You are on page 1of 10

LAPORAN PENDAHULUAN PADA KLIEN DENGAN

ABSES BARTOLINI

OLEH

OKTAVIANUS KOPONG MITEN

2016611016

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TRIBHUWANA TUNGGADEWI MALANG
2017
A. ABSES BARTOLINI
1. Definisi
Abses Bartolini adalah penumpukan nanah yang membentuk benjolan
(pembengkakan) di salah satu kelenjar Bartholin yang terletak di setiap sisi lubang
vagina (Endang, 2012).
Abses Bartolini didefinisikan sebagai penghasilan pus yang membentuk
bengkak pada satu dari kelenjar Bartolini yang terletak di samping labia pada alat
kelamin wanita (Manuba, 2008).
Abses Vagina adalah suatu penimbunan nanah yang terjadi di sekitar
kemaluan ataupun didalam vagina, biasanya terjadi akibat suatu infeksi bakteri
(Baradero, 2006).
Bartolinitis adalah sumbatan duktus utama kalenjar bartolin menyebabkan
retensi sekresi dan dilatasi kistik.
Bartolinitis adalah Infeksi pada kelenjar bartolin atau bartolinitis juga dapat
menimbulkan pembengkakan pada alat kelamin luar wanita. Biasanya,
pembengkakan disertai dengan rasa nyeri hebat bahkan sampai tak bisa berjalan.
Juga dapat disertai demam, seiring pembengkakan pada kelamin yang memerah
(Amiruddin, 2004).

2. Anatomi Kelenjar Bartolini


Kelenjar bartholoni merupakan salah satu organ genetalia eksterna, kelenjar
bartholini atau glandula vestibularis mayor, kelenjar ini biasanya berukuran
sebesar kacang dan ukurannya jarang melebihi satu cm.kelenjar ini tidak teraba
kecuali pada keadaan penyakit atau infeksi. Saluran keluar dari kelenjar ini
bermuara pada celah yang terdapat diantara labium minus pudendi dan tepi himen.
Glandula ini homolog dengan glandula bulbourethralis pada pria. Kelenjar ini
tertekan pada waktu coitus dan mengeluarkan sekresinya untuk membasahi atau
melicinkan permukaan vagina (Mast, 2010).
Kelenjar bartholini terletak posterolateral dari vestibulum arah jam 4 & 8,
mukosa kelenjar dilapisi oleh sel-sel epitel kubus, panjang saluran
pembuangannya sekitar 2,5 cm dan dilapisi oleh sel-sel epitel transisional. Saluran
pembuangan ini berakhir diantara labia minor dan hymen dan dilapisi sel epitel
skuamus (Amiruddin, 2004)
3. Fisiologi
Pada introitus vagina terdapat kelenjar bartholini yang berfungsi untuk
membasahi mengeluarkan lendir untuk menberikan pelumas vagina saat
melakukan hubungan seksual, kira-kira spertiga dari introitus vagina kanan dan
kiri yang terletak posterolateral. Dalam keadaan normal kelenjar ini tidak teraba
pada palpasi (Manuba, 2008).

