You are on page 1of 15

MANAJEMEN KASUS

Sirosis Hepar dan Ulkus Peptikum

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Dalam Mengikuti


Program Pendidikan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Dalam
Di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso
Wonogiri

oleh :

Muhammad Kautsar
14712080

Pembimbing:
dr. Endra Dwi Cahyana, Sp.PD

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
2016
Identitas Pasien
Nama : Tn. P
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 75 tahun
Alamat : Giripurwo 01/11 Wonogiri
Pekerjaan : Pensiunan PNS (Perawat)

Anamnesis
Anamnesis diberikan oleh pasien (autoanamnesis)

Keluhan Utama:
Lemas

Riwayat Penyakit Sekarang:


Pasien merasakan lemas sejak 1 hari SMRS disertai dengan keluhan BAB hitam. BAB
hitam sudah dialami pasien sejak 2 hari yang lalu dengan frekuensi 2-3x dalam sehari. BAB
hitam tidak disertai darah segar maupun rasa perih atas panas pada dubur.
Pasien juga mengeluhkan nyeri perut seperti diiris-iris dan mual sejak 2 hari yang lalu.
Nyeri perut dan mual dirasakan kambuh-kambuhan. Nyeri perut timbul jika pasien terlambat
makan atau sesaat setelah pasien makan dan kemudian nyeri perut akan berkurang. Pasien
juga kadang mengluhkan perut terasa sebah disertai sendawa mual. Siang hari sebelum
dibawa ke rumah sakit pasien sempat muntah 1 kali disertai dengan bercak jendalan darah
berwarna merah gelap. Pasien juga mengluhkan nafsu makannya menurun. Tidak didapatkan
keluhan sulit menelan maupun nyeri telan pada pasien..
Sebulan yang lalu pasien sempat rawat inap di rumah sakit selama 1 minggu karena
BAB berwarna hitam dan lemas. Setelah diberikan pengobatkan dan transfusi darah sebanyak
2 kantong keluhan pasien membaik dan dipulangkan. BAB pasien sempat normal selama 2
minggu sebelum akhirnya BAB menjadi hitam kembali.

Riwayat Penyakit Dahulu:


- Pasien memiliki riwayat terjatuh dan menyebabkan nyeri punggung sejak 5 tahun yang
lalu dan sejak saat itu pasien sering mengkonsumsi obat-obatan anti nyeri.
- Riwayat hipertensi, DM, kolestrol tinggi maupun batuk lama atau TB paru disangkal
- Riwayat gangguan hepar tidak diketahui.
Riwayat Penyakit Keluarga:
- Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan serupa
- Riwayat keganakan maupun TB paru pada keluarga disangkal

Kebiasaan:
- Pasien sering mengkonsumsi obat-obatan anti nyeri seperti asam mefenamat dan natrium
diclofenak untuk meredakan nyeri punggung.
- Pasien tidak memiliki kebiaaan merokok maupun minum-minuman beralkohol

Pemeriksaan Fisik
Tanda vital:
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Frekuensi nadi : 88 kali/menit
Frekuensi nafas : 20 kali/menit
Suhu : 36,5oC
Keadaan umum:
Kesadaran : Sedang, Compos mentis
Tinggi badan : 162 cm
Berat badan : 55 kg
IMT : 28,06
Status gizi : overweight
Kepala:
Mata : konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (+/+)
Mulut : sianosis (-), faring hiperemis (-)
Leher: pembesaran limfonodi (-/-), JVP (5+4) cm H2O

Thoraks : Bentuk thoraks normochest


Jantung : Inspeksi : iktus kordis tampak
Palpasi : iktus kordis teraba di SIC V linea midclavicularis sinistra
Perkusi : batas kanan jantung SIC IV linea sternalis dekstra
batas atas jantung SIC III linea sternalis sinistra
Pinggang jantung SIC III linea paraternalis sinistra
batas kiri jantung SIC V line midclavicularis sinistra
Auskultasi : S1-S2 reguler, bising jantung (-)

