yang rusak tidak
dapat mensekresi mukus yang cukup bertindak sebagai barier terhadap asam klorida.
1. Fase sefalik, fase pertama ini dimulai dengan rangsangan seperti pandangan, bau
atau rasa makanan yang bekerja pada reseptor kortikal serebral yang pada
gilirannya merangsang saraf vagal. Intinya, makanan yang tidak menimbulkan
nafsu makan menimbulkan sedikit efek pada sekresi lambung. Inilah yang
menyebabkan makanan sering secara konvensional diberikan pada pasien dengan
ulkus peptikum. Saat ini banyak ahli gastroenterology menyetujui bahwa diet
saring mempunyai efek signifikan pada keasaman lambung atau penyembuhan
ulkus. Namun, aktivitas vagal berlebihan selama malam hari saat lambung kosong
adalah iritan yang signifikan.
2. Fase lambung, pada fase ini asam lambung dilepaskan sebagai akibat dari
rangsangan kimiawi dan mekanis terhadap reseptor dibanding lambung. Refleks
vagal menyebabkan sekresi asam sebagai respon terhadap distensi lambung oleh
makanan.
D. Manifestasi Klinis
Gejala-gejala ulkus dapat hilang selama beberapa hari, minggu, atau beberapa
bulan dan bahkan dapat hilang hanya sampai terlihat kembali, sering tanpa penyebab
yang dapat diidentifikasi. Banyak individu mengalami gejala ulkus, dan 20-30%
mengalami perforasi atau hemoragi yang tanpa adanya manifestasi yang mendahului.
Nyeri : biasanya pasien dengan ulkus mengeluh nyeri tumpul, seperti tertusuk atau
sensasi terbakar di epigastrium tengah atau di punggung. Hal ini diyakini bahwa nyeri
terjadi bila kandungan asam lambung dan duodenum meningkat menimbulkan erosi
dan merangsang ujung saraf yang terpajan. Teori lain menunjukkan bahwa kontak lesi
dengan asam merangsang mekanisme refleks local yang mamulai kontraksi otot halus
sekitarnya. Nyeri biasanya hilang dengan makan, karena makan menetralisasi asam
atau dengan menggunakan alkali, namun bila lambung telah kosong atau alkali tidak
digunakan nyeri kembali timbul. Nyeri tekan lokal yang tajam dapat dihilangkan
dengan memberikan tekanan lembut pada epigastrium atau sedikit di sebelah kanan
garis tengah. Beberapa gejala menurun dengan memberikan tekanan local pada
epigastrium.
Pirosis (nyeri ulu hati) : beberapa pasien mengalami sensasi luka bakar pada
esophagus dan lambung, yang naik ke mulut, kadang-kadang disertai eruktasi asam.
Eruktasi atau sendawa umum terjadi bila lambung pasien kosong.
Muntah : meskipun jarang pada ulkus duodenal tak terkomplikasi, muntah dapat
menjadi gejala ulkus peptikum. Hal ini dihubungkan dengan pembentukan jaringan
parut atau pembengkakan akut dari membran mukosa yang mengalami inflamasi di
sekitarnya pada ulkus akut. Muntah dapat terjadi atau tanpa didahului oleh mual,
biasanya setelah nyeri berat yang dihilangkan dengan ejeksi kandungan asam lambung.
Konstipasi dan perdarahan : konstipasi dapat terjadi pada pasien ulkus,
kemungkinan sebagai akibat dari diet dan obat-obatan. Pasien dapat juga datang dengan
perdarahan gastrointestinal sebagian kecil pasien yang mengalami akibat ulkus akut
sebelumnya tidak mengalami keluhan, tetapi mereka menunjukkan gejala setelahnya.
E. Evaluasi Diagnostik
Pemeriksaan fisik dapat menunjukkan adanya nyeri, nyeri tekan epigastrik atau
distensi abdominal. Bising usus mungkin tidak ada. Pemeriksaan dengan barium
terhadap saluran GI atas dapat menunjukkan adanya ulkus, namun endoskopi adalah
prosedur diagnostic pilihan. Endoskopi GI atas digunakan untuk mengidentifikasi
perubahan inflamasi, ulkus dan lesi. Melalui endoskopi mukosa dapat secara langsung
dilihat dan biopsy didapatkan. Endoskopi telah diketahui dapat mendeteksi beberapa
lesi yang tidak terlihat melalui pemeriksaan sinar X karena ukuran atau lokasinya.
Feces dapat diambil setiap hari sampai laporan laboratorium adalah negatif terhadap
darah samar. Pemeriksaan sekretori lambung merupakan nilai yang menentukan dalam
mendiagnosis aklorhidria(tidak terdapat asam hdroklorida dalam getah lambung) dan
sindrom zollinger-ellison. Nyeri yang hilang dengan makanan atau antasida, dan tidak
adanya nyeri yang timbul juga mengidentifikasikan adanya ulkus. Adanya H. Pylory
dapat ditentukan dengan biopsy dan histology melalui kultur, meskipun hal ini
merupakan tes laboratorium khusus. Ada juga tes pernafasan yang mendeteksi H.
Pylori, serta tes serologis terhadap antibody pada antigen H. Pylori.
F. Penatalaksanaan