4. Etioligi
Infeksi kelenjar bartholini terjadi oleh infeksi gonokokus, pada bartholinitis
kelenjar ini akan membesar, merah, dan nyeri kemudian isinya akan menjadi
nanah dam keluar pada duktusnya, karena adanya cairan tersebut maka dapat
terjadi sumbatan pada salah satu duktus yang dihasilkan oleh kelenjar dan
terakumulasi, menyebabkan kelenjar membengkak dan menbentuk suatu kista.
Suatu abses terjadi bila kista menjadi terinfeksi. Abses bartholini dapat
disebabkan oleh sejumlah bakteri. Ini termasuk orgasme yang menyebabkan
penyakit menular seksual seperti Klamidia dan Gonoreserta. Umumnya abses ini
melibatkan lebih dari lebih dari satu jenis organisme. Obstruksi distal saluran
bartolini bisa mengakibatkan retensi cairan, dengan dihasilkannya dilatasi dari
duktus dan pembentukan kista. Kista dapat terinfeksi, dan abses dapat
berkembang dalam kelenjar. Kista bartolini tidak selalu harus terjadi sebelum
abses kalenjar (Setyadeng, 2010).
5. Patofisiologi
Tersumbatnya bagian distal dari duktus Bartholin dapat menyebabkan
retensi dari sekresi, dengan akibat berupa pelebaran duktus dan pembentukan
kista. Kista tersebut dapat menjadi terinfeksi, dan abses bisa berkembang dalam
kelenjar. Kelenjar BartholiIn sangat sering terinfeksi dan dapat membentuk kista
atau abses pada wanita usia reproduksi. Kista dan abses bartholin seringkali
dibedakan secara klinis.
Kista Bartholin terbentuk ketika ostium dari duktus tersumbat, sehingga
menyebabkan distensi dari kelenjar dan tuba yang berisi cairan. Sumbatan ini
biasanya merupakan akibat sekunder dari peradangan nonspesifik atau trauma.
Kista bartholin dengan diameter 1-3 cm seringkali asimptomatik. Sedangkan
kista yang berukuran lebih besar, kadang menyebabkan nyeri dan dispareunia.
Abses Bartholin merupakan akibat dari infeksi primer dari kelenjar, atau kista
yang terinfeksi. Pasien dengan abses Bartholin umumnya mengeluhkan nyeri
vulva yang akut dan bertambah secara cepat dan progresif. Abses kelenjar
Bartholin disebakan oleh polymicrobial (Amiruddin, 2004)

6. PATHWAY
7. Gejala Klinis
Pada saat kelenjar bartholini terjadi peradangan maka akan membengkak,
merah dan nyeri tekan. Kelenjar bartholini membengkak dan terasa nyeri bila
penderita berjalan dan sukar duduk (Djuanda, 2007).
Kista bartholini tidak selalu menyebabkan keluhan akan tetapi kadang
dirasakan sebagai benda yang berat dan menimbulkan kesulitan pada waktu
koitus. Bila kista bartholini berukuran besar dapat menyebabkan rasa kurang
nyaman saat berjalan atau duduk. Tanda kista bartholini yang tidak terinfeksi
berupa penonjolan yang tidak nyeri pada salah satu sisi vulva disertai kemerahan
atau pambengkakan pada daerah vulva disertai kemerahan atau pembengkakan
pada daerah vulva (Amiruddin, 2004).
Adapun jika kista terinfeksi maka dapat berkenbang menjadi abses
bartholini dengan gajala klinik berupa (Amiruddin, 2004) :
a. Nyeri saat berjalan, duduk, beraktifitas fisik atau berhubungan seksual.
b. Umunnya tidak diserati demam kecuali jika terifeksi dengan organisem
yang ditularkan melaui hubungan seksual.
c. Pembengkakan pada vulva selam 2-4 hari.
d. Biasanya ada secret di vagina.
e. Dapat terjadi rupture spontan.
Menurut Revina (2012) tanda dan gejala yang muncul disebabkan oleh
beberapa hal diantaranya adanya peradangan atau trauma sehingga mengakibatkan
adanya dilatasi kistik dukus. Kista ini biasanya tidak berbahaya dan tidak
memerlukan pengobatan. Pada ukuran yang membesar akan menimbulkan
dispareunia sehingga penderita akan mengeluhkan sakit. Abses kelenjar bartholin
yang disertai dengan adanya dispareunia sehingga mengakibatkan anda nyeri
vulva sampai mengakibatkan sakit ketika berjalan. Abses ini akan kambuh dengan
adanya sederhana dan drainase. Hal ini terjadi karena adanya inflamasi. Gejala
yang sering diderita oleh pasien adalah adanya rasa sakit, unilateral dan ditandai
dengan adanya tanda-tanda kemunculan selulitas. Kemudian ukuran akan berubah
membesar dan akan pecah dan bersifat nonpurulent
8. Penatalaksanaan
Abses Bartolini terapi definitifnya berupa operasi kecil (marsupialisasi).
Marsupialisasi yaitu sayatan dan pengeluaran isi kista diikuti penjahitan dinding
kista yang terbuka pada kulit vulva yang terbuka. Tindakan ini terbukti tidak
beresiko dan hasilnya memuaskan. Insisi dilakukan vertical pada vestibulum
sampai tengah kista dan daerah luar cincin hymen. Lebar insisi sekitar 1,5 3 cm,
tergantung besarnya kista kemudian kavitas segera dikeringkan. Kemudian
dilakukan penjahitan pada bekas irisan. Bedrest total dimulai pada hari pertama
post operatif (Arief Mansjoer dkk, 2006).