Paru : Inspeksi : gerakan dada kanan kiri simetris


Palpasi : nyeri tekan (-), krepitasi (-)
Perkusi : sonor pada seluruh lapang paru
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), ronkhi basah basal (+/+)
Abdomen:
Inpeksi : dinding perut sejajar dinding dada
Auskultasi : peristaltik (+) 14 kali/menit
Perkusi : timpani 4 kuadran, hepatomegali (+), splenomegali (-), ascites (+),
Palpasi : supel, distensi (-), nyeri tekan (+) epigastrium
Ekstremitas : pucat (+), ikterik (+), edema pitting (-/-), CRT < 2 detik

Pemeriksaan Penunjang
Hasil Darah Rutin
Hemoglobin : 6,8 g/dL
Leukosit : 12,5 x 103 / mm3
Trombosit : 260 x 103 / mm3
Hematokrit : 19,0 %
Kasil Kimia Darah
GDS : 109 mg/dL
Ureum : 53 mg/dL
Kreatinin : 0,99 mg/dL
SGOT : 117 U/L
SGPT : 94 U/L

EKG : Sinus ritme

Diagnosis
Anemia berat
Melena, Hematemesis, Dyspepsia, Vomitus dd - ulkus gaster
- ulkus duonenum
- varises esofagus
Ikterik dd airoaia hepar

Penatalaksanaan
- Rawat inap
- Transfusi PRC 2 colf
- IVFD Ringer asetat 20 tpm
- Injeksi Ceftriaxon 1 g / 12 jam
- Injeksi Asam Tranexamat 500 mg / 12 jam
- Injeksi Ranitidin 50 mg / 12 jam
- Injeksi Omeprazole 40 mg / 12 jam
- Syrup Sukralfat 3 x 2 cth
- Tablet Curcuma 2 x 1 tablet

Plan:
- Esofagogastroduodenoskopi + pemeriksaan cairan lambung
- USG Abdomen
- Kimia darah (HbsAg, albumin dan globulin)

Prognosis
Ad vitam: dubia et bonam
Ad functionam: dubia ad malam
PEMBAHASAN

I. Sirosis Hepatis
A. Definisi
Sirosis didefinisikan sebagai proses difus yang di karakteristikan oleh fibrosis dan
perubahan struktur hepar normal menjadi penuh nodule yang tidak normal. Sirosis hati
adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya pembentukan
jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan
nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Pada
sirosis dini biasanya hati membesar, teraba kenyal, tepi tumpul, dan terasa nyeri bila
ditekan.
Sirosis hepatis dapat terdiri atas sirosis hepatis ringan hingga parah. Sirosis
hepatis ringan dapat memperbaiki fungsi hati dengan sendirinya, sehingga hati dapat
bekerja secara normal kembali. Sedangkan pada sirosis hepatis parah, jaringan parut
yang terlalu banyak telah membuat fungsi hati tidak dapat berfungsi dengan normal.
Beberapa penyebab sirosis hepatis adalah virus, obat-obatan tertentu, ataupun penyakit
autoimun hati. Cara penyembuhan terbaik bagi sirosis hepatis adalah dengan
melakukan pencangkokan hati.

B. Klasifikasi
Alkoholisme dan malnutrisi adalah dua faktor pencetus utama untuk sirosis
Laennec. Sisrosis pascanekrotik akibat hepatotoksin adalah sirosis yang paling sering
dijumpai. Ada tiga jenis sirosis hati, yaitu:
1. Sirosis portal Laennec disebabkan oleh alkoholisme dan malnutrisi. Pada tahap
awal sirosis ini, hepar membesar dan mengeras. Namun, pada tahap akhir, hepar
mengecil dan nodular. Pada sirosis tipe ini yang paling sering ditemukan di
negara Barat.
2. Sirosis poscanekrotik. Terjadi nekrosis yang berat pada sirosis ini karena
hepatotoksin biasanya berasal dar hepatitis virus akut yang sebelumnya terjadi.
Hepar mengecil dengan banyak nodul dan jaringan fibrosa.
3. Sirosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati di sekitar
saluran empedu. Tipe ini biasanya terjadi akibat obstruksi empedu yang kronis
dan infeksi (kolangitis), insidensnya lebih rendah dari pada insidens sirosis
Laennec dan sirosis poscanekrotik.

Seacara klinis sirosis hati dibagi menjadi:


1. Sirosis hati kompensata, yang berarti belum adanya gejala klinis yang nyata.
2. Sirosis hati dekompensata yang ditandai gejala-gejala dan tanda klinik yang
jelas. Sirosis hati kompensata merupakan kelanjutan dari proses hepatitis kronik
dan pada satu tingkat tidak terlihat perbedaanya secara klinis, hanya dapat
dibedakan melalui biopsi hati.

Secara morfologi Sherrlock membagi Sirosis hati bedasarkan besar kecilnya


nodul, yaitu:
1. Makronoduler (Ireguler, multilobuler), ditandai dengan terbentuknya septa
dengan ketebalan bervariasi, dengan besar nodul lebih dari 3 mm.
2. Mikronoduler (reguler, monolobuler), ditandai dengan terbentuknya septa tebal
teratur, didalam septa parenkim hati mengandung nodul halus dan kecil merata
diseluruh lobus, besar nodulnya sampai 3 mm. Sirosis mikronodular ada yang
berubah menjadi makronodular.
3. Kombinasi antara bentuk makronoduler dan mikronoduler, mmumnya sinosis
hepatis adalah jenis campuran ini.

C. Patofisiologi
Meskipun ada beberapa faktor yang terlibat dalam etiologi sirosis, mengonsumsi
minuman beralkohol dianggap sebagai faktor penyebab yang utama. Selain pada
peminum alkohol, penurunan asupan protein juga dapat menimbulkan kerusakan pada
hati. Namun demikian, sirosis juga pernah terjadi pada individu yang tidak memiliki
kebiasaan minum dan pada individu yang dietnya normal tapi dengan konsumsi alkohol
yang tinggi.
Faktor lainnya termasuk pajanan zat kimia tertentu (karbon tetraklorida, naftalen,
terklorinasi, arsen atau fosfor) atau infeksi skistosomiastis yang menular. Jumlah laki-
laki penderita sirosis adalah dua kali lebih banyak dari pada wanita, dan mayoritas
pasien sirosis berusia 40 hingga 60 tahun.
Sirosis Laennec merupakan penyakit yang ditandai oleh episode nekrosis yang
melibatkan sel-sel hati dan kadang-kadang berulang di sepanjang perjalanan penyakit
tersebut. Sel-sel hati yang dihancurkan itu secara berangsur-angsur digantikan oleh
jaringan parut, akhirnya jumlah jaringan parut melampaui jumlah jaringan hati yang
masih berfungsi. Jaringan-jaringan normal yang masih tersisa dan jaringan hati hasil
regenerasi dapat menonjol dari bagian-bagian yang berkonstriksi sehingga hati yang
sirotik memperlihatkan gambaran mirip paku sol sepatu berkelapa besar dalam (hobnail
appearance) yang khas. Sirosis Hepatis biasanya memiliki awitan yang insidius dan
perjalanan penyakit yang sangat panjang sehingga kadang-kadang melewati rentang
waktu 30 tahun atau lebih.
Sirosis Pasca Nekrotik (Hepatitis dari Virus tipe B dan C). Infeksi hepatitis virus
tipe B dan C menimbulkan peradangan sel hati. Peradangan ini menyebabkan nekrosis
meliputi daerah yang luas (hepatoseluler), terjadi kolaps lobulus ati dan ini memacu
timbulnya jaringan parut disertai terbentuknya septa fibrosa difus dan nodu sel hati,
walaupun etiologinya berbeda, gambaran histologi sirosis hati sama atau hampir sama,
septa bisa dibentuk dari sel reikulum penyangga yang kolaps dan berubah jadi parut.
Jaringan parut ini dapat meghubungkan daerah porta dan sentra.
Sirosis Billier (Obstruksi Billiaris Pascahepatik). Kerusakan sel hati yang dimulai
sekitar duktus biliaris akan menimbulkan pola sirosis yang dikenal sebagai sirosis
biliaris. Penyebabnya oleh karena obstruksi biliaris pascahepatik. Terjadi stasis empedu
menyebabkan penumpukan empedu di dalam massa hati dan kerusakan sel-sel hati.
Hati akan membesar keras, bergranula halus. Ikterus merupakan bagian awal dari dan
utama dari sindrom ini.