KONSEP DASAR ASUHANKEPERAWATAN


A. Data Focus
Pembesaran kalenjar bartolini, merah, nyeri dan lebih panas didaerah
sekitarnya / perineum, ada nanah, kadang dirasakan sebagai benda berat dan atau
menimbulkan kesulitan pada koitus, iritasi vulva, dapat terjadi abses yang kadang-
kadang dapat sebesar telur bebek.
B. Diagnose keperawatan yang mungkin muncul
1. Nyeri berhubungan dengan peradangan kalenjar bartolin ditandai dengan
pembesaran kalenjar bartolin, nyeri dan lebih panas didaerah perineum /
sekitarnya, iritasi vulva, kadang terasa seperti benda berat.
2. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan sekunder
terhadap penyakit kronis ditandai dengan pembesaran kalenjar bartholin,
nyeri dan lebih panas didaerah sekitarnya / perineum, ada nanah, kadang
dirasakan sebagai benda berat,ada abses yang kadang-kadang dapat sebesar
telur bebek.
3. PK : Infeksi
4. Perubahan pola seksual berhubungan dengan nyeri ditandai dengan kalenjar
bartholin membengkak, merah, nyeri pada daerah perineum, dan nanah.
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan bahan iritan dari lingkungan
sekunder terhadap kelembaban ditandai dengan merah, iritasi vulva, nanah.
C. Perencanaan keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan peradangan kalenjar bartolin ditandai dengan
pembesaran kalenjar bartolin, nyeri dan lebih panas didaerah perineum /
sekitarnya, iritasi vulva, kadang terasa seperti benda berat.
Tujuan : nyeri pasien berkurang atau hilang
Kriteria hasil :
Pasien mengatakan nyerinya berkurang
Pasien tidak meringis lagi
Skala nyeri 0-1 dari 10 skala nyeri yang diberikan
Vital sign normal

Intervensi Keperawatan:
Rencana tindakan Rasional
Kaji tingkat nyeri, lokasi. Mengkaji respon pasien terhadap
pemberian intervensi yang tepat.
Ajarkan teknik distraksi, imajinasi Mengurangi sensasi nyeri.
dan relaksasi.
Beri antiansietas. Meningkatkan kenyamanan klien.
Beri analgetik bila perlu Mengurangi sensasi nyeri pasien

2. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan sekunder


terhadap penyakit kronis ditandai dengan pembesaran kalenjar bartholin,
nyeri dan lebih panas didaerah sekitarnya / perineum, ada nanah, kadang
dirasakan sebagai benda berat,ada abses yang kadang-kadang dapat sebesar
telur bebek.
Tujuan : Menyatakan penerimaan diri sesuai indikasi
Kriteria hasil:
Menerima perubahan ke dalam konsep diri tanpa harga diri yang negative
Menunjukan penerimaan dengan melihat dan berpartisipasi dalam
perawatan diri
Mulai menerima situasi secara konstruktif