D. Tanda dan gejala


Terdapat beberapa gejala pada sirosis hati, seperti:
1. kelelahan .
2. hilang nafsu makan.
3. mual-mual.
4. badan lemah.
5. kehilangan berat badan.
6. nyeri lambung .
7. air kencing berwarna gelap.
8. kadang-kadang hati teraba keras
9. gangguan pencernaan.
Selain gejala-gejala yang sudah disebutkan terdapat pula beberapa tanda klinis
yang terjadi pada penderita sirosis hepatis, yaitu:
1. Adanya ikterus (penguningan) pada penderita sirosis dan Jaundice (Kuning pada
bagian kulit dan putih mata).
2. Timbulnya asites (akumulasi air di perut) pada penderita sirosis.
3. Timbulnya edema (akumulasi air di kaki) pada penderita sirosis.
4. Hati yang membesar(disebabkan oleh penumpukkan produk empedu dalam hati)
5. Hipertensi portal
6. Pembentukan batu empedu (karena kurangnya empedu dalam batu empedu.

E. Komplikasi
Pada sirosis hepatis terdapat beberapa komplikas yang akan dialami oleh si
penderita, diantaranya yaitu:
1. Edema dan ascites
Karena efek gaya berat ketika berdiri atau duduk, maka kelebihan garam dan air
berakumulasi dalam jaringan dibawah kulit pergelangan kaki dan kaki. Akumulasi
cairan ini disebut edema atau pitting edema (pitting edema merujuk pada fakta bahwa
menekan sebuah ujung jari dengan kuat pada suatu pergelangan atau kaki yang
mengalami edema akan menyebabkan suatu lekukan pada kulit yang berlangsung untuk
beberapa waktu setelah pelepasan dari tekanan). Ketika sirosis memburuk dan lebih
banyak garam dan air yang tertahan, cairan juga mungkin berakumulasi dalam rongga
perut antara dinding perut dan organ-organ perut. Akumulasi cairan ini
disebut ascites yang menyebabkan pembengkakkan perut, ketidaknyamanan perut, dan
berat badan yang meningkat.

2. Spontaneous bacterial peritonitis (SBP)


Adalah suatu cairan yang mengumpul didalam perut yang tidak mampu untuk
melawan infeksi secara normal. SBP adalah suatu komplikasi yang mengancam nyawa.
Pada beberapa pasien penderita SBP tidak memiliki gejala-gejala, seperti demam,
kedinginan, sakit perut dan kelembutan perut, diare, dan memburuknya ascites.

3. Perdarahan dari Varices-Varices Kerongkongan (esophageal varices)


Adalah suatu keadaan dimana aliran darah meningkat, peningkatan tekanan vena
pada kerongkongan yang lebih bawah, dan mengembangnya lambung bagian atas.
Perdarahan dari varices-varices biasanya adalah parah/berat dan apabila tanpa
perawatan segera dapat menjadi fatal. Gejala-gejala dari perdarahan varices-varices
adalah muntah darah (muntahan dapat berupa darah merah bercampur dengan
gumpalan-gumpalan atau coffee grounds, yang belakangan disebabkan oleh efek dari
asam pada darah), mengeluarkan tinja/feces yang hitam, disebabkan oleh perubahan-
perubahan dalam darah ketika melewati usus (melena), dan kepeningan orthostatic
(orthostatic dizziness) atau pingsan,disebabkan oleh suatu kemerosotan dalam tekanan
darah terutama ketika berdiri dari suatu posisi berbaring).

4. Hepatic encephalopathy
Adalah suatu keadaan dimana unsure-unsur racun berakumulasi secara cukup
dalam darah sehingga fungsi dari otak menjadi terganggu. Tidur pada siang hari
daripada pada malam hari (berbanding terbalik dengan pola tidur yang normal)
merupakan gejala yang paling dini dari hepatic encephalopathy. Gejala-gejala lainnya
adalah cepat marah, ketidakmampuan untuk berkonsentrasi atau melakukan
perhitungan, kehilangan memori, kebingungan atau tingkat kesadaran yang tertekan
(dapat mengakibatkan keparahan pada penyakit ini bahkan dapat menimbulkan
kematian).
5. Hepatorenal syndrome
Adalah suatu komplikasi yang serius dimana fungsi dari ginjal-ginjal berkurang.
Fungsi yang berkurang disebabkan oleh perubahan-perubahan cara darah mengalir
melalui ginjal. Hepatorenal syndrome didefinisikan sebagai kegagalan yang progresif
dari ginjal-ginjal untuk membersihkan unsur-unsur dari darah dan menghasilkan
jumlah-jumlah urine yang memadai. Ada dua tipe dari hepatorenal syndrome, yaitu
yang terjadi secara berangsur-angsur melalui waktu berbulan-bulan dan yang terjadi
secara cepat melalui waktu dari satu atau dua minggu.

6. Hepatopulmonary syndrome
Pasien dapat mengalami kesulitan bernapas karena hormon-hormon tertentu yang
dilepas pada sirosis telah berlanjut dan menyebabkan paru-paru berfungsi secara
abnormal. Darah yang mengalir melalui paru-paru dilangsir sekitar alveoli dan tidak
dapat mengambil cukup oksigen dari udara didalam alveoli. Akibatnya pasien
mengalami sesak napas, terutama dengan pengerahan tenaga.

7. Hypersplenism
Adalah istilah yang berhubungan dengan suatu jumlah sel darah merah yang
rendah (anemia), jumlah sel darah putih yang rendah (leucopenia), dan/atau suatu
jumlah platelet yang rendah (thrombocytopenia). Anemia dapat menyebabkan
kelemahan, leucopenia dapat menjurus pada infeksi-infeksi, dan thrombocytopenia
dapat mengganggu pembekuan darah dan berakibat pada perdarahan yang
berkepanjangan (lama).

8. Kanker Hati (hepatocellular carcinoma


Sirosis yang disebabkan oleh penyebab apa saja dapat meningkatkan risiko
kanker hati utama/primer (hepatocellular carcinoma). Utama (primer) merujuk pada
fakta bahwa tumor berasal dari hati. Suatu kanker hati sekunder adalah satu yang
berasal dari mana saja didalam tubuh dan menyebar (metastasis) ke hati.

F. Diagnosis
Diagnosis penyakit Sirosis Hepatis ditegakkan dengan kriteria soebandiri: bila
terjadi 5 dari 7:

1. Spider nevi
2. Venectasi/vena kolateral
3. Ascites (dengan atau tanpa edema kaki)
4. Splenomegali
5. Varises oesophagus (hematemesis melena)
6. Ratio albumin: globulin terbalik
7. Palmar eritem

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah:


1. Imaging examination: USG hati, kantung empedu, dan limpa. USG hati dapat
menggambarkan seberapa jauh kerusakannya.
2. Pemeriksaan patologis: Pemeriksaan patologis untuk tanda-tanda virus hepatitis
3. Tes fungsi hati: Dengan tes fungsi hati, kita dapat memahami seberapa jauh
keparahan sirosis hatinya.
4. Four indicators of hepatic fibrosis: Fibrosis liver adalah penyakit yang kronik.
Pemeriksaan dini menggunakan four indicator of hepatic fibrosis dapat membantu
mendiagnosa lebih cepat ada tidaknya fibrosis liver.
5. Biopsi liver: Biopsi dapat menunjukan ada tidaknya sirosis pada hati.
6. Laparoscopy: Pemeriksaan langsung yang dapat dilakukan di organ hati, limpa,
organ pencernaan.

G. Penatalaksanaan
Tatalaksana sirosis kompensata adalah:
1. Alkohol dan bahan-bahan hepatotoksik dihentikan
2. Hepatitis B: IFN alfa SC 3 MIU 3 kali seminggu selama 6 bulan,
3. Lamivudin
4. Hepatitis C kronik: IFN + Ribavirin

Tatalaksana sirosis dekompensata adalah:


1. Asites: tirah baring, diet rendah garam+ spironolacton/ furosemid, parasentesis
bila asites sudah sangat besar.
2. Ensefalopati hepatic: laktulosa untuk mengeluarkan ammonia, Neomisin
3. Varises esofagus: propanolol, waktu perdarahan akut bisa diberikan somatostatin
atau oktreotid, diteruskan dengan tindakan skleroterapi atau ligasi endoskopi

II. Ulkus Peptikum

A. Definisi

Ulkus peptikum merupakan keadaan di mana kontinuitas mukosa lambung


terputus dan meluas sampai di bawah epitel. Kerusakan mukosa yang tidak meluas
sampai ke bawah epitel disebut erosi, walaupun seringkali dianggap juga sebagai tukak.
(misalnya tukak karena stress). Tukak kronik berbeda denga tukak akut, karena
memiliki jaringan parut pada dasar tukak. Menurut definisi, tukak peptik dapat
ditemukan pada setiap bagian saluran cerna yang terkena getah asam lambung, yaitu
esofagus, lambung, duodenum, dan setelah gastroduodenal, juga jejunum. Walaupun
aktivitas pencernaan peptic oleh getah lambung merupakan factor etiologi yang
penting, terdapat bukti bahwa ini hanya merupakan salah satu factor dari banyak factor
yang berperan dalam patogenesis tukak peptic.