Rencana tindakan Rasional


Pastikan apakah konseling dilakukan Memberikan informasi tentang tingkat
bila mungkin pengetahuan pasien atau orang
terdekat terhadap pengetahuan tentang
situasi pasien dan proses peneriman
Dorong pasien atau orang terdekat Membantu pasien untuk menyadari
untuk menyatakan perasaannya perasaannya tidak biasa, perasaan
bersalah
Catat perilaku menarik diri. Dengan masalah pada penilaian yang
Peningkatan ketergantungan, dapat memerlukan evaluasi lanjut dan
manipulasi atau tidak terlibat pada terapi lebih ketat
perawatan
Pertahankan pendekatan positif Dapat membantu pasien atau orang
selama aktivitas perawatan terdekat untuk menerima perubahan
tubuh, merasakan baik tentang diri
sendiri

3. Perubahan pola seksual berhubungan dengan nyeri ditandai dengan kalenjar


bartholin membengkak, merah, nyeri pada daerah perineum, dan nanah.
Tujuan : tidak terjadi perubahan pola respons seksual
Kriteria hasil :
Menyatakan pemahaman perubahan anatomi atau fungsi seksual
Mendiskusikan masalah tentang gambaran diri, peran seksual

Rencana Tindakan Rasional


Mendengarkan pernyataan orang Masalah seksual sering tersembunyi
terdekat sebagai pernyataan humor
Kaji informasi pasien atau orang Menunjukkan kesalahan informasi
terdekat tentang fungsi seksual atau konsep yang mempengaruhi
pengambilan keputusan
Indentifikasi factor budaya / nilai dan Dapat mempengaruhi kembalinya
adanya konflik kepuasan hubungan seksual
Diskusikan ketidaknyamanan fisik Nyeri pada vulva dapat
mengakibatkan kehilangan sensori
namun biasanya sementara untuk
dapat kembali baik.

4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan bahan iritan dari lingkungan


sekunder terhadap kelembaban ditandai dengan merah, iritasi vulva, nanah.
Tujuan : diharapkan kerusakan integritas kulit dapat diatasi
Kriteria hasil :
Kulit dalam keadaan normal
Kulit tidak gatal
Rencana tindakan Rasional
Indentifikasi faktor penyebab Agar dapat ditentukan intervensi
selanjutnya
Kaji integritas kulit (gangguan warna, Kondisi kulit dipengaruhi oleh
hangat lokal, eritema) sirkulasi, nutrisi, jaringan dapat
menjadi rapuh dan cenderung untuk
infeksi dan rusak
Pertahankan linen kering, bebas Untuk menurunkan iritasi dan resiko
keriput kerusakan kulit lebih lanjut
Gunanya krim kulit / zalf sesuai Untuk melicinkan kulit dan
indikasi menurunkan rasa gatal

5. Resiko Tinggi Infeksi


Selama diberikan asuhan keperawatan Resiko infeksi dapat dicegah.
Rencana tindakan Rasional
1. Kaji tanda-tanda infeksi 1. Mengidentifikasi adanya infeksi
secara dini untuk menentukan
intervensi selanjutnya.

2. Membantu dalam mengatasi


2. Kolaborasi dalam pemberian therapy terjadinya infeksi.

D. EVALUASI
1. nyeri pasien berkurang atau hilang
2. Menyatakan penerimaan diri sesuai indikasi
3. tidak terjadi perubahan pola respons seksual
4. diharapkan kerusakan integritas kulit dapat diatasi
5. Selama diberikan asuhan keperawatan komplikasi infeksi dapat dicegah.

DAFTAR PUSTAKA

Doengoes,E.marillyn,(1992).Rencana Asuhan Keperawatan,Ed 3,EGC: Jakarta.

Capernito.L.J ( 2007) Buku Saku Diangnosa Keperawatan,Edisi 10,Jakarta,ECG


Prawiroharjo, Sarwono ( 2007) Ilmu Kandungan, Edisi kedua. Jakarta : Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Mansjoer,A.(2001) Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1, Ed.3, Media Aesculapius


FKUI: Jakarta.

You might also like