B. Etiologi dan Epidemiologi

Etiologi ulkus peptikum kurang dipahami, meskipun bakteri gram negatif H.


Pylori telah sangat diyakini sebagai factor penyebab. Diketahui bahwa ulkus peptik
terjadi hanya pada area saluran GI yang terpajan pada asam hidrochlorida dan pepsin.
Penyakit ini terjadi dengan frekuensi paling besar pada individu antara usia 40 dan 60
tahun. Tetapi, relatif jarang pada wanita menyusui, meskipun ini telah diobservasi pada
anak-anak dan bahkan pada bayi. Pria terkenal lebih sering daripada wanita, tapi
terdapat beberapa bukti bahwa insiden pada wanita hampir sama dengan pria. Setelah
menopause, insiden ulkus peptikum pada wanita hampir sama dengan pria. Ulkus
peptikum pada korpus lambung dapat terjadi tanpa sekresi asam berlebihan

Predisposisi : Upaya masih dilakukan untuk menghilangkan kepribadian ulkus.


Beberapa pendapat mengatakan stress atau marah yang tidak diekspresikan adalah
factor predisposisi. Ulkus nampak terjadi pada orang yang cenderung emosional, tetapi
apakah ini factor pemberat kondisi, masih tidak pasti. Kecenderungan keluarga yang
juga tampak sebagai factor predisposisi signifikan. Hubungan herediter selanjutnya
ditemukan pada individu dengan golongan darah lebih rentan daripada individu dengan
golongan darah A, B, atau AB. Factor predisposisi lain yang juga dihubungkan dengan
ulkus peptikum mencakup penggunaan kronis obat antiinflamasi non steroid(NSAID).
Minum alkohol dan merokok berlebihan. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa ulkus
lambung dapat dihubungkan dengan infeksi bakteri dengan agens seperti H. Pylori.
Adanya bakteri ini meningkat sesuai dengan usia. Ulkus karena jumlah hormon gastrin
yang berlebihan, yang diproduksi oleh tumor(gastrinomas-sindrom zolinger-
ellison)jarang terjadi. Ulkus stress dapat terjadi pada pasien yang terpajan kondisi
penuh stress.
C. Patofisiologi

Ulkus peptikum terjadi pada mukosa gastroduodenal karena jaringan ini tidak
dapat menahan kerja asam lambung pencernaan(asam hidrochlorida dan pepsin). Erosi
yang terjadi berkaitan dengan peningkatan konsentrasi dan kerja asam peptin, atau
berkenaan dengan penurunan pertahanan normal dari mukosa. Mukosa yang rusak tidak
dapat mensekresi mukus yang cukup bertindak sebagai barier terhadap asam klorida.

Sekresi lambung terjadi pada 3 fase yang serupa :

1. Fase sefalik, fase pertama ini dimulai dengan rangsangan seperti pandangan, bau
atau rasa makanan yang bekerja pada reseptor kortikal serebral yang pada
gilirannya merangsang saraf vagal. Intinya, makanan yang tidak menimbulkan
nafsu makan menimbulkan sedikit efek pada sekresi lambung. Inilah yang
menyebabkan makanan sering secara konvensional diberikan pada pasien dengan
ulkus peptikum. Saat ini banyak ahli gastroenterology menyetujui bahwa diet
saring mempunyai efek signifikan pada keasaman lambung atau penyembuhan
ulkus. Namun, aktivitas vagal berlebihan selama malam hari saat lambung kosong
adalah iritan yang signifikan.

2. Fase lambung, pada fase ini asam lambung dilepaskan sebagai akibat dari
rangsangan kimiawi dan mekanis terhadap reseptor dibanding lambung. Refleks
vagal menyebabkan sekresi asam sebagai respon terhadap distensi lambung oleh
makanan.

3. Fase usus, makanan dalam usus halus menyebabkan pelepasan hormon(dianggap


menjadi gastrin) yang pada waktunya akan merangsang sekresi asam lambung.
Pada manusia, sekresi lambung adalah campuran mukokolisakarida dan
mukoprotein yang disekresikan secara kontinyu melalui kelenjar mukosa. Mucus
ini mengabsorpsi pepsin dan melindungi mukosa terhadap asam. Asam
hidroklorida disekresikan secara kontinyu, tetapi sekresi meningkat karena
mekanisme neurogenik dan hormonal yang dimulai dari rangsangan lambung dan
usus. Bila asam hidroklorida tidak dibuffer dan tidak dinetralisasi dan bila lapisan
luar mukosa tidak memberikan perlindungan asam hidroklorida bersama dengan
pepsin akan merusak lambung. Asam hidroklorida kontak hanya dengan sebagian
kecil permukaan lambung. Kemudian menyebar ke dalamnya dengan lambat.
Mukosa yang tidak dapat dimasuki disebut barier mukosa lambung. Barier ini
adalah pertahanan untama lambung terhadap pencernaan yang dilakukan oleh
sekresi lambung itu sendiri.

Factor lain yang mempengaruhi pertahanan adalah suplai darah, keseimbangan


asam basa, integritas sel mukosa, dan regenerasi epitel. Oleh karena itu, seseorang
mungkin mengalami ulkus peptikum karena satu dari dua factor ini :

5. hipersekresi asam pepsin

6. kelemahan barier mukosa lambung Apapun yang menurunkan yang mukosa


lambung atau yang merusak mukosa lambung adalah ulserogenik, salisilat dan
obat antiinflamasi non steroid lain, alcohol, dan obat antiinflamasi masuk dalam
kategori ini.

Sindrom Zollinger-Ellison (gastrinoma) dicurigai bila pasien datang dengan ulkus


peptikum berat atau ulkus yang tidak sembuh dengan terapi medis standar. Sindrom ini
diidentifikasi melalui temuan berikut : hipersekresi getah lambung, ulkus duodenal, dan
gastrinoma(tumor sel istel) dalam pancreas. 90% tumor ditemukan dalam gastric
triangle yang mengenai kista dan duktus koledokus, bagian kedua dan tiga dari
duodenum, dan leher korpus pancreas. Kira-kira dari gastrinoma adalah
ganas(maligna). Diare dan stiatore(lemak yang tidak diserap dalam feces)dapat ditemui.
Pasien ini dapat mengalami adenoma paratiroid koeksisten atau hyperplasia, dan
karenanya dapat menunjukkan tanda hiperkalsemia. Keluhan pasien paling utama
adalah nyeri epigastrik. Ulkus stress adalah istilah yang diberikan pada ulserasi mukosa
akut dari duodenal atau area lambung yang terjadi setelah kejadian penuh stress secara
fisiologis. Kondisi stress seperti luka bakar, syok, sepsis berat, dan trauma dengan
organ multiple dapat menimbulkan ulkus stress. Endoskopi fiberoptik dalam 24 jam
setelah cedera menunjukkan erosi dangkal pada lambung, setelah 72 jam, erosi
lambung multiple terlihat. Bila kondisi stress berlanjut ulkus meluas. Bila pasien
sembuh, lesi sebaliknya. Pola ini khas pada ulserasi stress. Pendapat lain yang berbeda
adalah penyebab lain dari ulserasi mukosa. Biasanya ulserasi mukosa dengan syok ini
menimbulkan penurunan aliran darah mukosa lambung. Selain itu jumlah besar pepsin
dilepaskan. Kombinasi iskemia, asam dan pepsin menciptakan suasana ideal untuk
menghasilkan ulserasi. Ulkus stress harus dibedakan dari ulkus cushing dan ulkus
curling, yaitu dua tipe lain dari ulkus lambung. Ulkus cushing umum terjadi pada
pasien dengan trauma otak. Ulkus ini dapat terjadi pada esophagus, lambung, atau
duodenum, dan biasanya lebih dalam dan lebih penetrasi daripada ulkus stress. Ulkus
curling sering terlihat kira-kira 72 jam setelah luka bakar luas.

D. Manifestasi Klinis

Gejala-gejala ulkus dapat hilang selama beberapa hari, minggu, atau beberapa
bulan dan bahkan dapat hilang hanya sampai terlihat kembali, sering tanpa penyebab
yang dapat diidentifikasi. Banyak individu mengalami gejala ulkus, dan 20-30%
mengalami perforasi atau hemoragi yang tanpa adanya manifestasi yang mendahului.
Nyeri : biasanya pasien dengan ulkus mengeluh nyeri tumpul, seperti tertusuk atau
sensasi terbakar di epigastrium tengah atau di punggung. Hal ini diyakini bahwa nyeri
terjadi bila kandungan asam lambung dan duodenum meningkat menimbulkan erosi
dan merangsang ujung saraf yang terpajan. Teori lain menunjukkan bahwa kontak lesi
dengan asam merangsang mekanisme refleks local yang mamulai kontraksi otot halus
sekitarnya. Nyeri biasanya hilang dengan makan, karena makan menetralisasi asam
atau dengan menggunakan alkali, namun bila lambung telah kosong atau alkali tidak
digunakan nyeri kembali timbul. Nyeri tekan lokal yang tajam dapat dihilangkan
dengan memberikan tekanan lembut pada epigastrium atau sedikit di sebelah kanan
garis tengah. Beberapa gejala menurun dengan memberikan tekanan local pada
epigastrium.

Pirosis (nyeri ulu hati) : beberapa pasien mengalami sensasi luka bakar pada
esophagus dan lambung, yang naik ke mulut, kadang-kadang disertai eruktasi asam.
Eruktasi atau sendawa umum terjadi bila lambung pasien kosong.
Muntah : meskipun jarang pada ulkus duodenal tak terkomplikasi, muntah dapat
menjadi gejala ulkus peptikum. Hal ini dihubungkan dengan pembentukan jaringan
parut atau pembengkakan akut dari membran mukosa yang mengalami inflamasi di
sekitarnya pada ulkus akut. Muntah dapat terjadi atau tanpa didahului oleh mual,
biasanya setelah nyeri berat yang dihilangkan dengan ejeksi kandungan asam lambung.
Konstipasi dan perdarahan : konstipasi dapat terjadi pada pasien ulkus,
kemungkinan sebagai akibat dari diet dan obat-obatan. Pasien dapat juga datang dengan
perdarahan gastrointestinal sebagian kecil pasien yang mengalami akibat ulkus akut
sebelumnya tidak mengalami keluhan, tetapi mereka menunjukkan gejala setelahnya.

E. Evaluasi Diagnostik

Pemeriksaan fisik dapat menunjukkan adanya nyeri, nyeri tekan epigastrik atau
distensi abdominal. Bising usus mungkin tidak ada. Pemeriksaan dengan barium
terhadap saluran GI atas dapat menunjukkan adanya ulkus, namun endoskopi adalah
prosedur diagnostic pilihan. Endoskopi GI atas digunakan untuk mengidentifikasi
perubahan inflamasi, ulkus dan lesi. Melalui endoskopi mukosa dapat secara langsung
dilihat dan biopsy didapatkan. Endoskopi telah diketahui dapat mendeteksi beberapa
lesi yang tidak terlihat melalui pemeriksaan sinar X karena ukuran atau lokasinya.
Feces dapat diambil setiap hari sampai laporan laboratorium adalah negatif terhadap
darah samar. Pemeriksaan sekretori lambung merupakan nilai yang menentukan dalam
mendiagnosis aklorhidria(tidak terdapat asam hdroklorida dalam getah lambung) dan
sindrom zollinger-ellison. Nyeri yang hilang dengan makanan atau antasida, dan tidak
adanya nyeri yang timbul juga mengidentifikasikan adanya ulkus. Adanya H. Pylory
dapat ditentukan dengan biopsy dan histology melalui kultur, meskipun hal ini
merupakan tes laboratorium khusus. Ada juga tes pernafasan yang mendeteksi H.
Pylori, serta tes serologis terhadap antibody pada antigen H. Pylori.

F. Penatalaksanaan

Beberapa metode dapat digunakan untuk mengontrol keasaman lambung


termasuk perubahan gaya hidup, obat-obatan, dan tindakan pembedahan.
Penurunan stress dan istirahat, penghentian merokok, modifikasi diet
obat-obatam, dan ntervensi bedah

You might also like